Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
|||
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka meningkatkan kepastian hukum Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan;
|
|||
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
|
||
2.
|
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;
|
||
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Pengenaan adalah kegiatan untuk menetapkan Wajib Pajak serta besarnya pajak terutang untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan berdasarkan peraturan perundang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan.
|
||
2.
|
Objek Pajak Sektor Perkebunan adalah objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang diberikan hak guna usaha perkebunan.
|
||
3.
|
Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
|
||
4.
|
Standar Investasi Tanaman yang selanjutnya disingkat SIT adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.
|
||
5.
|
Surat Pemberitahuan Objek Pajak Sektor Perkebunan yang selanjutnya disebut SPOP adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak Sektor Perkebunan ke Direktorat Jenderal Pajak.
|
||
6.
|
Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak Sektor Perkebunan yang selanjutnya disebut LSPOP adalah formulir yang dipergunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci Objek Pajak Sektor Perkebunan.
|
||
|
|||
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan untuk Objek Pajak Sektor Perkebunan adalah NJOP Sektor Perkebunan yang merupakan hasil penjumlahan antara perkalian luas areal perkebunan dengan NJOP bumi per meter persegi dan perkalian luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.
|
||
(2)
|
NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai tanah per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010.
|
||
(3)
|
NJOP bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010.
|
||
(4)
|
Nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penjumlahan nilai dasar tanah dan SIT.
|
||
|
|||
Pasal 3 |
|||
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat menetapkan besarnya SIT setiap tahun untuk masing-masing kabupaten/kota.
|
|||
|
|||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Pendaftaran objek pajak atau pemutakhiran data objek pajak PBB Sektor Perkebunan dilakukan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak dengan cara mengisi SPOP, termasuk LSPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap.
|
||
(2)
|
LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP.
|
||
(3)
|
SPOP harus ditandatangani oleh subjek pajak atau Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau Wajib Pajak, harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
|
||
(4)
|
Bentuk SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||
|
|||
Pasal 5 |
|||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
|
|||
1.
|
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan untuk tahun pajak 2009 dan tahun pajak 2010 tetap berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-50/PJ/2008 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan.
|
||
2.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-50/PJ/2008 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||
|
|||
Pasal 6 |
|||
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2010 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. MOCHAMAD TJIPTARDJO |