Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||||
|
|||||||
Menimbang |
|||||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2013 tentang Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya;
|
|||||||
|
|||||||
Mengingat |
|||||||
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2013 tentang Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5425);
|
|||||||
|
|||||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||||
Menetapkan |
|||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 1 |
|||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||
1.
|
Perwakilan Negara Asing adalah perwakilan diplomatik, dan/atau perwakilan konsuler yang diakreditasikan kepada pemerintah Republik Indonesia, termasuk perwakilan tetap/misi diplomatik yang diakreditasikan kepada Sekretariat ASEAN, organisasi internasional yang diperlakukan sebagai perwakilan diplomatik/konsuler, serta misi khusus, dan berkedudukan di Indonesia.
|
||||||
2.
|
Pejabat Perwakilan Negara Asing adalah kepala beserta staf Perwakilan Negara Asing, kecuali staf yang merupakan Warga Negara Indonesia.
|
||||||
3.
|
Badan Internasional adalah suatu badan Perwakilan Organisasi Internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan-badan di bawah Perwakilan Negara Asing dan Organisasi/Lembaga Asing lainnya yang melaksanakan kerja sama teknik yang bertempat dan berkedudukan di Indonesia.
|
||||||
4.
|
Pejabat Badan Internasional adalah Kepala, Pejabat/staf, dan tenaga ahli Badan Internasional yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Indonesia untuk menjalankan tugas atau jabatan di Indonesia, kecuali staf dan/atau tenaga ahli yang merupakan Warga Negara Indonesia.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
|||||||
(1)
|
Atas impor Barang Kena Pajak oleh:
|
||||||
|
a.
|
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
|
|||||
|
b.
|
Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
|
|||||
|
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||||||
(2)
|
Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada:
|
||||||
|
a.
|
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
|
|||||
|
b.
|
Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
|
|||||
|
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||||||
(3)
|
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:
|
||||||
|
a.
|
kendaraan bermotor; dan
|
|||||
|
b.
|
selain kendaraan bermotor.
|
|||||
(4)
|
Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah kendaraan bermotor roda empat.
|
||||||
|
|||||||
Pasal 3 |
|||||||
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat diberikan atas penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rantai distribusi kendaraan bermotor, yaitu importir, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), industri perakitan, distributor, dealer, sub-dealer dan showroom.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||||||
(1)
|
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan Pasal 2 ayat (2) huruf a diberikan berdasarkan asas timbal balik.
|
||||||
(2)
|
Penerapan asas timbal balik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
|
||||||
(3)
|
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk.
|
||||||
(4)
|
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing diberikan dengan mempertimbangkan batas minimum pembelian barang atau jasa di luar Pajak Pertambahan Nilai yang ditetapkan suatu negara (minimum purchase requirement) dari Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||||||
(1)
|
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Badan Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan Pasal 2 ayat (2) huruf b hanya diberikan kepada Badan Internasional yang:
|
||||||
|
a.
|
tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan; dan
|
|||||
|
b.
|
mendapatkan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yang ditunjuk.
|
|||||
(2)
|
Kerja sama teknik yang dilaksanakan oleh Badan Internasional yang dapat diberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah meliputi bantuan-bantuan berupa hibah/sumbangan dari luar negeri dalam kerangka kerja sama di bidang teknik, ilmu pengetahuan, sosial, kebudayaan, dan ekonomi, tidak termasuk di dalamnya kredit-kredit dan penanaman modal asing.
|
||||||
(3)
|
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Pejabat Badan Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan Pasal 2 ayat (2) huruf b hanya diberikan kepada Pejabat Badan Internasional, dalam hal:
|
||||||
|
a.
|
Badan Internasional tempat pejabat dimaksud bekerja memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
|
|||||
|
b.
|
Pejabat dimaksud mendapatkan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yang ditunjuk.
|
|||||
(4)
|
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional diberikan dengan mempertimbangkan batas minimum pembelian barang atau jasa di luar Pajak Pertambahan Nilai yang ditetapkan suatu negara (minimum purchase requirement) dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yang ditunjuk.
|
||||||
|
|||||||
Pasal 6 |
|||||||
(1)
|
Batasan jumlah impor kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) untuk Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang Perwakilan Negara Asing beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
|
||||||
(2)
|
Batasan jumlah perolehan kendaraan bermotor yang diproduksi/dirakit dalam negeri dan perolehan dalam negeri kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) untuk Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing yang dapat diberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, tidak melebihi batasan jumlah impor kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||||
(3)
|
Penerapan batasan jumlah impor kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah perolehan kendaraan bermotor yang diproduksi/dirakit dalam negeri dan perolehan dalam negeri kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Kementerian Luar Negeri.
|
||||||
(4)
|
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing dapat diberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU), perolehan kendaraan bermotor yang diproduksi/dirakit dalam negeri, dan/atau perolehan dalam negeri kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) dengan spesifikasi teknis yang berbeda dari ketentuan dalam Pasal 2 ayat (4), setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk.
