Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||||
|
|||||||
Menimbang |
|||||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Pertambahan Nilai yang Seharusnya Tidak Mendapat Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor dan/atau Penyerahan Alat Angkutan Tertentu yang Telah Mendapat Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai yang Digunakan Tidak Sesuai Dengan Tujuan Semula atau Dipindahtangankan kepada Pihak Lain Baik Sebagian atau Seluruhnya Serta Pengenaan Sanksi Atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai;
|
|||||||
|
|||||||
Mengingat |
|||||||
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5739 );
|
|||||||
|
|||||||
MEMUTUSKAN: | |||||||
Menetapkan |
|||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG SEHARUSNYA TIDAK MENDAPAT FASILITAS TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU YANG TELAH MENDAPAT FASILITAS TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIGUNAKAN TIDAK SESUAI DENGAN TUJUAN SEMULA ATAU DIPINDAHTANGANKAN KEPADA PIHAK LAIN BAIK SEBAGIAN ATAU SELURUHNYA SERTA PENGENAAN SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 1 |
|||||||
Alat angkutan tertentu yang atas impornya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
|||||||
a.
|
alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan impor tersebut;
|
||||||
b.
|
kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, dan suku cadangnya, serta alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional, dan Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
|
||||||
c.
|
pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; dan
|
||||||
d.
|
kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan, serta prasarana perkeretaapian yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
|
||||||
|
|
|
|||||
Pasal 2 |
|||||||
Alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
|||||||
a.
|
alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
|
||||||
b.
|
kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, dan suku cadangnya serta alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional dan Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
|
||||||
c.
|
pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; dan
|
||||||
d.
|
kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
|
||||||
|
|
|
|||||
Pasal 3 |
|||||||
(1) |
Terhadap alat angkutan tertentu yang atas impor dan/atau penyerahannya telah mendapat fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d, dan Pasal 2 huruf b, huruf c, dan huruf d, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan:
|
||||||
a.
|
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau | ||||||
b. |
dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya,
|
||||||
pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut atas impor dan/atau perolehan alat angkutan tertentu tersebut wajib dibayar.
|
|||||||
(2) |
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
||||||
a.
|
Wajib Pajak yang melakukan impor alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, atau huruf d; atau
|
||||||
b.
|
Wajib Pajak yang menerima penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, huruf c, atau huruf d.
|
||||||
(3) |
Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dikreditkan.
|
||||||
|
|
|
|||||
Pasal 4 |
|||||||
(1)
|
Kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak alat angkutan tertentu tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.
|
||||||
(2)
|
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
|
||||||
(3)
|
Tata cara pengisian Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
|
|||||
Pasal 5 |
|||||||
Dalam hal kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak dipenuhi, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 6 |
|||||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
|
||||||
(2)
|
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak terjadinya pengalihan penggunaan atau pemindahtanganan alat angkutan tertentu.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
|
||||||
(4)
|
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menyampaikan lembar ketiga Surat Setoran Pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak terjadinya pengalihan penggunaan atau pemindahtanganan alat angkutan tertentu.
|
||||||
|
|
|
|||||
Pasal 7 |
|||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 17 Oktober 2015.
|
|||||||
|
|||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||||
|
|||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Oktober 2015 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Oktober 2015 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
WIDODO EKATJAHJANA |
|||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1537 |