Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
|||||||
|
|||||||
Menimbang |
|||||||
bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan penegakan hukum (law Enforcement) di bidang perpajakan yang bertujuan untuk mengamankan penerimaan pajak nasional, perlu adanya peningkatan intensitas penagihan pajak secara persuasif maupun represif termasuk pelaksanaan penyanderaan pajak, untuk itu perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak Yang Disandera;
|
|||||||
|
|
||||||
Mengingat |
|||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987);
|
||||||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 Tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 249, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4051);
|
||||||
3.
|
Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-02.UM.09.01 Tahun 2003 dan Nomor 294/KMK.03/2003 tanggal 25 Juni 2003 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak yang disandera di Rumah Tahanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
|
||||||
|
|
||||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||||
Menetapkan |
|||||||
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYANDERAAN DAN PEMBERIAN REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||||||
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||
1.
|
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
||||||
2.
|
Tempat penyanderaan adalah rumah tahanan negara yang dijadikan tempat pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak yang terpisah dari tahanan lain.
|
||||||
3.
|
Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
|
||||||
4.
|
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 2 |
|||||||
Kriteria Penanggung Pajak yang akan disandera adalah:
|
|||||||
a.
|
Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
|
||||||
b.
|
Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak;
|
||||||
c.
|
Telah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat Jurusita Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak; dan
|
||||||
d.
|
Telah mendapat Izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||||||
|
|
||||||
BAB II
TATA CARA PENYANDERAAN Pasal 3 |
|||||||
(1)
|
Permohonan izin penyanderaan diajukan oleh Kepala Kantor kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan dengan memuat:
|
||||||
|
|
a.
|
Identitas Penanggung Pajak yang akan disandera.
|
||||
|
|
b.
|
Jumlah utang pajak yang belum dilunasi, disertai Kartu Pengawasan tunggakan Pajak Penanggung Pajak yang bersangkutan sampai dengan tanggal usulan penyanderaan (KP.RIKPA 4.3.1) dan upaya hukum yang ditempuh Wajib Pajak/Penanggung Pajak (Keberatan/Peninjauan Kembali, Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung).
|
||||
|
|
c.
|
Tindakan penagihan pajak, meliputi penagihan pajak persuasif dan represif, yang telah dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak/Pajak Bumi dan Bangunan dan melampirkan fotokopi Surat Paksa badan Berita Acara Penyampaian Surat Paksa.
|
||||
|
|
d.
|
Uraian tentang adanya petunjuk bahwa Penanggung Pajak diragukan Itikad baiknya dalam pelunasan utang pajak, meliputi:
|
||||
|
|
|
1.
|
Penanggung Pajak tidak merespon himbauan untuk melunasi utang pajak;
|
|||
|
|
|
2.
|
Penanggung Pajak tidak menjelaskan/tidak bersedia melunasi utang pajak baik sekaligus maupun angsuran;
|
|||
|
|
|
3.
|
Penanggung Pajak tidak bersedia menyerahkan hartanya untuk melunasi utang pajak;
|
|||
|
|
|
4.
|
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
|
|||
|
|
|
5.
|
Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
|
|||
|
|
|
6.
|
Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.
|
|||
(2)
|
Bentuk Surat Permohonan izin Melakukan Penyanderaan sebagai mana ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
|
||||||
|
|
|
|||||
Pasal 4 |
|||||||
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak up. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak setelah menerima izin tertulis dan Menteri Keuangan, segera mengirimkan izin tertulis tersebut kepada Kepala Kantor yang bersangkutan dengan kurir atau pos kilat tercatat atau pos kilat khusus.
|
||||||
(2)
|
Kepala Kantor menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan seketika setelah diterimanya izin tertulis dari Menteri Keuangan yang dikirim melalui Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||||
(3)
|
Bentuk formulir Surat Perintah Penyanderaan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||||
|
|
|
|||||
Pasal 5 |
|||||||
(1)
|
Jurusita Pajak menyampaikan Surat Perintah Penyanderaan langsung kepada Penanggung Pajak dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenai oleh dan dapat dipercaya (Kepala Seksi Penagihan, Koordinator Pelaksana Penagihan atau aparat Desa/Kelurahan).
|
||||||
(2)
|
Dalam melaksanakan penyanderaan Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal Penanggung Pajak Yang akan disandera tidak dapat ditemukan, bersembunyi atau melarikan diri, Jurusita Pajak melalui Kepala Kantor atau atasannya, dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.
|
||||||
(4)
|
Bentuk surat permintaan bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dalam Lampiran III dan IV Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||||
|
|
|
|||||
Pasal 6 |
|||||||
(1)
|
Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Paksa, atau Penanggung Pajak yang akan disandera tersebut melarikan diri atau bersembunyi ke luar wilayah kerja Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Paksa, maka Kepala Kantor dimaksud tetap dapat menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan, dan memerintahkan Jurusita Pajak untuk melaksanakan penyanderaan terhadap Penanggung Pajak yang berada di luar wilayah kerjanya.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Paksa, Kepala Kantor dimaksud dapat meminta bantuan kepada Kepala Kantor yang wilayah kerjanya merupakan tempat kedudukan, tempat keberadaan, atau tempat persembunyian Penanggung Pajak yang akan disandera.
