PUTUSAN PENGADILAN PAJAK
PUT-004023.15/2019/PP/M.VIIIA Tahun 2021
JENIS PAJAK
PPh Badan
TAHUN/MASA PAJAK
2014
POKOK SENGKETA
Koreksi Terbanding yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding atas Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00 yang tidak dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto
|
|
|
|
|
|
Pengadilan Pajak memeriksa dan memutus sengketa pajak dengan Acara Biasa pada tingkat pertama dan terakhir, terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017, yang terdaftar dalam berkas sengketa Nomor 004023.15/2019/PP, telah mengambil putusan sebagai berikut dalam sengketa antara:
PT Astra Honda Motor, NPWP 01.000.746.6-092.000, beralamat di JI. Yos Sudarso, Sunter I, Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara 14350, dalam hal ini diwakili oleh Sdr. Erik Tjahyadi Sadikin, jabatan: Direktur, berdasarkan Akta Nomor 02 tanggal 1 April 2019 yang dibuat oleh Notaris Esther P. E. Jovina, S.H., M.Kn., untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
MELAWAN
|
|
|
|
|
|
Direktur Jenderal Pajak, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, untuk selanjutnya disebut sebagai Terbanding;
Pengadilan Pajak tersebut:
-
Telah membaca Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PEN-1356/PP/BR/2019 tanggal 9 September 2019;
-
Telah membaca Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019;
-
Telah membaca Surat Uraian Banding Nomor S-1929/WPJ.19/2019 tanggal 1 Juli 2019;
-
Telah membaca Surat Bantahan Nomor 35/EKS/DIV-ACC/AHM/VIII/19 tanggal 6 Agustus 2019;
-
Telah mendengar keterangan para pihak yang bersengketa dalam persidangan;
-
Telah membaca dan memeriksa bukti-bukti tertulis maupun surat lainnya yang disampaikan para pihak yang diajukan dalam persidangan;
|
|
|
|
|
|
TENTANG DUDUK SENGKETA
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017, diterbitkan oleh KPP Wajib Pajak Besar Dua berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor LAP-508/WPJ.19/KP.0205/RIK.SIS/2017 tanggal 12 Desember 2017, dengan perhitungan sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017, Pemohon Banding mengajukan keberatan dengan Surat Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018 dan dengan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019, permohonan Pemohon Banding tersebut dikabulkan sebagian, dengan perhitungan sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
namun Pemohon Banding masih keberatan, sehingga dengan Surat Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019 mengajukan banding;
|
|
|
|
|
|
ARGUMEN PEMOHON BANDING DALAM SURAT BANDING
|
|
|
|
|
|
Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding mengajukan banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 Tahun Pajak 2014 yang dikeluarkan oleh Terbanding, dengan uraian sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding mengajukan banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017, Tahun Pajak 2014 (Lampiran-3) yang dikeluarkan oleh Terbanding, selanjutnya disebut Terbanding, dengan uraian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
PEMENUHAN KETENTUAN FORMAL PENGAJUAN BANDING (dalam Surat Banding)
|
|
|
|
|
|
bahwa permohonan banding dibuat dalam Bahasa Indonesia dan diajukan kepada Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
bahwa Surat Permohonan Banding ini diajukan oleh Pemohon Banding kepada Pengadilan Pajak melalui Sekretariat Pengadilan Pajak yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk No. 7 Jakarta Pusat. Kemudian, surat permohonan banding ini pun dibuat dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, permohonan banding ini telah memenuhi ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak (UU PP);
bahwa permohonan banding diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (2) UU PP;
bahwa permohonan banding ini diajukan atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019, yang diterima langsung oleh Pemohon Banding pada tanggal 11 Februari 2019. Oleh karena itu, pengajuan banding ini masih dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding, sehingga memenuhi ketentuan Pasal 35 ayat (2) UU PP;
bahwa permohonan dibuat dalam 1 Surat Banding untuk 1 keputusan yang dibanding sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UU PP;
bahwa surat yang Pemohon Banding ajukan adalah terhadap 1 Keputusan Terbanding yaitu KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 sehingga memenuhi persyaratan Pasal 36 ayat (1) UU PP;
bahwa permohonan banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (2) UU PP;
bahwa surat permohonan banding ini menyertakan alasan-alasan yang jelas dan juga mencantumkan tanggal diterima Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 yaitu diterima langsung oleh Pemohon Banding pada tanggal 11 Februari 2019. Oleh karena itu, permohonan ini telah memenuhi persyaratan Pasal 36 ayat (2) UU PP;
bahwa permohonan banding diajukan dengan melampirkan salinan keputusan yang dibanding sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (3) UU PP;
bahwa Pemohon Banding telah melampiri salinan keputusan yang dibanding yaitu salinan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019, sehingga permohonan banding ini telah memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (3) UU PP;
bahwa permohonan banding dapat diajukan apabila jumlah pajak yang terutang telah dibayar sebesar 50% sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (4) UU PP;
bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran terhadap seluruh nilai pajak yang masih harus dibayar menurut perhitungan yang berada dalam SKPKB Pajak Penghasilan Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 yaitu sebesar Rp284.494.800.420,00 dengan NTPN 4AB9E6N05IHFS6R0 tanggal 22 Desember 2017;
bahwa dengan demikian, pengajuan banding ini telah memenuhi Pasal 36 ayat (4) UU PP;
bahwa Pemenuhan Ketentuan Pasal 37 UU PP;
bahwa Surat Banding ditandatangani oleh Erik Tjahyadi Sadikin jabatan selaku Direktur yang dibuktikan dengan Akta nomor 02 tanggal 1 April 2019;
bahwa dengan demikian surat banding yang diajukan Pemohon Banding terhadap surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 telah memenuhi ketentuan formal sebagaimana dipersyaratkan dalam UU KUP dan UU PP;
|
|
|
|
|
|
MENGENAI KETETAPAN SEMULA DAN KEPUTUSAN YANG DIBANDING (dalam Surat Banding)
|
|
|
|
|
|
bahwa Pemohon Banding lelah menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 Tahun Pajak 2014 yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua;
bahwa atas ketetapan tersebut, Pemohon Banding lelah mengajukan keberatan kepada Terbanding dengan surat Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018 (Lampiran-2) yang pada intinya Pemohon Banding tidak setuju atas perhitungan pajak tersebut di atas;
bahwa atas Surat Keberatan yang diajukan Pemohon Banding, telah diterbitkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 dengan perhitungan sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
MENGENAI POKOK SENGKETA DAN ALASAN BANDING (dalam Surat Banding)
|
|
|
|
|
|
bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan banding ini adalah koreksi Terbanding yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding dengan rincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa alasan yang mendasari banding atas koreksi yang diajukan banding tersebut di atas adalah sebagai berikut:
Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00
Menurut Pemohon Banding
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding dengan alasan-alasan sebagai berikut:
|
1.
|
Tidak Terdapat Risiko Penghindaran Pajak atas Transaksi Pembayaran Royalti oleh Pemohon Banding karena Lawan Transaksi Tidak Berkedudukan di Negara dengan Tarif Pajak Rendah, sehingga Terbanding Tidak Mempunyai Wewenang untuk Melakukan Koreksi terhadap Pemohon Banding
|
|
bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut dengan UU PPh) menyatakan bahwa: (Lampiran-10)
"Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus atau metode lainnya";
bahwa padahal, ketentuan di atas merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari konteks penjelasannya, yaitu sebagai berikut:
"Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya... ";
bahwa maksud "penghindaran pajak" yang disebutkan di atas, dijelaskan dalam Lampiran I PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Transaksi Hubungan Istimewa yang menyatakan hal berikut ini:
"Mengingat bahwa perusahaan multinasional melakukan operasi di beberapa negara yang memiliki ketentuan dan tarif pajak yang berbeda-beda, terdapat risiko bagi administrasi perpajakan (tax administration) di setiap negara tentang adanya kemungkinan upaya penghindaran pajak melalui transaksi yang terjadi antara perusahaan multinasional yang tergabung dalam suatu grup usaha yang berkedudukan di negara yang berbeda. Pada umumnya, upaya penghindaran pajak dapat dilakukan antara lain dengan melakukan penggeseran laba (profit shifting) dari suatu negara ke negara yang lain melalui transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang berbeda (cross-border transactions)";
bahwa adapun, Pemohon Banding didirikan sebagai perusahaan patungan antara PT Astra International Tbk. ("Al") sebesar 50% dan Honda Motor Co Ltd. ("HMC") sebesar 50%. Dimana antara Al dan HMC tidak memiliki hubungan istimewa satu sama lainnya (Al dan HMC masing-masing adalah pihak independen). Dengan komposisi kepemilikan yang sama besarnya tersebut, tidak mungkin dilakukan penggeseran laba dari suatu negara ke negara lain karena baik Al dan HMC memiliki kepemilikan dan kontrol yang seimbang. Oleh karenanya, masing-masing pihak akan berupaya semaksimal mungkin untuk memproteksi kepentingannya dan tidak akan membiarkan pihak lain mendapatkan keuntungan yang lebih dari yang seharusnya atau melakukan kegiatan yang merugikan kepentingannya;
bahwa konsisten dengan ketentuan di atas, Lampiran I, Bab II, bagian (A) SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pedoman Pemeriksaan atas Transaksi Hubungan Istimewa (Selanjutnya: SE-50/PJ/2013) menyebutkan bahwa "penghindaran pajak" adalah masalah perbedaan tarif pajak, yaitu sebagai berikut:
Huruf A angka 4b:
"Dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak agar menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi tersebut yang dituangkan dalam KKP identifikasi masalah. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
|
(b)
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah";
|
|
|
|
|
|
|
Huruf A angka 5:
"Apabila dalam identifikasi masalah, Pemeriksa Pajak:
|
|
a)
|
menemukan adanya risiko penghindaran pajak melalui transaksi afiliasi maka Pemeriksa Pajak harus menuangkan dalam rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan;
|
|
b)
|
belum menemukan adanya risiko penghindaran pajak melalui transaksi afiliasi maka Pemeriksa Pajak perlu melakukan pengujian dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan. Setelah dilakukan pengujian dan ditemukan risiko penghindaran pajak, maka Pemeriksa Pajak menuangkannya dalam perubahan rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa kemudian di dalam Lampiran I, Bab II, bagian (8) SE 50/PJ/2013 disebutkan bahwa:
Huruf B angka 8:
"Pemeriksa Pajak menguji risiko penghindaran Pajak dalam transaksi afiliasi, dengan mempertimbangkan faktor sebagaimana dimaksud dalam tahapan persiapan pemeriksaan (huruf A angka 4). Jika dalam pelaksanaan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meyakini bahwa terdapat risiko penghindaran pajak, maka Pemeriksa Pajak membuat perubahan rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan".
bahwa adapun penjelasan ketentuan-ketentuan dalam SE-50/PJ/2013 dapat dirangkum dalam ilustrasi berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa penghindaran pajak dapat terjadi apabila transaksi tersebut dilakukan oleh Pemohon Banding Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Pemohon Banding Luar Negeri di luar Indonesia. Dengan kata lain, transaksi tersebut adalah transaksi lintas batas negara yang dimana Pemohon Banding dapat memanfaatkan perbedaan tarif pajak dalam rangka mengurangi beban pajak. Dalam kasus ini, transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan transaksi lintas batas negara dengan Jepang, yang memiliki tarif pajak lebih tinggi daripada Indonesia. Pada tahun 2014 tarif pajak penghasilan badan di Indonesia adalah 25%, sedangkan tarif efektif yang berlaku di Jepang untuk pajak penghasilan badan adalah 37%. Dengan demikian, tidak terdapat motif penghindaran pajak oleh Pemohon Banding karena lawan transaksi berkedudukan di negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi daripada Pemohon Banding;
bahwa lebih lanjut, hal tersebut sejalan dengan artikel yang diterbitkan oleh Tempo online sebagai berikut:
Dirjen Pajak: Transfer Pricing Tak Selalu Merugikan
KAMIS, 18 SEPTEMBER 2014122:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengatakan permasalahan transfer pricing dalam perpajakan tidak selalu membuat Indonesia rugi. Keuntungan diperoleh jika perusahaan di dalam Indonesia merupakan anak usaha dari perusahaan luar negeri. "Ada yang menguntungkan, ada yang merugikan kita," katanya di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis, 18 September 2014.
Transfer Pricing menjadi isu global di beragam pertemuan antarotoritas pajak di dunia. Dalam Forum Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) transfer pricing menjadi topik bersama.
Menurut Fuad, transfer pricing merupakan dampak perkembangan perusahaan yang memiliki anak usaha di negara lain. Skandal pajak ini memanfaatkan celah tarif pajak penghasilan (PPh) badan usaha lebih rendah di negara tempat produksi. Perusahaan global berupaya menekan serendah mungkin pembayaran pajak mereka di negara-negara tempat berproduksi untuk memperkecil pengeluaran.
Perusahaan global cenderung membangun anak usaha di negara dengan tarif pajak PPh badan usaha lebih kecil ketimbang negara markas perusahaan. Fuad mengatakan negara Korea dan Jepang merasa dirugikan dengan perusahaan di kedua negara itu yang mendirikan anak usaha di Indonesia. Alasannya penerimaan PPh badan usaha dari anak usaha diterima pemerintah Indonesia bukan negara mereka. Inilah yang disebut Fuad sebagai praktek transfer pricing yang tidak selalu merugikan.
"Jepang dan Korea pernah mendatangi kami komplain mengenai perusahaan di Jepang melakukan Transfer pricing di Indonesia. Yang untung kita," kata Fuad. Perusahaan Jepang dan Korea memilih berproduksi di Indonesia karena tarif PPh badan usaha di Indonesia lebih rendah. "Di Korea rate-nya lebih tinggi. Jadi mereka mendirikan anak usaha di Indonesia, makanya perusahaan Korea banyak di sini."
Adapun transfer pricing yang merugikan Indonesia adalah perusahaan Indonesia yang berkantor di Singapura. "Keuntungannya masuk ke Singapura," kata Fuad. Singapura mematok tarif PPh badan usaha sebesar 16 persen lebih rendah 9 persen dari tarif di Indonesia. Inilah yang membuat pengusaha menjual barang produksi Indonesia dengan banderol mahal ke Singapura. Dari Singapura, komoditas itu kembali dijual ke pasar dunia dengan harga murah.
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Selain itu, pernyataan bahwa koreksi transfer pricing hanya dilakukan apabila terdapat risiko penghindaran pajak juga disebutkan di dalam beberapa literatur sebagai berikut:
UN Transfer Pricing Manual paragraf 1.2.5 sebagai berikut:
"The aim of non-arm's length transfer pricing in such cases is usually to reduce an MNE's worldwide taxes. This can be achieved by shifting profits from associated entities in higher tax countries to associated entities in relatively lower tax countries through either undercharging or over-charging the associated entity for intra-group trade";
Terjemahan:
"Tujuan dari ketidakwajaran suatu harga transfer adalah untuk mengurangi beban pajak konsolidasi perusahaan multinasional. Hal ini dapat dilakukan dengan menggeser laba dari entitas yang berada di negara dengan tarif pajak lebih tinggi ke entitas afiliasi yang berada di suatu negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah dengan skema transaksi yang bersifat undercharging atau over-charging kepada sesama afiliasinya";
Anuscha Bakker and Marc M.Levey, Transfer Pricing and Dispute Resolution, (The Netherlands: IBFD) 279;
"This compulsory documentation, which fits into the framework of stringent rules introduced to counter the transfer of French profits to territories where the tax burden is lower, need only be handed over in the course of an audit";
Terjemahan:
"Kewajiban pembuatan dokumentasi ini adalah sesuai dengan kerangka peraturan yang ditujukan untuk menangkal pemindahan laba di Perancis ke negara-negara lain dimana beban pajaknya lebih rendah. Adapun dokumentasi tersebut hanya perlu disampaikan pada saat pemeriksaan";
Giovanna Chiesa and Giammarco Cottani, "Supreme Court Decision on Transfer Pricing: Burden of Proof, Anti-Avoidance Interpretation and Abuse of Law Principle", International Transfer Pricing Journal (IBFD, May/June 2007) 193;
"Furthermore, the Supreme Court interpreted the transfer pricing rules contained in Art. 110(7) of the ITC as an anti-avoidance provision aimed at preventing the situation where, through intra-group transactions, taxable income is shifted from Italy to a country with a lower tax burden";
Terjemahan:
"Selanjutnya, Mahkamah Agung menginterpretasikan bahwa peraturan transfer pricing sebagaimana disebutkan dalam pasal 110(7) ITC adalah peraturan yang ditujukan untuk menangkal penghindaran pajak dan menghindari terjadinya penggeseran laba, melalui transaksi hubungan istimewa, dari negara Italia ke negara-negara lain yang beban pajaknya lebih rendah";
Carlo Galli,"Transfer Pricing Rules for Transactions Involving Low-Tax Countries" International Transfer Pricing Journal (IBFD, January/February 2008) 48;
"Hence, in raising a transfer pricing assessment, the tax authorities first must demonstrate that the tax burden in the jurisdiction where the counterparty is established is indeed less than the tax burden in Italy. Only if this is indeed the case may the tax authorities proceed with the arm's length analysis";
Terjemahan:
"Jadi, dalam menetapkan suatu koreksi transfer pricing, otoritas pajak harus terlebih dahulu menunjukkan bahwa beban pajak di negara lawan transaksi nyata-nyata lebih rendah daripada beban pajak di negara Italia. Hanya dalam kondisi dimana otoritas pajak dapat membuktikan hal tersebut, maka analisis transfer pricing dapat dilanjutkan";
bahwa berdasarkan penjelasan di atas, dengan mempertimbangkan fakta bahwa transaksi royalti Pemohon Banding merupakan transaksi dengan pihak afiliasi di negara Jepang, di mana dalam hal ini negara Jepang memiliki tarif pajak yang lebih tinggi daripada tarif pajak di Indonesia, maka sangat jelas menunjukkan bahwa tidak terdapat motif penghindaran pajak sama sekali;
bahwa dengan ketiadaan bukti motif penghindaran pajak oleh Pemohon Banding, maka dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak tidak mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi terhadap transaksi afiliasi Pemohon Banding. Dengan demikian, koreksi tersebut sudah seharusnya dibatalkan dan tidak dipertahankan;
|
|
|
|
|
|
2.
|
Kebenaran Metode CUP Harus dikonfirmasi dengan Metode TNMM Sesuai dengan Peraturan Domestik, Prinsip Internasional yang Berlaku, dan Literatur
|
|
S-153/PJ.4/2010 tentang Panduan Pemeriksaan Kewajaran Transaksi Afiliasi pada Lampiran 2, Huruf B.6 mewajibkan:
"Meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi (CUP)* diterapkan, pemeriksa harus kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama (TNMM)*";
S-153/PJ.4/2010 Lampiran I, Huruf B.1 mewajibkan:
"Setelah harga kewajaran diterapkan, maka harus diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah bagian laba kena pajak yang realistis secara ekonomis dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis";
BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
"Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licensee) atau pembeli dari harta tidak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
|
a.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalti yang dibayarkan. Hal ini ditunjukan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Peraturan tersebut memiliki makna bahwa pembayaran royalti tidak dapat dianalisis secara satu sisi saja, tetapi harus mempertimbangkan tingkat pengembalian dari royalti yang dibayarkan atau seberapa besar peran royalti tersebut dalam memberikan tingkat pengembalian yang sepadan bagi perusahaan. Dalam kasus ini, royalti dengan tarif efektif sebesar 4.31% pada tahun 2014 telah menghasilkan tingkat pengembalian sebesar 11,71% (Return on Sales/ROS), 13,27% (Net Cost Plus/NCP), dan 40,98% (Return on Assets/ROA);
bahwa mempertimbangkan fakta tersebut, tentu pihak independen-pun akan mengaitkan besarnya royalti yang dibayar dengan seberapa besar royalti tersebut dapat memberikan tingkat pengembalian yang sepadan bagi perusahaan. Di lain pihak, Terbanding tidak dapat membuktikan apakah terdapat perusahaan pembanding yang membayar royalti sebesar 4,31% dengan tingkat pengembalian seperti atau lebih dari Pemohon Banding;
bahwa selain itu, Pemohon Banding setuju dengan pernyataan Terbanding yang menyatakan bahwa dalam menentukan kompensasi yang wajar untuk harta tak berwujud adalah mengacu kepada pasar dan dibandingkan dengan transaksi pembanding. Analisis dengan metode CUP tersebut telah dilakukan oleh Pemohon Banding. Namun, analisis tersebut belum selesai karena peraturan yang berlaku mewajibkan Terbanding untuk kemudian menguji tingkat pengembalian yang sepadan atau laba (TNMM) setelah harga transaksi diterapkan (CUP). Terbanding dalam membaca BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 hanya sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh sehingga keliru dalam menginterpretasikan makna sebenarnya dari peraturan tersebut;
bahwa hal tersebut di atas juga sejalan dengan Lampiran I, Bab II huruf B angka (1) dan (4) PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
"Dalam Pemeriksaan transfer pricing, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja finansial Wajib Pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industri Wajib Pajak. Pada tahapan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) Wajib Pajak akan dibandingkan dengan Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) perusahaan-perusahaan pembanding, untuk menentukan kewajaran dan kelaziman usaha Wajib Pajak";
Beberapa Rasio Finansial yang dapat digunakan sebagai dasar pembanding antara lain:
...
|
|
c)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Penjualan = Laba Bersih UsahaPenjualan
|
|
d)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya = Laba Bersih UsahaHPP + Biaya Operasi
|
|
e)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Aset (ROA) = Laba Bersih UsahaTotal Operating Asset
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dengan demikian, terlihat jelas bahwa esensi dari kewajiban melakukan konfirmasi metode CUP melalui penerapan metode TNMM adalah untuk memastikan apakah penerapan metode CUP tersebut realistis secara ekonomis maupun rasional di tingkat laba. Apabila konfirmasi melalui penerapan metode TNMM menunjukkan bahwa hasilnya adalah tidak realistis secara ekonomis/rasional, maka penerapan metode CUP tersebut adalah salah dan perlu dilakukan pengujian ulang;
bahwa peraturan domestik di atas yang mewajibkan dilakukannya konfirmasi dengan metode TNMM sejalan dengan paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual yang menyebutkan sebagai berikut:
"Furthermore, TNMM is often applied to check and to confirm the result of traditional transaction methods";
Terjemahan:
"Lebih lanjut, TNMM sering digunakan untuk menguji dan mengkonfirmasi atas hasil dari traditional transactional methods";
bahwa penjelasan dan peraturan di atas juga didukung oleh literatur berikut:
H. David Rosenbloom pada Angels on a Pin: Arm's Length in the world (Artikel Tax Notes International) menyatakan bahwa tujuan dilakukan Sanity Check adalah:
"to ensure that the first test has not produced a ridiculous answer";
Terjemahan:
"untuk memastikan bahwa pengujian yang pertama tidak memberikan hasil yang tidak masuk akal";
Berdasarkan paragraf 4.6.2.10 UN TP Manual, bahwa:
"Transfer pricing knowledge is about pricing, economic rationale, market knowledge and business and industry knowledge";
Terjemahan:
"Pengetahuan transfer pricing adalah mengenai penetapan harga, pertimbangan ekonomi rasional, pengetahuan pasar, bisnis, dan juga industri";
bahwa hal ini menegaskan bahwa paragraf 4.6.2.10 UN TP Manual sejalan dengan ketentuan S-153/PJ.4/2010 yaitu bahwa Transfer Pricing bukan hanya mengenai penetapan harga, tetapi juga perlu mempertimbangkan economic rationale berupa analisis laba kena pajak yang realistis dibandingkan dengan laba kena pajak usaha sejenis;
Mukesh Butani dalam Anuschka Bakker dan Belema Obuoforido,"Transfer Pricing and Custom Valuation Chapter 15", (IBFD Amsterdam), Halaman 426:
"Hence, an indirect approach is adopted, whereby royalty payment is benchmarked by comparing net operating margins of the taxpayer, which are calculated after considering payment of royalty with the net operating margins earned by comparable independent companies";
Terjemahan:
"Oleh karena itu, pendekatan tidak langsung diterapkan, dimana pembayaran royalti diukur dengan membandingkan laba usaha dari Wajib Pajak, yang dikalkulasikan setelah mempertimbangkan pembayaran royalti dengan laba usaha dari perusahaan independen";
bahwa mempertimbangkan hal tersebut di atas, maka konfirmasi kebenaran metode CUP dan metode TNMM dapat diilustrasikan sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
|
bahwa Pemohon Banding juga perlu menekankan bahwa kata-kata "perlu" sebagaimana disebutkan dalam SE-50/PJ/2013 dan PER-22/PJ/2013 di atas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti harus (Lampiran-21) dan menurut Eko Endarmoko, Tesamoko Tesaurus Bahasa Indonesia, kata perlu juga berarti harus (Lampiran-22). Sedangkan kata harus memiliki arti patut, wajib, dan mesti (tidak boleh tidak) (Lampiran-23). Oleh Karena itu, Terbanding wajib melakukan analisis kinerja keuangan (Return on Assets/ROA, Return on Sales/ROS, dan Net Cost Plus/NCP) untuk menguji apakah pembayaran royalti yang dilakukan memberikan tingkat pengembalian yang sepadan terhadap Pemohon Banding;
bahwa selain itu, apabila dikoreksi, maka akan mengakibatkan ROS, NCP, dan ROA Pemohon Banding menjadi di luar Q3;
bahwa berikut adalah hasil analisis kinerja keuangan Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam hal ini, ROS dan NCP Pemohon Banding (sebelum koreksi) sudah di atas Q2 dan mendekati Q3. Sedangkan ROA Pemohon Banding (sebelum koreksi) sudah berada di atas rentang kewajaran perusahaan pembanding. Setelah koreksi, baik ROS, NCP, dan ROA menjadi di luar rentang kewajaran perusahaan pembanding;
bahwa hal tersebut menunjukkan bahwa analisis yang dilakukan oleh Terbanding kontradiktif karena hasil dari metode CUP tidak menghasilkan kesimpulan yang sama dengan metode TNMM yang telah dinyatakan wajar oleh Terbanding;
bahwa dengan demikian, terdapat 2 kesalahan analisis Terbanding ketika mengkaitkan CUP dan TNMM yaitu:
|
|
|
|
|
|
3.
|
Direktur Jenderal Pajak Tidak Memiliki Wewenang untuk Melakukan Koreksi Karena Profitabilitas Pemohon Banding Sudah Wajar
|
|
bahwa berdasarkan PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 20 ayat (1) dan (2):
|
|
"1.
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
|
|
2.
|
Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dengan demikian, jelas terdapat aturan yang mencegah dilakukannya koreksi apabila Pemohon Banding telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Lebih lanjut PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 13 ayat (1) dan (2) menjelaskan bahwa terpenuhinya prinsip kewajaran dan kelaziman usaha adalah termasuk laba wajar yaitu sebagai berikut:
|
|
"(1)
|
Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR);
|
|
(2)
|
Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut".
|
|
|
|
|
|
|
bahwa selain itu, definisi "koreksi" sebagaimana disebut dalam SE-50/PJ/2013 dan PER- 22/PJ/2013 menjelaskan lebih lanjut bahwa:
SE-50/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.F:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)";
PER-22/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.d:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)";
bahwa dengan terdapatnya kata "selisih", berarti apabila antara laba Pemohon Banding dan rentang laba wajar tidak terdapat selisih, maka hal ini berarti tidak ada koreksi yang dapat dilakukan oleh Terbanding;
bahwa lebih lanjut, kata-kata "harga wajar atau laba wajar" berarti bahwa kewenangan koreksi Terbanding dibatasi bukan hanya semata-mata dengan pengujian di tingkat harga (metode CUP), namun juga dengan pengujian di tingkat laba (TNMM);
bahwa peraturan domestik di atas konsisten dengan paragraf 3.60 OECD TP Guidelines yang menyatakan:
"If the relevant condition of the controlled transaction (e.g. price or margin) is within the arm's length range, no adjustment should be made";
Terjemahan:
"Apabila kondisi dalam transaksi afiliasi (harga atau laba) berada dalam rentang kewajaran, maka seharusnya tidak dilakukan koreksi";
bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada ketentuan yang menyatakan Terbanding tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi (primary adjustment) jika laba atau harga wajar Pemohon Banding sudah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau dengan kata lain, Terbanding hanya mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi primer (primary adjustment) jika terdapat selisih dari rentang kewajaran harga atau laba Pemohon Banding lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis. Aturan tersebut sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum bagi Pemohon Banding. Atau dengan kata lain, terdapat pembatasan atas kewenangan Terbanding untuk melakukan koreksi;
|
|
|
|
|
|
4.
|
Putusan Pengadilan Pajak Luar Negeri memutuskan bahwa kewajaran transaksi royalti dapat dikonfirmasi dengan metode TNMM
|
|
bahwa berikut adalah beberapa Putusan Pengadilan Pajak Luar Negeri yang memutuskan bahwa apabila margin perusahaan sudah wajar menurut TNMM, maka tidak diperlukan lagi koreksi royalti dengan metode CUP:
Cadbury India Ltd v. ADJT (2010, India):
"..... Therefore, it is our considered opinion that the assessee was correct in employing an overall TNMM for examining the royalty";
Terjemahan:
"..... Oleh karena itu, ini adalah pendapat kami bahwa Wajib Pajak sudah benar dalam menggunakan TNMM untuk menguji royalti";
Lumax Industries Ltd vs ACIT (2012, India):
"The Transfer Pricing Officer and Dispute Resolution Panel and consequently the A.O failed to appreciate that royalty was one of the two elements of cost and sales and could have been evaluated under same overall method as had been correctly done by the assessee under TNMM method and royalty payment is not independent of sales and could not be examined on stand alone basis";
Terjemahan:
"Transfer Pricing Officer dan Dispute Resolution Panel dan termasuk juga A.0 gagal untuk membantah bahwa royalti adalah salah satu dari dua elemen dari biaya dan penjualan dan harus dianalisis dalam keseluruhan metode seperti yang telah dilakukan Wajib Pajak dengan menggunakan TNMM dan pembayaran royalti bukanlah akun independen dan tidak bisa dianalisis secara terpisah";
Air Liquide Engineering India P. Ltd. Vs DCJT (2011, India):
"Furthermore, we are of the opinion that once TNMM has been applied to the assesse company's transaction, it covers under its ambit the Royalty transactions in question too and hence separate analysis and consequent deletion of the Royalty payments by the Transfer Pricing Officer in the instant case seems erroneous";
Terjemahan:
"Selain itu, kami juga berpendapat bahwa setelah TNMM diterapkan untuk transaksi Wajib Pajak, hal itu sudah mencakup pembayaran royalti dan kerenanya analisis terpisah dan koreksi pembayaran royalti yang dilakukan oleh Transfer Pricing Officer tidak tepat";
Thyssen Krupp Industries India Pvt. Ltd.,Vs. ACIT (2011, India):
"The argument which was raised that once the TP adjustment was made at the entity level, individual adjustment of royalty and liquidity damages cannot be made again has some merit";
Terjemahan:
"Apabila koreksi dilakukan pada tingkat entitas, maka koreksi terpisah pada biaya royalti dan biaya pembubaran usaha tidak dapat lagi dilakukan. Hal tersebut merupakan argumentasi yang cukup berbobot";
|
|
|
|
|
|
5.
|
Terbanding Tidak Konsisten dalam Penggunaan Tested Year
|
|
bahwa ketidakkonsistenan Terbanding dapat diilustrasikan dalam tabel berikut:
|
|
|
|
|
|
6.
|
Manual Review yang Dilakukan oleh Terbanding Tidak Tepat
|
|
bahwa berdasarkan 7 data pembanding yang disampaikan oleh Pemohon Banding dalam Dokumentasi Transfer Pricing Tahun Pajak 2014.
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Terbanding kemudian menolak 2 perjanjian pembanding yang digunakan oleh Pemohon Banding dengan alasan pembanding tersebut kurang sesuai dengan Pemohon Banding dan merubah tarif salah satu perjanjian pembanding (nomor 6);
bahwa dalam Risalah Pembahasan Terbanding menyatakan alasan penolakan atas masing-masing dari ke-3 pembanding tersebut sebagai berikut:
1)
|
Licensor: Ikona Gear International, Inc (selanjutnya disebut Ikona)
Licensee: Magna Advanced Technologies, Magna International, Inc. (selanjutnya disebut MAT)
|
|
No
|
Menurut Terbanding
|
Menurut Pemohon Banding
|
1.
|
Bahwa sebagaimana tertuang dalam searching criteria yang telah disebutkan di atas, tidak terdapat SIC Code "1000", sehingga pemeriksa mempertanyakan sekaligus menolak untuk dijadikan pembanding. Pemeriksa juga tidak menemukan agreement atas nama Licensor tersebut saat melakukan pencarian dengan menggunakan "ORBIS"
|
Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak;
...
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
c)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding yang sedang diperiksa";
|
Perlu diperhatikan bahwa dalam database, indicator "industri" tersaji dalam dua format, yaitu "Industry" dan "Standard Industry Code". Pemohon Banding menggunakan kedua format tersebut untuk memperluas pencarian pembanding pada tahap strategi pencarian/kriteria pencarian (tahap pertama search strategy) sebagaimana dapat dilihat dalam appendix 7 Royalty Study FY2014 (Lampiran-32);
Adapun maksud digunakan kedua format tersebut adalah agar setiap kandidat pembanding yang tersedia dalam database dapat turut diperhitungkan. Setelah tahap pencarian/kriteria pencarian, maka Pemohon Banding telah melakukan manual review (tahap kedua), sehingga dapat diputuskan kandidat pembanding tersebut andal atau perlu ditolak;
Dengan demikian, koreksi Terbanding yang didasarkan pada kriteria search strategy adalah tidak tepat, karena search strategy hanya menghasilkan kandidat pembanding. Namun Terbanding seharusnya meneliti kandidat pembanding, dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu: "terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
Sejalan dengan ketentuan di atas Paragraf 6.23 OECD Guidelines menyebutkan bahwa: (Lampiran-27)
"... The amount of consideration charged n comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide";
Terjemahan:
"... Harga yang ditetapkan dalam transaksi yang sebanding antara perusahaan independen dalam industri yang sama juga dapat dijadikan acuan";
Bahwa kata kuncinya adalah Terbanding seharusnya memeriksa informasi dalam kandidat pembandingnya (isi dalam agreement lisensi pembanding) dan bukan pada kriteria search strategy;
Adapun di halaman 1 dalam perjanjian Ikona dan MAT (Lampiran-33) disebutkan bahwa produk yang dilisensikan adalah terkait "Automotive applications for gear technology";
Dengan demikian, pembanding yang ditolak tersebut merupakan pembanding yang bergerak dalam industri yang sebanding dengan Pemohon Banding, yaitu perjanjian lisensi terkait produk-produk dalam industri otomotif dan tidak terdapat alasan yang valid untuk menolak pembanding tersebut;
Hal ini turut mengkonfirmasi bahwa search strategy dalam tahap pertama pencarian pembanding menggunakan format "Industry" maupun "US SIC Codes" telah menghasilkan kandidat pembanding yang patut diperhitungkan. Selain itu, Terbanding belum dapat menunjukkan bukti/informasi di dalam pembanding tersebut, yang membantah bahwa pembanding tersebut bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding;
Adapun dalam proses Pemeriksaan, Terbanding awalnya menolak pembanding Orbital Engine Co. (Orbital) dan UCAL Fuel Systems Ltd. (UCAL) dengan alasan tidak termasuk dalam US SIC Codes, melainkan berdasarkan industri otomotif. Namun demikian, Terbanding pada akhirnya menerima Orbital dan UCAL sebagai pembanding;
Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Terbanding juga menerima perjanjian antara Ikona dan MAT dikarenakan selama kedua pembanding berada dalam industri yang sama, maka harga atau tarif tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan harga atau tarif yang sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
Terbanding kemudian menyatakan tidak menemukan agreement atas nama Licensor tersebut saat melakukan pencarian dengan menggunakan "ORBIS";
Perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa dalam mencari perjanjian pembanding, Pemohon Banding menggunakan database RoyaltyStat, yang merupakan database yang berbeda dengan ORBIS, maka wajar apabila Terbanding tidak menemukan agreement atas nama Licensor saat melakukan pencarian;
Adapun, Pemohon Banding telah memberikan salinan perjanjian tersebut kepada Pemeriksa pada tanggal 27 November 2017 melalui e-mail dengan bukti terlampir (Lampiran-39);
|
2.
|
Bahwa berdasarkan web http://www.marketwired.com/press-release/ikona-gear-international-signs-multi-million-dollar-global-licensing-agreement-with-673946.htm perjanjian antara para pihak bisa bersifat exclusive dan non exclusive;
|
Dalam halaman 1 Exhibit 10.1 perjanjian Ikona dan MAT (Lampiran-33) dengan jelas dinyatakan bahwa "Ikona will license the Technology to MAT on a sole, exclusive and global basis for automotive applications, in accordance with the terms set forth below"; Dengan demikian perjanjian Ikona dan MAT bersifat eksklusif;
Adapun perjanjian antara Ikona dan MAT diadakan pada tanggal 8 April 2003. Sedangkan artikel yang disampaikan oleh Terbanding ditulis pada tanggal 23 Januari 2006 sehingga menjadi tidak relevan apabila dikaitkan dengan perjanjian antara Ikona dan MAT.
|
3.
|
Berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa: "Phase 1: Technology Development, Prototyping dan Testing; Market Research"
"1. MAT will engage in a development, prototyping and testing phase commencing May 1, 2003 and ending on April 30, 2004 ("Phase 1"), during which MAT will have the right, on a sole and exclusive basis with respect to automotive applications, to build and test prototypes of automotive modules incorporating the Technology"
Yang dapat diartikan bahwa Licensee ikut terlibat dalam pengembangan, membuat prototype dan pengujian dan Licensee (MAT) akan memiliki hak, atas dasar tunggal dan eksklusif berkenaan dengan aplikasi otomotif. Dimana hal ini tidak sebanding dengan perjanjian Pemohon Banding.
|
Pada esensinya, makna perjanjian tersebut sama dengan Pasal 7.1 perjanjian Pemohon Banding (Lampiran-34) yang menyatakan bahwa:
Pasal 7.1 "Pemberi lisensi setuju bahwa penerima lisensi (AHM) akan menerapkan suatu kebijakan pengadaan yang pada dasarnya atas dasar QCD dan strategi operasional dan jangka panjang penerima lisensi (AHM). Karena itu apabila Suku Cadang yang diadakan oleh penerima lisensi (AHM) tidak memenuhi persyaratan QCD, maka penerima lisensi (AHM) memiliki opsi untuk memilih mengadakan Suku Cadang tersebut dari sumber yang terbaik";
Dengan demikian, perjanjian Ikona dan MAT adalah sebanding dengan Pemohon Banding karena memiliki filosofi perjanjian yang sama, yaitu melakukan pengujian terhadap produk yang dilisensikan terlebih dahulu, dan apabila memenuhi standar yang diinginkan oleh kedua belah pihak, maka penerima lisensi akan membayar royalti atas produk yang dilisensikan tersebut.
Adapun, perlu diingat bahwa tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Banding adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana dalam tahap tersebut tidak terdapat pengembangan atau development yang dilakukan.
|
4.
|
Berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa yang dapat diartikan bahwa Licensor (Ikona) tidak akan mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang memasukkan teknologi ke dalam komponen apapun untuk aplikasi otomotif, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding bahwa Licensor tetap memiliki kebebasan untuk mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang terkait dengan teknologi otomotif;
|
Berdasarkan Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyebutkan bahwa:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
a.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
b.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
c.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud";
|
Dengan demikian, argumen Terbanding tersebut bukan merupakan faktor kesebandingan yang perlu dipertimbangkan karena hal tersebut tidak diatur dalam peraturan yang berlaku. Adapun, perlu diingat bahwa tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Banding adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana paragraf yang dikutip oleh Terbanding termasuk dalam Phase 1 sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian: "During Phase 1, Ikona will not seek any business, contracts or orders incorporating the technology into any component for automotive application";
Dengan demikian, pernyataan Terbanding tidak relevan dengan fakta perjanjian Pemohon Banding;
|
5.
|
Berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa yang dapat diartikan bahwa IP tersebut menjadi milik bersama antara Licensor dan Licensee, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
Sama dengan argumen Terbanding sebelumnya, Pemohon Banding menanggapi bahwa pernyataan tersebut bukan merupakan faktor kesebandingan yang perlu dipertimbangkan karena hal tersebut tidak diatur dalam peraturan yang berlaku (telah disebutkan di atas);
Adapun, perlu diingat bahwa tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Banding adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana pernyataan yang dinyatakan oleh Terbanding termasuk dalam Phase 1 sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian Ikona dan MAT:
"Any intellectual property relating to the Technology in existence at the date hereof shall belong exclusively to Ikona. Any intellectual property arising during Phase 1 as a result of the development efforts of MAT (collectively, "improvements") will be jointly owned by MAT dan Ikona";
Dengan demikian, hanya IP yang ditemukan pada saat pengembangan dilakukan dalam Phase 1, yang akan dimiliki bersama oleh MAT dan Ikona. Sehingga pernyataan Terbanding tidak relevan dengan fakta perjanjian Pemohon Banding;
|
|
2)
|
Licensor: Cragar Industries Inc. (selanjutnya disebut Cragar)
Licensee: CIA Wheel Group d/b/a The Wheel Group (selanjutnya disebut CIA)
|
|
No
|
Menurut Terbanding
|
Menurut Pemohon Banding
|
1.
|
Bahwa sebagaimana tertuang dalam searching criteria yang telah disebutkan di atas, tidak terdapat SIC Code "7900", sehingga Terbanding mempertanyakan sekaligus menolak untuk dijadikan pembanding;
|
Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak.
...
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
b)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
|
Perlu diperhatikan bahwa dalam database indikator "industri" tersaji dalam dua format, yaitu "Industry" dan "Standard Industry Code". Pemohon Banding menggunakan kedua format tersebut untuk memperluas pencarian pembanding pada tahap strategi pencarian/kriteria pencarian (tahap pertama search strategy) sebagaimana dapat dilihat dalam appendix 7 Royalty Study FY2014 (Lampiran-32) Adapun maksud digunakan kedua format tersebut adalah agar setiap kandidat pembanding yang tersedia dalam database dapat turut diperhitungkan;
Setelah tahap pencarian/kriteria pencarian, maka Pemohon Banding telah melakukan manual review (tahap kedua), sehingga dapat diputuskan kandidat pembanding tersebut andal atau perlu ditolak;
Dengan demikian, koreksi Terbanding yang didasarkan pada kriteria search strategy adalah tidak tepat, karena search strategy hanya menghasilkan kandidat pembanding. Namun Terbanding seharusnya meneliti kandidat pembanding, dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
Sejalan dengan ketentuan di atas Paragraf 6.23 OECD Guidelines menyebutkan bahwa:
"... The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide";
Terjemahan:
"... Harga yang ditetapkan dalam transaksi yang sebanding antara perusahaan independen dalam industri yang sama juga dapat dijadikan acuan";
Bahwa kata kuncinya adalah Terbanding seharusnya memeriksa pada informasi dalam kandidat pembandingnya (isi dalam agreement lisensi pembanding) dan bukan pada kriteria search strategy;
Adapun berdasarkan Schedule C - Licensed Products dalam perjanjian Cragar dan CIA disebutkan bahwa produk yang dilisensikan adalah terkait "Any one piece cast aluminium vehicle wheel and related accessories"
Dengan demikian, pembanding yang ditolak tersebut merupakan pembanding dalam industri yang sebanding dengan Pemohon Banding, yaitu perjanjian lisensi terkait produk-produk dalam industri otomotif dan tidak terdapat alasan yang valid untuk menolak pembanding tersebut;
Hal ini turut mengkonfirmasi bahwa search strategy dalam tahap pertama pencarian pembanding menggunakan format "Industry" maupun "US SIC Codes" telah menghasilkan kandidat pembanding yang patut diperhitungkan. Selain itu, Terbanding belum dapat menunjukkan bukti/informasi di dalam pembanding tersebut, yang membantah bahwa pembanding tersebut bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding;
Adapun dalam proses Pemeriksaan, Terbanding awalnya menolak pembanding Orbital Engine Co. (Orbital) dan UCAL Fuel Systems Ltd. (UCAL) dengan alasan tidak termasuk dalam US SIC Codes, melainkan berdasarkan industri otomotif. Namun demikian, Terbanding pada akhirnya menerima Orbital dan UCAL sebagai pembanding. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Terbanding juga menerima perjanjian Cragar dan CIA dikarenakan selama transaksi sebanding berada dalam industri yang sama, maka harga atau tarif tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan harga atau tarif yang sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
|
2.
|
Bahwa berdasarkan perjanjian disebutkan pihak Licensee - CIA Wheel Group dba The Wheel Group (defined to include any of subsidiaries, affiliates, partnerships, or other related parties), yang dapat dipahami bahwa Licensee tidak semata-mata hanya CIA Wheel Group dba The Wheel Group, namun pihak sebagaimana disebutkan di atas, yang sangat berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding dimana hanya AHM yang disebut sebagai Licensee;
|
Para pihak yang menjadi Licensor dan Licensee bukanlah merupakan faktor kesebandingan yang patut dipertimbangkan dalam melakukan analisis kesebandingan, namun substansi dari perjanjian tersebutlah yang perlu diperhatikan, sebagaimana disebutkan dalam peraturan berikut:
Berdasarkan Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyebutkan bahwa:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
a.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
b.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
c.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud";
|
Dengan demikian, argumen Terbanding tidak relevan karena peraturan yang berlaku tidak mempermasalahkan siapa pihak yang menjadi Licensor maupun Licensee dalam suatu perjanjian;
|
3.
|
1.8 Promotion Commitment
Bahwa perjanjian pembanding memiliki hal sebagaimana tersebut yang membedakan dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
Dalam Pasal 2 perjanjian Pemohon Banding dinyatakan bahwa:
"Pemberi lisensi dengan ini memberi penerima lisensi (AHM) hak dan lisensi eksklusif yang tidak dapat dipindahtangankan dan tidak dapat dibagi, untuk membuat, merakit, memasarkan, memakai dan menjual Produk dan Suku Cadang Berlisensi di dalam Wilayah..."
