Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||||
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai pembebasan bea masuk atas impor persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang, serta barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang yang dipergunakan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara;
|
|||||||
b.
|
bahwa untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Siber dan Sandi Negara di bidang keamanan siber, perlu memberikan pembebasan bea masuk atas impor barang berupa peralatan dan/atau persenjataan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Siber dan Sandi Negara;
|
|||||||
c.
|
bahwa untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pelayanan, serta dalam rangka penyederhanaan sistem dan prosedur dalam pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang berupa persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang, serta barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang yang dipergunakan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
|||||||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara;
|
|||||||
|
|
|||||||
Mengingat |
||||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||||||
2.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1894);
|
|||||||
|
|
|||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 191/PMK.04/2016 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERSENJATAAN, AMUNISI, PERLENGKAPAN MILITER DAN KEPOLISIAN, TERMASUK SUKU CADANG, SERTA BARANG DAN BAHAN YANG DIPERGUNAKAN UNTUK MENGHASILKAN BARANG YANG DIPERGUNAKAN BAGI KEPERLUAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal I |
||||||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1894), diubah sebagai berikut:
|
||||||||
|
|
|||||||
1.
|
Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 3
|
|||||||
|
(1)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan barang yang digunakan oleh:
|
||||||
|
|
a.
|
Lembaga Kepresidenan;
|
|||||
|
|
b.
|
Kementerian Pertahanan;
|
|||||
|
|
c.
|
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia;
|
|||||
|
|
d.
|
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
|
|||||
|
|
e.
|
Badan Intelijen Negara;
|
|||||
|
|
f.
|
Badan Siber dan Sandi Negara;
|
|||||
|
|
g.
|
Badan Narkotika Nasional; atau
|
|||||
|
|
h.
|
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
|
|||||
|
(2)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
|
||||||
2.
|
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (8) Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 6
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), harus mengajukan surat permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
|
||||||
|
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mencantumkan uraian barang dan nomor daftar barang yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
||||||
|
|
a.
|
dalam hal barang impor berasal dari pembelian:
|
|||||
|
|
|
1.
|
dokumen pembelian atau dokumen pelengkap pabean yang dipersyaratkan; dan
|
||||
|
|
|
2.
|
perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa yang menyebutkan secara tegas bahwa harga dalam perjanjian tersebut tidak meliputi pembayaran bea masuk, jika diimpor oleh pihak ketiga; atau
|
||||
|
|
b.
|
dalam hal barang impor berasal dari hibah, berupa dokumen hibah.
|
|||||
|
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
|
||||||
|
|
a.
|
Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Menteri Sekretaris Negara, dalam hal barang diimpor oleh Lembaga Kepresidenan;
|
|||||
|
|
b.
|
Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Menteri Pertahanan, dalam hal barang diimpor oleh Kementerian Pertahanan;
|
|||||
|
|
c.
|
Asisten Logistik atau Wakil Asisten Logistik Panglima Tentara Nasional Indonesia atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia, dalam hal barang diimpor oleh Tentara Nasional Indonesia;
|
|||||
|
|
d.
|
Deputi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Bidang Logistik atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam hal barang diimpor oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia;
|
|||||
|
|
e.
|
Sekretaris Utama atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Badan Intelijen Negara, dalam hal barang diimpor oleh Badan Intelijen Negara;
|
|||||
|
|
f.
|
Sekretaris Utama Badan Siber dan Sandi Negara atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, dalam hal barang diimpor oleh Badan Siber dan Sandi Negara;
|
|||||
|
|
g.
|
Sekretaris Utama Badan Narkotika Nasional atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Badan Narkotika Nasional, dalam hal barang diimpor oleh Badan Narkotika Nasional; atau
|
|||||
|
|
h.
|
Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dalam hal barang diimpor oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
|
|||||
|
(5)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran III huruf A Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
(6)
|
Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran III huruf B Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
(7)
|
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6), memuat rincian jumlah, jenis, dan nilai pabean dari barang yang diberikan pembebasan bea masuk, serta penunjukan pelabuhan tempat pembongkaran.
|
||||||
|
(8)
|
Dalam hal atas impor barang yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6) juga diberikan fasilitas pajak dalam rangka impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
|
|
a.
|
fasilitas pajak dalam rangka impor dicantumkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sepanjang tidak diatur lain berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
|
|||||
|
|
b.
|
jika barang impor berasal dari pembelian, perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa harus menyebutkan secara tegas bahwa harga dalam perjanjian tersebut tidak meliputi pembayaran pajak dalam rangka impor.
|
|||||
|
(9)
|
Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk ditolak, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri membuat surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||||||
|
|
|
||||||
3.
|
Ketentuan Pasal 8 dihapus.
|
|||||||
|
|
|||||||
4.
|
Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 9
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, industri tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
|
||||||
|
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilampiri dengan dokumen berupa:
|
||||||
|
|
a.
|
perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa yang menyebutkan secara tegas bahwa harga dalam perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa tidak meliputi pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor;
|
|||||
|
|
b.
|
fotokopi keputusan mengenai penetapan sebagai industri tertentu yang memproduksi barang untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara; dan
|
|||||
|
|
c.
|
Rencana Impor Barang (RIB).
|
|||||
|
(3)
|
Rencana Impor Barang (RIB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disetujui dan ditandasahkan oleh:
|
||||||
|
|
a.
|
Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan;
|
|||||
|
|
b.
|
Asisten Logistik Panglima Tentara Nasional Indonesia;
|
|||||
|
|
c.
|
Deputi Logistik Kepala Kepolisian Republik Indonesia; atau
|
|||||
|
|
d.
|
pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Menteri Pertahanan, Panglima Tentara Nasional Indonesia, atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
|
|||||
|
|
dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran III huruf D Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
(4)
|
Terhadap permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pembebasan bea masuk atas barang dan bahan yang dipergunakan impor untuk menghasilkan barang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran III huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
(5)
|
Terhadap permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menyampaikan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan.
|
||||||
|
|
|
||||||
5.
|
Ketentuan ayat (1) Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 12
|
|||||||
|
(1)
|
Atas permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 11, Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk.
|
||||||
|
(3)
|
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat rincian jumlah, jenis, dan nilai pabean dari barang yang diberikan pembebasan bea masuk, serta penunjukan pelabuhan tempat pembongkaran.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk ditolak, Direktur Jenderal atas nama Menteri membuat surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||||||
|
|
|
||||||
6.
|
Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 14A yang berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 14A
|
|||||||
|
(1)
|
Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Pabean yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6), Pasal 6 ayat (9), Pasal 9 ayat (4), Pasal 12 ayat (1), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 12 ayat (4):
|
||||||
|
|
a.
|
wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|||||
|
|
b.
|
bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
|
|||||
|
|
c.
|
tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lain.
|
|||||
|
(2)
|
Dalam hal Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk.
|
||||||
|
(3)
|
Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.
|
||||||
|
|
|
||||||
7.
|
Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara diubah, sehingga menjadi tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|||||||
Pasal II |
||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
||||||||
|
|
|||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 November 2019
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1425
|