Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan atau penyempurnaan
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2023
TENTANG
KEBIJAKAN DAN PENGATURAN EKSPOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
Menimbang |
|||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (3), Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (8), Pasal 7 ayat (6) dan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor;
|
|||
|
|
|
|
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||
4.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
5.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
|
||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah kepada Dewan Kawasan Sabang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5175);
|
||
7.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6641);
|
||
8.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6652);
|
||
9.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653);
|
||
10.
|
Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2022 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 19);
|
||
11.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 492);
|
||
12.
|
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2023 tentang Kelanjutan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 436);
|
||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KEBIJAKAN DAN PENGATURAN EKSPOR.
|
|||
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi barang dan/atau jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan/atau jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.
|
||
2.
|
Perdagangan Luar Negeri adalah Perdagangan yang mencakup kegiatan ekspor dan/atau impor atas barang dan/atau Perdagangan jasa yang melampaui batas wilayah negara.
|
||
3.
|
Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
|
||
4.
|
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Barang dari daerah pabean.
|
||
5.
|
Eksportir adalah orang perseorangan, lembaga, atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan Ekspor.
|
||
6.
|
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
|
||
7.
|
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
|
||
8.
|
Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk menunjang kegiatan usaha.
|
||
9.
|
Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
|
||
10.
|
Eksportir Terdaftar adalah Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa bukti pendaftaran Eksportir.
|
||
11.
|
Persetujuan Ekspor adalah Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa persetujuan dari Menteri untuk melakukan Ekspor.
|
||
12.
|
Pemberitahuan Pabean Ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh Pelaku Usaha dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean Ekspor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||
13.
|
Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah pemeriksaan dan/atau pemastian Barang yang dilakukan oleh surveyor.
|
||
14.
|
Laporan Surveyor adalah dokumen yang berisi data dan informasi hasil kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Barang tertentu yang dilakukan oleh Surveyor, dan menyatakan bahwa Barang Ekspor yang diverifikasi telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Perdagangan.
|
||
15.
|
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
|
||
16.
|
Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis risiko.
|
||
17.
|
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan Ekspor dan/atau Impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
|
||
18.
|
Sistem INATRADE adalah sistem pelayanan terpadu Perdagangan pada Kementerian Perdagangan yang dilakukan secara online melalui portal http://inatrade.kemendag.go.id.
|
||
19.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
20.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas Barang mewah, dan cukai.
|
||
21.
|
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
|
||
22.
|
Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis atas Ekspor.
|
||
23.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perdagangan.
|
||
24.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.
|
||
|
|
|
|
BAB II
PERSYARATAN EKSPOR Pasal 2 |
|||
(1)
|
Eksportir wajib memiliki NIB.
|
||
(2)
|
Terhadap kegiatan Ekspor atas Barang tertentu, Eksportir wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dari Menteri.
|
||
(3)
|
Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
||
(4)
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
|
||
|
a.
|
Eksportir Terdaftar; dan/atau
|
|
|
b.
|
Persetujuan Ekspor.
|
|
(5)
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha sektor Perdagangan Luar Negeri.
|
||
(6)
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang telah diterbitkan digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor kepada kantor pabean.
|
||
(7)
|
Terhadap Barang Tertentu, Eksportir yang tidak dapat memiliki NIB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(8)
|
Eksportir dapat memiliki 1 (satu) atau lebih Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b terhadap Barang tertentu.
|
||
(9)
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berupa Persetujuan Ekspor berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor atau lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
||
(10)
|
Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (7), dan Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
BAB III
KONFIRMASI STATUS WAJIB PAJAK Pasal 3 |
|||
(1)
|
Setiap penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor harus dilakukan konfirmasi status wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(2)
|
Konfirmasi status wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh keterangan status wajib pajak.
|
||
(3)
|
Keterangan status wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat status valid digunakan sebagai salah satu persyaratan pemberian Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
|
|
|
|
BAB IV
PERIZINAN BERUSAHA Bagian Kesatu Permohonan dan Penerbitan Perizinan Berusaha Pasal 4 |
|||
(1)
|
Untuk memperoleh Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Eksportir harus mengajukan permohonan lengkap secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(2)
|
Dalam hal permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(3)
|
Untuk mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir harus memiliki hak akses.
|
||
(4)
|
Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli:
|
||
|
a.
|
untuk Eksportir yang merupakan orang perseorangan, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan;
|
|
|
b.
|
untuk Eksportir yang merupakan Badan Usaha Milik Negara dan Yayasan, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak;
|
|
|
c.
|
untuk Eksportir yang merupakan koperasi dan badan usaha, paling sedikit berupa NIB dan nomor pokok wajib pajak; atau
|
|
|
d.
|
Untuk Eksportir yang tidak dapat mendapatkan NIB, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak.
|
|
(5)
|
Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
|
||
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(2)
|
Dalam hal dokumen persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
|
||
(3)
|
Eksportir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
|
|
|
b.
|
data dan/atau informasi terkait dokumen persyaratan yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
|
|
|
c.
|
data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor,
|
|
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(4)
|
Apabila dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terbukti tidak benar, Eksportir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(5)
|
Persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(2)
|
Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun Perizinan Berusaha di bidang Ekspor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
(3)
|
Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(4)
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Eksportir Terdaftar memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
||
|
a.
|
nomor Eksportir Terdaftar dan tanggal terbit;
|
|
|
b.
|
NIB dan identitas Eksportir; dan
|
|
|
c.
|
masa berlaku berupa tanggal awal dan tanggal akhir.
|
|
(5)
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Persetujuan Ekspor memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
||
|
a.
|
nomor Persetujuan Ekspor dan tanggal terbit;
|
|
|
b.
|
NIB dan identitas Eksportir;
|
|
|
c.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
d.
|
jenis/uraian Barang;
|
|
|
e.
|
jumlah Barang dan satuan Barang; dan
|
|
|
f.
|
masa berlaku berupa tanggal awal dan tanggal akhir.
|
|
(6)
|
Identitas Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan ayat (5) huruf b memuat elemen data dan/atau keterangan mengenai:
|
||
|
a.
|
nama perusahaan; dan
|
|
|
b.
|
alamat perusahaan.
|
|
(7)
|
Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan/atau ayat (5), terdapat elemen data dan/atau keterangan lain.
|
||
(8)
|
Masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(9)
|
Penerbitan Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, disertai dengan kartu kendali realisasi Ekspor.
|
||
(10)
|
Kartu kendali realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (9) digunakan untuk melakukan pemotongan jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e.
|
||
(11)
|
Dalam hal jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e telah dilakukan pemotongan secara elektronik oleh SINSW sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, penerbitan Persetujuan Ekspor tidak disertai kartu kendali realisasi Ekspor.
|
||
(12)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara dokumen Eksportir Terdaftar dan dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor paling sedikit berupa nomor Eksportir Terdaftar dan tanggal terbit.
|
||
(13)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara dokumen Persetujuan Ekspor dan dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor paling sedikit mengenai:
|
||
|
a.