|
||||||
(3)
|
Kepala Kantor yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di atas wajib memberikan bantuan, antara lain:
|
||||||
|
a.
|
Keterangan dan informasi tentang keberadaan Penanggung Pajak dimaksud;
|
|||||
|
b.
|
Memperbantukan Jurusita Pajak dari menyediakan saksi;
|
|||||
|
c.
|
Koordinasi dengan aparat Pemerintah Daerah/Kepolisian setempat;
|
|||||
|
d.
|
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan penyanderaan.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 7 |
|||||||
(1)
|
Penyanderaan tetap dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak Yang telah dilakukan pencegahan.
|
||||||
(2)
|
Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah atau sedang mengikuti sidang resmi atau sedang mengikuti Pemilihan Umum.
|
||||||
(3)
|
Penyanderaan mulai dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung Pajak yang disandera.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menolak untuk menerima Surat Perintah Penyanderaan, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Perintah Penyanderaan dimaksud di tempat kedudukan Penanggung Pajak (tempat tinggal atau tempat bekerja) dan mencatatnya dalam Berita Acara Penyampaian Surat Perintah Penyanderaan bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Perintah Penyanderaan, dan Surat Perintah Penyanderaan dianggap telah diterima serta sah mempunyai kekuatan hukum mengikat.
|
||||||
(5)
|
Salinan Surat Perintah Penyanderaan disampaikan kepada Kepala Rumah Tahanan Negara.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 8 |
|||||||
(1)
|
Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan pada saat Penanggung Pajak ditempatkan di Rumah Tahanan Negara yang tandatangani oleh Jurusita Pajak, Kepala Rumah Tahanan Negara dan saksi-saksi.
|
||||||
(2)
|
Bentuk formulir Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||||
(3)
|
Salinan Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan disampaikan kepada:
|
||||||
|
a.
|
Kepala Rumah Tahanan Negara;
|
|||||
|
b.
|
Penanggung Pajak Yang disandera;
|
|||||
|
c.
|
Bupati/Walikota Kepala Daerah di mana Penanggung Pajak Yang disandera bertempat tinggal (sesuai KTP/Paspor).
|
|||||
|
|
|
|||||
BAB III
TATA TERTIB PENYANDERAAN Pasal 9 |
|||||||
Penanggung Pajak yang disandera di rumah tahanan negara berhak untuk:
|
|||||||
a.
|
Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing di dalam rumah tahanan negara;
|
||||||
b.
|
Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
|
||||||
c.
|
Mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman makanan dari keluarga;
|
||||||
d.
|
Memperoleh bahan bacaan dan informasi atas biaya sendiri;
|
||||||
e.
|
Menerima kunjungan rohaniawan dan dokter pribadi atas biaya sendiri setelah mendapat izin dari Kepala Rumah Tahanan Negara;
|
||||||
f.
|
Menerima kunjungan keluarga, pengacara dan sahabat setelah mendapat izin tertulis dari Kepala Kantor paling banyak 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 30 (tiga puluh) menit untuk setiap kali kunjungan (bentuk surat izin sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini);
|
||||||
g.
|
Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas kepada Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala Kantor.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 10 |
|||||||
(1)
|
Penanggung Pajak yang disandera selama dalam rumah tahanan negara wajib mematuhi tata tertib dan disiplin di rumah tahanan negara.
|
||||||
(2)
|
Penanggung Pajak yang disandera dilarang membawa telepon genggam, pager, komputer, atau peralatan elektronik lain yang dapat menghubungi seseorang di luar rumah tahanan negara.
|
||||||
(3)
|
Jika terbukti Penanggung Pajak Yang disandera melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin, Kepala Rumah Tahanan Negara memberitahukan kepada Kepala Kantor atau kepada Kepolisian terdekat.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 11 |
|||||||
(1)
|
Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menderita sakit keras, dapat dirawat di rumah sakit di luar rumah tahanan negara setelah memperoleh izin tertulis dari Kepala Kantor Yang menyandera (bentuk surat izin sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini).
