Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
Menimbang |
||||||||||||
a.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;
|
|||||||||||
b.
|
bahwa Menteri Dalam Negeri melalui Surat Nomor 973/10870/SJ tanggal 6 Desember 2018 telah memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
|||||||||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
|
|||||||||||
|
|
|||||||||||
Mengingat |
||||||||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
|
|||||||||||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5950);
|
|||||||||||
|
|
|||||||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||||||
Menetapkan |
||||||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.
|
||||||||||||
|
||||||||||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
||||||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
|
||||||||||||
1.
|
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
|
|||||||||||
2.
|
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.
|
|||||||||||
3.
|
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
|
|||||||||||
4.
|
Penilaian Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Penilaian PBB-P2 adalah kegiatan untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak yang akan dijadikan dasar pengenaan PBB-P2, dengan menerapkan pendekatan perbandingan harga, pendekatan biaya, dan/atau pendekatan kapitalisasi pendapatan.
|
|||||||||||
5.
|
Penilai PBB-P2 adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, diberi tugas, wewenang, tanggung jawab, dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan Penilaian PBB-P2.
|
|||||||||||
6.
|
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
|
|||||||||||
7.
|
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.
|
|||||||||||
8.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
|
|||||||||||
9.
|
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN) atau Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
|
|||||||||||
10.
|
Daftar Biaya Komponen Bangunan yang selanjutnya disingkat DBKB adalah tabel untuk menilai bangunan berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri dari biaya komponen utama, biaya komponen material, dan biaya komponen fasilitas, untuk setiap jenis penggunaan bangunan.
|
|||||||||||
11.
|
Jenis Penggunaan Bangunan adalah pengelompokan bangunan berdasarkan tipe konstruksi dan peruntukan/penggunaannya.
|
|||||||||||
12.
|
Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
|
|||||||||||
13.
|
Penilaian Massal adalah penilaian yang sistematis untuk sejumlah objek pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan dengan menggunakan suatu prosedur standar, yang disebut Computer Assisted Valuation (CAV) dan/atau Computer Assisted for Mass Appraisal (CAMA).
|
|||||||||||
14.
|
Penilaian Individual adalah penilaian terhadap objek pajak kriteria tertentu dengan cara memperhitungkan semua karakteristik objek pajak yang disusun dalam laporan penilaian.
|
|||||||||||
15.
|
Nilai Indikasi Rata-Rata yang selanjutnya disingkat NIR adalah nilai pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona nilai tanah.
|
|||||||||||
16.
|
Zona Nilai Tanah yang selanjutnya disingkat ZNT adalah zona geografis yang terdiri atas satu atau lebih objek pajak yang mempunyai satu NIR yang sama, dan dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satuan wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan tanpa terikat pada batas blok.
|
|||||||||||
17.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
|||||||||||
|
|
|||||||||||
BAB II
PENILAIAN OBJEK PBB-P2
Pasal 2 |
||||||||||||
(1)
|
Objek PBB-P2 adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
|
|||||||||||
(2)
|
Objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi menjadi:
|
|||||||||||
|
a.
|
Objek Pajak Umum; dan
|
||||||||||
|
b.
|
Objek Pajak Khusus.
|
||||||||||
(3)
|
Objek Pajak Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan objek pajak yang memiliki konstruksi umum dengan keluasan tanah berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.
|
|||||||||||
(4)
|
Objek Pajak Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan objek pajak yang memiliki konstruksi khusus atau keberadaannya memiliki arti yang khusus, seperti:
|
|||||||||||
|
a.
|
Jalan Tol;
|
||||||||||
|
b.
|
Galangan Kapal, Dermaga;
|
||||||||||
|
c.
|
Lapangan Golf;
|
||||||||||
|
d.
|
Pabrik Semen/Pupuk;
|
||||||||||
|
e.
|
Tempat Rekreasi;
|
||||||||||
|
f.
|
Tempat Penampungan/Kilang Minyak, Air dan Gas, Pipa Minyak;
|
||||||||||
|
g.
|
Stasiun Pengisian Bahan Bakar; dan
|
||||||||||
|
h.
|
Menara.
|
||||||||||
|
|
|
||||||||||
Pasal 3 |
||||||||||||
(1)
|
Dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP.
|
|||||||||||
(2)
|
NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui proses Penilaian.
|
|||||||||||
(3)
|
NJOP hasil Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan menjadi:
|
|||||||||||
|
a.
|
NJOP Bumi;
|
||||||||||
|
b.
|
NJOP Bangunan Objek Pajak Umum; dan/atau
|
||||||||||
|
c.
|
NJOP Bangunan Objek Pajak Khusus.
|
||||||||||
|
|
|
||||||||||
Pasal 4 |
||||||||||||
(1)
|
NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan NJOP Bumi per meter persegi.
|
|||||||||||
(2)
|
NJOP Bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi NIR per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP Bumi.
|
|||||||||||
(3)
|
NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a dihitung melalui Penilaian Massal atau Penilaian Individual.
|
|||||||||||
(4)
|
Klasifikasi NJOP Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.