|
nomor Persetujuan Ekspor dan tanggal terbit;
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system; dan
|
|
|
c.
|
jumlah Barang dan satuan Barang.
|
|
(14)
|
Terhadap elemen data masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan/atau ayat (5) huruf f dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean Ekspor, Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) masih berlaku.
|
||
(15)
|
Selain penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dan ayat (14), terhadap elemen data dan/atau keterangan berupa jenis/uraian Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(16)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(17)
|
Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) sampai dengan ayat (16) dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Eksportir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS.
|
||
(18)
|
Satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||
(19)
|
Dalam hal satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (18) belum ditetapkan, satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e sesuai dengan ketentuan internasional.
|
||
(20)
|
Elemen data dan/atau keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan neraca komoditas.
|
||
(2)
|
Pemanfaatan neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Dalam hal neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, penerbitan Persetujuan Ekspor oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Permohonan dan Penerbitan Perubahan Perizinan Berusaha Pasal 8 |
|||
(1)
|
Apabila terdapat perubahan data pada Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Eksportir wajib mengajukan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor lengkap sesuai dengan persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan data.
|
||
(2)
|
Data pada Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
||
|
a.
|
identitas Eksportir;
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
c.
|
jenis/uraian Barang;
|
|
|
d.
|
jumlah Barang; dan/atau
|
|
|
e.
|
pelabuhan muat Ekspor.
|
|
(3)
|
Identitas Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat elemen data dan/atau keterangan mengenai:
|
||
|
a.
|
nama perusahaan; dan
|
|
|
b.
|
alamat perusahaan.
|
|
(4)
|
Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdapat data lain pada Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) yang dapat dilakukan perubahan.
|
||
(5)
|
Permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(6)
|
Dalam hal permohonan Perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(7)
|
Dalam hal dokumen persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
|
||
(8)
|
Eksportir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5);
|
|
|
b.
|
data dan/atau informasi terkait dokumen persyaratan yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan
|
|
|
c.
|
data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor,
|
|
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(9)
|
Apabila dokumen persyaratan, data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terbukti tidak benar, Eksportir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(10)
|
Data lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(2)
|
Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
(3)
|
Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(4)
|
Masa berlaku perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan sisa masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan/atau ayat (5) huruf f.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Permohonan dan Penerbitan Perpanjangan Perizinan Berusaha Pasal 10 |
|||
(1)
|
Apabila Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar masa berlakunya akan berakhir, Eksportir dapat mengajukan permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar lengkap.
|
||
(2)
|
Pengajuan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum masa berlaku Eksportir Terdaftar berakhir sesuai dengan ketentuan dan persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar.
|
||
(3)
|
Apabila Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor masa berlakunya akan berakhir, Eksportir dapat mengajukan permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor lengkap.
|
||
(4)
|
Pengajuan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum masa berlaku Persetujuan Ekspor berakhir sesuai dengan ketentuan dan persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor.
|
||
(5)
|
Permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(6)
|
Dalam hal permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(7)
|
Dalam hal dokumen persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
|
||
(8)
|
Eksportir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5);
|
|
|
b.
|
data dan/atau informasi terkait dokumen persyaratan yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan
|
|
|
c.
|
data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor,
|
|
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(9)
|
Apabila dokumen persyaratan serta data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terbukti tidak benar, Eksportir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(10)
|
Persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(2)
|
Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
(3)
|
Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(4)
|
Masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(5)
|
Masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Penghentian Sementara Penerbitan, Perubahan, atau Perpanjangan Perizinan Berusaha Pasal 12 |
|||
(1)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
perlu dilakukan penghitungan teknis dan/atau verifikasi dalam proses penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Persetujuan Ekspor; atau
|
|
|
b.
|
terjadi gangguan yang menyebabkan SINSW dan/atau Sistem INATRADE tidak berfungsi,
|
|
|
proses penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Persetujuan Ekspor dihentikan sementara.
|
||
(2)
|
Penghitungan teknis dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh tim teknis perdagangan yang ditetapkan oleh Menteri.
|
||
(3)
|
Penghitungan teknis dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan dalam hal:
|
||
|
a.
|
pemohon Persetujuan Ekspor merupakan perusahaan yang belum pernah melakukan Ekspor;
|
|
|
b.
|
diperlukan pengecekan administrasi lebih lanjut ke kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait;
|
|
|
c.
|
terdapat usulan atau rekomendasi pemeriksaan lebih lanjut dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait; dan/atau
|
|
|
d.
|
terdapat kondisi khusus lainnya yang diperlukan dalam rangka penanganan pemenuhan ataupun pengendalian kebutuhan dan pasokan di dalam negeri.
|
|
(4)
|
Petunjuk teknis mengenai mekanisme penghentian sementara dan mekanisme penghitungan teknis dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pembatalan Proses Penerbitan, Perubahan, atau Perpanjangan Perizinan Berusaha Pasal 13 |
|||
(1)
|
Eksportir dapat melakukan pembatalan yang disertai dengan alasan pembatalan terhadap proses:
|
||
|
a.
|
penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
|
|
|
b.
|
perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan/atau
|
|
|
c.
|
perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3),
|
|
|
secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(2)
|
Eksportir bertanggung jawab terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas permohonan pembatalan secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pembatalan.
|
||
(3)
|
Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan sebelum permohonan:
|
||
|
a.
|
penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
|
|
|
b.
|
perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan/atau
|
|
|
c.
|
perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3),
|
|
|
diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
|
|
|
|
BAB V
KEWAJIBAN PEMENUHAN DOKUMEN LAIN Pasal 14 |
|||
(1)
|
Terhadap kegiatan Ekspor atas Barang tertentu, Menteri menetapkan kewajiban pemenuhan dokumen lain yang harus dipenuhi oleh Eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
||
|
a.
|
sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12); dan
|
|
|
b.
|
dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal).
|
|
(3)
|
Sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
||
|
a.
|
nomor sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12);
|
|
|
b.
|
jenis/uraian Barang;
|
|
|
c.
|
jumlah Barang dan satuan Barang;
|
|
|
d.
|
tempat dan tanggal dikeluarkan sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12);
|
|
|
e.
|
negara asal;
|
|
|
f.
|
negara tujuan Ekspor;
|
|
|
g.
|
nama dan alamat pengirim;
|
|
|
h.
|
nama dan alamat penerima;
|
|
|
i.
|
tempat pengeluaran dan tanggal muat;
|
|
|
j.
|
tempat pemasukan dan tanggal bongkar;
|
|
|
k.
|
jenis dan identitas alat angkut;
|
|
|
l.
|
tempat transit; dan
|
|
|
m.
|
pelabuhan muat Ekspor.
|
|
(4)
|
Dokumen lain berupa dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
||
|
a.
|
nomor dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal);
|
|
|
b.
|
NIB;
|
|
|
c.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
d.
|
jumlah unit;
|
|
|
e.
