Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 255/PMK.03/2014
TENTANG
TATA CARA PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN SURAT KEPUTUSAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|||||||||
Menimbang |
|||||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai penerbitan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan telah diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
|
||||||||
b.
|
bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, terhadap ketentuan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
|
||||||||
c.
|
bahwa untuk memberikan pedoman pelaksanaan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak terkait penerbitan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, perlu mengatur ketentuan mengenai tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;
|
||||||||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;
|
||||||||
|
|
||||||||
Mengingat |
|||||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
||||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
|
||||||||
3.
|
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 25);
|
||||||||
|
|
||||||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||||||
Menetapkan |
|||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN SURAT KEPUTUSAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.
|
|||||||||
|
|||||||||
Pasal 1 |
|||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||||
1.
|
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
|
||||||||
2.
|
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB.
|
||||||||
3.
|
Objek Pajak PBB yang selanjutnya disebut Objek Pajak adalah bumi dan/atau bangunan.
|
||||||||
4.
|
Wajib Pajak PBB yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar PBB.
|
||||||||
5.
|
Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak menurut ketentuan Undang-Undang PBB.
|
||||||||
6.
|
Surat Ketetapan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat SKP PBB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah PBB yang terutang.
|
||||||||
7.
|
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB yang selanjutnya disingkat SKKP PBB adalah surat keputusan yang menyatakan jumlah kelebihan pembayaran PBB yang seharusnya tidak terutang.
|
||||||||
8.
|
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan mencari, menghimpun, dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB.
|
||||||||
9.
|
Penelitian PBB adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban PBB berdasarkan keterangan lain yang diperoleh dan/atau dimiliki Direktur Jenderal Pajak atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
|
||||||||
10.
|
Analisis Risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat ketidakpatuhan Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang mengindikasikan potensi penerimaan PBB.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 2 |
|||||||||
(1)
|
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat berakhirnya Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP PBB berdasarkan hasil Pemeriksaan atau Penelitian PBB.
|
||||||||
(2)
|
SKP PBB diterbitkan dalam hal terdapat PBB yang seharusnya terutang berdasarkan:
|
||||||||
|
a.
|
Hasil Penelitian PBB terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang PBB yang mencakup sebagian atau seluruh data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai Objek Pajak dan/atau Wajib Pajak yang diperoleh dan/atau dimiliki Direktorat Jenderal Pajak berupa:
|
|||||||
|
|
1)
|
data, keterangan, dan/atau bukti, terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang PBB dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
|
||||||
|
|
2)
|
data, keterangan, dan/atau bukti, dalam Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
|
||||||
|
|
3)
|
data, keterangan, dan/atau bukti lainnya,
|
||||||
|
|
yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah PBB yang terutang; atau
|
|||||||
|
b.
|
Hasil Pemeriksaan terhadap:
|
|||||||
|
|
1)
|
SPOP yang terindikasi diisi dengan tidak benar oleh Wajib Pajak berdasarkan Analisis Risiko;
|
||||||
|
|
2)
|
kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena tidak menyampaikan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang PBB dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
|
||||||
|
|
3)
|
data, keterangan, dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang dilakukan Penelitian PBB tetapi dihentikan dan diusulkan untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko; atau
|
||||||
|
|
4)
|
data baru yang belum dan/atau tidak terungkap dalam Pemeriksaan atau Penelitian PBB sebelumnya yang mengakibatkan penambahan jumlah PBB yang terutang.
|
||||||
(3)
|
Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan SKP PBB dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 3 |
|||||||||
(1)
|
Jumlah PBB yang terutang dalam SKP PBB harus dilunasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP PBB oleh Wajib Pajak.
|
||||||||
(2)
|
Tanggal diterimanya SKP PBB oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
||||||||
|
a.
|
tanggal tanda terima, dalam hal SKP PBB disampaikan secara langsung; atau
|
|||||||
|
b.
|
tanggal bukti pengiriman, dalam hal SKP PBB dikirim melalui pos atau jasa pengiriman lainnya.
|
|||||||
|
|
|
|||||||
Pasal 4 |
|||||||||
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKKP PBB dalam hal berdasarkan hasil Penelitian PBB terhadap kebenaran pembayaran PBB terdapat kelebihan pembayaran PBB yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
|
|||||||||
|
|||||||||
Pasal 5 |
|||||||||
(1)
|
SKP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan SKKP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
|
||||||||
(2)
|
Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai laporan hasil Pemeriksaan atau laporan hasil Penelitian PBB.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 6 |
|||||||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
|||||||||
a.
|
bentuk dan isi nota penghitungan; dan
|
||||||||
b.
|
bentuk dan isi SKP PBB dan SKKP PBB,
|
||||||||
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||||
|
|||||||||
Pasal 7 |
|||||||||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap penerbitan SKP PBB dan SKKP PBB yang masih dalam proses, diselesaikan berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
|||||||||
|
|||||||||
Pasal 8 |
|||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||||||||
|
|||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||||||
|
|||||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Desember 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
YASONNA H. LAOLY |
|||||||||
|
|||||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 2010
|