Quick Guide
Hide Quick Guide
  • Menimbang
  • Mengingat
  • Menetapkan
  • Pasal 1
  • Pasal 2
  • Pasal 3
  • Pasal 4
  • Pasal 5
  • Pasal 6
  • Pasal 7
  • Pasal 8
  • Pasal 9
  • Pasal 10
  • Pasal 11
  • Pasal 12
  • Pasal 13
  • Pasal 14
  • Pasal 15
  • Pasal 16
  • Pasal 17
  • Pasal 18
  • Pasal 19
  • Pasal 20
  • Pasal 21
  • Pasal 22
  • Pasal 23
  • Pasal 24
  • Pasal 25
  • Pasal 26
  • Pasal 27
  • Pasal 28
  • Pasal 29
  • Pasal 30
  • Pasal 31
  • Pasal 32
Aktifkan Mode Highlight
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Status : Berlaku

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER-23/BC/2024

 
TENTANG
 
PETUNJUK PELAKSANAAN KETENTUAN PELAYANAN DAN PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN
 
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
 
 
 
 
 

Menimbang

a.
bahwa ketentuan mengenai pelayanan dan pengawasan pengangkutan barang tertentu dalam daerah pabean telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2024 tentang Tata Laksana Pelayanan dan Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean;
b.
bahwa untuk memberikan pedoman dan meningkatkan efektifitas dalam pelaksanaan pelayanan dan pengawasan pengangkutan barang tertentu dalam daerah pabean, perlu mengatur petunjuk pelaksanaan atas ketentuan mengenai pelayanan dan pengawasan pengangkutan barang tertentu dalam daerah pabean;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Pelayanan dan Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu dalam Daerah Pabean;
 
 
 
 
 

Mengingat

1.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4971);
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2024 tentang Tata Laksana Pelayanan dan Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu dalam Daerah Pabean (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 463);
 
 
 
 
 
MEMUTUSKAN:

Menetapkan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KETENTUAN PELAYANAN DAN PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN.
 
 
 
 
 
BAB I
KETENTUAN UMUM
 

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
2.
Barang Tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait sebagai barang yang pengangkutannya dalam Daerah Pabean dilakukan pengawasan.
3.
Pengawasan Pengangkutan adalah pengawasan terhadap pengangkutan Barang Tertentu yang diangkut melalui laut dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
4.
Sarana Pengangkut adalah kapal yang merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
5.
Pengangkut adalah orang perseorangan atau badan hukum, kuasanya, atau pihak yang bertanggung jawab atas pengoperasian Sarana Pengangkut, yang melakukan pengangkutan Barang Tertentu.
6.
Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
7.
Pemberitahuan Pabean Barang Tertentu yang selanjutnya disingkat PPBT adalah pernyataan yang dibuat oleh Pengangkut dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean di bidang pengangkutan Barang Tertentu.
8.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
9.
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah Sistem Elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
10.
Registrasi Kepabeanan adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh pengguna jasa ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan akses kepabeanan.
11.
Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada Pengguna Jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
12.
Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas pelaku usaha yang diterbitkan oleh lembaga Online Single Submission (OSS) setelah pelaku usaha melakukan pendaftaran.
13.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
14.
Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat dengan PDE adalah proses penyampaian dokumen pabean dalam bentuk pertukaran data elektronik melalui komunikasi antar aplikasi dan antar organisasi yang terintegrasi dengan menggunakan perangkat sistem komunikasi data.
15.
Ekosistem Logistik Nasional (National Logistics Ecosystem) yang selanjutnya disingkat NLE adalah ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen baik internasional maupun domestik yang berorientasi pada kerjasama antar instansi pemerintah dan swasta, melalui pertukaran data, simplifikasi proses, penghapusan repetisi dan duplikasi, serta didukung oleh sistem teknologi informasi yang mencakup seluruh proses logistik terkait dan menghubungkan sistem-sistem logistik yang telah ada.
16.
Nota Hasil Intelijen yang selanjutnya disingkat NHI adalah produk intelijen yang memuat informasi mengenai indikasi kuat adanya pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai yang bersifat spesifik dan mendesak dari unit intelijen, untuk segera ditindaklanjuti oleh unit penindakan.
17.
Nota Pemberitahuan Penolakan yang selanjutnya disingkat dengan NPP adalah pemberitahuan kepada Pengangkut oleh Kepala Kantor Pabean, Pejabat Pemeriksa Dokumen, Pejabat Bea dan Cukai penerima dokumen atau Sistem Komputer Pelayanan di Kantor Pabean yang memberitahukan bahwa Pemberitahuan Pabean Barang Tertentu ditolak karena pengisian data Pemberitahuan Pabean Barang Tertentu dan dokumen pelengkap pabean tidak lengkap dan/atau tidak sesuai.
18.
Pemberitahuan Pembetulan Pemberitahuan Pabean Barang Tertentu yang selanjutnya disingkat dengan PP-PPBT adalah pemberitahuan yang berisi rincian data PPBT yang akan dilakukan pembetulan.
19.
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya bill of lading dan/atau dokumen lain yang dipersyaratkan.
20.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
21.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
22.
Unit Pengawasan adalah unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi berkenaan dengan Pengawasan, yang meliputi unit intelijen, unit penindakan, unit penyidikan, unit narkotika dan unit patroli laut.
23.
Pejabat Peneliti Dokumen adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan penelitian dan penetapan atas data PPBT.
 