Dengan demikian, Pemohon Banding juga melakukan aktivitas pemasaran atau "promotion" terkait produk yang lisensikan. Promosi dilakukan untuk meningkatkan penjualan atas produk-produk yang dijual oleh Pemohon Banding. Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian ini telah sebanding dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
4.
|
2.2 Licensed Products
Licensor grants to Licensee a world wide exclusive license in the Licensed Field to make, use, sell, import and offer for sale the Licensed Products, subject to the terms of this Agreement. In connection with this grant, Licensor grants to Licensee a worldwide exclusive license in the Licensed Field to use the Patent Rights and the Intangible Rights to manufacture the Licensed Products"; yang membedakan ruang lingkup pemanfaatan lisensi dengan Pemohon Banding (article I. Definition - v) yang hanya di Indonesia khususnya frasa "(v). The term "territory" shall mean the geographic area currently known as The Republic of Indonesia;
|
Sebagaimana dinyatakan dalam Bab 7.2, Exhibit 7-1, nomor 1 Royalty Study FY2014 (Lampiran-32) bahwa pertama-tama, dilakukan pencarian perjanjian lisensi di Indonesia. Namun pencarian ini menghasilkan jumlah perjanjian pembanding yang kurang signifikan. Kemudian Pemohon Banding memperluas kriteria pencarian dengan merubah kriteria teritori perjanjian menjadi worldwide. Dengan demikian, perjanjian antara Cragar dan CIA patut dipertimbangkan oleh Terbanding karena terbatasnya jumlah pembanding yang sebanding dengan Pemohon Banding apabila kriteria pembanding terbatas pada Negara Republik Indonesia saja;
|
5.
|
6.2 Upon termination of this agreement, Licensee shall grant to Licensor a non-exclusive and royalty-free license to make, use, sell, offer for sale, and import products that embody or utilize any Improvement developed by Licensee";
Bahwa perjanjian pembanding memiliki sifat Penerima Lisensi akan memberikan kepada Pemberi Lisensi yang tidak eksklusif dan lisensi bebas royalti untuk membuat, menggunakan, menjual, menawarkan penjualan, dan mengimpor produk itu mewujudkan atau memanfaatkan setiap Perbaikan yang dikembangkan oleh Pemegang Lisensi yang berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
Pendapat Terbanding tidak relevan apabila dikaitkan dengan Pemohon Banding karena klausul tersebut berkaitan dengan "upon termination" atau "setelah perjanjian berakhir". Dengan demikian, klausul tersebut tidak akan mempengaruhi penerapan perjanjian antara Cragar dan CIA;
|
Berdasarkan web: https://www.sec.gov/Archives/edgar/data/1024125/000107261303001844/ex10-22_12291.htm terdapat frasa:
"In September 2000, Cragar entered into and completed a similar transaction with Performance Wheel Outlet, Inc. As a result of Performance's failure to meet or exceed its minimum payments under its Exclusive Field of Use and Licensing Agreement with Cragar, the agreement with Performance was terminated. In its place, Cragar has negotiated a Field of Use License Agreement with CIA Wheel Group dba The Wheel Group, which is effective as of October 1, 2003. Under this agreement, The Wheel Group will manufacture, sell, and distribute Cragar's line of one-piece cast aluminum wheels and related accessories and Cragar will receive a royalty based on sales of the licensed products";
Yang dapat diartikan bahwa Perjanjian Cragar dengan CIA Wheel Group dba The Wheel Group merupakan pengganti perjanjian antara Cragar dengan Performance Wheel Outlet, Inc. akibat kegagalan performa untuk memenuhi atau melampaui pembayaran minimumnya berdasarkan perjanjian penggunaan dan perizinan eksklusifnya dengan Cragar.
Terdapat frasa "As a consequence of the transactions with Performance, Weld, Carlisle and other licensees, Cragar does not engage in the manufacture, marketing, sale, or distribution of any products related to its one-place wheel business, wrought wheel business, and steel outer rims wheel business, which together generated almost all of its revenue in fiscal year ended December 31, 2000. In general, the outsourcing of the manufacturing, marketing, sales and distribution operations with respect to the licensed products, together with the sale of all the related assets, has substantially decreased Cragar's revenue and related operating and marketing costs";
Yang dapat diartikan bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dengan yang disebutkan dalam lisensi di atas. Hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding khususnya Honda Motor, Co sebagai pihak Licensor;
|
Para pihak yang menjadi Licensor dan Licensee atau pun perjanjian terkait merupakan perjanjian pengganti dengan pihak lain bukanlah merupakan faktor kesebandingan yang patut dipertimbangkan dalam melakukan analisis kesebandingan, namun substansi dari perjanjian tersebutlah yang perlu diperhatikan, sebagaimana disebutkan dalam peraturan berikut:
Berdasarkan Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip, Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyebutkan bahwa:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
a.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
b.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
c.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud";
|
Dengan demikian, argumen Terbanding tidak relevan karena peraturan yang berlaku tidak mempermasalahkan siapa pihak yang menjadi Licensor maupun Licensee dalam suatu perjanjian maupun apakah perjanjian tersebut merupakan perjanjian pengganti dengan pihak lain;
Adapun, terkait dengan pernyataan Terbanding bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dan hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding khususnya Honda Motor, Co sebagai pihak Licensor. Pemohon Banding menanggapi bahwa:
Berdasarkan perjanjian Cragar dan CIA, dinyatakan bahwa CIA (Licensee) diberikan lisensi berupa hak paten, know-how, proses dan teknologi yang bersifat eksklusif untuk membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menawarkan, dan memasarkan one-piece cast aluminum vehicle wheel dan aksesoris terkait, menggunakan merek yang dilisensikan;
Pemohon Banding, dimana Pemohon Banding (Licensee) diberikan lisensi untuk memproduksi, merakit, memasarkan, menggunakan, dan menjual produk yang dilisensikan;
Berdasarkan keterangan yang terdapat di website (https://www.bloomberg.com/profiles/com panies/CRGR:US-cragar-industries-inc), dinyatakan bahwa "Cragar Industries, Inc. designs, produces, and sells custom vehicle wheels and wheel accessories". Atau dapat diterjemahkan "Cragar Industries, Inc. melakukan desain, memproduksi, dan menjual ban kendaraan serta aksesoris ban yang dibuat secara khusus";
Dengan demikian, Cragar (Licensor) juga terlibat/melakukan kegiatan yang serupa dengan HMCO (Licensor) yaitu memproduksi, mendesain, dan menjual produk-produk yang dilisensikan. Sehingga perjanjian lisensi antara Cragar dan CIA adalah sebanding dengan perjanjian lisensi HMCO dan Pemohon Banding;
|
|
3)
|
Licensor: Cragar Industries Inc. (selanjutnya disebut Cragar)
Licensee: Carlisle Tire and Wheel Co. (selanjutnya disebut Carlisle)
|
|
Menurut Terbanding
|
Menurut Pemohon Banding
|
Tim Peneliti berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding karena memenuhi karakter Intellectual Property yang dibandingkan sebanding dengan Wajib Pajak dan perjanjian tersebut dibuat ketika para pihak adalah merupakan pihak-pihak yang independen (tidak dipengaruhi hubungan istimewa).
Namun demikian mengingat dalam contractual term terdapat lapisan tarif royalty yang regresif dari 5% hingga 1%, maka Tim Peneliti berpendapat perlu dilakukan penyesuaian tarif royalty yang tepat untuk digunakan sebagai tarif pembanding. Bahwa dalam Transfer Pricing Documentation Wajib Pajak menggunakan tarif royalty sebesar 5%, sementara itu Tim Peneliti berpendapat bahwa tarif rata-rata lebih tepat digunakan untuk digunakan sebagai tarif yang dibandingkan dengan tarif royalty Wajib Pajak;
Berdasarkan Schedule D perjanjian royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co. diketahui sebagai berikut:

Selanjutnya Tim Peneliti berpendapat bahwa tarif rata-rata sebesar 3,06% lebih tepat digunakan sebagai rate royalty perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co.
|
Sebelumnya, perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa perjanjian pembanding adalah antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire and Wheel Co., bukan Carliste Tire & Wheel Co. sebagaimana dinyatakan oleh Terbanding;
Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Tim Peneliti yang menyatakan tarif royalti yang tepat adalah 3.06%;
Bahwa tarif 2% hingga 5% yang berada pada Schedule D (Lampiran-35) pada dasarnya adalah tarif yang wajar. Namun, Wajib Pajak tidak sependapat dengan Pemeriksa yang langsung menggunakan tarif regresif sebesar 3.06% tanpa mempertimbangkan fakta bahwa produk yang dihasilkan oleh Cragar dan Wajib Pajak secara nilai penjualan tidak dapat secara serta-merta disamakan;
Cragar adalah manufaktur produk otomotif berukuran kecil (misalnya velg/wheel disk) sedangkan produk yang dihasilkan Pemohon Banding adalah produk otomotif berukuran besar (yaitu motor). Pengaturan tarif royalti antara Cragar dan Carlisle sudah pasti disesuaikan dengan net sales sewajarnya untuk penjualan produk Cragar;
Dengan demikian, mengingat produk yang dihasilkan dan dijual oleh Pemohon Banding adalah motor, maka Terbanding tidak dapat membandingkan penjualan Pemohon Banding dan Cragar sebagai dasar untuk perhitungan tarif royalty;
Menurut Pemohon Banding, akan lebih tepat apabila menggunakan tarif rata-rata dari tarif royalti yang terdapat dalam schedule D. sebagai berikut:

Dengan menggunakan tarif rata-rata sebesar 3.33%, maka rentang kewajaran perjanjian pembanding adalah sebagai berikut:
Berdasarkan analisis Pemohon Banding, apabila Terbanding menerima 2 perjanjian pembanding lainnya dan menggunakan tarif rata-rata sebesar 3,33% untuk perjanjian pembanding antara Cragar dan Carlisle, maka tarif royalti efektif Pemohon Banding pada Tahun Pajak 2014 sebesar 4,31% masih berada dalam rentang kewajaran.
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila mengikuti kriteria penolakan seperti yang dilakukan oleh Terbanding (untuk mencari exact comparables), maka ke-7 perjanjian pembanding harus ditolak juga karena tidak memenuhi kriteria kesebandingan dengan Pemohon Banding;
bahwa dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kelemahan metode CUP berupa kesulitan dalam menemukan exact comparables atau pembanding yang memiliki derajat kesebandingan yang sangat tinggi juga didukung oleh pernyataan Mukesh Butani (Ahli Transfer Pricing India) dalam Anuschka Bakker dan Belema Obuoforido, "Transfer Pricing and Customs Valuation Chapter 15 (IBFD Amsterdam), Halaman 426:
''Typically, the CUP method is applied for benchmarking royalty payments. To apply the CUP method, there should not be any material difference between a controlled transaction and an uncontrolled transaction, and thus the CUP method cannot be appropriately applied in the case of royalty payments since it is extremely difficult to find similar transactions. Hence, an indirect approach is adopted, whereby royalty payment is benchmarked by comparing net operating margins of the taxpayer, which are calculated after considering payment of royalty with the net operating margins earned by comparable independent companies";
Terjemahan:
"Pada umumnya, metode CUP diterapkan untuk menguji transaksi royalti. Untuk menerapkan metode CUP, tidak boleh terdapat perbedaan material antara transaksi yang sedang diuji dan transaksi independen sebagai pembanding, dan dengan demikian metode CUP tidak dapat diterapkan dengan tepat untuk transaksi royalti karena transaksi independen sebagai pembanding sangat sulit ditemukan. Oleh karena itu, pendekatan tidak langsung diterapkan, dimana pembayaran royalti diukur dengan membandingkan laba usaha dari Wajib Pajak, yang dikalkulasikan setelah mempertimbangkan pembayaran royalti dengan laba usaha dari perusahaan independen";
Hal senada juga dinyatakan oleh Oddleif Torvik, Transfer Pricing and Intangibles, Chapter 7 (Amsterdam: IBFD Doctoral Series), Halaman 251:
"The core problem with the CUT method is that it directly allocates residual profits by reference to what third parties have agreed in other licensing transactions. In order for the method to provide a reliable result, it is crucial that there is an extreme degree of comparability between the IP transferred in the controlled and uncontrolled transactions";
Terjemahan:
"Kelemahan utama metode CUT adalah metode tersebut mengalokasikan laba dengan hanya mengacu pada kesepakatan yang disetujui pihak independen dalam transaksi lisensi lainnya. Agar metode tersebut dapat memberikan hasil yang dapat diandalkan, dibutuhkan tingkat kesebandingan yang ekstrim antara harta tak berwujud yang ditransfer dalam transaksi afiliasi dan independen;
bahwa berdasarkan literatur di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila hanya menerapkan Metode CUP, maka akan sangat sulit untuk menemukan pembanding yang memiliki derajat kesebandingan sangat tinggi (khususnya terkait transaksi independen sebagai pembanding dalam transaksi royalti/intangibles) dengan Pemohon Banding karena banyaknya faktor dalam menentukan kesebandingan objek lisensi;
bahwa terlebih, apabila turut dipertimbangkan bahwa transaksi royalti in casu adalah terkait lisensi know-how yang bersifat rahasia. Dengan demikian, merupakan hal yang tidak mungkin untuk melakukan analisis kesebandingan dengan tepat, apabila hanya membaca dan membandingkan lisensi Pemohon Banding dengan beberapa lembar perjanjian pembanding tanpa diketahui objek know-how-nya secara spesifik;
bahwa oleh karena itu, ketika terjadi sengketa di tingkat pengujian transaksional, maka perdebatan hanya akan berputar di kesebandingan pembanding yang mana tidak terdapat tolak ukur yang pasti (subjektif). Sehingga kebenaran analisis CUP harus dikonfirmasi kebenarannya dengan metode TNMM;
|
|
|
|
|
|
7.
|
Terbanding Tidak Pernah Membantah Dasar Hukum dan Bukti-Bukti yang Disampaikan oleh Pemohon Banding
|
|
bahwa selama proses pemeriksaan dan keberatan, ada fakta-fakta dan bukti yang tidak disanggah, ditanggapi, dan dijawab oleh Terbanding, yaitu terkait dengan hal-hal dalam tabel berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Menurut hukum acara, sikap tidak menyangkal atau membantah dipersamakan dengan mengakui. Mengacu pada Prof. R. Subekti, S.H., Hukum Acara Perdata, Cetakan kedua, Binacipta, Bandung, Juni 1982, halaman 81-82 yang menyatakan:
|
|
"2.
|
Hal-hal yang tidak perlu dibuktikan
Hal-hal yang harus dibuktikan hanyalah hal-hal yang menjadi perselisihan, yaitu segala apa yang diajukan oleh pihak yang satu tetapi disangkal atau dibantah oleh pihak lain. Hal-hal yang diajukan oleh satu pihak dan diakui oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan karena tentang itu tidak ada perselisihan. Begitu pun tidak usah dibuktikan hal-hal yang diajukan oleh satu pihak dan meskipun tidak secara tegas dibenarkan oleh yang lain tetapi tidak disangkal.
Dalam hukum acara perdata sikap tidak menyangkal dipersamakan dengan mengakui";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa fakta tersebut di atas tidak pernah dibantah oleh Terbanding dalam proses pemeriksaan dan keberatan sebagaimana dapat dilihat dalam Surat Tanggapan SPUH (Lampiran-8) dan Slide Presentasi terlampir (Lampiran-9). Dengan tidak mengajukan sanggahan terhadap bukti-bukti atau keterangan yang disampaikan oleh Pemohon Banding, Terbanding dianggap telah mengakui fakta bahwa Terbanding tidak memiliki kewenangan untuk melakukan koreksi karena lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah dan harga atau laba Pemohon Banding telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
bahwa dengan demikian, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, demi keadilan dan kepastian hukum, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pemohon Banding memohon kepada Majelis Hakim untuk membatalkan koreksi Terbanding;
|
|
|
|
|
|
KESIMPULAN DAN USUL PEMOHON BANDING (dalam Surat Banding)
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan penjelasan dan argumentasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
|
1.
|
Surat Banding telah memenuhi seluruh ketentuan formal pengajuan banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UU KUP serta Pasal 35, 36, dan 37 UU Pengadilan Pajak;
|
2.
|
Transaksi royalti Pemohon Banding merupakan transaksi dengan pihak afiliasi di negara Jepang, di mana dalam hal ini negara Jepang memiliki tarif pajak yang lebih tinggi daripada tarif pajak di Indonesia, maka sangat jelas menunjukkan bahwa tidak terdapat motif penghindaran pajak sama sekali;
|
3.
|
Terbanding tidak mempertimbangkan analisis rasio keuangan (NCP dan OM) Pemohon Banding sebelum melakukan koreksi;
|
4.
|
Hasil Sanity Check atas rasio keuangan Pemohon Banding, NCP, OM, dan ROA menunjukkan bahwa Pemohon Banding telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Sanity check tersebut mengkonfirmasi bahwa pengujian kewajaran transaksi royalti yang dilakukan oleh Pemohon Banding menggunakan metode CUP sudah tepat (karena kesimpulan penerapan metode CUP dan TNMM adalah sama, yaitu bahwa transaksi Pemohon Banding adalah wajar);
|
5.
|
Sanity check tersebut turut mengkonfirmasi bahwa pengujian kewajaran transaksi royalti yang dilakukan oleh Terbanding menggunakan metode CUP adalah tidak tepat (karena kesimpulan penerapan metode CUP oleh Pemeriksa dan kesimpulan penerapan TNMM adalah berbeda, yaitu bahwa transaksi Pemohon Banding adalah tidak wajar menurut metode CUP yang dilakukan Pemeriksa, sedangkan setelah dilakukan koreksi, analisis TNMM memberikan kesimpulan yang wajar);
|
6.
|
Seluruh pembanding yang digunakan oleh Pemohon Banding telah sebanding dengan Pemohon Banding dan oleh karenanya, pembayaran royalti Pemohon Banding berada dalam rentang kewajaran dan telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan Pemohon Banding terkait fakta dan argumentasi hukum di atas, maka perhitungan PPh Badan menurut pendapat Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa selanjutnya, Pemohon Banding mengusulkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang terhormat agar:
|
1.
|
Menyatakan bahwa banding yang diajukan Pemohon Banding dapat diterima karena telah memenuhi seluruh ketentuan formal;
|
2.
|
Mengabulkan untuk seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding; dan
|
3.
|
Membatalkan Surat Keputusan Keberatan Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019;
|
4.
|
Membatalkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan (SKPKB) PPh Badan Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017;
|
5.
|
Menerima dan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang Pemohon ajukan sesuai dengan perhitungan Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
bahwa demikian Surat Banding ini disampaikan dengan harapan agar Majelis dapat memutuskan dengan pertimbangan yang seadil-adilnya;
bahwa atas perhatian dan terkabulnya permohonan ini, Pemohon Banding ucapkan terima kasih;
bahwa Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya melampirkan dokumen sebagai berikut:
Bukti P-1.
|
Fotokopi Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019;
|
Bukti P-2.
|
Fotokopi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017;
|
Bukti P-3.
|
Fotokopi Surat Keberatan Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018;
|
Bukti P-4.
|
Fotokopi yang telah dimeteraikan kemudian Akta Notaris Esther P. E. Jovina, S.H. M.Kn. Nomor 02 tanggal 1 April 2019 tentang Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham "PT Astra Honda Motor";
|
|
|
|
|
|
|
TANGGAPAN TERBANDING DALAM SURAT URAIAN BANDING
|
|
|
|
|
|
Dalam Surat Uraian Banding Nomor S-1929/WPJ.19/2019 tanggal 1 Juli 2019, Terbanding pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa sehubungan dengan surat Wakil Panitera Nomor U.2672/PAN.Wk/2019 tanggal 9 Mei 2019 berkenaan dengan Surat Banding dari Pemohon Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan uraian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
KETENTUAN FORMAL (dalam Surat Uraian Banding)
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan penelitian Surat Banding Pemohon Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019 yang diterima di Pengadilan Pajak pada tanggal 3 Mei 2019, diketahui hal-hal sebagai berikut:
bahwa Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;
bahwa Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 yang dibanding;
bahwa terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;
bahwa Surat Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal diterima Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019, yaitu tanggal 11 Februari 2019;
bahwa pada Surat Banding dilampirkan salinan surat keputusan yang dibanding, yaitu Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019;
bahwa Pemohon Banding telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Pemohon Banding dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi. Pemohon Banding telah membayar Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 Tahun Pajak 2014 sebesar Rp284.494.800.420,00 pada tanggal 22 Desember 2017 (NTPN: 4AB9E6N05IHFS6R0);
bahwa Surat Banding ditandatangani oleh Erik Tjahyadi Sadikin selaku Direktur;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, sepanjang permohonan banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Pasal 35 ayat (1) dan (2) dan Pasal 36 ayat (1), (2), (3), dan (4), serta Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga dapat dipertimbangkan lebih lanjut;
|
|
|
|
|
|
URAIAN PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK, SURAT KEBERATAN DAN KEPUTUSAN ATAS KEBERATAN (dalam Surat Uraian Banding)
|
|
|
|
|
|
bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 Tahun Pajak 2014 diterbitkan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Terbanding Nomor LAP-508/WPJ.19/KP.0205/RIK.SIS/2017 tanggal 12 Desember 2017;
bahwa SKPKB PPh Badan tersebut, Pemohon Banding mengajukan keberatan dengan Surat Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018 yang diterima Terbanding tanggal 8 Maret 2018 berdasarkan LPAD Nomor PEM:01002026\092\mar\2018 tanggal 8 Maret 2018;
bahwa atas surat keberatan Pemohon Banding, telah diterbitkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019, yang memutuskan sebagai berikut:
|
-
|
Mengabulkan sebagian keberatan Pemohon Banding dalam suratnya nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018 dan mengurangkan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB PPh Badan;
|
-
|
Sehingga jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 Tahun Pajak 2014 dengan perhitungan sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
ANALISIS POKOK SENGKETA MENURUT TERBANDING (dalam Surat Uraian Banding)
|
|
|
|
|
|
bahwa setelah membaca Surat Banding, mempelajari Laporan Penelitian Keberatan, berkas surat menyurat yang berlangsung selama proses penyelesaian keberatan, Surat Keberatan Pemohon Banding, dengan ini disampaikan analisis pokok sengketa atas Surat Banding dari Pemohon Banding sebagai berikut:
Koreksi Positif atas Penyesuaian Fiskal Positif berupa Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00
Menurut Terbanding:
Ketentuan Perpajakan terkait dengan Pokok Sengketa
|
●
|
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
|
|
1)
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya;
|
|
2)
|
Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
|
|
|
a)
|
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
|
|
|
b)
|
Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak tainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
|
|
|
c)
|
terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda datam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat;
|
|
|
|
|
|
|
Penjelasan
|
|
3)
|
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa;
bahwa dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method). Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya;
bahwa dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak;
|
|
4)
|
Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:
|
|
|
a.
|
kepemilikan atau penyertaan modal; atau
|
|
|
b.
|
adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
|
|
|
|
|
|
|
bahwa selain karena hal-hal tersebut, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan;
|
|
|
|
|
|
●
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
Pasal 13
|
|
1)
|
Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode-metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR);
|
|
2)
|
Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a; dan
|
|
|
b.
|
didukung dengan bukti-bukti dan penjelasan yang memadai bahwa penetapan harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan;
|
|
3)
|
Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi, maka Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar tidak dapat dipergunakan;
|
|
4)
|
Yang dimaksud dengan Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR) adalah rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan istimewa, yang merupakan hasil pengujian beberapa data pembanding dengan menggunakan metode Penentuan Harga Transfer yang sama;
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 17
|
|
1)
|
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi pemanfaatan dan pengalihan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
|
|
2)
|
Harta Tak Berwujud (intangibles) adalah suatu aktiva yang pada umumnya memiliki masa manfaat yang panjang dan tidak mempunyai bentuk fisik serta memiliki kegunaan dalam kegiatan operasi perusahaan dan penggunaannya tidak untuk dijual kembali, seperti paten, hak cipta atau merek dagang;
|
|
3)
|
Harta Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Harta Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Perdagangan (Trade Intangibles) dan Harta Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Pemasaran (Marketing Intangibles);
|
|
4)
|
Harta Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Perdagangan (Trade Intangibles) pada umumnya terjadi melalui kegiatan riset dan pengembangan yang berisiko dan mahal, sehingga pemiliknya berusaha mengganti pengeluaran tersebut melalui penjualan barang, perjanjian lisensi atau kontrak jasa;
|
|
5)
|
Harta Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Pemasaran (Marketing Intangibles) meliputi antara lain merek dagang atau nama dagang yang membantu meningkatkan pemasaran dari barang dan jasa, daftar pelanggan, dan saluran distribusi;
|
|
6)
|
Merek Dagang adalah nama, simbol atau gambar yang unik yang dimiliki sebagai identitas dari suatu barang atau jasa tertentu yang dihasilkan oleh pabrikan atau dealer, dimana penggunaannya oleh pihak lain diatur oleh hukum domestik atau hukum internasional;
|
|
7)
|
Transaksi pemanfaatan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
|
|
|
a.
|
transaksi pemanfaatan Harta Tidak Berwujud benar-benar terjadi;
|
|
|
b.
|
terdapat manfaat ekonomis atau komersial; dan
|
|
|
c.
|
transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan Istimewa mempunyai nilai yang sama dengan transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding dengan menerapkan Analisis Kesebandingan dan menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi;
|
|
8)
|
Transaksi pengalihan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
|
|
|
a.
|
transaksi pengalihan Harta Tidak Berwujud benar-benar terjadi; dan
|
|
|
b.
|
nilai pengalihan Harta Tidak Berwujud antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan Istimewa sama dengan nilai pengalihan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding;
|
|
9)
|
Dalam melakukan Analisis Kesebandingan untuk transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) harus dipertimbangkan antara lain:
|
|
|
a.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
|
|
b.
|
eksklusifitas hak yang dialihkan; dan
|
|
|
c.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud;
|
|
|
|
|
|
●
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha atas Transaksi Marta Tak Berwujud
Langkah-langkah pengujian atas transfer harta tak berwujud yang dilakukan Wajib Pajak sebagai berikut:
|
|
1.
|
Mengidentifikasi keberadaan setiap harta tak berwujud yang memberikan kontribusi terhadap kesuksesan produk di pasar. Identitas ini dapat dilakukan melalui analisis fungsi. Dalam analisis fungsi, Pemeriksa Pajak diharapkan memiliki pemahaman yang baik tentang usaha Wajib Pajak;
|
|
2.
|
Mengidentifikasi nilai harta tak berwujud dan menentukan pihak-pihak yang berkontribusi terhadap pembentukan harta tak berwujud dimaksud. Hal ini perlu dilakukan agar dapat diketahui apakah Wajib Pajak di Indonesia ikut berkontribusi terhadap pembentukannya sehingga berhak menerima hasil atas eksploitasi harta tak berwujud tersebut;
|
|
3.
|
Mempelajari apakah benar-benar telah terjadi transfer harta tak berwujud (intangibles property) dalam transaksi tersebut. Analisis terhadap saat terjadinya transfer harta tak berwujud (intangibles property) dalam transaksi independen dapat dijadikan pedoman;
|
|
4.
|
Menentukan kompensasi yang wajar untuk setiap harta tak berwujud (intangible property) yang ditransfer. Hal ini dilakukan dengan mengacu kepada pasar dimana harta tak berwujud (intangible property) digunakan dan membandingkannya dengan transaksi pembanding;
|
|
5.
|
Metode yang dapat digunakan dalam menilai kewajaran transfer harta tak berwujud:
|
|
|
●
|
Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (CUP method);
|
|
|
●
|
Metode harga penjualan kembali (resale price method);
|
|
|
●
|
Metode biaya-plus (cost-plus method);
|
|
|
●
|
Metode pembagian laba (profit split method);
|
|
|
●
|
Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method);
|
|
|
●
|
Metode lainnya:
|
|
|
|
c.
|
Income-Based Approach;
|
|
|
|
d.
|
Cost-Based Approach;
|
|
|
|
e.
|
Market-Based Approach;
|
|
|
|
|
|
●
|
OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations:
|
|
1.39
|
Differences in the specific characteristics of property or services often account, at least in part, for differences in their value in the open market. Therefore, comparisons of these features may be useful in determining the comparability of controlled and uncontrolled transactions. Characteristics that may be important to consider include the following: in the case of transfers of tangible property, the physical features of the property, its quality and reliability, and the availability and volume of supply; in the case of the provision of services, the nature and extent of the services; and in the case of intangible property, the form of transaction (e.g. licensing or sale), the type of property (e.g. patent, trademark, or knowhow), the duration and degree of protection, and the anticipated benefits from the use of the property;
|
|
1.41
|
In practice, it has been observed that comparability analyses for methods based on gross or net profit indicators often put more emphasis on functional similarities than on product similarities. Depending on the facts and circumstances of the case, it may be acceptable to broaden the scope of the comparability analysis to include uncontrolled transactions involving products that are different, but where similar functions are undertaken. However, the acceptance of such an approach depends on the effects that the product differences have on the reliability of the comparison and on whether or not more reliable data are available. Before broadening the search to include a larger number of potentially comparable uncontrolled transactions based on similar functions being undertaken, thought should be given to whether such transactions are likely to offer reliable comparables for the controlled transaction;
|
|
3.38
|
The identification of potential comparables has to be made with the objective of finding the most reliable data, recognising that they will not always be perfect. For instance, independent transactions may be scarce in certain markets and industries. A pragmatic solution may need to be found, on a case-by-case basis, such as broadening the search and using information on uncontrolled transactions taking place in the same industry and a comparable geographical market, but performed by third parties that may have different business strategies, business models or other slightly different economic circumstances; information on uncontrolled transactions taking place in the same industry;
but in other geographical markets; or information on uncontrolled transactions taking place in the same geographical market but in other industries. The choice among these various options will depend on the facts and circumstances of the case, and in particular on the significance of the expected effects of comparability defects on the reliability of the analysis;
|
|
3.60
|
If the relevant condition of the controlled transaction (e.g. price or margin) is within the arm's length range, no adjustment should be made;
|
|
3.61
|
If the relevant condition of the controlled transaction (e.g. price or margin) falls outside the arm's length range asserted by the tax administration, the taxpayer should have the opportunity to present arguments that the conditions of the controlled transaction satisfy the arm's length principle, and that the result falls within the arm's length range (i.e. that the arm's length range is different from the one asserted by the tax administration). If the taxpayer is unable to establish this fact, the tax administration must determine the point within the arm's length range to which it will adjust the condition of the controlled transaction;
|
|
3.62
|
In determining this point, where the range comprises results of relatively equal and high reliability, it could be argued that any point in the range satisfies the arm's length principle. Where comparability defects remain as discussed at paragraph 3.57, it may be appropriate to use measures of central tendency to determine this point (for instance the median, the mean or weighted averages, etc., depending on the specific characteristics of the data set), in order to minimise the risk of error due to unknown or unquantifiable remaining comparability defects;
|
|
6.14
|
Arm's length pricing for intangible property must take into account for the purposes of comparability the perspective of both the transferor of the property and the transferee. From the perspective of the transferor, the arm's length principle would examine the pricing at which a comparable independent enterprise would be willing to transfer the property. From the perspective of the transferee, a comparable independent enterprise may or may not be prepared to pay such a price, depending on the value and usefulness of the intangible property to the transferee in its business. The transferee will generally be prepared to pay this licence fee if the benefit it reasonably expects to secure from the use of the intangibles is satisfactory having regard to other options realistically available. Given that the licensee will have to undertake investments or otherwise incur expenditures to use the licence it has to be determined whether an independent enterprise would be prepared to pay a licence fee of the given amount considering the expected benefits from the additional investments and other expenditures likely to be incurred;
|
|
6.15
|
This analysis is important to ensure that an associated enterprise is not required to pay an amount for the purchase or use of intangible property that is based on the highest or most productive use when the property is of more limited usefulness to the associated enterprise given its business operations and other relevant circumstances. In such a case, the usefulness of the property should be taken into account when determining comparability. This discussion highlights the importance of taking all the facts and circumstances into consideration when determining comparability of transactions;
|
|
6.20
|
In applying the arm's length principle to controlled transactions involving intangible property, some special factors relevant to comparability between the controlled and uncontrolled transactions should be considered. These factors include the expected benefits from the intangible property (possibly determined through a net present value calculation). Other factors include: any limitations on the geographic area in which rights may be exercised; export restrictions on goods produced by virtue of any rights transferred; the exclusive or non-exclusive character of any rights transferred; the capital investment (to construct new plants or to buy special machines), the start-up expenses and the development work required in the market; the possibility of sub-licensing, the licensee's distribution network, and whether the licensee has the right to participate in further developments of the property by the licensor;
|
|
6.22
|
Other factors for patents include the process of production for which the property is used, and the value that the process contributes to the final product. For example, where a patented invention covers only one component of a device, it could be inappropriate to calculate the royalty for the invention by reference to the selling price for the complete product. In such a case, a royalty based on a proportion of the selling price would have to take into account the relative value of the component to the other components of the product. Also, in analysing functions performed (including assets used and risks assumed) for transactions involving intangible property, the risks considered should include product and environmental liability, which have become increasingly important;
|
|
|
|
|
|
Data dan Fakta:
bahwa berdasarkan Lampiran V SPT Tahunan 1771 Tahun Pajak 2014 diketahui daftar pemegang saham/pemilik modal Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa lebih lanjut, berdasarkan Transfer Pricing Documentation for Fiscal Year 2014 diketahui posisi kepemilikan Pemohon Banding dalam grup Honda Motor Co. Ltd, adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Catatan 20 Laporan Keuangan audited tahun 2014 diketahui bahwa transaksi Pemohon Banding dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa cukup dominan terutama untuk penjualan yang mencapai 31,32% dari total penjualan;
|
|
|
|
|
|
bahwa sementara itu data Cost of Sales adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa selanjutnya untuk pembayaran royalti dan Development Fees nilainya masing-masing mencapai 4,91% dari Cost of Sales dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa transaksi pembayaran royalti dan development fees kepada Honda Motor Co Ltd. mencapai 4,94% dari total Cost of Sales Pemohon Banding sehingga merupakan transaksi yang memiliki risiko penghindaran pajak cukup tinggi dan harus dilakukan pengujian atas kewajarannya;
bahwa berdasarkan Transfer Pricing Documentation for Fiscal Year 2014 diketahui bahwa dalam proses bisnisnya Pemohon Banding melakukan fungsi-fungsi purchasing, warehousing, production, quality control, distribution, marketing dan administration sehingga dapat dikategorikan sebagai Fully-Fledged Assembling. Lebih lanjut, dalam proses bisnisnya, diketahui bahwa Pemohon Banding melakukan dua kegiatan utama yaitu sebagai manufacturer dengan membuat dan mengimpor komponen dan suku cadang sepeda motor dan kemudian merakitnya menjadi sepeda motor jadi. Selanjutnya, Pemohon Banding berperan sebagai distributor dengan mendistribusikan sepeda motor jadi kepada dealer utama related party (Astra International Honda Sales Operation) dan independen yang kemudian mendistribusikan ke dealers untuk dijual kepada konsumen akhir. Perincian fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan dan risiko bisnis Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
Key: H = High Intensity, M = Moderate Intensity, L = Low Intensity, N/A = Not Applicable
bahwa berdasarkan analisis komparabilitas dalam Transfer Pricing Documentation for Fiscal Year 2014 diketahui bahwa Pemohon Banding telah memilih 7 (tujuh) kontrak lisensi Intellectual Property pembanding dari database the RoyaltyStat tahun 2014 untuk menggunakan metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) dengan Royalty Rate as Percentage of Net Sales sebagai Profit Level Indicator. Hasil dari analisis Pemohon Banding menyatakan bahwa interquartile Weighted Average Royalty Rate as Percentage of Net Sales range pembanding mencapai 2,50%-5% dengan nilai median sebesar 3,00% sedangkan Royalty Rate as Percentage of Net Sales Pemohon Banding mencapai 4,31% sehingga masih di dalam range pembanding dan dapat dikategorikan wajar. Hasil pengujian kewajaran biaya royalti Pemohon Banding selengkapnya adalah sebagai berikut:
Exhibit 7-St External CUT analysis using RoyaltyStat database17
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan diketahui bahwa dalam proses analisis kesebandingan Terbanding menganulir dan melakukan penyaringan beberapa data pembanding yang digunakan oleh Pemohon Banding karena perbedaan sifat kontrak exclusive/nonexclusive dan pembanding adalah pihak yang memiliki hubungan istimewa, sehingga menghasilkan interquartile Weighted Average Royalty Rate as Percentage of Net Sales range sebesar 2,5%-3,00% dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan pengujian kewajaran dengan metode CUP diketahui bahwa interquartile Weighted Average Royalty Rate as Percentage of Net Sales range Pemohon Banding pada tahun 2014 sebesar 4,31% berada di atas interquartile range pembanding sehingga perlu dilakukan koreksi positif atas Biaya Royalti dalam akun Penyesuaian Fiskal Positif;
bahwa dalam perhitungan koreksinya, Terbanding menggunakan interquartile range sebesar 3,00% (Quartile 3) sehingga menghasilkan koreksi sebesar Rp760.147.732.533,00. Dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Article 2, Article 10, dan Article 15 License and Technical Assistance Agreement antara PT Federal Motor dengan Honda Motor Co Ltd. diketahui bahwa Honda Motor Co Ltd. setuju untuk memberikan lisensi secara indivisible and nontransferable hak eksklusif kepada Pemohon Banding untuk membuat, merakit, memasarkan, menggunakan dan menjual produk sepeda motor merek "Honda" dan suku cadangnya di wilayah teritori Indonesia termasuk menggunakan technical information dengan imbalan berupa pembayaran Running Royalty yang dihitung dari persentase Ex-Factory Costs (Manufacturing Costs) dengan mempertimbangkan tingkat Local Content yang dicapai. Lebih lanjut, Pemohon Banding diberikan hak untuk berpartisipasi dalam pengembangan sepeda motor merek "Honda" oleh Honda Motor Co Ltd. dengan memberikan usulan perubahan desain produk (terutama warna, stripe dan modifikasi sederhana) kepada Honda Motor Co Ltd. untuk mendapat persetujuan. Atas usulan perubahan desain produk yang disetujui oleh Honda Motor Co Ltd., Wajib Pajak harus membayar Development Fee dengan skema yang telah ditentukan. Perincian tarif Running Royalty yang disepakati adalah sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
Simpulan
|
bahwa berdasarkan Catatan 20 Related Party Information Laporan Keuangan audited tahun 2014, transaksi dengan Honda Motor Co Ltd., berupa transaksi pembayaran royalti mencapai 4,31% dari total penjualan Pemohon Banding sehingga merupakan transaksi yang memiliki risiko penghindaran pajak tertinggi dan perlu dilakukan pengujian atas kewajaran pembayarannya;
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Paragraph 6.20-6.22 OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations diatur bahwa harga wajar atau laba wajar berdasarkan metode Penentuan Harga Transfer dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR) apabila transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan dan didukung dengan bukti-bukti dan penjelasan yang memadai bahwa penetapan harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan. Dalam melakukan Analisis Kesebandingan untuk transaksi pemanfaatan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan antara Pemohon Banding dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus dipertimbangkan antara lain:
|
a)
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
b)
|
eksklusifitas hak yang dialihkan; dan
|
c)
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud;
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa diatur bahwa langkah langkah pengujian atas transfer harta tak berwujud yang dilakukan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
|
a)
|
Mengidentifikasi keberadaan setiap harta tak berwujud yang memberikan kontribusi terhadap kesuksesan produk di pasar. Identitas ini dapat dilakukan melalui analisis fungsi. Dalam analisis fungsi, Terbanding diharapkan memiliki pemahaman yang baik tentang usaha Pemohon Banding;
|
b)
|
Mengidentifikasi nilai harta tak berwujud dan menentukan pihak-pihak yang berkontribusi terhadap pembentukan harta tak berwujud dimaksud. Hai ini perlu dilakukan agar dapat diketahui apakah Pemohon Banding di Indonesia ikut berkontribusi terhadap pembentukannya sehingga berhak menerima hasil atas eksploitasi harta tak berwujud tersebut;
|
c)
|
Mempelajari apakah benar-benar telah terjadi transfer harta tak berwujud (intangibles property) dalam transaksi tersebut. Analisis terhadap saat terjadinya transfer harta tak berwujud (intangibles property) dalam transaksi independen dapat dijadikan pedoman;
|
d)
|
Menentukan kompensasi yang wajar untuk setiap harta tak berwujud (intangible property) yang ditransfer. Hal ini dilakukan dengan mengacu kepada pasar dimana harta tak berwujud (intangible property) digunakan dan membandingkannya dengan transaksi pembanding;
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Paragraph 1.41 OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations diatur bahwa in practice, it has been observed that comparability analyses for methods based on gross or net profit indicators often put more emphasis on functional similarities than on product similarities. Depending on the facts and circumstances of the case, it may be acceptable to broaden the scope of the comparability analysis to include uncontrolled transactions involving products that are different, but where similar functions are undertaken. However, the acceptance of such an approach depends on the effects that the product differences have on the reliability of the comparison and on whether or not more reliable data are available. Before broadening the search to include a larger number of potentially comparable uncontrolled transactions based on similar functions being undertaken, thought should be given to whether such transactions are likely to offer reliable comparables for the controlled transaction;
bahwa untuk melakukan pengujian atas kewajaran nilai pembayaran royalti Pemohon Banding kepada Honda Motor Co.Ltd., Terbanding setuju dengan Pemohon Banding dan Terbanding untuk menggunakan metode CUP dengan Royalty Rate as Percentage of Net Sales sebagai Profit Level Indicator serta memilih kontrak lisensi Intellectual Property pembanding tahun 2014 dari database the RoyaltyStat;
bahwa Terbanding tidak setuju dengan 3 (tiga) sebagian kontrak lisensi Intellectual Property pembanding yang diusulkan oleh Pemohon Banding dalam surat keberatannya karena terdapat perbedaan yang material dengan kondisi transaksi pembayaran royalti Pemohon Banding yang mempengaruhi analisis kesebandingan dengan perincian keterangan sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
bahwa sehingga kontrak lisensi Intellectual Property yang disetujui oleh Terbanding sebagai pembanding terdiri dari 4 (empat) kontrak lisensi dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan analisis kesebandingan dengan menggunakan data pembanding yang telah ditentukan didapatkan Royalty Rate as Percentage of Net Sales interquartile range sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan analisis kesebandingan tersebut, Terbanding menetapkan arm's length Royalty Rate as Percentage of Net Sales range untuk Pemohon Banding sebesar 2,50%-3,00% sehingga perbandingan arm's length Royalty Rate as Percentage of Net Sales range antara Pemohon Banding, Pemeriksa dan Tim Peneliti adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan arm's length Royalty Rate as Percentage of Net Sales range yang ditetapkan, Terbanding berpendapat bahwa Royalty Rate as Percentage of Net Sales Pemohon Banding berada di luar arm's length range sehingga perlu dilakukan koreksi positif dengan menggunakan nilai Upper Quartile (Quartile 3) arm's length Royalty Rate as Percentage of Net Sales range yang telah ditetapkan sebesar Rp760.147.732.533,00 dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa dasar penggunaan quartile 3 adalah sesuai dengan OECD TP Guidelines para. 3.62 (.. it could be argued that any point in the range satisfied the arm's length principle) yang dapat diartikan bahwa setiap titik dalam rentang memenuhi prinsip kewajaran, sehingga yang dikoreksi adalah nilai lebih yang di atas dari Q3;
bahwa memperhatikan SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II B.3.c.a menyebutkan bahwa: Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licensee) atau pembeli dari harta tak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
a.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalty yang dibayarkan. Hal ini ditunjukan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut;
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Surat Edaran tersebut, berikut ini adalah hasil pengujian atas koreksi royalty yang apabila diperhitungkan dalam rasio NCPM maupun OM:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan pengujian TP Documentation, diketahui rentang kewajaran transaksi afiliasi adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa dengan demikian berdasarkan sanity check dapat diketahui bahwa hasil koreksi royalty yang dilakukan Tim Peneliti apabila diperhitungkan dalam pengujian baik NCPM maupun OM, masih berada dalam rentang kewajaran;
bahwa Perhitungan PPh berdasarkan Penelitian Keberatan adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
Pembahasan Akhir Hasil Penelitian
|
bahwa kepada Pemohon Banding telah dikirimkan Surat Pemberitahuan untuk Hadir Nomor S-179/WPJ.19/2019 tanggal 18 Januari 2019 untuk hadir pada hari Rabu tanggal 6 Februari 2019. Pemohon Banding hadir yang diwakilkan kepada Kuasa yaitu Sdr. Deborah yang memenuhi persyaratan sebagai kuasa Pemohon Banding sehingga dapat menandatangani Berita Acara Kehadiran SPUR;
bahwa pada pembahasan tersebut Pemohon Banding menyampaikan tanggapan tertulis Nomor 117/DDTCTP/1/2019 tanggal 31 Januari 2019 yang menyatakan tidak setuju dengan hasil penelitian keberatan;
bahwa selanjutnya terkait dengan data pembanding royalti nomor 3 yang ditolak oleh Terbanding yaitu:
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam pembahasan akhir dengan Kuasa Pemohon Banding, Terbanding berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc. dan Carliste Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding karena memenuhi karakter Intellectual Property yang dibandingkan sebanding dengan Pemohon Banding dan perjanjian tersebut dibuat ketika para pihak adalah merupakan pihak-pihak yang independen (tidak dipengaruhi hubungan istimewa);
bahwa namun demikian mengingat dalam contractual term terdapat lapisan tarif royalty yang regresif dari 5% hingga 1%, maka Tim Peneliti berpendapat perlu dilakukan penyesuaian tarif royalty yang tepat untuk digunakan sebagai tarif pembanding. Bahwa dalam Transfer Pricing Documentation Pemohon Banding menggunakan tarif royalty sebesar 5%, sementara itu Terbanding berpendapat bahwa tarif rata-rata lebih tepat digunakan untuk digunakan sebagai tarif yang dibandingkan dengan tarif royalty Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan Schedule D perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc. dan Carliste Tire & Wheel Co. diketahui tarif sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
bahwa selanjutnya Terbanding berpendapat bahwa tarif rata-rata sebesar 3,06% lebih tepat digunakan sebagai rate royalty perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc. dan Carliste Tire & Wheel Co.
