Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||
|
|||||
Menimbang |
|||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
|
|||||
|
|
||||
Mengingat |
|||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Keuangan Negara (Lembaran Negara tentang Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
|
||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
|
||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
|
||||
5.
|
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 278, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5767);
|
||||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5386);
|
||||
7.
|
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
|
||||
8.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2016.
|
||||
|
|
||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG DIURUS/DIKELOLA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA/DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA.
|
|||||
|
|||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
|
||||
2.
|
Piutang Instansi Pemerintah adalah piutang Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah non Kementerian/Lembaga.
|
||||
3.
|
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
|
||||
4.
|
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20. Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
|
||||
5.
|
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
|
||||
6.
|
Penanggung Utang adalah badan/atau orang yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun, termasuk badan/atau orang yang menjamin penyelesaian seluruh utang Penanggung Utang.
|
||||
|
|
||||
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2 |
|||||
(1)
|
Ruang lingkup penyelesaian piutang dalam Peraturan Menteri ini mencakup Piutang Instansi Pemerintah:
|
||||
|
a.
|
dengan Penanggung Utang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); dan/atau
|
|||
|
b.
|
berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPR RS/RSS),
|
|||
|
yang pengurusannya telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (PUPN/DJKN).
|
||||
(2)
|
Piutang terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
|
||||
|
a.
|
piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
piutang yang berasal dari penerimaan pembiayaan APBN.
|
|||
(3)
|
Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk piutang yang merupakan aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (PUPN/DJKN).
|
||||
|
|
||||
BAB III
PENYELESAIAN PIUTANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3 |
|||||
(1)
|
Penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan kepada:
|
||||
|
1.
|
Penanggung Utang perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan usaha dengan skala mikro, kecil, atau menengah dengan pagu kredit paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
|
|||
|
2.
|
Penanggung Utang yang menerima Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
|
|||
(2)
|
Dalam hal piutang berasal dari eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional, selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
piutang tidak didukung dengan barang jaminan;
|
|||
|
b.
|
nilai barang jaminan tidak menutup utang;
|
|||
|
c.
|
barang jaminan habis; atau
|
|||
|
d.
|
barang jaminan tidak memiliki nilai ekonomis.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 4 |
|||||
(1)
|
Dalam hal piutang didukung dengan barang jaminan, jumlah utang yang wajib dilunasi Penanggung Utang setelah diberi keringanan paling sedikit sama dengan nilai barang jaminan.
|
||||
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah utang yang wajib dilunasi setelah diberi keringanan dapat lebih rendah dari nilai barang jaminan dalam hal barang jaminan telah dilelang sebanyak 2 (dua) kali atau lebih, namun tidak terjual.
|
||||
|
|
||||
Bagian Kedua
Pemberian Keringanan
Pasal 5 |
|||||
(1)
|
Penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), meliputi pemberian:
|
||||
|
a.
|
keringanan seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya yang wajib diselesaikan Penanggung Utang;
|
|||
|
b.
|
keringanan untuk utang pokok sebesar persentase yang sama dengan persentase pembayaran yang telah dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 2016 terhadap utang pokok; dan/atau
|
|||
|
c.
|
tambahan keringanan apabila dilakukan pelunasan dalam waktu sebagai berikut:
|
|||
|
|
1.
|
sampai dengan Juni 2016, sebesar 50% (lima puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan;
|
||
|
|
2.
|
pada Juli sampai dengan September 2016, sebesar 30% (tiga puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan; atau
|
||
|
|
3.
|
pada Oktober sampai dengan tanggal 20 Desember 2016, sebesar 20% (dua puluh persen) dari sisa utang pokok setelah di berikan keringanan.
|
||
(2)
|
Jumlah keringanan yang diberikan untuk penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak melebihi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per Penanggung Utang.
|
||||
(3)
|
Penanggung Utang yang belum melakukan pembayaran sebelum tanggal 1 Januari 2016 hanya diberikan keringanan seluruh bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya.
|
||||
(4)
|
Contoh perhitungan penyelesaian piutang dimuat dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
||||
Pasal 6 |
|||||
Keringanan sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, tidak diberikan atas biaya-biaya yang telah dibayar terlebih dahulu oleh Penyerah Piutang dan telah menjadi penambah jumlah utang Penanggung Utang, antara lain biaya polis asuransi, pembebanan hak tanggungan/fidusia, biaya perpanjangan hak atas tanah, biaya pengukuhan hak atas tanah, dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan.
|
|||||
|
|||||
Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Penyelesaian piutang yang diatur dalam Peraturan Menteri ini diberikan kepada Penanggung Utang yang mengajukan permohonan paling lambat tanggal 1 Desember 2016 kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
|
||||
(2)
|
Penanggung Utang yang telah diberikan persetujuan pemberian keringanan harus melunasi kewajibannya paling lambat 1 (satu) bulan sejak surat persetujuan ditetapkan, kecuali dalam hal:
|
||||
|
a.
|
permohonan yang disampaikan pada tanggal 1 Desember 2016, pelunasan dilakukan paling lambat tanggal 20 Desember 2016; dan
|
|||
|
b.
|
barang jaminan telah diumumkan untuk dilelang, pelunasan dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan lelang.
|
|||
(3)
|
Dalam hal terjadi pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal (PUPN/DJKN) membatalkan Kekayaan Negara rencana lelang dan mengumumkan pembatalan lelang dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 8 |
|||||
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali.
|
|||||
|
|||||
Pasal 9 |
|||||
(1)
|
Penanggung Utang yang telah diberikan persetujuan keringanan utang sebelum Peraturan Menteri ini berlaku namun wanprestasi, dapat diberikan keringanan penyelesaian utang berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||||
(2)
|
Pemberian keringanan penyelesaian utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap sisa jumlah utang pada saat permohonan diajukan.
|
||||
(3)
|
Dalam hal permohonan keringanan disetujui, pelunasan kewajiban dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
|
||||
|
|||||
Pasal 10 |
|||||
Dalam hal Penanggung Utang tidak melunasi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), persetujuan penyelesaian keringanan utang yang sudah diberikan batal dan pembayaran yang sudah pernah dilakukan Penanggung Utang diperhitungkan sebagai pengurang jumlah utang pokok.
|
|||||
|
|||||
Pasal 11 |
|||||
Penanggung Utang yang telah melakukan pembayaran sebesar atau melebihi utang pokok sampai dengan 1 Januari 2016 diberikan keringanan seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya.
|
|||||
Bagian Ketiga
Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara
Pasal 12 |
|||||
Pengenaan biaya administrasi Pengurusan Piutang Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
|
|||||
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 13 |
|||||
(1)
|
Analisis untuk memberikan keringanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dikecualikan dari ketentuan Pasal 70 sampai dengan Pasal 75 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2016.
|
||||
(2)
|
Wewenang untuk memberikan persetujuan/penolakan atas permohonan keringanan jumlah utang, dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 62 sampai dengan Pasal 65 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2016.
|
||||
(3)
|
Pemberian persetujuan keringanan utang yang dilaksanakan dengan Peraturan Menteri ini, dikecualikan dari ketentuan Pasal 80 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2016.
|
||||
(4)
|
Pengurusan piutang instansi Pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berpedoman pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2016, sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
||||
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14 |
|||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 April 2016
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S.BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Mei 2016
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 680
|