Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 85 TAHUN 2024

     
    TENTANG
     
    PENILAIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Menimbang

    bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 ayat (8) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Pasal 55 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2.
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
    3.
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
    4.
    Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6881);
    5.
    Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
    6.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan.
    2.
    Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
    3.
    Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual pengganti.
    4.
    Penilaian Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut Penilaian PBB-P2 adalah kegiatan untuk menentukan NJOP yang akan dijadikan dasar pengenaan PBB-P2, dengan menerapkan metode perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, metode nilai perolehan baru, dan/atau metode nilai jual pengganti.
    5.
    Penilaian Massal adalah penilaian yang sistematis untuk sejumlah objek pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan dengan menggunakan suatu prosedur standar, yang disebut Computer Assisted Valuation (CAV) dan/atau Computer Assisted for Mass Appraisal (CAMA).
    6.
    Penilaian Individual adalah penilaian terhadap objek Pajak kriteria tertentu dengan cara memperhitungkan semua karakteristik objek pajak yang disusun dalam laporan penilaian.
    7.
    Pejabat Penilai PBB-P2 yang selanjutnya disebut Pejabat Penilai adalah pejabat fungsional penilai yang merupakan pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang mempunyai tugas dan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan penilaian pajak.
    8.
    Petugas Penilai PBB-P2 yang selanjutnya disebut Petugas Penilai adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, diberi tugas, wewenang, tanggung jawab, dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan Penilaian PBB-P2 yang bersifat sementara.
    9.
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
    10.
    Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
    11.
    Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
    12.
    Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.
    13.
    Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    14.
    Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik Daerah, atau badan usaha milik desa, dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
    15.
    Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman.
    16.
    Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas permukaan Bumi dan di bawah permukaan Bumi.
    17.
    Daftar Biaya Komponen Bangunan yang selanjutnya disingkat DBKB adalah tabel untuk menilai Bangunan berdasarkan metode biaya yang terdiri dari biaya komponen utama, biaya komponen material, dan biaya komponen fasilitas, untuk setiap jenis penggunaan Bangunan.
    18.
    Jenis Penggunaan Bangunan yang selanjutnya disingkat JPB adalah pengelompokan Bangunan berdasarkan tipe konstruksi dan peruntukan/penggunaannya.
    19.
    Nilai Indikasi Rata-Rata yang selanjutnya disingkat NIR adalah nilai pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona nilai tanah.
    20.
    Zona Nilai Tanah yang selanjutnya disingkat ZNT adalah zona geografis yang terdiri atas satu atau lebih objek pajak yang mempunyai satu NIR yang sama, dan dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satuan wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan tanpa terikat pada batas blok.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 2

    (1)
    Objek PBB-P2 merupakan Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
    (2)
    Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan objek pajak bumi dan bangunan yang pemungutan pajak bumi dan bangunannya merupakan kewenangan pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3)
    Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk permukaan Bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan.
    (4)
    Yang dikecualikan dari objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas:
     
    a.
    Bumi dan/atau Bangunan kantor pemerintah pusat, kantor Pemerintah Daerah, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah;
     
    b.
    Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
     
    c.
    Bumi dan/atau Bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis;
     
    d.
    Bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
     
    e.
    Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
     
    f.
    Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri;
     
    g.
    Bumi dan/atau Bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenis;
     
    h.
    Bumi dan/atau Bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; dan
     
    i.
    Bumi dan/atau Bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh pemerintah pusat.
    (5)
    Objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
     
    a.
    objek pajak umum; dan
     
    b.
    objek pajak khusus.
    (6)
    Objek pajak umum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas:
     
    a.
    objek pajak standar; dan
     
    b.
    objek pajak nonstandar.
    (7)
    Objek pajak umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan objek pajak yang memiliki konstruksi umum dengan keluasan tanah berdasarkan kriteria tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (8)
    Objek pajak khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan objek pajak yang memiliki konstruksi khusus, fungsi khusus, atau keberadaannya memiliki arti yang khusus, seperti:
     
    a.
    jalan tol;
     
    b.
    bandar udara;
     
    c.
    stasiun;
     
    d.
    bendungan;
     
    e.
    pelabuhan, dermaga, galangan kapal;
     
    f.
    lapangan golf;
     
