Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 41 ayat (8) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Keberatan Di Bidang Cukai;
|
|||
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
||
2.
|
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KEBERATAN DI BIDANG CUKAI.
|
|||
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
|||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
|
||
2.
|
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
|
||
3.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
4.
|
Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Cukai.
|
||
5.
|
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
6.
|
Surat tagihan adalah Surat berupa ketetapan yang digunakan untuk melakukan tagihan utang cukai, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga.
|
||
|
|
||
BAB II
PENGAJUAN KEBERATAN Bagian Kesatu Keberatan atas Kekurangan Cukai dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda
|
|||
(1)
|
Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atas penetapan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai yang mengakibatkan:
|
||
|
a.
|
kekurangan cukai; dan/atau
|
|
|
b.
|
pengenaan sanksi administrasi berupa denda.
|
|
(2)
|
Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyerahkan jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.
|
||
(3)
|
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi.
|
||
|
|
||
Bagian Kedua
Persyaratan Pengajuan Keberatan
|
|||
(1)
|
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan kepada Direktur jenderal melalui kepala kantor yang menerbitkan surat tagihan dengan menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini, dengan dilampiri :
|
||
|
a.
|
bukti penyerahan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar; dan
|
|
|
b.
|
fotokopi surat tagihan.
|
|
(2)
|
pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampiri data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan.
|
||
(3)
|
Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan hanya untuk satu surat tagihan.
|
||
|
|
||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan.
|
||
(2)
|
Apabila sampai dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keberatan tidak diajukan atau keberatan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), hak untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan penetapan pejabat bea dan cukai dianggap telah disetujui.
|
||
|
|
||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Atas pengajuan keberatan, kepala kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||
|
a.
|
pemenuhan persyaratan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan
|
|
|
b.
|
pemenuhan ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
|
|
(2)
|
Dalam hal persyaratan pengajuan keberatan dan ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, berkas keberatan diteruskan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak berkas diterima secara lengkap dengan menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||
(3)
|
Dalam hal persyaratan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak terpenuhi, kepala kantor mengembalikan berkas keberatan kepada yang bersangkutan dengan disertai alasan pengembalian.
|
||
(4)
|
Dalam hal keberatan yang diajukan tidak memenuhi ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kepala kantor atas nama Direktur Jenderal menolak pengajuan keberatan.
|
||
|
|
||
BAB III
KEPUTUSAN KEBERATAN
|
|||
(1)
|
Direktur Jenderal memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 secara lengkap.
|
||
(2)
|
Dalam rangka penelitian terhadap pengajuan keberatan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
orang yang mengajukan keberatan dapat menyampaikan tambahan alasan, penjelasan, atau bukti dan/atau data pendukung secara tertulis kepada Direktur Jenderal, sepanjang belum ditetapkan keputusan atas keberatan; dan/atau
|
|
|
b.
|
apabila diperlukan, Direktur Jenderal dapat meminta bukti dan/atau data lain kepada orang yang mengajukan keberatan atau pihak lain yang terkait.
|
|
(3)
|
Apabila bukti dan/atau data pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dipenuhi, Direktur Jenderal memberikan keputusan berdasarkan data yang telah ada.
|
||
|
|
||
Pasal 7 |
|||
Keputusan Direktur Jenderal atas pengajuan keberatan dapat berupa :
|
|||
a.
|
mengabulkan seluruhnya atau sebagian; atau
|
||
b.
|
menolak.
|
||
|
|
||
Pasal 8 |
|||
Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap dikabulkan.
|
|||
|
|||
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Dalam hal keberatan dikabulkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a atau dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, jaminan wajib dikembalikan kepada yang bersangkutan.
|
||
(2)
|
Dalam hal keberatan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, jaminan dicairkan untuk membayar Cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.
|
||
|
|
||
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
|
|||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, terhadap keberatan yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, proses penyelesaian terhadap keberatan dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 380/KMK.05/1999 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Kepabeanan dan Cukai.
|
|||
|
|||
BAB V
PENUTUP
|
|||
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 380/KMK.05/1999 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Kepabeanan dan Cukai, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|||
Pasal 12 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan keberatan, pencairan jaminan, proses penyelesaian keberatan, dan format keputusan keberatan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
|||
|
|||
Pasal 13 |
|||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Agustus 2008 MENTERI KEUANGAN SRI MULYANI INDRAWATI |