 
 
 
 
BAB II
PEMBERITAHUAN PABEAN BARANG TERTENTU
 

Pasal 2

(1)
Barang Tertentu diberitahukan oleh Pengangkut di Kantor Pabean dengan menggunakan PPBT.
(2)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan dokumen pelengkap pabean dan dokumen lainnya yang diwajibkan sebagai pemenuhan ketentuan pengangkutan Barang Tertentu.
(3)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), minimal memuat elemen data sebagai berikut:
 
a.
nama dan kode Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan dan Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran;
 
b.
nama dan kode pelabuhan pemuatan;
 
c.
nama dan kode pelabuhan pembongkaran;
 
d.
nama, nomor pokok wajib pajak, dan alamat Pengangkut;
 
e.
nama, nomor pokok wajib pajak, dan alamat agen Pengangkut, jika ditunjuk;
 
f.
nama, nomor pokok wajib pajak, dan alamat pengirim, penerima, dan pemilik barang;
 
g.
waktu keberangkatan Sarana Pengangkut;
 
h.
waktu rencana kedatangan Sarana Pengangkut;
 
i.
waktu kedatangan Sarana Pengangkut;
 
j.
nomor dan tanggal pendaftaran;
 
k.
nama, nomor voyage, nomor International Maritime Organization (IMO), dalam hal Sarana Pengangkut diwajibkan terdaftar di International Maritime Organization (IMO), dan/atau nomor Maritime Mobile Service Identity (MMSI)/nomor registrasi Sarana Pengangkut dan/atau tanda daftar kapal;
 
l.
uraian dan harmonized system code (HS code) barang;
 
m.
jumlah dan satuan barang;
 
n.
jumlah dan jenis kemasan barang;
 
o.
bruto dan netto barang;
 
p.
nomor dan tanggal bill of lading (B/L); dan
 
q.
jumlah, ukuran, dan nomor peti kemas, dalam hal menggunakan peti kemas.
(4)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui:
 
a.
SKP;
 
b.
SINSW; dan/atau
 
c.
platform yang terhubung dengan NLE.
(5)
Penyampaian PPBT secara elektronik melalui SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam hal Kantor Pabean telah menggunakan sistem PDE kepabeanan dan belum menerapkan secara penuh SINSW dalam sistem pelayanan kepabeannya.
(6)
Penyampaian PPBT secara elektronik melalui SINSW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan secara penuh SINSW dalam sistem pelayanan kepabeannya.
(7)
Penyampaian PPBT secara elektronik melalui platform yang terhubung dengan NLE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dalam hal SKP PPBT pada Kantor Pabean telah terhubung dengan NLE.
 
