Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 146/PMK.010/2017

     
    TENTANG
     
    TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
       

    Menimbang

    a.
    bahwa ketentuan mengenai tarif cukai hasil tembakau telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
    b.
    bahwa untuk pengendalian konsumsi barang kena cukai berupa hasil tembakau, kepentingan penerimaan negara, memberikan kepastian arah kebijakan tarif cukai, dan memudahkan pemungutan serta pengawasan barang kena cukai secara berkesinambungan perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
    c.
    bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati target penerimaan cukai tahun 2018;
    d.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (5) dan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
     
     

    Mengingat

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU.
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
    2.
    Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik.
    3.
    Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
    4.
    Sigaret Kretek Mesin yang selanjutnya disingkat SKM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tapa perhatikan jumlahnya yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
    5.
    Sigaret Putih Mesin yang selanjutnya disingkat SPM adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin. 
    6.
    Sigaret Kretek Tangan yang selanjutnya disingkat SKT adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
    7.
    Sigaret Kretek Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SKTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
    8.
    Sigaret Putih Tangan yang selanjutnya disingkat SPT adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
    9.
    Sigaret Putih Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SPTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
    10.
    Sigaret Kelembak Kemenyan yang selanjutnya disebut KLM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya
    11.
    Cerutu yang selanjutnya disebut CRT adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung, demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
    12.
    Rokok Daun atau klobot yang selanjutnya disebut KLB adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah., daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
    13.
    Tembakau Iris atau yang selanjutnya disebut TIS adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
    14.
    Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya yang selanjutnya disingkat HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam angka 4 sampai dengan 13 yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
    15.
    Kantor Direktorat Jenderal Bea dan cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    16.
    Importir Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau yang selanjutnya disebut Importir adalah orang pribadi atau badan hukum yang memasukkan barang kena cukai berupa hasil tembakau ke dalam daerah pabean.
    17.
    Harga Jual Eceran adalah harga yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan besarnya cukai.
    18.
    Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram adalah rentang harga jual eceran per batang atau gram atas masing-masing jenis hasil tembakau produksi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir yang ditetapkan Menteri.
    19.
    Harga Transaksi Pasar adalah besaran harga transaksi penjualan yang terjadi pada tingkat konsumen akhir.
    20.
    Batasan Jumlah Produksi adalah batas jumlah produksi yang ditetapkan oleh Menteri yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai dan/atau dokumen pemberitahuan pengeluaran sekaligus pelindung pengangkutan atas barang kena cukai untuk kebutuhan konsumsi penduduk di kawasan bebas dengan fasilitas pembebasan cukai, dalam satu tahun takwim sebelum Tahun Anggaran berjalan.
    21.
    Merek Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut Merek adalah tulisan, angka, atau gabungan keduanya dengan cara penulisan dan pelafalan tertentu pada kemasan hasil tembakau yang diberitahukan sebagai identitas hasil tembakau oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir dalam rangka penetapan tarif cukai.
    22.
    Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
    23.
    Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai
    24.
    Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
     
     
    BAB II
    PENGGOLONGAN PENGUSAHA PABRIK
     

    Pasal 2

    (1)
    Pengusaha Pabrik hasil tembakau dikelompokkan dalam golongan pengusaha berdasarkan masing-masing jenis dan jumlah produksi hasil tembakau, sesuai dengan Batasan Jumlah Produksi Pabrik tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (2)
    Penggolongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah produksi hasil tembakau untuk setiap jenis hasil tembakau sesuai dokumen pemesanan pita cukai baik dalam 1 (satu) lokasi pengawasan Kantor atau beberapa lokasi pengawasan Kantor.
    (3)
    Dalam hal Pengusaha Pabrik hasil tembakau memproduksi hasil tembakau untuk konsumsi penduduk di kawasan bebas, penghitungan jumlah produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijumlahkan dengan jumlah produksi berdasarkan dokumen pemberitahuan pengeluaran sekaligus pelindung pengangkutan atas barang kena cukai untuk kebutuhan konsumsi penduduk di kawasan bebas dengan fasilitas pembebasan cukai atas pabrik yang bersangkutan.
     