bahwa dengan demikian set data pembanding menurut Terbanding adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan set data pembanding tersebut di atas, maka diperoleh rentang kewajaran tarif royalty sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa sehingga perhitungan koreksi royalty menurut Terbanding adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 Tahun Pajak 2014 kurang tepat. Dengan demikian Terbanding mengusulkan untuk mengabulkan sebagian keberatan Pemohon Banding dan mengurangkan pajak yang masih harus dibayar, dan perhitungan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan tersebut menjadi sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
Tanggapan Terbanding
|
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Kewenangan Terbanding dalam melakukan koreksi yang dibatasi apabila tidak terdapat risiko penghindaran pajak karena lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan penjelasannya, Lampiran I, Bab H, bagian (A) dan (B) SE-50/PJ/2013, dan Lampiran I PER-22/PJ/2013;
bahwa Pasal 18 ayat (3) UU PPh dengan jelas memberikan wewenang kepada Terbanding untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya;
bahwa adanya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang disebutkan oleh Pemohon Banding sama sekali tidak membatalkan wewenang untuk melakukan koreksi hanya karena transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah, karena ukuran koreksi adalah kewajaran transaksi hubungan istimewa yang terjadi, bahwa lawan transaksi berada di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah hanyalah salah satu petunjuk untuk melakukan pengujian lebih lanjut, namun tidak menghapus wewenang yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Kebenaran metode CUP yang harus dikonfirmasi kebenarannya dengan metode TNMM sebagaimana diatur dalam BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013, Lampiran I, Bab II huruf B angka (1) (4) PER-22/PJ/2013, Lampiran 2 Huruf B.6 dan Lampiran 1 Huruf B.1 S-153/PJ.4/2010 khususnya terkait dengan 2 kesalahan analisis Terbanding ketika mengkaitkan CUP dan TNMM yaitu:
|
●
|
Metode CUP: Tidak Wajar I Metode TNMM: Wajar (berdasarkan analisis single year yang dilakukan Terbanding);
|
●
|
Metode CUP: Tidak Wajar I Metode TNMM: Setelah koreksi CUP, justru menjadikan laba di atas Q3 atan tidak wajar (berdasarkan analisis weighted average yang dilakukan Pemohon Banding);
|
|
|
|
|
|
##bahwa Terbanding dalam proses pemeriksaan maupun proses keberatan telah melakukan sanity check atas koreksi yang dilakukan dan hasilnya konsisten bahwa koreksi Terbanding telah wajar baik dari sisi metode CUP maupun TNMM;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Kewenangan Terbanding dalam melakukan koreksi transfer pricing yang dibatasi (khususnya apabila harga atau laba telah wajar) oleh Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 13 ayat (1) dan (2) PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011, Lampiran 1, Bab 2, B.3.F SE-50/PJ/2013, dan Lampiran I, Bah 2, B.3.d PER-22/PJ/2013;
bahwa berdasarkan pengujian yang dilakukan dalam proses pemeriksaan dan proses keberatan terbukti bahwa dengan set data pembanding yang dikoreksi menunjukkan bahwa royalty Pemohon Banding tidak wajar sehingga Terbanding berwenang untuk melakukan koreksi atas transaksi royalty yang tidak wajar tersebut;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa putusan pengadilan luar negeri terkait kewajaran transaksi royalti yang menggunakan metode TNMM, karena keselarasan perlakuan perpajakan antar negara, terutama untuk transaksi yang melibatkan negara lain diperlukan untuk kepastian dan keadilan hukum bagi Pemohon Banding;
bahwa Terbanding dalam melakukan koreksi kewajaran royalty Pemohon Banding telah memperhatikan ketentuan domestic yang selaras dengan ketentuan yang berlaku di dunia internasional, hal ini ditunjukkan dengan adanya Terbanding selain menggunakan dasar peraturan perpajakan Indonesia juga memperhatikan OECD TP Guideline dalam melakukan koreksi royalty Pemohon Banding;
bahwa metode yang digunakan oleh Terbanding adalah CUP namun juga dilakukan pengujian lanjutan dengan metode TNMM yang hasilnya konsisten bahwa koreksi dengan CUP telah sesuai dengan TNMM yang ditunjukkan adanya laba yang tidak berada di luar Q3;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa inkonsistensi Pemeriksa dan Peneliti Keberatan dalam penggunaan tested year untuk sengketa Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014;
bahwa pada tahun 2010 yang diuji adalah single year yaitu tahun 2010 tetapi Pemohon Banding di tahun 2013 menggunakan WA 2009-2013;
bahwa apabila menggunakan single year untuk tahun 2013 maka menghasilkan OM setelah koreksi adalah 12,04% sedangkan apabila menggunakan WA 2009-2013 menghasilkan 12,41%;
bahwa dengan nilai laba operasi 12,04% sehingga masih di dalam range 8,38%-12,10%. Paragraf 3.68 OECD Transfer Pricing Guidelines:
In principle, information relating to the conditions of comparable uncontrolled transactions undertaken or carried out during the same period of time as the controlled transaction ("contemporaneous uncontrolled transactions") is expected to be the most reliable information to use in a comparability analysis, because it reflects how independent parties have behaved in an economic environment that is the same as the economic environment of the taxpayer's controlled transaction. Availability of information on contemporaneous uncontrolled transactions may however be limited in practice, depending on the timing of collection;
bahwa berdasarkan uraian di atas maka Pemohon Banding yang tidak konsisten dimana pada tahun 2010 menggunakan single year sedangkan pada tahun 2013 menggunakan Weighted Average, sementara tahun 2014 kembali ke single year;
bahwa Terbanding justru konsisten mengikuti Transfer Pricing Documentation yang dipunyai oleh Pemohon Banding, hal ini ditunjukkan bahwa untuk tahun 2014 Terbanding menggunakan set data pembanding yang disajikan oleh Terbanding namun dengan sedikit koreksi terkait data pembanding yang tidak sebanding sehingga harus dikeluarkan dari daftar pembanding;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Kelemahan metode CUP berupa kesulitan dalam menemukan exact comparables atau pembanding yang memiliki derajat kesebandingan yang sangat tinggi. Sehingga kebenaran analisis CUP harus dikonfirmasi dengan metode TNMM;
bahwa Terbanding dalam proses pemeriksaan maupun proses keberatan telah melakukan sanity check atas koreksi yang dilakukan dan hasilnya konsisten bahwa koreksi Terbanding telah wajar baik dari sisi metode CUP maupun TNMM;
|
|
|
|
|
|
KESIMPULAN DAN USUL (dalam Surat Uraian Banding)
|
Kesimpulan
|
bahwa Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019 memenuhi ketentuan formal sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4), serta Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dapat dipertimbangkan lebih lanjut;
bahwa Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan, diterbitkan berdasarkan kuasa Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, telah sesuai dengan data dan ketentuan yang berlaku;
bahwa koreksi Terbanding telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
|
|
|
|
|
|
Usul
|
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, diusulkan kepada Pengadilan Pajak untuk menolak, permohonan banding Pemohon Banding dan tetap mempertahankan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 atas nama Pemohon Banding, NPWP 02.833.400.1-721.000;
bahwa dalam Surat Uraian Bandingnya, Terbanding melampirkan dokumen sebagai berikut:
Bukti T-1.
|
Fotokopi Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019;
|
Bukti T-2.
|
Fotokopi Surat Keberatan Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018;
|
|
|
|
|
|
|
TANGGAPAN PEMOHON BANDING DALAM SURAT BANTAHAN SURAT URAIAN BANDING
|
|
|
|
|
|
Pemohon Banding dalam Surat Bantahannya Nomor 35/EKS/DIV-ACC/AHM/VIII/19 tanggal 6 Agustus 2019, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
Menurut Pemohon Banding
|
bahwa sehubungan dengan Surat Panitera Pengadilan Pajak No. B.2323/PAN.Wk/2019 tanggal 9 Juli 2019 yang diterima oleh Pemohon Banding melalui pos pada tanggal 16 Juli 2019, tentang permintaan Surat Bantahan Pemohon Banding atas Surat Uraian Banding ("SUB") Direktorat Jenderal Pajak No S-1929/WPJ.19/2019 tanggal 1 Juli 2019, dengan ini Pemohon Banding menyampaikan tanggapan sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
Sengketa Koreksi Positif atas Penyesuaian Fiskal Positif Terkait Biaya Royalti Sebesar Rp732.441.904.686
|
|
|
|
|
|
Menurut Pemohon Banding
|
|
|
1.
|
Tidak Terdapat Risiko Penghindaran Pajak atas Transaksi Pembayaran Royalti oleh Pemohon Banding karena Lawan Transaksi Tidak Berkedudukan di Negara dengan Tarif Pajak Rendah, sehingga Terbanding Tidak Mempunyai Wewenang untuk Melakukan Koreksi terhadap Pemohon Banding.
|
|
bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut dengan UU PPh) menyatakan bahwa: (Lampiran-10)
"Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus atau metode lainnya";
bahwa padahal, ketentuan di atas merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari konteks penjelasannya, yaitu sebagai berikut:
"Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya ... ";
bahwa maksud "penghindaran pajak" yang disebutkan di atas, dijelaskan dalam Lampiran I PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Transaksi Hubungan Istimewa yang menyatakan hal berikut ini:
"Mengingat bahwa perusahaan multinasional melakukan operasi di beberapa negara yang memiliki ketentuan dan tarif pajak yang berbeda-beda, terdapat risiko bagi administrasi perpajakan (tax administration) di setiap negara tentang adanya kemungkinan upaya penghindaran pajak melalui transaksi yang terjadi antara perusahaan multinasional yang tergabung dalam suatu grup usaha yang berkedudukan di negara yang berbeda. Pada umumnya, upaya penghindaran pajak dapat dilakukan antara lain dengan melakukan penggeseran laba (profit shifting) dari suatu negara ke negara yang lain melalui transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang berbeda (cross-border transactions)";
bahwa adapun, Pemohon Banding didirikan sebagai perusahaan patungan antara PT Astra International Tbk. ("AI") sebesar 50% dan Honda Motor Co. Ltd. ("HMC") sebesar 50%. Dimana antara AI dan HMC tidak memiliki hubungan istimewa satu sama lainnya (AI dan HMC masing masing adalah pihak independen). Dengan komposisi kepemilikan yang sama besarnya tersebut, tidak mungkin dilakukan penggeseran laba dari suatu negara ke negara lain karena baik AI dan HMC memiliki kepemilikan dan kontrol yang seimbang. Oleh karenanya, masing masing pihak akan berupaya semaksimal mungkin untuk memproteksi kepentingannya dan tidak akan membiarkan pihak lain mendapatkan keuntungan yang lebih dari yang seharusnya atau melakukan kegiatan yang merugikan kepentingannya;
bahwa konsisten dengan ketentuan di atas, Lampiran I, Bab II, bagian (A) SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pedoman Pemeriksaan atas Transaksi Hubungan Istimewa.
(Selanjutnya: SE-50/PJ/2013) menyebutkan bahwa "penghindaran pajak" adalah masalah perbedaan tarif pajak, yaitu sebagai berikut:
Huruf A angka 4b:
"Dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak agar menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi tersebut yang dituangkan dalam KKP identifikasi masalah. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
|
(b)
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah";
|
|
|
|
|
|
|
Huruf A angka 5:
"Apabila dalam identifikasi masalah, Pemeriksa Pajak:
|
|
a)
|
menemukan adanya risiko penghindaran pajak melalui transaksi afiliasi maka Pemeriksa Pajak harus menuangkan dalam rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan;
|
|
b)
|
belum menemukan adanya risiko penghindaran pajak melalui transaksi afiliasi maka Pemeriksa Pajak perlu melakukan pengujian dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan. Setelah dilakukan pengujian dan ditemukan risiko penghindaran pajak, maka Pemeriksa Pajak menuangkannya dalam perubahan rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa kemudian di dalam Lampiran I, Bab 11, bagian (B) SE-50/PJ/2013 disebutkan bahwa:
Huruf B angka 8:
"Pemeriksa Pajak menguji risiko penghindaran Pajak dalam transaksi afiliasi, dengan mempertimbangkan faktor sebagaimana dimaksud dalam tahapan persiapan pemeriksaan (huruf A angka 4). Jika dalam pelaksanaan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meyakini bahwa terdapat risiko penghindaran pajak, maka Pemeriksa Pajak membuat perubahan rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan";
bahwa adapun penjelasan ketentuan-ketentuan dalam SE-50/PJ/2013 dapat dirangkum dalam ilustrasi berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa penghindaran pajak dapat terjadi apabila transaksi tersebut dilakukan oleh Pemohon Banding Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Pemohon Banding Luar Negeri di luar Indonesia. Dengan kata lain, transaksi tersebut adalah transaksi lintas batas negara yang dimana Pemohon Banding dapat memanfaatkan perbedaan tarif pajak dalam rangka mengurangi beban pajak. Dalam kasus ini, transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan transaksi lintas batas negara dengan Jepang, yang memiliki tarif pajak lebih tinggi daripada Indonesia. Pada tahun 2014 tarif pajak penghasilan badan di Indonesia adalah 25%, sedangkan tarif efektif yang berlaku di Jepang untuk pajak penghasilan badan adalah 37%. Dengan demikian, tidak terdapat motif penghindaran pajak oleh Pemohon Banding karena lawan transaksi berkedudukan di negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi daripada Pemohon Banding;
bahwa lebih lanjut, hal tersebut sejalan dengan artikel yang diterbitkan oleh Tempo online sebagai berikut:
Dirjen Pajak: Transfer Pricing Tak Selalu Merugikan
KAMIS, 18 SEPTEMBER 2014 | 22:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengatakan permasalahan transfer pricing dalam perpajakan tidak selalu membuat Indonesia rugi. Keuntungan diperoleh jika perusahaan di dalam Indonesia merupakan anak usaha dari perusahaan luar negeri. "Ada yang menguntungkan, ada yang merugikan kita," katanya di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis, 18 September 2014.
Transfer Pricing menjadi isu global di beragam pertemuan antarotoritas pajak di dunia. Dalam Forum Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) transfer pricing menjadi topik bersama.
Menurut Fuad, transfer pricing merupakan dampak perkembangan perusahaan yang memiliki anak usaha di negara lain. Skandal pajak ini memanfaatkan celah tarif pajak penghasilan (PPh) badan usaha lebih rendah di negara tempat produksi. Perusahaan global berupaya menekan serendah mungkin pembayaran pajak mereka di negara-negara tempat berproduksi untuk memperkecil pengeluaran.
Perusahaan global cenderung membangun anak usaha di negara dengan tarif pajak PPh badan usaha lebih kecil ketimbang negara markas perusahaan. Fuad mengatakan negara Korea dan Jepang merasa dirugikan dengan perusahaan di kedua negara itu yang mendirikan anak usaha di Indonesia. Alasannya penerimaan PPh badan usaha dari anak usaha diterima pemerintah Indonesia bukan negara mereka. Inilah yang disebut Fuad sebagai praktek transfer pricing yang tidak selalu merugikan.
"Jepang dan Korea pernah mendatangi kami komplain mengenai perusahaan di Jepang melakukan transfer pricing di Indonesia. Yang untung kita," kata Fuad. Perusahaan Jepang dan Korea memilih berproduksi di Indonesia karena tarif PPh badan usaha di Indonesia lebih rendah. "Di Korea rate-nya lebih tinggi. Jadi mereka mendirikan anak usaha di Indonesia, makanya perusahaan Korea banyak di sini."
Adapun transfer pricing yang merugikan Indonesia adalah perusahaan Indonesia yang berkantor di Singapura. "Keuntungannya masuk ke Singapura," kata Fuad. Singapura mematok tarif PPh badan usaha sebesar 16 persen lebih rendah 9 persen dari tarif di Indonesia. Inilah yang membuat pengusaha menjual barang produksi Indonesia dengan banderol mahal ke Singapura. Dari Singapura, komoditas itu kembali dijual ke pasar dunia dengan harga murah.
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Selain itu, pernyataan bahwa koreksi transfer pricing hanya dilakukan apabila terdapat risiko penghindaran pajak juga disebutkan di dalam beberapa literatur sebagai berikut:
UN Transfer Pricing Manual paragraf 1.2.5 sebagai berikut:
"The aim of non-arm's length transfer pricing in such cases is usually to reduce an MNE's worldwide taxes. This can be achieved by shifting profits from associated entities in higher tax countries to associated entities in relatively lower tax countries through either undercharging or over-charging the associated entity for intra-group trade";
Terjemahan:
"Tujuan dari ketidakwajaran suatu harga transfer adalah untuk mengurangi beban pajak konsolidasi perusahaan multinasional. Hal ini dapat dilakukan dengan menggeser laba dari entitas yang berada di negara dengan tarif pajak lebih tinggi ke entitas afiliasi yang berada di suatu negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah dengan skema transaksi yang bersifat undercharging atau over-charging kepada sesama afiliasinya";
Anuscha Bakker and Marc M. Levey, Transfer Pricing and Dispute Resolution, (The Netherlands: IBFD) 279;
"This compulsory documentation, which fits into the framework of stringent rules introduced to counter the transfer of French profits to territories where the tax burden is lower, need only be handed over in the course of an audit';
Terjemahan:
"Kewajiban pembuatan dokumentasi ini adalah sesuai dengan kerangka peraturan yang ditujukan untuk menangkal pemindahan laba di Perancis ke negara-negara lain dimana beban pajaknya lebih rendah. Adapun dokumentasi tersebut hanya perlu disampaikan pada saat pemeriksaan";
Giovanna Chiesa and Giammarco Cottani, "Supreme Court Decision on Transfer Pricing: Burden of Proof, Anti-Avoidance Interpretation and Abuse of Law Principle", International Transfer Pricing Journal (IBFD, May/June 2007) 193;
"Furthermore, the Supreme Court interpreted the transfer pricing rules contained in Art. 110 (7) of the ITC as an anti-avoidance provision aimed at preventing the situation where, through intra-group transactions, taxable income is shifted from Italy to a country with a lower tax burden";
Terjemahan:
"Selanjutnya, Mahkamah Agung menginterpretasikan bahwa peraturan transfer pricing sebagaimana disebutkan dalam pasal 110 (7) ITC adalah peraturan yang ditujukan untuk menangkal penghindaran pajak dan menghindari terjadinya penggeseran laba, melalui transaksi hubungan istimewa, dari negara Italia ke negara-negara lain yang beban pajaknya lebih rendah";
Carlo Galli, "Transfer Pricing Rules for Transactions Involving Low-Tax Countries" International Transfer Pricing Journal (IBFD, January/February 2008) 48;
"Hence, in raising a transfer pricing assessment, the tax authorities first must demonstrate that the tax burden in the jurisdiction where the counterparty is established is indeed less than the tax burden in Italy. Only if this is indeed the case may the tax authorities proceed with the arm's length analysis";
Terjemahan:
"Jadi, dalam menetapkan suatu koreksi transfer pricing, otoritas pajak harus terlebih dahulu menunjukkan bahwa beban pajak di negara lawan transaksi nyata-nyata lebih rendah daripada beban pajak di negara Italia. Hanya dalam kondisi dimana otoritas pajak dapat membuktikan hal tersebut, maka analisis transfer pricing dapat dilanjutkan";
bahwa berdasarkan penjelasan di atas, dengan mempertimbangkan fakta bahwa transaksi royalti Pemohon Banding merupakan transaksi dengan pihak afiliasi di negara Jepang, di mana dalam hal ini negara Jepang memiliki tarif pajak yang lebih tinggi daripada tarif pajak di Indonesia, maka sangat jelas menunjukkan bahwa tidak terdapat motif penghindaran pajak sama sekali;
bahwa dengan ketiadaan bukti motif penghindaran pajak oleh Pemohon Banding, maka dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak tidak mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi terhadap transaksi afiliasi Pemohon Banding. Dengan demikian, koreksi tersebut sudah seharusnya dibatalkan dan tidak dipertahankan;
|
|
|
|
|
|
2.
|
Kebenaran Metode CUP Harus dikonfirmasi dengan Metode TNMM Sesuai dengan Peraturan Domestik, Prinsip Internasional yang Berlaku, dan Literatur
|
|
S-153/PJ.4/2010 tentang Panduan Pemeriksaan Kewajaran Transaksi Afiliasi pada Lampiran 2, Huruf B.6 mewajibkan:
"Meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi (CUP)* diterapkan, pemeriksa harus kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama (TNMM)*";
S-153/PJ.4/2010 Lampiran I, Huruf B.1 mewajibkan:
"Setelah harga kewajaran diterapkan, maka harus diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah bagian laba kena yang realistis secara ekonomis dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis";
BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
"Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licensee) atau pembeli dari harta tidak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
|
b.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalti yang dibayarkan. Hal ini ditunjukan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Peraturan tersebut memiliki makna bahwa pembayaran royalti tidak dapat dianalisis secara satu sisi saja, tetapi harus mempertimbangkan tingkat pengembalian dari royalti yang dibayarkan atau seberapa besar peran royalti tersebut dalam memberikan tingkat pengembalian yang sepadan bagi perusahaan. Dalam kasus ini, royalti dengan tarif efektif sebesar 4.31% pada tahun 2014 telah menghasilkan tingkat pengembalian sebesar 11,71% (Return on Sales/ROS), 13,27% (Net Cost Plus/NCP), dan 40,98% (Return on Assets/ROA);
bahwa mempertimbangkan fakta tersebut, tentu pihak independen-pun akan mengaitkan besarnya royalti yang dibayar dengan seberapa besar royalti tersebut dapat memberikan tingkat pengembalian yang sepadan bagi perusahaan. Di lain pihak, Terbanding tidak dapat membuktikan apakah terdapat perusahaan pembanding yang membayar royalti sebesar 4,31% dengan tingkat pengembalian seperti atau lebih dari Pemohon Banding;
bahwa selain itu, Pemohon Banding setuju dengan pernyataan Terbanding yang menyatakan bahwa dalam menentukan kompensasi yang wajar untuk harta tak berwujud adalah mengacu kepada pasar dan dibandingkan dengan transaksi pembanding. Analisis dengan metode CUP tersebut telah dilakukan oleh Pemohon Banding. Namun, analisis tersebut belum selesai karena peraturan yang berlaku mewajibkan Terbanding untuk kemudian menguji tingkat pengembalian yang sepadan atau laba (TNMM) setelah harga transaksi diterapkan (CUP). Terbanding dalam membaca BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 hanya sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh sehingga keliru dalam menginterpretasikan makna sebenarnya dari peraturan tersebut;
bahwa hal tersebut di atas juga sejalan dengan Lampiran I, Bab II huruf B angka (1) (4) PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
"Dalam Pemeriksaan transfer pricing, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja finansial Wajib Pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industri Wajib Pajak. Pada tahapan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) Wajib Pajak akan dibandingkan dengan Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) perusahaan-perusahaan pembanding, untuk menentukan kewajaran dan kelaziman usaha Wajib Pajak";
Beberapa Rasio Finansial yang dapat digunakan sebagai dasar pembanding antara lain:
...
|
|
c)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Penjualan = Laba Bersih UsahaPenjualan
|
|
d)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya = Laba Bersih UsahaHPP + Biaya Operasi
|
|
e)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Aset (ROA) = Laba Bersih UsahaTotal Operating Asset
|
|
|
|
|
|
|
##bahwa dengan demikian, terlihat jelas bahwa esensi dari kewajiban melakukan konfirmasi metode CUP melalui penerapan metode TNMM adalah untuk memastikan apakah penerapan metode CUP tersebut realistis secara ekonomis maupun rasional di tingkat laba. Apabila konfirmasi melalui penerapan metode TNMM menunjukkan bahwa hasilnya adalah tidak realistis secara ekonomis/rasional maka penerapan metode CUP tersebut adalah salah dan perlu dilakukan pengujian ulang.
bahwa peraturan domestik di atas yang mewajibkan dilakukannya konfirmasi dengan metode TNMM sejalan dengan paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual yang menyebutkan sebagai berikut:
"Furthermore, TNMM is often applied to check and to confirm the result of traditional transaction methods";
Terjemahan:
"Lebih lanjut, TNMM sering digunakan untuk menguji dan mengkonfirmasi atas hasil dari traditional transactional methods";
bahwa penjelasan dan peraturan di atas juga didukung oleh literatur berikut:
H. David Rosenbloom pada Angels on a Pin: Arm's Length in the world (Artikel Tax Notes International) menyatakan bahwa tujuan dilakukan Sanity Check adalah:
"to ensure that the first test has not produced a ridiculous answer";
Terjemahan:
"untuk memastikan bahwa pengujian yang pertama tidak memberikan hasil yang tidak masuk akal";
Berdasarkan paragraf 4.6.2.10 UN TP Manual, bahwa:
"Transfer pricing knowledge is about pricing, economic rationale, market knowledge and business and industry knowledge";
Terjemahan:
"Pengetahuan transfer pricing adalah mengenai penetapan harga, pertimbangan ekonomi rasional, pengetahuan pasar, bisnis, dan juga industri";
bahwa hal ini menegaskan bahwa paragraf 4.6.2.10 UN TP Manual sejalan dengan ketentuan S-153/PJ.4/2010 yaitu bahwa Transfer Pricing bukan hanya mengenai penetapan harga, tetapi juga perlu mempertimbangkan economic rationale berupa analisis laba kena pajak yang realistis dibandingkan dengan laba kena pajak usaha sejenis;
Mukesh Butani dalam Anuschka Bakker dan Belema Obuoforido,"Transfer Pricing and Custom Valuation Chapter 15", (IBFD Amsterdam), Halaman 426;
"Hence, an indirect approach is adopted, whereby royalty payment is benchmarked by comparing net operating margins of the taxpayer, which are calculated after considering payment of royalty with the net operating margins earned by comparable independent companies";
Terjemahan:
"Oleh karena itu, pendekatan tidak langsung diterapkan, dimana pembayaran royalti diukur dengan membandingkan laba usaha dari Wajib Pajak, yang dikalkulasikan setelah mempertimbangkan pembayaran royalti dengan laba usaha dari perusahaan independen";
bahwa mempertimbangkan hal tersebut di atas, maka konfirmasi kebenaran metode CUP dan metode TNMM dapat diilustrasikan sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
|
bahwa Pemohon Banding juga perlu menekankan bahwa kata-kata "perlu" sebagaimana disebutkan dalam SE-50/PJ/2013 dan PER-22/PJ/2013 di atas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti harus (Lampiran-21) dan menurut Eko Endarmoko, Tesamoko Tesaurus Bahasa Indonesia, kata perlu juga berarti harus (Lampiran-22). Sedangkan kata harus memiliki arti patut, wajib, dan mesti (tidak boleh tidak) (Lampiran-23). Oleh karena itu, Terbanding wajib melakukan analisis kinerja keuangan (Return on Assets/ROA, Return on Sales/ROS, dan Net Cost Plus/NCP) untuk menguji apakah pembayaran royalti yang dilakukan memberikan tingkat pengembalian yang sepadan terhadap Pemohon Banding;
bahwa selain itu, apabila dikoreksi, maka akan mengakibatkan ROS, NCP, dan ROA Pemohon Banding menjadi di luar Q3;
bahwa berikut adalah hasil analisis kinerja keuangan Pemohon Banding:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam hal ini, ROS dan NCP Pemohon Banding (sebelum koreksi) sudah di atas Q2 dan mendekati Q3. Sedangkan ROA Pemohon Banding (sebelum koreksi) sudah berada di atas rentang kewajaran perusahaan pembanding. Setelah koreksi, baik ROS, NCP, dan ROA menjadi di luar rentang kewajaran perusahaan pembanding;
bahwa hal tersebut menunjukkan bahwa analisis yang dilakukan oleh Terbanding kontradiktif karena hasil dari metode CUP tidak menghasilkan kesimpulan yang sama dengan metode TNMM yang telah dinyatakan wajar oleh Terbanding;
bahwa dengan demikian, terdapat 2 kesalahan analisis Terbanding ketika mengkaitkan CUP dan TNMM yaitu:
|
|
|
|
|
|
3.
|
Direktur Jenderal Pajak Tidak Memiliki Wewenang untuk Melakukan Koreksi Karena Profitabilitas Pemohon Banding Sudah Wajar
|
|
bahwa berdasarkan PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 20 ayat (1) dan (2):
|
|
"1.
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
|
|
2.
|
Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dengan demikian, jelas terdapat aturan yang mencegah dilakukannya koreksi apabila Pemohon Banding telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Lebih lanjut PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 13 ayat (1) dan (2) menjelaskan bahwa lerpenuhinya prinsip kewajaran dan kelaziman usaha adalah termasuk laba wajar yailu sebagai berikut:
|
|
"(1)
|
Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR);
|
|
(2)
|
Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa selain itu, definisi "koreksi" sebagaimana disebut dalam SE-50/PJ/2013 dan PER-22/PJ/2013 menjelaskan lebih lanjut bahwa:
SE-50/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.F:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)";
PER-22/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.d:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)";
bahwa dengan terdapatnya kata "selisih", berarti apabila antara laba Pemohon Banding dan rentang laba wajar tidak terdapat selisih, maka hal ini berarti tidak ada koreksi yang dapat dilakukan oleh Terbanding;
bahwa lebih lanjut, kata-kata "harga wajar atau laba wajar" berarti bahwa kewenangan koreksi Terbanding dibatasi bukan hanya semata-mata dengan pengujian di tingkat harga (metode CUP), namun juga dengan pengujian di tingkat laba (TNMM);
bahwa peraturan domestik di atas konsisten dengan paragraf 3.60 OECD TP Guidelines yang menyatakan:
"If the relevant condition of the controlled transaction (e.g. price or margin) is within the arm's length range, no adjustment should be made";
Terjemahan:
"Apabila kondisi dalam transaksi afiliasi (harga atau laba) berada dalam rentang kewajaran, maka seharusnya tidak dilakukan koreksi";
bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada ketentuan yang menyatakan Terbanding tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi (primary adjustment) jika laba atau harga wajar Pemohon Banding sudah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau dengan kata lain, Terbanding hanya mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi primer (primary adjustment) jika terdapat selisih dari rentang kewajaran harga atau laba Pemohon Banding lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis. Aturan tersebut sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum bagi Pemohon Banding. Atau dengan kata lain, terdapat pembatasan atas kewenangan Terbanding untuk melakukan koreksi;
|
|
|
|
|
|
4.
|
Putusan Pengadilan Pajak Luar Negeri memutuskan bahwa kewajaran transaksi royalti dapat dikonfirmasi dengan metode TNMM
|
|
bahwa berikut adalah beberapa Putusan Pengadilan Pajak Luar Negeri yang memutuskan bahwa apabila margin perusahaan sudah wajar menurut TNMM, maka tidak diperlukan lagi koreksi royalti dengan metode CPU;
Cadbury India Ltd v. ADIT (2010, India):
"..... Therefore, it is our considered opinion that the assessee was correct in employing an overall TNMM for examining the royalty";
Terjemahan:
"..... Oleh karena itu, ini adalah pendapat kami bahwa Wajib Pajak sudah benar dalam menggunakan TNMM untuk menguji royalti";
Lumax Industries Ltd vs ACIT (2012, India):
"The Transfer Pricing Officer and Dispute Resolution Panel and consequently the A.O failed to appreciate that royalty was one of the two elements of cost and sales and could have been evaluated under same overall method as had been correctly done by the assessee under TNMM method and royalty payment is not independent of sales and could not be examined on stand alone basis";
Terjemahan:
"Transfer Pricing Officer dan Dispute Resolution Panel dan termasuk juga A.O gagal untuk membantah bahwa royalti adalah salah satu dari dua elemen dari biaya dan penjualan dan harus dianalisis dalam keseluruhan metode seperti yang telah dilakukan Wajib Pajak dengan menggunakan TNMM dan pembayaran royalti bukanlah akun independen dan tidak bisa dianalisis secara terpisah";
Air Liquide Engineering India P. Ltd. Vs DCIT (2011, India):
"Furthermore, we are of the opinion that once TNMM has been applied to the assesse company's transaction, it covers under its ambit the Royalty transactions in question too and hence separate analysis and consequent deletion of the Royalty payments by the Transfer Pricing Officer in the instant case seems erroneous";
Terjemahan:
"Selain itu, kami juga berpendapat bahwa setelah TNMM diterapkan untuk transaksi Wajib Pajak, hal itu sudah mencakup pembayaran royalti dan kerenanya analisis terpisah dan koreksi pembayaran royalti yang dilakukan oleh Transfer Pricing Officer tidak tepat";
Thyssen Krupp Industries India Pvt. Ltd.,Vs. ACIT (2011, India):
"The argument which was raised that once the TP adjustment was made at the entity level, individual adjustment of royalty and liquidity damages cannot be made again has some merit";
Terjemahan:
"Apabila koreksi dilakukan pada tingkat entitas, maka koreksi terpisah pada biaya royalti dan biaya pembubaran usaha tidak dapat lagi dilakukan. Hal tersebut merupakan argumentasi yang cukup berbobot";
|
|
|
|
|
|
5.
|
Terbanding Tidak Konsisten dalam Penggunaan Tested Year
|
|
bahwa ketidakkonsistenan Terbanding dapat diilustrasikan dalam tabel berikut:
|
|
|
|
|
|
6.
|
Manual Review yang Dilakukan oleh Terbanding Tidak Tepat
|
|
bahwa berdasarkan 7 data pembanding yang disampaikan oleh Pemohon Banding dalam Dokumentasi Transfer Pricing Tahun Pajak 2014:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Terbanding kemudian menolak 2 perjanjian pembanding yang digunakan oleh Pemohon Banding dengan alasan pembanding tersebut kurang sesuai dengan Pemohon Banding dan merubah tarif salah satu perjanjian pembanding (nomor 6);
bahwa dalam Risalah Pembahasan Terbanding menyatakan alasan penolakan atas masing-masing dari ke-3 pembanding tersebut sebagai berikut:
4)
|
Licensor: Ikona Gear International, Inc (selanjutnya disebut Ikona)
Licensee: Magna Advanced Technologies, Magna International, Inc. (selanjutnya disebut MAT)
|
|
No
|
Menurut Terbanding
|
Menurut Pemohon Banding
|
1.
|
Bahwa sebagaimana tertuang dalam searching criteria yang telah disebutkan di atas, tidak terdapat SIC Code "1000", sehingga pemeriksa mempertanyakan sekaligus menolak untuk dijadikan pembanding. Pemeriksa juga tidak menemukan agreement atas nama Licensor tersebut saat melakukan pencarian dengan menggunakan "ORBIS"
|
Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
“Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak;
...
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
d)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding yang sedang diperiksa”;
|
Perlu diperhatikan bahwa dalam database, indicator “industri" tersaji dalam dua format, yaitu “Industry” dan “Standard Industry Code". Pemohon Banding menggunakan kedua format tersebut untuk memperluas pencarian pembanding pada tahap strategi pencarian/kriteria pencarian (tahap pertama search strategy) sebagaimana dapat dilihat dalam appendix 7 Royalty Study FY2014 (Lampiran-32);
Adapun maksud digunakan kedua format tersebut adalah agar setiap kandidat pembanding yang tersedia dalam database dapat turut diperhitungkan. Setelah tahap pencarian/kriteria pencarian, maka Pemohon Banding telah melakukan manual review (tahap kedua), sehingga dapat diputuskan kandidat pembanding tersebut andal atau perlu ditolak;
Dengan demikian, koreksi Terbanding yang didasarkan pada kriteria search strategy adalah tidak tepat, karena search strategy hanya menghasilkan kandidat pembanding. Namun Terbanding seharusnya meneliti kandidat pembanding, dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu: "terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
Sejalan dengan ketentuan di atas Paragraf 6.23 OECD Guidelines menyebutkan bahwa: (Lampiran-27)
"... The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide";
Terjemahan:
"... Harga yang ditetapkan dalam transaksi yang sebanding antara perusahaan independen dalam industri yang sama juga dapat dijadikan acuan”;
Bahwa kata kuncinya adalah Terbanding seharusnya memeriksa informasi dalam kandidat pembandingnya (isi dalam agreement lisensi pembanding) dan bukan pada kriteria search strategy;
Adapun di halaman 1 dalam perjanjian Ikona dan MAT (Lampiran-33) disebutkan bahwa produk yang dilisensikan adalah terkait “Automotive applications for gear technology”;
Dengan demikian, pembanding yang ditolak tersebut merupakan pembanding yang bergerak dalam industri yang sebanding dengan Pemohon Banding, yaitu perjanjian lisensi terkait produk-produk dalam industri otomotif dan tidak'' terdapat alasan yang valid untuk menolak pembanding tersebut;
Hal ini turut mengkonfirmasi bahwa search strategy dalam tahap pertama pencarian pembanding menggunakan format "Industry" maupun "US SIC Codes" telah menghasilkan kandidat pembanding yang patut diperhitungkan. Selain itu, Terbanding belum dapat menunjukkan bukti/informasi di dalam pembanding tersebut, yang membantah bahwa pembanding tersebut bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding;
Adapun dalam proses Pemeriksaan, Terbanding awalnya menolak pembanding Orbital Engine Co. (Orbital) dan UCAL Fuel Systems Ltd. (UCAL) dengan alasan tidak termasuk dalam US SIC Codes, melainkan berdasarkan industri otomotif. Namun demikian, Terbanding pada akhirnya menerima Orbital dan UCAL sebagai pembanding;
Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Terbanding juga menerima perjanjian antara Ikona dan MAT dikarenakan selama kedua pembanding berada dalam industri yang sama, maka harga atau tarif tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan harga atau tarif yang sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
Terbanding kemudian menyatakan tidak menemukan agreement atas nama Licensor tersebut saat melakukan pencarian dengan menggunakan "ORBIS";
Perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa dalam mencari perjanjian pembanding, Pemohon Banding menggunakan database RoyaltyStat, yang merupakan database yang berbeda dengan ORBIS, maka wajar apabila Terbanding tidak menemukan agreement atas nama Licensor saat melakukan pencarian;
Adapun, Pemohon Banding telah memberikan salinan perjanjian tersebut kepada Pemeriksa pada tanggal 27 November 2017 melalui e-mail dengan bukti terlampir (Lampiran-39);
|
2.
|
Bahwa berdasarkan web http://www.marketwired.com/press-release/ikona-gear-international-signs-multi-million-dollar-global-licensing-agreement-with-673946.htm perjanjian antara para pihak bisa bersifat exclusive dan non exclusive;
|
Dalam halaman 1 Exhibit 10.1 perjanjian Ikona dan MAT (Lampiran-33) dengan jelas dinyatakan bahwa "Ikona will license the Technology to MAT on a sole, exclusive and global basis for automotive applications, in accordance with the terms set forth below"; Dengan demikian perjanjian Ikona dan MAT bersifat eksklusif;
Adapun perjanjian antara Ikona dan MAT diadakan pada tanggal 8 April 2003. Sedangkan artikel yang disampaikan oleh Terbanding ditulis pada tanggal 23 Januari 2006 sehingga menjadi tidak relevan apabila dikaitkan dengan perjanjian antara Ikona dan MAT.
|
3.
|
Berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa: "Phase 1: Technology Development, Prototyping dan Testing; Market Research"
"1. MAT will engage in a development, prototyping and testing phase commencing May 1, 2003 and ending on April 30, 2004 ("Phase 1"), during which MAT will have the right, on a sole and exclusive basis with respect to automotive applications, to build and test prototypes of automotive modules incorporating the Technology"
Yang dapat diartikan bahwa Licensee ikut terlibat dalam pengembangan, membuat prototype dan pengujian dan Licensee (MAT) akan memiliki hak, atas dasar tunggal dan eksklusif berkenaan dengan aplikasi otomotif. Dimana hal ini tidak sebanding dengan perjanjian Pemohon Banding.
|
Pada esensinya, makna perjanjian tersebut sama dengan Pasal 7.1 perjanjian Pemohon Banding (Lampiran-34) yang menyatakan bahwa:
Pasal 7.1 "Pemberi lisensi setuju bahwa penerima lisensi (AHM) akan menerapkan suatu kebijakan pengadaan yang pada dasarnya atas dasar QCD dan strategi operasional dan jangka panjang penerima lisensi (AHM). Karena itu apabila Suku Cadang yang diadakan oleh penerima lisensi (AHM) tidak memenuhi persyaratan QCD, maka penerima lisensi (AHM) memiliki opsi untuk memilih mengadakan Suku Cadang tersebut dari sumber yang terbaik";
Dengan demikian, perjanjian Ikona dan MAT adalah sebanding dengan Pemohon Banding karena memiliki filosofi perjanjian yang sama, yaitu melakukan pengujian terhadap produk yang dilisensikan terlebih dahulu, dan apabila memenuhi standar yang diinginkan oleh kedua belah pihak, maka penerima lisensi akan membayar royalti atas produk yang dilisensikan tersebut.
Adapun, perlu diingat bahwa tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Banding adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana dalam tahap tersebut tidak terdapat pengembangan atau development yang dilakukan.
|
4.
|
Berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa yang dapat diartikan bahwa Licensor (Ikona) tidak akan mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang memasukkan teknologi ke dalam komponen apapun untuk aplikasi otomotif, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding bahwa Licensor tetap memiliki kebebasan untuk mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang terkait dengan teknologi otomotif;
|
Berdasarkan Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyebutkan bahwa:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
d.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
e.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
f.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud”;
|
Dengan demikian, argumen Terbanding tersebut bukan merupakan faktor kesebandingan yang perlu dipertimbangkan karena hal tersebut tidak diatur dalam peraturan yang berlaku.
Adapun, perlu diingat bahwa tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Banding adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana paragraf yang dikutip oleh Terbanding termasuk dalam Phase 1 sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian; “During Phase 1, Ikona will not seek any business, contracts or orders incorporating the technology into any component for automotive application";
Dengan demikian, pernyataan Terbanding tidak relevan dengan fakta perjanjian Pemohon Banding;
|
5.
|
Berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa yang dapat diartikan bahwa IP tersebut menjadi milik bersama antara Licensor dan Licensee, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
Sama dengan argumen Terbanding sebelumnya, Pemohon Banding menanggapi bahwa pernyataan tersebut bukan merupakan faktor kesebandingan yang perlu dipertimbangkan karena hal tersebut tidak diatur dalam peraturan yang berlaku (telah disebutkan di atas);
Adapun, perlu diingat bahwa tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Banding adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana pernyataan yang dinyatakan oleh Terbanding termasuk dalam Phase 1 sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian Ikona dan MAT:
"Any intellectual property relating to the Technology in existence at the date hereof shall belong exclusively to Ikona. Any intellectual property arising during Phase 1 as a result of the development efforts of MAT (collectively, “improvements") will be jointly owned by MAT dan Ikona”;
Dengan demikian, hanya IP yang ditemukan pada saat pengembangan dilakukan dalam Phase 1, yang akan dimiliki bersama oleh MAT dan Ikona. Sehingga pernyataan Terbanding tidak relevan dengan fakta perjanjian Pemohon Banding;
|
|
5)
|
Licensor: Cragar Industries Inc. (selanjutnya disebut Cragar)
Licensee: CIA Wheel Group d/b/a The Wheel Group (selanjutnya disebut CIA)
|
|
No
|
Menurut Terbanding
|
Menurut Pemohon Banding
|
1.
|
Bahwa sebagaimana tertuang dalam searching criteria yang telah disebutkan di atas, tidak terdapat SIC Code "7900", sehingga Terbanding mempertanyakan sekaligus menolak untuk dijadikan pembanding;
|
Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak.
...
