Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
||
|
||
Menimbang |
||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 150 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus;
|
||
|
||
Mengingat |
||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066);
|
|
3.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS.
|
||
|
||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
|
||
1.
|
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
|
|
2.
|
Dewan Nasional adalah dewan yang dibentuk di tingkat nasional untuk menyelenggarakan KEK.
|
|
3.
|
Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk di tingkat provinsi atau lebih dari satu provinsi untuk membantu Dewan Nasional dalam penyelenggaraan KEK.
|
|
4.
|
Administrator KEK adalah unit kerja yang bertugas menyelenggarakan perizinan berusaha, perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK.
|
|
5.
|
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
|
6.
|
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
|
|
7.
|
Badan Usaha adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
|
|
8.
|
Pelaku Usaha adalah pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha di KEK.
|
|
9.
|
Kegiatan Utama adalah bidang usaha beserta rantai produksinya yang menjadi fokus kegiatan KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional.
|
|
10.
|
Kegiatan Lainnya adalah bidang usaha di luar Kegiatan Utama di KEK.
|
|
11.
|
Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
|
|
12.
|
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
|
13.
|
Barang Kena Pajak Berwujud adalah barang yang dikenai pajak yang menurut sifatnya berupa barang bergerak atau tidak bergerak.
|
|
14.
|
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah barang tidak berwujud seperti namun tidak terbatas pada hak cipta, paten, desain, formula atau proses, merek dagang, atau bentuk hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan dan kepabeanan.
|
|
15.
|
Barang Konsumsi adalah barang/bahan baku habis pakai yang digunakan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha jasa untuk kegiatan yang menghasilkan jasa di KEK.
|
|
16.
|
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
|
|
17.
|
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
|
18.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang tentang Kepabeanan.
|
|
19.
|
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
20.
|
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang tentang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
|
|
21.
|
Penanaman Modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.
|
|
22.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
23.
|
Pajak Dalam Rangka Impor adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22.
|
|
24.
|
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat, dan Kawasan Ekonomi Khusus.
|
|
25.
|
Persetujuan Lingkungan adalah keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
|
|
26.
|
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
|
|
27.
|
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
|
|
28.
|
Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
|
|
29.
|
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
|
30.
|
Orang Asing adalah orang yang bukan warga negara Indonesia.
|
|
31.
|
Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar wilayah Indonesia.
|
|
32.
|
Pejabat Imigrasi adalah pegawai yang telah melalui pendidikan khusus Keimigrasian dan memiliki keahlian teknis Keimigrasian serta memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang tentang Keimigrasian.
|
|
33.
|
Visa Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah keterangan tertulis, baik secara manual maupun elektronik yang diberikan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggal.
|
|
34.
|
Visa Kunjungan Saat Kedatangan yang selanjutnya disingkat VKSK adalah Visa kunjungan atas kuasa Direktur Jenderal Imigrasi yang diberikan kepada warga negara asing pada saat tiba di wilayah Indonesia.
|
|
35.
|
Visa Tinggal Terbatas adalah Visa bagi mereka yang bermaksud untuk menanamkan modal, bekerja, melaksanakan tugas sebagai rohaniwan, mengikuti pendidikan dan latihan atau melakukan penelitian ilmiah, menggabungkan diri dengan suami dan/atau orang tua bagi istri dan/atau anak sah dari seorang warga negara Indonesia.
|
|
36.
|
Izin Tinggal adalah izin yang diberikan kepada Orang Asing oleh Pejabat Imigrasi atau Pejabat Dinas Luar Negeri baik secara manual maupun elektronik untuk berada di wilayah Indonesia.
|
|
37.
|
Izin Masuk Kembali adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi kepada Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas dan Izin Tinggal tetap untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
|
|
38.
|
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat RKL, adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
|
|
39.
|
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat RPL adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
|
|
40.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat dengan KPBPB adalah kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||
(1)
|
Penyelenggaraan KEK meliputi:
|
|
|
a.
|
lokasi, kriteria, dan kegiatan usaha;
|
|
b.
|
pengusulan pembentukan KEK;
|
|
c.
|
penetapan KEK;
|
|
d.
|
pembangunan dan pengoperasian KEK;
|
|
e.
|
kelembagaan KEK;
|
|
f.
|
pengelolaan KEK; dan
|
|
g.
|
fasilitas dan kemudahan.
|
(2)
|
Fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:
|
|
|
a.
|
perpajakan, kepabeanan, dan cukai;
|
|
b.
|
lalu lintas barang;
|
|
c.
|
ketenagakerjaan;
|
|
d.
|
keimigrasian;
|
|
e.
|
pertanahan dan tata ruang;
|
|
f.
|
Perizinan Berusaha; dan/atau
|
|
g.
|
fasilitas dan kemudahan lainnya.
|
|
|
|
BAB II
LOKASI, KRITERIA, DAN KEGIATAN USAHA
Bagian Kesatu
Lokasi KEK
Pasal 3 |
||
Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK meliputi:
|
||
a.
|
area baru;
|
|
b.
|
perluasan KEK yang sudah ada; atau
|
|
c.
|
seluruh atau sebagian lokasi KPBPB.
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||
KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan KPBPB Batam, KPBPB Bintan, dan KPBPB Karimun yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai KPBPB sebelum atau sesudah jangka waktu yang ditetapkan berakhir.
|
||
|
||
Bagian Kedua
Kriteria Lokasi
Pasal 5 |
||
Lokasi yang diusulkan untuk menjadi KEK harus memenuhi kriteria:
|
||
a.
|
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;
|
|
b.
|
mempunyai batas yang jelas; dan
|
|
c.
|
lahan yang diusulkan menjadi KEK telah dikuasai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan.
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||
Sesuai dengan rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a merupakan kawasan budi daya dengan peruntukan berdasarkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
|
||
|
||
Pasal 7 |
||
(1)
|
Batas yang jelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b berupa batas alam atau batas buatan.
|
|
(2)
|
Pada batas KEK, Badan Usaha harus menetapkan pintu keluar dan pintu masuk barang untuk keperluan pengawasan barang yang masih terkandung kewajiban penerimaan negara.
|
|
(3)
|
Penetapan pintu keluar dan pintu masuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan berkoordinasi dengan kantor pabean setempat.
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||
(1)
|
Penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dibuktikan dengan:
|
|
|
a.
|
sertifikat atau dokumen kepemilikan hak atas tanah;
|
|
b.
|
akta jual beli dengan pemilik tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|
c.
|
perjanjian pengikatan jual beli yang telah dibayar lunas kepada pemilik tanah; dan/atau
|
|
d.
|
dokumen penguasaan dalam bentuk perjanjian sewa jangka panjang.
|
(2)
|
Perjanjian sewa jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling singkat sama dengan jangka waktu KEK yang diusulkan.
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Kegiatan Usaha di KEK
Pasal 9 |
||
(1)
|
Kegiatan usaha di KEK terdiri atas:
|
|
|
a.
|
produksi dan pengolahan;
|
|
b.
|
logistik dan distribusi;
|
|
c.
|
riset, ekonomi digital, dan pengembangan teknologi;
|
|
d.
|
pariwisata;
|
|
e.
|
pengembangan energi;
|
|
f.
|
pendidikan;
|
|
g.
|
kesehatan;
|
|
h.
|
olahraga;
|
|
i.
|
jasa keuangan;
|
|
j.
|
industri kreatif;
|
|
k.
|
pembangunan dan pengelolaan KEK;
|
|
l.
|
penyediaan infrastruktur KEK; dan/atau
|
|
m.
|
ekonomi lain.
|
(2)
|
Kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m ditetapkan oleh Dewan Nasional.
|
|
(3)
|
Dalam menetapkan kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Nasional dapat meminta pertimbangan menteri atau kepala lembaga terkait.
|
|
(4)
|
Pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan rencana zonasi KEK.
|
|
(5)
|
Di dalam KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.
|
|
(6)
|
Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja yang terpisah dari lokasi kegiatan usaha.
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||
Kriteria dan persyaratan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan setelah berkonsultasi dengan Dewan Nasional.
|
||
|
||
Pasal 11 |
||
Kriteria kegiatan usaha kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setelah berkonsultasi dengan Dewan Nasional.
|
||
|
||
BAB III
PENGUSULAN PEMBENTUKAN KEK
Bagian Kesatu
Pengusul Pembentukan KEK
Pasal 12 |
||
(1)
|
Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh:
|
|
|
a.
|
Badan Usaha; atau
|
|
b.
|
Pemerintah Daerah.
|
(2)
|
Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
|
|
a.
|
badan usaha milik negara;
|
|
b.
|
badan usaha milik daerah;
|
|
c.
|
koperasi;
|
|
d.
|
badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas; atau
|
|
e.
|
badan usaha patungan atau konsorsium.
|
(3)
|
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
|
|
a.
|
Pemerintah Daerah provinsi; atau
|
|
b.
|
Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
|
|
|
|
Pasal 13 |
||
(1)
|
Seluruh atau sebagian wilayah KPBPB Batam, KPBPB Bintan, dan KPBPB Karimun dapat ditetapkan menjadi KEK.
|
|
(2)
|
Penetapan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usulan Dewan Kawasan KPBPB Batam, KPBPB Bintan, dan KPBPB Karimun.
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||
(1)
|
Dalam hal tertentu, Pemerintah Pusat dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK.
|
|
(2)
|
Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|
|
a.
|
dalam rangka perluasan dan peningkatan kesempatan kerja; dan/atau
|
|
b.
|
kebutuhan pertumbuhan perekonomian nasional dan wilayah.
|
(3)
|
Pemenuhan hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diputuskan melalui sidang Dewan Nasional.
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||
(1)
|
Pengusulan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (2) harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
|
|
(2)
|
Pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Dewan Nasional KEK oleh:
|
|
|
a.
|
pimpinan Badan Usaha;
|
|
b.
|
bupati/wali kota;
|
|
c.
|
gubernur; atau
|
|
d.
|
ketua Dewan Kawasan KPBPB.
|
(3)
|
Penyampaian pengusulan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan pemenuhan persyaratan pengusulan pembentukan KEK.
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||
Penyiapan pemenuhan kriteria dan persyaratan pengusulan bagi KEK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Nasional dengan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
|
||
|
||
Bagian Kedua
Persyaratan Pengusulan Pembentukan KEK
Paragraf 1
Pengusulan Pembentukan KEK oleh Badan Usaha
Pasal 17 |
||
(1)
|
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional setelah memperoleh persetujuan tertulis dari Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
|
|
(2)
|
Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling sedikit berupa:
|
|
|
a.
|
peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
|
|
b.
|
rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
|
|
c.
|
rencana dan sumber pembiayaan;
|
|
d.
|
Persetujuan Lingkungan;
|
|
e.
|
hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
|
|
f.
|
jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; dan
|
|
g.
|
bukti penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan.
|
(3)
|
Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilengkapi dengan:
|
|
|
a.
|
akta pendirian Badan Usaha; dan
|
|
b.
|
persetujuan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
|
(4)
|
Persetujuan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, memuat:
|
|
|
a.
|
persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang KEK dalam hal terdapat lahan yang belum dibebaskan;
|
|
b.
|
kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
|
|
c.
|
komitmen dukungan tertulis Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
|
(5)
|
Lokasi KEK yang diusulkan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada:
|
|
|
a.
|
dalam satu wilayah kabupaten/kota;
|
|
b.
|
lintas wilayah kabupaten/kota; atau
|
|
c.
|
lintas provinsi.
|
(6)
|
Dalam hal lokasi KEK yang diusulkan berada pada lintas wilayah kabupaten/kota, persetujuan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus diperoleh dari masing-masing Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang lahan di wilayahnya masuk dalam lokasi KEK.
|
|
(7)
|
Dalam hal lokasi KEK yang diusulkan berada dalam lintas provinsi, persetujuan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus diperoleh dari masing-masing provinsi dan masing-masing kabupaten/kota yang lahan di wilayahnya masuk dalam lokasi KEK.
