Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||
|
||||||
Menimbang |
||||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
|
||||||
|
||||||
Mengingat |
||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);
|
|||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
|
|||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
|
|||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
|
|||||
5.
|
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5462);
|
|||||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5386);
|
|||||
7.
|
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 126);
|
|||||
8.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2011;
|
|||||
|
|
|||||
MEMUTUSKAN: | ||||||
Menetapkan |
||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG DIURUS/DIKELOLA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA/DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA.
|
||||||
|
||||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||||
1.
|
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
|
|||||
2.
|
Piutang Instansi Pemerintah adalah piutang Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah non Kementerian/Lembaga.
|
|||||
3.
|
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
|
|||||
4.
|
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
|
|||||
5.
|
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
|
|||||
6.
|
Penanggung Hutang adalah badan atau orang yang berhutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun, termasuk badan/atau orang yang menjamin penyelesaian seluruh hutang Penanggung Hutang.
|
|||||
|
|
|||||
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2 |
||||||
(1) | Ruang lingkup penyelesaian piutang dalam Peraturan Menteri ini mencakup Piutang Instansi Pemerintah: | |||||
a. | dengan Penanggung Hutang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); dan/atau | |||||
b. | berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPR RS/RSS), yang pengurusannya telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (PUPN/DJKN). | |||||
(2) | Piutang terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: | |||||
a. | piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak; atau | |||||
b. | piutang yang berasal dari penerimaan pembiayaan APBN. | |||||
(3) | Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk piutang yang merupakan aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (PUPN/DJKN). | |||||
BAB III
PENYELESAIAN PIUTANG Bagian Kesatu Umum Pasal 3
|
||||||
(1)
|
Penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan kepada:
|
|||||
|
a.
|
Penanggung Hutang perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan usaha dengan skala mikro, kecil, atau menengah dengan pagu kredit paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
|
||||
|
b.
|
Penanggung Hutang yang menerima Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
|
||||
(2)
|
Dalam hal piutang berasal dari eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional, selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan:
|
|||||
|
a.
|
piutang tidak didukung dengan barang jaminan;
|
||||
|
b.
|
nilai barang jaminan tidak menutup hutang;
|
||||
|
c.
|
barang jaminan habis; atau
|
||||
|
d.
|
barang jaminan tidak memiliki nilai ekonomis.
|
||||
|
|
|
||||
Pasal 4 |
||||||
(1)
|
Dalam hal piutang didukung dengan barang jaminan, jumlah hutang yang wajib dilunasi Penanggung Hutang setelah diberi keringanan paling sedikit sama dengan nilai barang jaminan.
|
|||||
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah hutang yang wajib dilunasi setelah diberi keringanan dapat lebih rendah dari nilai barang jaminan dalam hal barang jaminan telah dilelang sebanyak 2 (dua) kali atau lebih, namun tidak terjual.
|
|||||
|
|
|||||
Bagian Kedua
Pemberian Keringanan
|
||||||
(1)
|
Penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), meliputi pemberian:
|
|||||
|
a.
|
keringanan seluruh sisa hutang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya yang wajib diselesaikan Penanggung Hutang;
|
||||
|
b.
|
keringanan untuk hutang pokok sebesar persentase yang sama dengan persentase pembayaran yang telah dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 2014 terhadap hutang pokok;
|
||||
|
c.
|
tambahan keringanan apabila dilakukan pelunasan dalam waktu sebagai berikut:
|
||||
|
|
1.
|
sampai dengan Juni 2014, sebesar 50% (lima puluh persen) dari sisa hutang pokok setelah diberikan keringanan;
|
|||
|
|
2.
|
pada Juli sampai dengan September 2014, sebesar 30% (tiga puluh persen) dari sisa hutang pokok setelah diberikan keringanan;
|
|||
|
|
3.