|
||||||
(5)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), batasan perolehan kendaraan bermotor yang diproduksi/dirakit dalam negeri dan perolehan dalam negeri kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) yang dapat diberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dapat melebihi batasan jumlah impor dan perolehan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal dilaksanakan berdasarkan asas timbal balik.
|
||||||
|
|||||||
Pasal 7 |
|||||||
(1)
|
Batasan jumlah impor kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) untuk Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang Badan Internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
|
||||||
(2)
|
Batasan jumlah perolehan kendaraan bermotor yang diproduksi/dirakit dalam negeri dan perolehan dalam negeri kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) yang dapat diberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, adalah:
|
||||||
|
a.
|
6 (enam) unit, untuk Badan Internasional dengan jumlah pejabat lebih dari 5 (lima) orang;
|
|||||
|
b.
|
sejumlah pejabatnya, untuk Badan Internasional dengan jumlah pejabat 5 (lima) orang atau kurang;
|
|||||
|
c.
|
sesuai kebutuhan, untuk program/proyek kerja sama teknik yang dilaksanakan oleh Badan Internasional;
|
|||||
|
d.
|
1 (satu) unit, untuk Pejabat Badan Internasional.
|
|||||
(3)
|
Penerapan batasan jumlah impor kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan jumlah perolehan kendaraan bermotor yang diproduksi/dirakit dalam negeri serta perolehan dalam negeri kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan oleh Kementerian Sekretariat Negara.
|
||||||
(4)
|
Dalam rangka melaksanakan kerja sama teknik, Badan Internasional dapat diberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas:
|
||||||
|
a.
|
impor kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU);
|
|||||
|
b.
|
perolehan kendaraan bermotor yang diproduksi/dirakit dalam negeri; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
perolehan dalam negeri kendaraan bermotor dalam keadaan jadi/completely built up (CBU),
|
|||||
|
dengan spesifikasi teknis yang berbeda dari ketentuan dalam Pasal 2 ayat (4), setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau Pejabat yang ditunjuk.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||||||
(1)
|
Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya yang memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, harus memiliki Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan.
|
||||||
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan memiliki Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas impor Barang Kena Pajak oleh Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
|
||||||
|
|||||||
Pasal 9 |
|||||||
(1)
|
Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya mengajukan permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah kepada Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara sebelum perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
|
||||||
(2)
|
Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara atau Pejabat yang ditunjuk menyampaikan:
|
||||||
|
a.
|
permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing, dilampiri surat rekomendasi Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara disertai bukti-bukti pendukung, untuk perolehan dalam negeri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
|
|||||
|
b.
|
permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dilampiri surat rekomendasi Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara, untuk impor Barang Kena Pajak.
|
|||||
(3)
|
Bukti-bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling kurang:
|
||||||
|
a.
|
Asli proforma invoice dan fotokopi Purchase Order atau dokumen lain yang dapat dipersamakan; dan
|
|||||
|
b.
|
Bukti-bukti pendukung yang dipersyaratkan oleh Kementerian Luar Negeri atau Kementerian Sekretariat Negara.
|
|||||
(4)
|
Selain bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal perolehan kendaraan bermotor, harus dilengkapi dengan Surat Pernyataan Jumlah Kepemilikan Kendaraan Bermotor.
|
||||||
(5)
|
Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi dari Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara dapat menerbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
|
||||||
(6)
|
Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya:
|
||||||
|
a.
|
yang memperoleh Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan.
|
|||||
|
b.
|
yang memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3, harus memiliki Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan.
|
|||||
(7)
|
Impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dapat diberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah impor Barang Kena Pajak yang memperoleh pembebasan Bea Masuk dan rekomendasi Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara.
|
||||||
(8)
|
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sepenuhnya oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan kepabeanan yang berlaku.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
|||||||
(1)
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing melakukan penelitian terhadap permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
|
||||||
(2)
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah diterima.
|
||||||
(3)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
|
||||||
|
a.
|
Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal permohonan dikabulkan sebagian atau seluruhnya; atau
|
|||||
|
b.
|
Surat penolakan, dalam hal permohonan tidak dikabulkan dengan disertai alasan penolakan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||||||
(1)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) terlampaui, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing tidak memberikan keputusan, permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dianggap dikabulkan.
|
||||||
(2)
|
Atas permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing atas nama Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||||||
Penatausahaan dan bentuk Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||||||
Ketentuan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.011/2013, beserta perubahannya, tidak diberlakukan untuk impor Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional beserta pejabatnya.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||||||
Permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap diproses sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.01/1998 tentang Pemberian Restitusi/Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing/Badan Internasional serta Pejabat/Tenaga Ahlinya.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.01/1998 tentang Pemberian Restitusi/Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing/Badan Internasional Serta Pejabat/Tenaga Ahlinya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||||
|
|||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Agustus 2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MUHAMAD CHATIB BASRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Agustus 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1141
|