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Pengusulan Pembentukan KEK oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 18 |
||
(1)
|
Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional.
|
|
(2)
|
Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling sedikit berupa:
|
|
|
a.
|
peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
|
|
b.
|
rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
|
|
c.
|
rencana dan sumber pembiayaan;
|
|
d.
|
Persetujuan Lingkungan;
|
|
e.
|
hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
|
|
f.
|
jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; dan
|
|
g.
|
bukti penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan.
|
(3)
|
Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), usulan pembentukan KEK dilengkapi dengan komitmen dukungan tertulis dari Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Pengusulan Pembentukan KEK oleh Pemerintah Daerah Provinsi
Pasal 19 |
||
(1)
|
Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional.
|
|
(2)
|
Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling sedikit berupa:
|
|
|
a.
|
peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
|
|
b.
|
rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
|
|
c.
|
rencana dan sumber pembiayaan;
|
|
d.
|
Persetujuan Lingkungan;
|
|
e.
|
hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
|
|
f.
|
jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; dan
|
|
g.
|
bukti penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan.
|
(3)
|
Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), usulan pembentukan KEK dilengkapi dengan persetujuan dan komitmen dukungan tertulis Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang lahan di wilayahnya masuk dalam lokasi KEK.
|
|
(4)
|
Lokasi KEK yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah provinsi dapat berada:
|
|
|
a.
|
dalam satu wilayah kabupaten/kota; atau
|
|
b.
|
lintas wilayah kabupaten/kota.
|
(5)
|
Dalam hal lokasi KEK yang diusulkan berada pada lintas wilayah kabupaten/kota, persetujuan dan komitmen dukungan tertulis pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diperoleh dari masing-masing Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang lahan di wilayahnya masuk dalam lokasi KEK.
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Pengusulan Pembentukan KEK oleh Dewan Kawasan KPBPB
Pasal 20 |
||
(1)
|
Dewan Kawasan KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional.
|
|
(2)
|
Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling sedikit berupa:
|
|
|
a.
|
peta lokasi pengembangan dan luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
|
|
b.
|
rencana tata ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
|
|
c.
|
jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; dan
|
|
d.
|
rencana transisi perubahan KPBPB menjadi KEK.
|
(3)
|
Rencana transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling sedikit memuat:
|
|
|
a.
|
tugas Dewan Kawasan selama transisi dilaksanakan oleh Dewan Kawasan KPBPB yang bersangkutan;
|
|
b.
|
tugas Administrator KEK dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan KPBPB yang bersangkutan;
|
|
c.
|
fasilitas fiskal yang telah diterima oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dan fasilitas fiskal yang sama tetap diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|
d.
|
kemudahan yang telah diterima oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dan kemudahan yang sama tetap diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
(4)
|
Jangka waktu untuk masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Dewan Nasional.
|
|
(5)
|
Pengusulan oleh Dewan Kawasan KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas pengusulan yang disampaikan oleh:
|
|
|
a.
|
Badan Pengusahaan KPBPB; atau
|
|
b.
|
Badan Usaha.
|
(6)
|
Dalam hal Badan Usaha telah menguasai atau mendapatkan alokasi lahan dari Badan Pengusahaan KPBPB, pengusulan oleh Badan Pengusahaan KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, perlu mendapat pertimbangan dari Badan Usaha yang bersangkutan.
|
|
(7)
|
Dalam hal Badan Usaha telah menguasai atau mendapatkan alokasi lahan dari Badan Pengusahaan KPBPB, pengusulan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, perlu mendapat pertimbangan dari Badan Pengusahaan KPBPB.
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Penetapan KEK oleh Pemerintah Pusat
Pasal 21 |
||
(1)
|
Dalam hal penetapan KEK oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Sekretariat Jenderal Dewan Nasional bersama kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan:
|
|
|
a.
|
inventarisasi lahan negara yang dapat dimanfaatkan oleh Dewan Nasional sebagai lokasi KEK;
|
|
b.
|
koordinasi dengan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota di lokasi rencana KEK; dan
|
|
c.
|
menyusun rencana pengembangan KEK.
|
(2)
|
Rencana pengembangan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
|
|
|
a.
|
lokasi pengembangan yang terpisah dari permukiman penduduk;
|
|
b.
|
luas lahan yang diperlukan;
|
|
c.
|
rencana peruntukan ruang KEK dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
|
|
d.
|
penyiapan sumber pembiayaan;
|
|
e.
|
penyiapan Persetujuan Lingkungan; dan
|
|
f.
|
rencana pembangunan dan pengelolaan KEK.
|
|
|
|
BAB IV
PENETAPAN KEK
Bagian Kesatu
Pengkajian Pengusulan Pembentukan KEK
Pasal 22 |
||
(1)
|
Berdasarkan usulan dari Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, atau Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Sekretariat Jenderal Dewan Nasional melakukan evaluasi terhadap kelengkapan dokumen usulan.
|
|
(2)
|
Dalam hal dokumen usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, Sekretariat Jenderal Dewan Nasional mengembalikan dokumen usulan kepada pengusul.
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||
(1)
|
Terhadap usulan yang dokumennya telah lengkap, Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya usulan tertulis dan dokumen persyaratan secara lengkap.
|
|
(2)
|
Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
|
|
a.
|
pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan
|
|
b.
|
kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan.
|
(3)
|
Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Nasional.
|
|
(4)
|
Sekretariat Jenderal Dewan Nasional dalam melaksanakan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Badan Usaha, akademisi, tenaga ahli, asosiasi pengusaha, dan/atau pihak terkait.
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Persetujuan atau Penolakan Atas Pengusulan Pembentukan KEK
Pasal 24 |
||
(1)
|
Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Dewan Nasional memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan KEK.
|
|
(2)
|
Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam sidang Dewan Nasional.
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||
(1)
|
Dalam hal keputusan Dewan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) menyetujui usulan pembentukan KEK, Dewan Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden.
|
|
(2)
|
Pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||
(1)
|
Bagi KEK yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat, Dewan Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden setelah melakukan proses pembahasan dalam sidang Dewan Nasional yang melibatkan Pemerintah Daerah terkait.
|
|
(2)
|
Pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
||
(1)
|
Dalam hal keputusan Dewan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) menolak usulan pembentukan KEK, penolakan disampaikan secara tertulis kepada pengusul disertai dengan alasan.
|
|
(2)
|
Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan surat Sekretaris Jenderal Dewan Nasional.
|
|
|
|
|
Pasal 28 |
||
(1)
|
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib mendukung KEK yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dan Pasal 26 ayat (2).
|
|
(2)
|
Bentuk dukungan Pemerintah Pusat dilakukan oleh kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian paling sedikit meliputi:
|
|
|
a.
|
pemberian insentif dan kemudahan;
|
|
b.
|
perlakuan khusus dan percepatan dalam proses perizinan;
|
|
c.
|
penyediaan prasarana wilayah; dan
|
|
d.
|
keamanan lokasi KEK serta kelancaran arus barang dari dan ke KEK.
|
(3)
|
Bentuk dukungan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
|
|
|
a.
|
penyediaan prasarana di luar KEK sesuai dengan kewenangannya;
|
|
b.
|
pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah;
|
|
c.
|
pelayanan perizinan, fasilitas dan kemudahan yang dilaksanakan oleh Administrator KEK; dan
|
|
d.
|
penataan pemanfaatan ruang yang mendukung ketertiban di wilayah sekitar KEK.
|
|
|
|
BAB V
PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN KEK
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Pembangunan KEK
Pasal 29 |
||
Badan Usaha, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan Dewan Kawasan KPBPB melakukan pembangunan KEK yang telah ditetapkan sampai siap beroperasi paling lama 3 (tiga) tahun.
|
||
|
||
Pasal 30 |
||
Pembangunan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilaksanakan paling sedikit mencakup:
|
||
a.
|
penetapan Badan Usaha pembangun KEK;
|
|
b.
|
melanjutkan penguasaan lahan dalam hal lahan yang diusulkan belum dikuasai seluruhnya;
|
|
c.
|
pembangunan prasarana dan sarana yang berada di dalam lokasi KEK;
|
|
d.
|
penyediaan sumber daya manusia untuk pengoperasian KEK; dan
|
|
e.
|
penyediaan prasarana dan sarana yang berada di luar lokasi KEK.
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penetapan Badan Usaha Pembangun KEK
Pasal 31 |
||
Dalam pelaksanaan pembangunan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, atau Dewan Nasional menetapkan Badan Usaha untuk melakukan pembangunan KEK.
|
||
|
||
Pasal 32 |
||
(1)
|
Badan Usaha pembangun KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 terdiri atas:
|
|
|
a.
|
badan usaha milik negara;
|
|
b.
|
badan usaha milik daerah;
|
|
c.
|
koperasi;
|
|
d.
|
badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas; dan/atau
|
|
e.
|
badan usaha patungan atau konsorsium.
|
(2)
|
Selain Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan kerja kementerian/lembaga yang pola pengelolaan keuangannya menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan badan layanan umum, dapat menjadi pelaksana pembangun KEK.
|
|
|
|
|
Pasal 33 |
||
(1)
|
Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Dewan Nasional langsung menetapkan Badan Usaha pengusul sebagai Badan Usaha pembangun KEK dan sekaligus sebagai Badan Usaha pengelola.
|
|
(2)
|
Penetapan Badan Usaha pembangun KEK dan Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkannya Peraturan Pemerintah mengenai penetapan KEK yang bersangkutan.
|
|
(3)
|
Badan Usaha pembangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menugaskan Badan Usaha lain sebagai Badan Usaha pembangun setelah mendapat persetujuan dari Dewan Nasional.
|
|
(4)
|
Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pemenuhan pendanaan yang dibutuhkan untuk pembangunan dan pengelolaan KEK.
|
|
|
|
|
Pasal 34 |
||
(1)
|
Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Pemerintah Daerah kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota secara terbuka dan transparan berdasarkan:
|
|
|
a.
|
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota; atau
|
|
b.
|
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerja sama Pemerintah Daerah kabupaten/kota dengan Badan Usaha.
|
(2)
|
Dalam penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pembangun ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola oleh bupati/wali kota yang bersangkutan.
|
|
|
|
|
Pasal 35 |
||
(1)
|
Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh Pemerintah Daerah provinsi secara terbuka dan transparan berdasarkan:
|
|
|
a.
|
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi; atau
|
|
b.
|
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerja sama Pemerintah Daerah provinsi dengan Badan Usaha.
|
(2)
|
Dalam penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pembangun ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola oleh gubernur.
|
|
|
|
|
Pasal 36 |
||
(1)
|
Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Dewan Kawasan KPBPB dan KEK belum dinyatakan siap beroperasi, pembangunan KEK dilaksanakan oleh:
|
|
|
a.
|
Badan Pengusahaan KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) huruf a untuk usulan yang berasal dari Badan Pengusahaan KPBPB; atau
|
|
b.
|
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) huruf b, untuk usulan yang berasal dari usulan Badan Usaha bersangkutan.
|
(2)
|
Badan Pengusahaan KPBPB atau Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola KEK oleh Dewan Kawasan KPBPB.
|
|
(3)
|
Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab atas pemenuhan pendanaan yang dibutuhkan untuk pembangunan dan pengelolaan KEK.
|
|
(4)
|
Dalam hal Badan Pengusahaan KPBPB yang melaksanakan pembangunan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, maka Badan Pengusahaan KPBPB wajib membentuk Badan Usaha pembangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
|
|
|
|
|
Pasal 37 |
||
(1)
|
Dalam hal KEK ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang ditunjuk oleh Dewan Nasional.
|
|
(2)
|
Penetapan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan:
|
|
|
a.
|
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara; atau
|
|
b.
|
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerja sama Dewan Nasional atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dengan Badan Usaha.
|
(3)
|
Selain menggunakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penetapan Badan Usaha dapat dilakukan berdasarkan kerja sama strategis dengan Badan Usaha.
|
|
(4)
|
Kerja sama strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dalam hal Badan Usaha tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Dewan Nasional atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
|
|
(5)
|
Dalam hal penetapan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan Usaha pembangun sekaligus ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola oleh menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan.
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penguasaan Lahan dalam Lokasi KEK
Pasal 38 |
||
(1)
|
Penguasaan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b dilakukan melalui proses:
|
|
|
a.
|
pengadaan tanah; dan/atau
|
|
b.
|
sewa berdasarkan perjanjian.
|
(2)
|
Pengadaan tanah dan/atau sewa berdasarkan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan oleh:
|
|
|
a.
|
Badan Usaha dalam hal KEK diusulkan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);
|
|
b.
|
Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam hal KEK diusulkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
|
|
c.
|
Pemerintah Daerah provinsi dalam hal KEK diusulkan oleh Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
|
|
d.
|
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dalam hal KEK ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
|
(3)
|
Pelaksanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
|
|
(4)
|
Tanah yang telah dikuasai melalui pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan hak pengelolaan dalam hal pengadaan tanah dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.
|
|
(5)
|
Tanah yang telah dikuasai melalui pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan hak atas tanah dalam hal pengadaan tanah dilakukan oleh Badan Usaha.
|
|
(6)
|
Perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling singkat sama dengan jangka waktu beroperasinya KEK.
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pembangunan Prasarana dan Sarana yang Berada di Dalam Lokasi KEK
Pasal 39 |
||
(1)
|
Pembangunan prasarana dan sarana yang berada di dalam lokasi KEK dilakukan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusul pembentukan KEK.
|
|
(2)
|
Pembangunan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan jenis dan standar prasarana dan sarana yang diatur oleh Dewan Nasional.