     

    Pasal 3

    (1)
    Dalam hal Pengusaha Pabrik hasil tembakau memproduksi SKM dan SPM, penggolongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) atas kedua jenis hasil tembakau tersebut dihitung berdasarkan penjumlahan produksi SKM dan SPM.
    (2)
    Dalam hal Pengusaha Pabrik hasil tembakau memiliki hubungan keterkaitan dengan Pengusaha Pabrik hasil tembakau lainnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai penetapan golongan dan tarif cukai hasil tembakau terhadap pengusaha pabrik hasil tembakau yang memiliki hubungan keterkaitan, penggolongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dihitung berdasarkan penjumlahan produksi SKM dan SPM semua Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang memiliki hubungan keterkaitan tersebut.
    (3)
    Ketentuan penggolongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mulai berlaku terhitung sejak tanggal 1 Januari 2019.
     
     

    Pasal 4

    (1)
    Dalam hal jumlah produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dalam 1 (satu) tahun takwim melebihi Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang bersangkutan, Pengusaha Pabrik hasil tembakau disesuaikan penggolongannya oleh Kepala Kantor.
    (2)
    Atas penyesuaian penggolongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor menerbitkan keputusan penyesuaian golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau.
     
     

    Pasal 5

    (1)
    Dalam hal jumlah produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dalam satu tahun takwim kurang dari Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau, Pengusaha Pabrik hasil tembakau dapat mengajukan permohonan penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau kepada Kepala Kantor.
    (2)
    Penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk satu tingkat lebih rendah dari golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebelumnya.
    (3)
    Permohonan penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat bulan Januari tahun takwim berikutnya sebelum dokumen pemesanan pita cukai pertama kali diajukan.
    (4)
    Atas permohonan penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor menetapkan keputusan menerima atau menolak permohonan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
    (5)
    Dalam hal permohonan penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikabulkan, Kepala Kantor menerbitkan keputusan penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau.
    (6)
    Dalam hal permohonan penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
     
     
    BAB III
    TARIF CUKAI DAN HARGA JUAL ECERAN
     

    Pasal 6

    (1)
    Tarif cukai hasil tembakau ditetapkan dengan menggunakan jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan batang atau gram hasil tembakau.
    (2)
    Besaran tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:
     
    a.
    jenis hasil tembakau;
     
    b.
    golongan pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); dan
     
    c.
    Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram, yang ditetapkan oleh Menteri.
    (3)
    Khusus untuk jenis HPTL, tarif cukai hasil tembakau ditetapkan sebesar 57% (lima puluh tujuh persen) dari Harga Jual Eceran yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     

    Pasal 7

    (1)
    Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram dan tarif cukai per batang atau gram, untuk setiap jenis hasil tembakau dari masing-masing golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (2)
    Pengklasifikasian dalam penetapan tarif cukai per batang atau gram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap jenis hasil tembakau ditentukan berdasarkan jenis, jumlah produksi, dan:
     
    a.
    Harga Jual Eceran yang tercantum dalam penetapan tarif cukai yang masih berlaku;
     
    b.
    Harga Jual Eceran yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau untuk hasil tembakau Merek baru; atau
     
    c.
    Harga Jual Eceran yang mengalami kenaikan.
     
     
     

    Pasal 8

    Harga Jual Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 7 ayat (2) harus dalam kelipatan Rp25,00 (dua puluh lima rupiah).
     

    Pasal 9

    Harga Jual Eceran Merek baru dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir tidak boleh lebih rendah dari Harga Jual Eceran yang masih berlaku atas Merek hasil tembakau yang dimiliki oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir yang sama, baik dalam 1 (satu) lokasi pengawasan Kantor atau beberapa lokasi pengawasan Kantor, dalam satuan batang atau gram untuk jenis hasil tembakau yang sama.
     

    Pasal 10

    Tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 7 ayat (2) untuk masing-masing Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir ditetapkan oleh Kepala Kantor dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan tarif cukai hasil tembakau.
     

    Pasal 11

    (1)
    Penetapan tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dinyatakan tidak berlaku, apabila selama lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir yang bersangkutan tidak pernah merealisasikan:
     
    a.
    pemesanan pita cukainya dengan menggunakan dokumen pemesanan pita cukai;
     
    b.
    ekspor hasil tembakaunya dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dari pabrik hasil tembakau untuk tujuan ekspor; atau
     