|
volume;
|
|
|
f.
|
negara tujuan Ekspor;
|
|
|
g.
|
pelabuhan muat Ekspor;
|
|
|
h.
|
tanggal awal/terbit dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal); dan
|
|
|
i.
|
tanggal akhir dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal).
|
|
(5)
|
Dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor kepada kantor pabean.
|
||
(6)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12) dan dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor paling sedikit berupa:
|
||
|
a.
|
nomor sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12);
|
|
|
b.
|
tanggal dikeluarkan sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12);
|
|
|
c.
|
negara tujuan Ekspor; dan
|
|
|
d.
|
pelabuhan muat Ekspor.
|
|
(7)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal) dan dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor paling sedikit berupa:
|
||
|
a.
|
nomor dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal);
|
|
|
b.
|
tanggal awal/terbit dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal);
|
|
|
c.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
d.
|
negara tujuan Ekspor; dan
|
|
|
e.
|
pelabuhan muat Ekspor.
|
|
(8)
|
Terhadap elemen tanggal akhir dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf i dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean Ekspor, dokumen lain berupa dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan masih berlaku.
|
||
(9)
|
Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), atau ayat (8), dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Eksportir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS.
|
||
(10)
|
Kegiatan Ekspor atas Barang tertentu dan dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
BAB VI
VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS Pasal 15 |
|||
(1)
|
Terhadap Ekspor untuk Barang tertentu dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
|
||
(2)
|
Kriteria Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||
|
a.
|
Barang yang berpotensi mengganggu keamanan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan;
|
|
|
b.
|
Barang dengan kriteria atau spesifikasi tertentu yang perlu dipastikan kesesuaiannya; dan/atau
|
|
|
c.
|
Barang yang merupakan produk tidak terbarukan.
|
|
(3)
|
Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah berdasarkan keputusan rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, yang dihadiri Menteri, kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili yang diberikan kewenangan untuk dan atas nama menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
|
||
(4)
|
Pengajuan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Barang tertentu dilakukan secara elektronik oleh Eksportir kepada Surveyor.
|
||
(5)
|
Terhadap Barang tertentu lainnya, pengajuan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis dilakukan secara elektronik oleh Eksportir kepada Surveyor melalui SINSW.
|
||
(6)
|
Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum dapat diimplementasikan, pengajuan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Barang tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan secara elektronik oleh Eksportir kepada Surveyor.
|
||
(7)
|
Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Barang tertentu lainnya yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
(1)
|
Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang telah ditetapkan oleh Menteri.
|
||
(2)
|
Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor yang digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor kepada kantor pabean.
|
||
(4)
|
Dalam hal Laporan Surveyor belum digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Surveyor dapat melakukan perubahan atas Laporan Surveyor.
|
||
(5)
|
Dalam hal Laporan Surveyor belum digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Surveyor dapat melakukan pembatalan atas Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4).
|
||
(6)
|
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan permohonan Eksportir melalui sistem yang dimiliki oleh Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) atau sistem informasi tertentu yang terintegrasi dengan SINSW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5).
|
||
(7)
|
Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) disampaikan oleh Surveyor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
(8)
|
Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
||
|
a.
|
nomor dan tanggal terbit Laporan Surveyor;
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
c.
|
jumlah dan satuan Barang; dan
|
|
|
d.
|
pelabuhan muat ekspor.
|
|
(9)
|
Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), terdapat elemen data dan/atau keterangan lain.
|
||
(10)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara Laporan Surveyor dan dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor paling sedikit berupa:
|
||
|
a.
|
nomor dan tanggal terbit Laporan Surveyor;
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system; dan
|
|
|
c.
|
pelabuhan muat ekspor.
|
|
(11)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(12)
|
Terhadap Barang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang dikenai kewajiban:
|
||
|
a.
|
Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan
|
|
|
b.
|
persyaratan Perizinan Berusaha berupa Eksportir Terdaftar dan/atau Persetujuan Ekspor,
|
|
|
selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan penelitian antara elemen data yang meliputi:
|
||
|
a.
|
nomor dan tanggal Eksportir Terdaftar; dan/atau
|
|
|
b.
|
nomor dan tanggal Persetujuan Ekspor,
|
|
|
yang terdapat dalam Laporan Surveyor dengan elemen data yang meliputi:
|
||
|
a.
|
nomor dan tanggal Eksportir Terdaftar; dan/atau
|
|
|
b.
|
nomor dan tanggal Persetujuan Ekspor,
|
|
|
yang terdapat dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
||
(13)
|
Elemen data dan/atau keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
BAB VII
TEMPAT PENGELUARAN BARANG EKSPOR Pasal 17 |
|||
(1)
|
Terhadap kegiatan Ekspor atas Barang tertentu, Menteri dapat menentukan tempat pengeluaran Barang Ekspor.
|
||
(2)
|
Penentuan tempat pengeluaran Barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
BAB VIII
PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS, KAWASAN EKONOMI KHUSUS, DAN TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT SERTA EKSPOR BARANG ATAU EKSPOR HASIL PRODUKSI, YANG BAHAN BAKUNYA MENDAPATKAN FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR PEMBEBASAN Pasal 18 |
|||
(1)
|
Ketentuan mengenai kebijakan dan pengaturan Ekspor diberlakukan terhadap pengeluaran Barang tertentu dari KPBPB:
|
||
|
a.
|
yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean; atau
|
|
|
b.
|
yang sepenuhnya diperoleh di KPBPB, ke luar Daerah Pabean.
|
|
(2)
|
Ketentuan mengenai pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan atas pengeluaran Barang hasil produksi di KPBPB keluar Daerah Pabean.
|
||
(3)
|
Ketentuan mengenai kebijakan dan pengaturan Ekspor diberlakukan terhadap pengeluaran Barang dari KEK ke luar Daerah Pabean.
|
||
(4)
|
Ketentuan mengenai pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Ekspor dikecualikan terhadap:
|
||
|
a.
|
pengeluaran Barang dari tempat penimbunan berikat ke luar Daerah Pabean; dan
|
|
|
b.
|
Ekspor Barang atau Ekspor hasil produksi, yang bahan bakunya mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan Ekspor pembebasan.
|
|
(5)
|
Untuk kepentingan perekonomian nasional, Menteri dapat menetapkan secara selektif berlakunya ketentuan mengenai kebijakan dan pengaturan Ekspor atas:
|
||
|
a.
|
pengeluaran Barang dari tempat penimbunan berikat ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a; dan/atau
|
|
|
b.
|
Ekspor Barang atau Ekspor hasil produksi, yang bahan bakunya mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan Ekspor pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b.
|
|
(6)
|
Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap:
|
||
|
a.
|
pengeluaran Barang dari KPBPB ke luar Daerah Pabean;
|
|
|
b.
|
pengeluaran Barang dari KEK ke luar Daerah Pabean;
|
|
|
c.
|
pengeluaran Barang dari tempat penimbunan berikat ke luar Daerah Pabean; dan
|
|
|
d.