 
 
 
 

Pasal 3

(1)
Dalam hal penyampaian PPBT secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) belum dapat dilakukan atau terjadi suatu gangguan yang menyebabkan penyampaian PPBT secara elektronik tidak berjalan, PPBT disampaikan melalui tulisan di atas formulir.
(2)
Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan:
 
a.
menggunakan kertas berukuran A4 (8.3 X 11.7 inch), letter (8.5 x 11.0 inch), legal (8.5 x 14.0 inch), atau folio (8.5 x 13.0 inch);
 
b.
terdiri atas:
 
 
1.
lembar pertama;
 
 
2.
lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean PPBT, dalam hal lembar pertama tidak dapat menampung seluruh dokumen pelengkap pabean;
 
 
3.
lembar lanjutan peti kemas, dalam hal jumlah peti kemas yang diberitahukan lebih dari 1 (satu) peti kemas;
 
 
4.
lembar lanjutan data Barang Tertentu, dalam hal PPBT terdiri atas lebih dari 1 (satu) uraian barang; dan
 
 
5.
lembar lanjutan data kemasan, dalam hal kemasan yang diberitahukan lebih dari 1 (satu) jenis kemasan.
 
c.
dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan:
 
 
1.
rangkap pertama untuk Pengangkut;
 
 
2.
rangkap kedua untuk Kantor Pabean pembongkaran;
 
 
3.
rangkap ketiga untuk Badan Pusat Statistik (BPS); dan
 
 
4.
rangkap keempat untuk Kantor Pabean pemuatan.
 
 
 
 
 

Pasal 4

(1)
PPBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan kode BC 1.8.
(2)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi secara lengkap dan benar dengan menggunakan Bahasa Indonesia, huruf latin, dan angka Arab.
(3)
Pengisian PPBT sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat menggunakan Bahasa Inggris, dalam hal:
 
a.
penyebutan nama tempat atau alamat;
 
b.
penyebutan nama orang atau badan hukum;
 
c.
penyebutan uraian jenis Barang Tertentu yang tidak ada padanan katanya dalam Bahasa Indonesia; dan/atau
 
d.
penyebutan uraian jenis Barang Tertentu yang ada padanan katanya dalam Bahasa Indonesia tetapi perlu menyebutkan istilah teknis dalam Bahasa Inggris terkait dengan istilah yang dikenal secara internasional.
(4)
Contoh format, isi, dan petunjuk pengisian PPBT sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 
 
 
 
 
BAB III
PEMUATAN, KEBERANGKATAN SARANA PENGANGKUT, PENGANGKUTAN DI ATAS SARANA PENGANGKUT, KEDATANGAN SARANA PENGANGKUT, DAN PEMBONGKARAN
 

Pasal 5

(1)
Pengangkut harus menyampaikan PPBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) pada Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan sebelum melakukan pemuatan.
(2)
Pemuatan Barang Tertentu ke Sarana Pengangkut dilakukan setelah PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
 
a.
dilakukan penelitian oleh SINSW, SKP, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai; dan
 
b.
mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran pemuatan.
(3)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai dokumen pemberitahuan pemuatan.
 
 
 
 
 

Pasal 6

(1)
Pengangkut yang Sarana Pengangkutnya berangkat meninggalkan pelabuhan pemuatan wajib menyampaikan PPBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) pada Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan.
(2)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
 
a.
setelah PPBT mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran pemuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b; dan
 
b.
paling lambat sebelum keberangkatan Sarana Pengangkut.
(3)
Keberangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, yaitu pada saat Sarana Pengangkut angkat jangkar dari perairan pelabuhan atau lokasi pemuatan, atau lepas sandar dari dermaga pelabuhan pemuatan.
(4)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diterima di Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan diberikan nomor dan tanggal pendaftaran keberangkatan Sarana Pengangkut.
(5)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai dokumen pemberitahuan keberangkatan.
 