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Sumber Daya Manusia dan Prasarana Untuk Menunjang Pengoperasian KEK
Pasal 40 |
||
(1)
|
Dewan Nasional melakukan penyiapan sumber daya manusia, ruang kerja, peralatan kerja, dan sistem untuk terselenggaranya pemberian perizinan dan kemudahan di KEK.
|
|
(2)
|
Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aparatur sipil negara dan nonaparatur sipil negara.
|
|
(3)
|
Dalam hal KEK diusulkan oleh Badan Usaha, Badan Usaha pengusul melakukan penyiapan sumber daya manusia untuk menunjang pengoperasian KEK, selain sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
(4)
|
Penyiapan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Badan Usaha, penyelenggara pendidikan, dan/atau pihak terkait.
|
|
(5)
|
Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dapat memberikan dukungan penyiapan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melalui pelaksanaan program yang terkait.
|
|
(6)
|
Dalam hal Dewan Nasional belum dapat menyiapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Nasional dapat meminta Badan Usaha pengelola untuk menyediakan ruang kerja dan peralatan kerja untuk terselenggaranya pemberian perizinan dan kemudahan di KEK untuk sementara waktu.
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Penyediaan Prasarana yang Berada di Luar Lokasi KEK
Pasal 41 |
||
(1)
|
Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, dan/atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian memberikan dukungan untuk pembangunan prasarana di luar KEK untuk menunjang pengembangan KEK.
|
|
(2)
|
Prasarana penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa infrastruktur untuk akses ke dan dari KEK.
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pembangunan KEK Sebagai Proyek Strategis Nasional Pasal 42 |
||
(1)
|
KEK merupakan proyek strategis nasional.
|
|
(2)
|
Pelaksanaan pembangunan KEK sebagai proyek strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional.
|
|
(3)
|
Ketentuan mengenai pelaksanaan KEK sebagai proyek strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Dewan Nasional.
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Pendanaan Pembangunan KEK
Pasal 43 |
||
Pendanaan untuk pembangunan KEK dapat bersumber dari:
|
||
a.
|
anggaran pendapatan dan belanja negara;
|
|
b.
|
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
|
|
c.
|
Badan Usaha; dan/atau
|
|
d.
|
sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Evaluasi Pembangunan dan Kesiapan Pengoperasian KEK
Pasal 44 |
||
(1)
|
Pengusul pembentukan KEK harus menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan KEK kepada Dewan Nasional dengan tembusan kepada Dewan Kawasan pada bulan ke-12 (dua belas), bulan ke-24 (dua puluh empat), dan bulan ke-36 (tiga puluh enam) sejak KEK ditetapkan.
|
|
(2)
|
Laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tahapan yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
|
|
(3)
|
Berdasarkan laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dewan Nasional dapat meminta masukan dari Dewan Kawasan.
|
|
|
|
|
Pasal 45 |
||
(1)
|
Dewan Nasional melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan KEK berdasarkan hasil laporan pengusul pembentukan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.
|
|
(2)
|
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Dewan Kawasan dan pengusul pembentukan KEK untuk ditindaklanjuti.
|
|
(3)
|
Pengusul pembentukan KEK wajib menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|
|
|
|
Pasal 46 |
||
(1)
|
Dalam jangka waktu paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak KEK ditetapkan, pengusul pembentukan KEK harus menyelesaikan pembangunan KEK sesuai tahapan yang ditetapkan untuk dinyatakan siap beroperasi dan melaporkan kepada Dewan Nasional dengan tembusan kepada Dewan Kawasan.
|
|
(2)
|
Kesiapan beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kesiapan:
|
|
|
a.
|
prasarana dan sarana;
|
|
b.
|
sumber daya manusia; dan
|
|
c.
|
perangkat pengendalian administrasi.
|
(3)
|
Dewan Nasional melakukan evaluasi terhadap penyelesaian pembangunan KEK dan kesiapan operasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
(4)
|
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
|
|
|
a.
|
KEK dinyatakan siap beroperasi; atau
|
|
b.
|
KEK dinyatakan belum siap beroperasi.
|
(5)
|
KEK yang dinyatakan siap beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a ditetapkan dengan keputusan Ketua Dewan Nasional.
|
|
(6)
|
Dalam hal KEK dinyatakan belum siap beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Dewan Nasional:
|
|
|
a.
|
melakukan perubahan luas wilayah atau zona peruntukan;
|
|
b.
|
melakukan langkah penyelesaian masalah pembangunan KEK;
|
|
c.
|
melakukan penggantian Badan Usaha dalam hal pembangunan KEK dilakukan melalui kerja sama Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha; atau
|
|
d.
|
memberikan perpanjangan waktu paling lama 2 (dua) tahun.
|
(7)
|
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Dewan Kawasan dan pengusul pembentukan KEK untuk ditindaklanjuti.
|
|
|
|
|
Pasal 47 |
||
(1)
|
Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (6) huruf d telah diberikan dan KEK belum siap beroperasi karena keadaan kahar atau bukan karena kelalaian pengusul pembentukan KEK, Dewan Kawasan menyampaikan pertimbangan perpanjangan waktu kepada Dewan Nasional paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya jangka waktu perpanjangan.
|
|
(2)
|
Perpanjangan waktu pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil konsultansi dengan instansi pemerintah dan pihak terkait lainnya sesuai kebutuhan.
|
|
|
|
|
Pasal 48 |
||
(1)
|
Dewan Nasional melakukan evaluasi atas pertimbangan yang disampaikan oleh Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pertimbangan diterima Dewan Nasional.
|
|
(2)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kelayakan dioperasikannya KEK.
|
|
(3)
|
Berdasarkan hasil evaluasi, Dewan Nasional dapat memberikan perpanjangan waktu pembangunan KEK.
|
|
(4)
|
Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
|
|
|
|
|
Pasal 49 |
||
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (6) dan Pasal 48 ayat (4) telah dilakukan, KEK belum dapat juga beroperasi, Dewan Nasional mengajukan usulan pencabutan penetapan KEK kepada Presiden disertai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pencabutan Peraturan Pemerintah tentang penetapan KEK.
|
||
|
||
BAB VI
KELEMBAGAAN KEK
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 50 |
||
Kelembagaan KEK terdiri atas:
|
||
a.
|
Dewan Nasional;
|
|
b.
|
Sekretariat Jenderal Dewan Nasional;
|
|
c.
|
Dewan Kawasan; dan
|
|
d.
|
Administrator KEK.
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Dewan Nasional
Pasal 51 |
||
(1)
|
Dalam menyelenggarakan pengembangan KEK dibentuk Dewan Nasional.
|
|
(2)
|
Dewan Nasional diketuai oleh menteri yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian dan beranggotakan menteri dan kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
|
|
(3)
|
Ketua dan Anggota Dewan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
|
|
|
|
|
Pasal 52 |
||
Tugas Dewan Nasional:
|
||
a.
|
menetapkan strategi dan kebijakan umum pembentukan dan pengembangan KEK;
|
|
b.
|
membentuk Administrator KEK;
|
|
c.
|
menetapkan standar pengelolaan di KEK;
|
|
d.
|
melakukan pengkajian atas usulan suatu wilayah untuk dijadikan KEK;
|
|
e.
|
memberikan rekomendasi pembentukan KEK;
|
|
f.
|
mengkaji dan merekomendasikan langkah pengembangan di wilayah yang potensinya belum berkembang;
|
|
g.
|
menyelesaikan permasalahan strategis dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan KEK; dan
|
|
h.
|
memantau dan mengevaluasi keberlangsungan KEK serta merekomendasikan langkah tindak lanjut hasil evaluasi kepada Presiden, termasuk mengusulkan pencabutan status KEK.
|
|
|
|
|
Pasal 53 |
||
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Dewan Nasional dapat:
|
||
a.
|
meminta penjelasan Dewan Kawasan dan Administrator KEK mengenai pelaksanaan kegiatan;
|
|
b.
|
meminta masukan dan/atau bantuan instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau para ahli sesuai dengan kebutuhan; dan/atau
|
|
c.
|
melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai kebutuhan.
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Sekretariat Jenderal Dewan Nasional
Pasal 54 |
||
Untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Nasional dibentuk Sekretariat Jenderal Dewan Nasional.
|
||
|
||
Bagian Keempat
Dewan Kawasan
Pasal 55 |
||
(1)
|
Dewan Kawasan dapat dibentuk sesuai kebutuhan di tingkat provinsi yang di wilayahnya terdapat KEK.
|
|
(2)
|
Dalam hal lokasi KEK lintas provinsi, dapat dibentuk 1 (satu) Dewan Kawasan dengan melibatkan provinsi yang bersangkutan.
|
|
(3)
|
Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diusulkan oleh Dewan Nasional kepada Presiden untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
|
|
(4)
|
Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertanggung jawab kepada Dewan Nasional.
|
|
(5)
|
Untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Kawasan, dibentuk Sekretariat Dewan Kawasan.
|
|
|
|
|
Pasal 56 |
||
Dewan Kawasan bertugas:
|
||
a.
|
melaksanakan strategi dan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional dalam pembentukan dan pengembangan KEK;
|
|
b.
|
membantu Dewan Nasional dalam mengawasi pelaksanaan tugas Administrator KEK;
|
|
c.
|
menetapkan langkah strategis penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan KEK di wilayah kerjanya;
|
|
d.
|
menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan Nasional setiap akhir tahun;
|
|
e.
|
menyampaikan laporan insidental dalam hal terdapat permasalahan strategis kepada Dewan Nasional; dan
|
|
f.
|
melaksanakan tugas-tugas lain yang diminta oleh Ketua Dewan Nasional.
|
|
|
|
|
Pasal 57 |
||
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Dewan Kawasan dapat:
|
||
a.
|
meminta penjelasan Administrator KEK mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha, perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK;
|
|
b.
|
meminta masukan dan/atau bantuan kepada instansi Pemerintah Pusat atau para ahli sesuai kebutuhan; dan/atau
|
|
c.
|
melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai kebutuhan.
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Administrator KEK
Pasal 58 |
||
(1)
|
Administrator KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf d dibentuk oleh Dewan Nasional.
|
|
(2)
|
Administrator KEK bertugas menyelenggarakan:
|
|
|
a.
|
Perizinan Berusaha dan perizinan lainnya yang diperlukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha;
|
|
b.
|
pelayanan nonperizinan yang diperlukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha; dan
|
|
c.
|
pengawasan dan pengendalian pengoperasian KEK.
|
(3)
|
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
(4)
|
Pelaksanaan Perizinan Berusaha dan perizinan lainnya oleh Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
|
|
|
Pasal 59 |
||
(1)
|
Dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada Pasal 58 ayat (2) huruf c, Administrator KEK berwenang untuk mendapatkan laporan atau penjelasan dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha mengenai kegiatannya.
|
|
(2)
|
Berdasarkan hasil evaluasi selama kegiatan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf c, Administrator KEK berwenang memberikan:
|
|
|
a.
|
arahan kepada Badan Usaha pengelola KEK untuk perbaikan operasionalisasi KEK; dan
|
|
b.
|
teguran kepada Badan Usaha pengelola KEK dalam hal terjadi penyimpangan dalam pengoperasian KEK.
|
(3)
|
Administrator KEK menyampaikan laporan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK kepada Dewan Nasional dengan tembusan kepada Dewan Kawasan, secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
|
|
(4)
|
Administrator KEK dapat menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara insidental dalam hal Dewan Nasional atau Dewan Kawasan membutuhkan perkembangan operasionalisasi KEK atau Administrator KEK menilai terdapat kondisi yang harus dilaporkan segera.
|
|
|
|
|
Pasal 60 |
||
(1)
|
Administrator KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) harus sudah dibentuk paling lambat sebelum KEK beroperasi.
|
|
(2)
|
Administrator KEK dapat dijabat oleh aparatur sipil negara atau nonaparatur sipil negara yang memiliki kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dipilih secara selektif sesuai dengan kriteria dan kualifikasi yang ditentukan oleh Dewan Nasional.
|
|
|
|
|
Pasal 61 |
||
(1)
|
Pelaksanaan tugas Administrator KEK dilakukan sesuai dengan tata kelola pemerintahan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perutndang-undangan.
|
|
(2)
|
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang Administrator KEK, kepada Administrator KEK dapat diberikan fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan penerapan praktik bisnis yang sehat.
|
|
(3)
|
Fleksibilitas pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi penganggaran dan pengelolaan perbendaharaan.
|
|
(4)
|
Pengelolaan perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pengelolaan uang, pengelolaan utang, dan pengelolaan aset.