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
b)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
|
Perlu diperhatikan bahwa dalam database indikator “industri" tersaji dalam dua format, yaitu “Industry” dan “Standard Industry Code". Pemohon Banding menggunakan kedua format tersebut untuk memperluas pencarian pembanding pada tahap strategi pencarian/kriteria pencarian (tahap pertama search strategy) sebagaimana dapat dilihat dalam appendix 7 Royalty Study FY2014 (Lampiran-32). Adapun maksud digunakan kedua format tersebut adalah agar setiap kandidat pembanding yang tersedia dalam database dapat turut diperhitungkan;
Setelah tahap pencarian/kriteria pencarian, maka Pemohon Banding telah melakukan manual review (tahap kedua), sehingga dapat diputuskan kandidat pembanding tersebut andal atau perlu ditolak;
Dengan demikian, koreksi Terbanding yang didasarkan pada kriteria search strategy adalah tidak tepat, karena search strategy hanya menghasilkan kandidat pembanding. Namun Terbanding seharusnya meneliti kandidat pembanding, dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu: “terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
Sejalan dengan ketentuan di atas Paragraf 6.23 OECD Guidelines menyebutkan bahwa:
"... The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide";
Terjemahan:
"... Harga yang ditetapkan dalam transaksi yang sebanding antara perusahaan independen dalam industri yang sama juga dapat dijadikan acuan";
Bahwa kata kuncinya adalah Terbanding seharusnya memeriksa pada informasi dalam kandidat pembandingnya (isi dalam agreement lisensi pembanding) dan bukan pada kriteria search strategy;
Adapun berdasarkan Schedule C - Licensed Products dalam perjanjian Cragar dan CIA disebutkan bahwa produk yang dilisensikan adalah terkait “Any one piece cast aluminium vehicle wheel and related accessories”.
Dengan demikian, pembanding yang ditolak tersebut merupakan pembanding dalam industri yang sebanding dengan Pemohon Banding, yaitu perjanjian lisensi terkait produk-produk dalam industri otomotif dan tidak terdapat alasan yang valid untuk menolak pembanding tersebut;
Hal ini turut mengkonfirmasi bahwa search strategy dalam tahap pertama pencarian pembanding menggunakan format “Industry" maupun "US SIC Codes" telah menghasilkan kandidat pembanding yang patut diperhitungkan. Selain itu, Terbanding belum dapat menunjukkan bukti/informasi di dalam pembanding tersebut, yang membantah bahwa pembanding tersebut bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding;
Adapun dalam proses Pemeriksaan, Terbanding awalnya menolak pembanding Orbital Engine Co. (Orbital) dan UCAL Fuel Systems Ltd. (UCAL) dengan alasan tidak termasuk dalam US SIC Codes, melainkan berdasarkan industri otomotif. Namun demikian, Terbanding pada akhirnya menerima Orbital dan UCAL sebagai pembanding. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Terbanding juga menerima perjanjian Cragar dan CIA dikarenakan selama transaksi sebanding berada dalam industri yang sama, maka harga atau tarif tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan harga atau tarif yang sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
|
2.
|
Bahwa berdasarkan perjanjian disebutkan pihak Licensee - CIA Wheel Group dba The Wheel Group (defined to include any of subsidiaries, affiliates, partnerships, or other related parties), yang dapat dipahami bahwa Licensee tidak semata mata hanya CIA Wheel Group dba The Wheel Group, namun pihak sebagaimana disebutkan di atas, yang sangat berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding dimana hanya AHM yang disebut sebagai Licensee;
|
Para pihak yang menjadi Licensor dan Licensee bukanlah merupakan faktor kesebandingan yang patut dipertimbangkan dalam melakukan analisis kesebandingan, namun substansi dari perjanjian tersebutlah yang perlu diperhatikan, sebagaimana disebutkan dalam peraturan berikut:
Berdasarkan Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyebutkan bahwa:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
d.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
e.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
f.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud";
|
Dengan demikian, argumen Terbanding tidak relevan karena peraturan yang berlaku tidak mempermasalahkan siapa pihak yang menjadi Licensor maupun Licensee dalam suatu perjanjian;
|
3.
|
1.8 Promotion Commitment
Bahwa perjanjian pembanding memiliki hal sebagaimana tersebut yang membedakan dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
Dalam Pasal 2 perjanjian Pemohon Banding dinyatakan bahwa:
"Pemberi lisensi dengan ini memberi penerima lisensi (AHM) hak dan lisensi eksklusif yang tidak dapat dipindahtangankan dan tidak dapat dibagi, untuk membuat, merakit, memasarkan, memakai dan menjual Produk dan Suku Cadang Berlisensi di dalam Wilayah..."
Dengan demikian, Pemohon Banding juga melakukan aktivitas pemasaran atau “promotion” terkait produk yang lisensikan. Promosi dilakukan untuk meningkatkan penjualan atas produk-produk yang dijual oleh Pemohon Banding. Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian ini telah sebanding dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
4.
|
2.2 Licensed Products
Licensor grants to Licensee a worldwide exclusive licensee in the Licensed Field to make, use, sell, import and offer for sale the Licensed Products, subject to the terms of this Agreement. In connection with this grant, Licensor grants to Licensee a worldwide exclusive license in the Licensed Field to use the Patent Rights and the Intangible Rights to manufacture the Licensed Products"; yang membedakan ruang lingkup pemanfaatan lisensi dengan Pemohon Banding (article I. Definition - v) yang hanya di Indonesia khususnya frasa "(v). The term “territory" shall mean the geographic area currently known as The Republic of Indonesia;
|
Sebagaimana dinyatakan dalam Bab 7.2, Exhibit 7-1, nomor 1 Royalty Study FY2014 (Lampiran-32) bahwa pertama-tama, dilakukan pencarian perjanjian lisensi di Indonesia. Namun pencarian ini menghasilkan jumlah perjanjian pembanding yang kurang signifikan. Kemudian Pemohon Banding memperluas kriteria pencarian dengan merubah kriteria teritori perjanjian menjadi worldwide. Dengan demikian, perjanjian antara Cragar dan CIA patut dipertimbangkan oleh Terbanding karena terbatasnya jumlah pembanding yang sebanding dengan Pemohon Banding apabila kriteria pembanding terbatas pada Negara Republik Indonesia saja;
|
5.
|
6.2 Upon termination of this agreement, Licensee shall grant to Licensor a non-exclusive and royalty-free license to make, use, sell, offer for sale, and import Products that embody or utilize any Improvement developed by Licensee";
Bahwa perjanjian pembanding memiliki sifat Penerima Lisensi akan memberikan kepada Pemberi Lisensi yang tidak eksklusif dan lisensi bebas royalti untuk membuat, menggunakan, menjual, menawarkan penjualan, dan mengimpor produk itu mewujudkan atau memanfaatkan setiap Perbaikan yang dikembangkan oleh Pemegang Lisensi yang berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding;
Berdasarkan web: https://www.sec.gov/Archives/edgar/data/1024125/000107261303001844/ex10-22_12291.htm terdapat frasa:
"In September 2000, Cragar entered into and completed a similar transaction with Performance Wheel Outlet, Inc. As a result of Performance’s failure to meet or exceed its minimum payments under its Exclusive Field of Use and Licensing Agreement with Cragar, the agreement with Performance was terminated. In its place, Cragar has negotiated a Field of Use License Agreement with CIA Wheel Group dba The Wheel Group, which is effective as of October 1, 2003. Under this agreement, The Wheel Group will manufacture, sell, and distribute Cragar’s line of one-piece cast aluminum wheels and related accessories and Cragar will receive a royalty based on sales of the licensed Products";
Yang dapat diartikan bahwa Perjanjian Cragar dengan CIA Wheel Group dba The Wheel Group merupakan pengganti perjanjian antara Cragar dengan Performance Wheel Outlet, Inc. akibat kegagalan performa untuk memenuhi atau melampaui pembayaran minimumnya berdasarkan perjanjian penggunaan dan perizinan eksklusifnya dengan Cragar.
Terdapat frasa “As a consequence of the transactions with Performance, Weld, Carlisle and other licensees, Cragar does not engage in the manufacture, marketing, sale, or distribution of any products related to its one-place wheel business, wrought wheel business, and steel outer rims wheel business, which together generated almost all of its revenue in fiscal year ended December 31, 2000. In general, the outsourcing of the manufacturing, marketing, sales and distribution operations with respect to the licensed products, together with the sale of all the related assets, has substantially decreased Cragar's revenue and related operating and marketing costs";
Yang dapat diartikan bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dengan yang disebutkan dalam lisensi di atas.
Hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding khususnya Honda Motor, Co. sebagai pihak Licensor;
|
Pendapat Terbanding tidak relevan apabila dikaitkan dengan Pemohon Banding karena klausul tersebut berkaitan dengan "upon termination" atau "setelah perjanjian berakhir". Dengan demikian, klausul tersebut tidak akan mempengaruhi penerapan perjanjian antara Cragar dan CIA;
Para pihak yang menjadi Licensor dan Licensee ataupun perjanjian terkait merupakan perjanjian pengganti dengan pihak lain bukanlah merupakan faktor kesebandingan yang patut dipertimbangkan dalam melakukan analisis kesebandingan, namun substansi dari perjanjian tersebutlah yang perlu diperhatikan, sebagaimana disebutkan dalam peraturan berikut:
Berdasarkan Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ.2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyebutkan bahwa:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
d.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
e.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
f.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud";
|
Dengan demikian, argumen Terbanding tidak relevan karena peraturan yang berlaku tidak mempermasalahkan siapa pihak yang menjadi Licensor maupun Licensee dalam suatu perjanjian maupun apakah perjanjian tersebut merupakan perjanjian pengganti dengan pihak lain;
Adapun, terkait dengan pernyataan Terbanding bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dan hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding khususnya Honda Motor, Co sebagai pihak Licensor. Pemohon Banding menanggapi bahwa:
Berdasarkan perjanjian Cragar dan CIA, dinyatakan bahwa CIA (Licensee) diberikan lisensi berupa hak paten, know-how, proses dan teknologi yang bersifat eksklusif untuk membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menawarkan, dan memasarkan one-piece cast aluminum vehicle wheel dan aksesoris terkait, menggunakan merek yang dilisensikan.
Perjanjian lisensi tersebut sebanding dengan perjanjian lisensi Pemohon Banding, dimana Pemohon Banding (Licensee) diberikan lisensi untuk memproduksi, merakit, memasarkan, menggunakan, dan menjual produk yang dilisensikan;
Berdasarkan keterangan yang terdapat di website (https://www.bloomberg.com/profiles/companies/
CRGR:US-cragar-industries-inc), dinyatakan bahwa "Cragar Industries, Inc. designs, produces, and selis custom vehicle wheels and wheel accessories". Atau dapat diterjemahkan "Cragar Industries, Inc. melakukan desain, memproduksi, dan menjual ban kendaraan serta aksesoris ban yang dibuat secara khusus";
Dengan demikian, Cragar (Licensor) juga terlibat/melakukan kegiatan yang serupa dengan HMCO (Licensor) yaitu memproduksi, mendesain, dan menjual produk-produk yang dilisensikan. Sehingga perjanjian lisensi antara Cragar dan CIA adalah sebanding dengan perjanjian lisensi HMCO dan Pemohon Banding;
|
|
6)
|
Licensor: Cragar Industries Inc. (selanjutnya disebut Cragar)
Licensee: Carlisle Tire and Wheel Co. (selanjutnya disebut Carlisle)
|
|
Menurut Terbanding
|
Menurut Pemohon Banding
|
Tim Peneliti berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding karena memenuhi karakter Intellectual Property yang dibandingkan sebanding dengan Wajib Pajak dan perjanjian tersebut dibuat ketika para pihak adalah merupakan pihak-pihak yang independen (tidak dipengaruhi hubungan istimewa).
Namun demikian mengingat dalam contractual term terdapat lapisan tarif royalty yang regresif dari 5% hingga 1%, maka Tim Peneliti berpendapat perlu dilakukan penyesuaian tarif royalty yang tepat untuk digunakan sebagai tarif pembanding. Bahwa dalam Transfer Pricing Documentation Wajib Pajak menggunakan tarif royalty sebesar 5%, sementara itu Tim Peneliti berpendapat bahwa tarif rata-rata lebih tepat digunakan untuk digunakan sebagai tarif yang dibandingkan dengan tarif royalty Wajib Pajak;
Berdasarkan Schedule D perjanjian royalty antara Cragar Industries, Inc. dan Carliste Tire & Wheel Co. diketahui sebagai berikut:

Selanjutnya Tim Peneliti berpendapat bahwa tarif rata-rata sebesar 3,06% lebih tepat digunakan sebagai rate royalty perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co.
|
6.2 Upon termination of this agreement, Licensee shall grant to Licensor a non-exclusive and royalty-free license to make, use, sell, offer for sale, and import Products that embody or utilize any Improvement developed by Licensee";
Bahwa perjanjian pembanding memiliki sifat Penerima Lisensi akan memberikan kepada Pemberi Lisensi yang tidak eksklusif dan lisensi bebas royalti untuk membuat, menggunakan, menjual, menawarkan penjualan, dan mengimpor produk itu mewujudkan atau memanfaatkan setiap Perbaikan yang dikembangkan oleh Pemegang Lisensi yang berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding;
Berdasarkan web: https://www.sec.gov/Archives/edgar/data/1024125/000107261303001844/ex10-22_12291.htm terdapat frasa:
"In September 2000, Cragar entered into and completed a similar transaction with Performance Wheel Outlet, Inc. As a result of Performance’s failure to meet or exceed its minimum payments under its Exclusive Field of Use and Licensing Agreement with Cragar, the agreement with Performance was terminated. In its place, Cragar has negotiated a Field of Use License Agreement with CIA Wheel Group dba The Wheel Group, which is effective as of October 1, 2003. Under this agreement, The Wheel Group will manufacture, sell, and distribute Cragar’s line of one-piece cast aluminum wheels and related accessories and Cragar will receive a royalty based on sales of the licensed Products";
Yang dapat diartikan bahwa Perjanjian Cragar dengan CIA Wheel Group dba The Wheel Group merupakan pengganti perjanjian antara Cragar dengan Performance Wheel Outlet, Inc. akibat kegagalan performa untuk memenuhi atau melampaui pembayaran minimumnya berdasarkan perjanjian penggunaan dan perizinan eksklusifnya dengan Cragar.
Terdapat frasa “As a consequence of the transactions with Performance, Weld, Carlisle and other licensees, Cragar does not engage in the manufacture, marketing, sale, or distribution of any products related to its one-place wheel business, wrought wheel business, and steel outer rims wheel business, which together generated almost all of its revenue in fiscal year ended December 31, 2000. In general, the outsourcing of the manufacturing, marketing, sales and distribution operations with respect to the licensed products, together with the sale of all the related assets, has substantially decreased Cragar's revenue and related operating and marketing costs";
Yang dapat diartikan bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dengan yang disebutkan dalam lisensi di atas.
Hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding khususnya Honda Motor, Co. sebagai pihak Licensor;

Dengan menggunakan tarif rata-rata sebesar 3.33%, maka rentang kewajaran perjanjian pembanding adalah sebagai berikut:
Berdasarkan analisis Pemohon Banding, apabila Terbanding menerima 2 perjanjian pembanding lainnya dan menggunakan tarif rata-rata sebesar 3,33% untuk perjanjian pembanding antara Cragar dan Carlisle, maka tarif royalti efektif Pemohon Banding pada Tahun Pajak 2014 sebesar 4,31% masih berada dalam rentang kewajaran.
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila mengikuti kriteria penolakan seperti yang dilakukan oleh Terbanding (untuk mencari exact comparabies), maka ke-7 perjanjian pembanding harus ditolak juga karena tidak memenuhi kriteria kesebandingan dengan Pemohon Banding;
bahwa dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kelemahan metode CUP berupa kesulitan dalam menemukan exact comparables atau pembanding yang memiliki derajat kesebandingan yang sangat tinggi juga didukung oleh pernyataan Mukesh Butani (Ahli Transfer Pricing India) dalam Anuschka Bakker dan Belema Obuoforido, "Transfer Pricing and Customs Valuation Chapter 15 (IBFD Amsterdam), Halaman 426:
"Typically, the CUP method is applied for benchmarking royalty payments. To apply the CUP method, there should not be any material difference between a controlled iransaction and an uncontrolled transaction, and thus the CUP method cannot be appropriately applied in the case of royalty payments since it is extremely difficult to find similar transactions. Hence, an indirect approach is adopted, whereby royalty payment is benchmarked by comparing net operating margins of the taxpayer, which are calculated after considering payment of royalty with the net operating margins earned by comparable independent companies";
Terjemahan:
"Pada umumnya, metode CUP diterapkan untuk menguji transaksi royalti. Untuk menerapkan metode CUP, tidak boleh terdapat perbedaan material antara transaksi yang sedang diuji dan transaksi independen sebagai pembanding, dan dengan demikian metode CUP tidak dapat diterapkan dengan tepat untuk transaksi royalti karena transaksi independen sebagai pembanding sangat sulit ditemukan. Oleh karena itu, pendekatan tidak langsung diterapkan, dimana pembayaran royalti diukur dengan membandingkan laba usaha dari Wajib Pajak, yang dikalkulasikan setelah mempertimbangkan pembayaran royalti dengan laba usaha dari perusahaan independen";
Hal senada juga dinyatakan oleh Oddleif Torvik, Transfer Pricing and Intangibles, Chapter 7 (Amsterdam: IBFD Doctoral Series), Halaman 251:
"The core problem with the CUT method is that it directly allocates residual profits by reference to what third parties have agreed in other licensing transactions. In order for the method to provide a reliable result, it is crucial that there is an extreme degree of comparability between the IP transferred in the controlled and uncontrolled transactions";
Terjemahan:
"Kelemahan utama metode CUT adalah metode tersebut mengalokasikan laba dengan hanya mengacu pada kesepakatan yang disetujui pihak independen dalam transaksi lisensi lainnya. Agar metode tersebut dapat memberikan hasil yang dapat diandalkan, dibutuhkan tingkat kesebandingan yang ekstrim antara harta tak berwujud yang ditransfer dalam transaksi afiliasi dan independen";
bahwa berdasarkan literatur di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila hanya menerapkan Metode CUP, maka akan sangat sulit untuk menemukan pembanding yang memiliki derajat kesebandingan sangat tinggi (khususnya terkait transaksi independen sebagai pembanding dalam transaksi royalti/Intangibles) dengan Pemohon Banding karena banyaknya faktor dalam menentukan kesebandingan objek lisensi;
bahwa terlebih, apabila turut dipertimbangkan bahwa transaksi royalti in casu adalah terkait lisensi know-how yang bersifat rahasia. Dengan demikian, merupakan hal yang tidak mungkin untuk melakukan analisis kesebandingan dengan tepat, apabila hanya membaca dan membandingkan lisensi Pemohon Banding dengan beberapa lembar perjanjian pembanding tanpa diketahui objek know-how-nya secara spesifik;
bahwa oleh karena itu, ketika terjadi sengketa di tingkat pengujian transaksional, maka perdebatan hanya akan berputar di kesebandingan pembanding yang mana tidak terdapat tolak ukur yang pasti (subjektif). Sehingga kebenaran analisis CUP harus dikonfirmasi kebenarannya dengan metode TNMM;
|
|
|
|
|
|
7.
|
Terbanding Tidak Pernah Membantah Dasar Hukum dan Bukti-Bukti yang Disampaikan oleh Pemohon Banding
|
|
bahwa selama proses pemeriksaan dan keberatan, ada fakta-fakta dan bukti yang tidak disanggah, ditanggapi, dan dijawab oleh Terbanding, yaitu terkait dengan hal-hal dalam label berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Menurut hukum acara, sikap tidak menyangkal atau membantah dipersamakan dengan mengakui. Mengacu pada Prof. R. Subekti, S.H. Hukum Acara Perdata, Cetakan kedua, Binacipta, Bandung, Juni 1982, halaman 81-82 yang menyatakan:
|
|
"2.
|
Hal-hal yang tidak perlu dibuktikan
|
|
|
Hal-hal yang harus dibuktikan hanyalah hal-hal yang menjadi perselisihan, yaitu segala apa yang diajukan oleh pihak yang satu tetapi disangkal atau dibantah oleh pihak lain. Hal-hal yang diajukan oleh satu pihak dan diakui oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan karena tentang itu tidak ada perselisihan. Begitu pun tidak usah dibuktikan hal-hal yang diajukan oleh satu pihak dan meskipun tidak secara tegas dibenarkan oleh yang lain tetapi tidak disangkal.
Dalam hukum acara perdata sikap tidak menyangkal dipersamakan dengan mengakui";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa fakta tersebut di atas tidak pernah dibantah oleh Terbanding dalam proses pemeriksaan dan keberatan sebagaimana dapat dilihat dalarn Surat Tanggapan SPUH (Lampiran-8) dan Slide Presentasi terlampir (Lampiran-9). Dengan tidak mengajukan sanggahan terhadap bukti-bukti atau keterangan yang disampaikan oleh Pemohon Banding, Terbanding dianggap telah mengakui fakta bahwa Terbanding tidak memiliki kewenangan untuk melakukan koreksi karena lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah dan harga atau laba Pemohon Banding telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
bahwa dengan demikian, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, demi keadilan dan kepastian hukum, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pemohon Banding memohon kepada Majelis Hakim untuk membatalkan koreksi Terbanding;
Tanggapan atas Pendapat Terbanding dalam Surat Uraian Banding Nomor S-1929/WPJ.19/2019 tanggal 1 Juli 2019;
|
|
|
|
|
|
KESIMPULAN DAN USUL PEMOHON BANDING (dalam Surat Bantahan)
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan penjelasan dan argumentasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
|
1.
|
Transaksi royalti Pemohon Banding merupakan transaksi dengan pihak afiliasi di negara Jepang, di mana dalam hal ini negara Jepang memiliki tarif pajak yang lebih tinggi daripada tarif pajak di Indonesia, maka sangat jelas menunjukkan bahwa tidak terdapat motif penghindaran pajak sama sekali. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Terbanding bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan penjelasannya, Lampiran I, Bab 11, bagian (A) dan (8) SE-50/PJ/2013, dan Lampiran I PER-22/PJ/2013;
|
2.
|
Terbanding tidak mempertimbangkan analisis rasio keuangan (NCP dan OM) Pemohon Banding sebelum melakukan koreksi;
|
3.
|
Hasil Sanity Check atas rasio keuangan Pemohon Banding, NCP, OM, dan ROA menunjukkan bahwa Pemohon Banding telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Sanity check tersebut mengkonfirmasi bahwa pengujian kewajaran transaksi royalti yang dilakukan oleh Pemohon Banding menggunakan metode CUP sudah tepat (karena kesimpulan penerapan metode CUP dan TNMM adalah sama, yaitu bahwa transaksi Pemohon Banding adalah wajar). Dengan demikian, Terbanding tidak memiliki wewenang untuk melakukan koreksi atas transaksi yang dilakukan Pemohon Banding berdasarkan Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 13 ayat (1) dan (2) PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011, Lampiran I, Bab 2, B.3.F SE-50/PJ/2013, dan Lampiran I, Bab 2, B.3.d PER-22/PJ/2013;
|
4.
|
Sanity check tersebut turut mengkonfirmasi bahwa pengujian kewajaran transaksi royalti yang dilakukan oleh Terbanding menggunakan metode CUP adalah tidak tepat (karena kesimpulan penerapan metode CUP oleh Pemeriksa dan kesimpulan penerapan TNMM adalah berbeda, yaitu bahwa transaksi Pemohon Banding adalah tidak wajar menurut metode CUP yang dilakukan Pemeriksa, sedangkan setelah dilakukan koreksi, analisis TNMM memberikan kesimpulan yang wajar) sehingga bertentangan dengan BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013, Lampiran I, Bab II huruf B angka (1) (4) PER-22/PJ/2013, Lampiran 2 Huruf B.6 dan Lampiran 1 Huruf B.1 S-153/PJ.4/2010;
|
5.
|
Seluruh pembanding yang digunakan oleh Pemohon Banding telah sebanding dengan Pemohon Banding dan oleh karenanya, pembayaran royalti Pemohon Banding berada dalam rentang kewajaran dan telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan Pemohon Banding terkait fakta dan argumentasi hukum di atas, maka perhitungan PPh Badan menurut pendapat Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa selanjutnya, Pemohon Banding mengusulkan kepada Majelis agar:
|
1.
|
Menyatakan bahwa banding yang diajukan Pemohon Banding dapat diterima karena telah memenuhi seluruh ketentuan formal;
|
2.
|
Mengabulkan untuk seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding; dan
|
3.
|
Membatalkan Surat Keputusan Keberatan nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019;
|
4.
|
Membatalkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan (SKPKB) PPh Badan Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017;
|
5.
|
Menerima dan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang Pemohon ajukan sesuai dengan perhitungan Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
bahwa demikian Surat Bantahan ini disampaikan. Atas perhatian Majelis Hakim yang terhormat, Pemohon Banding ucapkan terima kasih;
bahwa dalam Surat Bantahannya, Pemohon Banding tidak melampirkan dokumen apapun;
Menimbang, bahwa pejabat yang mewakili Terbanding hadir dalam persidangan:
1.
|
Nama/NIP
|
:
|
Salman Khoirul Abdi Lubis/199012032013101002,
|
|
Jabatan
|
:
|
Penelaah Keberatan
|
|
Unit
|
:
|
Direktorat Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak
|
|
Surat Tugas Nomor
|
:
|
ST-12144/PJ.07/2019 tanggal 27 September 2019
|
|
|
|
|
2.
|
Nama/NIP
|
:
|
Agus Suswanto/197506241996021002,
|
|
Jabatan
|
:
|
Penelaah Keberatan
|
|
Unit
|
:
|
Direktorat Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak
|
|
Surat Tugas Nomor
|
:
|
ST-12144/PJ.07/2019 tanggal 27 September 2019
|
|
|
|
|
3.
|
Nama/NIP
|
:
|
Rifdah/197206281994022001,
|
|
Jabatan
|
:
|
Penelaah Keberatan
|
|
Unit
|
:
|
Direktorat Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak
|
|
Surat Tugas Nomor
|
:
|
ST-13416/PJ.07/2019 tanggal 18 Oktober 2019
|
|
|
|
|
4.
|
Nama/NIP
|
:
|
Widiarto/197612112002121001,
|
|
Jabatan
|
:
|
Penelaah Keberatan
|
|
Unit
|
:
|
Direktorat Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak
|
|
Surat Tugas Nomor
|
:
|
ST-13416/PJ.07/2019 tanggal 18 Oktober 2019
|
|
|
|
|
5.
|
Nama/NIP
|
:
|
Budi Setiawan/197909132000121001,
|
|
Jabatan
|
:
|
Pemeriksa Pajak Muda
|
|
Unit
|
:
|
Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi
|
|
Surat Tugas Nomor
|
:
|
ST-068/PJ.27/2020 tanggal 10 Januari 2020
|
|
|
|
|
6.
|
Nama/NIP
|
:
|
Jujud Susanto/197809242009011008,
|
|
Jabatan
|
:
|
Penelaah Keberatan
|
|
Unit
|
:
|
Direktorat Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak
|
|
Surat Tugas Nomor
|
:
|
ST-3663/PJ.07/2020 tanggal 4 Maret 2020
|
|
|
|
|
7.
|
Nama/NIP
|
:
|
Mohammad Zapar Sidiq/198406262006021001,
|
|
Jabatan
|
:
|
Penelaah Keberatan
|
|
Unit
|
:
|
Direktorat Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak
|
|
Surat Tugas Nomor
|
:
|
ST-13816/PJ.07/2020 tanggal 22 Oktober 2020
|
|
|
|
|
8.
|
Nama/NIP
|
:
|
Tri Surati/197302071993032001,
|
|
Jabatan
|
:
|
Penelaah Keberatan
|
|
Unit
|
:
|
Direktorat Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak
|
|
Surat Tugas Nomor
|
:
|
ST-13816/PJ.07/2020 tanggal 22 Oktober 2020
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa pejabat yang mewakili Pemohon Banding hadir dalam persidangan:
1.
|
Nama
|
:
|
Yurike Yuki,
|
|
Jabatan
|
:
|
Kuasa Hukum,
|
|
Izin Kuasa Hukum
|
:
|
KEP-200/PP/IKH/2019 tanggal 26 Februari 2019,
|
|
Surat Kuasa Khusus
|
:
|
20/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019,
|
|
|
|
|
2.
|
Nama
|
:
|
Yusuf Wangko Ngantung,
|
|
Jabatan
|
:
|
Kuasa Hukum,
|
|
Izin Kuasa Hukum
|
:
|
KEP-746/PP/IKH/2018 tanggal 19 Desember 2018,
|
|
Surat Kuasa Khusus
|
:
|
21/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019
|
|
|
|
|
3.
|
Nama
|
:
|
Danny S. Djaya Prawira,
|
|
Jabatan
|
:
|
Kuasa Hukum,
|
|
Izin Kuasa Hukum
|
:
|
KEP-036/PP/IKH/2018 tanggal 9 Januari 2019,
|
|
Surat Kuasa Khusus
|
:
|
17/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019
|
|
|
|
|
|
|
bahwa di dalam persidangan Terbanding menyampaikan dokumen pendukung sebagai berikut:
Bukti T-5.
|
Laporan Penelitian Keberatan Nomor LAP-243/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019;
|
Bukti T-6.
|
Kertas Kerja Pemeriksaan;
|
Bukti T-7.
|
Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor LAP-508/WPJ.19/KP.0205/RIKSIS/2017 tanggal 12 Desember 2017;
|
Bukti T-8.
|
Penjelasan Tertulis tanggal 2 Desember 2019;
|
Bukti T-9.
|
Penjelasan Tertulis Persidangan tanggal 3 Februari 2020;
|
Bukti T-10.
|
Penjelasan Tertulis Terbanding tanggal 24 Juli 2020;
|
Bukti T-11.
|
Penjelasan Tertulis Terbanding tanggal 24 Agustus 2020;
|
Bukti T-12.
|
Penjelasan Tertulis tanggal 19 Oktober 2020;
|
Bukti T-13.
|
Berita Acara Uji Bukti;
|
|
|
|
|
|
|
bahwa di dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan dokumen pendukung sebagai berikut:
Bukti P-5.
|
Pakta Integritas a.n. Pemohon Banding;
|
Bukti P-6.
|
Fotokopi KTP a.n. Yurike Yuki Halim;
|
Bukti P-7.
|
Fotokopi NPWP a.n.Yurike Yuki Halim;
|
Bukti P-8.
|
Fotokopi Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum a.n. Yurike Yuki
|
Bukti P-9.
|
Izin Kuasa Hukum Nomor KEP-200/PP/IKH/2019 tanggal 26 Februari 2019 a.n. Yurike Yuki;
|
Bukti P-10.
|
Pakta Integritas a.n. Yurike Yuki;
|
Bukti P-11.
|
Surat Kuasa Khusus Nomor 20/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019 atas nama Yurike Yuki yang diberi kuasa oleh Sdr. Erik Tjahyadi Sadikin, jabatan: Direktur;
|
Bukti P-12.
|
Fotokopi KTP a.n. Yusuf Wangko Ngantung;
|
Bukti P-13.
|
Fotokopi NPWP a.n.Yusuf Wangko Ngantung;
|
Bukti P-14.
|
Fotokopi Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum a.n Yusuf Wangko Ngantung;
|
Bukti P-15.
|
Izin Kuasa Hukum Nomor KEP-746/PP/IKH/2019 tanggal 19 Desember 2018 a.n. Yusuf Wangko Ngantung;
|
Bukti P-16.
|
Pakta Integritas a.n. Yusuf Wangko Ngantung;
|
Bukti P-17.
|
Surat Kuasa Khusus Nomor 21/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019 atas nama Yusuf Wangko Ngantung yang diberi kuasa oleh Sdr. Erik Tjahyadi Sadikin, jabatan: Direktur;
|
Bukti P-18.
|
Pakta Integritas a.n. Danny S. Djaya Prawira;
|
Bukti P-19.
|
Fotokopi KTP a.n. Danny S. Djaya Prawira;
|
Bukti P-20.
|
Fotokopi NPWP a.n. Danny S. Djaya Prawira;
|
Bukti P-21.
|
Fotokopi Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum a.n. Danny S. Djaya Prawira;
|
Bukti P-22.
|
Izin Kuasa Hukum Nomor KEP-036/PP/IKH/2018 tanggal 9 Januari 2019 a.n. Danny S. Djaya Prawira;
|
Bukti P-23.
|
Surat Kuasa Khusus Nomor 17/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019 atas nama Danny S. Djaya Prawira yang diberi kuasa oleh Sdr. Erik Tjahyadi Sadikin, jabatan: Direktur;
|
Bukti P-24.
|
Matriks Sengketa;
|
Bukti P-25.
|
Penjelasan Tertulis Nomor 036/DDTC-TP/X/2019 tanggal 21 Oktober 2019;
|
Bukti P-26.
|
SPT Tahun 2014;
|
Bukti P-27.
|
Penjelasan Slide Sidang Banding Tahun Pajak 2014 tanggal 11 November 2019;
|
Bukti P-28.
|
Dokumen Penentuan Harga Transfer untuk Tahun Pajak 2014;
|
Bukti P-29.
|
Studi Penentuan Harga Transfer terhadap Transaksi Royalti antar Perusahaan untuk Tahun Pajak 2014;
|
Bukti P-30.
|
Ringkasan Eksekutif Sanity Check Terbanding vs Pemohon Banding dengan Nomor 021/DDTC-TP/I/2020;
|
Bukti P-31.
|
Penjelasan Tertulis Pemohon Banding dengan Nomor 095/DDTC-TP/I/2020;
|
Bukti P-32.
|
Penjelasan Tertulis Pemohon Banding dengan Nomor 052/DDTC-TP/II/2020;
|
Bukti P-33.
|
Penjelasan Tertulis Nomor 032/DDTC-TP/VI/2020 tanggal 15 Juni 2020
|
Bukti P-34.
|
Penjelasan Tertulis Pemohon Banding Nomor 064/DDTC-TP/VII/2020 tanggal 27 Juli 2020;
|
Bukti P-35.
|
Penjelasan Tertulis Nomor 080/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020;
|
Bukti P-36.
|
Penjelasan Tertulis Nomor 073/DDTC-TP/X/2020 tanggal 19 Oktober 2020;
|
|
|
|
|
|
|
PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN PAJAK
|
|
|
|
|
|
KEWENANGAN PENGADILAN PAJAK
|
|
bahwa Majelis memeriksa kewenangan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
bahwa Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019, menyatakan tidak setuju terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017;
bahwa berdasarkan pemeriksaan, Majelis berkesimpulan Pengadilan Pajak berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak tersebut.
|
|
|
|
|
|
PERTIMBANGAN HUKUM ATAS PEMENUHAN KETENTUAN FORMAL SENGKETA
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa sesuai peraturan perundangan-undangan peradilan pajak, pemeriksaan materi sengketa banding dilakukan setelah pemeriksaan atas pemenuhan ketentuan-ketentuan formal:
|
|
|
1.
|
Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Banding
|
|
bahwa Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019 dibuat dalam bahasa Indonesia ditujukan kepada Pengadilan Pajak, sehingga memenuhi ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
bahwa Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019, diterima oleh Sekretariat Pengadilan Pajak pada hari Jumat tanggal 3 Mei 2019 (diantar), sedangkan Keputusan Terbanding atas keberatan Pemohon Banding diterbitkan pada tanggal 6 Februari 2019, sehingga pengajuan banding memenuhi ketentuan mengenai jangka waktu 3 (tiga) bulan pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
bahwa Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019, menyatakan tidak setuju terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 memenuhi persyaratan 1 (satu) Surat Banding untuk 1 (satu) Keputusan Terbanding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
bahwa Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019, memuat alasan-alasan banding yang jelas dan mencantumkan tanggal diterimanya Keputusan Terbanding tanggal 11 Februari 2019, masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, sehingga memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
bahwa Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019, dilampiri dengan salinan keputusan yang dibanding, sehingga memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
bahwa banding diajukan terhadap besarnya Pajak yang terutang sebesar Rp1.645.395.663.000,00 dan 50% adalah sebesar Rp822.697.831.500,00 namun jumlah tersebut belum menjadi utang pajak, sehingga pengajuan banding memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak juncto Pasal 27 ayat (5c) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
bahwa Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019, ditandatangani oleh Sdr. Erik Tjahyadi Sadikin, jabatan: Direktur, berdasarkan Akta Nomor 02 tanggal 1 April 2019 tentang Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham PT Astra Honda Motor yang dibuat oleh Notaris Esther P. E. Jovina, S.H., M.Kn. yang bersangkutan berwenang menandatangani Surat Banding sehingga memenuhi ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
bahwa dengan demikian Surat Banding Nomor 14/EKS/DIV-ACC/AHM/IV/19 tanggal 25 April 2019 memenuhi ketentuan formal pengajuan banding;
|
|
|
|
|
|
2.
|
Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Keberatan
|
|
bahwa pengajuan banding telah didahului dengan Surat Keberatan Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018 yang berisi keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017;
bahwa Surat Keberatan Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018, ditujukan kepada Terbanding dan dibuat dalam bahasa Indonesia sehingga memenuhi ketentuan Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
bahwa Surat Keberatan Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018, memuat alasan-alasan keberatan yang jelas dan perhitungan besarnya pajak yang terutang menurut Pemohon Banding sehingga memenuhi ketentuan Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
bahwa Surat Keberatan Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/111/18 tanggal 8 Maret 2018, diterima oleh Terbanding pada tanggal 8 Maret 2018, sedangkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017, sehingga pengajuan keberatan memenuhi ketentuan mengenai jangka waktu 3 (tiga) bulan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nemer 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nemer 16 Tahun 2009;
bahwa Surat Keberatan Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/111/18 tanggal 8 Maret 2018, diajukan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017, dan jumlah yang telah disetujui Pemohon Banding berdasarkan Pembahasan Akhir hasil pemeriksaan adalah sebesar Rp3.240.139.210,00, sehingga pengajuan keberatan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (3a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
bahwa Surat Keberatan 13/EKS/DIV-ACC/AHM/111/18 tanggal 8 Maret 2018 ditandatangani eleh Sdr. Erik Tjahyadi Sadikin, jabatan Direktur, yang bersangkutan berwenang menandatangani Surat Keberatan sehingga memenuhi ketentuan Pasal 32 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nemer 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
bahwa Surat Keberatan Pemohon Banding Nomor 13/EKSIDIV-ACCIAHM/lll/18 tanggal B Maret 2018 memenuhi ketentuan formal pengajuan keberatan;
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Pemenuhan Ketentuan Formal Penerbitan Keputusan Terbanding
|
|
bahwa Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019, merupakan keputusan atau jawaban terhadap Surat Keberatan Pemohon Banding Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018;
bahwa Keputusan Terbanding atas keberatan Pemohon Banding diterbitkan tanggal 6 Februari 2019, sedangkan Surat Keberatan diterima oleh Terbanding tanggal 8 Maret 2018, sehingga Terbanding memenuhi ketentuan mengenai kewajiban membatas dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
bahwa Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 memenuhi ketentuan formal Penerbitan Keputusan;
|
|
|
|
|
|
4.