    c.
    pengiriman hasil tembakaunya ke kawasan bebas dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran sekaligus pelindung pengangkutan atas barang kena cukai untuk kebutuhan konsumsi penduduk di kawasan bebas dengan fasilitas pembebasan cukai.
    (2)
    Untuk dapat menggunakan kembali penetapan tarif cukai hasil tembakau yang dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir harus mengajukan kembali permohonan mengenai penetapan tarif cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3)
    Permohonan mengenai penetapan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selain harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, juga harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    tarif cukai hasil tembakau tidak boleh lebih rendah dari yang pernah berlaku;
     
    b.
    Harga Jual Eceran yang diberitahukan sekurang-kurangnya sama dengan harga jual eceran yang pernah berlaku, dan tidak boleh lebih rendah dari Harga Jual Eceran minimum yang dimiliki dan masih berlaku untuk jenis hasil tembakau yang sama; dan
     
    c.
    hanya dapat diajukan setelah 6 (enam) bulan berturut-turut sejak pemesanan pita cukai terakhir, realisasi ekspor terakhir, atau pengiriman hasil tembakau ke kawasan bebas terakhir.
    (4)
    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dalam hal suatu Merek hasil tembakau terkait dengan tindak pidana di bidang cukai, penetapan kembali hanya dapat diajukan setelah 2 (dua) tahun sejak keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
     
     

    Pasal 12

    (1)
    Kepala Kantor dapat mencabut keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau berdasarkan:
     
    a.
    permohonan pencabutan penetapan tarif cukai hasil tembakau oleh Pengusaha Pabrik atau Importir;
     
    b.
    putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
     
    c.
    hasil penelitian lebih lanjut Kepala Kantor, dalam hal:
     
     
    1.
    desain kemasan yang bersangkutan menyerupai desain kemasan milik Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir lainnya sehingga tidak mudah untuk membedakannya, yang telah terlebih dahulu dimiliki oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir lainnya dan tercatat pada administrasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
     
     
    2.
    Merek memiliki tulisan atau pelafalan yang sama dengan Merek yang telah terlebih dahulu dimiliki oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir lainnya dan tercatat pada administrasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
     
     
    3.
    hasil pengawasan di lapangan ditemukan kemasan hasil tembakau yang bersangkutan tidak sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai perdagangan barang kena cukai.
    (2)
    Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor menetapkan keputusan pencabutan penetapan tarif cukai hasil tembakau.
     
     

    Pasal 13

    Tarif cukai dan Batasan Harga Jual Eceran terendah per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau yang diimpor adalah tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     

    Pasal 14

    Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir tidak dapat menurunkan Harga Jual Eceran yang masih berlaku atas Merek hasil tembakau yang dimilikinya.
     

    Pasal 15

    Harga Jual Eceran per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau untuk tujuan ekspor ditetapkan sama dengan Harga Jual Eceran per batang atau gram untuk jenis hasil tembakau dari jenis dan Merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.
     

    Pasal 16

    (1)
    Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemantauan Harga Transaksi Pasar di wilayah kerja masing-masing pada periode pemantauan tertentu.
    (2)
    Pemantauan Harga Transaksi Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan Harga Transaksi Pasar dengan Harga Jual Eceran yang tercantum dalam pita cukai hasil tembakau.
    (3)
    Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknis dan fasilitas cukai.
    (4)
    Direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknis dan fasilitas cukai melakukan penelitian atas hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
    (5)
    Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan setelah dihitung per batang atau gram untuk suatu Merek ditemukan:
     
    a.
    Harga Transaksi Pasar telah melampaui Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram di atasnya; atau
     
    b.
    Harga Transaksi Pasar kurang dari 85% (delapan puluh lima persen) dari Harga Jual Eceran yang tercantum dalam pita cukai hasil tembakau,
     
    dan temuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b terjadi pada sebagian besar wilayah pemantauan dengan memperhitungkan data Merek hasil pemantauan dan jumlah Kantor yang melaporkan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknis dan fasilitas cukai memberitahukan hasil penelitian tersebut kepada Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir melalui Kepala Kantor.
    (6)
    Pengusaha Pabrik. hasil tembakau atau Importir dapat mengajukan sanggahan atas hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan dari Kepala Kantor.
    (7)
    Dalam hal atas hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak memberikan sanggahan atau tidak mengajukan permohonan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau, Kepala Kantor melakukan penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau.
    (8)
    Dalam hal pada periode pemantauan selanjutnya setelah disampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) masih ditemukan Harga Transaksi Pasar kurang dari 85% (delapan puluh lima persen) dari Harga Jual Eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Kepala Kantor melakukan penyesuaian profil Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir.
     