|
|
(5)
|
Pola pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pola pengelolaan yang sesuai dengan ketentuan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
|
|
(6)
|
Penetapan Administrator KEK untuk dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 62 |
||
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja Dewan Nasional, Sekretariat Jenderal Dewan Nasional, Dewan Kawasan, dan Administrator KEK diatur dengan Peraturan Presiden.
|
||
|
||
BAB VII
PENGELOLAAN KEK
Bagian Kesatu
Pengelolaan KEK
Pasal 63 |
||
Pengelolaan KEK dilakukan oleh Badan Usaha pengelola, Administrator KEK, Dewan Kawasan, dan Dewan Nasional.
|
||
|
||
Bagian Kedua
Badan Usaha Pengelola
Pasal 64 |
||
(1)
|
Badan Usaha pengelola bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
|
|
(2)
|
Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk:
|
|
|
a.
|
badan usaha milik negara;
|
|
b.
|
badan usaha milik daerah;
|
|
c.
|
koperasi;
|
|
d.
|
badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas;
|
|
e.
|
badan usaha patungan; atau
|
|
f.
|
badan layanan umum.
|
(3)
|
Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat sebelum KEK beroperasi.
|
|
|
|
|
Pasal 65 |
||
(1)
|
Untuk KEK yang diusulkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penetapan Badan Usaha pengelola dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Pusat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai:
|
|
|
a.
|
pengelolaan barang milik negara/daerah; atau
|
|
b.
|
kerja sama pemerintah dan badan usaha.
|
(2)
|
Dalam hal aset prasarana dan sarana KEK merupakan barang milik negara/daerah, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Dewan Nasional dapat menugaskan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah sebagai Badan Usaha pengelola.
|
|
(3)
|
Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui penyertaan modal daerah/negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 66 |
||
(1)
|
Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 melaksanakan pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian pengelolaan KEK antara Badan Usaha dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Dewan Nasional/kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
|
|
(2)
|
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
|
|
a.
|
lingkup pekerjaan;
|
|
b.
|
jangka waktu;
|
|
c.
|
standar kinerja pelayanan;
|
|
d.
|
sanksi;
|
|
e.
|
pelaksanaan pelayanan KEK dalam hal terjadi sengketa;
|
|
f.
|
pemutusan perjanjian oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Dewan Nasional/kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dalam hal tertentu;
|
|
g.
|
manajemen operasional KEK;
|
|
h.
|
pengakhiran perjanjian;
|
|
i.
|
pertanggungjawaban terhadap barang milik negara/daerah; dan
|
|
j.
|
serah terima aset atau infrastruktur oleh Badan Usaha pengelola kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota setelah kerja sama pengelolaan berakhir.
|
(3)
|
Dalam hal pengelolaan KEK dilakukan oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah berdasarkan mekanisme penyertaan modal negara/daerah kepada badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang bersangkutan, tidak memerlukan perjanjian pengelolaan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Evaluasi Pengelolaan KEK
Pasal 67 |
||
(1)
|
Administrator KEK melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Nasional dengan tembusan kepada Dewan Kawasan.
|
|
(2)
|
Dewan Nasional melakukan evaluasi pengelolaan KEK berdasarkan laporan Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
(3)
|
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada:
|
|
|
a.
|
Administrator KEK; dan
|
|
b.
|
Dewan Kawasan.
|
|
|
|
Pasal 68 |
||
Hasil evaluasi Dewan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) ditindaklanjuti oleh Dewan Kawasan dan Administrator KEK untuk pengendalian operasional KEK.
|
||
|
||
Pasal 69 |
||
(1)
|
Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2), Dewan Nasional dapat meminta masukan dari Dewan Kawasan dan Administrator KEK terkait upaya perbaikan operasionalisasi KEK.
|
|
(2)
|
Berdasarkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Nasional dapat:
|
|
|
a.
|
memberikan arahan kepada Dewan Kawasan dan Administrator KEK untuk peningkatan kinerja operasionalisasi KEK;
|
|
b.
|
melakukan pemantauan terhadap operasionalisasi KEK; dan/atau
|
|
c.
|
memberikan rekomendasi mengenai langkah tindak lanjut operasionalisasi KEK.
|
(3)
|
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dapat berupa:
|
|
|
a.
|
pemutusan perjanjian pengelolaan KEK dalam hal Badan Usaha pengelola ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1);
|
|
b.
|
perbaikan manajemen operasional KEK dalam hal Badan Usaha pengelola merupakan Badan Usaha pengusul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), atau Badan Usaha yang melakukan kerja sama antara pemerintah dan Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), Pasal 35 ayat (2), Pasal 36 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (5); atau
|
|
c.
|
pengusulan pencabutan penetapan KEK.
|
(4)
|
Rekomendasi pemutusan perjanjian pengelolaan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Dewan Kawasan, apabila Badan Usaha pengelola:
|
|
|
a.
|
tidak memenuhi standar kinerja pelayanan;
|
|
b.
|
dinyatakan pailit;
|
|
c.
|
melakukan kegiatan yang menyimpang dari Perizinan Berusaha dan izin lain yang diberikan; dan/atau
|
|
d.
|
mengajukan permohonan berhenti sebagai Badan Usaha pengelola.
|
(5)
|
Rekomendasi perbaikan manajemen operasional KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Dewan Kawasan, apabila Badan Usaha pengelola:
|
|
|
a.
|
tidak memenuhi standar kinerja pelayanan; dan/atau
|
|
b.
|
melakukan kegiatan yang menyimpang dari Perizinan Berusaha dan izin lain yang diberikan.
|
(6)
|
Rekomendasi pencabutan penetapan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Presiden apabila dalam pengoperasian KEK:
|
|
|
a.
|
tidak dilakukan perbaikan kinerja setelah dilakukan langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5);
|
|
b.
|
terjadi dampak negatif skala luas terhadap lingkungan di sekitarnya;
|
|
c.
|
menimbulkan gejolak sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya; dan/atau
|
|
d.
|
terjadi pelanggaran hukum di KEK.
|
|
|
|
Pasal 70 |
||
(1)
|
Dalam hal status Badan Usaha pengelola dicabut, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, atau Dewan Nasional/kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian melakukan proses penetapan Badan Usaha pengelola yang baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah pencabutan Badan Usaha pengelola.
|
|
(2)
|
Selama belum ditetapkannya Badan Usaha pengelola yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelolaan KEK dilakukan oleh Administrator KEK.
|
|
|
|
|
BAB VIII
FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KEK
Pasal 71 |
||
(1)
|
Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan pada kegiatan usaha di KEK, diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
|
|
a.
|
perpajakan, kepabeanan, dan cukai;
|
|
b.
|
lalu lintas barang;
|
|
c.
|
ketenagakerjaan;
|
|
d.
|
keimigrasian;
|
|
e.
|
pertanahan dan tata ruang;
|
|
f.
|
Perizinan Berusaha; dan/atau
|
|
g.
|
fasilitas dan kemudahan lainnya.
|
(2)
|
Fasilitas dan kemudahan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 72 |
||
(1)
|
Dewan Nasional menetapkan 1 (satu) atau lebih kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) sebagai Kegiatan Utama di KEK.
|
|
(2)
|
Kegiatan usaha yang tidak ditetapkan sebagai Kegiatan Utama di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi Kegiatan Lainnya.
|
|
|
|
|
BAB IX
FASILITAS DAN KEMUDAHAN PERPAJAKAN, KEPABEANAN, DAN CUKAI
Bagian Kesatu
Jenis Fasilitas dan Kemudahan, dan Syarat Umum Penerima Fasilitas dan Kemudahan
Pasal 73 |
||
(1)
|
Fasilitas dan kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf a berupa:
|
|
|
a.
|
Pajak Penghasilan;
|
|
b.
|
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
|
|
c.
|
Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
|
|
d.
|
Cukai.
|
(2)
|
Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk Bea Masuk anti dumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan, dan Bea Masuk pembalasan.
|
|
(3)
|
Untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha harus memenuhi syarat:
|
|
|
a.
|
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri, baik pusat maupun cabang, yang melakukan kegiatan usaha di KEK;
|
|
b.
|
memiliki penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola KEK dari Dewan Nasional, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya;
|
|
c.
|
mempunyai batas lahan yang jelas sesuai tahapannya; dan
|
|
d.
|
memiliki Perizinan Berusaha.
|
(4)
|
Untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri, baik pusat maupun cabang; dan
|
|
b.
|
memiliki Perizinan Berusaha.
|
(5)
|
Administrator KEK dapat menerbitkan tanda pengenal khusus bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK.
|
|
(6)
|
Ketentuan mengenai fasilitas dan kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
|
|
Pasal 74 |
||
Untuk dapat memperoleh fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf c berupa penangguhan Bea Masuk, Badan Usaha, dan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK harus memiliki sistem informasi (IT inventory) yang tersambung dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
|
||
|
||
Bagian Kedua
Fasilitas dan Kemudahan Pajak Penghasilan
Pasal 75 |
||
(1)
|
Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada kegiatan utama dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Utama yang dilakukan.
|
|
(2)
|
Ketentuan mengenai besaran, jangka waktu, pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban Wajib Pajak terkait pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
|
|
Pasal 76 |
||
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di luar kegiatan usaha yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
||
Pasal 77 |
||
(1)
|
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di luar penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari kegiatan usaha yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
(2)
|
Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
|
|
|
Pasal 78 |
||
(1)
|
Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang tidak memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 atau melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Lainnya dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan yang meliputi:
|
|
|
a.
|
pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman modal yang dilakukan;
|
|
b.
|
penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
|
|
c.
|
pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah; dan
|
|
d.
|
kompensasi kerugian selama 10 (sepuluh) tahun.
|
(2)
|
Ketentuan mengenai pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban Wajib Pajak terkait fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
|
|
Pasal 79 |
||
(1)
|
Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78.
|
|
(2)
|
Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75.
|
|
|
|
|
Pasal 80 |
||
Badan Usaha dalam transaksi:
|
||
a.
|
pengadaan tanah untuk KEK;
|
|
b.
|
penjualan tanah dan/atau bangunan di KEK; dan/atau
|
|
c.
|
sewa tanah dan/atau bangunan di KEK,
|
|
tidak dipungut Pajak Penghasilan.
|
||
|
|
|
Pasal 81 |
||
(1)
|
Warga negara asing yang bekerja di KEK dan telah menjadi subjek pajak dalam negeri serta memiliki keahlian tertentu dapat diberikan fasilitas dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia selama 4 (empat) tahun.
|
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau melalui Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
|
|
Pasal 82 |
||
Fasilitas Pajak Penghasilan selain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tetap dapat diberikan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
||
Bagian Ketiga
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
|
||
(1)
|
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas:
|
|
|
a.
|
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu dari TLDDP, kawasan bebas, dan tempat penimbunan berikat kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
|
|
b.
|
impor Barang Kena Pajak Berwujud tertentu ke KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
|
|
c.
|
impor Barang Konsumsi ke KEK pariwisata oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
|
|
d.
|
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu antar Badan Usaha, antar Pelaku Usaha, atau antar Badan Usaha dengan Pelaku Usaha;
|
|
e.
|
penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud termasuk jasa persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK oleh Pelaku Usaha dan/atau Badan Usaha kepada Pelaku Usaha lainnya dan/atau Badan Usaha di KEK yang sama atau KEK lainnya;
|
|
f.
|
penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha dari TLDDP atau selain TLDDP kepada Badan Usaha/Pelaku Usaha; dan
|
|
g.
|
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha.
|
(2)
|
Barang Kena Pajak Berwujud tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d berupa:
|
|
|
a.
|
barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan, peralatan/mesin dan suku cadang yang diperlukan untuk proses produksi pengolahan, barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk pembangunan dan/atau pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya;
|
|
b.
|
bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan;
|
|
c.
|
bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan jasa kena pajak dan/atau kegiatan pengembangan teknologi; dan/atau
|
|
d.
|
barang yang diperuntukan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik, serta maintenance, repair and overhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang.
|
(3)
|
Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diberikan sesuai bidang usahanya berupa:
|
|
|
a.
|
jasa maklon;
|
|
b.
|
jasa perbaikan dan perawatan termasuk maintenance, repair and overhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang;
|
|
c.
|
jasa pengurusan transportasi terkait barang untuk tujuan ekspor;
|
|
d.
|
jasa konstruksi yang meliputi perencanaan, perancangan, pelaksanaan pembangunan, dan pengawasan pembangunan di KEK, termasuk konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi;
|
|
e.
|
jasa teknologi dan informasi;
|
|
f.
|
jasa penelitian dan pengembangan;
|
|
g.
|
jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
|
|
h.
|
jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran, jasa konsultansi pemasaran, jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
|
|
i.
|
jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor;
|
|
j.
|
jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit, dan/atau komunikasi/konektivitas data; dan
|
|
k.