|
Ekspor Barang atau hasil produksi yang bahan bakunya mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan Ekspor,
|
|
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang yang Dilarang untuk Diekspor.
|
||
(7)
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) untuk kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah KPBPB dan KEK diterbitkan oleh:
|
||
|
a.
|
kepala badan pengusahaan KPBPB, untuk KPBPB; atau
|
|
|
b.
|
Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK, untuk KEK,
|
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KPBPB atau penyelenggaraan KEK. | |||
(8)
|
Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan melalui sistem pelayanan berbasis elektronik yang disediakan oleh badan pengusahaan KPBPB atau Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK, yang terintegrasi dengan Sistem OSS dan SINSW untuk diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(9)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (5) huruf a, dan Barang tertentu atau hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 19 |
|||
(1)
|
Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pengeluaran Barang dari KPBPB Sabang ke luar Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang yang Dilarang untuk Diekspor.
|
||
(2)
|
Pengeluaran Barang dari KPBPB Sabang ke luar Daerah Pabean tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Ekspor.
|
||
(3)
|
Pengeluaran Barang dari KPBPB Sabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang.
|
||
(4)
|
Ketentuan kebijakan dan pengaturan Ekspor diberlakukan atas pemasukan Barang ke KPBPB Sabang dari tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
||
|
|
|
|
BAB IX
PENGECUALIAN PERIZINAN BERUSAHA Bagian Kesatu Pengecualian Ekspor Tidak Dilakukan untuk Kegiatan Usaha Pasal 20 |
|||
(1)
|
Dalam hal Ekspor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha, Eksportir dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(2)
|
Selain dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ekspor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha dapat dikecualikan dari pemenuhan dokumen lain dan/atau Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
|
||
(3)
|
Terhadap pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan.
|
||
(4)
|
Pengecualian terhadap Ekspor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||
(1)
|
Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Eksportir harus mengajukan permohonan lengkap secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(2)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(3)
|
Untuk mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir harus memiliki hak akses.
|
||
(4)
|
Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
|
||
|
|
|
|
Pasal 22 |
|||
(1)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam 21 ayat (1) diajukan oleh warga negara asing yang merupakan pejabat pada badan internasional yang bertugas di Indonesia dan/atau pejabat pada kantor perwakilan negara asing di Indonesia, hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli paspor.
|
||
(2)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam 21 ayat (1) diajukan oleh pemerintah untuk keperluan pemerintah sendiri atau hibah, hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli nomor pokok wajib pajak bendahara satuan kerja.
|
||
(3)
|
Pengajuan permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan berupa pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya.
|
||
(4)
|
Dalam hal pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak mengunggah pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya ke SINSW.
|
||
(5)
|
Eksportir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
|
|
|
b.
|
data dan/atau informasi terkait pertimbangan teknis dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan
|
|
|
c.
|
data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan surat keterangan,
|
|
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan surat keterangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 23 |
|||
(1)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah.
|
||
(2)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik.
|
||
(3)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
||
|
a.
|
nomor surat keterangan dan tanggal terbit;
|
|
|
b.
|
identitas Eksportir;
|
|
|
c.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
d.
|
jenis/uraian Barang; dan
|
|
|
e.
|
jumlah Barang dan satuan Barang.
|
|
(4)
|
Identitas Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b memuat elemen data atau keterangan paling sedikit berupa:
|
||
|
a.
|
nama perusahaan; dan
|
|
|
b.
|
alamat perusahaan.
|
|
(5)
|
Masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan masa berlaku surat keterangan.
|
||
(6)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor atau lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
||
(7)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
||
(8)
|
Penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, disertai dengan kartu kendali realisasi Ekspor.
|
||
(9)
|
Kartu kendali realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) digunakan untuk melakukan pemotongan jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e.
|
||
(10)
|
Dalam hal jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e telah dilakukan pemotongan secara elektronik oleh SINSW sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, penerbitan surat keterangan tidak disertai kartu kendali realisasi Ekspor.
|
||
(11)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara surat keterangan dan dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor paling sedikit meliputi:
|
||
|
a.
|
nomor surat keterangan dan tanggal terbit;
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system; dan
|
|
|
c.
|
jumlah Barang dan satuan Barang.
|
|
(12)
|
Terhadap elemen data masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean Ekspor, surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih berlaku.
|
||
(13)
|
Selain penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dan ayat (12), terhadap elemen data dan/atau keterangan berupa jenis/uraian Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(14)
|
Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) sampai dengan ayat (13), dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Eksportir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS.
|
||
(15)
|
Satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||
(16)
|
Dalam hal satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (15) belum ditetapkan, satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e sesuai dengan ketentuan internasional.
|
||
(17)
|
Masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pengecualian Ekspor yang Dilakukan untuk Kegiatan Usaha Pasal 24 |
|||
(1)
|
Selain pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, terhadap Barang tertentu dapat diberikan pengecualian Ekspor yang dilakukan untuk kegiatan usaha.
|
||
(2)
|
Dalam hal Ekspor dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir dikecualikan dari pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor, pemenuhan dokumen lain, dan/atau Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
|
||
(3)
|
Terhadap pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan.
|
||
(4)
|
Pengecualian terhadap Ekspor yang dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 25 |
|||
(1)
|
Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), Eksportir harus mengajukan permohonan lengkap secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(2)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(3)
|
Untuk mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir harus memiliki hak akses.
|
||
(4)
|
Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
|
||
|
|
|
|
Pasal 26 |
|||
(1)
|
Pengajuan permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan berupa pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya.
|
||
(2)
|
Dalam hal pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak mengunggah pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya ke SINSW.
|
||
(3)
|
Eksportir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
|
|
|
b.
|
data dan/atau informasi terkait pertimbangan teknis dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
|
|
|
c.
|
data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan surat keterangan,
|
|
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan surat keterangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 27 |
|||
(1)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah.
|
||
(2)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik.
|
||
(3)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data atau keterangan paling sedikit:
|
||
|
a.
|
untuk semua Barang Ekspor yang diberikan pengecualian selain kertas berbahan baku kertas bekas dan/atau bukan kayu:
|
|
|
|
1.
|
nomor surat keterangan dan tanggal terbit;
|
|
|
2.
|
identitas Eksportir;
|
|
|
3.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
4.
|
jenis/uraian Barang; dan
|
|
|
5.
|
jumlah Barang dan satuan Barang; dan
|
|
b.
|
untuk Barang Ekspor yang diberikan pengecualian berupa kertas berbahan baku kertas bekas dan/atau bukan kayu:
|
|
|
|
1.
|
nomor surat keterangan dan tanggal terbit;
|
|
|
2.
|
identitas Eksportir;
|
|
|
3.
|
pos tarif/harmonized system; dan
|
|
|
4.
|
jenis/uraian Barang.
|
(4)
|
Identitas Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2 dan huruf b angka 2 memuat elemen data atau keterangan paling sedikit berupa:
|
||
|
a.