     
    BAB IV
    STRUKTUR TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU
     

    Pasal 17

    (1)
    Struktur tarif cukai merupakan jumlah strata tarif cukai hasil tembakau untuk jenis SKM, SKT, dan SPM berdasarkan jenis hasil tembakau, golongan Pengusaha Pabrik, dan Batasan Harga Jual Eceran.
    (2)
    Struktur tarif cukai hasil tembakau untuk jenis SKM, SKT, dan SPM, dilakukan penyederhanaan secara bertahap dengan tujuan:
     
    a.
    optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau;
     
    b.
    meningkatkan kepatuhan Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir; dan/atau
     
    c.
    penyederhanaan sistem administrasi di bidang cukai.
     
     
     

    Pasal 18

    (1)
    Penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan secara bertahap mulai tahun 2018 sampai dengan tahun 2021.
    (2)
    Penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
     
    a.
    10 (sepuluh) strata tarif mulai tahun 2018;
     
    b.
    8 (delapan) strata tarif mulai tahun 2019;
     
    c.
    6 (enam) strata tarif mulai tahun 2020;
     
    d.
    5 (lima) strata tarif mulai tahun 2021,
     
    dengan rincian tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
    BAB V
    HASIL PENGOLAHAN TEMBAKAU LAINNYA
     

    Pasal 19

    HPTL meliputi:
    a.
    ekstrak dan esens tembakau;
    b.
    tembakau molasses;
    c.
    tembakau hirup (snuff tobacco); atau
    d.
    tembakau kunyah (chewing tobacco).
     
     

    Pasal 20

    Ekstrak dan esens tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a yang diimpor bersamaan dengan peralatan untuk mengkonsumsinya, diperlakukan sebagai komoditi/barang yang terpisah dari peralatan yang digunakan untuk mengkonsumsinya.
     
    BAB VI
    KETENTUAN PERALIHAN
     

    Pasal 21

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Kepala Kantor menetapkan kembali tarif cukai dan diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2018, dengan ketentuan sebagai berikut:
    a.
    tarif cukai yang ditetapkan kembali tidak boleh lebih rendah dari tarif cukai yang masih berlaku; dan/atau
    b.
    Harga Jual Eceran tidak boleh lebih rendah dari Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram yang berlaku tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     

    Pasal 22

    Dalam rangka kegiatan pelayanan pita cukai, ekspor, dan pengeluaran barang kena cukai dengan tujuan kawasan bebas berlaku ketentuan sebagai berikut:
    a.
    penetapan tarif cukai yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau masih tetap berlaku untuk dokumen pemesanan pita cukai, dokumen pemberitahuan pengeluaran sekaligus pelindung pengangkutan atas barang kena cukai untuk kebutuhan konsumsi penduduk di kawasan bebas dengan fasilitas pembebasan cukai, dan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dari pabrik hasil tembakau untuk tujuan ekspor sampai dengan 31 Desember 2017.
    b.
    penetapan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat digunakan untuk kegiatan penyediaan pita cukai yang dilaksanakan setelah diundangkannya Peraturan Menteri ini; dan
    c.
    batas pelekatan pita cukai yang telah dipesan sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 masih dapat dilekatkan paling lambat tanggal 1 Februari 2018.
     
     

    Pasal 23

    (1)
    Ketentuan mengenai:
     
    a.
    Batasan Jumlah Produksi Pabrik tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
     
    b.
    Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram dan Tarif Cukai per batang atau gram hasil tembakau buatan dalam negeri tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
     
    c.
    Tarif cukai dan Batasan Harga Jual Eceran terendah per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau yang diimpor tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
     
    d.
    Struktur tarif cukai hasil tembakau tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini,
     
    mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2018.
    (2)
    Ketentuan mengenai tarif cukai dan Harga Jual Eceran untuk jenis HPTL tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018.
     
     
    BAB VI
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 24

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan tarif cukai hasil tembakau diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
     

    Pasal 25

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1121) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan:
    1.
    Nomor 205/PMK.011/2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1700),
    2.
    Nomor 198/PMK.010/2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1674), dan
    3.
    Nomor 147/PMK.010/2016 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1478),
    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     

    Pasal 26

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 24 Oktober 2017
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    SRI MULYANI INDRAWATI
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 25 Oktober 2017
    DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    WIDODO EKATJAHJANA
     
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 1485

    Peraturan Menteri Keuangan 146/PMK.010/2017 - Perpajakan DDTC