 
 
 
 

Pasal 7

PPBT yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran pemuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b dan nomor dan tanggal pendaftaran keberangkatan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) pada Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan harus dibawa dalam pengangkutan dan menjadi dokumen pelindung atas pengangkutan Barang Tertentu tersebut.
 
 
 
 
 

Pasal 8

(1)
Pengangkut yang akan melakukan pembongkaran harus memberitahukan rencana kedatangan Sarana Pengangkut kepada Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran sebelum Sarana Pengangkutnya tiba.
(2)
Rencana kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam PPBT.
(3)
Berdasarkan pemberitahuan rencana kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean memberikan nomor dan tanggal pendaftaran rencana kedatangan Sarana Pengangkut.
(4)
Dalam hal PPBT disampaikan melalui tulisan di atas formulir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), penyampaian rencana kedatangan Sarana Pengangkut dilaksanakan pada saat kedatangan Sarana Pengangkut.
(5)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sebagai dokumen pemberitahuan rencana kedatangan Sarana Pengangkut.
 
 
 
 
 

Pasal 9

(1)
Pengangkut wajib menyampaikan PPBT kepada Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran pada waktu kedatangan Sarana Pengangkut.
(2)
Berdasarkan PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean memberikan nomor dan tanggal pendaftaran kedatangan Sarana Pengangkut.
(3)
Sarana Pengangkut yang mengangkut Barang Tertentu dinyatakan sampai atau telah datang dalam hal:
 
a.
lego jangkar di perairan pelabuhan atau lokasi pembongkaran dan/atau sandar di dermaga pelabuhan pembongkaran; dan
 
b.
memberitahukan PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Terhadap Sarana Pengangkut yang tidak sampai ke tempat kedatangan dalam jangka waktu paling lambat 48 (empat puluh delapan) jam sejak waktu rencana kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) huruf h, dilakukan penelitian oleh Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran.
(5)
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditemukan barang tertentu tidak sampai ke Kantor Pabean tujuan dan pengangkut tidak dapat membuktikan hal tersebut di luar kemampuannya, pengangkut dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai dokumen pemberitahuan kedatangan.
 
 
 
 
 

Pasal 10

(1)
Sebelum melakukan pembongkaran, Pengangkut harus menyampaikan PPBT kepada Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran.
(2)
Berdasarkan PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean memberikan nomor dan tanggal pendaftaran pembongkaran barang tertentu.
(3)
Pembongkaran Barang Tertentu dari Sarana Pengangkut dilakukan setelah PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
 
a.
dilakukan penelitian oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP; dan
 
b.
mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran pembongkaran.
(4)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai dokumen pemberitahuan pembongkaran.
 
 
 
 
 
BAB IV
PEMERIKSAAN PABEAN
 
Bagian Kesatu
Umum
 

Pasal 11

(1)
Terhadap Barang Tertentu dilakukan pemeriksaan pabean.
(2)
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik.
(3)
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di tempat pemuatan, di atas Sarana Pengangkut, dan/atau di tempat pembongkaran.
 
 
 
 
 
Bagian Kedua
Penelitian Dokumen
 

Pasal 12

(1)
Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dilakukan oleh:
 
a.
SKP dan/atau SINSW; dan/atau
 
b.
Pejabat Bea dan Cukai.
(2)
Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat:
 
a.
pemuatan;
 
b.
keberangkatan;
 
c.
pengangkutan di atas Sarana Pengangkut;
 
d.
kedatangan; dan/atau
 
e.
pembongkaran.
(3)
Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 
a.
kelengkapan pengisian data PPBT;
 
b.
kelengkapan dokumen lain yang dipersyaratkan sebagai pemenuhan ketentuan pengangkutan Barang Tertentu; dan/atau
 
c.
penelitian lain dalam rangka Pengawasan Pengangkutan.
(4)
Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan data dan/atau informasi yang diperoleh dari:
 
a.
SKP;
 
b.
SINSW;
 
c.
platform yang telah terhubung dalam NLE; dan/atau
 
d.
sumber data dan/atau informasi lain.
 