|
nama perusahaan; dan
|
|
|
b.
|
alamat perusahaan.
|
|
(5)
|
Masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan masa berlaku surat keterangan.
|
||
(6)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor atau lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
||
(7)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
||
(8)
|
Penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, disertai dengan kartu kendali realisasi Ekspor.
|
||
(9)
|
Kartu kendali realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) digunakan untuk melakukan pemotongan jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 5.
|
||
(10)
|
Dalam hal jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 5 telah dilakukan pemotongan secara elektronik oleh SINSW sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, penerbitan surat keterangan tidak disertai kartu kendali realisasi Ekspor.
|
||
(11)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara surat keterangan dan dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor paling sedikit meliputi:
|
||
|
a.
|
nomor surat keterangan dan tanggal terbit;
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system; dan
|
|
|
c.
|
jumlah Barang dan satuan Barang.
|
|
(12)
|
Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara surat keterangan dan dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor paling sedikit berupa:
|
||
|
a.
|
nomor surat keterangan dan tanggal terbit; dan
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system.
|
|
(13)
|
Terhadap elemen data masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean Ekspor, surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih berlaku.
|
||
(14)
|
Selain penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (11), ayat (12), dan ayat (13), terhadap elemen data dan/atau keterangan berupa jenis/uraian Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(15)
|
Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) sampai dengan ayat (14), dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Eksportir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS.
|
||
(16)
|
Satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 5 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||
(17)
|
Dalam hal satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (16) belum ditetapkan, satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 5 sesuai dengan ketentuan internasional.
|
||
(18)
|
Masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
BAB X
DIAGRAM ALIR Pasal 28 |
|||
Diagram alir penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 11, serta penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
BAB XI
KEWAJIBAN EKSPORTIR Pasal 29 |
|||
(1)
|
Eksportir Barang tertentu yang telah ditetapkan sebagai Eksportir Terdaftar yang memiliki masa berlaku, wajib melakukan Ekspor.
|
||
(2)
|
Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 30 |
|||
(1)
|
Eksportir yang telah memiliki:
|
||
|
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dan/atau Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
|
|
|
b.
|
Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3),
|
|
|
wajib menyampaikan laporan realisasi Ekspor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
|
||
(2)
|
Terhadap Barang gas bumi dalam bentuk gas dengan pos tarif/harmonized system 2711.21.10 dan 2711.21.90 yang ekspornya dialirkan langsung melalui pipa ke luar daerah pabean dan dikecualikan dari kewajiban berupa Persetujuan Ekspor dan Laporan Surveyor, penyampaian laporan realisasi Ekspor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Perizinan Berusaha berupa Eksportir Terdaftar dilakukan secara elektronik kepada Menteri.
|
||
(3)
|
Penyampaian laporan realisasi Ekspor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui surat elektronik [email protected] kepada Menteri.
|
||
(4)
|
Terhadap Ekspor Barang yang dikenai kewajiban berupa:
|
||
|
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar dan Persetujuan Ekspor, serta Laporan Surveyor, Eksportir menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor;
|
|
|
b.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar dan Persetujuan Ekspor, Eksportir menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor;
|
|
|
c.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar dan Laporan Surveyor, Eksportir menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap Perizinan Berusaha berupa Eksportir Terdaftar; dan
|
|
|
d.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor dan Laporan Surveyor, Eksportir menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap Perizinan Berusaha berupa Persetujuan Ekspor.
|
|
(5)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
|
||
|
a.
|
setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya, untuk semua Barang yang diatur Ekspornya selain Barang contoh produk industri pertambangan untuk keperluan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan dan/atau pemurnian serta Barang pertambangan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, keperluan Ekspor kembali, dan keperluan Ekspor produk industri; atau
|
|
|
b.
|
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan Ekspor, untuk Barang contoh produk industri pertambangan untuk keperluan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan dan/atau pemurnian,
|
|
|
melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(6)
|
Terhadap Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, dalam hal Eksportir telah melakukan Ekspor dan telah menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Eksportir tidak menyampaikan laporan realisasi pada bulan berikutnya.
|
||
(7)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi elemen data dan/atau keterangan paling sedikit:
|
||
|
a.
|
jenis/uraian Barang;
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
c.
|
volume Barang;
|
|
|
d.
|
nilai Barang;
|
|
|
e.
|
pelabuhan muat;
|
|
|
f.
|
negara tujuan;
|
|
|
g.
|
nomor dan tanggal Laporan Surveyor, untuk Ekspor Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan
|
|
|
h.
|
nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
|
|
|
|
|
Pasal 31 |
|||
(1)
|
Eksportir yang telah memiliki dokumen lain yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berupa dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal), wajib menyampaikan laporan realisasi Ekspor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
|
||
(2)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap 1 (satu) tahun paling lambat tanggal 31 (tiga puluh satu) bulan Januari tahun berikutnya melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(3)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
||
|
a.
|
jenis/uraian Barang;
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
c.
|
volume Barang;
|
|
|
d.
|
nilai Barang;
|
|
|
e.
|
pelabuhan muat;
|
|
|
f.
|
negara tujuan;
|
|
|
g.
|
nomor dan tanggal dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal); dan
|
|
|
h.
|
nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
|
|
|
|
|
Pasal 32 |
|||
(1)
|
Eksportir yang telah memiliki surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan/atau Pasal 27 ayat (1) wajib menyampaikan laporan realisasi Ekspor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
|
||
(2)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
|
||
|
a.
|
paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah masa berlaku surat keterangan berakhir, untuk surat keterangan yang berlaku 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor; dan
|
|
|
b.
|
setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya, untuk surat keterangan yang berlaku lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor,
|
|
|
melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
||
(3)
|
Terhadap surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, dalam hal Eksportir telah melakukan Ekspor dan telah menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Eksportir tidak menyampaikan laporan realisasi pada bulan berikutnya.
|
||
(4)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi elemen data dan/atau keterangan paling sedikit:
|
||
|
a.
|
jenis/uraian Barang;
|
|
|
b.
|
pos tarif/harmonized system;
|
|
|
c.
|
volume Barang;
|
|
|
d.
|
nilai Barang;
|
|
|
e.
|
pelabuhan muat;
|
|
|
f.
|
negara tujuan; dan
|
|
|
g.
|
nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
|
|
|
|
|
Pasal 33 |
|||
Pemenuhan kewajiban penyampaian laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (1) bagi Eksportir yang tidak memiliki Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dilakukan dengan mendapatkan hak akses terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak akses di SINSW.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 34 |
|||
(1)
|
Elemen data atau keterangan pada laporan realisasi yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 32 dapat dilakukan perubahan yang disertai dengan pertimbangan perubahan.
|
||
(2)
|
Pengajuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan sampai dengan 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal berakhirnya masa berlaku Perizinan Berusaha, Laporan Surveyor, dokumen lain, dan/atau surat keterangan.
