Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||
|
|
||||
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk;
|
||||
b.
|
bahwa dalam rangka menyesuaikan dengan praktik-praktik perdagangan dan meningkatkan efektivitas penelitian serta penetapan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk sesuai dengan Agreement on Implementation of Article VII General Agreement on Tariff and Trade, perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk;
|
||||
Mengingat |
|||||
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk; | |||||
|
|||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160/PMK.04/2010 TENTANG NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK.
|
|||||
|
|||||
Pasal I |
|||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk, diubah sebagai berikut:
|
|||||
1.
|
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||||
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1. | Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. | ||||
2. | Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. | ||||
3. | Orang Saling Berhubungan atau Berhubungan adalah: | ||||
a. | pegawai atau pimpinan pada suatu perusahaan sekaligus pegawai atau pimpinan pada perusahaan lain; | ||||
b. | mereka yang dikenal/diketahui secara hukum sebagai rekan dalam perdagangan; | ||||
c. | pekerja dan pemberi kerja; | ||||
d. | mereka yang salah satu diantaranya secara langsung atau tidak langsung memiliki, mengendalikan, atau memegang 5% (lima persen) atau lebih saham yang beredar dari salah satu dari mereka; | ||||
e. | mereka yang salah satu diantaranya secara langsung atau tidak langsung mengendalikan pihak lainnya; | ||||
f. | mereka yang secara langsung atau tidak langsung dikendalikan oleh pihak ketiga; | ||||
g. | mereka yang secara bersamaan langsung atau tidak langsung mengendalikan pihak ketiga; atau | ||||
h. | mereka yang merupakan anggota dari satu keluarga yaitu suami, isteri, orang tua, anak, adik dan kakak (sekandung atau tidak), kakek, nenek, cucu, paman, bibi, keponakan, mertua, menantu, dan ipar. | ||||
4. | Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mengimpor barang. | ||||
5. | Dua Barang Dianggap Identik atau yang selanjutnya disebut Barang Identik adalah apabila keduanya sama dalam segala hal, paling tidak karakter fisik, kualitas, dan reputasinya sama, serta: | ||||
a. | diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau | ||||
b. | diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama. | ||||
6. | Dua Barang Dianggap Serupa atau yang selanjutnya disebut Barang Serupa adalah apabila keduanya memiliki karakteristik dan komponen material yang sama sehingga dapat menjalankan fungsi yang sama dan secara komersial dapat dipertukarkan, serta: | ||||
a. | diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau | ||||
b. | diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama. | ||||
7. | Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur adalah bukti atau data berdasarkan dokumen yang benar-benar tersedia dan pada dokumen tersebut terdapat besaran, nilai atau ukuran tertentu dalam bentuk angka, kata dan/atau kalimat. | ||||
8. | Tingkat Perdagangan (commercial level) adalah tingkatan atau status pembeli misalnya whole seller, retailer, dan end user. | ||||
9. | Database Nilai Pabean adalah kumpulan data nilai pabean barang impor dalam Cost, Insurance, dan Freight (CIF) dan/atau nilai barang impor yang telah dilakukan penghitungan kembali, yang tersedia di dalam daerah pabean. | ||||
10. | Pengujian Kewajaran adalah kegiatan penelitian nilai pabean yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai dalam rangka menilai kewajaran atas pemberitahuan nilai pabean | ||||
11. | Informasi Nilai Pabean yang selanjutnya disingkat dengan INP adalah pemberitahuan pejabat bea dan cukai kepada Importir untuk menyerahkan pernyataan tentang fakta yang berkaitan dengan transaksi barang yang diimpor. | ||||
12. | Deklarasi Nilai Pabean yang selanjutnya disingkat dengan DNP adalah pernyataan Importir tentang fakta yang berkaitan dengan transaksi barang yang diimpor dengan disertai dokumen pendukungnya. | ||||
13. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan. | ||||
14. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. | ||||
15. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. | ||||
16. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. | ||||