|
Pemenuhan Ketentuan Formal Penerbitan Surat Ketetapan Pajak
|
|
bahwa Surat Keberatan Nomor 13/EKS/DIV-ACC/AHM/III/18 tanggal 8 Maret 2018 ditujukan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 0000612061141092117 tanggal 12 Desember 2017;
bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 diterbitkan pada tanggal 12 Desember 2017 merupakan ketetapan atas Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2014, diterbitkan masih dalam jangka waklu 5 (lima) tahun sehingga memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah if terakhir dengan Undang-Undang Nemer 16 Tahun 2007;
bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 memenuhi ketentuan formal penerbitan Surat Ketetapan Pajak;
|
|
|
|
|
|
PERTIMBANGAN HUKUM ATAS POKOK SENGKETA
|
|
Menimbang, bahwa pemeriksaan terhadap materi sengketa banding dilakukan dengan mendahulukan pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai objek pajak dan dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai tarif pajak, kredit pajak dan materi sengketa tentang hal lainnya, diakhiri dengan pemeriksaan terhadap materi sengketa tentang sanksi administrasi;
Menimbang, bahwa pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai objek pajak dimulai dengan menganalisa perkembangan sengketa mengenai objek pajak, dilanjutkan menyimpulkan pokok-pokok sengketa mengenai objek pajak, membahas setiap pokok sengketa mengenai objek pajak tersebut, dan diakhiri dengan penilaian Majelis terhadap nilai cbjek pajak menurut keputusan Terbanding atas keberatan Pemohon Banding sebelum banding ini;
bahwa Majelis telah menghimpun data untuk menganalisa perkembangan nilai sengketa mengenai besarnya objek pajak, sebagai berikut:
bahwa menurut pendapat Majelis, Terbanding menggunakan nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp6.581.582.652.287,00 sebagai dasar untuk menerbitkan ketetapan semula, sedangkan Pemohon Banding melaporkan dalam SPT nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp5.812.677.786.021,00, sehingga selisih nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebelum Keberatan adalah sebesar Rp786.904.866.266,00;
bahwa menurut pendapat Majelis, atas ketetapan Terbanding yang menyatakan nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp6.581.582.652.287,00, Pemohon Banding mengajukan Keberatan dengan menyebutkan secara eksplisit besarnya nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 menurut perhitungan Pemohon Banding yaitu sebesar Rp5.821.434.919.754,00, sehingga nilai sengketa sampai dengan Keberatan adalah koreksi Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp760.147.732.533,00;
bahwa menurut pendapat Majelis, atas keberatan Pemohon Banding yang menyatakan nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp5.821.434.919.754,00, Terbanding menggunakan nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp6.553.876.824.440,00 sebagai dasar untuk menerbitkan keputusan atas keberatan Pemohon Banding, sehingga nilai sengketa sebelum Banding adalah koreksi Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 adalah sebesar Rp732.441.904.686,00;
bahwa menurut pendapat Majelis, atas keputusan Terbanding yang menyatakan nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp6.553.876.824.440,00, Pemohon Banding mengajukan banding dengan menyebutkan secara eksplisit besarnya nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 menurut perhitungan Pemohon Banding yaitu Rp5.821.434.919.754,00, sehingga nilai sengketa sampai dengan Surat Banding adalah koreksi Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp732.441.904.686,00;
bahwa menurut pendapat Majelis, atas banding Pemohon Banding yang menyatakan nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp5.821.434.919.754,00, Terbanding dalam Surat Uraian Banding berpendapat bahwa besarnya nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 adalah sebesar Rp6.553.876.824.440,00, sehingga nilai sengketa sampai dengan Surat Uraian Banding adalah koreksi Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp732.441.904.686,00;
bahwa menurut pendapat Majelis, atas Surat Uraian Banding Terbanding yang menyatakan bahwa Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 sebesar Rp6.553.876.824.440,00, Pemohon Banding dalam Surat Bantahan berpendapat bahwa besarnya nilai Penghasilan Neto Tahun Pajak 2014 yaitu sebesar Rp5.821.434.919.754,00, sehingga nilai sengket sampai dengan Surat Bantahan adalah koreksi Penghasilan Neto sebesar Rp732.441.904.686,00;
Menimbang, bahwa nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah koreksi atas nilai Penghasllan Neto Tahun Pajak 2014 yang merupakan Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
Menimbang, bahwa pembahasan mengenai pokok sengketa di atas adalah sebagai berikut:
Menurut Terbanding
bahwa berdasarkan Lampiran V SPT Tahunan 1771 Tahun Pajak 2014 diketahui daftar pemegang sahamlpernilik modal Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
bahwa lebih lanjut, berdasarkan Transfer Pricing Documentation for Fiscal Year 2014 diketahui posisi kepemilikan Pemohon Banding dalam grup Honda Motor Co.Ltd, adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Catatan 20 Laporan Keuangan audited tahun 2014 diketahui bahwa transaksi Pemohon Banding dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa cukup dominan terutama untuk penjualan yang mencapai 31,32% dari total penjualan;
|
|
|
|
|
|
bahwa sementara itu data Cost of Sales adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa selanjutnya untuk pembayaran royalti dan Development Fees nilainya masing-masing mencapai 4,91% dari Cost of Sales dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa transaksi pembayaran royalti dan development fees kepada Honda Motor Co Ltd. mencapai 4,94% dari total Cost of Sales Pemohon Banding sehingga merupakan transaksi yang memiliki risiko penghindaran pajak cukup tinggi dan harus dilakukan pengujian atas kewajarannya;
bahwa berdasarkan Transfer Pricing Documentation for Fiscal Year 2014 diketahui bahwa dalam proses bisnisnya Pemohon Banding melakukan fungsi-fungsi purchasing, warehousing, production, quality control, distribution, marketing dan administration sehingga dapat dikategorikan sebagai Fully-Fledged Assembling. Lebih lanjut, dalam proses bisnisnya diketahui bahwa Pemohon Banding melakukan dua kegiatan utama yaitu sebagai manufacturer dengan membuat dan mengimpor komponen dan suku cadang sepeda motor dan kemudian merakitnya menjadi sepeda motor jadi. Selanjutnya, Pemohon Banding berperan sebagai distributor dengan mend stribusikan sepeda motor jadi kepada dealer utama related party (Astra International Honda Sales Operation) dan independen yang kemudian mendistribusikan ke dealers untuk dijual kepada konsumen akhir. Perincian fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan dan risiko bisnis Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan analisis komparabilitas dalam Transfer Pricing Documentation for Fiscal Year 2014 diketahui bahwa Pemohon Banding telah memilih 7 (tujuh) kontrak lisensi Intellectual Property pembanding dari database the RoyaltyStat tahun 2014 untuk menggunakan metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) dengan Royalty Rate as Percentage of Net Sales sebagai Profit Level Indicator. Hasil dari analisis Pemohon Banding menyatakan bahwa interquartile Weighted Average Royalty Rate as Percentage of Net Sales range pembanding mencapai 2,50% - 5% dengan nilai median sebesar 3,00% sedangkan Royalty Rate as Percentage of Net Sales Pemohon Banding mencapai 4,31% sehingga masih di dalam range pembanding dan dapat dikategorikan wajar. Hasil pengujian kewajaran biaya royalti Pemohon Banding selengkapnya adalah sebagai berikut:
Exhibit 7-St External CUT analysis using RoyaltyStat database
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan diketahui bahwa dalam proses analisis kesebandingan Terbanding menganulir dan melakukan penyaringan beberapa data pembanding yang digunakan oleh Pemohon Banding karena perbedaan sifat kontrak exclusive/nonexclusive dan pembanding adalah pihak yang memiliki hubungan istimewa sehingga menghasilkan interquartile Weighted Average Royalty Rate as Percentage of Net Sales range sebesar 2,5% - 3,00% dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan pengujian kewajaran dengan metode CUP diketahui bahwa interquartile Weighted Average Royalty Rate as Percentage of Net Sales range Pemohon Banding pada tahun 2014 sebesar 4,31% berada di atas interquartile range pembanding sehingga perlu dilakukan koreksi positif atas Biaya Royalti dalam akun Penyesuaian Fiskal Positif;
bahwa dalam perhitungan koreksinya, Terbanding menggunakan interquartile range sebesar 3,00% (Quartile 3) sehingga menghasilkan koreksi sebesar Rp760.147.732.533,00. Dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Article 2, Article 10, dan Article 15 License and Technical Assistance Agreement antara PT Federal Motor dengan Honda Motor Co Ltd. diketahui bahwa honda Motor Co Ltd. setuju untuk memberikan lisensi secara indivisible and nontransferable hak eksiusif kepada Pemohon Banding untuk membuat, merakit, memasarkan, menggunakan dan menjual produk sepeda motor merek "Honda" dan suku cadangnya di wilayah teritori Indonesia termasuk menggunakan technical information dengan imbalan berupa pembayaran Running Royalty yang dihitung dari persentase Ex-Factory Costs (Manufacturing Costs) dengan mempertimbangkan tingkat Local Content yang dicapai. Lebih lanjut, Pemohon Banding diberikan hak untuk berpartisipasi dalam pengembangan sepeda motor merek "Honda" oleh Honda Motor Co Ltd. dengan memberikan usulan perubahan desain produk (terutama warna, stripe dan modifikasi sederhana) kepada Honda Motor Co Ltd. untuk mendapat persetujuan. Atas usulan perubahan desain produk yang disetujui oleh Honda Motor Co Ltd., Wajib Pajak harus membayar Development Fee dengan skema yang telah ditentukan. Perincian tarif Running Royalty yang disepakati adalah sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
Simpulan
bahwa berdasarkan Catatan 20 Related Party Information Laporan Keuangan audited tahun 2014, transaksi dengan Honda Motor Co Ltd., berupa transaksi pembayaran royalti mencapai 4,31% dari total penjualan Pemohon Banding sehingga merupakan transaksi yang memiliki risiko penghindaran pajak tertinggi dan perlu dilakukan pengujian atas kewajaran pembayarannya;
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Paragraph 6.20-6.22 OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations diatur bahwa harga wajar atau laba wajar berdasarkan metode Penentuan Harga Transfer dapal ditenlukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR) apabila transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan dan didukung dengan bukti-bukti dan penjelasan yang memadai bahwa penetapan harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan. Dalam melakukan Analisis Kesebandingan untuk transaksi pemanfaatan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan antara Pemohon Banding dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus dipertimbangkan antara lain:
|
a)
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
b)
|
eksklusifitas hak yang dialihkan; dan
|
c)
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud;
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa diatur bahwa langkah-langkah pengujian atas transfer harla tak berwujud yang dilakukan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
|
a)
|
Mengidentifikasi keberadaan setiap harta tak berwujud yang memberikan kontribusi terhadap kesuksesan produk di pasar. ldentitas ini dapat dilakukan melalui analisis fungsi. Dalam analisis fungsi, Terbanding diharapkan memiliki pemahaman yang baik tentang usaha Pemohon Banding;
|
b)
|
Mengidentifikasi nilai harta tak berwujud dan menentukan pihak-pihak yang berkontribusi terhadap pembentukan harta tak berwujud dimaksud. Hai ini perlu dilakukan agar dapat diketahui apakah Pemohon Banding di Indonesia ikut berkontribusi terhadap pembentukannya sehingga berhak menerima hasil atas eksploitasi harta tak berwujud tersebut;
|
c)
|
Mempelajari apakah benar-benar telah terjadi transfer harts tak berwujud (intangibles property) dalam transaksi tersebut. Analisis terhadap saat terjadinya transfer harta tak berwujud (intangibles property) dalam transaksi independen dapat dijadikan pedoman;
|
d)
|
Menentukan kompensasi yang wajar untuk setiap harts tak berwujud (intangible property) yang ditransfer. Hal ini dilakukan dengan mengacu kepada pasar dimana harta tak berwujud (intangible property) digunakan dan membandingkannya dengan transaksi pembanding;
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Paragraph 1.41 OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations diatur bahwa in practice, it has been observed that comparabi/ity analyses for methods based on gross or net profit indicators often put more emphasis on functional similarities than on product similarities. Depending on the facts and circumstances of the case, it may be acceptable to broaden the scope of the comparability analysis to include uncontrolled transactions involving products that are different, but where similar functions are undertaken. However, the acceptance of such an approach depends on the effects that the product differences have on the reliability of the comparison and on whether or not more reliable data are available. Before broadening the search to include a larger number of potentially comparable uncontrolled transactions based on similar functions being undertaken, thought should be given to w!1ether such transactions are likely to offer reliable comparables for the controlled transaction;
bahwa untuk melakukan pengujian atas kewajaran nilai pembayaran royalti Pemohon Banding kepada Honda Motor Co.Ltd., Terbanding setuju dengan Pemohon Banding dan Terbanding untuk menggunakan metode CUP dengan Royalty Rate as Percentage of Net Sales sebagai Profit Level Indicator serta memilih kontrak lisensi Intellectual Property pembanding tahun 2014 dari database the Royalty Stat;
bahwa Terbanding tidak setuju dengan 3 (tiga) sebagian kontrak lisensi Intellectual Property pembanding yang diusulkan oleh Pemohon Banding dalam surat keberatannya karena terdapat perbedaan yang material dengan kondisi transaksi pembayaran royalti Pemohon Banding yang mempengaruhi analisis kesebandingan dengan perincian keterangan sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
bahwa sehingga kontrak lisensi Intellectual Property yang disetujui oleh Terbanding sebagai Pembanding terdiri dari 4 (empat) kontrak lisensi dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan analisis kesebandingan dengan menggunakan data pembanding yang telah ditenlukan didapatkan Royalty Rate as Percentage of Net Sales interquartile range sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan analisis kesebandingan tersebut, Terbanding menetapkan arm's length Royalty Rate as Percentage of Net Sales range untuk Pemohon Banding sebesar 2,50%-3,00% sehingga perbandingan arm's length Royalty Rate as Percentage of Net Sales range antara Pemohon Banding, Pemeriksa dan Tim Peneliti adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan arm's length Royalty Rate as Percentage of Net Sales range yang ditetapkan, Terbanding berpendapat bahwa Royalty Rate as Percentage of Net Sales Pemohon Banding berada di luar arm's length range sehingga perlu dilakukan koreksi positif dengan menggunakan nilai Upper Quartile (Quartile 3) arm's length Royalty Rate as Percentage of Net Sales yang telah ditetapkan sebesar Rp760.147.732.533,00 dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa dasar penggunaan quartile 3 adalah sesuai dengan OECD TP Guidelines para. 3.62. (..it could be argued that any point in the range satisfied the arm's length principle) yang dapat diartikan bahwa setiap titik dalam rentang memenuhi prinsip kewajaran, sehingga yang dikoreksi adalah nilai lebih yang di atas dari Q3;
bahwa memperhatikan SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II B.3.c.a menyebutkan bahwa: Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licensee) atau pembeli dari harta tak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
a.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalty yang dibayarkan. Hal ini ditunjukan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut;
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan Surat Edaran tersebut, berikut ini adalah hasil pengujian atas koreksi royalty yang apabila diperhitungkan dalam rasio NCPM maupun OM:
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan pengujian TP Documentation, dike!ahui rentang kewajaran transaksi afiliasi adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa dengan demikian berdasarkan sanity check dapat diketahui bahwa hasil koreksi royalty dilakukan Tim Peneliti apabila diperhitungkan dalam pengujian balk NCPM maupun OM, masih berada dalam rentang kewajaran;
bahwa Perhitungan PPh berdasarkan Penelitian Keberatan adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
Pembahasan Akhir Hasil Penelitian
bahwa kepada Pemohon Banding telah dikirimkan Surat Pemberilahuan untuk Hadir Nomor S-179/WPJ.19/2019 tanggal 18 Januari 2019 untuk hadir pada hari Rabu tanggal 6 Februari 2019. Pemohon Banding hadir yang diwakilkan kepada Kuasa yaitu Sdr. Deborah yang memenuhi persyaratan sebagai kuasa Pemohon Banding sehingga dapat menandatangani Berita Acara Kehadiran SPUR;
bahwa pada pembahasan tersebut Pemohon Banding menyampaikan tanggapan tertulis Nomor 117/DDTCTP/1/2019 tanggal 31 Januari 2019 yang menyatakan tidak setuju dengan hasil penelitian keberatan;
bahwa selanjutnya terkait dengan data pembanding royalti nomor 3 yang ditolak oleh Terbanding yaitu:
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam pembahasan akhir dengan Kuasa Pemohon Banding, Terbanding berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding karena memenuhi karakter Intellectual Property yang dibandingkan sebanding dengan Pemohon Banding dan perjanjian tersebut dibuat ketika para pihak adalah merupakan pihak-pihak yang independen (tidak dipengaruhi hubungan istimewa);
bahwa namun demikian mengingat dalam contractual term terdapat lapisan tarif royalty yang regresif dari 5% hingga 1%, maka Tim Peneliti berpendapat perlu dilakukan penyesuaian tarif royalty yang tepat untuk digunakan sebagai tarif pembanding. Bahwa dalam Transfer Pricing Documentation Pemohon Banding menggunakan tarif royalty sebesar 5%, sementara itu Terbanding berpendapat bahwa tarif rata-rata lebih tepat dibandingkan untuk digunakan sebagai tarif yang dibandingkan dengan tarif royalty Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan Schedule D perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co. diketahui tarif sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
bahwa selanjutnya Terbanding berpendapat bahwa tarif rata-rata sebesar 3,06% lebih tepat digunakan sebagai rate royalty perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co.
bahwa dengan demikian set data pembanding menurut Terbanding adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan set data pembanding tersebut di atas, maka diperoleh rentang kewajaran tarif royalty sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa sehingga perhitungan koreksi royalty menurut Terbanding adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017 Tahun Pajak 2014 kurang tepat. Dengan demikian Terbanding mengusulkan untuk mengabulkan sebagian keberatan Pemohon Banding dan mengurangkan pajak yang masih harus dibayar, dan perhitungan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan tersebut menjadi sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
Tanggapan Terbanding
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang nenyatakan bahwa Kewenangan Terbanding dalam melakukan koreksi yang dibatasi apabila tidak terdapat risiko penghindaran pajak karena lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan penjelasannya, Lampiran I, Bab H, bagian (A) dan (B) SE-50/PJ/2013, dan Lampiran I PER-22/PJ/2013;
bahwa Pasal 18 ayat (3) UU PPh dengan jelas memberikan wewenang kepada Terbanding untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya;
bahwa adanya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang disebutkan oleh Pemohon Banding sama sekali tidak membatalkan wewenang untuk melakukan koreksi hanya karena transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah, karena ukuran koreksi adalah kewajaran traksaksi hubungan istimewa yang terjadi, bahwa lawan transaksi berada di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah hanyalah salah satu petunjuk untuk melakukan pengujian lebih lanjut, namun tidak menghapus wewenang yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang nenyatakan bahwa Kebenaran metode CUP yang harus dikonfirmasi kebenarannya dengan metode TNMM sebagaimana diatur dalam BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013, Lampiran I, Bab II huruf B angka (1) (4) PER-22/PJ/2013, Lampiran 2 Huruf B.6 dan Lampiran 1 Huruf B.1 S-153/PJ.4/2010 khususnya terkait dengan 2 kesalahan analisis Terbanding ketika mengkaitkan CUP dan TNMM yaitu:
|
●
|
Metode CUP: Tidak Wajar I Metode TNMM: Wajar (berdasarkan analisis single year yang dilakukan Terbanding);
|
●
|
Metode CUP: Tidak Wajar I Metode TNMM: Setelah koreksi CUP, justru menjadikan laba di atas Q3 atan tidak wajar (berdasarkan analisis weighted average yang dilakukan Pemohon Banding);
|
|
|
|
|
|
bahwa Terbanding dalam proses pemeriksaan maupun proses keberatan telah melakukan check atas koreksi yang dilakukan dan hasilnya konsisten bahwa koreksi Terbanding telah wajar baik dari sisi metode CUP maupun TNMM;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Kewenangan Terbanding dalam melakukan koreksi transfer pricing yang dibatasi (khususnya apabila harga atau laba telah wajar) oleh Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 13 ayat (1) dan (2) PER- 43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER 32/PJ/2011, Lampiran 1, Bab 2, B.3.F SE-50/PJ/2013, dan Lampiran I, Bah 2, B.3.d PER-22IPJl2013;
bahwa berdasarkan pengujian yang dilakukan dalam proses pemeriksaan dan proses keberatan terbukti bahwa dengan set data pembanding yang dikoreksi menunjukkan bahwa royalty Pemohon Banding tidak wajar sehingga Terbanding berwenang untuk melakukan koreksi atas transaksi royalty yang tidak wajar tersebut;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa putusan pengadilan luar negeri terkait kewajaran transaksi royalti yang menggunakan metode TNMM, karena keselarasan perlakuan perpajakan antar negara, terutama untuk tra,saksi yang melibatkan negara lain diperlukan untuk kepastian dan keadilan hukum bagi Pemohon Banding;
bahwa Terbanding dalam melakukan koreksi kewajaran royalty Pemohon Banding telah memperhatikan ketentuan domestic yang selaras dengan ketentuan yang berlaku di dunia internasional, hal ini ditunjukkan dengan adanya Terbanding selain menggunakan dasar peraturan perpajakan Indonesia juga memperhatikan OECD TP Guide Line dalam melakukan koreksi royalty Pemohon Banding;
bahwa metode yang digunakan oleh Terbanding adalah CUP namun juga dilakukan pengujian lanjutan dengan metode TNMM yang hasilnya konsisten bahwa koreksi dengan CUP telah sesuai dengan TNMM yang ditunjukkan adanya laba yang tidak berada di luar Q3;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa inkonsistensi Pemeriksa dan Peneliti Keberatan dalam penggunaan tested year untuk sengketa Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014;
bahwa pada tahun 2010 yang diuji adalah single year yaitu tahun 2010 tetapi Pemohon Banding di tahun 2013 menggunakan WA 2009-2013;
bahwa apabila menggunakan single year untuk tahun 2013 maka menghasilkan OM setelah koreksi adalah 12,04% sedangkan apabila menggunakan WA 2009-2013 menghasilkan 12,41%;
bahwa dengan nilai laba operasi 12,04% sehingga masih di dalam range 8,38%-12,10%. Paragraf 3.68 OECD Transfer Pricing Guidelines:
In principle, information relating to the conditions of comparable uncontrolled transactions undertaken or carried out during the same period of time as the controlled transaction ("contemporaneous uncontrolled transactions is expected to be the most reliable ir.formation to use in a comparability analysis, because it reflects how independent parties have behaved in an economic environment that is the same as the economic environment of the taxpayer's controlled transaction. Availability of information on contemporaneous uncontrolled transactions may however be limited in practice, depending on the timing of collection;
bahwa berdasarkan uraian di atas maka Pemohon Banding yang tidak konsisten dimana pada tahun 2010 menggunakan single year sedangkan pada tahun 2013 menggunakan Weighted Average, sementara tahun 2014 kembali ke single year;
bahwa Terbanding justru konsisten mengikuti Transfer Pricing Documentation yang dipunyai oleh Pemohon Banding, hal ini ditunjukkan bahwa untuk tahun 2014 Terbanding menggunakan set data pembanding yang disajikan oleh Terbanding namun dengan sedikit koreksi terkait data pembanding yang tidak sebanding sehingga harus dikeluarkan dari daftar pembanding;
bahwa Terbanding tidak sependapat dengan argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Kelemahan metode CUP berupa kesulitan dalam menemukan exact comparables atau pembanding yang memiliki derajat kesebandingan yang sangat tinggi. Sehingga kebenaran analisis CUP harus dikonfirmasi dengan metode TNMM;
bahwa Terbanding dalam proses pemeriksaan maupun proses keberatan telah melakukan sanity check atas koreksi yang dilakukan dan hasilnya konsisten bahwa koreksi Terbanding telah wajar balk dari sisi metode CUP maupun TNMM;
bahwa di dalam persidangan Terbanding menyampaikan Penjelasan Tertulis tanggal 19 Oktober 2020 yang pada pokoknya menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
No.
|
Menurut Pemohon Banding
|
Menurut Terbanding
|
1.
|
Dalam Risalah Pembahasan Pemeriksaan Terbanding Tahun 2014 Terbanding mengatakan:
"Sehingga dengan demikian berdasarkan sanity check, dapat diketahui bahwa hasil koreksi royalty yang dilakukan pemeriksa apabila diperhitungkan dalam pengujian baik NCPM dengan Q3 13,46% maupun OM dengan Q3 11,86% (TP Doc WP) masih berada dalam rentang kewajaran."
Pemohon Banding sudah meminta dasar hukum yang melandasi pernyataan sanity check tersebut pada
|
Bahwa Terbanding dalam risalah pembahasan pemeriksaan tahun pajak 2014 menyebutkan sebagai berikut:
"Sehingga dengan demikian berdasarkan sanity check, dapat diketahui bahwa hasil koreksi royalty yang dilakukan pemeriksa apabila diperhitungkan dalam pengujian baik NCPM dengan Q3 13,46% maupun OM dengan Q3 11,86% (TP Doc WP) masih berada dalam rentang kewajaran."
Memperhatikan dari risalah pembahasan, pada halaman 2 Wajib Pajak menyatakan tidak setuju atas koreksi royalti dengan menyatakan bahwa Pemeriksa tidak melakukan pengujian sanity check menggunakan metode TNMM untuk melakukan konfirmasi ulang terhadap keandalan penerapan metode CUP oleh Pemeriksa. Menanggapi pernyataan Wajib Pajak tersebut, Pemeriksa pada halaman 8 menyatakan bahwa telah melakukan sanity check sebagaimana permintaan Wajib Pajak dengan penjelasan sebagai berikut: .... (risalah pembahasan terlampir)
Dengan demikian, pengujian yang dilakukan Terbanding adalah pengujian yang dilakukan guna menjawab permintaan Pemohon Banding pada saat pembahasan akhir dimana dari pengujian tersebut Terbanding berpendapat bahwa walaupun biaya royalti dikoreksi namun dalam pengujian baik NCPM dengan Q3 3,46 maupun OM dengan Q3 11,86 masih dalam rentang wajar.
Sejak tahun 2010, OECD telah mengakui penerapan "the most appropriate method" dalam pemilihan metode transfer pricing:
Par 2.2 OECD TP Guidelines 2010
The selection of a transfer pricing method always aims at finding the most appropriate method for a particular case. For this purpose, the selection process should take account of the respective strengths and weaknesses of the OECD recognised methods; the app rop riateness of the method considered in view of the nature of the controlled transaction, determined in particular through a functional analysis; the availability of reliable information (in particular on uncontrolled comparables) needed to apply the selected method and/or other methods; and the degree of comparability between controlled and uncontrolled transactions, including the reliability of comparability adjustments that may be needed to eliminate material differences between them. No one method is suitable in every possible situation, nor is it necessary to prove that a particular method is not suitable under the circumstances.
Terjemahan bebas:
Pemilihan metode transfer pricing selalu bertujuan untuk menemukan metode yang paling tepat untuk kasus tertentu. Untuk tujuan ini, proses seleksi harus mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan masing-masing metode yang diakui OECD; kesesuaian metode yang dipertimbangkan dengan mempertimbangkan sifat transaksi yang dikendalikan, ditentukan secara khusus melalui analisis fungsional; ketersediaan informasi yang dapat diandalkan (khususnya tentang pembanding yang tidak terkontrol) yang diperlukan untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain; dan tingkat komparabilitas antara transaksi yang dikendalikan dan tidak terkendali, termasuk keandalan penyesuaian komparabilitas yang mungkin diperlukan untuk menghilangkan perbedaan material di antara keduanya. Tidak ada satu metode yang cocok dalam setiap situasi yang memungkinkan, juga tidak perlu membuktikan bahwa metode tertentu tidak cocok dalam situasi tersebut.
Sejak tahun 2010, OECD telah mengakui penerapan "the most appropriate method" dalam pemilihan metode transfer pricing:
Par 2.2 OECD TP Guidelines 2010
The selection of a transfer pricing method always aims at finding the most appropriate method for a particular case. For this purpose, the selection process should take account of the respective strengths and weaknesses of the OECD recognised methods; the app rop riateness of the method considered in view of the nature of the controlled transaction, determined in particular through a functional analysis; the availability of reliable information (in particular on uncontrolled comparables) needed to apply the selected method and/or other methods; and the degree of comparability between controlled and uncontrolled transactions, including the reliability of comparability adjustments that may be needed to eliminate material differences between them. No one method is suitable in every possible situation, nor is it necessary to prove that a particular method is not suitable under the circumstances.
Terjemahan bebas:
Pemilihan metode transfer pricing selalu bertujuan untuk menemukan metode yang paling tepat untuk kasus tertentu. Untuk tujuan ini, proses seleksi harus mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan masing-masing metode yang diakui OECD; kesesuaian metode yang dipertimbangkan dengan mempertimbangkan sifat transaksi yang dikendalikan, ditentukan secara khusus melalui analisis fungsional; ketersediaan informasi yang dapat diandalkan (khususnya tentang pembanding yang tidak terkontrol) yang diperlukan untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain; dan tingkat komparabilitas antara transaksi yang dikendalikan dan tidak terkendali, termasuk keandalan penyesuaian komparabilitas yang mungkin diperlukan untuk menghilangkan perbedaan material di antara keduanya. Tidak ada satu metode yang cocok dalam setiap situasi yang memungkinkan, juga tidak perlu membuktikan bahwa metode tertentu tidak cocok dalam situasi tersebut.
Par. 2.4
There are situations where transactional profit methods are found to be more appropriate than traditional transaction methods. For example, cases where each of the parties makes valuable and unique contributions in relation to the controlled transaction, or where the parties engage in highly integrated activities, may make a transactional profit split more appropriate than a one-sided method. As another example, where there is no or limited publicly available reliable gross margin information on third parties, traditional transaction methods might be difficult to apply in cases other than those where there are internal comparables, and a transactional profit method might be the most appropriate method in view of the availability of information.
Terjemahan bebas:
Ada situasi di mana metode keuntungan transaksional ditemukan lebih sesuai daripada metode transaksi tradisional. Misalnya, kasus dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi yang berharga dan unik dalam kaitannya dengan transaksi yang dikendalikan, atau di mana para pihak terlibat dalam aktivitas yang sangat terintegrasi, dapat membuat pembagian keuntungan transaksional lebih tepat daripada metode satu sisi. Sebagai contoh lain, dimana tidak ada atau terbatas informasi margin kotor yang dapat diandalkan yang tersedia untuk umum tentang pihak ketiga, metode transaksi tradisional mungkin sulit diterapkan dalam kasus selain di mana terdapat pembanding internal, dan metode laba transaksional mungkin merupakan metode yang paling tepat. mengingat ketersediaan informasi.
Dari panduan tersebut dinyatakan bahwa dalam menentukan metode pengujian yang paling tepat sangat bergantung pada kondisi transaksi serta informasi yang dapat diperoleh berkaitan dengan transaksi yang akan diuji serta ketersediaan pembanding yang handal.
Metode TNMM dapat memberikan hasil yang lebih memadai dalam kasus dimana masing-masing pihak yang bertransaksi memberikan kontribusi yang berharga dan unik serta para pihak sangat terintegrasi.
Pemohon Banding telah keliru memahami pernyataan Terbanding bahwa setelah melakukan sanity check maka transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding sudah berada dalam rentang kewajaran.
Pertama-tama Terbanding perlu menyampaikan bahwa sanity check yang dilakukan oleh Terbanding adalah untuk memenuhi permintaan Pemohon Banding untuk menguji apakah setelah dilakukan koreksi, hasil perhitungan Terbanding menjadi menyimpang jauh.
Sebagai analogi, sanity check yang dilakukan dalam sengketa a-quo adalah sama halnya dengan pengujian penjualan dengan penggunaan pengujian tidak langsung melalui akun pembelian dengan akun piutang. Nilai yang paling handal adalah yang didasari data yang lebih lengkap.
Namun demikian berdasarkan kondisi yang tersedia pada saat pemeriksaan dalam sengketa a-quo, maka penggunaan metode penyandingan harga (metode CUP/CUT) adalah lebih memenuhi panduan yang dimaksud dalam OECD TP Guideline.
Pendapat Terbanding tersebut dilatari dengan pertimbangan bahwa:
|
1)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-6 nomor 095/DDTC-TP/I/2020 tanggal 3 Februari 2020,
|
2)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-7 nomor 052/DDTC-TP/II/2020 tanggal 24 Februari 2020,
|
3)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-8 nomor 032/DDTC-TP/VI/2020 tanggal 15 Juni 2020,
|
4)
|
Perbedaan Argumen Pemohon Banding dan Terbanding terkait Sanity Check dan Kewenangan dan Kaitannya dengan Sidang PT Astra Honda Motor Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014 nomor 064/DDTC-TP/VII/2020 tanggal 27 Juli 2020, dan
|
5)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 nomor 080/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020,
|
Namun Terbanding belum pernah menjawab dasar hukum yang membenarkan pernyataan sanity check tersebut.
|
a.
|
harga yang diuji berkaitan langsung dengan nilai transaksi royalty
|
b.
|
Metode TNMM akan melibatkan seluruh probis Pemohon Banding termasuk transaksi yang dengan pihak independen dan transaksi lain yang sifatnya umum (sharing) misalnya biaya opex, serta pengaruh kurs baik di sisi Pemohon Banding maupun pembanding.
|
Hal tersebut tentunya justru akan menghasilkan nilai yang bias, karena sangat mungkin performa yang dihasilkan transaksi independen akan menutupi performa transaksi yang diuji atau sebaliknya.
Bahwa dalam melakukan sanity check Terbanding hanya melakukan pembandingan saja tidak dalam rangka menguji kehandalan pengujian dengan metode TNMM yang dilakukan oleh Pemohon Banding karena menurut Terbanding penggunaan metode CUP/CUT adalah metode yang paling tepat dalam menguji transaksi royalti Pemohon Banding.
Bahwa sejak terbit PER-22/PJ/2013 maupun SE-50/PJ/2013 maka KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 yang menjadi pertimbangan terbitnya S-153/PJ.04/2010 menjadi tidak berlaku dan tidak dapat dipergunakan sebagai sumber hukum, khususnya penegasan pada huruf B angka 1 paragraf 3 S-153/PJ.04/2010:
"Setelah harga wajar transaksi afiliasi ditetapkan, maka harus diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah bagian laba kena pajak yang realistis secara ekonomis dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis."
Tidak diberlakukan lagi KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 juga sejalan dengan pedoman yang terdapat dalam OECD TP Guidelines 2010.
|
2.
|
Masih terkait dengan pertanyaan di atas, Pemohon Banding berpendapat bahwa Terbanding melakukan koreksi dengan dalil tersebut di atas berdasarkan Paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual terkait dengan sanity check yang salah diterjemahkan yang dapat dilihat dalam Kesimpulan akhir Terbanding tanggal 14 Agustus 2017 untuk sengketa pajak tahun 2010 halaman 5 dan Kesimpulan Akhir Terbanding tanggal 28 Mei 2018 untuk sengketa pajak tahun 2013 halaman 11 sebagai berikut:
"DJP menerapkan metode CUP untuk pengujian Royalti menghasilkan laba operasi WP masih berada dalam rentang kewajaran sehingga penerapan metode CUP tersebut telah benar dan tidak excessive."
Apakah Terbanding setuju atau tidak dengan pendapat Pemohon Banding bahwa dalil untuk membenarkan koreksi yang dituangkan dalam risalah pembahasan pemeriksaan dan SPUH saat keberatan tahun pajak 2014 adalah menggunakan Paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual sama dengan tahun 2010 dan 2013?

Terjemahan menurut Pemohon Banding sudah sesuai dengan ketentuan domestik SE-50/PJ/2013. Ketentuan domestik tersebut juga sudah sesuai dengan:
|
Terbanding berpendapat bahwa:
|
-
|
Pemohon Banding baik dalam Lampiran 3A SPT PPh 2014 maupun kedua kajian yang dituangkan dalam bentuk Transfer Pricing Documentation, menggunakan pengujian tersendiri untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP. Dalam TP Documentation terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM pun, atas transaksi royaltinya dinyatakan dilakukan pengujian tersendiri (menggunakan metode CUP/CUT). Terbanding telah melakukan pengujian atas pembayaran biaya royalti berdasarkan Transfer Pricing Study for intercompany Royalty Transaction for Fiscal Year 2014 milik Pemohon Banding;
|
-
|
Bahwa Transaksi Afiliasi atas Pembayaran Royalti, diatur juga dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, sehingga transaksi-transaksi tersebut dapat menjadi objek pengujian oleh Terbanding, sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Bahwa dalam melakukan koreksinya, Terbanding telah sesuai dengan ketentuan tersebut;
|
-
|
Tidak ada ketentuan di SE-50/PJ/2013 yang menyatakan bahwa apabila analisis keuangan perusahaan sudah bagus serta merta pembayaran royalti sudah wajar;
|
-
|
Bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa Terbanding wajib atau harus melaksanakan analisis kewajaran harga atas transaksi afiliasi dengan dua metode karena kedua metode tersebut akan memperoleh hasil yang berbeda satu sama lain karena perbedaan sifat dari metode dan data yang digunakan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum karena masing-masing pihak akan menggunakan hasil analisis yang paling menguntung kan bagi pihak yang bersangkutan;
|
1)
|
Pendapat ahli transfer pricing seperti H. David Rosenbloom dan Mukesh Butani;
|
-
|
Bahwa hasil analisis kewajaran atas pembayaran biaya royalty tidak relevan dibandingkan dengan hasil analisis kewajaran atas laba yang diperoleh karena beda tujuan. Tujuan analisis kewajaran biaya royalty adalah untuk menilai kewajaran atas "satu transaksi" dengan pihak afiliasi, sedangkan tujuan analisis kewajaran laba adalah untuk menilai kewajaran hasil kegiatan usaha dalam satu tahun yang merupakan bermacam-macam transaksi baik transaksi dengan perusahaan dependen maupun independen, sehingga kedua analisis tersebut tidak dapat dibandingkan untuk menilai kewajaran transaksi dan hanya dapat digunakan sebagai bahan referensi;
|
2)
|
Putusan Pengadilan Pajak India seperti Cadbury India Ltd v. ADIT (2010, India), Lumax Industries Ltd vs ACIT (2012, India), Air Liquide Engineering India P. Ltd. Vs DCIT (2011, India), Thyssen Krupp Industries India Pvt. Ltd.,Vs. A CIT (2011, India);
|
3)
|
Pendapat Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-114023.15/2013/PP tahun 2020 halaman 13:
"Bahwa dengan demikian akan lebih tepat apabila Terbanding juga melakukan analisis rasio keuangan (NCP, ROS, dan ROA) yang dilakukan melalui pendekatan metode di tingkat laba bersih melalui metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) untuk memastikan apakah penerapan metode CUT tersebut realistis secara ekonomis maupun nasional di tingkat laba, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Terbanding, hal ini sesuai dengan United Nation Transfer Pricing Manual (selanjutnya: UN TP Manual) paragraph 6.3.12.7 yang menyatakan:
"Lebih lanjut, TNMM sering digunakan untuk menguji dan mengkonfirmasi atas hasil dari traditional transaction methods."
Serta pendapat Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-106694.15/2010/PP/M.VIIIA tahun 2020 halaman 133:
"Bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat apabila pengujian kewajaran di tingkat laba operasi telah mencapai rentang tingkat kewajaran, maka dalam prakteknya transaksi yang terjadi antara biaya-biaya yang terdapat dalam HPP maupun Biaya Usaha menjadi komponen penilaian kewajaran transaksi yang dilakukan sudah memenuhi prinsip kewajaran"
"Bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan atas Biaya Royalti yang telah dibayarkan Pemohon Banding kepada pihak afiliasinya yang telah merupakan komponen biaya yang sudah diperhitungkan dalam analisis margin laba operasi rata-rata tertimbang Pemohon Banding telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha"
|
-
|
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas pembayaran royalty atas transaksi antar perusahaan afiliasi sesuai ketentuan a quo dengan mengacu kepada TP Doc Royalti Pemohon Banding, sehingga Terbanding tidak perlu lagi melakukan pengujian kewajaran penghasilan netto dengan metode TNMM karena yang menjadi sengketa banding adalah sengketa transaksi pembayaran royalty kepada perusahaan affiliasi. Dengan demikian penggunaan analisis kewajaran harga yang dilakukan Terbanding atas pembayaran royalty sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan a quo, sedangkan pendapat Pemohon Banding yang menyatakan Terbanding tidak perlu lagi melakukan koreksi atas pembayaran royalty karena penghasilan netto sudah wajar tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
|
-
|
Bahwa dasar hukum yang digunakan Pemohon Banding adalah Lampiran 2, Huruf B.6 S-153/PJ.4/2010 tentang Panduan Pemeriksaan Kewajaran Transaksi Afiliasi sebagaimana tersebut pada halaman 14 penjelasan tertulis mewajibkan:
"Meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi (CUP)* diterapkan, pemeriksa HARUS kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama (TNMM)*."
*(penambahan penekanan) S-153/PJ.4/2010 Lampiran I, Huruf B.1 mewajibkan:
"Setelah harga kewajaran diterapkan, maka HARUS diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah bagian laba kena pajak yang realistis secara ekonomis dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis."
Terbanding menanggapi bahwa S-153/PJ.4/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi didasarkan pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.71/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing (Seri TP-1). Bahwa KEP-01 sudah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januari 1995 karena Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 yang mendasarinya sudah dicabut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1994. KEP-01 dicabut dan tidak berlaku lagi mulai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 22/PJ./2013 yang berlaku sejak 1 Juli 2013 sedangkan SE-04 dicabut pada tanggal 24 Oktober 2013 dengan diterbitkannya SE-50/PJ/2013 tanggal 24 Oktober 2013. Mengingat sengketa yang diajukan banding oleh Pemohon Banding terkait dengan Tahun Pajak 2014 maka dasar hukum S-153/PJ.41/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi dinyatakan tidak berlaku lagi.
|
Selain itu, Terbanding juga belum memberikan tanggapan terkait perbedaan terjemahan antara Terbanding dengan Penerjemah Tersumpah yang saling bertolak belakang.
Pemohon Banding sudah menyampaikan permintaan tanggapan pada:
|
Terkait dengan kesalahan terjemahan (pemaknaan) Paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual terkait dengan sanity check yang disampaikan Pemohon Banding:
Secara lengkap panduan dalam UN Model diuraikan sebagai berikut:
B.3.3.12.6. Finally, TNMM may be attractive if the data is simply not available to perform a gross margin method of analysis. For example, this may be the case if the gross profits of comparable companies are not published and only their operating profits are known. The cost of goods sold by companies may also not be available, therefore only a net margin method of analysis can be applied using the return on total costs as the profit level indicator.
B.3.3.12.7. In addition to the three situations mentioned above, the TNMM is also used in practice by tax authorities to identify companies for an audit by analysing their net profit margins. Furthermore, the TNMM is often applied to check and to confirm the results of traditional transactional methods. For example, the TNMM may be used in combination with the Resale Price Method to determine an arm's length compensation for a distribution company
|
1)
|
Perbedaan Argumen Pemohon Banding dan Terbanding terkait Sanity Check dan Kewenangan dan Kaitannya dengan Sidang PT Astra Honda Motor Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014 nomor 064/DDTC-TP/Vll/2020 tanggal 27 Juli 2020, dan
|
2)
|
Penjelasan Tertulis Sidang 11 nomor SE-50/PJ/2013 yakni: 080/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020.
|
Pada dasarnya terdapat benang merah/kesamaan situasi yang melatarbelakangi penggunaan metode TNMM baik secara sendiri ataupun berbarengan sebagaimana juga diuraikan dalam Par. 2.4 OECD TP Guidelines
There are situations where transactional profit methods are found to be more appropriate than traditional transaction methods. For example, cases where each of the parties makes valuable and unique contributions in relation to the controlled transaction, or where the parties engage in highly integrated activities, may make a transactional profit split more appropriate than a one sided method.
As another example, where there is no or limited publicly available reliable gross margin information on third parties, traditional transaction methods might be difficult to apply in cases other than those where there are internal comparables, and a transactional profit method might be the most appropriate method in view of the availability of information.
Terjemahan bebas
Ada situasi di mana metode keuntungan transaksional ditemukan lebih sesuai daripada metode transaksi tradisional. Misalnya, kasus dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi yang berharga dan unik dalam kaitannya dengan transaksi yang dikendalikan, atau di mana para pihak terlibat dalam aktivitas yang sangat terintegrasi, dapat membuat pembagian keuntungan transaksional lebih tepat daripada metode satu sisi.
Sebagai contoh lain, di mana tidak ada atau terbatas informasi margin kotor yang dapat diandalkan yang tersedia untuk umum tentang pihak ketiga, metode transaksi tradisional mungkin sulit diterapkan dalam kasus selain di mana terdapat pembanding internal, dan metode laba transaksional mungkin merupakan metode yang paling tepat. mengingat ketersediaan informasi.
Terjemahan Pemohon Banding:
"Lebih lanjut, TNMM sering digunakan untuk menguji dan mengkonfirmasi atas hasil dari traditional transactional methods.''
|
Memperhatikan panduan dalam UN Model dan OECD tersebut penggunaan metode tradisional berbarengan dengan TNMM dilatarbelakangi adanya situasi tertentu, dapat berupa ketersediaan data dan/atau kondisi transaksi yang unik atau saling terkait. Dengan demikian karena ketiadaan situasi yang unik/saling terkait serta tersedia data yang memadai atas transaksi yang diuji, maka penggunaan sanity check dengan TNMM justru akan menyebabkan bias output yang dihasilkan.
|
3.
|
Pemohon Banding sudah mempertanyakan pernyataan Terbanding yang saling bertentangan mengenai kaitan kewajaran royalti (metode CUP/CUT) dengan laba usaha (metode TNMM) pada:
|
-
|
Berdasarkan Lampiran V SPT Tahunan 1771 Tahun Pajak 2014 diketahui daftar pemegang saham/pemilik modal Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
|
1)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-6 nomor 095/DDTC-TP/I/2020 tanggal 3 Februari 2020
|
-
|
Berdasarkan lampiran 3A SPT PPh Badan tahun 2014 terdapat keterangan pembayaran royalti dari Pemohon Banding kepada Honda Motor Co. yang berkedudukan di Jepang sebagai induk Pemohon Banding, dimana besamya royalti yang dibayarkan di tahun 2014 kepada Honda Motor Co. Ltd. sebesar Rp2.504.057.029.403,00;
|
2)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-7 nomor 052/DDTC-TP/II/2020 tanggal 24 Februari 2020
|
3)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-8 nomor 032/DDTC-TP/VI/2020 tanggal 15 Juni 2020
|
4)
|
Kronologi, Fakta, dan Temuan di Persidangan Banding PT Astra Honda Motor (PT AHM) Tahun Pajak 2014 nomor 002/DDTC-TP/VII//2020 tanggal 6 JUuli 2020
|
-
|
Bahwa Pemohon Banding baik dalam Lampiran 3A SPT PPh 2014 maupun kedua kajian yang dituangkan dalam bentuk Transfer Pricing Documentation, menggunakan pengujian tersendiri untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP. Dalam TP Documentation terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM pun, atas transaksi royaltinya dinyatakan dilakukan pengujian tersendiri (menggunakan metode CUP/CUT);
|
5)
|
Perbedaan Argumen Pemohon Banding dan Terbanding terkait Sanity Check dan Kewenangan dan Kaitannya dengan Sidang PT Astra Honda Motor Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014 nomor 064/DDTC-TP/Vll/2020 tanggal 27 Juli 2020
|
namun Terbanding belum menanggapi hal tersebut. Pernyataan Terbanding saling bertentangan diiabarkan sebagai berikut:
Jika Terbanding menyatakan bahwa transaksi royalti harus diuji secara transaksional dan sanity check bukan untuk penentuan kewajaran atas pembayaran royalti tersebut, lantas mengapa
|
-
|
Bahwa Terbanding ketika melakukan pengujian atas pembayaran royalti Pernohon Banding kepada pihak afiliasinya menggunakan data yang ada pada TP Documentation untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP, sehingga tidak terdapat perbedaan dengan Pemohon Banding ats penggunaan metode pengujian royaltinya.
|
1)
|
Dalil Terbanding sejak tahun 2010, 2013 dan 2014 menggunakan sanity check untuk membenarkan koreksi royalti-nya?
|
-
|
Bahwa kewenangan Terbanding untuk melakukan pengujian tersebut mengacu kepada ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
|
2)
|
Terbanding mengkaitkan koreksi transaksi royalti (metode CUT/CUP) dengan laba usaha (metode TNMM) dalam Risalah Pembahasan 2014, SPUH 2014, Surat Uraian Banding 2014 dan Kesimpulan Akhir Terbanding saat sidang di tahun 2010 dan 2013?
|
|
3)
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
|
Terbanding belum memberikan tanggapan terkait pernyataan yang saling bertentangan satu sama lain.
|
-
|
Bahwa dalam proses pengujian tersebut, Terbanding telah mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelazimanan Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa
|
-
|
Bahwa Pemohon Banding selalu menyatakan bahwa terdapat kewajiban Terbanding untuk mengaitkan harga transaksi (CUP) dengan tingkat pengembalian yang sepadan atau laba dibandingkan dengan perusahaan sejenis (TNMM), yang oleh Pemohon Banding diartikan bahwa sanity check dilakukan dengan melakukan pengujian metode CUP yang kebenarannya dikonfirmasi dengan metode TNMM. Apabila kesimpulan dari kedua metode tersebut adalah sama, maka hal tersebut menunjukkan pengujian yang dilakukan sudah tepat. Sedangkan apabila kesimpulan dari kedua metode tersebut adalah berbeda, maka pengujian metode CUP (pengujian yang pertama) adalah tidak tepat sehingga perlu dilakukan pengujian ulang.
|
Menanggapi hal tersebut, Terbanding memberikan tanggapan sebagai berikut:
|
a.
|
Laba Operasi dipengaruhi oleh seluruh transaksi baik Penjualan, Harga Pokok Penjualan dan Biaya Operasi sehingga Laba Operasi yang berada di dalam Arm's Length Range tidak serta merta membuktikan bahwa royalti dan seluruh transaksi afiliasinya telah wajar
|
b.
|
Kewajaran royalti tidak bisa dilihat dari margin laba semata tetapi harus diuji secara transaksional (transaction by transaction).
|
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas pembayaran royalty atas transaksi antar perusahaan afiliasi sesuai ketentuan a quo dengan mengacu kepada TP Doc Royalti Pemohon Banding, sehingga Terbanding tidak perlu lagi melakukan pengujian kewajaran penghasilan netto dengan metode TNMM karena yang menjadi sengketa banding adalah sengketa transaksi pembayaran royalty kepada perusahaan afiliasi. Dengan demikian penggunaan analisis kewajaran harga yang dilakukan Terbanding atas pembayaran royalty sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan a quo, sedangkan pendapat Pemohon Banding yang menyatakan Terbanding tidak perlu lagi melakukan koreksi atas pembayaran royalty karena penghasilan netto sudah wajar tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
|
Berdasarkan OECD TP Guidelines disebutkan bahwa:
Paragraf 3.9
" .... in order to arrive at the most precise approximation of arm's length condition, the arm's length principle should be applied on a transaction by transaction basis."
|
Paragraf 6.23
"In establishing arm's length pricing in the case of a sale or license of intangible property, it is possible to use the CUP method ..... The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide."
|
Paragraf 6.26
"In cases involving highly valuable intangible property .. .It therefore may be difficult to apply the traditional transaction methods and the transactional net margin method, particularly where both parties to the transaction own valuable intangible property or unique assets used ... In such cases the profit split method may be relevant ..."
|
-
|
Selanjutnya dalam UN Manual on TP dijelaskan bahwa:
Paragraf 6.3.12.7
"Furthermore, TNMM is often applied to check and to confirm the result of traditional transaction methods"
|
-
|
Data dan fakta berupa SPT Tahunan PPh 2014 dan TP Doc Pemohon Banding menunjukkan bahwa pengujian kewajaran royalti menggunakan Metode CUP. Hal tersebut juga diperkuat dengan informasi yang terdapat dalam kedua dokumentasi transfer pricing (TP Doc.) bahwa terkait pembayaran royalty menggunakan metode CUP dan terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM. Pemohon Banding dalam proses pemeriksaan dan keberatan juga menggunakan Metode CUP dalam mempertahankan pengujian kewajaran royalti tersebut sehingga menjadi tidak konsisten jika Pemohon Banding memberikan argumen terkait kewajaran royalti tersebut Terbanding harus menggunakan TNMM.
|
-
|
Bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa Terbanding wajib atau harus melaksanakan analisis kewajaran harga atas transaksi afiliasi dengan dua metode karena kedua metode tersebut akan memperoleh hasil yang berbeda satu sama lain karena perbedaan sifat dari metode dan data yang digunakan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum karena masing-masing pihak akan menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan bagi pihak yang bersangkutan;
|
-
|
Bahwa hasil analisis kewajaran atas pembayaran biaya royalty tidak relevan dibandingkan dengan hasil analisis kewajaran atas laba yang diperoleh karena beda tujuan. Tujuan analisis kewajaran biaya royalty adalah untuk menilai kewajaran atas "satu transaksi" dengan pihak afiliasi, sedangkan tujuan analisis kewajaran laba adalah untuk menilai kewajaran hasil kegiatan usaha dalam satu tahun yang merupakan bermacam-macam transaksi baik transaksi dengan perusahaan dependen maupun independen, sehingga kedua analisis tersebut tidak dapat dibandingkan untuk menilai kewajaran transaksi dan hanya dapat digunakan sebagai bahan referensi;
|
-
|
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas pembayaran royalty atas transaksi antar perusahaan afiliasi sesuai ketentuan a quo dengan mengacu kepada TP Doc Royalti Pemohon Banding, sehingga Terbanding tidak perlu lagi melakukan pengujian kewajaran penghasilan netto dengan metode TNMM karena yang menjadi sengketa banding adalah sengketa transaksi pembayaran royalty kepada perusahaan afiliasi. Dengan demikian penggunaan analisis kewajaran harga yang dilakukan Terbanding atas pembayaran royalty sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan a quo, sedangkan pendapat Pemohon Banding yang menyatakan Terbanding tidak perlu lagi melakukan koreksi atas pembayaran royalty karena penghasilan netto sudah wajar tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
|
4
|
Terbanding belum pernah menanggapi SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II Bagian B.3.c.a menyebutkan bahwa:
"Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (Licensee) atau pembeli dari harta tak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
-
|
Bahwa Pemohon Banding membuat TP Documentation atas transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti menggunakan Metode CUP dan TP Documentation terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM. Kedua TP Documentation tersebut menyatakan bahwa keduanya telah wajar;
|
a.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalty yang dibayarkan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut."
|
-
|
Lalu terkait dengan dalil Pemohon Banding yang mengaitkan pembayaran royalty dengan tingkat pengembalian yang sepadan, apakah yang dimaksud Terbanding harus menghitung kembali kewajaran pembayaran royaltinya dengan menggunakan metode TNMM, sementara Pemohon Banding sendiri tidak menggunakan penghitungan kewajaran atas pembayaran royalty dengan metode TNMM;
|
Terbanding juga belum pernah menanggapi kata "sepadan" menurut KBBI berarti mempunyai nilai yang sama; sebanding; seimbang; berpatutan.
