Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||
Menimbang |
||
a.
|
bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan harga dasar dan tarif cukai hasil tembakau;
|
|
b.
|
bahwa dalam rangka optimalisasi penerimaan negara dari sektor cukai, dipandang perlu untuk menaikkan harga dasar dan tarif cukai hasil tembakau;
|
|
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau;
|
|
Mengingat |
||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
|
|
3.
|
Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;
|
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN HARGA DASAR DAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU.
|
||
|
||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
||
1.
|
Menteri, Direktur Jenderal, Pejabat Bea dan Cukai, Pengusaha Pabrik, Pita Cukai, Harga Dasar, dan Harga Jual Eceran (HJE) adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
|
|
2.
|
Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
|
|
3.
|
Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
|
|
4.
|
Sigaret Putih Mesin (SPM) adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
|
|
5.
|
Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
|
|
6.
|
Sigaret Putih Tangan (SPT) adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
|
|
7.
|
Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM) adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
|
|
8.
|
Cerutu (CRT) adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
|
|
9.
|
Rokok Daun atau Klobot (KLB) adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
|
|
10.
|
Tembakau Iris (TIS) adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
|
|
11.
|
Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam angka 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10, yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
|
|
12.
|
Kantor adalah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat.
|
|
13.
|
Importir adalah orang atau badan yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai dari Menteri untuk mengimpor hasil tembakau.
|
|
14.
|
Harga Jual Eceran Minimum adalah nilai Harga Jual eceran serendah-rendahnya atas masing-masing jenis hasil tembakau produksi Golongan Pengusaha Pabrik tertentu yang ditetapkan Menteri.
|
|
15.
|
Harga Transaksi Pasar adalah besaran harga transaksi penjualan yang terjadi pada tingkat konsumen akhir.
|
|
16.
|
Dokumen Cukai CK-1 adalah dokumen pemesanan pita cukai hasil tembakau.
|
|
17.
|
Dokumen Cukai CK-8 adalah dokumen Pemberitahuan Pengeluaran Barang Kena Cukai Yang Belum Dilunasi Cukainya Dari Pabrik Atau Tempat Penyimpanan Untuk Tujuan Ekspor.
|
|
18.
|
Produksi Pabrik adalah produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan Dokumen Cukai CK-1.
|
|
19.
|
Batasan Produksi Pabrik adalah batasan produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai hasil tembakau, dalam satu tahun takwim sebelum Tahun Anggaran berjalan.
|
|
|
|
|
BAB II
PENGGOLONGAN PENGUSAHA PABRIK Pasal 2 |
||
(1)
|
Pengusaha Pabrik hasil tembakau dikelompokkan ke dalam Golongan Pengusaha berdasarkan jenis hasil tembakau yang diproduksinya, sesuai dengan Batasan Produksi Pabrik adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
|
(2)
|
Penyesuaian kenaikan Golongan Pengusaha Pabrik wajib dilakukan oleh Pengusaha Pabrik pada saat Produksi Pabrik dalam tahun takwim yang sedang berjalan telah melampaui Batasan Produksi Pabrik yang berlaku bagi Golongan Pengusaha Pabrik yang bersangkutan.
|
|
(3)
|
Dalam hal hasil produksi dalam satu tahun takwim kurang dari Batasan Produksi Pabrik yang berlaku bagi Golongan Pengusaha Pabrik, Pengusaha Pabrik dapat diizinkan melakukan penurunan Golongan Pengusaha Pabrik dengan Keputusan Kepala Kantor pada setiap awal tahun takwim berikutnya.
|
|
(4)
|
Penurunan Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan untuk satu tingkat lebih rendah dari Golongan Pengusaha Pabrik sebelumnya.
|
|
|
||
Pasal 3 |
||
(1)
|
Kepala Kantor wajib melakukan penagihan atas kekurangan perhitungan pembayaran cukai dan pungutan negara lainnya, yang pelaksanaan pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang terjadi sebagai akibat kenaikan Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
|
(2)
|
Atas kekurangan perhitungan pembayaran sebagimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
|
|
|
||
BAB III
HARGA DASAR DAN HARGA TRANSAKSI PASAR Pasal 4 |
||
Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai hasil tembakau adalah Harga Jual Eceran.
|
||
|
||
Pasal 5 |
||
(1)
|
Keputusan tentang Penetapan Harga Jual Eceran Merek Baru maupun Penetapan Kenaikan Harga Jual Eceran, baik yang diterbitkan sebelum maupun setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, dinyatakan batal, apabila selama lebih dari enam bulan berturut-turut Pengusaha Pabrik atau Importer yang bersangkutan tidak pernah merealisasikan pemesanan pita cukainya dengan menggunakan Dokumen Cukai CK-1 atau tidak pernah merealisasikan ekspor hasil tembakaunya dengan menggunakan Dokumen Cukai CK-8.
|
|
(2)
|
Untuk dapat menggunakan kembali Harga Jual Eceran atas merek hasil tembakau yang dinyatakan batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Pabrik atau Importir harus mengajukan kembali Permohonan Penetapan Harga Jual Eceran sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.