|
jasa lainnya yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
(4)
|
Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
|
|
|
a.
|
Barang Konsumsi yang diperlukan oleh Pelaku Usaha di KEK pariwisata sebagai bahan baku usaha untuk menghasilkan jasa;
|
|
b.
|
waktu penggunaannya relatif singkat serta akan hilang keberadaan dan/atau fungsinya bila sudah dipergunakan, yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan jasa; dan
|
|
c.
|
tidak ditujukan untuk penggunaan di luar KEK.
|
(5)
|
Jenis Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dapat diberikan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor, dicantumkan dalam daftar barang yang diusulkan oleh Administrator KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional.
|
|
(6)
|
Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang diimpor, jumlahnya ditetapkan oleh Administrator KEK dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
|
|
(7)
|
Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau seluruh wilayah kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, penyerahan Jasa Kena Pajak dari dan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
|
|
|
Pasal 84 |
||
(1)
|
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP, dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
(2)
|
Pelaku Usaha di KEK yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang pada saat impor barang atau penyerahan barang tidak dipungut pajaknya.
|
|
(3)
|
Dapat dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berasal dari Pelaku Usaha maintenance, repair and overhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(4)
|
Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak yang mendapat fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
|
|
|
|
Pasal 85 |
||
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK wajib membuat faktur pajak pada saat penyerahan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
||
Pasal 86 |
||
Atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu, Jasa Kena Pajak Tertentu, dan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis diberikan fasilitas dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
||
Pasal 87 |
||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
|
||
Bagian Keempat
Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan Cukai Paragraf 1 Umum
|
||
(1)
|
Untuk kepentingan pengawasan, sebagian atau seluruh KEK dapat ditetapkan sebagai Kawasan Pabean.
|
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan KEK sebagai Kawasan Pabean diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
|
|
Pasal 89 |
||
(1)
|
Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Badan Usaha di KEK meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal dalam rangka pembangunan atau pengembangan KEK.
|
|
(2)
|
Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang masih dalam tahap pembangunan atau pengembangan meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal.
|
|
(3)
|
Fasilitas dan kemudahan kepabeanan dan cukai yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang telah menyelesaikan tahap pembangunan atau pengembangan meliputi:
|
|
|
a.
|
pembebasan Bea Masuk untuk Barang Konsumsi dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor di KEK pariwisata;
|
|
b.
|
penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
|
|
c.
|
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai.
|
(4)
|
Ketentuan pemberian fasilitas dan kemudahan berupa pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
|
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan kepabeanan dan cukai diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
|
|
Pasal 90 |
||
Pemasukan barang ke lokasi Pelaku Usaha di KEK berasal dari:
|
||
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
|
b.
|
Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
|
|
c.
|
tempat penimbunan berikat di luar KEK;
|
|
d.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan/atau
|
|
e.
|
TLDDP.
|
|
|
|
|
Pasal 91 |
||
(1)
|
Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK oleh Pelaku Usaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf a, menggunakan pemberitahuan pabean impor dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
|
|
a.
|
penangguhan atau pembebasan Bea Masuk;
|
|
b.
|
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
|
|
c.
|
tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
|
(2)
|
Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
|
|
a.
|
penangguhan atau pembebasan Bea Masuk;
|
|
b.
|
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
|
|
c.
|
tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
|
(3)
|
Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf e, menggunakan pemberitahuan pabean, dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
|
|
a.
|
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
|
|
b.
|
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
(4)
|
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
||
Pasal 92 |
||
(1)
|
Impor Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf c ke KEK pariwisata diberikan fasilitas:
|
|
|
a.
|
bagi Barang Konsumsi yang bukan barang kena cukai diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
|
|
b.
|
bagi Barang Konsumsi yang berupa barang kena cukai dikenakan cukai dan diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
|
(2)
|
Barang Konsumsi asal impor hanya dapat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dalam hal status KEK dicabut dan tetap melunasi Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan/atau cukai bagi barang kena cukai.
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Perpindahan Barang Antar Pelaku Usaha di dalam KEK
Pasal 93 |
||
(1)
|
Perpindahan barang antar Pelaku Usaha di KEK diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
|
|
a.
|
penangguhan atau pembebasan Bea Masuk;
|
|
b.
|
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai;
|
|
c.
|
tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
|
|
d.
|
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
(2)
|
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas perpindahan barang antar Pelaku Usaha di dalam KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Pengeluaran Barang dari KEK
Pasal 94 |
||
Barang dari Pelaku Usaha di KEK dapat dikeluarkan ke:
|
||
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
|
b.
|
Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
|
|
c.
|
tempat penimbunan berikat di luar KEK;
|
|
d.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan/atau
|
|
e.
|
TLDDP.
|
|
|
|
|
Pasal 95 |
||
(1)
|
Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK keluar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf a menggunakan pemberitahuan pabean dan berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|
(2)
|
Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean, dan berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan/atau cukai mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan; dan/atau
|
|
b.
|
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan.
|
(3)
|
Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf e dengan tujuan impor untuk dipakai menggunakan pemberitahuan pabean dan:
|
|
|
a.
|
dipungut Bea Masuk;
|
|
b.
|
dilunasi cukainya untuk barang kena cukai;
|
|
c.
|
dikenakan Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
|
|
d.
|
dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
(4)
|
Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang bidang usahanya maintenance, repair and overhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf e dengan tujuan impor untuk dipakai menggunakan pemberitahuan pabean dan dapat diberikan:
|
|
|
a.
|
pembebasan, keringanan atau penurunan tarif Bea Masuk;
|
|
b.
|
tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan
|
|
c.
|
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
|
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(5)
|
Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari KEK ke TLDDP, terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(6)
|
Barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP dilengkapi dengan dokumen pendukung dan surat keterangan mengenai nilai kandungan lokal yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal di KEK.
|
|
(7)
|
Besarnya tarif Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dikenakan sebesar 0% (nol persen) sepanjang barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK memiliki nilai kandungan lokal paling sedikit 40% (empat puluh persen).
|
|
(8)
|
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas atas pengeluaran barang dari KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
|
|
Pasal 96 |
||
Untuk menjamin kelancaran arus barang dari dan ke KEK, Administrator KEK dapat ditetapkan untuk melakukan kegiatan pelayanan kepabeanan mandiri berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
|
||
Bagian Kelima
Tambahan Fasilitas Perpajakan di KEK Pariwisata
Pasal 97 |
||
(1)
|
Pelaku usaha di KEK Pariwisata diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai atas pemasukan barang modal dan/atau bahan baku usaha bagi kegiatan:
|
|
|
a.
|
penyediaan akomodasi;
|
|
b.
|
pusat pertemuan dan konferensi;
|
|
c.
|
marina dan/atau dermaga khusus kapal wisata;
|
|
d.
|
bandara khusus wisata;
|
|
e.
|
jasa transportasi wisata;
|
|
f.
|
pengembangan resort dan hunian;
|
|
g.
|
jasa makanan dan minuman;
|
|
h.
|
pusat perbelanjaan;
|
|
i.
|
pusat hiburan dan rekreasi;
|
|
j.
|
pusat edukasi dan/atau pelatihan;
|
|
k.
|
pusat dan sarana olahraga;
|
|
l.
|
pusat kesehatan;
|
|
m.
|
pusat perawatan lanjut usia (retirement center); dan/atau
|
|
n.
|
kegiatan lain yang mendukung pariwisata yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai di KEK Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|
|
|
|
Pasal 98 |
||
Toko yang berada pada KEK Pariwisata dapat berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
||
Pasal 99 |
||
Pembelian rumah tinggal atau hunian yang menjadi Kegiatan Utama pada KEK Pariwisata, diberikan:
|
||
a.
|
pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
|
|
b.
|
pembebasan Pajak Penghasilan atas Penjualan atas barang yang tergolong sangat mewah.
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pajak Daerah
Pasal 100 |
||
(1)
|
Pemerintah Daerah wajib menetapkan pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
|
|
(2)
|
Pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa pengurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan pengurangan pajak bumi dan bangunan.
|
|
(3)
|
Pengurangan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling rendah 50% (lima puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen).
|
|
(4)
|
Ketentuan mengenai bentuk, besaran, dan tata cara pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
|
|
|
|
|
BAB X
FASILITAS DAN KEMUDAHAN LALU LINTAS BARANG
Pasal 101 |
||
(1)
|
Ketentuan larangan impor dan ekspor di KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor.
|
|
(2)
|
Terhadap impor barang ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor.
|
|
(3)
|
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke TLDDP berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor.
|
|
(4)
|
Bagi barang yang membahayakan Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan (K3L) dapat dikenai pembatasan apabila barang dimaksud bukan merupakan bahan baku bagi kegiatan usaha dan institusi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan di KEK.
|
|
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai belum diberlakukannya ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
|
|
(6)
|
Pelaksanaan ketentuan mengenai impor dan ekspor dilakukan melalui sistem elektronik yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat dan terintegrasi secara nasional.
|
|
|
|
|
Pasal 102 |
||
(1)
|
Barang asal impor untuk dipakai di KEK belum diberlakukan kewajiban standar nasional Indonesia.
|
|
(2)
|
Barang yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP untuk diperdagangkan wajib memenuhi standar nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 103 |
||
(1)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menunjuk Administrator KEK sebagai instansi penerbit surat keterangan asal.
|
|
(2)
|
Pengeluaran barang untuk ekspor dapat dilengkapi dengan surat keterangan asal yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 104 |
||
(1)
|
Penggunaan surat keterangan asal yang diterbitkan oleh negara asal dari luar negeri dapat diberlakukan untuk pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP.
|
|
(2)
|
Surat keterangan asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan untuk pengeluaran barang secara parsial dari KEK ke TLDDP dengan menggunakan pemotongan kuota.
|
|
|
|
|
BAB XI
FASILITAS DAN KEMUDAHAN KETENAGAKERJAAN
Bagian Kesatu
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 105 |
||
(1)
|
Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK selaku pemberi kerja yang akan mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
|
|
(2)
|
Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu:
|
|
|
a.
|
paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang; dan
|
|
b.
|
untuk tenaga kerja asing yang mempunyai jabatan sebagai direksi atau komisaris, diberikan sekali dan berlaku selama tenaga kerja asing yang bersangkutan menjadi direksi atau komisaris.
|
(3)
|
Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
|
|
|
a.
|
direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal; dan
|
|
b.
|
tenaga kerja asing yang dibutuhkan pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
|
|
|
|
Pasal 106 |
||
Pemberi kerja tenaga kerja asing dapat mempekerjakan tenaga kerja asing yang sedang dipekerjakan oleh pemberi kerja lain sebagai direksi, komisaris, atau tenaga kerja asing pada sektor tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
|
||
|
||
Pasal 107 |
||
Tata cara permohonan dan pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
|
||
|
||
Bagian Kedua
Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus
Pasal 108 |
||
(1)
|
Gubernur dapat membentuk lembaga kerja sama tripartit khusus di KEK.
|
|
(2)
|
Lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
|
|
|
a.
|
melakukan komunikasi dan konsultansi mengenai berbagai permasalahan ketenagakerjaan;
|
|
b.
|
melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan timbulnya permasalahan ketenagakerjaan; dan
|
|
c.
|
memberikan saran dan pertimbangan mengenai langkah penyelesaian permasalahan ketenagakerjaan.
|
|
|
|
Pasal 109 |
||
(1)
|
Keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus terdiri atas unsur:
|
|
|
a.
|
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah;
|
|
b.
|
serikat pekerja/serikat buruh; dan
|
|
c.
|
asosiasi pengusaha.
|
(2)
|
Unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengikutsertakan Administrator KEK.
|
|
|
|
|
Pasal 110 |
||
Gubernur mengangkat dan memberhentikan keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus.
|
||
|
||
Pasal 111 |
||
Keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya selama 3 (tiga) tahun.
|
||
|
||
Pasal 112 |
||
(1)
|
Untuk dapat diangkat dalam keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus, calon anggota harus memenuhi persyaratan:
|
|
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|
b.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|
c.
|
berpendidikan paling rendah sekolah menengah tingkat atas atau sederajat;
|
|
d.
|
aparatur sipil negara di lingkungan organisasi Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah atau instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di KEK dan/atau instansi terkait lainnya, bagi calon anggota yang berasal dari unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah;
|
|
e.
|
anggota atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang mempunyai domisili di KEK, bagi calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh; dan
|
|
f.
|
anggota atau pengurus asosiasi pengusaha, bagi calon anggota yang berasal dari unsur asosiasi pengusaha.
|
(2)
|
Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
|
|
|
|
|
Pasal 113 |
||
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1), calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh atau unsur asosiasi pengusaha harus diusulkan oleh pimpinan serikat pekerja/serikat buruh atau pimpinan asosiasi pengusaha yang bersangkutan.