    g.
    stadion;
     
    h.
    sirkuit balap;
     
    i.
    pabrik semen/pupuk;
     
    j.
    tempat rekreasi;
     
    k.
    tempat penampungan/kilang minyak, air, atau gas;
     
    l.
    pipa minyak, air, atau gas;
     
    m.
    stasiun pengisian bahan bakar;
     
    n.
    menara; dan
     
    o.
    Bangunan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (9)
    Termasuk objek pajak khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b adalah Bangunan yang berada di bawah permukaan Bumi, baik yang menjadi bagian dari Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) maupun yang berdiri sendiri.
    (10)
    Bangunan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf o ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 3

    (1)
    Dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP.
    (2)
    NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan proses Penilaian PBB-P2.
    (3)
    NJOP hasil proses Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan menjadi:
     
    a.
    NJOP Bumi; dan/atau
     
    b.
    NJOP Bangunan.
    (4)
    NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
     
    a.
    NJOP Bangunan objek pajak umum; dan
     
    b.
    NJOP Bangunan objek pajak khusus.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 4

    (1)
    NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak dengan NJOP Bumi per meter persegi.
    (2)
    NJOP Bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas objek pajak berupa tanah merupakan hasil konversi NIR per meter persegi yang diperoleh dari proses penilaian tanah ke dalam klasifikasi NJOP Bumi.
    (3)
    NJOP Bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas objek pajak berupa areal perairan pedalaman untuk:
     
    a.
    usaha bidang perikanan berupa areal pembudidayaan ikan adalah sebesar nilai jual pengganti; dan
     
    b.
    kepentingan pelabuhan, industri, lapangan golf serta tempat rekreasi adalah sebesar nilai jual yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus ke samping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah di sekitarnya.
    (4)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi NJOP Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan Kepala Daerah.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 5

    (1)
    NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b merupakan hasil perkalian antara total luas Bangunan dan NJOP Bangunan per meter persegi.
    (2)
    NJOP Bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai Bangunan per meter persegi yang diperoleh dari proses penilaian Bangunan ke dalam klasifikasi NJOP Bangunan.
    (3)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Daerah.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 6

    (1)
    NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan NJOP Bangunan objek pajak umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a dihitung melalui Penilaian Massal.
    (2)
    Dalam hal Penilaian Massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memadai untuk memperoleh NJOP secara akurat, penghitungan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan objek pajak umum dilakukan melalui Penilaian Individual.
    (3)
    NJOP Bumi atas objek pajak berupa areal perairan pedalaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan NJOP Bangunan objek pajak khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b dihitung melalui Penilaian Individual.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 7

    (1)
    Penilaian Massal untuk penentuan NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Penilaian Individual untuk menentukan NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) untuk objek pajak berupa tanah dilakukan dengan membentuk NIR dalam setiap ZNT.
    (2)
    NIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari harga rata-rata transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan telah dilakukan penyesuaian.
    (3)
    Dalam hal tidak terdapat transaksi jual beli, NIR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Penilaian Massal untuk menentukan NJOP Bangunan objek pajak umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dengan menyusun DBKB untuk setiap JPB.
    (2)
    JPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan atas:
     
    a.
    perumahan;
     
    b.
    perkantoran;
     
    c.
    pabrik;
     
    d.
    toko/apotek/pasar/ruko;
     
    e.
    rumah sakit/klinik;
     
    f.
    olahraga/rekreasi;
     
    g.
    hotel/restoran/wisma;
     
    h.
    bengkel/gudang/pertanian;
     
    i.
    gedung pemerintah;
     
    j.
    lain-lain;
     
    k.
    Bangunan tidak kena pajak;
     
    l.
    Bangunan parkir;
     
    m.
    apartemen/kondominium;
     
    n.
    pompa bensin (kanopi);
     
    o.
    tangki minyak; dan
     
    p.
    gedung sekolah.
    (3)
    Klasifikasi JPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 9

    (1)
    Penilaian Individual untuk menentukan NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dilakukan dengan metode:
     
    a.
    perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis;
     
    b.
    nilai perolehan baru; atau
     
    c.
    nilai jual pengganti.
    (2)
    Khusus untuk Penilaian Individual NJOP Bangunan dengan metode nilai jual pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan menghitung Bumi dan Bangunan sebagai satu kesatuan kemudian dikurangi dengan NJOP Bumi yang diperoleh dari Penilaian Individual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 10