 
 
 
 

Pasal 13

(1)
Penelitian dokumen terhadap PPBT yang berlaku sebagai dokumen pemberitahuan pemuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan dokumen pemberitahuan keberangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5), dilakukan oleh:
 
a.
SINSW meliputi:
 
 
1.
pos tarif yang diberitahukan;
 
 
2.
kelengkapan pengisian data PPBT yang wajib diisi pada saat pemuatan dan keberangkatan; dan/atau
 
 
3.
pemenuhan dokumen persyaratan pengangkutan Barang Tertentu;
 
b.
SKP meliputi:
 
 
1.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan Pengangkut;
 
 
2.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan agen Pengangkut, dalam hal PPBT diajukan oleh agen Pengangkut; dan
 
 
3.
ada atau tidaknya pemblokiran Pengangkut/agen Pengangkut,
 
dalam hal PPBT disampaikan melalui SINSW pada Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan.
(2)
Dalam hal PPBT disampaikan melalui SKP, PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penelitian oleh SKP meliputi:
 
a.
penelitian pemenuhan dokumen persyaratan pengangkutan Barang Tertentu;
 
b.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan Pengangkut;
 
c.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan agen Pengangkut, dalam hal PPBT diajukan oleh agen Pengangkut;
 
d.
ada atau tidaknya pemblokiran Pengangkut/agen Pengangkut;
 
e.
pos tarif yang diberitahukan; dan/atau
 
f.
kelengkapan pengisian data PPBT yang wajib diisi pada saat pemuatan dan keberangkatan.
(3)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan melalui tulisan di atas formulir, dilakukan penelitian oleh Pejabat Bea dan Cukai penerima dokumen meliputi:
 
a.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan Pengangkut;
 
b.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan agen Pengangkut, dalam hal PPBT diajukan oleh agen Pengangkut;
 
c.
ada atau tidaknya pemblokiran Pengangkut/agen Pengangkut;
 
d.
kelengkapan dokumen pelengkap; dan/atau
 
e.
kesesuaian antara pengisian data PPBT yang wajib diisi pada saat pemuatan dan keberangkatan dengan dokumen pelengkap pabean.
 
 
 
 
 

Pasal 14

(1)
Penelitian dokumen terhadap PPBT yang berlaku sebagai dokumen pemberitahuan rencana kedatangan Sarana Pengangkut, kedatangan, atau pembongkaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5), Pasal 9 ayat (6), atau Pasal 10 ayat (4), dilakukan oleh:
 
a.
SINSW meliputi:
 
 
1.
pos tarif yang diberitahukan;
 
 
2.
kelengkapan pengisian data PPBT yang wajib diisi pada saat rencana kedatangan Sarana Pengangkut, kedatangan, dan pembongkaran; dan/atau;
 
 
3.
pemenuhan dokumen persyaratan pengangkutan Barang Tertentu;
 
b.
SKP meliputi:
 
 
1.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan Pengangkut;
 
 
2.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan agen Pengangkut, dalam hal PPBT diajukan oleh agen Pengangkut;
 