Pemohon Banding sudah menyampaikan dasar hukum bahwa Terbanding seharusnya mempertimbangkan pasal tersebut yang mana mengkaitkan pembayaran royalti dengan tingkat pengembalian yang sepadan. Namun Terbanding belum menanggapi dalil Pemohon Banding bahwa CUP/CUT dan TNMM harus menghasilkan kesimpulan yang sama karena kata sepadan adalah sama dan seimbang menurut KBBI, padahal hal tersebut sudah dipertanyakan pada:
|
-
|
Bahwa dalam kajian TP Documentation yang menerapkan metode TNMM Bagian 6. Selection of an Appropriate Transfer Pricing Method
6.1.4. Payments of Royalties
"H M Co does not license its intellectual properties to parties outside the Honda Motor group companies. Therefore, the internal CUT method cannot be applied. The External CUT method is chosen as a testing method for this transaction. The arm's length nature of the payment of royalty transaction is also confirmed through a separate CUT analysis"
|
1)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-2 nomor 036/DDTC-TP/X/2019 tanggal 21 Oktober 2020,
|
-
|
Menurut pemahaman Terbanding, dalam TP Documentation yang menerapkan metode TNMM pun, Pemohon Banding melakukan pengujian terpisah atas Transaksi Pembayaran Royalti. Hal di atas diperkuat kemudian dengan adanya TP Study For Intercompany Transaction For Fiscal Year 2014 yang kembali menegaskan bahwa metode yang digunakan untuk menguji kewajaran transaksi Pembayaran Royalti adalah Metode CUP.
|
2)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-6 nomor 095/DDTC-TP/I/2020 tanggal 3 Februari 2020,
|
3)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-7 nomor 052/DDTC-TP/II/2020 tanggal 24 Februari 2020,
|
4)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-8 nomor 032/DDTC-TP/VI/2020 tanggal 15 Juni 2020,
|
-
|
Terbanding dalam hal ini, sesuai kewenangan yang diberikan dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, aturan pelaksanaan sesuai PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, kemudian melakukan pengujian atas transaksi Pembayaran Royalti
Lampiran PER-22/PJ/2013
BAB IV - Hal-Hal Khusus Terkait Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha atas Transaksi Harta Tak Berwujud
Dalam hal ini adalah atas Transaksi Pembayaran Royalti
SE-50/PJ/2013
Dalam daftar isi terdapat rincian atas transaksi sebagai berikut:
Bahwa transaksi Pembayaran Royalti yang dilakukan Wajib Pajak kepada Induk, sesuai SE-50/PJ/2013 dikategorikan sebagai Transaksi Harta Tak Berwujud
|
5)
|
Ringkasan Pokok Sengketa Banding PT Astra Honda Motor (PT AHM) Tahun Pajak 2014 Nomor 001/DDTC-TP/VIl/2020 tanggal 6 Juli 2020,
|
6)
|
Perbedaan Argumen Pemohon Banding dan Terbanding terkait Sanity Check dan Kewenangan dan Kaitannya dengan Sidang PT Astra Honda Motor Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014 nomor 064/DDTC-TP/VII/2020 tanggal 27 Juli 2020, dan
|
7)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 nomor 080/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020.
|
|
-
|
Dengan demikian Terbanding berpendapat bahwa:
|
|
a.
|
Pemohon Banding sendiri baik dalam Lampiran 3A SPT PPh 2014 maupun kedua kajian yang dituangkan dalam bentuk TP Documentation, menggunakan pengujian tersendiri untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP. Kembali kami tekankan bahwa atas Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM pun, Atas Transaksi Royaltinya dinyatakan dilakukan pengujian tersendiri (menggunakan metode CUP/CUT)
|
|
b.
|
Bahwa Transaksi Afiliasi atas Pembayaran Royalti, diatur juga dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, sehingga transaksi yang menurut wajib pajak terpisah pengujiannya (Menggunakan Metode CUP/CUT) dapat menjadi objek pengujian oleh Terbanding, sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh.
|
-
|
Pemohon Banding justru terlihat tidak konsisten karena seolah ingin mengabaikan apa yang sudah dinyatakan dalam Lampiran 3A SPT PPh Badan 2014 serta 2 buah TP Documentation For Fiscal Year 2014 yang masing-masing tetap menyatakan bahwa Transaksi Afiliasi Atas Pembayaran Royalti menggunakan pengujian dengan metode tersendiri, yaitu Metode CUP/CUT.
|
5.
|
Bahwa Pemohon Banding paham S-153/PJ.4/2010 telah dicabut, namun dalam memahami SE-50/PJ/2013 Terbanding harus melakukan interpretasi historis dengan cara mempertimbangkan keseluruhan peraturan yaitu S-153/PJ.4/2010 dan SE-50/PJ/2013 karena sama-sama mengaitkan harga transaksi (CUP) dengan tingkat laba dibandingkan dengan perusahaan sejenis (TNMM).
Atau dengan kata lain, bahwa sejak dahulu S-153/PJ.4/2010, aturan yang dibuat oleh Terbanding terkait pemeriksaan TP adalah meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi diterapkan, pemeriksa harus kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama.
Lebih lanjut, "Setelah harga kewajaran diterapkan(CUT/CUP Method-Penekanan oleh Pemohon Banding), maka harus diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah bagian laba kena pajak yang realistis secara ekonomis (TNMM Method-Penekanan oleh Pemohon Banding) dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis."
Terbanding saat sengketa pajak 2010 menolak untuk menggunakan SE-50/PJ/2013 dengan alasan belum berlaku. (Lihat surat Pemohon Banding No 064/DDTC-TP/VII/2020 tanggal 27 juli halaman 4).
Kembali di sengketa tahun pajak 2014, Terbanding menolak untuk menggunakan S-153/PJ.4/2010 dengan alasan aturan tersebut sudah tidak berlaku.
Padahal, S-153/PJ.4/2010 dan SE-50/PJ/2013 mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan mewajibkan pemeriksa pajak untuk melakukan sanity check di tingkat laba dibandingkan dengan industri sejenis setelah menentukan harga transaksi wajar.
Seharusnya Terbanding fokus dengan membantah aturan yang Pemohon Banding sampaikan, di mana letak ketidaksetujuannya dibandingkan menghindar untuk menjawab dengan alasan aturan belum berlaku atau aturan sudah tidak berlaku. Namun hal tersebut belum dijawab oleh Terbanding.
|
-
|
Pemohon Banding dalam beberapa kali penjelasan tertulisnya selalu menyatakan bahwa pengujian atas sanity check tersebut adalah sesuai dengan S-153/PJ.4/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi.
|
-
|
Dapat Terbanding sampaikan bahwa S-153/PJ.4/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi didasarkan pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.71/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing (Seri TP-1).
|
-
|
Bahwa KEP-01 sudah dinyatakan dicabut karena Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 yang mendasarinya sudah dicabut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1994. KEP-01 dicabut dan tidak berlaku lagi dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-22/PJ./2013 yang berlaku sejak 1 Juli 2013 sedangkan SE-04 dicabut pada tanggal 24 Oktober 2013 dengan diterbitkannya SE-50/PJ/2013 tanggal 24 Oktober 2013.
|
-
|
Mengingat sengketa yang diajukan banding oleh Pemohon Banding terkait dengan Tahun Pajak 2014 maka dasar hukum S-153/PJ.4/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi dinyatakan tidak berlaku lagi.
|
-
|
Terbanding dalam melakukan pengujian atas kewajaran royalty telah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa serta SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
|
-
|
Bahwa dalam melakukan pemeriksaan terkait pembayaran royalty, Terbanding mengikuti alur dan data yang ada pada TP Documentation dari Pemohon Banding. Terbanding menggunakan metode yang sama dan data yang sama yang kemudian dengan melihat dari data tersebut disimpulkan bahwa Terbanding menggunakan metode yang sama untuk menghitung kewajaran royalty yaitu metode CUP dan menggunakan data pembanding yang telah dipilih Pemohon Banding namun menurut kami masih terdapat ketidaktepatan pemilihan pembanding (terdapat pembanding yang tidak sebanding sehingga harus dikeluarkan dari pengujian).
|
-
|
Bahwa yang kami koreksi adalah pembayaran royalti yang pengujiannya kami lakukan berdasarkan metode yang sama dengan Pemohon Banding yaitu melode CUP.
|
6.
|
Terbanding belum menanggapi mana pernyataan Terbanding yang benar, padahal hal tersebut sudah pernah dipertanyakan oleh Pemohon Banding pada Ringkasan Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 nomor 079/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020 halaman 13.
Berdasarkan perhitungan Pemohon Banding dihasilkan kesimpulan yang sama yakni CUP wajar dan TNMM wajar. Sedangkan perhitungan menurut Terbanding saling bertentangan satu dengan lain.
Mengacu pada Surat Uraian Banding nomor S-1929/WPJ.19/2019 tanggal 1 Juli 2019 Terbanding menyatakan
"bahwa Terbanding dalam proses pemeriksaan maupun proses keberatan telah melakukan sanity check atas koreksi yang dilakukan dan hasilnya konsisten bahwa koreksi Terbanding telah wajar baik dari sisi metode CUP maupun TNMM."
Namun faktanya ketika Terbanding melakukan pengujian kewajaran biaya royalti dengan menggunakan metode CUP hasilnya adalah tidak wajar sedangkan metode TNMM hasilnya adalah wajar.
|
Bahwa dalam penerapan peraturan hukum di Indonesia, Terbanding memiliki pemahaman bahwa dasar hukum yang dapat digunakan adalah dasar hukum yang telah ada dan berlaku pada saat peristiwa hukum tersebut terjadi. Jadi, apabila peristiwa hukum yang terjadi tahun 2010, sementara SE-50/PJ/2013 baru dikeluarkan pada tahun 2013, maka aturan tersebut tidak dapat berlaku surut kecuali aturan tersebut menyebutkan berlakunya surut. Demikian juga apabila peristiwa hukum terjadi tahun 2014, sementara S-153/PJ.4/2010 yang dijadikan argumen Pemohon Banding sebagai pelaksanaan sanity check telah dicabut sebagaimana penjelasan kami di angka 5 di atas sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai dasar hukum untuk peristiwa hukum yang terjadi di tahun 2014.
Bahwa tidak terdapat perbedaan maupun pertentangan dari hasil pengujian yang dilakukan Terbanding dimana dari pengujian tersebut Terbanding berpendapat bahwa walaupun biaya royalti dikoreksi namun dalam pengujian baik NCPM dengan Q3 3,46 maupun OM dengan Q3 11,86 masih dalam rentang wajar.
|
7.
|
Pada Tanggapan Tertulis Terbanding yang Diserahkan pada Tanggal 24 Juli 2020 halaman 7 dan 11, Terbanding mengatakan bahwa "Tidak ada ketentuan di SE-50/PJ/2013 yang menyatakan bahwa apabila analisis keuangan perusahaan sudah bagus serta merta pembayaran royalti sudah wajar."
Namun faktanya, Terbanding juga menggunakan SE-50/PJ/2013 dalam Risalah Pembahasan tahun 2014 mengkaitkan pembayaran royalti dengan tingkat laba atau sanity check sebagai berikut:
"SE-50/PJ/2013 Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan atas Transaksi Hubungan Istimewa yang berbunyi sebagai berikut:
"Dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka pemeriksa pajak agar perlu menganalisis risiko penghindaran pajak. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
Terbanding menanggapi:
|
◾
|
Bahwa ketentuan di atas untuk membantu dalam rangka menganalisis dari sisi penerima harta tak berwujud akan melihat apakah akan diperoleh manfaat yang lebih besar apabila menggunakan/memperoleh harta tak berwujud dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan.
|
◾
|
Bahwa di huruf c. Transaksi Harta Tak Berwujud angka 4 ditegaskan bahwa langkah-langkah pengujian terkait transaksi Harta Tak Berwujud adalah Menentukan kompensasi yang wajar untuk setiap harta tak berwujud yang ditransfer. Hal ini dilakukan dengan mengacu kepada pasar dimana harta tak berwujud digunakan dan membandingkannya dengan transaksi pembanding.
|
◾
|
Tidak ada ketentuan di SE-50/PJ/2013 yang menyatakan bahwa apabila analisis keuangan perusahaan sudah bagus serta merta pembayaran royalti sudah wajar.
|
◾
|
Pemohon Banding menyampaikan argumen sesuai BAB II huruf A Nomor 4, ldentifikasi Performa Laba Bersih Usaha Wajib Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis.
|
d)
|
Performa laba bersih usaha wajib pajak lebih rendah dibandingkan dengan industri sejenis."
|
◾
|
Sesuai BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 ditegaskan "bahwa dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak agar menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi tersebut yang dituangkan dalam KKP identifikasi masalah. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
Selain itu, SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II Bagian B.3.c.a menyebutkan bahwa:
Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (Licensee) atau pembeli dari harta tak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
|
a.
|
Signifikansi transaksi afiliasi yang dapat diukur dari proporsinya terhadap penjualan ataupun laba bersih usaha.
|
a.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalty yang dibayarkan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut."
|
|
b.
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah.
|
Hal tersebut membuktikan ketidakkonsistenan Terbanding dan dan belum ditanggapi oleh Terbanding.
|
|
c.
|
Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, jasa lntra-grup, dan biaya bunga.
|
|
d.
|
Performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis.
|
|
e.
|
...
|
◾
|
Berdasarkan ketentuan di atas tidak ada aturan yang menyatakan bahwa apabila performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis mengindikasikan pembayaran royaltinya sudah wajar.
|
◾
|
Karena di huruf c juga ada anjuran agar pemeriksa menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi antara lain Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, ...
|
Dalam daftar isi terdapat rincian atas transaksi sebagai berikut:
Bagian C. Transaksi Harta Tak Berwujud terdapat paragaraf yang berbunyi:
Pengajuan kewajaran untuk pemanfaatan atau pengalihan harta tak berwujud harus mempertimbangkan perspektif pihak yang menyerahkan (transferor) dan pihak yang menerima (transferee) harta tak berwujud. Pihak yang menyerahkan harus memastikan bahwa akan memperoleh manfaat yang lebih besar dari penyerahan/pemanfaatan harta tak terwujud dibandingkan biaya yang telah dikeluarkan. Sedangkan dari sisi penerima harta tak berwujud akan melihat apakah akan diperoleh manfaat yang lebih besar apabila menggunakan/memperoleh harta tak berwujud dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan.
Dalam pengujian kewajaran transaksi harta tak berwujud perlu dipahami tipe dan karakterisktiknya. Pemahaman ini akan memudahkan dalam menentukan faktor-faktor yang akan mempengaruhi nilai lisensi dari harta tak berwujud dan juga dalam menentukan transaksi pembanding. Faktor-faktor yang umumnya dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan nilai lisensi harta tak berwujud antara lain:
|
a)
|
Proteksi dan jangka waktu
|
|
Proteksi dan jangka waktu
Beberapa jenis harta tak berwujud seperti paten dilindungi oleh jangka waktu secara hukum. Hal ini membuat perlindungan dari pesaing yang akan menduplikasi. Semakin lama jangka waktu perlindungan atas harta tak berwujud tersebut maka manfaat yang diharapkan akan diterima semakin besar.
|
b)
|
Eksklusivitas
|
|
Hal ini terkait apakah pemanfaatan harta tak berwujud dilindungi oleh hak eksklusif atau tidak. Pihak yang memanfaatkan harta tak berwujud dengan hak eksklusif seharusnya bersedia membayar biaya royalti lebih tinggi daripada pihak yang memanfaatkan harta tak berwujud tanpa hak eksklusif.
|
c)
|
Cakupan Geografis
|
|
Semakin luas cakupan geografis yang diberikan akan membuat manfaat yang diperoleh semakin besar.
|
d)
|
Mata manfaal harta tak benwujud (useful life)
Beberapa harta tak berwujud mempunyai masa manfaat yang terbatas. Masa manfaat ini selain dipengaruhi oleh perlindungan hukum seperti di atas juga dipengaruhi oleh tingginya tingkat penemuan teknologi dari suatu industri tertentu. Persaingan ketat pada industri tertentu membuat masa manfaat atas harta tak berwujud yang ditemukan menjadi lebih pendek.
|
e)
|
Hak untuk mengembangkan, merevisi, dan melakukan perbaikan
|
|
Proteksi suatu harta tak berwujud menjadi utang jika ditemukan teknologi baru. Untuk tetap dapat bersaing pihak pemanfaat harta tak berwujud dapat diberikan hak untuk ikut mengembangkan, merevisi dan melakukan perbaikan. Apabila hak ini diberikan maka perlu dipertimbangkan dalam menentukan nilai lisensi suatu harta tak berwujud.
|
f)
|
Adanya harta tak berwujud lain atau jasa yang melekat dalam penyerahan atau pemanfaatan harta tak berwujud. Suatu pemanfaatan harta tak berwujud seringkali disertai dengan pemberian jasa secara berlanjut oleh pihak yang memberikan lisensi. Hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan besarnya royalti yang dibayar dan dalam menentukan pembanding.
|
g)
|
Adanya hak untuk melisensikan kembali (sublicence) ke pihak ketiga.
|
h)
|
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi secara ekonomis besarnya nilai lisensi harta tak berwujud.
|
Ketentuan di atas merupakan alternatif, di poin atau bagian mana yang perlu dianalisis oleh Pemeriksa terkait resiko penghindaran pajaknya. Sehingga tidak bisa disimpulkan satu sudah memenuhi maka lainnya dianggap telah memenuhi juga.
Bahwa Terbanding telah melakukan langkah tahapan pemeriksaan transfer pricing atas pembayaran royalti tersebut sesuai dengan pengujian data pembanding yang disajikan Pemohon Banding dalam Transfer Pricing Study for Intercompany Royalty Transaction for Fiscal Year 2014.
|
Berdasarkan hal-hal tersebut, Terbanding berkesimpulan bahwa:
|
-
|
Pemohon Banding baik dalam Lampiran 3A SPT PPh 2014 maupun kedua kajian yang dituangkan dalam bentuk Transfer Pricing Documentation, menggunakan pengujian tersendiri untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP. Dalam TP Documentation terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM pun, atas transaksi royaltinya dinyatakan dilakukan pengujian tersendiri (menggunakan metode CUP/CUT). Terbanding telah melakukan pengujian atas pembayaran biaya royalti berdasarkan Transfer Pricing Study for Intercompany Royalty Transaction for Fiscal Year 2014 milik Pemohon Banding;
|
-
|
Bahwa Transaksi Afiliasi atas Pembayaran Royalti, diatur juga dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, sehingga transaksi-transaksi tersebut dapat menjadi objek pengujian oleh Terbanding, sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Bahwa dalam melakukan koreksinya, Terbanding telah sesuai dengan ketentuan tersebut;
|
-
|
Penafsiran bahwa pengujian transaksi afiliasi harus diuji kembali ke pengujian metode tidak diatur dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013.
|
-
|
Bahwa Terbanding mengkaitkan pembayaran royalti dengan tingkat laba bukan karena Terbanding tidak konsisten namun dilakukan untuk membuktikan kepada Pemohon Banding bahwa sekalipun telah dihitung ulang kewajaran pembayaran royalti, nilai laba usaha Pemohon Banding tidak melambung jauh melewati dari rentang kewajaran usaha sejenis sebagaimana yang telah sajikan perhitungannya di atas.
|
8.
|
Dalam Tanggapan Terbanding tanggal 24 Juli 2020 halaman 22 menyatakan bahwa:
"Terbanding BELUM MEMPEROLEH DATA KEUANGAN DARI DATA PEMBANDING yang dipilih oleh Pemohon Banding. Kertas kerja pencarian data pembanding belum diterima dari Pemohon Banding"
Pernyataan tersebut membuktikan bahwa Terbanding pada tahun 2014 tidak mempunyai bukti bahwa multiple year Pemohon Banding tidak sebanding dengan multiple year perusahaan pembanding dan tidak mempunyai bukti single year tahun 2014 Pemohon Banding adalah sebanding dengan multiple year perusahaan pembanding

Terbanding juga tidak pernah memberikan dasar ataupun alasan dalam pemilihan single year (2014) untuk Pemohon Banding namun menggunakan weighted average 5 year (2010-2014) untuk perusahaan pembanding pada tahun 2014.
Seharusnya bukti ini terdokumentasikan dalam KKP saat pemeriksaan oleh Terbanding. Oleh karena itu, terbukti, pemilihan tested year tahun 2014 untuk PT AHM dibandingkan dengan weighted/multiple year perusahaan pembanding oleh Terbanding adalah tanpa dasar, atau hanya untuk mendukung dalilnya yang tidak benar:
"DJP menerapkan metode CUP untuk pengujian Royalti menghasilkan laba operasi WP masih berada dalam rentang kewajaran sehingga penerapan metode CUP tersebut telah benar dan tidak excessive."
|
Maksud dari pernyataan Terbanding yang disampaikan pada persidangan tanggal 27 Juli 2020 adalah menjawab pernyataan yang disampaikan pernyataan Pemohon Banding yaitu:
"Apa bukti yang dimiliki oleh Terbanding bahwa penggunaan single year untuk tested party - AHM 2014 adalah sebanding dengan multiple years untuk perusahaan pembanding."
Kemudian Terbanding menanggapi pertanyaan tersebut dengan memberikan tanggapan:
"Terbanding belum memperoleh data laporan keuangan dari data pembanding yang dipilih oleh Pemohon Banding. Kertas kerja pencarian data pembanding belum diterima dari Pemohon Banding".
Bahwa Terbanding tidak menggunakan multiple years namun menggunakan single year dengan beberapa pertimbangan yakni:
|
a)
|
Paragraf 3.68 OECD TP Guidelines berbunyi:
"In principle, information relating to the conditions of comparable uncontrolled transactions undertaken or carried out during the same period of time as the controlled transaction ("contemporaneous uncontrolled transactions") is expected to be the most reliable information to use in a comparability analysis, because it reflects how independent parties have behaved in an economic environment that is the same as the economic environment of the taxpayer's controlled transaction..."
bahwa ketentuan di atas membuktikan bahwa perbandingan yang paling dapat diandalkan adalah untuk periode atau tahun yang sama, hal tersebut menegaskan bahwa single year untuk tahun yang sama adalah pembanding yang paling kuat;
|
b)
|
bahwa berdasarkan ketentuan Chapter III, point 3.75 s.d. point 3.78, OECD TP Guidelines, diatur bahwa pada dasarnya penggunaan data untuk beberapa tahun/multi year data hanya dipakai apabila memberi nilai tambah pada saat analisis transfer Pricing. Dalam prakteknya, penggunaan data beberapa tahun hanya digunakan sebagai perbandingan dan bukan merupakan persyaratan mutlak. Kemudian untuk menghindari adanya distorsi akibat adanya perbedaan-perbedaan material pada kegiatan ekonomi ataupun kondisi pasar serta kondisi lainnya dalam perusahaan maka perlu digunakan data beberapa tahun/multi year, akan tetapi pada dasarnya default untuk penggunaan OECD TP Guidelines adalah Single Year;
|
c)
|
Paragraph 3.75 OECD TP Guidelines berbunyi:
"In practice, examining multiple year data is often useful in a comparability analysis, but it is not a systematic requirement. Multiple year data should be used where they add value to the transfer pricing analysis ... ";
bahwa ketentuan di atas mengatur bahwa data beberapa tahun sering berguna dalam analisis komparasi, tetapi itu bukan persyaratan sistematis, sehingga data single year tetap dapat digunakan jika kondisi ekonomi dan perusahaan stabil;
|
d)
|
bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa: "Data beberapa tahun (multiple year data) digunakan dalam hal dapat meningkatkan hasil analisis kesebandingan. Analisis data beberapa tahun dapat meningkatkan proses pemilihan kandidat pembanding misalnya dengan mengidentifikasi pembanding yang mempunyai perbedaan signifikan dari pihak yang diuji. Dalam beberapa kasus, hal ini akan mengarah pada penolakan kandidat pembanding atau pendeteksian anomali dari kandidat pembanding. Penggunaan data beberapa tahun dalam analisis kesebandingan, tidak berarti bahwa dalam penentuan harga atau laba wajarnya menggunakan rata-rata kinerja data beberapa tahun;
|
e)
|
Terbanding berpendapat bahwa pencarian data pembanding dengan multiple years hanya untuk memberikan gambaran utuh atas kinerja kandidat pembanding dengan Tested Party, apakah terdapat anomali pada suatu saat sehingga memberikan informasi yang utuh untuk dapat dipilih menjadi pembanding, Tidak berarti bahwa dalam penentuan harga atau laba wajarnya menggunakan rata-rata kinerja data beberapa tahun.
Dengan kata lain, multiple years data digunakan untuk memilih kandidat data pembanding, dan pada saat pengujian penentuan harga atau laba wajarnya menggunakan data single year atau tahun pajak yang diuji.
|
9.
|
Terbanding belum memberikan alasan mengapa Terbanding tidak melakukan penelitian awal kinerja finansial berupa analisis Return of Asset, padahal lampiran I Bab II huruf B angka (1) (4) PER-22/PJ/2013 mewajibkan Terbanding untuk melakukan analisis RoA sebagai berikut:
"Dalam Pemeriksaan transfer pricing, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja finansial Wajib Pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industri Wajib Pajak. Pada tahapan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) Wajib Pajak akan dibandingkan dengan Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) perusahaan-perusahaan pembanding, untuk menentukan kewajaran dan kelaziman usaha Wajib Pajak"
Beberapa Rasio Finansial yang dapat digunakan sebagai dasar pembanding antara lain: .....
|
Menanggapi pertanyaan Pemohon Banding mengapa Terbanding tidak melakukan pengujian ROA, Terbanding menanggapi sebagai berikut:
|
c)
|
Rasio Tingkat Pengembalian penjualan
|
1)
|
Bahwa Pemohon Banding menyertakan 2 kajian TP Documentation tahun 2014 selama proses pemeriksaan dan banding sebagai berikut:
|
d)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya
|
-
|
PT Astra Honda Motor Transfer Pricing Documentation For Fiscal Year 2014 (Metode TNMM) sebagai dokumen penentuan harga transfer untuk tahun pajak 2014;
|
e)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Aset (ROA)"
|
-
|
PT Astra Honda Motor Transfer Pricing Study For Intercompany Transaction For Fiscal Year 2014 (Metode CUP) sebagai dokumen study penentuan harga transfer terhadap transaksi royalty
|
Terbanding hanya menjawab karena mengikuti TP Documentation Pemohon Banding dan memberikan pembuktian saat persidangan yang tidak ada di KKP pemeriksaan. Padahal dalil Pemohon Banding sederhana saja, kenapa tidak menjalankan aturan yang terdapat di PER-22/PJ/2013 terkait ROA? Kenapa tidak didokumentasikan alasan tidak memilih ROA di TKP saat pemeriksaan pajak?
Terlebih, faktanya ROA Pemohon Banding sudah jauh lebih tinggi dibanding perusahaan pembanding sebagai berikut:
Berdasarkan diagram di atas, ROA Pemohon Banding sebelum koreksi pun sudah berada sangat jauh di atas Q3.
Terbukti, Terbanding tidak melakukan analisis ROA karena tidak mendukung dalil Terbanding:
"DJP menerapkan metode CUP untuk pengujian Royalti menghasilkan laba operasi WP masih berada dalam rentang kewajaran sehingga penerapan metode CUP tersebut telah benar dan tidak excessive."
|
2)
|
Berdasarkan penelitian atas TP Doc Pemohon Banding di atas dapat disampaikan sebagai berikut:
|
-
|
Key driver Pemohon Banding sebagai industri kendaraan bermotor adalah sales dan cost dan bukan aset;
|
-
|
Pada halaman 6 terjemahan TP Doc (metode TNMM) disebutkan:
"Indikator tingkat laba ("PLI") yang digunakan adalah:
Operating Margin - OM yang juga disebut sebagai Return On Sales - ROS, dan Net Cost Plus - NCP yang juga disebut sebagai Full Cost Mark Up - FCMU
|
-
|
Pada halaman 51 terjemahan TP Doc (metode TNMM) disebutkan:
"Penerapan PLI membutuhkan pemilihan PLI, yang mengukur margin keuntungan relatif terhadap basis yang sesuai (biaya, penjualan, aset, dan lain-lain) ....
Operating Margin (OM) atau Return on Sales (ROS) dianggap sebagai PLI yang tepat dimana pendapatan penjualan adalah pendorong utama profitabilitas bagi pihak yang duji...."
|
3)
|
Berdasarkan data milik Pemohon Banding sendiri Terbanding menyatakan bahwa Pemohon Banding tidak menggunakan ROA sebagai PLI yang diuji, dan tidak terdapat perhitungan ROA pada TP Doc dari Pemohon Banding;
|
Dengan demikian, penggunaan ROA sebagai pembenaran argumentasi Pemohon Banding dalam persidangan tidak tepat dan justru bertentangan dengan TP Documentation Pemohon Banding sendiri.
Menanggapi pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan fakta bahwa Pemohon Banding telah memperoleh ROA di Tahun 2010-2014 sebesar 40,98% yang berada sangat jauh di atas ROA perusahaan pembanding yang hanya sebesar 5,64%-13,58%, kami tanggapi sebagai berikut:
|
a)
|
Bahwa tidak terdapat perincian perhitungan yang diberikan Pemohon Banding terkait angka ROA di tahun 2010-2014 sebesar 40,98% dan perhitungan ROA perusahaan pembanding yang hanya sebesar 5,64%-13,58%;
|
b)
|
Bahwa pada saat sengketa banding PT Astra Honda Motor tahun pajak 2013, kami memiliki data terkait penghitungan ROA Pemohon Banding dengan perhitungan sebagai berikut:
|
Dari data di atas Terbanding berpendapat bahwa terdapat penurunan ROA tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 dari 36,74% menjadi 33,93% yang tidak seiring dengan kenaikan laba, penjualan dan pangsa pasar di kedua tahun tahun tersebut. Hal tersebut membuktikan bahwa aset bukan key driver sehingga ROA tidak tepat sebagai PLI. Hal ini sejalan dengan Pemohon Banding yang tidak menggunakan ROA sebagai dasar perhitungan PLI di tahun 2013 maupun 2014;
Dengan demikian, penggunaan ROA sebagai pembenaran argumentasi Pemohon Banding dalam persidangan tidak tepat dan justru bertentangan dengan TP Documentation Pemohon Banding sendiri yang tidak melakukan perhitungan ROA pada TP Documentationnya.
|
Kewenangan Terbanding dalam Melakukan Koreksi
|
1.
|
Salama persidangan, Terbanding hanya menggunakan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sebagai pembenaran wewenang untuk melakukan koreksi yang merupakan pasal "sapu jagat" padahal terdapat aturan turunan daripada Pasal 18 ayat (3) yang membatasi Terbanding untuk melakukan koreksi ketika laba sudah masuk dalam rentang kewajaran yakni:
PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 20 ayat (1) dan (2)
|
Menanggapi pendapat Pemohon Banding, Terbanding memberikan tanggapan sebagai berikut:
|
1)
|
Bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:
"Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus atau metode lainnya."
|
"1.
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
|
2)
|
Bahwa dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut menyatakan:
"Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dan semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian. Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.
Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontro, price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya (cost plus method) dan metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih (transactional net margin method)."
bahwa menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Terbanding (Direktur Jenderal Pajak) berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para pihak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa;
|
2.
|
Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa."
|
3)
|
Bahwa meskipun Pemohon Banding telah memperoleh penghasilan netto tahun 2014 dengan wajar atau bahkan telah memperoleh penghasilan netto melebihi penghasilan netto dari perusahaan pembanding (perusahaan independen), namun tidak serta merta transaksi antar perusahaan afiliasi berupa transaksi pembayaran royalty juga disimpulkan sudah wajar;
|
PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 13 ayat (1) dan (2)
|
4)
|
Bahwa pembandingan dengan kinerja laba kena pajak usaha sejenis tersebut dalam rangka sanity check, bukan untuk penentuan kewajaran atas pembayaran royalti tersebut. Karena kinerja laba kena pajak dipengaruhi oleh banyak faktor bukan hanya dari pembayaran royalti saja.
|
"(1)
|
Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR).
|
5)
|
Bahwa Pemohon Banding melakukan pembayaran royalty kepada Honda Motor Co. Jepang yang harus dilakukan atas Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam literatur apapun baik Lokal maupun OECD TP Guideline;
|
(2)
|
Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut."
|
6)
|
Terbanding berpendapat, bahwa Jika transaksi afiliasi dengan tarif pajak yang lebih tinggi dianggap sudah memenuhi prinsip kewajaran, perlu dipertanyakan aturan hukum yang mengatur demikian. Tentu saja Pemohon Banding juga tidak perlu melampirkan dokumen TP Documentation karena cukup hanya dengan membuktikan bahwa transaksi tersebut nyata dan dilakukan kepada negara yang tarif pajaknya lebih tinggi;
|
SE-50/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2. B.3.F:
Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau Laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)."
PER-22/PJ/2013 Lampiran I. Bab 2. B.3.d:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)."
Selain itu, SE-50/PJ/2013 merupakan petunjuk teknis dan PER-22/PJ/2013 serta PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 sebagai pedoman merupakan Naskah Dinas arahan di lingkungan Kementerian Keuangan yang harus dipedomani dan dilaksanakan dalam penyelenggaraan tugas dan kegiatan setiap instansi pemerintah berdasarkan Pasal 15 ayat (1) PMK 136/2018. Surat Edaran juga dianggap penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) PMK 136/2018 sehingga Terbanding diwajibkan untuk mempertimbangkan seluruh peraturan yang telah disebutkan oleh Pemohon Banding di atas.
Faktanya, berikut perbandingan ROS dan NCP Pemohon Banding pada tahun 2014 menggunakan weighted average 5 tahun yang sudah berada di dalam rentang kewajaran perusahaan pembanding:

Bahwa berdasarkan diagram tersebut dapat diketahui bahwa ROS Pemohon Banding sudah berada di atas median (Q2) dan bahkan mendekati kuartil atas (Q3) Perusahaan Pembanding.
Bahwa berdasarkan diagram tersebut dapat diketahui bahwa NCP Pemohon Banding sudah berada di atas median (Q2) dan bahkan mendekati kuartil atas (Q3) Perusahaan Pembanding.
Lebih lanjut, berikut perbandingan ROS dan NCP Pemohon Banding dengan Perusahaan Pembanding tahun 2014 menggunakan single year:
OM Pemohon Banding di tahun 2014 sebesar 9,48% berada di dalam rentang kewajaran 6,44% dan 10,92% dan NCP Pemohon Banding di tahun 2014 sebesar 10,48% berada di dalam rentang kewajaran -1,93% dan 11,49%. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa OM dan NCP Pemohon Banding telah di atas median (Q2) bahkan mendekati Q3 atau kuartil atas.
Namun Terbanding tidak pernah membantah mengapa Terbanding masih melakukan koreksi ketika sebenarnya sudah ada pembatasan kewenangan untuk melakukan koreksi ketika laba Pemohon Banding sudah masuk dalam rentang kewajaran.
|
7)
|
Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak konsisten, di satu sisi sebenarnya mengakui adanya aturan yang mengikat bahwa apabila terdapat transaksi afiliasi harus dapat membuktikan/menyajikan data bahwa transaksi tersebut telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dan DJP memiliki kewenangan untuk menilai transaksi tersebut yang dibuktikan dengan pengisian Lampiran 3A serta adanya TP Documentation, namun di sisi lainnya menyatakan hanya cukup dengan mengatakan transaksi tersebut dengan negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi (Jepang) lalu mengambil kesimpulan tidak memiliki motif menghindari pajak dan oleh karenanya Terbanding tidak boleh melakukan koreksi.
|
2.
|
Pada Ringkasan Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 Pemohon Banding No 079/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020, Pemohon Banding sudah menyatakan bahwa:
"Berikut adalah dalil-dalil yang digunakan oleh Terbanding untuk MEMBANTAH KETERKAITAN antara pengujian kewajaran dan kelaziman usaha transaksi pembayaran royalti (Metode CUT/CUP) dengan laba usaha (Metode TNMM). Atau dengan kata lain, menurut Terbanding pengujian kewajaran dan kelaziman usaha transaksi pembayaran royalty harus diuji transaksional (Metode CUT/CUP):
|
Bahwa dalam penerapan peraturan hukum di Indonesia, Terbanding memiliki pemahaman bahwa dasar hukum yang dapat digunakan adalah dasar hukum yang telah ada dan berlaku pada saat peristiwa hukum tersebut terjadi. Jadi, apabila peristiwa hukum yang terjadi tahun 2010, sementara SE-50/PJ/2013 baru dikeluarkan pada tahun 2013, maka aturan tersebut tidak dapat berlaku surut kecuali aturan tersebut menyebutkan berlakunya surut. Demikian juga apabila peristiwa hukum terjadi tahun 2014, sementara S-153/PJ.4/2010 yang dijadikan argumen Pemohon Banding sebagai pelaksanaan sanity check telah dicabut sebagaimana penjelasan kami di angka 5 di atas sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai dasar hukum untuk peristiwa hukum yang terjadi ditahun 2014.
|
a)
|
"Tidak ada ketentuan di SE-50/PJ/2013 yang menyatakan bahwa apabila analisis keuangan perusahaan sudah bagus serta merta pembayaran royalti sudah wajar."
|
b)
|
Penafsiran bahwa pengujian transaksi afiliasi harus diuji kembali ke pengujian metode tidak diatur dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013.
|
c)
|
"Berdasarkan ketentuan di atas tidak ada aturan yang menyatakan bahwa apabila performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis mengindikasikan pembayaran royaltinya sudah wajar.
|
d)
|
Tidak ada ketentuan di PER-22/PJ/2013 yang menyatakan apabila ROA, ROCE, dan ROS di atas rentang kewajaran mengakibatkan royalty telah wajar.
|
e)
|
Tidak ada satu aturanpun yang menyatakan bahwa wajib pajak yang labanya di atas rasio benchmark telah rasional dan tidak dapat dilakukan koreksi ("Kebal Koreksi").
|
Pemohon Banding tidak setuju dengan pernyataan Terbanding seakan-akan aturan transfer pricing domestik di Indonesia tidak jelas dan tidak lengkap. Padahal, aturan domestik transfer pricing di Indonesia sudah sangat lengkap, jelas, dan terperinci. Aturan domestik di Indonesia sudah mengatur keseimbangan memberikan kewenangan kepada pihak pajak untuk melakukan koreksi jika transaksi dengan pihak afiliasi dilakukan dengan tidak wajar, serta memberikan perlindungan kepada wajib pajak. Perlindungan itu dalam bentuk: Terbanding tidak mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi jika harga atau laba wajib pajak sudah wajar atau jika Terbanding tidak bisa membuktikan adanya penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.
Dalil ini sesuai dengan pendapat ahli transfer pricing Jens Wittendorf dalam Transfer Pricing and the Arm's Length Principle in International Tax Law (Netherlands: Kluwer, 2010), hal. 8 mengatakan bahwa:
"When the arm's length principle leads to postulations of the existence of unrealized income and reduces the right to make deductions for costs that have been incurred, there is a requirement for clear legal authority.''
Terjemahanya:
"Bila prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dapat menambah penghasilan yang sebenarnya tidak terealisasi dan menghilangkan hak untuk mengurangi biaya yang telah dikeluarkan, harus terdapat aturan yang jelas dan terperinci."
Terbanding menyatakan banyak aturan yang tidak ada. Di lain pihak, jika melihat di point 5, Terbanding menolak untuk menggunakan SE-50/PJ/2013 untuk sengketa pajak tahun 2010 dengan alasan aturan tersebut belum berlaku dan menolak untuk mempertimbangkan S-153/PJ/2010 untuk sengketa pajak tahun 2014 dengan alasan aturan tersebut sudah dicabut.
Lihat juga poin 7, ketika Terbanding tidak konsisten dengan menyatakan tidak ada aturan SE-50/PJ/2013, di lain pihak menggunakan SE-50/PJ/2013 dalam risalah pembahasan pemeriksaan pajak tahun 2014.
|
3.
|
Terbanding malah mencampuradukkan dalil terkait kewenangan Terbanding untuk melakukan koreksi dan dalil terkait kewajaran dan kelaziman usaha transaksi royalti yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut:
Tanggapan Tertulis Terbanding yang Diserahkan tanggal 24 Juli 2020 hanya menyatakan
"Bahwa Transaksi Afiliasi atas Pembayaran Royalti, diatur juga dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, sehingga transaksi yang menurut Pemohon Banding terpisah pengujiannya (Menggunakan Metode CUP/CUT) dapat menjadi objek pengujian oleh Terbanding, sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh;"
Tanggapan Tertulis Terbanding yang Diserahkan pada Persidangan Tanggal 24 Februari 2020 halaman 29-30:
|
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008:
|
"5.3
|
Bahwa meskipun Pemohon Banding telah memperoleh penghasilan netto tahun 2014 dengan wajar atau bahkan telah memperoleh penghasilan netto melebihi penghasilan netto dari perusahaan pembanding (perusahaan independen) sebagaimana analisis kewajaran harga yang dibuat oleh Pemohon Banding dalam Transfer Pricing Documentationya, a quo, namun tidak serta merta transaksi antar perusahaan afiliasi berupa transaksi pembayaran royalty juga disimpulkan sudah wajar;
|
3)
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
|
4)
|
Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
|
5.5
|
Bahwa meskipun penghasilan netto dari suatu perusahaan yang melakukan transaksi antar afiliasi telah memperoleh penghasilan netto yang wajar atau bahkan telah melebihi penghasilan netto dari perusahaan independen atau perusahaan yang melakukan transaksi dengan perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, namun transaksi lainnya belum tentu wajar karena yang dimaksud dengan wewenang Terbanding dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh adalah Terbanding mempunyai wewenang menguji kewajaran penghasilan bruto, biaya-biaya dan penghasilan netto sesuai dengan ketentuan a quo;"
|
a)
|
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
|
Pernyataan-pernyataan di atas masih menggunakan pasal "sapu jagat" UU PPh 18 ayat 3 terkait kewenangan untuk melakukan koreksi serta belum membantah aturan-aturan turunan dari UU PPh Pasal 18 ayat 3 yang telah disebutkan oleh Pemohon Banding.