|
||
|
||
Pasal 114 |
||
(1)
|
Selain karena berakhirnya masa jabatan, keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus dapat berakhir apabila anggota yang bersangkutan:
|
|
|
a.
|
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1);
|
|
b.
|
mengundurkan diri;
|
|
c.
|
meninggal dunia;
|
|
d.
|
selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak dapat menjalankan tugasnya; atau
|
|
e.
|
dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus sebelum berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus.
|
|
|
|
|
Pasal 115 |
||
Penggantian anggota lembaga kerja sama tripartit khusus yang diberhentikan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) diusulkan oleh kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi kepada gubernur setelah menerima usulan dari organisasi atau instansi yang bersangkutan.
|
||
|
||
Pasal 116 |
||
(1)
|
Dalam hal anggota lembaga kerja sama tripartit khusus mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) huruf b, permintaan disampaikan oleh anggota yang bersangkutan kepada gubernur dengan tembusan kepada organisasi atau instansi yang mengusulkan.
|
|
(2)
|
Organisasi atau instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan penggantian anggota kepada gubernur.
|
|
|
|
|
Pasal 117 |
||
Susunan keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus terdiri atas:
|
||
a.
|
ketua merangkap anggota yang dijabat oleh gubernur;
|
|
b.
|
3 (tiga) wakil ketua merangkap anggota masing-masing dijabat oleh anggota yang mewakili unsur Pemerintah Daerah, unsur asosiasi pengusaha dan unsur serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berada di KEK;
|
|
c.
|
sekretaris merangkap anggota dijabat oleh Administrator KEK;
|
|
d.
|
anggota unsur Pemerintah Pusat sekurang-kurangnya terdiri dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan;
|
|
e.
|
anggota unsur Pemerintah Daerah paling kurang terdiri dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;
|
|
f.
|
anggota unsur serikat pekerja/serikat buruh terdiri dari serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berada di KEK; dan
|
|
g.
|
anggota unsur asosiasi pengusaha terdiri dari asosiasi pengusaha yang ditunjuk dan disepakati dari dan oleh asosiasi pengusaha yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 118 |
||
(1)
|
Anggota lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 berjumlah 9 (sembilan) orang.
|
|
(2)
|
Dalam menetapkan Anggota lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur memperhatikan komposisi keterwakilan unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha.
|
|
(3)
|
Komposisi keterwakilan unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah masing-masing 3 (tiga) orang.
|
|
|
|
|
Pasal 119 |
||
(1)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2), lembaga kerja sama tripartit khusus dibantu oleh sekretariat.
|
|
(2)
|
Sekretariat lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh sekretaris lembaga kerja sama tripartit khusus.
|
|
(3)
|
Sekretariat lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara fungsional oleh sekretariat Dewan Kawasan.
|
|
|
|
|
Pasal 120 |
||
(1)
|
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, lembaga kerja sama tripartit khusus dapat membentuk Badan Pekerja.
|
|
(2)
|
Keanggotaan Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari anggota lembaga kerja sama tripartit khusus.
|
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus.
|
|
|
|
|
Pasal 121 |
||
(1)
|
Lembaga kerja sama tripartit khusus mengadakan sidang secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
|
|
(2)
|
Dalam hal diperlukan, lembaga kerja sama tripartit khusus dapat melakukan kerja sama dan/atau mengikutsertakan pihak lain dalam sidang lembaga kerja sama tripartit khusus.
|
|
(3)
|
Pelaksanaan sidang lembaga kerja sama tripartit khusus dilakukan dengan mengutamakan musyawarah mufakat.
|
|
(4)
|
Tata kerja lembaga kerja sama tripartit khusus ditetapkan oleh Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus.
|
|
|
|
|
Pasal 122 |
||
(1)
|
Lembaga kerja sama tripartit khusus berkoordinasi dengan lembaga kerja sama tripartit nasional untuk melakukan sinkronisasi terhadap agenda program yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas lembaga kerja sama tripartit khusus yang bersifat arahan dan konsultatif.
|
|
(2)
|
Lembaga kerja sama tripartit khusus dapat melakukan koordinasi dengan lembaga lainnya untuk menciptakan iklim ketenagakerjaan yang harmonis dan kondusif.
|
|
(3)
|
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas lembaga kerja sama tripartit khusus dibebankan kepada anggaran pendapatan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja daerah.
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Pasal 123 |
||
(1)
|
Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
|
|
(2)
|
Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh paling kurang 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.
|
|
|
|
|
Pasal 124 |
||
(1)
|
Untuk perusahaan yang mempunyai lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, dapat dibentuk 1 (satu) forum serikat pekerja/serikat buruh pada setiap perusahaan.
|
|
(2)
|
Ketentuan mengenai pembentukan forum serikat pekerja/serikat buruh diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
|
|
|
|
|
BAB XII
FASILITAS DAN KEMUDAHAN KEIMIGRASIAN
Pasal 125 |
||
Pada Administrator KEK dapat ditunjuk Pejabat Imigrasi yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
|
||
|
||
Pasal 126 |
||
(1)
|
Bandar udara, pelabuhan laut, pos lintas batas, atau tempat lain di KEK dapat ditetapkan sebagai Tempat Pemeriksaan Imigrasi berdasarkan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
|
|
(2)
|
Dalam hal belum ditetapkannya Tempat Pemeriksaan Imigrasi terhadap bandar udara, pelabuhan laut, pos lintas batas, atau tempat lain di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan keimigrasian dapat dilakukan berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Imigrasi.
|
|
|
|
|
Pasal 127 |
||
VKSK dapat diberikan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang oleh Pejabat Imigrasi di kantor Administrator KEK sebanyak 5 (lima) kali dengan jangka waktu masing-masing selama 30 (tiga puluh) hari berdasarkan rekomendasi Administrator KEK.
|
||
|
|
|
Pasal 128 |
||
Kepada Orang Asing yang akan melakukan kunjungan ke KEK dapat diberikan Visa kunjungan untuk beberapa kali perjalanan.
|
||
|
||
Pasal 129 |
||
Orang Asing yang akan melakukan kunjungan ke KEK dalam rangka:
|
||
a.
|
pariwisata;
|
|
b.
|
sosial dan budaya;
|
|
c.
|
industri;
|
|
d.
|
pendidikan;
|
|
e.
|
tugas pemerintahan;
|
|
f.
|
bisnis; dan/atau
|
|
g.
|
keluarga,
|
|
diberikan Visa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
||
Pasal 130 |
||
(1)
|
Visa Tinggal Terbatas dalam rangka bekerja, penanaman modal asing, atau pendidikan di KEK diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(2)
|
Selain kegiatan bekerja, penanaman modal asing, atau pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Imigrasi yang ditunjuk juga dapat memberikan persetujuan Visa Tinggal Terbatas kepada Orang Asing yang bermaksud tinggal terbatas di KEK dalam rangka:
|
|
|
a.
|
melakukan kegiatan usaha rintisan (start up) di KEK;
|
|
b.
|
mengikuti suami/istri pemegang Izin Tinggal terbatas;
|
|
c.
|
mengikuti orang tua bagi anak sah berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun;
|
|
d.
|
rumah kedua; atau
|
|
e.
|
memiliki rumah di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
Pasal 131 |
||
Pejabat Pemberi Visa pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri setelah memperoleh persetujuan dari Pejabat Imigrasi di KEK dapat memberikan Visa Tinggal Terbatas kepada Orang Asing yang bekerja, melakukan Penanaman Modal, atau pendidikan paling lama 5 (lima) tahun, bagi Orang Asing yang memiliki paspor kebangsaan.
|
||
|
||
Pasal 132 |
||
(1)
|
Orang Asing pemegang Visa Tinggal Terbatas di KEK diberikan Izin Tinggal terbatas.
|
|
(2)
|
Izin Tinggal terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
|
|
(3)
|
Setiap kali perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 5 (lima) tahun, dengan ketentuan keseluruhan Izin Tinggal di wilayah KEK tidak melebihi dari 15 (lima belas) tahun.
|
|
|
|
|
Pasal 133 |
||
(1)
|
Orang Asing yang bekerja di KEK dan telah memiliki Izin Tinggal terbatas dapat diberikan Izin Tinggal tetap, dengan ketentuan:
|
|
|
a.
|
sebagai pengurus Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal; atau
|
|
b.
|
melakukan Penanaman Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
(2)
|
Wisatawan asing yang lanjut usia dan telah memiliki Izin Tinggal terbatas, dapat dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 134 |
||
(1)
|
Orang Asing yang memiliki rumah tinggal atau hunian di KEK pariwisata diberikan:
|
|
|
a.
|
Izin Tinggal terbatas; atau
|
|
b.
|
Izin Tinggal tetap bagi Orang Asing yang telah memiliki Izin Tinggal terbatas melalui proses alih status keimigrasian.
|
(2)
|
Pemberian Izin Tinggal tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 135 |
||
(1)
|
Izin Masuk Kembali untuk beberapa kali perjalanan diberikan kepada Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas atau pemegang Izin Tinggal tetap.
|
|
(2)
|
Masa berlaku Izin Masuk Kembali diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 136 |
||
Orang Asing pemegang Izin Tinggal di KEK dapat dilakukan pemeriksaan secara elektronik di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
|
||
|
||
Pasal 137 |
||
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas dan kemudahan keimigrasian diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
|
||
|
||
BAB XIII
FASILITAS DAN KEMUDAHAN PERTANAHAN DAN TATA RUANG
Pasal 138 |
||
Fasilitas dan kemudahan pertanahan dan tata ruang meliputi:
|
||
a.
|
pelaksanaan pengadaan tanah;
|
|
b.
|
pelayanan pertanahan dan prosedur khusus pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak atas tanah; dan
|
|
c.
|
fasilitasi dan koordinasi penataan ruang.
|
|
|
|
|
Pasal 139 |
||
(1)
|
Pengadaan tanah dalam lokasi KEK mengacu kepada persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau penetapan lokasi yang telah ditetapkan dalam rangka penetapan KEK.
|
|
(2)
|
Pengadaan tanah untuk lokasi KEK yang diusulkan oleh Badan Usaha swasta berdasarkan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
|
|
(3)
|
Pengadaan tanah untuk lokasi yang diusulkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah berdasarkan penetapan lokasi.
|
|
(4)
|
Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati oleh para pihak.
|
|
(5)
|
Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah.
|
|
(6)
|
Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud ayat (4) dan ayat (5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(7)
|
Dalam hal pengadaan tanah untuk lokasi KEK tidak dapat dilakukan terhadap bidang tanah yang telah dikuasai/dimiliki oleh badan usaha/pihak lain untuk usahanya, dapat dilakukan kerja sama atas tanah tersebut berdasarkan perjanjian antara pengusul KEK dengan badan usaha/pihak lain.
|
|
|
|
|
Pasal 140 |
||
(1)
|
Pengadaan tanah dalam lokasi KEK yang penetapannya berdasarkan usulan Dewan Nasional, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang belum beroperasi, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
|
|
(2)
|
Pengadaan tanah dalam lokasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dioperasikan oleh Badan Usaha pengelola, pelaksanaannya:
|
|
|
a.
|
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum;
|
|
b.
|
dilakukan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati oleh para pihak; atau
|
|
c.
|
dilakukan melalui kerja sama dengan badan usaha dan/atau pihak lain.
|
(3)
|
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan kerja sama atas tanah di lokasi KEK yang telah dikuasai dan/atau dibebaskan oleh badan usaha dan/atau pihak lain.
|
|
(4)
|
Kerja sama antara Dewan Nasional, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah dengan Badan Usaha dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam perjanjian kerja sama.
|
|
(5)
|
Badan Usaha dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib mengikuti ketentuan pengelolaan KEK oleh Badan Usaha pengelola KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(6)
|
Pengadaan tanah untuk KEK yang diusulkan, dibangun, dan dioperasikan oleh Badan Usaha swasta, pelaksanaannya mengacu pada persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan dilakukan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati oleh para pihak dan sesuai dengan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2).
|
|
|
|
|
Pasal 141 |
||
(1)
|
Lokasi KEK yang ditetapkan oleh Dewan Nasional, atau diusulkan oleh Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, yang tanahnya telah dibebaskan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1), diberikan hak pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(2)
|
Pada hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan hak guna bangunan atau hak pakai kepada Pelaku Usaha.
|
|
(3)
|
Lokasi KEK yang ditetapkan oleh Dewan Nasional, atau diusulkan oleh Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, yang tanahnya telah dibebaskan oleh Badan Usaha pengelola sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (2) huruf b, diberikan hak guna bangunan atau hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(4)
|
Tanah di lokasi KEK yang telah dikuasai dan/atau dibebaskan oleh Badan Usaha dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (3), diberikan hak guna bangunan atau hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(5)
|
Lokasi KEK yang diusulkan, dibangun, dan dioperasikan oleh Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (6) dan tanahnya telah dibebaskan, diberikan hak guna bangunan atau hak pakai.