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menderita sakit keras mendadak, yang memerlukan tindakan cepat, petugas rumah tahanan negara dapat segera membawa ke rumah sakit/klinik kesehatan terdekat dan memberitahukan kepada Kepala Kantor yang bersangkutan serta kepolisian untuk Pengawalan.
|
||||||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) di atas, berlaku juga bagi Penanggung Pajak Yang disandera yang menderita gangguan Jiwa.
|
||||||
(4)
|
Masa perawatan medis di luar rumah tahanan negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) di atas, tidak dihitung sebagai masa penyanderaan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 12 |
|||||||
(1)
|
Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera meninggal dunia di rumah tahanan negara karena sakit, Kepala Rumah Tahanan Negara segera memberitahukan kepada Pejabat Yang menyandera dan keluarga dari Penanggung Pajak yang disandera disertai berita acara kematian.
|
||||||
(2)
|
Pemberitahuan dan berita acara kematian disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Permasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia serta Kepolisian.
|
||||||
(3)
|
Barang atau uang milik Penanggung Pajak yang disandera yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diserahkan kepada keluarganya dengan tanda bukti penerimaan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 13 |
|||||||
(1)
|
Penanggung Pajak yang melarikan diri dari rumah tahanan negara dalam masa penyanderaan, disandera kembali berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan terhadapnya, dengan kewajiban membayar biaya yang timbul karena pelarian tersebut.
|
||||||
(2)
|
Selama masa pelarian tersebut tidak dihitung sebagai penyanderaan.
|
||||||
|
|
||||||
BAB IV
PENGHENTIAN PENYANDERAAN Pasal 14 |
|||||||
(1)
|
Penanggung Pajak yang disandera dilepas dari rumah tahanan negara apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
Utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
|
|||||
|
b.
|
Jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah habis;
|
|||||
|
c.
|
Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
|
|||||
|
d.
|
Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan.
|
|||||
(2)
|
Persyaratan huruf (a) di atas berupa salinan atau fotokopi bukti pembayaran/pelunasan utang pajak/biaya penagihan pajak lembar pertama yang dilegalisasi oleh tempat pembayaran pajak yang bersangkutan.
|
||||||
(3)
|
Persyaratan huruf (c) di atas berupa salinan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang dilegalisasi oleh pengadilan yang bersangkutan.
|
||||||
(4)
|
Persyaratan huruf (d) berupa Surat Rekomendasi/Surat Pemberitahuan Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan pertimbangan:
|
||||||
|
a.
|
Penanggung Pajak sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari jumlah utang pajak/sisa utang pajak, dan sisanya akan dilunasi dengan angsuran;
|
|||||
|
b.
|
Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan bank garansi;
|
|||||
|
c.
|
Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan harta kekayaannya yang sama nilainya dengan utang Pajak dan biaya penagihan pajak untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
|
|||||
|
d.
|
Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih; atau
|
|||||
|
e.
|
Untuk kepentingan perekonomian negara dan kepentingan Umum.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 15 |
|||||||
(1)
|
Dalam hal Penanggung Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (4) di atas, Kepala Kantor menyampaikan usul permohonan rekomendasi ke Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak up. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak disertai fotokopi SSP/Surat jaminan bank/surat pernyataan penyerahan harta kekayaan Penanggung Pajak dan dokumen atau keterangan lain yang berkaitan dengan usulan tersebut
|
||||||
(2)
|
Direktur Jenderal Pajak up. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak setelah menerima rekomendasi/pemberitahuan tertulis dari Menteri Keuangan segera mengirimkannya kepada Kepala Kantor yang bersangkutan dengan kurir atau pos kilat tercatat atau pos kilat khusus.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 16 |
|||||||
(1)
|
Kepala Kantor wajib memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 24 jam kepada Kepala Rumah Tahanan Negara apabila Penanggung Pajak akan dilepas dari penyanderaan sejak diterimanya salah satu persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
|
||||||
(2)
|
Bentuk surat pemberitahuan pelepasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam Lampiran VIII Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 17 |
|||||||
(1)
|
Perhitungan dan penentuan tanggal pelepasan Penanggung Pajak yang disandera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Kepala Rumah Tahanan Negara.
|
||||||
(2)
|
Kepala Rumah Tahanan Negara segera memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor apabila Penanggung Pajak yang disandera telah dilepas dari penyanderaan.
|
||||||
|
|
||||||
BAB V
REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA Pasal 18 |
|||||||
(1)
|
Penanggung Pajak yang disandera dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan hanya kepada Pengadilan Negeri.
|
||||||
(2)
|
Gugatan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas tidak dapat diajukan setelah masa penyanderaan berakhir.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan oleh pengadilan dan putusan pengadilan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan rehabilitasi nama baik.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 19 |
|||||||
(1)
|
Permohonan rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
Putusan Pengadilan;
|
|||||
|
b.
|
Surat Perintah Penyanderaan; dan
|
|||||
|
c.
|
Surat Pemberitahuan Pelepasan Penanggung Pajak yang disandera.
|
|||||
(2)
|
Rehabilitasi nama baik dilaksanakan oleh Kepala Kantor dalam bentuk 1 (satu) kali pengumuman pada media cetak harian berskala nasional/regional/lokal dengan ukuran yang memadai, yang dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 20 |
|||||||
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
|
|||||||
|
|||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||||
|
|||||||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Juli 2003 DIREKTUR JENDERAL, ttd.
HADI POERNOMO |