17. | Konsultasi adalah kegiatan klarifikasi atau permintaan penjelasan lebih lanjut dari Pejabat Bea dan Cukai kepada Importir atau kuasanya atas DNP untuk menentukan keakuratan nilai transaksi. | ||||
2. | Pasal 8 dihapus. | ||||
3. | Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 22 diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan ayat (3b), sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 22 | |||||
(1) | Dalam rangka menentukan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap nilai pabean yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dan semua dokumen yang menjadi lampirannya. | ||||
(2) | Penelitian nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: | ||||
a. | mengidentifikasi apakah barang impor yang bersangkutan merupakan objek suatu transaksi jual-beli; | ||||
b. | meneliti persyaratan nilai transaksi untuk dapat diterima sebagai nilai pabean; | ||||
c. | meneliti unsur biaya-biaya dan/atau nilai yang seharusnya ditambahkan/tidak termasuk dalam nilai transaksi; | ||||
d. | meneliti hasil pemeriksaan fisik, untuk barang-barang yang dilakukan pemeriksaan fisik; dan | ||||
e. | menguji kewajaran pemberitahuan nilai pabean yang tercantum pada pemberitahuan pabean impor. | ||||
(3) | Penelitian nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan terhadap pemberitahuan pabean impor yang diajukan oleh: | ||||
a. | Importir produsen dengan kategori risiko rendah; | ||||
b. | Importir Mitra Utama (MITA) prioritas; | ||||
c. | Importir Mitra Utama (MITA) non-prioritas; atau | ||||
d. | Importir yang mendapatkan perlakuan khusus sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan. | ||||
(3a) | Dalam hal pada pemberitahuan pabean impor dan dokumen yang menjadi lampirannya yang disampaikan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur yang mengakibatkan perbedaan pembayaran bea masuk, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian dan penetapan nilai pabean. | ||||
(3b) | Penelitian nilai pabean terhadap pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melalui penelitian ulang atau audit kepabeanan dengan mempertimbangkan manajemen risiko. | ||||
(4) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian nilai pabean terhadap importasi yang dilakukan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal: | ||||
a. | barang ekspor yang diimpor kembali (barang re-impor); | ||||
b. | barang impor terkena pemeriksaan acak; atau | ||||
c. | barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah. | ||||
(5) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d tidak dapat digunakan untuk melakukan penelitian nilai pabean, maka Pejabat Bea dan Cukai dapat mengembalikan hasil pemeriksaan fisik tersebut kepada pemeriksa barang untuk dilengkapi sehingga dapat menunjukkan jenis, spesifikasi, satuan, dan jumlah barang dengan jelas. | ||||
4. | Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 23 | |||||
(1) | Dalam hal penelitian nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) menunjukkan bahwa: | ||||
a. | barang impor yang bersangkutan bukan merupakan objek suatu transaksi jual-beli; | ||||
b. | persyaratan nilai transaksi tidak terpenuhi; | ||||
c. | unsur biaya-biaya dan/atau nilai yang harus ditambah/tidak termasuk pada nilai transaksi tidak dapat dihitung dan/atau tidak didasarkan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur; atau | ||||
d. | hasil pemeriksaan fisik menunjukkan Jenis, spesifikasi atau jumlah barang yang diberitahukan tidak sesuai dengan pemberitahuan, | ||||
Pejabat Bea dan Cukai menetapkan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi Barang Identik sampai dengan metode pengulangan (fallback) yang diterapkan sesuai hierarki penggunaannya. | |||||
(2) | Dalam hal penelitian nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) menunjukkan bahwa: | ||||
a. | barang impor yang bersangkutan merupakan objek suatu transaksi jual beli; | ||||
b. | persyaratan nilai transaksi terpenuhi; | ||||
c. | unsur biaya-biaya dan/atau nilai yang harus ditambah/tidak termasuk pada nilai transaksi dapat dihitung berdasarkan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur; dan | ||||
d. | basil pemeriksaan fisik menunjukkan Jenis, spesifikasi dan jumlah barang yang diberitahukan sesuai dengan pemberitahuan, | ||||
Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengujian kewajaran. | |||||
5. | Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 25 | |||||
