Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
||
|
||
Menimbang |
||
bahwa dalam rangka meningkatkan kepastian hukum Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan;
|
||
|
|
|
Mengingat |
||
1.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
|
|
2.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor KEP-523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;
|
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGENAAN PBB SEKTOR PERKEBUNAN.
|
||
|
|
|
Pasal 1 |
||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
|
||
1.
|
Pengenaan adalah kegiatan untuk menetapkan Wajib Pajak serta besarnya pajak terutang untuk Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan berdasarkan peraturan perundang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan.
|
|
2.
|
Sektor Perkebunan adalah objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang digunakan untuk pengusahaan tanaman perkebunan dengan luasan paling sedikit 2 (dua) hektar, termasuk emplasemen.
|
|
3.
|
Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
|
|
4.
|
Standar Investasi Tanaman yang selanjutnya disebut SIT adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.
|
|
5.
|
Surat Pemberitahuan Objek Pajak Sektor Perkebunan yang selanjutnya disebut SPOP adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak Sektor Perkebunan ke Direktorat Jenderal Pajak.
|
|
6.
|
Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak Sektor Perkebunan yang selanjutnya disebut LSPOP adalah formulir yang dipergunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak Sektor Perkebunan.
|
|
|
||
Pasal 2 |
||
(1)
|
Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan adalah hasil penjumlahan antara perkalian luas areal perkebunan dengan NJOP bumi per meter persegi dan perkalian luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.
|
|
(2)
|
NJOP Sektor Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
NJOP bumi per meter persegi sebesar hasil konversi nilai tanah per meter persegi ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual permukaan bumi (tanah) sebagaimana dimaksud pada Lampiran IA dan IB Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998;
|
|
b.
|
NJOP bangunan per meter persegi sebesar hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi, penggolongan, dan ketentuan nilai jual bangunan sebagaimana dimaksud pada Lampiran IIA dan IIB Keputusan Menteri keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.
|
(3)
|
Nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan penjumlahan nilai dasar tanah dan SIT.
|
|
|
||
Pasal 3 |
||
(1)
|
Pendaftaran objek pajak atau pemutakhiran data objek pajak PBB Sektor Perkebunan dilakukan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak dengan cara mengisi SPOP, termasuk LSPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap.
|
|
(2)
|
LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP.
|
|
(3)
|
SPOP harus ditandatangani oleh subjek pajak atau Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau Wajib Pajak, harus dilampiri dengan:
|
|
|
a.
|
Surat Kuasa Khusus, dalam hal luas areal perkebunan lebih luas dari 20 hektar; atau
|
|
b.
|
Surat kuasa, dalam hal luas areal perkebunan sampai dengan 20 hektar.
|
(4)
|
Bentuk SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
|
|
||
Pasal 4 |
||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
|
||
1.
|
Ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang mengatur mengenai pengenaan Sektor Perkebunan; dan
|
|
2.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-174/PJ/2007 tentang Pedoman Penentuan Standar Investasi Tanaman (SIT) Kelapa Sawit;
|
|
Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||
|
||
Pasal 5 |
||
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku mulai Tahun Pajak 2009.
|
||
|
||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||
|
||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Desember 2008 DIREKTUR JENDERAL, ttd.
DARMIN NASUTION |