|
|||||||||||
|
|
|||||||||||
Pasal 5 |
||||||||||||
(1)
|
NJOP Bangunan merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.
|
|||||||||||
(2)
|
NJOP Bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP.
|
|||||||||||
(3)
|
NJOP Bangunan Objek Pajak Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dihitung baik melalui Penilaian Massal maupun Penilaian Individual.
|
|||||||||||
(4)
|
NJOP Bangunan Objek Pajak Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c dihitung melalui Penilaian Individual.
|
|||||||||||
(5)
|
Penilaian Individual untuk Bangunan Objek Pajak Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam hal Penilaian Massal tidak memadai untuk memperoleh NJOP secara akurat.
|
|||||||||||
(6)
|
Klasifikasi NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.
|
|||||||||||
|
|
|||||||||||
Pasal 6 |
||||||||||||
(1)
|
Penilaian Massal dan Penilaian Individual untuk menentukan NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dilakukan dengan membentuk NIR dalam setiap ZNT.
|
|||||||||||
(2)
|
NIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari harga rata-rata transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan telah dilakukan penyesuaian.
|
|||||||||||
|
|
|||||||||||
Pasal 7 |
||||||||||||
(1)
|
Penilaian Massal untuk menentukan NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilakukan dengan menyusun DBKB untuk setiap Jenis Penggunaan Bangunan.
|
|||||||||||
(2)
|
Jenis Penggunaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan atas:
|
|||||||||||
|
a.
|
perumahan;
|
||||||||||
|
b.
|
perkantoran;
|
||||||||||
|
c.
|
pabrik;
|
||||||||||
|
d.
|
toko/apotek/pasar/ruko;
|
||||||||||
|
e.
|
rumah sakit/klinik;
|
||||||||||
|
f.
|
olah raga/rekreasi;
|
||||||||||
|
g.
|
hotel/restoran/wisma;
|
||||||||||
|
h.
|
bengkel/gudang/pertanian;
|
||||||||||
|
i.
|
gedung pemerintah;
|
||||||||||
|
j.
|
lain-lain;
|
||||||||||
|
k.
|
bangunan tidak kena pajak;
|
||||||||||
|
l.
|
bangunan parkir;
|
||||||||||
|
m.
|
apartemen/kondominium;
|
||||||||||
|
n.
|
pompa bensin (kanopi);
|
||||||||||
|
o.
|
tangki minyak; dan
|
||||||||||
|
p.
|
gedung sekolah.
|
||||||||||
|
|
|
||||||||||
Pasal 8 |
||||||||||||
(1)
|
Penilaian Individual untuk menentukan NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) dapat dilakukan dengan cara:
|
|||||||||||
|
a.
|
membandingkan dengan nilai Bangunan lain yang sejenis;
|
||||||||||
|
b.
|
menghitung nilai perolehan baru Bangunan dikurangi dengan penyusutan; atau
|
||||||||||
|
c.
|
menghitung pendapatan dalam satu tahun dari pemanfaatan Bangunan yang dinilai, dikurangi dengan biaya kekosongan dan biaya operasi.
|
||||||||||
(2)
|
Dalam melakukan Penilaian Individual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah dapat bekerja sama dengan Penilai Pemerintah, Penilai Publik, dan instansi lain yang terkait.
|
|||||||||||
|
|
|||||||||||
Pasal 9 |
||||||||||||
(1)
|
Penilai PBB-P2 paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
|||||||||||
|
a.
|
minimal lulusan Program Diploma I dengan pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda dengan golongan II/a atau minimal lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dengan pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda Tingkat I dengan golongan II/b;
|
||||||||||
|
b.
|
telah mendapat pendidikan dan/atau pelatihan teknis terkait Penilaian PBB-P2 serta memiliki keterampilan sebagai Penilai;
|
||||||||||
|
c.
|
cermat dan seksama dalam menggunakan keterampilan sebagai Penilai;
|
||||||||||
|
d.
|
tidak sedang menduduki Jabatan Struktural, Pemeriksa, Penelaah Keberatan (PK) atau Jurusita; dan
|
||||||||||
|
e.
|
jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara.
|
||||||||||
(2)
|
Dalam hal kriteria Penilai tidak dapat dipenuhi dari PNS di lingkungan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan instansi teknis terkait yang memiliki kompetensi dalam bidang penilaian.
|
|||||||||||
|
|
|||||||||||
Pasal 10 |
||||||||||||
Kepala Daerah menetapkan besaran NJOP Bumi dan Bangunan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.
|
||||||||||||
|
||||||||||||
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 11 |
||||||||||||
(1)
|
Pedoman pelaksanaan penilaian PBB-P2 diatur dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||||||
(2)
|
Dalam proses pelaksanaan penilaian PBB-P2, Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan sistem informasi dan teknologi sesuai kebutuhan daerah.
|
|||||||||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Penilaian PBB-P2 ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah.
|
|||||||||||
|
|
|||||||||||
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12 |
||||||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||||||||
|
||||||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||||||
|
||||||||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1853
|