|
pada Oktober sampai dengan tanggal 20 Desember 2014, sebesar 20% (dua puluh persen) dari sisa hutang pokok setelah diberikan keringanan.
|
|||
(2)
|
Jumlah keringanan yang diberikan untuk penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak melebihi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per Penanggung Hutang.
|
|||||
(3)
|
Penanggung Hutang yang belum melakukan pembayaran sebelum tanggal 1 Januari 2014 hanya diberikan keringanan seluruh bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya.
|
|||||
(4)
|
Contoh perhitungan penyelesaian piutang dimuat dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 6 |
||||||
Keringanan sisa hutang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, tidak diberikan atas biaya-biaya yang telah dibayar terlebih dahulu oleh Penyerah Piutang dan telah menjadi penambah jumlah hutang Penanggung Hutang, antara lain biaya polis asuransi, pembebanan hak tanggungan/fidusia, biaya perpanjangan hak atas tanah, biaya pengukuhan hak atas tanah, dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan.
|
||||||
|
||||||
Pasal 7 |
||||||
(1)
|
Penyelesaian piutang yang diatur dalam Peraturan Menteri ini diberikan kepada Penanggung Hutang yang mengajukan permohonan paling lambat tanggal 1 Desember 2014 kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
|
|||||
(2)
|
Penanggung Hutang yang telah diberikan persetujuan pemberian keringanan harus melunasi kewajibannya paling lambat 1 (satu) bulan sejak surat persetujuan ditetapkan, kecuali dalam hal:
|
|||||
|
a.
|
permohonan yang disampaikan pada tanggal 1 Desember 2014, pelunasan dilakukan paling lambat tanggal 20 Desember 2014.
|
||||
|
b.
|
barang jaminan telah diumumkan untuk dilelang, pelunasan dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan lelang.
|
||||
(3)
|
Dalam hal terjadi pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (PUPN/DJKN) membatalkan rencana lelang dan mengumumkan pembatalan lelang dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 8 |
||||||
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali.
|
||||||
|
||||||
Pasal 9 |
||||||
(1)
|
Penanggung Hutang yang telah diberikan persetujuan keringanan hutang sebelum Peraturan Menteri ini berlaku namun wanprestasi, dapat diberikan keringanan penyelesaian hutang berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
|||||
(2)
|
Pemberian keringanan penyelesaian hutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap sisa jumlah hutang pada saat permohonan diajukan.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal permohonan keringanan disetujui, pelunasan kewajiban dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 10 |
||||||
Dalam hal Penanggung Hutang tidak melunasi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), persetujuan penyelesaian keringanan hutang yang sudah diberikan batal dan pembayaran yang sudah pernah dilakukan Penanggung Hutang diperhitungkan sebagai pengurang jumlah hutang pokok.
|
||||||
|
||||||
Pasal 11 |
||||||
Penanggung Hutang yang telah melakukan pembayaran sebesar atau melebihi hutang pokok sampai dengan 1 Januari 2014 diberikan keringanan seluruh sisa hutang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya.
|
||||||
|
||||||
Bagian Ketiga
Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara
|
||||||
Pengenaan biaya administrasi Pengurusan Piutang Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
||||||
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
|
||||||
(1)
|
Analisis untuk memberikan keringanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dikecualikan dari ketentuan Pasal 70 sampai dengan Pasal 75 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2011.
|
|||||
(2)
|
Wewenang untuk memberikan persetujuan/penolakan atas permohonan keringanan jumlah hutang, dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 62 sampai dengan Pasal 65 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2011.
|
|||||
(3)
|
Pemberian persetujuan keringanan hutang yang dilaksanakan dengan Peraturan Menteri ini, dikecualikan dari ketentuan Pasal 80 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2011.
|
|||||
(4)
|
Pengurusan piutang instansi Pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berpedoman pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2011, sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||||
|
|
|||||
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
|
||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||
|
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||
|
||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MUHAMAD CHATIB BASRI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 April 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN |
||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 533 |