|
|
|
|
|
Pasal 142 |
||
(1)
|
Hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun serta dapat diperbarui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.
|
|
(2)
|
Hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun serta dapat diperbarui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.
|
|
(3)
|
Perpanjangan dan pembaruan hak guna bangunan atau hak pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan pada saat Badan Usaha telah beroperasi secara komersial.
|
|
(4)
|
Pelaku Usaha pada KEK diberikan hak guna bangunan atau hak pakai yang dapat diperpanjang dan diperbarui sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
|
|
(5)
|
Jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak guna bangunan atau hak pakai kepada Pelaku Usaha tidak dapat melebihi jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak guna bangunan atau hak pakai kepada Badan Usaha.
|
|
(6)
|
Dalam hal pemberian hak pakai ditujukan untuk kepemilikan hunian atau properti pada KEK pariwisata, perpanjangan dan pembaruan hak pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pada saat hunian atau properti telah dimiliki secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(7)
|
Ketentuan mengenai pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak guna bangunan atau hak pakai diatur dengan Peraturan Menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria.
|
|
|
|
|
Pasal 143 |
||
(1)
|
Dalam rangka melaksanakan pelayanan bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria dan tata ruang melimpahkan kewenangan di bidang pertanahan kepada Administrator KEK dan/atau menempatkan petugas di kantor Administrator KEK.
|
|
(2)
|
Administrator KEK dan/atau petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan yang meliputi:
|
|
|
a.
|
pelayanan permohonan dalam rangka pelayanan di bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan;
|
|
b.
|
pelayanan pengukuran tanah dalam rangka pemberian hak atas tanah;
|
|
c.
|
pemberian dan/atau perpanjangan hak guna bangunan atau hak pakai;
|
|
d.
|
pelayanan pemecahan hak guna bangunan atau hak pakai;
|
|
e.
|
memberikan informasi, fasilitas, dan rekomendasi di bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan;
|
|
f.
|
melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait, baik di pusat maupun daerah;
|
|
g.
|
membantu penyelesaian permasalahan di bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan;
|
|
h.
|
memonitor dan mengawasi pelaksanaan ketepatan waktu penyelesaian pelayanan di bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan; dan
|
|
i.
|
melakukan koordinasi dan konsultansi ke kantor pertanahan, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk mempercepat proses pelayanan di bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan
|
|
|
|
Pasal 144 |
||
(1)
|
Pada KEK pariwisata, Orang Asing/Badan Usaha asing dapat memiliki hunian/properti yang berdiri sendiri dan dibangun atas bidang tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah.
|
|
(2)
|
Orang Asing/Badan Usaha asing pemilik hunian/properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan:
|
|
|
a.
|
hak pakai selama 30 (tiga puluh) tahun dan diperbarui atas dasar kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian; atau
|
|
b.
|
hak milik Satuan Rumah Susun di atas hak pakai.
|
|
|
|
Pasal 145 |
||
(1)
|
Perencanaan kawasan di dalam KEK ditetapkan dalam masterplan KEK oleh Badan Usaha.
|
|
(2)
|
Pemanfaatan kawasan di dalam KEK didasarkan pada masterplan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
(3)
|
Dalam rangka penataan ruang pasca penetapan KEK, Pemerintah Daerah menetapkan Rencana Detail Tata Ruang di sekitar KEK.
|
|
|
|
|
BAB XIV
FASILITAS DAN KEMUDAHAN PERIZINAN BERUSAHA
Pasal 146 |
||
(1)
|
Administrator KEK berwenang memberikan seluruh Perizinan Berusaha bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK.
|
|
(2)
|
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
(3)
|
Pemberian Perizinan Berusaha oleh Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan kegiatan usaha KEK yang bersangkutan.
|
|
|
|
|
Pasal 147 |
||
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (3) dilaksanakan melalui sistem OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
||
|
||
Pasal 148 |
||
(1)
|
Dalam hal OSS tidak dapat memproses penerbitan Perizinan Berusaha dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147, Administrator KEK sesuai kewenangannya dapat memproses dan menerbitkan Perizinan Berusaha dimaksud.
|
|
(2)
|
Administrator KEK wajib mengunggah data penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke OSS.
|
|
|
|
|
Pasal 149 |
||
Administrator KEK menyampaikan laporan berkala penyelenggaraan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 146 ayat (3) kepada Dewan Nasional melalui Dewan Kawasan dan menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina Perizinan Berusaha, setiap 3 (tiga) bulan dan sewaktu-waktu diperlukan.
|
||
|
||
Pasal 150 |
||
Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang kepada Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK diberikan melalui sistem OSS tanpa melalui tahapan penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang.
|
||
|
||
Pasal 151 |
||
Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha tidak memerlukan Persetujuan Bangunan Gedung sepanjang Badan Usaha telah menetapkan pedoman bangunan atau estate regulation.
|
||
|
||
Pasal 152 |
||
(1)
|
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 dan Pasal 148, dilaksanakan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
NIB merupakan legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha, dalam hal kegiatan usaha memiliki tingkat risiko rendah;
|
|
b.
|
NIB dan sertifikat standar, dalam hal kegiatan usaha memiliki tingkat risiko menengah rendah;
|
|
c.
|
NIB dan sertifikat standar, dalam hal kegiatan usaha memiliki tingkat risiko menengah tinggi; atau
|
|
d.
|
NIB dan izin, dalam hal kegiatan usaha memiliki tingkat risiko tinggi.
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai NIB, sertifikat standar, dan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
|
|
|
Pasal 153 |
||
Pelayanan nonperizinan berusaha di KEK dilaksanakan oleh Administrator KEK berdasarkan pendelegasian kewenangan.
|
||
|
||
Pasal 154 |
||
Segala biaya penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) yang merupakan:
|
||
a.
|
penerimaan negara bukan pajak;
|
|
b.
|
Bea Masuk dan/atau bea keluar;
|
|
c.
|
cukai; dan/atau
|
|
d.
|
pajak daerah dan retribusi daerah,
|
|
wajib dibayar oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
|
||
|
||
Pasal 155 |
||
(1)
|
Administrator KEK melakukan pengawasan atas pelaksanaan Perizinan Berusaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(2)
|
Administrator KEK dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
(3)
|
Administrator KEK dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan profesi bersertifikat sesuai dengan bidang pengawasan yang dilakukan oleh Administrator KEK.
|
|
(4)
|
Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki sertifikat keahlian di bidang pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
BAB XV
FASILITAS DAN KEMUDAHAN LAINNYA
Pasal 156 |
||
(1)
|
Penetapan KEK yang menyelenggarakan kegiatan usaha terkait dengan perindustrian atau produksi dan pengolahan, sekaligus merupakan penetapan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perindustrian.
|
|
(2)
|
KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lagi memerlukan penetapan sebagai kawasan industri.
|
|
(3)
|
Perizinan Berusaha untuk melakukan kegiatan dalam tahap persiapan, operasional, dan komersial diterbitkan oleh Administrator KEK dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
|
|
|
Pasal 157 |
||
(1)
|
Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan di KEK wajib menyusun RKL-RPL rinci berdasarkan RKL-RPL KEK dalam rangka persetujuan lingkungan hidup.
|
|
(2)
|
RKL-RPL rinci yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Badan Usaha KEK dalam bentuk pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup untuk memperoleh pengesahan.
|
|
(3)
|
Pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam Perizinan Berusaha Pelaku Usaha.
|
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai RKL-RPL Rinci dan pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Dewan Nasional.
|
|
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan atas RKL-RPL rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
|
|
|
|
|
Pasal 158 |
||
(1)
|
Administrator KEK dapat memberikan Perizinan Berusaha bagi kegiatan usaha paling sedikit meliputi:
|
|
|
a.
|
perindustrian;
|
|
b.
|
perdagangan;
|
|
c.
|
kepariwisataan;
|
|
d.
|
perkeretaapian;
|
|
e.
|
kebandarudaraan;
|
|
f.
|
kepelabuhanan;
|
|
g.
|
perikanan;
|
|
h.
|
kesehatan;
|
|
i.
|
pendidikan; dan
|
|
j.
|
energi dan sumber daya mineral
|
(2)
|
Pemberian perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
|
|
|
BAB XVI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 159 |
||
Pemerintah Pusat melakukan evaluasi atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dengan memperhatikan perkembangan dan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha dalam rangka percepatan cipta kerja.
|
||
|
||
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 160 |
||
(1)
|
Pengusulan pembentukan KEK yang telah disampaikan kepada Dewan Nasional dan belum diputuskan dan/atau ditetapkan sebagai KEK sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, pengusulan dan penetapannya dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
|
|
(2)
|
KEK yang sedang dalam tahap pembangunan dan belum dinyatakan siap beroperasi sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, kelanjutan pembangunan, penetapan kesiapan beroperasi, serta pengelolaannya dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
|
|
(3)
|
KEK yang telah beroperasi sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pengelolaannya selanjutnya dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
|
|
|
|
|
Pasal 161 |
||
Sekretaris Dewan Nasional yang diangkat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, menjalankan tugas-tugas Sekretaris Jenderal Dewan Nasional sampai dengan diangkatnya Sekretaris Jenderal Dewan Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
|
||
|
||
Pasal 162 |
||
(1)
|
Administrator KEK yang dibentuk sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan dibentuknya Administrator KEK yang baru oleh Dewan Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
|
|
(2)
|
Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
|
|
|
|
|
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 163 |
||
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
|
||
1.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6453); dan
|
|
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6472),
|
|
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
|
||
|
||
Pasal 164 |
||
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
|
||
1.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6453); dan
|
|
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6472),
|
|
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||
|
||
Pasal 165 |
||
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus sudah ditetapkan paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
|
||
|
||
Pasal 166 |
||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||
|
||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||
|
||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2021
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2021
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 50
|
||
|
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS
|
||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||
I.
|
UMUM
|
|||||||||||||||||||||||||||
|
Upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus dilaksanakan melalui penyelenggaraan pembangunan perekonomian nasional yang berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Untuk mempercepat pembangunan perekonomian nasional, dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus yang dilakukan melalui penyiapan kawasan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus juga ditujukan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan kerja.
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut dengan KEK, telah berjalan selama kurun waktu 12 (dua belas) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Perjalanan dan perkembangan KEK dirasakan belum optimal dan belum memiliki daya dorong dalam penciptaan lapangan kerja.
Selain itu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang-Undang tentang Cipta Kerja ini telah mengubah, menghapus dan menambahkan pengaturan baru yang bersifat strategis dalam pengembangan KEK.
Berdasarkan evaluasi terhadap pengembangan KEK dan mencermati perubahan model bisnis serta pergeseran pusat perekonomian global, diperlukan langkah-langkah antisipasi dalam penetapan kebijakan dan strategi yang tepat dalam menjaring penanaman modal melalui berbagai kebijakan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, di antaranya sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||||
|
1.
|
Revitalisasi kelembagaan, melalui penegasan fasilitas dan kemudahan dilakukan oleh Dewan Nasional dan pelaksanaannya diatur oleh instansi terkait. Administrator KEK tidak lagi dibentuk oleh Dewan Kawasan, tetapi langsung ditetapkan dan berada di bawah koordinasi Dewan Nasional. Sebagai konsekuensi, penyiapan sarana dan prasarana pelayanan serta sumber daya manusia yang diperlukan oleh Administrator KEK akan menjadi tanggung jawab Dewan Nasional.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
2.
|
Meningkatkan status Sekretariat Dewan Nasional menjadi Sekretariat Jenderal Dewan Nasional guna memperkuat koordinasi lintas sektoral dan Pemerintah Daerah.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
3.
|
Menampung perluasan cakupan kegiatan utama sektoral sesuai dengan perkembangan baru. Saat ini strategi pengembangan KEK tidak lagi hanya untuk pengembangan wilayah, tetapi juga diarahkan bagi kepentingan yang lebih luas, seperti pengembangan sektor jasa, penghematan devisa serta memperbaiki neraca perdagangan.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
4.
|
Penyederhanaan prosedur pengusulan dengan memangkas prosedur pengusulan berjenjang dari Pemerintah Daerah kabupaten/kota ke Pemerintah Daerah provinsi, tetapi tanpa menghilangkan syarat dukungan dari Pemerintah Daerah. Dengan perubahan ini diharapkan proses pengusulan KEK dapat lebih singkat. Selain itu juga dibuka peluang pembentukan KEK yang mencakup lebih dari satu provinsi serta dilakukan pengaturan transisi perubahan dari KPBPB menjadi KEK.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
5.
|
Meningkatkan daya saing KEK melalui peningkatan kualitas pelayanan serta penerapan best practices yang setara dengan negara lain. Beberapa upaya pembenahan tersebut, antara lain: penegasan Administrator KEK sebagai penyelenggara perizinan dan pelayanan berusaha di KEK (antara lain melakukan pelayanan mandiri kepabeanan); KEK industri tidak memerlukan izin kawasan industri, pembatasan impor tidak diberlakukan kecuali instansi teknis menerbitkan pengaturan secara khusus di KEK, bagi KEK nonproduksi dan pengolahan dapat melakukan impor Barang Konsumsi, penegasan percepatan pelayanan pemberian hak atas tanah, perpanjangan dan pembaruannya; serta mewajibkan Pemerintah Daerah untuk memberikan insentif daerah.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||
|
Berdasarkan hal di atas maka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah ini dan mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus.
|
|||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
|||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan "area baru" adalah area yang belum ditetapkan sebagai KEK. Dalam hal suatu kawasan industri yang telah beroperasi diusulkan untuk menjadi KEK, maka kawasan industri dimaksud merupakan area baru untuk ditetapkan menjadi KEK.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pengusulan lokasi KPBPB untuk menjadi KEK sesuai dengan ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengatur bahwa seluruh atau sebagian wilayah KPBPB Batam, KPBPB Bintan, dan KPBPB Karimun dapat diusulkan menjadi KEK sebelum atau sesudah jangka waktu yang ditetapkan berakhir. Lokasi KPBPB yang dapat diusulkan menjadi KEK adalah lokasi KPBPB yang terpisah dari permukiman penduduk.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "batas alam" antara lain dapat berupa sungai atau laut.