Seharusnya Terbanding fokus untuk menjawab adanya pembatasan kewenangan, serta tidak mengkaitkan dengan kewajaran transaksi royalti karena poin yang ingin disampaikan oleh Pemohon Banding adalah karena harga atau laba Pemohon Banding sudah wajar, maka berdasarkan Pasal 20 ayat (1) dan (2) PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Terbanding tidak memiliki wewenang untuk melakukan koreksi.
|
b)
|
Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
|
c)
|
terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
|
Penjelasan
|
4)
|
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.
|
5)
|
Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method). Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya.
Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak.
|
Bahwa sesuai ketentuan di atas, Terbanding berpendapat bahwa terdapat kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk menghitung kembali kewajaran pembayaran royalti yang dibayarkan Pemohon Banding dengan pertimbangan sebagai berikut:
|
1.
|
Berdasarkan Lampiran V SPT Tahunan 1771 Tahun Pajak 2014 diketahui daftar pemegang saham/pemilik modal Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
|
2.
|
Berdasarkan lampiran 3A SPT PPh Badan tahun 2014 terdapat keterangan pembayaran royalti dari Pemohon Banding kepada Honda Motor Co. yang berkedudukan di Jepang sebagai induk Pemohon Banding, dimana besarnya royalti yang dibayarkan di tahun 2014 sebesar Rp2.504.057.029.403,00
|
3.
|
Transaksi pembayaran royalti dan development fees kepada Honda Motor Co Ltd. mencapai 4,94% dari total Cost of Sales Pemohon Banding. Bahwa sesuai penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dengan demikian, sesuai penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh di atas, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.
|
4.
|
Bahwa PER-22/PJ/2013 tanggal 30 Mei 2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa mencantumkan dalam hal mengingat ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893), dimana Pasal yang mengatur mengenai hubungan istimewa dalam Undang-Undang ini adalah ketentuan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 18 ayat (4). SE-50/PJ/2013 tanggal 24 Oktober 2014 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa pada Bab I Pendahuluan menyebutkan "Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak pada transaksi afiliasi, Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya."
|
Dengan demikian koreksi Terbanding telah sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang bahwa menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, Terbanding (Direktur Jenderal Pajak) berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa;
|
4.
|
Dalam Risalah Pembahasan Tahun Pajak 2014 dan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH) Tahun Pajak 2014 halaman 4 Terbanding telah menyatakan bahwa laba Pemohon Banding berdasarkan analisis TNMM (dengan PLI NCPM dan ROS) masih dalam rentang kewajaran.
Maka, Terbanding seharusnya menjawab dasar hukum yang masih memberikan kewenangan kepada Terbanding untuk melakukan koreksi ketika Terbanding sendiri sudah mengatakan bahwa di tingkat laba atau analisis T NMM sudah masuk dalam rentang wajar.
Koreksi Terbanding bertentangan dengan PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 13 ayat (1) dan (2) terkait definisi harga atau laba wajar.
Lebih lanjut, berdasarkan aturan dosmestik Terbanding hanya dapat melakukan koreksi transfer pricing ketika terdapat selisih harga atau laba wajar sesuai dengan SE-50/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.F dan PER-22/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.d.
|
Bahwa dasar hukum yang memberikan kewenangan Terbanding untuk melakukan koreksi atas pembayaran royalti yang dibayarkan Pemohon Banding kepada Honda Motor Co. Ltd. sebagai pemegang saham adalah Pasal 18 ayat (3) UU PPh.
|
Terbanding tidak memiliki Bukti atas Terjadinya Penghindaran Pajak
|
1.
|
Terbanding mencampuradukkan dalil penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha transaksi royalti dengan penghindaran pajak secara bersamaan. Seharusnya dasar hukum/aturan itu dibaca dengan teliti satu per satu baru dihubungkan satu sama lain dan kemudian dikaitkan dengan fakta hukum yang ada.
Bukti bahwa Terbanding mencampuradukkan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha transaksi royalti dengan penghindaran pajak dapat terlihat dalam Tanggapan Tertulis Terbanding yang Diserahkan 24 Juli 2020 halaman 8, 13 dan 14 pada persidangan tanggal 27 Juli 2020:
|
Tanggapan Terbanding sebagai berikut:
|
a.
|
Berdasarkan Lampiran V SPT Tahunan 1771 Tahun Pajak 2014 diketahui daftar pemegang saham/pemilik modal Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
|
6)
|
"Terbanding berpendapat, bahwa jika transaksi afiliasi dengan tarif pajak yang lebih tinggi dianggap sudah memenuhi prinsip kewajaran, perlu dipertanyakan aturan hukum yang mengatur demikian. Tentu saja Pemohon Banding juga tidak perlu melampirkan dokumen TP Documentation karena cukup hanya dengan membuktikan bahwa transaksi tersebut nyata dan dilakukan kepada negara yang tarif pajaknya lebih tinggi"
|
b.
|
Berdasarkan lampiran 3A SPT PPh Badan tahun 2014 terdapat keterangan pembayaran royalti dari Pemohon Banding kepada Honda Motor Co. yang berkedudukan di Jepang sebagai induk Pemohon Banding, dimana besarnya royalti yang dibayarkan di tahun 2014 sebesar Rp2.504.057.029.403,00 atau mewakili sekitar 4,31% dari pendapatan bersih di tahun 2014;
|
7)
|
'Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak konsisten, di satu sisi sebenarnya mengakui adanya aturan yang mengikat bahwa apabila terdapat transaksi afiliasi harus dapat membuktikan/menyajikan data bahwa transaksi tersebut telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dan DJP memiliki kewenangan untuk menilai transaksi tersebut yang dibuktikan dengan pengisian Lampiran 3A serta adanya TP Documentation, namun di sisi lain saya menyatakan hanya cukup dengan mengatakan transaksi tersebut dengan negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi (Jepang) lalu mengambil kesimpulan tidak memiliki motif menghindari pajak dan oleh karenanya Terbanding tidak boleh melakukan koreksi."
"Sesuai BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 ditegaskan "bahwa dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak agar menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi tersebut yang dituangkan dalam KKP identifikasi masalah. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
c.
|
Bahwa Pemohon Banding menandatangani perjanjian royalti dalam bentuk License and Technical Assistance Agreement dengan Honda Motor Co. Ltd. Jepang pada bulan Agustus 2000. Berdasarkan perjanjian disebutkan bahwa Honda Motor Co. Ltd. (HMCo.) akan memberikan kepada Pemohon Banding hak EKSKLUSIF dalam wilayah yang ditentukan untuk digunakan di Indonesia berupa licensi untuk memproduksi, merakit, memasarkan, menggunakan dan menjual sepeda motor merk Honda dan bagian-bagian berlisensi seperti komponen dan aksesori di dalam wilayah berdasarkan HAKI dan dengan menggunakan informasi teknis.
|
|
a.
|
Signifikansi transaksi afiliasi yang dapat diukur dari proporsinya terhadap penjualan ataupun laba bersih usaha.
|
d.
|
Bahwa dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut menyatakan:
"Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya.
Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method) dan metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih (transactional net margin method)."
bahwa menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, Terbanding (Direktur Jenderal Pajak) berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa;
|
|
b.
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah.
|
|
c.
|
Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, jasa intra-grup, dan biaya bunga.
|
|
d.
|
Performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis.
|
|
e.
|
...
|
Berdasarkan ketentuan di atas tidak ada aturan yang menyatakan bahwa apabila performa laba bersih usaha Wajib Pajak Lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis mengindikasikan pembayaran royaltinya sudah wajar.”
Dalam hal ini Terbanding gagal paham dengan dalilnya sendiri. Terbanding mencampuradukkan datil penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dengan penghindaran pajak secara bersamaan. Seharusnya BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 mewajibkan Terbanding untuk menganalisis atau menguji poin a, b, c, d, dan e secara satu per satu sebagai indikator dalam menentukan penghindaran pajak, bukan malah mengaitkan poin b dengan poin c maupun poin d dengan poin c.
Bahwa faktanya dalam TP Doc Pemohon Banding, Pemohon Banding juga telah menguji poin c. Terbanding juga tidak pernah menanggapi PER-22/PJ/2013 Bab II. Point B.1 huruf a.4 yang menyatakan:
“Dalam pemeriksaan TP, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja finansial wajib pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industri wajib pajak.
Lebih lanjut, Terbanding salah memahami aturan yang telah dibuat oleh Terbanding sendiri. TP Doc yang Pemohon Banding sampaikan adalah sejalan dengan ketentuan PER-32/PJ/2011 jo. PER-43/PJ/2010 tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Di lain pihak, pembuktian perbedaan tarif pajak di negara lain adalah sehubungan dengan analisis risiko penghindaran pajak adalah prosedur pemeriksaan yang harus dijalankan oleh Terbanding agar pemeriksaan berkualitas. Tidak ada satupun dalil yang disampaikan oleh Pemohon Banding (mengikuti cara Terbanding membantah) yang menyatakan bahwa jika melakukan transaksi dengan afiliasi yang tarif pajak lebih tinggi dianggap memenuhi prinsip kewajaran.
Dalil Pemohon Banding juga sejalan dengan pendapat Majelis Hakim Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-106694.15/2010/PP/M.VIIIA tahun 2020 halaman 133 menyatakan bahwa:
"bahwa terbukti bahwa transaksi atas biaya Royalti tersebut dengan afiliasinya yang berada di negara Jepang sehingga tidak terdapat risiko penghindaran pajak atas transaksi pembayaran royalty oleh Pemohon Banding, karena lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah;”
Pemohon Banding telah menyampaikan TP doc untuk membuktikan bahwa transaksi royalty telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Di lain pihak, KKP Pemeriksaan adalah bukti pertanggungjawaban apakah Terbanding telah menjalankan prosedur pemeriksaan yang berkualitas, sehingga Terbanding dapat menjalankan kewenangannya dalam melakukan koreksi transfer pricing.
|
e.
|
bahwa menurut Terbanding, meskipun Pemohon Banding telah memperoleh penghasilan netto tahun 2014 dengan wajar atau bahkan telah memperoleh penghasilan netto melebihi penghasilan netto dari perusahaan pembanding (perusahaan independen) sebagaimana analisis kewajaran harga yang dibuat oleh Pemohon Banding dalam TP-Documentation-nya, namun hal tersebut, tidak serta merta transaksi antar perusahaan afiliasi berupa transaksi pembayaran royalti juga
|
f.
|
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas transaksi pembayaran royalty oleh Pemohon Banding kepada HMCo. sesuai ketentuan dan terbukti pembayaran royalty atas transaksi tersebut melebihi kewajaran dari perusahaan pembanding (perusahaan independen), sehingga Terbanding melakukan koreksi negatif biaya royalty (koreksi positif penyesuaian koreksi positif) sesuai ketentuan Pasal 18 (3) UU PPh;
|
g.
|
Bahwa menurut Terbanding, meskipun penghasilan netto dari suatu perusahaan yang melakukan transaksi antar affiliasi telah memperoleh penghasilan netto yang wajar atau bahkan telah melebihi penghasilan netto dari perusahaan independen atau perusahaan yang melakukan transaksi dengan perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, namun transaksi lainnya belum tentu wajar karena yang dimaksud dengan wewenang Terbanding dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh adalah Terbanding mempunyai wewenang menguji kewajaran penghasilan bruto, biaya-biaya dan penghasilan netto sesuai dengan ketentuan a quo;
|
h.
|
Bahwa bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan netto yang tidak wajar (rugi), tidak selalu berarti Wajib Pajak tersebut tidak melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak benar, demikian juga sebaliknya;
|
i.
|
Bahwa Pemohon Banding melakukan pembayaran royalty kepada Honda Motor Co. Jepang yang harus dilakukan atas Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam literatur apapun baik Lokal maupun OECD TP Guideline;
|
j.
|
Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak konsisten, di satu sisi sebenarnya mengakui adanya aturan yang mengikat bahwa apabila terdapat transaksi afiliasi harus dapat membuktikan/menyajikan data bahwa transaksi tersebut telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dan DJP memiliki kewenangan untuk menilai transaksi tersebut yang dibuktikan dengan pengisian Lampiran 3A serta adanya TP Documentation, namun disisi lainnya menyatakan hanya cukup dengan mengatakan transaksi tersebut dengan negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi (Jepang) lalu mengambil kesimpulan tidak memiliki motif menghindari pajak dan oleh karenanya Terbanding tidak boleh melakukan koreksi.
|
2.
|
Terbanding belum menanggapi pertanyaan Majelis Hakim pada sidang tanggal 2 Desember 2019 terkait apakah mungkin terjadi pemindahan iaba dalam transaksi apabila Pemohon Banding dimiliki oleh Al dan HMC yang memiliki kepemilikan dan kontrol yang seimbang, karena faktanya Pemohon Banding didirikan sebagai perusahaan patungan antara PT Astra International Tbk ("Al") sebesar 50% dan Honda Motor Co Ltd. (“HMC") sebesar 50% dimana Al dan HMC tidak memiliki hubungan istimewa.
Terbanding belum menanggapi fakta bahwa lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah (pada tahun 2014 tarif pajak penghasilan badan di Indonesia adalah 25%, sedangkan tarif efektif yang berlaku di Jepang untuk pajak penghasilan badan adalah 37%.
Terbanding juga belum mengaitkan hubungan perpindahan laba dengan definisi transfer pricing menurut Terbanding sesuai permintaan Majelis Hakim pada:
|
Bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:
"Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus atau metode lainnya."
Bahwa dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut menyatakan:
"Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method) dan metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih (transactional net margin method)."
Bahwa menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPH, Terbanding (Direktur Jenderal Pajak) berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa;
|
1)
|
Sidang AHM ke-5 tanggal 13 Januari 2020
|
Bahwa menurut Terbanding, meskipun Pemohon Banding telah memperoleh penghasilan netto tahun 2014 dengan wajar atau bahkan telah memperoleh penghasilan netto melebihi penghasilan netto dari perusahaan pembanding (perusahaan independen) sebagaimana analisis kewajaran harga yang dibuat oleh Pemohon Banding dalam TP-Documentationnya, namun hal tersebut, tidak serta merta transaksi antar perusahaan affiliasi berupa transaksi pembayaran royalti juga disimpulkan sudah wajar; Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas transaksi pembayaran royalty oleh Pemohon Banding kepada HMCo. sesuai ketentuan dan terbukti pembayaran royalty atas transaksi tersebut melebihi kewajaran dari perusahaan pembanding (perusahaan independen), sehingga Terbanding melakukan koreksi negatif biaya royalty (koreksi positif penyesuaian koreksi positif) sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
|
2)
|
Sidang AHM ke-6 tanggal 3 Februari 2020
|
Bahwa menurut Terbanding, meskipun penghasilan netto dari suatu perusahaan yang melakukan transaksi antar affiliasi telah memperoleh penghasilan netto yang wajar atau bahkan telah melebihi penghasilan netto dari perusahaan independen atau perusahaan yang melakukan transaksi dengan perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, namun transaksi lainnya belum tentu wajar karena yang dimaksud dengan wewenang Terbanding dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh adalah Terbanding mempunyai wewenang menguji kewajaran penghasilan bruto, biaya-biaya dan penghasilan netto sesuai dengan ketentuan a quo;
|
3)
|
Sidang AHM ke 7 tanggal 24 Februari 2020
|
Analisis Metode CUP/CUT dalam pencarian data pembanding menurut Terbanding dan Pemohon Banding
|
1.
|
Terbanding belum menanggapi pernyataan Terbanding sendiri yang sudah menyatakan setuju dengan proses pencarian yang dilakukan oleh Pemohon Banding yang dibuktikan dengan KKP Terbanding halaman 8:
"Pemeriksa setuju atas beberapa langkah yang telah diterapkan wajib pajak dalam kajian Royalty Study di atas, hanya terdapat perbedaan pandangan sehubungan dengan pemilihan data pembanding yang disajikan wajib pajak atas penggunaan kode US SIC sebagai berikut:....
Namun demikian karena keterbatasan waktu dan data yang tersedia untuk mencari data pembanding baru, pemeriksa kemudian mengesampingkan catatan tersebut."
Berikut adalah rangkuman kriteria pencarian data pembanding menurut Pemohon Banding berdasarkan database RoyaltyStat Appendix 7 halaman 82 TP Doc Royalti (Bahasa Inggris) sebagai berikut:

Berdasarkan kriteria pencarian di atas, dapat dilihat bahwa Pemohon Banding menggunakan dua kriteria pencarian (Industry type ATAU US SIC Code) dengan tujuan untuk memperluas kriteria pencarian dalam rangka menemukan data pembanding yang sebanding. Namun demikian, Pemohon Banding tetap melakukan manual review untuk mengeliminasi perusahaan pembanding yang tidak sesuai, sehingga data yang dihasilkan adalah data yang sebanding produk dan fungsinya dengan Pemohon Banding.
Sebagaimana diketahui bahwa Wajib Pajak merupakan perusahaan yang menghasilkan produk otomotif. Untuk itu, penggunaan kriteria tipe industri: otomotif ATAU berdasarkan US SIC Code dilakukan dengan tujuan untuk dapat menghasilkan data pencarian yang lebih lengkap, sehingga data akhir yang dihasilkan tentunya akan lebih andal. Perluasan data pencarian pada searching criteria yang digunakan dengan tujuan didapatkannya data akhir yang andal merupakan hal yang lazim dilakukan dalam praktik analisis transfer pricing.
Hal ini sebagaimana dikonfirmasi dalam Paragraf 3.38 OECD Guidelines yang menyatakan bahwa perluasan kriteria pencarian (searching criteria) ditujukan agar proses pencarian perusahaan yang berpotensi untuk dijadikan sebagai pembanding dapat menjadi lebih objektif dan menghasilkan data pembanding yang andal. Berikut adalah kutipan dari OECD tersebut:
“The Identification of potential comparables has to be made with the objective of finding the most reliable data, recognising that they will not always be perfect. ...A pragmatic solution may need to be found, on a case-by-case basis, such as broadening the search...”
Terjemahan:
“Identifikasi pembanding yang potensial harus dilakukan dengan tujuan untuk menemukan data yang paling dapat diandalkan dan mengakui bahwa data pembanding tersebut tidak selalu sempurna. ... Solusi pragmatis yang perlu digunakan untuk setiap kasus adalah dengan memperluas kriteria pencarian...”
|
Tanggapan Terbanding Bahwa Pemohon Banding menyertakan 2 kajian TP Documentation tahun 2014 selama proses pemeriksaan dan banding sebagai berikut:
|
-
|
PT Astra Honda Motor Transfer Pricing Documentation For Fiscal Year 2014 (Metode TNMM) sebagai dokumen penentuan harga transfer untuk tahun pajak 2014;
|
-
|
PT Astra Honda Motor Transfer Pricing Study For Intercompany Transaction For Fiscal Year 2014 (Metode CUP) sebagai dokumen study penentuan harga transfer terhadap transaksi royalty;
|
Bahwa yang dilakukan pemeriksaan kewajaran adalah terkait dengan pembayaran royalti yang didokumentasikannya dalam Transfer Pricing Study For Intercompany Transaction For Fiscal Year 2014 (Metode CUP) sebagai dokumen study penentuan harga transfer terhadap transaksi royalty;
Bahwa Terbanding melakukan pemeriksaan atas royalti berdasar TP Doc Royalti milik Pemohon Banding dengan menyebutkan bahwa berdasarkan peraturan penentuan harga transfer Indonesia dan OECD Guidelines. Metode Comparable Uncontrolled Transaction (CUT) telah dipilih sebagai metode yang paling sesuai untuk menguji kewajaran transaksi royalty yang dilakukan;
Bahwa metode CUT yang dipilih sebagai metode penentuan harga transfer yang paling sesuai didasarkan data eksternal pada transaksi royalty pihak ketiga, yang pencariannya dilakukan untuk mengidentifikasi perjanjian lisensi independen pembanding yang mirip dengan perjanjian yang ditandatangani antara Honda Motor Co. Ltd. Jepang dengan Pemohon Banding, barupa:
Database
Database online yang digunakan adalan dari TP CUT dan RoyaltiStat;
Analisis Kesebandingan terhadap transaksi royalty
|
-
|
Kode geografis dan SIC Code
|
-
|
eksklusif dan non eksklusif;
|
-
|
Kriteria lainnya yang diterapkan
|
Proses Pencarian dengan Database TP CUT
Tahap pertama proses pencarian adalah mengidentifikasi perjanjian yang dikelompokkan oleh database TP CUT dengan kode SIC AS, jenis perjanjian, jenis tariff royalty, Kode SIC AS yang dianggap sebanding dengan industry Pemohon Banding adalah:
Ekshibit 7-2: Daftar Kode SIC AS 15
Kode SIC AS Uraian
3011
|
Ban dan ban dalam
|
3519
|
Mesin pembakaran internal, tidak diuraikan di tempat lain
|
2562
|
Bantalan bola dan rol
|
3621
|
Motor dan pembangkit
|
3624
|
Produk karbon dan grafit
|
3648
|
Peralatan penerangan, tidak diuraikan di tempat lain
|
3679
|
Komponen elektronik, tidak diuraikan di tempat lain
|
3691
|
Baterai penyimpanan
|
3699
|
Mesin, peralatan, dan pasokan listrik, tidak diuraikan di tempat lain
|
3711
|
Kendaraan bermotor dan bodi mobil penumpang
|
3714
|
Suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor
|
3751
|
Sepeda motor, sepeda dan suku cadang
|
3790
|
Peralatan transportasi lain-lain
|
5010
|
Kendaraan bermotor dan komponen-komponen kendaraan bermotor dan grosir penjualan perlengkapan
|
5012
|
Grosir penjualan mobil dan Kendaraan Bermotor Lainnya
|
5013
|
Grosir penjualan perlengkapan kendaraan bermotor dan komponen-komponen baru
|
5014
|
Grosir penjualan ban dan ban dalam
|
5511
|
Dealer kendaraan bermotor (baru dan bekas)
|
5571
|
Dealer sepeda motor
|
Hasil analisis CUT eksternal menggunakan database TP CUT menghasilkan 1 data pembanding yaitu Cragar Industries Inc. dengan tariff royalty 5%;
Proses pencarian dengan Database RoyaltiStaat
Tahap pertama proses pencarian adalah menggunakan mesin pencari RoyaltiStaat untuk mengidentifikasi serangkaian perjanjian yang berpotensi sebagai pembanding untuk dianalisis dengan menggunakan dua strategi pencarian:
Pencarian pertama dilakukan dengan menggunakan jenis industry, jenis perjanjian, filter jenis perjanjian dan basis royalty;
Pencarian kedua dilakukan dengan menggunakan kode SIC AS, jenis perjanjian, filter, filter jenis perjanjian, dan basis royalty
Kode SIC AS yang dianggap sebanding dengan industry Pemohon Banding adalah
Ekshibit 7-4: Daftar Kode SIC AS 16
Kode SIC AS Uraian
3011
|
Ban dan ban dalam
|
3519
|
Mesin pembakaran internal, tidak diuraikan di tempat lain
|
2562
|
Bantalan bola dan rol
|
3621
|
Motor dan pembangkit
|
3624
|
Produk karbon dan grafit
|
3648
|
Peralatan penerangan, tidak diuraikan di tempat lain
|
3679
|
Komponen elektronik, tidak diuraikan di tempat lain
|
3691
|
Baterai penyimpanan
|
3699
|
Mesin, peralatan, dan pasokan listrik, tidak diuraikan di tempat lain
|
3711
|
Kendaraan bermotor dan bodi mobil penumpang
|
3714
|
Suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor
|
3751
|
Sepeda motor, sepeda dan komponennya
|
3790
|
Peralatan transportasi lain-lain
|
5010
|
Kendaraan bermotor dan komponen-komponen kendaraan bermotor dan grosir penjualan perlengkapan
|
5012
|
Grosir penjualan mobil dan Kendaraan Bermotor Lainnya
|
5013
|
Grosir penjualan perlengkapan kendaraan bermotor dan komponen-komponen baru
|
5014
|
Grosir penjualan ban dan ban dalam
|
5511
|
Dealer kendaraan bermotor (baru dan bekas)
|
5571
|
Dealer sepeda motor
|
Hasil analisis CUT eksternal menggunakan database RoyaltyStaat menghasilkan 7 data pembanding di mana salah satunya termasuk 1 data pembanding yang ada pada hasil analisis menggunakan database TP CUT yaitu Cragar Industries Inc. dengan tariff royalty 5%;
Hasil data pembanding yang diperoleh Pemohon Banding dari database TP CUT dan database RoyaltiStaat adalah 7 data Pembanding sebagai berikut:
Bahwa dari TP Documentation atas Royalti tersebut, terdapat hal-hal yang menurut Terbanding belum dijelaskan oleh Pemohon Banding yaitu:
|
-
|
Bahwa dari ke-7 data pembanding yang dipilih oleh Pemohon Banding terdapat 2 data pembanding yang SIC code nya tidak ada baik pada SIC code yang tersebut pada TP Documentation untuk Royalti berdasar database TP CUT maupun database RoyaltiStaat. Adapun SIC code tersebut adalah SIC Code 1000 untuk Icona Gear International. lnc. dan SIC Code 7900 untuk Cragar Industries Inc.
|
-
|
Bahwa apabila kedua data pembanding tersebut diperoleh berdasarkan pencarian pada database RoyaltyStat dengan menggunakan "industry type" sebagaimana pernyataan Pemohon Banding, pada TP Doc tidak terdapat hasil pencarian data berdasarkan penggunaan "industry type" atau menggunakan US SIC Code.
|
-
|
Pada Appendix 7 disebutkan strategi pencarian berdasar RoyaltiStat Database menggunakan 2 kriteria yaitu industry type atau US SIC Code yang kemudian menghasilkan 6 data pembanding sebagaimana tersebut pada Appendix 8.
|
-
|
Kalau dicermati pada Appendix 7, tidak diketahui berapa jumlah data pembanding yang diuji menggunakan kriteria tipe industry, namun bila menggunakan kriteria US SIC Code tersebut ada 270 data pembanding.
|
-
|
Pada Appendix 9 disebutkan daftar data pembanding yang tidak dipertimbangkan dalam penggunaan database RoyaltiStaat dengan jumlah data yang direject sebanyak 213 data pembanding. Terbanding perlu memperoleh penjelasan dari Pemohon Banding, apakah memang hanya 213 data pembanding yang direject dari total 270 data pembanding yang berarti terdapat sekitar 57 data pembanding yang tidak direject oleh Pemohon Banding khusus dari pencarian data berdasar US SIC Code saja.
|
-
|
Berbeda dengan pencarian data pembanding berdasar database CUT, dimana dari 450 data pembanding, pada Appendix 5 terdapat data mengenai 1 data pembanding yang dipilih dan pada Appendix 6 terdapat data 449 data pembanding yang tidak dipertimbangkan.
|
-
|
Dengan demikian, Terbanding tetap berpendapat bahwa 2 data pembanding yang direject yaitu Icona Gear International.Inc. dengan SIC Code 1000 dan Cragar Industries Inc. dengan SIC Code 7900 telah benar berdasar data yang ada pada TP Doc Pemohon Banding sendiri.
|
Bahwa selain alasan SIC code yang tidak masuk dalam SIC code menurut TP Doc Pemohon Banding sendiri, masih terdapat alasan lain yang digunakan Terbanding terkait dieliminasinya 2 data pembanding tersebut (Ikona International Inc. dan Cragar Industries Inc.) yaitu adanya perbedaan perjanjian Pemohon Banding dengan Honda Motor Co. Ltd. dengan perjanjian yang terdapat pada kedua data pembanding yaitu
Ikona International Inc
|
-
|
Bahwa berdasarkan web http://rn.marketwired.com/press-release/ikona-gear-international-signs-multi-mullion-dollar-global-licensing-agreement-with-73946.htm perjanjian antara para pihak bisa bersifat exclusive dan non Exclusive. Hal ini berbeda dengan sifat exclusive yang diterima oleh Wajib Pajak untuk menggunakan pengetahuan teknik (know how) dan/atau teknologi untuk pembuatan produk AHM di wilayah Indonesia.
|
-
|
Khususnya frasa: “Licensing Agreement Overview; Under terms of the agreement, Magna will license the patented Ikona Gear technology platform for incorporation into automotive applications in passenger cars and light trucks, sports-utility vehides, pick-up trucks, minivans, cross-utility and similar vehicles throughout North America and Europe. Magna has a right to designate its applications as exclusive on a per application basis, by paying an associated up-front exclusivity fee per designated Magna automotive application. Ikona Gear will receive royalties on a per application, per unit basis for exclusive and non-exclusive Magna automotive applications.
|
-
|
Berdasarkan perjanjian Ikona Gear International, Inc dan Magna Advanced Technologies a division of Magna International Inc terdapat frasa: “Phase 1: Technology Development, Protoyping and Testing; Market Research” “MAT will engage in a development, prototyping and testing phase commencing May 1, 2003 and ending on April 30, 2004 ('Phase 1), during which MAT will have the right, on a sole and exclusive basis with respect to automotive applications, to build and test prototypes of automotive modules incorporating the Technology"
Yang dapat diartikan bahwa Licensee ikut terlibat dalam pengembangan, membuat prototipe dan pengujian, ... dan licensee (MAT) akan memiliki hak, atas dasar tunggal dan eksklusif berkenaan dengan aplikasi otomotif. Dimana hal ini tidak sebanding dengan perjanjian wajib pajak
|
-
|
"During Phase 1, ikona will not seek any business, contracts or orders incorporating the technology into any component for automotive application."
Yang dapat diartikan bahwa licensor (Ikona) tidak akan mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang memasukkan teknologi ke dalam komponen apapun untuk aplikasi otomotif, hal ini berbeda dengan perjanjian wajib pajak bahwa licensor tetap memiliki kebebasan untuk mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang terkait dengan teknologi otomotif.
|
-
|
“Any intellectual property relating to the Technology in existence at the date hereof shall belong exclusively to Ikona. Any intellectual property arising during Phase 1 as a result of the development efforts of MAT (collectively, "Improvements") will be jointly owned by MAT and Ikona. Ikona agrees that it will not license any such Improvements to any third party for any automotive application as long as this letter agreement or the License Agreement (defined below) js jn force. MAT agrees that Ikona may, without payment of royalty to MAT, license any Improvements to third parties for applications other than automotive applications."
|
Yang berarti bahwa IP tersebut menjadi milik bersama antara Licensor dan Licensee, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding.
Cragar Industries Inc
|
-
|
Bahwa berdasarkan perjanjian disebutkan pihak licensee-CiA Wheel Group dba The Wheel Group (defined to include any of subsidiaries, affiliates, partnerships, or other related parties), yang dapat dipahami bahwa licensee tidak semata mata hanya CIA Wheel Group dba The Wheel Group, namun pihak sebagaimana disebutkan di atas, yang sangat berbeda dengan perjanjian wajib pajak dimana hanya AHM yang disebut sebagai Licensee.
|
-
|
"1.8. Promotion Commitment"
|
-
|
bahwa perjanjian pembanding memiliki hal sebagaimana tersebut yang membedakan dengan perjanjian wajib pajak
|
-
|
"2.2. Licensed Products. Licensor grants to Licensee a worldwide exclusive license in the Licensed Field to make, use, sell, import and offer for sale the Licensed Products, subject to the terms of this Agreement. In connection with this grant, Licensor grants to Licensee a worldwide exclusive license in the Licensed Field to use the Patent Rights and the Intangible Rights to manufacture the Licensed Products, yang membedakan ruang lingkup pemanfaatan lisensi dengan wajib pajak (article 1. Definition - v) yang hanya di Indonesia khususnya dalam frasa
|
-
|
"(v). The term "teritory" shall mean the geographic area currently known as The Republic of Indonesia;"
|
-
|
"6.2. Upon termination of this Agreement, Licensee shall grant to Licensor a nonexclusive and royalty-free license to make, use, sell, offer for sale, and import products that embody or utilize any Improvement developed by Licensee."
|
-
|
Bahwa perjanjian pembanding memiliki sifat Penerima Lisensi akan memberikan kepada Pemberi Lisensi yang tidak eksklusif dan lisensi bebas royalti untuk membuat, menggunakan, menjual, menawarkan penjualan, dan mengimpor produk itu mewujudkan atau memanfaatkan setiap Perbaikan yang dikembangkan oleh Pemegang Lisensi yang berbeda dengan perjanjian wajib pajak.
|
-
|
Berdasarkan web: https://www.sec.gOv/Archives/edgar/data/1024125/000107261303001 844/exiO-22_12291.htm
Terdapat frasa: "In September 2000, Cragar entered into and completed a similar transaction with Performance Wheel Outlet, inc. As a result of Performance's failure to meet or exceed its minimum payments under its Exclusive Field of Use and Licensing Agreement with Cragar, the agreement with Performance was terminated. In its place, Cragar has negotiated a Field of Use License Agreement with CIA Wheel Group dba The Wheel Group, which is effective as of October 1, 2003. Under this agreement, The Wheel Group will manufacture, sell, and distribute Cragars line of one-piece cast aluminum wheels and related accessories and Cragar will receive a royalty based on sales of the licensed products."
Yang dapat diartikan bahwa Perjanjian Cragar dengan CIA Wheel Group dba The Wheel Group merupakan pengganti perjanjian antara Cragar dengan Performance Wheel Outlet, Inc. akibat kegagalan Performa untuk memenuhi atau melampaui pembayaran minimumnya berdasarkan Perjanjian Penggunaan dan Perizinan Eksklusifnya dengan Cragar.
|
-
|
Terdapat Frasa “As a consequence of the transactions with Performance. Weld, Carlisle and other licensees, Cragar does not engage in the manufacture, marketing, sale, or distribution of any products related to its one-piece wheel business, wrought wheel business, and steel outer rims wheel business, which together generated almost all of its revenue in fiscal year ended December 31, 2002. In general, the outsourcing of the manufacturing, marketing, sales, and distribution operations with respect to the licensed products, together with the sale of all the related assets, has substantially decreased Cragars revenue and related operating and marketing costs.
Yang dapat diartikan bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dengan yang disebutkan dalam lisensi di atas. Hal ini berbeda dengan perjanjian wajib pajak khususnya Honda Motor, Co sebagai pihak licensor.
|
-
|
Penjelasan: situs https://www.sec.gov merupakan situs resmi US Securities & Exchange Comission yang memuat informasi data finansial perusahaan yang terdaftar di Amerika Serikat.
|
-
|
Adapun resume penolakan kedua data pembanding oleh Terbanding adalah tidak semata karena tidak adanya kedua data pembanding pada kriteria pencarian data pembanding berdasarkan US SIC Code nya maupun berdasar tipe industri namun juga karena perbedaan perjanjian antara kedua data, pembanding tersebut dengan perjanjian yang dibuat antara Pemohon Banding dengan HMCo. Jepang yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
|
2.
|
Terbanding tidak pernah menanggapi dalil Pemohon Banding yang menyatakan bahwa pernyataan "terdapat 2 data pembanding yang SIC code nya tidak ada baik pada SIC code yang tersebut pada TP Documentation untuk Royalti berdasar database TP CUT maupun database RoyaltiStaat” adalah tidak valid. Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
“Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andai) atau ditolak.
...
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
c) Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding yang sedang diperiksa.”
Faktanya, kriteria pencarian data pembanding bukan semata-mata US SIC Code saja tapi juga terdapat kriteria tipe industri. Dua (2) data pembanding yang ditolak oleh Terbanding dipilih oleh Pemohon Banding karena telah memenuhi kriteria pencarian pertama (tipe industri) dan tidak bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan Pemohon Banding.
|
Tanggapan Terbanding
|
-
|
Bahwa dari ke-7 data pembanding yang dipilih oleh Pemohon Banding terdapat 2 data pembanding yang SIC code nya tidak ada baik pada SIC code yang tersebut pada TP Documentation untuk Royalti berdasar database TP CUT maupun database RoyaltiStaat. Adapun SIC code tersebut adalah SIC Code 1000 untuk Icona Gear International.Inc. dan SIC Code 7900 untuk Cragar Industries Inc.
|
-
|
Bahwa apabila kedua data pembanding tersebut diperoleh berdasarkan pencarian pada database Royalty Stat dengan menggunakan "industry type" sebagaimana pernyataan Pemohon Banding, mengapa pada TP Doc tidak terdapat hasil pencarian data yang memisahkan secara jelas hasil pencarian data pembanding berdasarkan penggunaan “industry type" atau menggunakan US SIC Code;
|
-
|
Pada Appendix 7 disebutkan strategi pencarian berdasar RoyaltiStat Database menggunakan 2 kriteria yaitu industry type atau US SIC Code yang kemudian menghasilkan 6 data pembanding sebagaimana tersebut pada Appendix 8.
|
-
|
Kalau dicermati pada Appendix 7, tidak diketahui berapa jumlah data pembanding yang diuji menggunakan kriteria tipe industry, namun bila menggunakan kriteria US SIC Code tersebut ada 270 data pembanding.
|
-
|
Pada Appendix 9 disebutkan daftar data pembanding yang tidak dipertimbangkan dalam penggunaan database RoyaltiStaat dengan jumlah data yang di reject sebanyak 213 data pembanding. Terbanding perlu memperoleh penjelasan dari Pemohon Banding, apakah memang hanya 213 data pembanding yang direject dari total 270 data pembanding yang berarti terdapat sekitar 57 data pembanding yang tidak di reject oleh Pemohon Banding khusus dari pencarian data berdasar US SIC Code saja.
|
-
|
Berbeda dengan pencarian data pembanding berdasar database CUT, dimana dari 450 data pembanding, pada Appendix 5 terdapat data mengenai 1 data pembanding yang dipilih dan pada Appendix 6 terdapat data 449 data pembanding yang tidak dipertimbangkan.
|
-
|
Dengan demikian, Terbanding tetap berpendapat bahwa 2 data pembanding yang di reject yaitu Icona Gear International. lnc. dengan SIC Code 1000 dan Cragar Industries inc. dengan SIC Code 7900 telah benar karena tidak dapat ditelusuri datanya pada TP Doc Pemohon Banding sendiri.
|
3.
|
Bahwa pada sidang ke-11 tanggal 24 Agustus 2020, Pemohon Banding telah memberikan bukti berupa Schedule D Perjanjian Pembanding antara Cragar Industries Inc. dan Carlisle Tire and Wheel Co yang membuktikan bahwa tarif royalti perjanjian tersebut terdapat 3 lapis yaitu 5%, 3% dan 2% sehingga menghasilkan rata-rata 3,33% yang mana sudah masuk rentang kewajaran. Sedangkan Terbanding telah menyatakan bahwa Terbanding tidak memiliki bukti pendukung terkait perjanjian Cragar Industries Inc. dan Carlisle Tire and Wheel Co yang menyatakan bahwa perjanjuan tersebut memiliki 4 lapis tarif yaitu 5%, 3.75%, 2.5%, dan 1%. Pada persidangan tersebut, Terbanding juga sudah setuju untuk menggunakan tarif royalti 3 lapis sesuai bukti Pemohon Banding, yaitu:
Dengan menggunakan tarif rata-rata sebesar 3.33%, maka rentang kewajaran perjanjian pembanding adalah sebagai berikut:
Berdasarkan analisis Pemohon Banding, apabila Terbanding menerima 2 perjanjian pembanding lainnya dan menggunakan tarif rata-rata sebesar 3,33% untuk perjanjian pembanding antara Cragar dan Carlisle, maka tarif royalti efektif Pemohon Banding pada Tahun Pajak 2014 sebesar 4,31% masih berada dalam rentang kewajaran.
|
Tanggapan Terbanding:
|
-
|
Bahwa pada saat pemeriksaan, Terbanding melakukan eliminasi atas 3 (tiga) data pembanding yaitu atas data pembanding Ikona Gear International Inc. dan Cragar Industries sebagaimana tersebut pada angka 1), 2), dan 3) di bawah ini
Sehingga berdasarkan penelusuran dan manual review, pembanding yang tepat menurut Terbanding adalah:
|
-
|
Bahwa pada saat proses keberatan, Terbanding berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding karena memenuhi karakter Intellectual Property yang dibandingkan sebanding dengan Wajib Pajak dan perjanjian tersebut dibuat ketika para pihak adalah merupakan pihak-pihak yang independen (tidak dipengaruhi hubungan istimewa).
Dengan demikian data pembanding menurut Terbanding pada saat keberatan adalah terdiri atas 5 (lima) data pembanding yang terperinci sebagai berikut:
|
-
|
Bahwa penghitungan rata-rata dipergunakan Terbanding dalam proses penelitian keberatan ketika Terbanding berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding;
|
-
|
Bahwa dalam contractual term terdapat lapisan tarif royalty yang regresif dari 5% hingga 1%, sehingga Terbanding berpendapat perlu dilakukan penyesuaian tarif royalty yang tepat untuk digunakan sebagai tarif pembanding.
|
-
|
Bahwa dalam Transfer Pricing Documentation Pemohon Banding menggunakan tarif royalty sebesar 5%, sementara itu dengan pertimbangan bahwa terdapat lapisan tarif royalty yang regresif dari 5% hingga 1%, m a kat Terbanding berpendapat bahwa tarif rata-rata lebih tepat digunakan untuk digunakan sebagai tarif yang dibandingkan dengan tarif royalty Pemohon Banding;
|
-
|
Berdasarkan Schedule D Royalti Payment perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co. diketahui tarif sebagai berikut:
|
-
|
Bahwa lapisan tariff royalty tersebut tergantung pada besarnya penjualan dimana semakin besar penjualan maka semakin kecil lapisan royalty yang harus dibayar.
|
-
|
Dengan demikian, penggunaan tariff rata-rata yang digunakan Terbanding semata-mata untuk memberikan keadilan bagi data pembanding yang diakomodir oleh Terbanding pada proses keberatan karena Terbanding tidak memperoleh data mengenai besarnya sales dan besarnya royalty yang dibayarkan oleh Carliste Wire & Wheel Co. kepada Cragar Industries Inc. di tahun 2014. Seandainya data tersebut diketahui, akan dapat diterapkan tariff lapisan royalty yang paling sesuai dengan nilai penjualan Pemohon Banding.
|
-
|
Bahwa di persidangan, Pemohon Banding memberikan dokumen berupa Cragar Industries Inc.form 10QSB dimana pada Schedule D Royalty Payment disebutkan tarif yang berbeda dengan data yang diterima Terbanding pada saat keberatan yaitu:
|
-
|
Bahwa terdapat perbedaan data antara data yang diterima Terbanding pada saat proses keberatan dengan data yang diserahkan pada saat persidangan terkait data royaltistaat dari Cragar Industries Inc.dimana Terbanding menyatakan pada Laporan Penelitian Keberatan halaman 45 bahwa berdasarkan schedule D Perjanjian Royalti antar Cragar Industries Inc. dan Carliste Tire & Wheel Co. adalah 4 lapisan tarif
|
-
|
Sedangkan data pada saat persidangan adalah 3 lapisan tarif
|
-
|
Pemohon Banding pada TP Doc nya menggunakan tarif royalti tertinggi dari Cragar Industries Inc yakni sebesar 5% sedangkan Terbanding hanya mengakui tarif royalti sebesar 3,06%. Dan pada saat persidangan Pemohon Banding mengakui tarif royalti atas Cragar Industries Inc. sebesar 3,33% dengan berdasar kepada agreement yang diserahkan pada saat persidangan. Dengan demikian, Pemohon Banding telah tidak konsisten dalam menggunakan tarif royalti atas data pembanding Cragar Industries Inc.
|
-
|
Mengingat bahwa Majelis menyatakan tarif yang digunakan adalah sesuai dengan data yang ada pada saat persidangan, sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim, kami sampaikan bahwa kami tetap mempertahankan koreksi atas 2 data pembanding lainnya dengan alasan yaitu:
|
-
|
dan apabila Majelis Hakim berpendapat atas data pembanding Cragar Industries Inc. diakui data pembandingnya sebesar 3,33%, maka akan tetap ada koreksi biaya royalti dengan perhitungan sebagai berikut:
Sehingga perhitungan koreksi royalty menjadi sebagai berikut:
Koreksi biaya royalti yang semula sebesar Rp760.147.732.533,- (koreksi rate sebesar 1,81%) dihitung kembali sesuai koreksi rate sebesar 1,06% atau sebesar Rp614.821.957.794,-.