 
3.
ada atau tidaknya pemblokiran Pengangkut/agen Pengangkut,
 
dalam hal PPBT disampaikan melalui SINSW pada Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran.
(2)
Dalam hal PPBT disampaikan melalui SKP, PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penelitian oleh SKP meliputi:
 
a.
penelitian pemenuhan dokumen persyaratan pengangkutan Barang Tertentu;
 
b.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan Pengangkut;
 
c.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan agen Pengangkut, dalam hal PPBT diajukan oleh agen Pengangkut;
 
d.
ada atau tidaknya pemblokiran Pengangkut/agen Pengangkut;
 
e.
pos tarif yang diberitahukan; dan/atau
 
f.
kelengkapan pengisian data PPBT yang wajib diisi pada saat rencana kedatangan Sarana Pengangkut, kedatangan, dan pembongkaran.
(3)
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan melalui tulisan di atas formulir, dilakukan penelitian oleh Pejabat Bea dan Cukai penerima dokumen meliputi:
 
a.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan Pengangkut;
 
b.
ada atau tidaknya NIB atau Akses Kepabeanan agen Pengangkut, dalam hal PPBT diajukan oleh agen Pengangkut;
 
c.
ada atau tidaknya pemblokiran Pengangkut/agen Pengangkut;
 
d.
kelengkapan dokumen pelengkap; dan/atau
 
e.
kesesuaian antara pengisian data PPBT yang wajib diisi pada saat rencana kedatangan Sarana Pengangkut, kedatangan, dan pembongkaran dengan dokumen pelengkap pabean.
 
 
 
 
 

Pasal 15

(1)
Dalam hal hasil penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) menunjukan data:
 
a.
tidak lengkap dan/atau tidak sesuai, diterbitkan respon NPP; atau
 
b.
lengkap dan sesuai, PPBT diberi nomor dan tanggal pendaftaran.
(2)
Dalam hal hasil penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dan Pasal 14 ayat (3), menunjukan data:
 
a.
tidak lengkap dan/atau tidak sesuai, PPBT dikembalikan kepada Pengangkut disertai NPP; atau
 
b.
lengkap dan sesuai, PPBT diberi nomor dan tanggal pendaftaran.
 
 
 
 
 

Pasal 16

(1)
Tata kerja penyampaian PPBT dan penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 12 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2)
Contoh format, isi, dan petunjuk pengisian NPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 
 
 
 
 
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Fisik
 

Pasal 17

(1)
Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) merupakan kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk mengetahui jumlah dan jenis Barang Tertentu yang diperiksa.
(2)
Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat:
 
a.
pemuatan;
 
b.
keberangkatan;
 
c.
pengangkutan di atas Sarana Pengangkut;
 
d.
kedatangan; dan/atau
 
e.
pembongkaran.
(3)
Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal tertentu, berdasarkan:
 
a.
hasil analisis atas informasi yang diperoleh Unit Pengawasan yang menunjukkan adanya indikasi yang kuat akan atau telah terjadi pelanggaran ketentuan perundang-undangan;
 
b.
laporan hasil pengawasan pemuatan atau pembongkaran kedapatan tidak sesuai dan terdapat dugaan kuat pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
 
c.
hasil pengawasan pengangkutan Barang Tertentu oleh satuan tugas patroli laut yang menunjukkan adanya dugaan kuat pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Unit Pengawasan menerbitkan NHI sebagai dasar pemeriksaan fisik.
(5)
Tata kerja penerbitan dan penatausahaan NHI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan terkait tata laksana pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai.
 
 
 
 
 

Pasal 18

(1)
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat pemuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Unit Pengawasan pada Kantor Pabean pemuatan.
(2)
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat keberangkatan, pengangkutan di atas Sarana Pengangkut, dan/atau kedatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dilakukan oleh satuan tugas patroli laut di tempat penghentian Sarana Pengangkut.
(3)
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat pembongkaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e dilakukan oleh Unit Pengawasan pada Kantor Pabean pembongkaran.
(4)
Dalam hal pemeriksaan fisik di tempat penghentian Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemeriksaan fisik dapat dilaksanakan di:
 
a.
tempat pemuatan;
 
b.
tempat pembongkaran;
 
c.
tempat terdekat dari tempat penghentian Sarana Pengangkut; atau
 
d.
tempat lain yang memungkinkan melakukan pemeriksaan fisik.
(5)
Dalam hal Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilakukan oleh satuan tugas patroli laut, pemeriksaan fisik dilakukan oleh Unit Pengawasan.
(6)
Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan huruf d dilakukan di atas Sarana Pengangkut.
 