    (1)
    Proses Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 dilaksanakan oleh Pejabat Penilai.
    (2)
    Persyaratan Pejabat Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jabatan fungsional di bidang keuangan negara.
    (3)
    Dalam hal Pemerintah Daerah belum memiliki Pejabat Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau jumlah Pejabat Penilai tidak mencukupi, Kepala Daerah dapat menunjuk Petugas Penilai yang bersifat sementara, dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    mengukuhkan kembali Petugas Penilai yang telah ditunjuk sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini; dan/atau
     
    b.
    menunjuk pegawai negeri sipil yang akan diproyeksikan sebagai Pejabat Penilai sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pejabat Penilai.
    (4)
    Petugas Penilai yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), melaksanakan Penilaian PBB-P2 sampai dengan diangkatnya Pejabat Penilai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang jumlahnya sesuai kebutuhan Pemerintah Daerah.
    (5)
    Petugas Penilai yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b wajib memenuhi persyaratan:
     
    a.
    telah mengikuti dan lulus pendidikan dan/atau pelatihan teknis terkait Penilaian PBB-P2;
     
    b.
    memiliki kemampuan melakukan Penilaian PBB-P2; dan
     
    c.
    telah mengikuti dan lulus sertifikasi penilai PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (6)
    Kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b ditentukan berdasarkan penilaian oleh Kepala Daerah.
    (7)
    Pemenuhan sertifikasi penilai PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (8)
    Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama Penilaian PBB-P2 dengan penilai publik dan instansi teknis terkait yang memiliki kompetensi pada bidang Penilaian PBB-P2, dalam hal:
     
    a.
    belum memiliki Pejabat Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Petugas Penilai yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
     
    b.
    jumlah dan kualifikasi Pejabat Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Petugas Penilai yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tersedia belum mencukupi; dan
     
    c.
    optimalisasi penerimaan PBB-P2.
    (9)
    Pelaksanaan Penilaian PBB-P2 yang dikerjasamakan dengan penilai publik dan instansi teknis terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berpedoman pada Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Teknis Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman pelaksanaan Penilaian PBB-P2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (2)
    Teknis pelaksanaan Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk objek pajak yang dalam proses penilaiannya menggunakan Penilaian Individual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilengkapi dengan buletin teknis Penilaian PBB-P2 sebagai panduan bagi Pemerintah Daerah.
    (3)
    Buletin teknis Penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan diterbitkan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 12

    Dalam proses pelaksanaan Penilaian PBB-P2, Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan sistem informasi dan teknologi sesuai kebutuhan Daerah.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 13

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penilaian PBB-P2 diatur dalam peraturan Kepala Daerah.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 14

    (1)
    Kepala Daerah menetapkan besaran NJOP Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.
    (2)
    Dalam rangka pemantauan perkembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah melakukan pengukuran rata-rata rasio perbandingan NJOP dibandingkan dengan harga pasar dan/atau pengukuran tendensi sentral.
    (3)
    Hasil pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi salah satu dasar pelaksanaan penilaian kembali dalam rangka pemutakhiran NJOP Bumi dan Bangunan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 15

    (1)
    Dasar pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak.
    (2)
    Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kelompok objek PBB-P2 dilakukan dengan mempertimbangkan:
     
    a.
    kenaikan NJOP hasil Penilaian PBB-P2;
     
    b.
    bentuk pemanfaatan objek pajak; dan/atau
     
    c.
    klasterisasi NJOP dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
    (3)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam peraturan Kepala Daerah.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 16

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, NJOP hasil penilaian yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1853) dapat digunakan sebagai dasar pengenaan PBB-P2 terutang sampai dengan dilakukan Penilaian NJOP kembali berdasarkan Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 17

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1853), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 18

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 25 Oktober 2024
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    SRI MULYANI INDRAWATI
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 26 November 2024
    DIREKTUR JENDERAL
    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
    KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    DHAHANA PUTRA
     
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 881

    Peraturan Menteri Keuangan 85 TAHUN 2024 - Perpajakan DDTC