(1) | Database Nilai Pabean digunakan sebagai parameter dalam kegiatan pengujian kewajaran untuk menilai potensi risiko (risk assessment tool) terkait kebenaran dan keakuratan pemberitahuan nilai pabean. | ||||
(2) | Penyusunan, pemutakhiran, dan pendistribusian Database Nilai Pabean dilakukan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. | ||||
(3) | Database Nilai Pabean berlaku sejak tanggal awal berlaku yang tertera dalam sistem aplikasi Database Nilai Pabean. | ||||
6. | Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 26 | |||||
(1) | Pengujian Kewajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf e dilakukan dengan cara membandingkan nilai barang yang diberitahukan pada pemberitahuan pabean impor dengan nilai Barang Identik pada Database Nilai Pabean I. | ||||
(2) | Nilai pabean yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dikategorikan: | ||||
a. | wajar, apabila hasil Pengujian Kewajaran menunjukkan bahwa nilai pabean yang diberitahukan: | ||||
1. | lebih rendah dibawah 5% (lima persen); | ||||
2. | lebih rendah sebesar 5% (lima persen); | ||||
3. | sama; atau | ||||
4. | lebih besar, | ||||
dari nilai Barang Identik pada Database Nilai Pabean I. | |||||
b. | tidak wajar, apabila hasil Pengujian Kewajaran menunjukkan bahwa nilai pabean yang diberitahukan kedapatan lebih rendah diatas 5% (lima persen) dari nilai Barang Identik pada Database Nilai Pabean I. | ||||
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil uji kewajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdapat: | ||||
a. | nilai pabean wajar dan memenuhi ketentuan mengenai hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai menentukan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan. | ||||
b. | nilai pabean tidak wajar, Pejabat Bea dan Cukai: | ||||
1. | menentukan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan dan menginformasikan ke unit penindakan dan penyidikan dan unit audit untuk Importir kategori risiko rendah; atau | ||||
2. | melakukan penelitian lebih mendalam dengan menerbitkan INP untuk Importir kategori risiko sedang, Importir kategori risiko tinggi atau Importir kategori risiko sangat tinggi. | ||||
7. | Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 27 | |||||
(1) | Dalam hal tidak ditemukan data pembanding nilai Barang Identik dalam Database Nilai Pabean I, Pejabat Bea dan Cukai melakukan Pengujian Kewajaran dengan data pembanding nilai Barang Identik pada Database Nilai Pabean II. | ||||
(2) | Nilai pabean yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dikategorikan: | ||||
a. | wajar, apabila hasil Pengujian Kewajaran menunjukkan bahwa nilai pabean yang diberitahukan: | ||||
1. | sama; atau | ||||
2. | lebih besar, | ||||
dari nilai Barang Identik pada Database Nilai Pabean II. | |||||
b. | tidak wajar, apabila hasil Pengujian Kewajaran menunjukkan bahwa nilai pabean yang diberitahukan kedapatan lebih rendah dari nilai Barang Identik pada Database Nilai Pabean II. | ||||
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil uji kewajaran, terdapat: | ||||
a. | nilai pabean wajar dan memenuhi ketentuan mengenai hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai menentukan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan. | ||||
b. | nilai pabean tidak wajar atau tidak ditemukan data pembanding, Pejabat Bea dan Cukai: | ||||
1. | menentukan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan dan menginformasikan ke unit penindakan dan penyidikan dan unit audit untuk importir kategori risiko rendah; atau | ||||
2. | melakukan penelitian lebih mendalam dengan menerbitkan INP untuk Importir kategori risiko sedang, Importir kategori risiko tinggi atau Importir kategori risiko sangat tinggi. | ||||
8. | Ketentuan ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) Pasal 28 diubah dan di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 2 ayat yakni ayat (5a) dan ayat (5b), sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 28 | |||||
(1) | Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan dan mengirimkan INP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf b angka 2 dan Pasal 27 ayat (3) huruf b angka 2 kepada Importir, melalui media elektronik atau dengan cara pengiriman lainnya. | ||||
(2) | Atas penerbitan INP oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir harus: | ||||
a. | menyerahkan DNP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah diterbitkan INP; dan | ||||
b. | menyerahkan semua informasi, dokumen, dan/atau pernyataan yang diperlukan dalam rangka penentuan nilai pabean. | ||||