|
||
|
|
|
|
BAB XII
SANKSI Pasal 35 |
|||
Eksportir Terdaftar yang tidak melaksanakan kewajiban melakukan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan sebagai Eksportir Terdaftar, dikenai sanksi administratif berupa peringatan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 36 |
|||
(1)
|
Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dikenai sanksi administratif berupa peringatan.
|
||
(2)
|
Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor yang tidak terealisasi ekspornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa:
|
||
|
a.
|
pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2); atau
|
|
|
b.
|
penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, untuk Eksportir yang hanya memiliki Laporan Surveyor.
|
|
(3)
|
Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor yang telah terealisasi ekspornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa:
|
||
|
a.
|
pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2);
|
|
|
b.
|
penangguhan penerbitan, perubahan dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), untuk Persetujuan Ekspor berikutnya selama Eksportir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), untuk Persetujuan Ekspor yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor;
|
|
|
c.
|
pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), untuk Persetujuan Ekspor yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, apabila pengenaan sanksi administratif dilakukan dalam masa berlaku Persetujuan Ekspor;
|
|
|
d.
|
penangguhan penerbitan, perubahan dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), untuk Persetujuan Ekspor berikutnya selama Eksportir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), apabila pengenaan sanksi administratif dilakukan setelah masa berlaku Persetujuan Ekspor berakhir; atau
|
|
|
e.
|
penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, untuk Eksportir yang hanya memiliki Laporan Surveyor.
|
|
|
|
|
|
Pasal 37 |
|||
(1)
|
Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dikenai sanksi administratif berupa peringatan.
|
||
(2)
|
Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi penangguhan penerbitan dokumen lain berupa dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan Ekspor (dokumen v-legal) kepada kementerian pembina lembaga penerbit dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan Ekspor (dokumen v-legal).
|
||
|
|
|
|
Pasal 38 |
|||
(1)
|
Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dikenai sanksi administratif berupa peringatan.
|
||
(2)
|
Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor yang tidak terealisasi ekspornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan, untuk surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor atau untuk surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
||
(3)
|
Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor yang telah terealisasi ekspornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa:
|
||
|
a.
|
penangguhan penerbitan surat keterangan untuk pengecualian Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan/atau Pasal 27 ayat (1) berikutnya selama Eksportir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), untuk surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor;
|
|
|
b.
|
pembekuan surat keterangan untuk pengecualian Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan/atau Pasal 27 ayat (1), untuk surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, apabila pengenaan sanksi administratif dilakukan dalam masa berlaku surat keterangan; atau
|
|
|
c.
|
penangguhan penerbitan surat keterangan untuk pengecualian Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan/atau Pasal 27 ayat (1) berikutnya selama Eksportir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), untuk surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, apabila pengenaan sanksi administratif dilakukan setelah masa berlaku surat keterangan berakhir.
|
|
|
|
|
|
Pasal 39 |
|||
Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban mengajukan permohonan perubahan data pada Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2).
|
|||
|
|
|
|
Pasal 40 |
|||
Dalam hal Eksportir dalam proses penyidikan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan:
|
|||
a.
|
dokumen Perizinan Berusaha di bidang Ekspor, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2);
|
||
b.
|
dokumen Perizinan Berusaha di bidang Ekspor yang masa berlakunya telah berakhir, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2);
|
||
c.
|
surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1);
|
||
d.
|
surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor yang masa berlakunya telah berakhir atau surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor atau untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1); atau
|
||
e.
|
dokumen Laporan Surveyor, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
|
||
|
|
|
|
Pasal 41 |
|||
Sanksi administratif berupa:
|
|||
a.
|
pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a, Pasal 36 ayat (3) huruf a dan huruf c, Pasal 39, dan/atau Pasal 40 huruf a diaktifkan kembali, dalam hal Eksportir:
|
||
|
1.
|
telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a dan ayat (2) sepanjang Perizinan Berusaha di bidang Ekspor masih berlaku;
|
|
|
2.
|
telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan diberlakukan;
|
|
|
3.
|
telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; dan/atau
|
|
|
4.
|
terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
|
|
b.
|
penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b dan/atau huruf d dicabut, dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a;
|
||
c.
|
penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b dicabut, dalam hal Eksportir:
|
||
|
1.
|
telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; dan/atau
|
|
|
2.
|
terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
|
|
d.
|
pembekuan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), Pasal 38 ayat (3) huruf b, dan/atau Pasal 40 huruf c diaktifkan kembali, dalam hal Eksportir:
|
||
|
1.
|
telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 sepanjang surat keterangan masih berlaku, untuk surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor atau untuk surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor;
|
|
|
2.
|
telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; dan/atau
|
|
|
3.
|
terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
|
|
e.
|
penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor atau untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a dan/atau huruf c dicabut, dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1);
|
||
f.
|
penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor atau untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d dicabut, dalam hal Eksportir:
|
||
|
1.
|
telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; dan/atau
|
|
|
2.
|
terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
|
|
g.
|
penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b dan/atau Pasal 36 ayat (3) huruf e dicabut, dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b;
|
||
h.
|
penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf e dicabut, dalam hal Eksportir:
|
||
|
1.
|
telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; dan/atau
|
|
|
2.
|
terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
|
|
i.
|
rekomendasi penangguhan penerbitan dokumen lain berupa dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dicabut, dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1).
|
||
|
|
|
|
Pasal 42 |
|||
(1)
|
Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pencabutan:
|
||
|
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dalam hal:
|
|
|
|
1.
|
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penerbitan peringatan;
|
|
|
2.
|
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerbitan pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor;
|
|
|
3.
|
terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam dokumen Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dan/atau Laporan Surveyor;
|
|
|
4.
|
ditemukan ketidaksesuaian dokumen persyaratan dan data atau informasi permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor, perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor, atau perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor;
|
|
|
5.
|
melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; atau
|
|
|
6.
|
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan dokumen Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dan/atau Laporan Surveyor; dan
|
|
b.
|
surat keterangan dalam hal:
|
|
|
|
1.
|
terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam surat keterangan;
|
|
|
2.
|
ditemukan ketidaksesuaian dokumen persyaratan dan data atau informasi permohonan surat keterangan;
|
|
|
3.
|
melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; atau
|
|
|
4.
|
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor.
|
(2)
|
Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dan/atau surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, angka 3, dan angka 4, serta huruf b angka 1 dan angka 2, hanya dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dan/atau surat keterangan setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dan/atau surat keterangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 43 |
|||
(1)
|
Selain dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, Eksportir dapat dikenai sanksi administratif lain berupa:
|
||
|
a.
|
penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor;
|
|
|
b.
|
pembekuan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor;
|
|
|
c.
|
pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor;
|
|
|
d.
|
penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis;
|
|
|
e.
|
pembekuan Laporan Surveyor; dan/atau
|
|
|
f.