|
|
(3)
|
Pengusaha Pabrik atau Importir dilarang menurunkan Harga Jual Eceran yang masih berlaku atas merek hasil tembakau yang dimilikinya.
|
|
|
||
Pasal 6 |
||
Harga Jual Eceran semua jenis hasil tembakau yang masih berlaku dari masing-masing Pengusaha Pabrik dinaikkan sebesar 15% (lima belas per seratus) per batang atau per gram.
|
||
|
||
Pasal 7 |
||
(1)
|
Harga Jual Eceran Minimum setiap jenis hasil tembakau dari dari masing-masing Golongan Pengusaha Pabrik adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
|
(2)
|
Hasil akhir perhitungan Harga Jual Eceran per kemasan penjualan eceran dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan Rp100,00 (seratus rupiah).
|
|
(3)
|
Harga Jual Eceran merek baru dari Pengusaha Pabrik atau Importir tidak boleh lebih rendah dari harga Jual Eceran yang masih berlaku atas merek hasil tembakau yang dimilikinya.
|
|
|
||
Pasal 8 |
||
(1)
|
Dalam hal Harga Transaksi Pasar telah melampaui Harga Jual Eceran, maka Pengusaha Pabrik atau Importir wajib melakukan penyesuaian dengan cara mengajukan Permohonan Penetapan Kenaikan Harga Jual Eceran.
|
|
(2)
|
Apabila berdasarkan hasil pemantauan Pejabat Bea dan Cukai kedapatan Harga Transaksi Pasar telah melampaui Harga Jual Eceran, Direktur Cukai atas nama Direktur Jenderal dapat memberitahukan hal tersebut kepada Pengusaha Pabrik atau Importir yang bersangkutan dengan surat pemberitahuan biasa.
|
|
(3)
|
Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penerimaan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Pabrik, Importir, atau kuasanya tidak memberikan sanggahan atau mengajukan Permohonan Penetapan Kenaikan Harga Jual Eceran atas hasil tembakau yang bersangkutan yang telah disesuaikan dengan Harga Transaksi Pasar yang terjadi.
|
|
|
||
Pasal 9 |
||
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Penetapan Harga Jual Eceran diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
||
|
||
BAB IV
TARIF CUKAI Pasal 10 |
||
Tarif cukai dalam Tahun Anggaran berjalan untuk setiap jenis hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||
|
||
Pasal 11 |
||
(1)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, adalah tarif cukai untuk setiap jenis hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri untuk Tahun Anggaran berjalan, yang jumlah ekspornya melebihi jumlah produksi dari jenis yang sama yang dipasarkan di dalam negeri sebelum Tahun Anggaran berjalan.
|
|
(2)
|
Tarif cukai untuk setiap jenis hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
|
(3)
|
Perhitungan jumlah hasil tembakau yang diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan realisasi ekspor dengan menggunakan Dokumen Cukai CK-8.
|
|
(4)
|
Perhitungan jumlah hasil tembakau yang dipasarkan di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Dokumen Cukai CK-1.
|
|
|
||
Pasal 12 |
||
Batasan Harga Jual Eceran minimum dan tarif cukai dalam Tahun Anggaran berjalan untuk setiap jenis hasil tembakau yang diimpor adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||
|
||
BAB V
HARGA JUAL ECERAN DAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU YANG DIBAGIKAN SECARA CUMA-CUMA KEPADA KARYAWAN PABRIK ATAU PIHAK KETIGA DAN HASIL TEMBAKAU UNTUK TUJUAN EKSPOR Pasal 13 |
||
(1)
|
Harga Jual Eceran untuk hasil tembakau yang diberikan secara cuma-cuma kepada Karyawan Pabrik ditetapkan sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari Harga Jual Eceran dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.
|
|
(2)
|
Jumlah hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibatasi paling tinggi:
|
|
|
a.
|
300 (tiga ratus) batang per bulan untuk karyawan tetap atau karyawan bulanan; atau
|
|
b.
|
100 (seratus) batang per bulan untuk karyawan harian atau karyawan borongan.
|
(3)
|
Harga Jual Eceran untuk hasil tembakau yang diberikan secara cuma-cuma kepada pihak ketiga ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus) dari Harga Jual Eceran dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.
|
|
(4)
|
Jumlah hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibatasi maksimal sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari semua Produksi Pabrik dalam satu tahun takwim sebelum Tahun Anggaran yang sedang berjalan.
|
|
(5)
|
Tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) ditetapkan sama dengan tarif cukai dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.
|
|
|
||
Pasal 14 |
||
Harga Jual Eceran dan tarif cukai hasil tembakau untuk tujuan ekspor ditetapkan sama dengan Harga Jual Eceran dan tarif cukai dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.
|
||
|
||
BAB VI
PENUTUP Pasal 15 |
||
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 449/KMK.04/2002 tentang Penetapan Tarif Cukai Dan Harga Dasar Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 537/KMK.04/2002 dinyatakan tidak berlaku.
|
||
|
||
Pasal 16 |
||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2005.
|
||
|
||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||
|
||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Juni 2005 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, JUSUF ANWAR |