Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tidak Dipungut Cukai;
|
|||
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
||
2.
|
Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
|
||
2.
|
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.
|
||
3.
|
Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
|
||
4.
|
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
|
||
5.
|
Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan Pabrik.
|
||
6.
|
Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang Cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.
|
||
7.
|
Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan.
|
||
8.
|
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
|
||
9.
|
Importir Barang Kena Cukai adalah orang yang memasukkan barang kena cukai ke dalam Daerah Pabean.
|
||
10.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang di bidang kepabeanan.
|
||
11.
|
Dokumen Cukai adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Cukai dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik.
|
||
12.
|
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
13.
|
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
14.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
|
|
||
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa tembakau iris yang dibuat dari daun tembakau dalam negeri yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila:
|
||
|
a.
|
Dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau seperti saus, aroma, atau air gula; dan/atau
|
|
|
b.
|
Pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi, dilekati, atau dicantumkan cap atau merek dagang, etiket, atau tanda khusus yang sejenisnya.
|
|
(2)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan, apabila:
|
||
|
a.
|
Dibuat oleh rakyat di Indonesia;
|
|
|
b.
|
Pembuatannya dilakukan secara sederhana, dengan menggunakan peralatan sederhana yang lazim digunakan oleh rakyat Indonesia dan produksinya tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter per hari;
|
|
|
c.
|
Semata-mata untuk mata pencaharian; dan
|
|
|
d.
|
Tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran.
|
|
(3)
|
Pembuatan, pengedaran, atau penjualan barang kena cukai yang tidak dipungut cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2):
|
||
|
a.
|
Tidak wajib diberitahukan kepada kepala Kantor; dan
|
|
|
b.
|
Tidak wajib dilindungi dengan Dokumen Cukai.
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar negeri apabila diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean.
|
||
(2)
|
Tata cara mengenai diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||
|
|
||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang diekspor.
|
||
(2)
|
Sebelum pelaksanaan ekspor barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan wajib memberitahukan kepada kepala Kantor yang mengawasi dengan menggunakan formulir pemberitahuan mutasi barang kena cukai.
|
||
|
|
||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik atau yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya.
|
||
(2)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Pabrik atau yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan.
|
||
(3)
|
Sebelum pemasukan barang kena cukai ke dalam Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ke Tempat Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Pabrik, Importir Barang Kena Cukai, atau Pengusaha Tempat Penyimpanan harus memberitahukan kepada kepala Kantor yang mengawasi dengan menggunakan formulir pemberitahuan mutasi barang kena cukai.
|
||
|
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik atau yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai.
|
||
(2)
|
Pengusaha Pabrik yang akan menghasilkan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai dengan menggunakan bahan baku atau bahan penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus menyampaikan rencana produksinya kepada Direktur Jenderal melalui kepala Kantor dan kepala Kantor Wilayah yang mengawasinya, dengan menggunakan formulir PBCK-1.
|
||
(3)
|
Sebelum pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau Kawasan Pabean dengan tujuan untuk dimasukkan ke dalam Pabrik, Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan harus memberitahukan kepada kepala Kantor yang mengawasi dengan menggunakan formulir pemberitahuan mutasi barang kena cukai.
|
||
(4)
|
Pengusaha Pabrik yang menggunakan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Menimbun barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong pada tempat tersendiri di dalam Pabrik;
|
|
|
b.
|
Mencatat penerimaan dan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dan produksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai dalam buku persediaan;
|
|
|
c.
|
Menyampaikan laporan setiap bulan kepada Direktur Jenderal melalui kepala Kantor yang mengawasi paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, berdasarkan buku persediaan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
|
|
(5)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dibuat dengan menggunakan Formulir LACK-1 yang mencakup:
|
||
|
a.
|
Jenis dan jumlah barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong yang dimasukkan ke dalam Pabrik;
|
|
|
b.
|
Jenis dan jumlah barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong;
|
|
|
c.
|
Sisa barang kena cukai yang belum digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong yang masih ada dalam Pabrik pada akhir bulan; dan
|
|
|
d.
|
Jenis dan jumlah produksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai.
|
|
(6)
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai, yang menjual atau menyerahkan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai ke dalam Pabrik lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan laporan setiap bulan kepada Direktur Jenderal melalui kepala Kantor yang mengawasi paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya mengenai jenis dan jumlah barang kena cukai yang dijual atau diserahkan yang tidak dipungut cukai, dengan menggunakan formulir LACK-2.
|
||
|
|
||
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang berada dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan apabila musnah atau rusak sebelum dikeluarkan.
|
||
(2)
|
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar Daerah Pabean apabila musnah atau rusak sebelum diberikan persetujuan Impor untuk dipakai.
|
||
(3)
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir Barang Kena Cukai, yang barang kena cukainya musnah atau rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus menyampaikan pemberitahuan kepada kepala Kantor yang mengawasi dengan menyebutkan sebab-sebab tentang kemusnahan atau kerusakan barang kena cukai.
|
||
(4)
|
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor atau pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan dan hasilnya dibuatkan berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, dengan menggunakan formulir BACK-1.
|
||
(5)
|
Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar:
|
||
|
a.
|
Tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai yang musnah atau rusak; dan
|
|
|
c.
|
Untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai dan/atau buku persediaan.
|
|
(6)
|
Barang kena cukai yang tidak dipungut cukai karena rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dimusnahkan di bawah pengawasan kepala Kantor dengan biaya pemusnahan ditanggung oleh Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir Barang Kena Cukai yang bersangkutan.
|
||
|
|
||
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Formulir untuk pemberitahuan mutasi barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (3), dan Pasal 6 ayat (3) dibuat dalam rangkap 5 (lima) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||
(2)
|
Formulir PBCK-1 untuk penyampaian rencana produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||
(3)
|
Formulir LACK-1 untuk penyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||
(4)
|
Formulir LACK-2 untuk penyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||
(5)
|
Formulir BACK-1 untuk berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||
(6)
|
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||
|
|
||
Pasal 9 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara tidak dipungut cukai diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
|||
|
|||
Pasal 10 |
|||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, terhadap barang kena cukai yang tidak dipungut cukai yang sedang dalam proses penyelesaian, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 242/KMK.05/1996.
|
|||
|
|||
Pasal 11 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 242/KMK.05/1996 tentang Tidak Dipungut Cukai, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|||
Pasal 12 |
|||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:
|
|||
1.
|
Sejak tanggal 1 Januari 2010, untuk etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol.
|
||
2.
|
Sejak tanggal 1 Maret 2010, untuk hasil tembakau.
|
||
|
|
||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Desember 2009 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Desember 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 532
|