|
pencabutan Laporan Surveyor,
|
|
|
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau usulan/rekomendasi dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
|
||
(2)
|
Sanksi administratif berupa:
|
||
|
a.
|
penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dicabut; atau
|
|
|
b.
|
pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diaktifkan kembali,
|
|
|
dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan atau usulan/rekomendasi dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dicabut.
|
||
(3)
|
Sanksi administratif berupa:
|
||
|
a.
|
penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dicabut; atau
|
|
|
b.
|
pembekuan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diaktifkan kembali,
|
|
|
dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan atau usulan/rekomendasi dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dicabut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 44 |
|||
(1)
|
Peringatan, pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan:
|
||
|
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam:
|
|
|
|
1.
|
Pasal 35;
|
|
|
2.
|
Pasal 36 ayat (1), ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a dan huruf c selain dari yang terkait dengan kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2);
|
|
|
3.
|
Pasal 37 ayat (1);
|
|
|
4.
|
Pasal 41 huruf a angka 1; dan
|
|
|
5.
|
Pasal 42 ayat (1) huruf a angka 1; dan
|
|
b.
|
surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam:
|
|
|
|
1.
|
Pasal 38 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) huruf b; dan
|
|
|
2.
|
Pasal 41 huruf d angka 1,
|
|
|
dilakukan secara elektronik dan otomatis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
|
(2)
|
Pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan:
|
||
|
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam:
|
|
|
|
1.
|
Pasal 36 ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a dan huruf c yang terkait dengan kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2);
|
|
|
2.
|
Pasal 39;
|
|
|
3.
|
Pasal 40 huruf a;
|
|
|
4.
|
Pasal 41 huruf a angka 2 sampai dengan angka 4;
|
|
|
5.
|
Pasal 42 ayat (1) huruf a angka 2 sampai dengan angka 6; dan
|
|
|
6.
|
Pasal 43 ayat (1) huruf b, huruf c, dan ayat (2) huruf b; dan
|
|
b.
|
surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c, Pasal 41 huruf d angka 2 dan angka 3, dan Pasal 42 ayat (1) huruf b,
|
|
|
dilakukan secara elektronik oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
(3)
|
Peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) terhadap Eksportir Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dilakukan melalui surat elektronik [email protected] oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
||
(4)
|
Penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b dan huruf d, dan pencabutan penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b dilakukan secara elektronik dan otomatis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
(5)
|
Penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b dan Pasal 43 ayat (1) huruf a dan pencabutan penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c dan/atau Pasal 43 ayat (2) huruf a dilakukan secara elektronik oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
(6)
|
Penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a dan huruf c dan pencabutan penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf e, dilakukan secara elektronik dan otomatis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
(7)
|
Penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d dan pencabutan penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf f dilakukan secara elektronik oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
(8)
|
Penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, pembekuan Laporan Surveyor, pencabutan Laporan Surveyor, pencabutan penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan pengaktifan kembali Laporan Surveyor, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf e, Pasal 40 huruf e, Pasal 41 huruf g dan huruf h, dan Pasal 43 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan ayat (3) dilakukan oleh Surveyor berdasarkan surat Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
||
(9)
|
Rekomendasi penangguhan penerbitan dokumen lain berupa dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dan pencabutan penangguhan penerbitan dokumen lain berupa dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal) Pasal 41 huruf i disampaikan secara tertulis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada menteri pembina lembaga penerbit dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal).
|
||
(10)
|
Penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, pembekuan Laporan Surveyor, pencabutan Laporan Surveyor, pencabutan penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan pengaktifan kembali Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan oleh Surveyor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
|
|
|
|
Pasal 45 |
|||
(1)
|
Eksportir yang belum melaksanakan kewajiban laporan realiasasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dan/atau pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang sama sebelum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor.
|
||
(2)
|
Eksportir yang belum melaksanakan kewajiban laporan realiasasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali permohonan surat keterangan yang sama sebelum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor.
|
||
|
|
|
|
BAB XIII
GANGGUAN TERHADAP SISTEM INATRADE DAN/ATAU SISTEM INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW Pasal 46 |
|||
(1)
|
Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi:
|
||
|
a.
|
pengajuan permohonan untuk mendapatkan:
|
|
|
|
1.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
|
|
|
2.
|
perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
|
|
|
3.
|
perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1); atau
|
|
|
4.
|
surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan 25 ayat (1); atau
|
|
b.
|
penyampaian laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32,
|
|
|
disampaikan kepada Menteri secara manual melalui Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I.
|
||
(2)
|
Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 sampai dengan angka 3 dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
|
||
|
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor;
|
|
|
b.
|
perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor; dan
|
|
|
c.
|
perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor,
|
|
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor. | |||
(3)
|
Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 sampai dengan angka 3 dinyatakan tidak lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
|
||
|
a.
|
surat penolakan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor;
|
|
|
b.
|
surat penolakan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor; dan
|
|
|
c.
|
surat penolakan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor,
|
|
|
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor.
|
||
(4)
|
Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan.
|
||
(5)
|
Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan penerbitan surat keterangan.
|
||
(6)
|
Penerbitan atau penolakan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), serta penerbitan atau penolakan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan kepada Eksportir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.
|
||
|
|
|
|
Pasal 47 |
|||
(1)
|
Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa:
|
||
|
a.
|
peringatan, pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36 ayat (1), ayat (2) huruf a, dan ayat (3) huruf a dan huruf c, Pasal 37 ayat (1), Pasal 39, Pasal 40 huruf a, Pasal 41 huruf a, Pasal 42 ayat (1) huruf a, dan Pasal 43 ayat (1) huruf b, huruf c, dan ayat (2) huruf b;
|
|
|
b.
|
peringatan, pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), ayat (2), ayat (3) huruf b, Pasal 40 huruf c, Pasal 41 huruf d, dan Pasal 42 ayat (1) huruf b;
|
|
|
c.
|
penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b dan huruf d, Pasal 40 huruf b, dan Pasal 43 ayat (1) huruf a dan pencabutan penangguhan penerbitan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b dan huruf c dan Pasal 43 ayat (2) huruf a; dan
|
|
|
d.
|
penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a dan huruf c dan Pasal 40 huruf d dan pencabutan penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf e dan huruf f,
|
|
|
dilakukan secara manual oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
||
(2)
|
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Eksportir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.
|
||
(3)
|
Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, pembekuan Laporan Surveyor, pencabutan Laporan Surveyor, pencabutan penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan pengaktifan kembali Laporan Surveyor, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf e, Pasal 40 huruf e, Pasal 41 huruf g dan huruf h, dan Pasal 43 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan ayat (3), dilakukan secara manual oleh Surveyor kepada Eksportir, berdasarkan surat Direktur Jenderal atas nama Menteri, dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.
|
||
|
|
|
|
BAB XIV
PENGAWASAN Pasal 48 |
|||
(1)
|
Terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Ekspor dalam penyelenggaraan Perdagangan Luar Negeri dilaksanakan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan Perdagangan.