(3) | Importir dapat menyampaikan DNP dan dokumen pendukung tanpa diterbitkannya INP oleh Pejabat Bea dan Cukai, yang diserahkan bersama-sama pada saat penyampaian hardcopy pemberitahuan pabean impor. | ||||
(4) | Dokumen yang telah diminta oleh Pejabat Bea dan Cukai yang tidak diserahkan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat digunakan sebagai bukti baru pada tahapan pemeriksaan keberatan dan banding. | ||||
(5) | Dalam hal Importir tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sehingga nilai transaksi tidak dapat diyakini kebenaran dan keakuratannya, Pejabat Bea dan Cukai menetapkan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi Barang Identik sampai dengan metode pengulangan (fallback) yang diterapkan sesuai hierarki penggunaannya. | ||||
(5a) | Dalam hal hasil penelitian terhadap DNP, informasi, dokumen, dan/atau pernyataan yang diserahkan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan bahwa nilai transaksi dapat diyakini kebenaran dan keakuratannya, Pejabat Bea dan Cukai menentukan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan. | ||||
(5b) | Dalam hal hasil penelitian terhadap DNP, informasi, dokumen, dan/atau pernyataan yang diserahkan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan bahwa nilai transaksi tidak dapat diyakini kebenaran dan keakuratannya, Pejabat Bea dan Cukai: | ||||
a. | menetapkan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi Barang Identik sampai dengan metode pengulangan (fallback) yang diterapkan sesuai hierarki penggunaannya; atau | ||||
b. | melakukan Konsultasi kepada Importir yang bersangkutan atau kuasanya. | ||||
(6) | Format INP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk. | ||||
(7) | Format DNP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk. | ||||
9. | Diantara Pasal 28 dan Pasal 29 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 28A yang berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 28A | |||||
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan Konsultasi kepada Importir atau kuasanya apabila nilai transaksi yang diberitahukan tidak dapat diyakini kebenaran dan keakuratannya berdasarkan hasil penelitian terhadap DNP, informasi, dokumen, dan/atau pernyataan yang diserahkan oleh Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2). | ||||
(2) | Dalam rangka Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir atau kuasanya memberikan penjelasan secara lisan terkait dengan transaksi yang bersangkutan. | ||||
(3) | Dalam hal hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan bahwa nilai transaksi dapat diyakini kebenaran dan keakuratannya, serta didukung oleh Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur, Pejabat Bea dan Cukai menentukan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan. | ||||
(4) | Dalam hal hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan berdasarkan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur menunjukkan bahwa nilai transaksi tidak dapat diyakini kebenaran dan keakuratannya, Pejabat Bea dan Cukai menetapkan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi Barang Identik sampai dengan metode pengulangan (fallback) yang diterapkan sesuai hierarki penggunaannya. | ||||
10. | Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 32 | |||||
(1) | Dalam melakukan penetapan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai harus mengisi Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean. | ||||
(2) | Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan kertas kerja penetapan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai. | ||||
11. | Diantara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 35A yang berbunyi sebagai berikut: | ||||
Pasal 35A | |||||
(1) | Tata cara penelitian ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3a) dan Pasal 30 ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai penelitian ulang. | ||||
(2) | Tata cara audit kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3a) dan Pasal 30 ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai audit kepabeanan. | ||||
12. | Mengubah Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
Pasal II |
|||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Maret 2016
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Maret 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
WIDODO EKA TJAHJANA
|
|||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 364 |