Yang dimaksud dengan "batas buatan" antara lain dapat berupa pagar atau tembok atau batas lain yang terlihat secara fisik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "produksi dan pengolahan" adalah kegiatan usaha industri manufaktur dan industri pengolahan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "logistik dan distribusi" adalah kegiatan usaha yang meliputi antara lain kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan dari luar negeri.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "riset, ekonomi digital, dan pengembangan teknologi" adalah kegiatan usaha yang meliputi antara lain kegiatan riset dan teknologi, ekonomi digital, rancangan bangunan dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "pariwisata" adalah kegiatan usaha yang meliputi antara lain kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, perjalanan insentif dan pameran, serta kegiatan yang terkait.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "pengembangan energi" adalah kegiatan usaha untuk riset dan pengembangan di bidang energi serta produksi dari energi alternatif, energi terbarukan, dan energi primer.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "pendidikan" adalah kegiatan usaha pendidikan formal, pendidikan vokasi dan pendidikan profesi berstandar internasional.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "kesehatan" adalah kegiatan usaha pelayanan kesehatan khusus dengan standar pelayanan internasional yang didukung oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang terakreditasi. Kegiatan usaha kesehatan ini mencakup pula kegiatan usaha industri farmasi, industri peralatan kesehatan, serta riset dan pengembangan di bidang kesehatan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "olahraga" adalah kegiatan usaha penyediaan prasarana olahraga yang bersifat komersial.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "jasa keuangan" adalah kegiatan usaha kegiatan jasa keuangan dalam bentuk jasa perbankan dan/atau jasa nonperbankan.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "industri kreatif' adalah kegiatan usaha untuk meningkatkan nilai tambah hasil dari eksploitasi kekayaan intelektual berupa kreativitas, keahlian dan bakat individu menjadi suatu produk komersial. Kegiatan usaha industri kreatif antara lain industri content multimedia, industri teknologi komunikasi, industri kerajinan dan barang seni, serta industri fashion.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Yang dimaksud dengan "ekonomi lain" adalah kegiatan usaha lain yang ditetapkan sesuai perkembangan dan kebutuhan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Usulan Dewan Kawasan KPBPB dapat berasal dari usulan Badan Usaha di KPBPB atau usulan Badan Pengusahaan KPBPB.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah hal yang terkait dengan kepentingan nasional yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "peta lokasi" adalah peta yang menunjukkan delineasi (batas-batas kawasan), luasan kawasan serta akses menuju lokasi KEK yang diusulkan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pengaturan zonasi" adalah pengaturan pemanfaatan ruang di dalam KEK sesuai jenis kegiatannya atau masterplan KEK.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "jangka waktu" adalah masa berlakunya KEK yang diusulkan.
Yang dimaksud dengan "rencana strategis" antara lain memuat penahapan pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaan KEK.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "peta lokasi" adalah peta yang menunjukkan delineasi (batas-batas kawasan), luasan kawasan, serta akses menuju lokasi KEK yang diusulkan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pengaturan zonasi" adalah pengaturan pemanfaatan ruang di dalam KEK sesuai jenis kegiatannya atau masterplan KEK.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "jangka waktu" adalah masa berlakunya KEK yang diusulkan.
Yang dimaksud dengan "rencana strategis" antara lain memuat penahapan pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaan KEK.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "peta lokasi" adalah peta yang menunjukkan delineasi (batas-batas kawasan), luasan kawasan serta akses menuju lokasi KEK yang diusulkan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pengaturan zonasi" adalah pengaturan pemanfaatan ruang di dalam KEK sesuai jenis kegiatannya atau masterplan KEK.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "jangka waktu" adalah masa berlakunya KEK yang diusulkan.
Yang dimaksud dengan "rencana strategis" antara lain memuat pentahapan pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaan KEK.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "peta lokasi" adalah peta yang menunjukkan delineasi (batas-batas kawasan), luasan kawasan, serta akses menuju lokasi KEK yang diusulkan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pengaturan zonasi" adalah pengaturan pemanfaatan ruang di dalam KEK sesuai jenis kegiatannya atau masterplan KEK.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "jangka waktu" adalah masa berlakunya KEK yang diusulkan.
Yang dimaksud dengan "rencana strategis" antara lain memuat penahapan pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaan KEK.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "Badan Usaha" adalah Badan Usaha yang telah menguasai atau mendapatkan alokasi lahan dari Badan Pengusahaan KPBPB.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kerja sama strategis dilakukan dengan Badan Usaha yang memiliki keunggulan pada bidang tertentu sesuai dengan KEK yang akan dikembangkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Sarana mencakup antara lain infrastruktur fisik berupa jalan, drainase, pengolahan air bersih, pengolahan air kotor, pengolahan limbah, listrik, telekomunikasi, dan pemadam kebakaran.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Infrastruktur untuk akses ke dan dari KEK dapat berupa infrastruktur jalan, kereta api, pelabuhan laut, dan/atau bandar udara.
Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "proyek strategis nasional" adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46.
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "keadaan kahar" adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, seperti bencana alam, peperangan, pemberontakan bersenjata, dan kerusuhan sosial skala besar.
Yang dimaksud dengan "bukan karena kelalaian" antara lain suatu hambatan dalam pelaksanaan pengadaan tanah atau pelaksanaan pembangunan yang di luar kendali Badan Usaha, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "manajemen operasional KEK" dalam ketentuan ini menyangkut kapasitas sumber daya manusia, sistem pelayanan, dan kualitas peralatan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "menetapkan 1 (satu) atau lebih kegiatan usaha" adalah bahwa di KEK dapat ditetapkan 1 (satu) atau lebih kegiatan usaha sebagai Kegiatan Utama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Huruf a
Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai beroperasi komersial, yaitu setiap tahunnya sebesar 5% (lima persen) dari jumlah Penanaman Modal berupa perolehan Aktiva Tetap Berwujud termasuk tanah untuk kegiatan utama usaha. Fasilitas ini sifatnya mengurangi penghasilan neto (dalam hal mendapat keuntungan usaha) atau menambah kerugian fiskal (dalam hal mendapat kerugian usaha).
Contoh:
PT. ABC melakukan Penanaman Modal sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) berupa pembelian aktiva tetap berupa tanah, bangunan, dan mesin. Terhadap PT. ABC dapat diberikan fasilitas pengurangan penghasilan neto (investment allowance) sebesar 5% x Rp100.000.000.000,00 = Rp5.000.000.000,00 setiap tahunnya, selama 6 tahun dihitung sejak saat mulai beroperasi komersial.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Misalnya, investor dari negara X, memperoleh dividen dari Wajib Pajak badan dalam negeri yang telah ditetapkan memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di negara yang belum memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Pemerintah Republik Indonesia, atau bertempat kedudukan di negara yang telah memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Pemerintah Republik Indonesia dengan tarif pajak dividen untuk Wajib Pajak Luar Negeri 10% (sepuluh persen) atau lebih, maka atas dividen tersebut hanya dikenakan Pajak Penghasilan di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen). Namun apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di suatu negara yang telah memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Pemerintah Republik Indonesia dengan tarif pajak dividen lebih rendah dari 10% (sepuluh persen) maka atas dividen tersebut dikenakan Pajak Penghasilan di Indonesia sesuai dengan tarif yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda tersebut.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang termasuk penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha lainnya di KEK yang sama atau KEK lainnya yaitu kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16C Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Proses produksi mencakup produksi langsung yang menghasilkan barang jadi, atau proses produksi tidak langsung yang menghasilkan bahan pembantu atau barang lain yang merupakan komponen barang jadi. Bagi KEK dengan kegiatan utamanya selain industri, barang modal termasuk peralatan, wahana rekreasi, serta alat transportasi yang digunakan selama proses pembangunan dan tahap operasionalisasi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan" adalah bahan dan barang yang diperlukan secara menerus guna menunjang kegiatan usahanya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan jasa dan/atau kegiatan pengembangan teknologi" adalah bahan dan barang yang diperlukan secara menerus guna menunjang kegiatan usahanya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "barang yang diperuntukan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik" adalah bahan dan barang yang diperlukan secara menerus guna menunjang kegiatan usahanya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan barang modal mencakup:
Bagi KEK dengan kegiatan utamanya selain industri, barang modal mencakup juga peralatan, wahana rekreasi, serta alat transportasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Penjelasan Perhitungan nilai kandungan lokal memakai pendekatan Regional Value Content (RVC), yaitu persentase dari penjumlahan biaya bahan baku lokal, biaya overhead langsung, biaya lainnya dan keuntungan dibagi dengan nilai Free On Board (FOB).
Yang dimaksud dengan biaya bahan baku lokal adalah barang yang bersumber dari dalam negeri dan barang impor yang mendapatkan tarif preferensi 0% (nol persen) berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah" adalah pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang pajak daerah dan retribusi daerah yang terdiri atas:
Golongan retribusi daerah terdiri atas:
Contoh:
Misal pada KEK pariwisata, Pemerintah Daerah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah untuk tidak memungut antara lain pajak air permukaan dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah untuk tidak memungut antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan/atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Ayat (2)
Pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang pajak daerah dan retribusi daerah yang terdiri atas:
Golongan retribusi daerah terdiri atas:
Contoh:
Misal pada KEK yang Kegiatan Utama berupa industri, pemerintah daerah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah untuk memberikan keringanan pajak air permukaan sebesar 50% (lima puluh persen) dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah untuk tidak memungut antara lain pajak air tanah, pajak penerangan jalan, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan/atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar 50% (lima puluh persen).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Yang dimaksud dengan "sektor tertentu" antara lain sektor pendidikan dan pelatihan vokasi, sektor ekonomi digital, serta sektor migas bagi kontraktor kontrak kerja sama.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemeriksaan keimigrasian berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Imigrasi adalah bersifat sementara dan dalam kurun/jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan aspek pelayanan, keamanan, dan pengawasan keimigrasian.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Huruf a
Pariwisata meliputi kegiatan seperti wisata, berlibur, berekreasi kunjungan kesejarahan, perhotelan, dan termasuk jasa perhotelan.
Huruf b
Sosial dan budaya antara lain kegiatan kunjungan keluarga, sosial, budaya, olahraga, seni, dan kesehatan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Ayat (1)
Kepemilikan rumah tinggal atau hunian bagi Orang Asing dalam ketentuan ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Tempat Pemeriksaan Imigrasi merupakan Tempat Pemeriksaan Imigrasi yang berada di KEK dan memiliki fasilitas perangkat layanan pemeriksaan keimigrasian secara elektronik.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh:
Badan Usaha KEK atas nama PT. X yang telah memperoleh hak guna bangunan atau hak pakai, setelah kawasannya ditetapkan telah beroperasi oleh Dewan Nasional, dapat mengajukan permohonan perpanjangan dan pembaruan hak guna bangunan atau hak pakai sekaligus ke Kantor Pertanahan kabupaten/kota melalui Administrator KEK tanpa menunggu masa berlaku hak guna bangunan atau hak pakai berakhir.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
|
|||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6652
|