 
 
 
 

Pasal 19

Untuk mengetahui jumlah Barang Tertentu yang pemuatan dan/atau pembongkaran ke dan/atau dari sarana pengangkut melalui pipa atau ban berjalan (conveyor belt), dapat dilakukan pemeriksaan pada saat pemuatan dan/atau pembongkaran berdasarkan hasil pengukuran alat ukur di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 
 
 
 
 

Pasal 20

Tata cara pemeriksaan fisik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
 
 
 
 
 
BAB V
PEMBATALAN DAN PEMBETULAN PPBT
 
Bagian Pertama
Pembatalan PPBT
 

Pasal 21

(1)
PPBT yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran pemuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b dan nomor dan tanggal pendaftaran keberangkatan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dapat dilakukan pembatalan.
(2)
Pembatalan PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan dalam hal:
 
a.
Sarana Pengangkut telah berangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
 
b.
telah diterbitkan NHI; dan/atau
 
c.
telah dilakukan penegahan terhadap Barang Tertentu dan/atau Sarana Pengangkut.
(3)
Ketentuan pengecualian pembatalan PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c tidak berlaku dalam hal hasil tindak lanjut NHI dan/atau penegahan oleh Unit Pengawasan menunjukkan pembatalan PPBT tetap dapat dilakukan.
(4)
Hasil tindak lanjut NHI dan/atau penegahan oleh Unit Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh berdasarkan pemeriksaan fisik.
(5)
Dalam hal berdasarkan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kedapatan jumlah dan/atau jenis barang:
 
a.
sesuai, pembatalan pengangkutan Barang Tertentu disetujui; atau
 
b.
tidak sesuai, dilakukan penelitian lebih lanjut oleh Unit Pengawasan.
 
 
 
 
 

Pasal 22

(1)
Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dilakukan oleh Pengangkut atau kuasanya dengan menyampaikan permohonan pembatalan PPBT kepada Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan secara elektronik melalui SKP.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dokumen pendukung.
(3)
Dalam hal permohonan pembatalan PPBT sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak dapat dilakukan secara elektronik, permohonan pembatalan PPBT disampaikan melalui tulisan di atas formulir.
 
 
 
 
 

Pasal 23

(1)
Kepala Kantor Pabean di Pelabuhan pemuatan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas permohonan pembatalan PPBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(2)
Kepala Kantor Pabean di Pelabuhan pemuatan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan persetujuan atau penolakan permohonan pembatalan PPBT dalam jangka waktu paling lama:
 
a.
24 (dua puluh empat) jam dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1); atau
 
b.
3 (tiga) hari kerja dalam hal permohonan disampaikan melalui tulisan di atas formular sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (3),
 
sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
 
 
 
 
 

Pasal 24

(1)
Tata kerja pembatalan PPBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2)
Contoh format, isi, dan petunjuk pengisian formulir permohonan pembatalan PPBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat 3 tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 
 
 
 
 
Bagian Kedua
Pembetulan PPBT
 

Pasal 25

(1)
Pengangkut dapat melakukan pembetulan PPBT yang telah didaftarkan ke Kantor Pabean dalam hal terjadi kesalahan.
(2)
Pembetulan PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pengangkut kepada Kepala Kantor Pabean menggunakan PP-PPBT.
(3)
Pengangkut dapat melakukan pembetulan PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali dalam hal sebagai berikut:
 
a.
telah dilakukan pembongkaran;
 
b.
telah diterbitkan NHI; dan/atau
 
c.
telah dilakukan penegahan terhadap Barang Tertentu dan/atau Sarana Pengangkut.
(4)
Ketentuan pengecualian pembetulan PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan c tidak berlaku dalam hal hasil tindak lanjut NHI dan/atau penegahan oleh Unit Pengawasan menunjukkan pembetulan PPBT tetap dapat dilakukan.
 