|
||
(2)
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kepatuhan Pelaku Usaha dalam pemenuhan penyelenggaraan sektor Perdagangan.
|
||
(3)
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga berkoordinasi dengan direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang Perdagangan Luar Negeri.
|
||
|
|
|
|
BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 49 |
|||
(1)
|
Produk pertambangan hasil pengolahan dan/atau pemurnian berupa:
|
||
|
a.
|
konsentrat besi laterit (gutit, hematit, magnetit) dengan kadar ≥ 50% (lebih dari atau sama dengan lima puluh persen) Fe dan ≥ 10% (lebih dari atau sama dengan sepuluh persen) (Al2O3+SiO2);
|
|
|
b.
|
konsentrat tembaga dengan kadar ≥ 15% (lebih dari atau sama dengan lima belas persen) Cu;
|
|
|
c.
|
konsentrat timbal dengan kadar ≥ 56% (lebih dari atau sama dengan lima puluh enam persen) Pb;
|
|
|
d.
|
konsentrat seng dengan kadar ≥ 51% (lebih dari atau sama dengan lima puluh satu persen) Zn; dan
|
|
|
e.
|
lumpur anoda (anode slime),
|
|
|
hanya dapat diekspor sampai dengan tanggal 31 Mei 2024 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang energi dan sumberdaya mineral, yang dibuktikan dengan nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean Ekspor dari kantor pabean.
|
||
(2)
|
Barang pertambangan berupa:
|
||
|
a.
|
konsentrat besi laterit (gutit, hematit, magnetit) dengan kadar ≥ 50% (lebih dari atau sama dengan lima puluh persen) Fe dan ≥ 10% (lebih dari atau sama dengan sepuluh persen) (Al2O3+SiO2);
|
|
|
b.
|
konsentrat tembaga dengan kadar ≥ 15% (lebih dari atau sama dengan lima belas persen) Cu;
|
|
|
c.
|
konsentrat timbal dengan kadar ≥ 56% (lebih dari atau sama dengan lima puluh enam persen) Pb;
|
|
|
d.
|
konsentrat seng dengan kadar ≥ 51% (lebih dari atau sama dengan lima puluh satu persen) Zn; dan
|
|
|
e.
|
lumpur anoda (anode slime),
|
|
|
mulai tanggal 1 Juni 2024 hanya dapat diekspor untuk keperluan penelitian dan pengembangan, keperluan Ekspor kembali, dan/atau keperluan Ekspor produk industri yang termasuk kategori produk pertambangan yang bahan baku utamanya berasal dari impor dan/atau skrap berupa logam.
|
||
(3)
|
Produk pertambangan hasil pengolahan dan/atau pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Barang pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 50 |
|||
(1)
|
Ketentuan mengenai kriteria teknis kayu olahan dalam bentuk surfaced four side (S4S), eased two edges (E2E) atau eased four edges (E4E) yang berasal dari:
|
||
|
a.
|
kayu merbau, meranti putih, meranti kuning dengan luas penampang tidak lebih dari 15.000 mm2 (lima belas ribu milimeter persegi); dan/atau
|
|
|
b.
|
selain kayu merbau, meranti putih, meranti kuning dengan luas penampang tidak lebih dari 4.000 mm2 (empat ribu milimeter persegi),
|
|
|
hanya berlaku untuk pengapalan terhitung sejak tanggal 1 Agustus 2023 sampai dengan tanggal 31 Juli 2024 yang dibuktikan dengan nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean Ekspor dari kantor pabean.
|
||
(2)
|
Ketentuan mengenai kriteria teknis kayu olahan dalam bentuk surfaced four side (S4S), eased two edges (E2E) atau eased four edges (E4E) yang berasal dari:
|
||
|
a.
|
kayu merbau dengan luas penampang tidak lebih dari 10.000 mm2 (sepuluh ribu milimeter persegi); dan/atau
|
|
|
b.
|
selain kayu merbau dengan luas penampang tidak lebih dari 4.000 mm2 (empat ribu milimeter persegi),
|
|
|
hanya berlaku untuk pengapalan mulai tanggal 1 Agustus 2024 yang dibuktikan dengan nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean Ekspor dari kantor pabean.
|
||
(3)
|
Ketentuan mengenai kriteria teknis kayu olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 51 |
|||
(1)
|
Dalam hal Peraturan Menteri ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan terkait dengan kebijakan dan pengaturan Ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan menggunakan cap dan tanda tangan basah serta diunggah melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
||
|
|
|
|
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 52 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||
a.
|
Perizinan Berusaha berupa Eksportir Terdaftar, Persetujuan Ekspor, dokumen berupa pengecualian, surat penjelasan, dan/atau surat keterangan, yang telah diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir;
|
||
b.
|
Perizinan Berusaha berupa Eksportir Terdaftar dan/atau Persetujuan Ekspor, yang dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sebagaimana dimaksud pada huruf a, dinyatakan dapat dilakukan perubahan dan/atau perpanjangan;
|
||
c.
|
Perizinan Berusaha berupa Eksportir Terdaftar batubara dan produk batubara yang dinyatakan dapat dilakukan perubahan dan/atau perpanjangan sebagaimana dimaksud pada huruf b hanya Eksportir Terdaftar Batubara dan Produk Batubara yang telah diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298);
|
||
d.
|
Eksportir yang telah mengajukan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar dan/atau Persetujuan Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan masih dalam proses penerbitan, dilakukan penolakan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses;
|
||
e.
|
Eksportir yang memiliki kewajiban laporan realisasi sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan tidak memiliki kewajiban laporan realisasi pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, tidak dikenai kewajiban menyampaikan laporan realisasi;
|
||
f.
|
dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan Ekspor (dokumen v-legal) yang telah diterbitkan oleh Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Ekspor produk industri kehutanan selesai;
|
||
g.
|
dokumen lain berupa pertimbangan teknis, rekomendasi, dan/atau dokumen lain yang diterbitkan oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau instansi terkait lainnya sebelum Peraturan Menteri ini berlaku yang diperlukan dalam penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor atau penerbitan surat keterangan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir dan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
|
||
h.
|
surat pengecualian, surat penjelasan, surat keterangan, pertimbangan teknis, rekomendasi, dan/atau dokumen lain yang diterbitkan oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau instansi terkait lainnya sebelum Peraturan Menteri ini berlaku yang diperlukan dalam pelaksanaan Ekspor, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir;
|
||
i.
|
semua ketentuan yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
|
||
j.
|
Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan tugasnya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
|
||
k.
|
proses Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang dilakukan oleh Surveyor setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dilaksanakan atas dokumen Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dan/atau dokumen Ekspor lainnya yang masih berlaku;
|
||
l.
|
tim yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlaku berakhir; dan
|
||
m.
|
Laporan Surveyor yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Ekspor selesai dan tidak dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (12).
|
||
|
|
|
|
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 53 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2022 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 285), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 54 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juli 2023 MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ZULKIFLI HASAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Juli 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 527 |