 
 
 
 

Pasal 26

(1)
Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dilakukan oleh Pengangkut atau kuasanya dengan menyampaikan PP-PPBT kepada Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan atau Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran secara elektronik melalui SKP.
(2)
PP-PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dokumen pendukung.
(3)
Dalam hal PP-PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan secara elektronik, PP-PPBT disampaikan melalui tulisan di atas formulir.
 
 
 
 
 

Pasal 27

(1)
Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan dan/atau di pelabuhan pembongkaran atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas PP-PPBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
(2)
Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan, Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan persetujuan atau penolakan atas PP-PPBT dalam jangka waktu paling lama:
 
a.
24 (dua puluh empat) jam dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1); atau
 
b.
3 (tiga) hari kerja dalam hal permohonan disampaikan melalui tulisan di atas formulir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3),
 
sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(3)
Tata kerja pembetulan PPBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4)
Contoh format, isi, dan petunjuk pengisian formulir PP-PPBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 
 
 
 
 

Pasal 28

(1)
Dalam hal Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan, Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran, atau Pejabat Bea dan Cukai tidak memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pembatalan atau pembetulan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) atau Pasal 27 ayat (2), permohonan pembetulan atau pembatalan dianggap disetujui.
(2)
Terhadap permohonan pembetulan atau pembatalan yang telah dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan, Kepala Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran, atau Pejabat Bea dan Cukai melakukan pembetulan atau pembatalan PPBT.
 
 
 
 
 
BAB VI
PENGAWASAN
 

Pasal 29

(1)
Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu di dalam Daerah Pabean dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(2)
Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai.
(3)
Pengawasan Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pemuatan dan pembongkaran Barang Tertentu dalam Daerah Pabean.
(4)
Pengawasan Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat keberangkatan, pengangkutan di atas Sarana Pengangkut, dan/atau kedatangan dalam hal tertentu.
 
 
 
 
 

Pasal 30

(1)
Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengawasan pemuatan dan pembongkaran Barang Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) atas pemberitahuan pabean yang disampaikan oleh Pengangkut.
(2)
Pengawasan pemuatan dan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(3)
Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan:
 
a.
profil Pengangkut;
 
b.
profil agen Pengangkut;
 
c.
profil komoditi;
 
d.
profil pemilik barang;
 
e.
profil Sarana Pengangkut;
 
f.
profil pelabuhan pemuatan;
 
g.
profil pelabuhan pembongkaran; dan/atau
 
h.
data dan/atau informasi lain.
(4)
Terhadap hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai membuat laporan dalam bentuk tulisan di atas formulir dan/atau merekam dalam SKP.
(5)
Tata kerja pengawasan pemuatan dan pembongkaran Barang Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6)
Laporan hasil pengawasan pemuatan dan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 
 
 
 
 

Pasal 31

(1)
Pengawasan Pengangkutan dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) dilakukan di atas Sarana Pengangkut berdasarkan:
 
a.
hasil analisis atas data dan/atau informasi yang diperoleh unit intelijen;
 
b.
hasil analisis data dan/atau informasi pusat komando dan pengendalian patroli laut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan/atau
 
c.
hasil pengamatan dan analisis satuan tugas patroli laut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
 
menunjukkan adanya dugaan pelanggaran ketentuan pengangkutan Barang Tertentu.
(2)
Hasil analisis atas data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dituangkan dalam nota informasi.
(3)
Tata kerja analisis data dan/atau informasi oleh unit intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terkait tata laksana pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai.
(4)
Tata kerja analisis data dan/atau informasi oleh pusat komando dan pengendalian patroli laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terkait petunjuk pelaksanaan pengelolaan dan pengoperasian pusat komando dan pengendalian patroli laut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(5)
Pengawasan pada saat pengangkutan Barang Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan terkait patroli laut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 
 
 
 
 
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
 

Pasal 32

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
 
 
 
 
 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2024
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
ttd.
ASKOLANI

Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai PER-23/BC/2024 - Perpajakan DDTC