Berdasarkan hasil pengujian kewajaran dan kelaziman transaksi afiliasi atas pembayaran royalty, maka dapat disimpulkan bahwa transaksi pembayaran Royalty Pemohon Banding tahun 2014 dengan rate sebesar 4,31% berada di luar rentang kewajaran yaitu antara Q1 (2.50%) dan Q3 (3.25%) sehingga BELUM memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh.
|
|
|
|
|
|
|
bahwa di dalam persidangan Terbanding menyampaikan Penjelasan Tertulis tanggal 2 Desember 2019, Penjelasan Tertulis Persidangan tanggal 3 Februari 2020, dan Penjelasan Tertulis Terbanding tanggal 24 Juli 2020, Penjelasan Tertulis Terbanding tanggal 24 Agustus 2020 yang pada pokoknya menyampaikan hal-hal yang sama dengan Penjelasan Tertulis Terbanding tanggal 19 Oktober 2020;
|
|
|
|
|
|
Menurut Pemohon Banding
|
|
|
|
|
|
1.
|
Tidak Terdapat Risiko Penghindaran Pajak atas Transaksi Pembayaran Royalti oleh Pemohon Banding karena Lawan Transaksi Tidak Berkedudukan di Negara dengan Tarif Pajak Rendah, sehingga Terbanding Tidak Mempunyai Wewenang untuk Melakukan Koreksi terhadap Pemohon Banding
bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut dengan UU PPh) menyatakan bahwa: (Lampiran-10)
"Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus atau metode lainnya";
bahwa padahal, ketentuan di atas merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari konteks penjelasannya, yaitu sebagai berikut:
"Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya...";
bahwa maksud "penghindaran pajak" yang disebutkan di atas, dijelaskan dalam Lampiran I PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Transaksi Hubungan Istimewa yang menyalakan hal berikut ini:
"Mengingat bahwa perusahaan multinasional melakukan operasi di beberapa negara yang memiliki ketentuan dan tarif pajak yang berbeda-beda, terdapat risiko bagi administrasi perpajakan (lax administration) di setiap negara tentang adanya kemungkinan upaya penghindaran pajak melalui transaksi yang terjadi antara perusahaan multinasional yang tergabung dalam suatu grup usaha yang berkedudukan di negara yang berbeda. Pada umumnya, upaya penghindaran pajak dapat dilakukan antara lain dengan melakukan penggeseran laba (profit shifting) dari suatu negara ke negara yang lain melalui transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang berbeda (cross-border transactions)";
bahwa adapun, Pemohon Banding didirikan sebagai perusahaan patungan antara PT Astra International Tbk. ("Al") sebesar 50% dan Honda Motor Co Ltd. ("HMC") sebesar 50%. Dimana antara Al dan HMC tidak memiliki hubungan istimewa satu sama lainnya (Al dan HMC masing masing adalah pihak independen). Dengan komposisi kepemilikan yang sama besarnya tersebut, tidak mungkin dilakukan penggeseran laba dari suatu negara ke negara lain karena baik Al dan HMC memiliki kepemilikan dan kontrol yang seimbang. Oleh karenanya, masing masing pihak akan berupaya semaksimal mungkin untuk memproteksi kepentingannya dan tidak akan membiarkan pihak lain mendapatkan keuntungan yang lebih dari yang seharusnya atau melakukan kegiatan yang merugikan kepentingannya;
bahwa konsisten dengan ketentuan di atas, Lampiran I, Bab 11, bagian (A) SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pedoman Pemeriksaan atas Transaksi Hubungan Istimewa (Selanjutnya: SE- /2013) menyebutkan bahwa "penghindaran pajak" adalah masalah perbedaan tarif pajak yaitu sebagai berikut:
Huruf A Angka 4b:
"Dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak agar menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi tersebut yang dituangkan dalam KKP identifikasi masalah. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
|
(b)
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah";
|
|
|
|
|
|
|
Huruf A angka 5:
|
|
"Apabila dalam identifikasi masalah, Pemeriksa Pajak:
|
|
c)
|
menemukan adanya risiko penghindaran pajak melalui transaksi afiliasi maka Pemeriksa Pajak harus menuangkan dalam rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan;
|
|
d)
|
belum menemukan adanya risiko penghindaran pajak melalui transaksi afiliasi maka Pemeriksa Pajak perlu melakukan pengujian dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan. Setelah dilakukan pengujian dan ditemukan risiko penghindaran pajak, maka Pemeriksa Pajak menuangkannya dalam perubahan rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa kemudian di dalam Lampiran I, Bab 11, bagian (B) SE 50/PJ/2013 disebutkan bahwa:
Huruf B angka 8:
"Pemeriksa Pajak menguji risiko penghindaran Pajak dalam transaksi afiliasi, dengan mempertimbangkan faktor sebagaimana dimaksud dalam tahapan persiapan pemeriksaan (huruf A angka 4). Jika dalam pelaksanaan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meyakini bahwa terdapat risiko penghindaran pajak, maka Pemeriksa Pajak membuat perubahan rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan";
bahwa adapun penjelasan ketentuan-ketentuan dalam SE-50/PJ/2013 dapat dirangkum dalam ilustrasi berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa penghindaran pajak dapat terjadi apabila transaksi tersebut dilakukan oleh Pemohon Banding Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Pemohon Banding Luar Negeri di luar Indonesia. Dengan kata lain, transaksi tersebut adalah transaksi lintas batas negara yang dimana Pemohon Banding dapat memanfaatkan perbedaan tarif pajak dalam rangka mengurangi beban pajak. Dalam kasus ini, transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan transaksi lintas batas negara dengan Jepang, yang memiliki tarif pajak lebih tinggi daripada Indonesia. Pada tahun 2014 tarif pajak penghasilan badan di Indonesia adalah 25%, sedangkan tarif efektif yang berlaku di Jepang untuk pajak penghasilan badan adalah 37%. Dengan demikian, tidak terdapat motif penghindaran pajak oleh Pemohon Banding karena lawan transaksi berkedudukan di negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi daripada Pemohon Banding;
bahwa lebih lanjut, hal tersebut sejalan dengan artikel yang diterbitkan oleh Tempo online sebagai berikut:
TABEL BORDER 1 HALAMAN 126-127
Dirjen Pajak: Transfer Pricing Tak Selalu Merugikan
KAMIS, 18 SEPTEMBER 2014 | 22:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengatakan permasalahan transfer pricing dalam perpajakan tidak selalu membuat Indonesia rugi. Keuntungan diperoleh jika perusahaan di dalam Indonesia merupakan anak usaha dari perusahaan luar negeri. "Ada yang menguntungkan, ada yang merugikan kita," katanya di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis, 18 September 2014.
Transfer Pricing menjadi isu global di beragam pertemuan antar otoritas pajak di dunia. Dalam Forum Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) transfer pricing menjadi topik bersama.
Menurut Fuad, transfer pricing merupakan dampak perkembangan perusahaan yang memiliki anak usaha di negara lain. Skandal pajak ini memanfaatkan celah tarif pajak penghasilan (PPh) badan usaha lebih rendah di negara tempat produksi. Perusahaan global berupaya menekan serendah mungkin pembayaran pajak mereka di negara-negara tempat berproduksi untuk memperkecil pengeluaran.
Perusahaan global cenderung membangun anak usaha di negara dengan tarif pajak PPh badan usaha lebih kecil ketimbang negara markas perusahaan. Fuad mengatakan negara Korea dan Jepang merasa dirugikan dengan perusahaan di kedua negara itu yang mendirikan anak usaha di Indonesia. Alasannya penerimaan PPh badan usaha dari anak usaha diterima pemerintah Indonesia bukan negara mereka. Inilah yang disebut Fuad sebagai praktek transfer pricing yang tidak selalu merugikan.
"Jepang dan Korea pernah mendatangi kami komplain mengenai perusahaan di Jepang melakukan transfer pricing di Indonesia. Yang untung kita," kata Fuad. Perusahaan Jepang dan Korea memilih berproduksi di Indonesia karena tarif PPh badan usaha di Indonesia lebih rendah. "Di Korea rate-nya lebih tinggi. Jadi mereka mendirikan anak usaha di Indonesia, makanya perusahaan Korea banyak di sini."
Adapun transfer pricing yang merugikan Indonesia adalah perusahaan Indonesia yang berkantor di Singapura. "Keuntungannya masuk ke Singapura," kata Fuad. Singapura mematok tarif PPh badan usaha sebesar 16 persen lebih rendah 9 persen dari tarif di Indonesia. Inilah yang membuat pengusaha menjual barang produksi Indonesia dengan banderol mahal ke Singapura. Dari Singapura, komoditas itu kembali dijual ke pasar dunia dengan harga murah.
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Selain itu, pernyataan bahwa koreksi transfer pricing hanya dilakukan apabila terdapat risiko penghindaran pajak juga disebutkan di dalam beberapa literatur sebagai berikut:
UN Transfer Pricing Manual paragraf 1.2.5 sebagai berikut:
"The aim of non-arm's length transfer pricing in such cases is usually to reduce an MNE's worldwide taxes. This can be achieved by shifting profits from associated entities in higher tax countries to associated entities in relatively lower tax countries through either undercharging or over-charging the associated entity for intra-group trade";
Terjemahan:
"Tujuan dari ketidakwajaran suatu harga transfer adalah untuk mengurangi beban pajak konsolidasi perusahaan multinasional. Hal ini dapat dilakukan dengan menggeser laba dari entitas yang berada di negara dengan tarif pajak lebih tinggi ke entitas afiliasi yang berada di suatu negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah dengan skema transaksi yang bersifat undercharging atau over-charging kepada sesama afiliasinya";
Anuscha Bakker and Marc M.Levey, Transfer Pricing and Dispute Resolution, (The Netherlands: IBFD) 279;
"This compulsory documentation, which fits into the framework of stringent rules i.'ltroduced to counter the transfer of French profits to territories where the tax burden is lower, need only be handed over in the course of an audit';
Terjemahan:
"Kewajiban pembuatan dokumentasi ini adalah sesuai dengan kerangka peraturan yang ditujukan untuk menangkal pemindahan laba di Perancis ke negara-negara lain dimana beban pajaknya lebih rendah. Adapun dokumentasi tersebut hanya perlu disampaikan pada saat pemeriksaan.
Giovanna Chiesa and Giammarco Cottani, "Supreme Court Decision on Transfer Pricing: Burden of Proof, Anti-Avoidance Interpretation and Abuse of Law Principle", International Transfer Pricing Journal (IBFD, May/June 2007) 193;
"Furthermore, the Supreme Court interpreted the transfer pricing rules contained in Art. 110(7) of the ITC as an anti-avoidance provision aimed at preventing the situation where, through intra-group transactions, taxable income is shifted from Italy to a country with a lower tax burden";
Terjemahan:
"Selanjutnya, Mahkamah Agung menginterpretasikan bahwa peraturan transfer pricing sebagaimana disebutkan dalam pasal 110(7) ITC adalah peraturan yang ditujukan untuk menangkal penghindaran pajak dan menghindari terjadinya penggeseran laba, melalui transaksi hubungan istimewa, dari negara Italia ke negara-negara lain yang beban pajaknya lebih rendah";
Carlo Galli,"Transfer Pricing Rules for Transactions Involving Low-Tax Countries" International Transfer Pricing Journal (IBFD, January/February 2008) 48;
"Hence, in raising a transfer pricing assessment, the tax authorities first must demonstrate that the tax burden in the jurisdiction where the counterparty is established is indeed less than the tax burden in Italy. Only if this is indeed the case may the tax authorities proceed with the arm's length analysis";
Terjemahan:
"Jadi, dalam menetapkan suatu koreksi transfer pricing, otoritas pajak harus terlebih dahulu menunjukkan bahwa beban pajak di negara lawan transaksi nyata-nyata lebih rendah daripada beban pajak di negara Italia. Hanya dalam kondisi dimana otoritas pajak dapat membuktikan hal tersebut, maka analisis transfer pricing dapat dilanjutkan'";
bahwa berdasarkan penjelasan di atas, dengan mempertimbangkan fakta bahwa transaksi royalti Pemohon Banding merupakan transaksi dengan pihak afiliasi di negara Jepang, di mana dalam hal ini negara Jepang memiliki tarif pajak yang lebih tinggi daripada tarif pajak di Indonesia, maka sangat jelas menunjukkan bahwa tidak terdapat motif penghindaran pajak sama sekali;
bahwa dengan ketiadaan bukti motif penghindaran pajak oleh Pemohon Banding, maka dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak tidak mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi terhadap transaksi afiliasi Pemohon Banding. Dengan demikian, koreksi tersebut sudah seharusnya dibatalkan dan tidak dipertahankan;
|
|
|
|
|
|
2.
|
Kebenaran Metode CUP Harus dikonfirmasi dengan Metode TNMM Sesuai dengan Peraturan Domestik, Prinsip Internasional yang Berlaku, dan Literatur
S-153/PJ.4/2010 tentang Panduan Pemeriksaan Kewajaran Transaksi Afiliasi pada Lampiran 2, Huruf B.6 mewajibkan:
"Meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi (CUP)* diterapkan, pemeriksa harus kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama (TNMM)*";
S-153/PJ.4/2010 Lampiran I, Huruf B.1 mewajibkan:
"Setelah harga kewajaran diterapkan, maka harus diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah bagian laba kena pajak yang realistis secara ekonomis dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis".
BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
"Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licensee) atau pembeli dari harta tidak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
|
c.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalti yang dibayarkan. Hal ini ditunjukan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Peraturan tersebut memiliki makna bahwa pembayaran royalti tidak dapat dianalisis secara satu sisi saja, tetapi harus mempertimbangkan tingkat pengembalian dari royalti yang dibayarkan atau seberapa besar peran royalti tersebut dalam memberikan tingkat pengembalian yang sepadan bagi perusahaan. Dalam kasus ini, royalti dengan tarif efektif sebesar 4.31% pada tahun 2014 telah menghasilkan tingkat pengembalian sebesar 11,71% (Return on Sales/ROS), 13,27% (Net Cost Plus/NCP), dan 40,98% (Return on Assets/ROA);
bahwa mempertimbangkan fakta tersebut, tentu pihak independen-pun akan mengaitkan besarnya royalti yang dibayar dengan seberapa besar royalti tersebut dapat memberikan tingkat pengembalian yang sepadan bagi perusahaan. Di lain pihak, Terbanding tidak dapat membuktikan apakah terdapat perusahaan pembanding yang membayar royalti sebesar 4,31% dengan tingkat pengembalian seperti atau lebih dari Pemohon Banding;
bahwa selain itu, Pemohon Banding setuju dengan pernyataan Terbanding yang menyatakan bahwa dalam menentukan kompensasi yang wajar untuk harta tak berwujud adalah mengacu kepada pasar dan dibandingkan dengan transaksi pembanding. Analisis dengan metode CUP tersebut telah dilakukan oleh Pemohon Banding. Namun, analisis tersebut belum selesai karena peraturan yang berlaku mewajibkan Terbanding untuk kemudian menguji tingkat pengembalian yang sepadan atau laba (TNMM) setelah harga transaksi diterapkan (CUP). Terbanding dalam membaca BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 hanya sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh sehingga keliru dalam menginterpretasikan makna sebenarnya dari peraturan tersebut;
bahwa hal tersebut di atas juga sejalan dengan Lampiran I, Bab II huruf B angka (1) (4) PER- 22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
"Dalam Pemeriksaan transfer pricing, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja finansial Wajib Pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industri Wajib Pajak. Pada tahapan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) Wajib Pajak akan dibandingkan dengan Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) perusahaan-perusahaan pembanding, untuk menentukan kewajaran dan kelaziman usaha Wajib Pajak";
Beberapa Rasio Finansial yang dapat digunakan sebagai dasar pembanding antara lain:
...
|
|
c)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Penjualan = Laba Bersih UsahaPenjualan
|
|
d)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya = Laba Bersih UsahaHPP + Biaya Operasi
|
|
e)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Aset (ROA) = Laba Bersih UsahaTotal Operating Asset
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dengan demikian, terlihat jelas bahwa esensi dari kewajiban melakukan konfirmasi metode CUP melalui penerapan metode TNMM adalah untuk memastikan apakah penerapan metode CUP tersebut realistis secara ekonomis maupun rasional di tingkat laba. Apabila konfirmasi melalui penerapan metode TNMM menunjukkan bahwa hasilnya adalah tidak realistis secara ekonomis/rasional, maka penerapan metode CUP tersebut adalah salah dan perlu dilakukan pengujian ulang;
bahwa peraturan domestik di atas yang mewajibkan dilakukannya konfirmasi dengan metode TNMM sejalan dengan paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual yang menyebutkan sebagai berikut:
"Furthermore, TNMM is often applied to check and to confirm the result of traditional transaction methods";
Terjemahan:
"Lebih lanjut, TNMM sering digunakan untuk menguji dan mengkonfirmasi atas hasil dari traditional transactional methods";
bahwa penjelasan dan peraturan di atas juga didukung oleh literatur berikut:
H. David Rosenbloom pada Angels on a Pin: Arm's Length in the world (Artikel Tax Notes International) menyatakan bahwa tujuan dilakukan Sanity Check adalah:
"to ensure that the first test has not produced a ridiculous answer";
Terjemahan:
"untuk memastikan bahwa pengujian yang pertama tidak memberikan hasil yang tidak masuk akal";
Berdasarkan paragraf 4.6.2.10 UN TP Manual, bahwa:
"Transfer pricing knowledge is about pricing, economic rationale, market knowledge and business and industry knowledge";
Terjemahan:
"Pengetahuan transfer pricing adalah mengenai penetapan harga, pertimbangan ekonomi rasional, pengetahuan pasar, bisnis, dan juga industri";
bahwa hal ini menegaskan bahwa paragraf 4.6.2.10 UN TP Manual sejalan dengan ketentuan S-153/PJ.4/2010 yaitu bahwa Transfer Pricing bukan hanya mengenai penetapan harga, tetapi juga perlu mempertimbangkan economic rationale berupa analisis laba kena pajak yang realistis dibandingkan dengan laba kena pajak usaha sejenis;
Mukesh Butani dalam Anuschka Bakker dan Belema Obuoforido,"Transfer Pricing and Custom Valuation Chapter 15", (IBFD Amsterdam), Halaman 426;
"Hence, an indirect approach is adopted, whereby royalty payment is benchmarked by comparing net operating margins of the taxpayer, which are calculated after considering payment of royalty with the net operating margins earned by comparable independent companies":
Terjemahan:
"Oleh karena itu, pendekatan tidak langsung diterapkan, dimana pembayaran royalti diukur dengan membandingkan laba usaha dari Wajib Pajak, yang dikalkulasikan setelah mempertimbangkan pembayaran royalti dengan Jaba usaha dari perusahaan independen";
bahwa mempertimbangkan hal tersebut di atas, maka konfirmasi kebenaran metode CUP dan metode TNMM dapat diilustrasikan sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
|
bahwa Pemohon Banding juga perlu menekankan bahwa kata-kata "perlu" sebagaimana disebutkan dalam SE-50/PJ/2013 dan PER-22/PJ/2013 di atas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti harus (Lampiran-21) dan menurut Eko Endarmoko, Tesamoko Tesaurus Bahasa Indonesia, kata perlu juga berarti harus (Lampiran-22). Sedangkan kata harus memiliki arti patut, wajib, dan mesti (tidak boleh tidak) (Lampiran-23). Oleh karena itu, Terbanding wajib melakukan analisis kinerja keuangan (Return on Assets/ROA, Return on Sales/ROS, dan Net Cost Plus/NCP) untuk menguji apakah pembayaran royalti yang dilakukan memberikan tingkat pengembalian yang sepadan terhadap Pemohon Banding;
bahwa selain itu, apabila dikoreksi, maka akan mengakibatkan ROS, NCP, dan ROA Pemohon Banding menjadi di luar Q3;
bahwa berikut adalah hasil analisis kinerja keuangan Pemohon Banding:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam hal ini, ROS dan NCP Pemohon Banding (sebelum koreksi) sudah di atas 02 dan mendekati 03. Sedangkan ROA Pemohon Banding (sebelum koreksi) sudah berada di atas rentang kewajaran perusahaan pembanding. Setelah koreksi, baik ROS, NCP, dan ROA menjadi di luar rentang kewajaran perusahaan pembanding;
bahwa hal tersebut menunjukkan bahwa analisis yang dilakukan oleh Terbanding kontradiktif karena hasil dari metode CUP tidak menghasilkan kesimpulan yang sama dengan metode TNMM yang telah dinyatakan wajar oleh Terbanding;
bahwa dengan demikian, terdapat 2 kesalahan analisis Terbanding ketika mengkaitkan CUP dan TNMM yaitu:
|
|
|
|
|
|
3.
|
Direktur Jenderal Pajak Tidak Memiliki Wewenang untuk Melakukan Koreksi Karena Profitabilitas Pemohon Banding Sudah Wajar
bahwa berdasarkan PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER 32/PJ/2011 Pasal 20 ayat (1) dan (2):
|
|
"1.
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kemba/i besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
|
|
2.
|
Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dengan demikian, jelas terdapat aturan yang mencegah dilakukannya koreksi apabila Pemohon Banding telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Lebih lanjut PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 13 ayat (1) dan (2) menjelaskan bahwa terpenuhinya prinsip kewajaran dan kelaziman usaha adalah termasuk laba wajar yaitu sebagai berikut:
|
|
"(1)
|
Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR);
|
|
(2)
|
Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa selain itu, definisi "koreksi" sebagaimana disebut dalam SE-50/PJ/2013 dan PER- 22/PJ/2013 menjelaskan lebih lanjut bahwa:
SE-50/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.F:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)";
PER-22/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.d:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)";·
bahwa dengan terdapatnya kata "selisih", berarti apabila antara laba Pemohon Banding dan rentang laba wajar tidak terdapat selisih, maka hal ini berarti tidak ada koreksi yang dapat dilakukan oleh Terbanding;
bahwa lebih lanjut, kata-kata "harga wajar atau laba wajar" berarti bahwa kewenangan koreksi Terbanding dibatasi bukan hanya semata-mata dengan pengujian di tingkat harga (metode CUP), namun juga dengan pengujian di tingkat laba (TNMM);
bahwa peraturan domestik di atas konsisten dengan paragraf 3.60 OECD TP Guidelines yang menyatakan:
"If the relevant condition of the controlled transaction (e.g. price or margin) is within the arm's length range, no adjustment should be made";
Terjemahan:
"Apabila kondisi dalam transaksi afiliasi (harga atau laba) berada dalam rentang kewajaran, maka seharusnya tidak dilakukan koreksi";
bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada ketentuan yang menyatakan Terbanding tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi (primary adjustment) jika laba atau harga wajar Pemohon Banding sudah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau dengan kata lain, Terbanding hanya mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi primer (primary adjustment) jika terdapat selisih dari rentang kewajaran harga atau laba Pemohon Banding lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis. Aturan tersebut sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum bagi Pemohon Banding. Atau dengan kata lain, terdapat pembatasan atas kewenangan Terbanding untuk melakukan koreksi;
|
|
|
|
|
|
4.
|
Putusan Pengadilan Pajak Luar Negeri memutuskan bahwa kewajaran transaksi royalti dapat dikonfirmasi dengan metode TNMM
bahwa berikut adalah beberapa Putusan Pengadilan Pajak Luar Negeri yang memutuskan bahwa apabila margin perusahaan sudah wajar menurut TNMM, maka tidak diperlukan lagi koreksi royalti dengan metode CUP:
Cadbury India Ltd v. ADIT (2010, India)
"...Therefore, it is our considered opinion that the assessee was correct in employing an overall TNMM for examining the royalty";
Terjemahan:
"...Oleh karena itu, ini adalah pendapat kami bahwa Wajib Pajak sudah benar dalam menggunakan TNMM untuk menguji royalti';
Lumax Industries Ltd vs ACIT (2012, India):
"The Transfer Pricing Officer and Dispute Resolution Panel and consequently the A.O failed to appreciate that royalty was one of the two elements of cost and sales and could have been evaluated under same overall method as had been correctly done by the assessee under TNMM method and royalty payment is not independent of sales and could not be examined on stand alone basis";
Terjemahan:
"Transfer Pricing Officer dan Dispute Resolution Panel dan termasuk juga A.O gagal untuk membantah bahwa royalti adalah salah satu dari dua elemen dari biaya dan penjualan dan harus dianalisis dalam keseluruhan metode seperti yang telah dilakukan Wajib Pajak dengan menggunakan TNMM dan pembayaran royalti bukanlah akun independen dan tidak bisa dianalisis secara terpisah";
Air Liquide Engineering India P. Ltd. Vs DCIT (2011, India):
"Furthermore, we are of the opinion that once TNMM has been applied to the assesse company's transaction, it covers under its ambit the Royalty transactions in question too and hence separate analysis and consequent deletion of the Royalty payments by the Transfer Pricing Officer in the instant case seems erroneous''.
Terjemahan:
"Selain itu, kami juga berpendapat bahwa setelah TNMM diterapkan untuk transaksi Wajib Pajak, hal itu sudah mencakup pembayaran royalti dan kerenanya analisis terpisah dan koreksi pembayaran royalti yang dilakukan oleh Transfer Pricing Officer tidak tepat";
ThyssenKrupp Industries India Pvt. Ltd.,Vs. ACIT (2011, India):
"The argument which was raised that once the TP adjustment was made at the entity level, individual adjustment of royalty and liquidity damages cannot be made again has some merit":
Terjemahan:
"Apabila koreksi dilakukan pada tingkat entitas, maka koreksi terpisah pada biaya royalti dan biaya pembubaran usaha tidak dapat lagi dilakukan. Hal tersebut merupakan argumentasi yang cukup berbobot";
|
|
|
|
|
|
5.
|
Terbanding Tidak Konsisten dalam Penggunaan Tested Year
bahwa ketidakkonsistenan Terbanding dapat diilustrasikan dalam label berikut:
|
|
|
|
|
|
6.
|
Manual Review yang Dilakukan oleh Terbanding Tidak Tepat
bahwa berdasarkan 7 data pembanding yang disampaikan oleh Pemohon Banding dalam Dokumentasi Transfer Pricing Tahun Pajak 2014:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Terbanding kemudian menolak 2 perjanjian pembanding yang digunakan oleh Pemohon Banding dengan alasan pembanding tersebut kurang sesuai dengan Pemohon Banding dan merubah tarif salah satu perjanjian pembanding (nomor 6);
bahwa dalam Risalah Pembahasan Terbanding menyatakan alasan penolakan atas masing-masing dari ke-3 pembanding tersebut sebagai berikut:
7)
|
Licensor: Ikona Gear International, Inc (selanjutnya disebut Ikona)
Licensee: Magna Advanced Technologies, Magna International, Inc. (selanjutnya disebut MAT)
|
|
No.
|
Menurut Terbanding
|
Menurut Pemohon Banding
|
1.
|
Bahwa sebagaimana tertuang dalam searching criteria yang telah disebutkan di atas, tidak terdapat SIC Code "1000”, sehingga pemeriksa mempertanyakan sekaligus menolak untuk dijadikan pembanding. Pemeriksa juga tidak menemukan agreement atas nama Licensor tersebut saat melakukan pencarian dengan menggunakan "ORBIS"
|
Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak;
...
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
e)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding yang sedang diperiksa”;
|
Perlu diperhatikan bahwa dalam database, indicator “industri" tersaji dalam dua format, yaitu “Industry” dan “Standard Industry Code”. Pemohon Banding menggunakan kedua format tersebut untuk memperluas pencarian pembanding pada tahap strategi pencarian/kriteria pencarian (tahap pertama search strategy) sebagaimana dapat dilihat dalam appendix 7 Royalty Study FY2014 (Lampiran-32);
Adapun maksud digunakan kedua format tersebut adalah agar setiap kandidat pembanding yang tersedia dalam database dapat turut diperhitungkan. Setelah tahap pencarian/kriteria pencarian, maka Pemohon Banding telah melakukan manual review (tahap kedua), sehingga dapat diputuskan kandidat pembanding tersebut andal atau perlu ditolak;
Dengan demikian, koreksi Terbanding yang didasarkan pada kriteria search strategy adalah tidak tepat, karena search strategy hanya menghasilkan kandidat pembanding. Namun Terbanding seharusnya meneliti kandidat pembanding, dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu: "terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
Sejalan dengan ketentuan di atas Paragraf 6.23 OECD Guidelines menyebutkan bahwa: (Lampiran-27)
”... The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide";
Terjemahan:
"... Harga yang ditetapkan dalam transaksi yang sebanding antara perusahaan independen dalam industri yang sama juga dapat dijadikan acuan"; Bahwa kata kuncinya adalah Terbanding seharusnya memeriksa informasi dalam kandidat pembandingnya (isi dalam agreement lisensi pembanding) dan bukan pada kriteria search strategy, Adapun di halaman 1 dalam perjanjian Ikona dan MAT (Lampiran-33) disebutkan bahwa produk yang dilisensikan adalah terkait “Automotive applications for gear technology”;
Dengan demikian, pembanding yang ditolak tersebut merupakan pembanding yang bergerak dalam industri yang sebanding dengan Pemohon Banding, yaitu perjanjian lisensi terkait produk-produk dalam industri otomotif dan tidak terdapat alasan yang valid untuk menolak pembanding tersebut;
Hal ini turut mengkonfirmasi bahwa search strategy dalam tahap pertama pencarian pembanding menggunakan format "Industry" maupun “US SIC Codes" telah menghasilkan kandidat pembanding yang patut diperhitungkan. Selain itu, Terbanding belum dapat menunjukkan bukti informasi di dalam pembanding tersebut, yang membantah bahwa pembanding tersebut bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding;
Adapun dalam proses Pemeriksaan, Terbanding awalnya menolak pembanding Orbital Engine Co. (Orbital) dan UCAL Fuel Systems Ltd. (UCAL) dengan alasan tidak termasuk dalam US SIC Codes, melainkan berdasarkan industri otomotif. Namun demikian, Terbanding pada akhirnya menerima Orbital dan UCAL sebagai pembanding;
Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Terbanding juga menerima perjanjian antara Ikona dan MAT dikarenakan selama kedua pembanding berada dalam industri yang sama, maka harga atau tarif tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan harga atau tarif yang sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
Terbanding kemudian menyatakan tidak menemukan agreement atas nama Licensor tersebut saat melakukan pencarian dengan menggunakan “ORBIS”;
Perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa dalam mencari perjanjian pembanding, Pemohon Banding menggunakan database RoyaltyStat, yang merupakan database yang berbeda dengan ORBIS, maka wajar apabila Teroanding tidak menemukan agreement atas nama Licensor saat melakukan pencarian;
Adapun, Pemohon Banding telah memberikan salinan perjanjian tersebut kepada Pemeriksa pada tanggal 27 November 2017 melalui e-mail dengan bukti terlampir (Lampiran-39);
|
2.
|
Bahwa berdasarkan web http://www.marketwired.com/press-release/ikona-gear-international-signs-multi-million-dollar-global-licensing-agreement-with-673946.htm perjanjian antara para pihak bisa bersifat exclusive dan non exclusive;
|
Dalam halaman 1 Exhibit 10.1 perjanjian Ikona dan MAT (Lampiran-33) dengan jelas dinyatakan bahwa “Ikona will license the Technology to MAT on a sole, exclusive and global basis for automotive applications, in accordance with the terms set forth below'’; Dengan demikian perjanjian Ikona dan MAT bersifat eksklusif;
Adapun perjanjian antara Ikona dan MAT diadakan pada tanggal 8 April 2003. Sedangkan artikel yang disampaikan oleh Terbanding ditulis pada tanggal 23 Januari 2006 sehingga menjadi tidak relevan apabila dikaitkan dengan perjanjian antara Ikona dan MAT.
|
3.
|
Berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa: “Phase 1: Technology Development, Prototyping dan Testing; Market Research”
“1. MAT will engage in a development, prototyping and testing phase commencing May 1, 2003 and ending on April 30, 2004 (“Phase 1”), during which MAT will have the right, on a sole and exclusive basis with respect to automotive applications, to build and test prototypes of automotive modules incorporating the Technology”
Yang dapat diartikan bahwa Licensee ikut terlibat dalam pengembangan, membuat prototype dan pengujian dan Licensee (MAT) akan memiliki hak, atas dasar tunggal dan eksklusif berkenaan dengan aplikasi otomotif. Dimana hal ini tidak sebanding dengan perjanjian Pemohon Banding.
|
Pada esensinya, makna perjanjian tersebut sama dengan Pasal 7.1 perjanjian Pemohon Banding (Lampiran-34) yang menyatakan bahwa:
Pasal 7.1 “Pemberi lisensi setuju bahwa penerima lisensi (AHM) akan menerapkan suatu kebijakan pengadaan yang pada dasarnya atas dasar QCD dan strategi operasional dan jangka panjang penerima lisensi (AHM). Karena itu apabila Suku Cadang yang diadakan oleh penerima lisensi (AHM) tidak memenuhi persyaratan QCD, maka penerima lisensi (AHM) memiliki opsi untuk memilih mengadakan Suku Cadang tersebut dari sumber yang terbaik”;
Dengan demikian, perjanjian Ikona dan MAT adalah sebanding dengan Pemohon Banding karena memiliki filosofi perjanjian yang sama, yaitu melakukan pengujian terhadap produk yang dilisensikan terlebih dahulu, dan apabila memenuhi standar yang diinginkan oleh kedua belah pihak, maka penerima lisensi akan membayar royalti atas produk yang dilisensikan tersebut.
Adapun, perlu diingat bahwa tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Banding adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana dalam tahap tersebut tidak terdapat pengembangan atau development yang dilakukan.
|
4.
|
Berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa yang dapat diartikan bahwa Licensor (Ikona) tidak akan mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang memasukkan teknologi ke dalam komponen apapun untuk aplikasi otomotif, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding bahwa Licensor tetap memiliki kebebasan untuk mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang terkait dengan teknologi otomotif;
|
Berdasarkan Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyebutkan bahwa:
“Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
g.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
h.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
i.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengemoangan harta dimaksud”;
|
Dengan demikian, argumen Terbanding tersebut bukan merupakan faktor kesebandingan yang perlu dipertimbangkan karena hal tersebut tidak diatur dalam peraturan yang berlaku. Adapun, perlu diingat bahwa tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Banding adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana paragraf yang dikutip oleh Terbanding termasuk dalam Phase 1 sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian: “During Phase 1, Ikona will not seek any business, contracts or orders incorporating the technology into any component for automotive application”; Dengan demikian, pernyataan Terbanding tidak relevan dengan fakta perjanjian Pemohon Banding;
|
5.
|
Berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa yang dapat diartikan bahwa IP tersebut menjadi milik bersama antara Licensor dan Licensee, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
Sama dengan argumen Terbanding sebelumnya, Pemohon Banding menanggapi bahwa pernyataan tersebut bukan merupakan faktor kesebandingan yang perlu dipertimbangkan karena hal tersebut tidak diatur dalam peraturan yang berlaku (telah disebutkan di atas);
Adapun, perlu diingat bahwa tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Banding adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana pernyataan yang dinyatakan oleh Terbanding termasuk dalam Phase 1 sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian Ikona dan MAT:
"Any intellectual property relating to the Technology in existence at the date hereof shall belong exclusively to Ikona. Any intellectual property arising during Phase 1 as a result of the development efforts of MAT (collectively, "improvements”) will be jointly owned by MAT dan Ikona";
Dengan demikian, hanya IP yang ditemukan pada saat pengembangan dilakukan dalam Phase 1, yang akan dimiliki bersama oleh MAT dan Ikona. Sehingga pernyataan Terbanding tidak relevan dengan fakta perjanjian Pemohon Banding;
|
|
8)
|
Licensor: Cragar Industries Inc. (selanjutnya disebut Cragar)
Licensee: CIA Wheel Group d/b/a The Wheel Group (selanjutnya disebut CIA)
|
|
No.
|
Menurut Terbanding
|
Menurut Pemohon Banding
|
1.
|
Bahwa sebagaimana tertuang dalam searching criteria yang telah disebutkan di atas, tidak terdapat SIC Code "7900", sehingga Terbanding mempertanyakan sekaligus menolak untuk dijadikan pembanding;
|
Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak;
...
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
b)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
|
Perlu diperhatikan bahwa dalam database indikator “industri” tersaji dalam dua format, yaitu “Industry" dan “Standard Industry Code". Pemohon Banding menggunakan kedua format tersebut untuk memperluas pencarian pembanding pada tahap strategi pencarian/kriteria pencarian (tahap pertama search strategy) sebagaimana dapat dilihat dalam appendix 7 Royalty Study FY2014 (Lampirar-32) Adapun maksud digunakan kedua format tersebut adalah agar setiap kandidat pembanding yang tersedia dalam database dapat turut diperhitungkan;
Setelah tahap pencarian/kriteria pencarian, maka Pemohon Banding telah melakukan manual review (tahap kedua), sehingga dapat diputuskan kandidat pembanding tersebut andal atau perlu ditolak;
Dengan demikian, koreksi Terbanding yang didasarkan pada kriteria search strategy adalah tidak tepat, karena search strategy hanya menghasilkan kandidat pembanding. Namun Terbanding seharusnya meneliti kandidat pembanding, dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu: "terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
Sejalan dengan ketentuan di atas Paragraf 6.23 OECD Guidelines menyebutkan bahwa:
"... The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide";
Terjemahan:
"... Harga yang ditetapkan dalam transaksi yang sebanding antara perusahaan independen dalam industri yang sama juga dapat dijadikan acuan”;
Bahwa kata kuncinya adalah Terbanding seharusnya memeriksa pada informasi dalam kandidat pembandingnya (isi dalam agreement lisensi pembanding) dan bukan pada kriteria search strategy;
Adapun berdasarkan Schedule C-Licensed Products dalam perjanjian Cragar dan CIA disebutkan bahwa produk yang dilisensikan adalah terkait “Any one piece cast aluminium vehicle wheel and related accessories”
Dengan demikian, pembanding yang ditolak tersebut merupakan pembanding dalam industri yang sebanding dengan Pemohon Banding, yaitu perjanjian lisensi terkait produk-produk dalam industri otomotif dan tidak terdapat alasan yang valid untuk menolak pembanding tersebut;
Hal ini turut mengkonfirmasi bahwa search strategy dalam tahap pertama pencarian pembanding menggunakan format “Industry" maupun “US SIC Codes" telah menghasilkan kandidat pembanding yang patut diperhitungkan. Selain itu, Terbanding belum dapat menunjukkan bukti/informasi di dalam pembanding tersebut, yang membantah bahwa pembanding tersebut bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding;
Adapun dalam proses Pemeriksaan, Terbanding awalnya menolak pembanding Orbital Engine Co. (Orbital) dan UCAL Fuel Systems Ltd. (UCAL) dengan alasan tidak termasuk dalam US SIC Codes, melainkan berdasarkan industri otomotif. Namun demikian, Terbanding pada akhirnya menerima Orbital dan UCAL sebagai pembanding. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Terbanding juga menerima perjanjian Cragar dan CIA dikarenakan selama transaksi sebanding berada dalam industri yang sama, maka harga atau tarif tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan harga atau tarif yang sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
|
2.
|
Bahwa berdasarkan perjanjian disebutkan pihak Licensee-CIA Wheel Group dba The Wheel Group (defined to include any of subsidiaries, affiliates, partnerships, or other related parties), yang dapat dipahami bahwa Licensee tidak semata-mata hanya CIA Wheel Group dba The Wheel Group, namun pihak sebagaimana disebutkan di atas, yang sangat berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding dimana hanya AHM yang disebut sebagai Licensee;
|
Para pihak yang menjadi Licensor dan Licensee bukanlah merupakan faktor kesebandingan yang patut dipertimbangkan dalam melakukan analisis kesebandingan, namun substansi dari perjanjian tersebutlah yang perlu diperhatikan, sebagaimana disebutkan dalam peraturan berikut:
Berdasarkan Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyebutkan bahwa:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
g.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
h.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
i.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud";
|
Dengan demikian, argumen Terbanding tidak relevan karena peraturan yang berlaku tidak mempermasalahkan siapa pihak yang menjadi Licensor maupun Licensee dalam suatu perjanjian;
|
3.
|
1.8 Promotion Commitment
Bahwa perjanjian pembanding memiliki hal sebagaimana tersebut yang membedakan dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
Dalam Pasal 2 perjanjian Pemohon Banding dinyatakan bahwa:
"Pemberi lisensi dengan ini memberi penerima lisensi (AHM) hak dan lisensi eksklusif yang tidak dapat dipindahtangankan dan tidak dapat dibagi, untuk membuat, merakit, memasarkan, memakai dan menjual Produk dan Suku Cadang Berlisensi di dalam Wilayah..."
Dengan demikian, Pemohon Banding juga melakukan aktivitas pemasaran atau "promotion" terkait produk yang lisensikan. Promosi dilakukan untuk meningkatkan penjualan atas produk-produk yang dijual oleh Pemohon Banding. Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian ini telah sebanding dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
4.
|
2.2 Licensed Products
Licensor grants to Licensee a world wide exclusive license in the Licensed Field to make, use, sell, import and offer for sale the Licensed Products, subject to the terms of this Agreement. In connection with this grant, Licensor grants to Licensee a worldwide exclusive license in the Licensed Field to use the Patent Rights and the Intangible Rights to manufacture the Licensed Products"; yang membedakan ruang lingkup pemanfaatan lisensi dengan Pemohon Banding (article I. Definition - v) yang hanya di Indonesia khususnya frasa "(v). The term "territory" shall mean the geographic area currently known as The Republic of Indonesia;
|
Sebagaimana dinyatakan dalam Bab 7.2, Exhibit 7-1, nomor 1 Royalty Study FY2014 (Lampiran-32) bahwa pertama-tama, dilakukan pencarian perjanjian lisensi di Indonesia. Namun pencarian ini menghasilkan jumlah perjanjian pembanding yang kurang signifikan. Kemudian Pemohon Banding memperluas kriteria pencarian dengan merubah kriteria teritori perjanjian menjadi worldwide. Dengan demikian, perjanjian antara Cragar dan CIA patut dipertimbangkan oleh Terbanding karena terbatasnya jumlah pembanding yang sebanding dengan Pemohon Banding apabila kriteria pembanding terbatas pada Negara Republik Indonesia saja;
|
5.
|
6.2 Upon termination of this agreement, Licensee shall grant to Licensor a non-exclusive and royalty-free license to make, use, sell, offer for sale, and import products that embody or utilize any Improvement developed by Licensee";
Bahwa perjanjian pembanding memiliki sifat Penerima Lisensi akan memberikan kepada Pemberi Lisensi yang tidak eksklusif dan lisensi bebas royalti untuk membuat, menggunakan, menjual, menawarkan penjualan, dan mengimpor produk itu mewujudkan atau memanfaatkan setiap Perbaikan yang dikembangkan oleh Pemegang Lisensi yang berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
Pendapat Terbanding tidak relevan apabila dikaitkan dengan Pemohon Banding karena klausul tersebut berkaitan dengan "upon termination" atau "setelah perjanjian berakhir". Dengan demikian, klausul tersebut tidak akan mempengaruhi penerapan perjanjian antara Cragar dan CIA;
|
|
Berdasarkan web: https://www.sec.gov/Archives/edgar/data/1024125/000107261303001844/ex10-22_12291.htm terdapat frasa:
"In September 2000, Cragar entered into and completed a similar transaction with Performance Wheel Outlet, Inc. As a result of Performance's failure to meet or exceed its minimum payments under its Exclusive Field of Use and Licensing Agreement with Cragar, the agreement with Performance was terminated. In its place, Cragar has negotiated a Field of Use License Agreement with CIA Wheel Group dba The Wheel Group, which is effective as of October 1, 2003. Under this agreement, The Wheel Group will manufacture, sell, and distribute Cragar's line of one-piece cast aluminum wheels and related accessories and Cragar will receive a royalty based on sales of the licensed products";
Yang dapat diartikan bahwa Perjanjian Cragar dengan CIA Wheel Group dba The Wheel Group merupakan pengganti perjanjian antara Cragar dengan Performance Wheel Outlet, Inc. akibat kegagalan performa untuk memenuhi atau melampaui pembayaran minimumnya berdasarkan perjanjian penggunaan dan perizinan eksklusifnya dengan Cragar.
Terdapat frasa "As a consequence of the transactions with Performance, Weld, Carlisle and other licensees, Cragar does not engage in the manufacture, marketing, sale, or distribution of any products related to its one-place wheel business, wrought wheel business, and steel outer rims wheel business, which together generated almost all of its revenue in fiscal year ended December 31, 2000. In general, the outsourcing of the manufacturing, marketing, sales and distribution operations with respect to the licensed products, together with the sale of all the related assets, has substantially decreased Cragar's revenue and related operating and marketing costs";
Yang dapat diartikan bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dengan yang disebutkan dalam lisensi di atas. Hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding khususnya Honda Motor, Co sebagai pihak Licensor;
|
Para pihak yang menjadi Licensor dan Licensee atau pun perjanjian terkait merupakan perjanjian pengganti dengan pihak lain bukanlah merupakan faktor kesebandingan yang patut dipertimbangkan dalam melakukan analisis kesebandingan, namun substansi dari perjanjian tersebutlah yang perlu diperhatikan, sebagaimana disebutkan dalam peraturan berikut:
Berdasarkan Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip, Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyebutkan bahwa:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
g.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
h.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
i.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengemoangan harta dimaksud";
|
Dengan demikian, argumen Terbanding tidak relevan karena peraturan yang berlaku tidak mempermasalahkan siapa pihak yang menjadi Licensor maupun Licensee dalam suatu perjanjian maupun apakah perjanjian tersebut merupakan perjanjian pengganti dengan pihak lain;
Adapun, terkait dengan pernyataan Terbanding bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dan hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding khususnya Honda Motor, Co sebagai pihak Licensor. Pemohon Banding menanggapi bahwa:
Berdasarkan perjanjian Cragar dan CIA, dinyatakan bahwa CIA (Licensee) diberikan lisensi berupa hak paten, know-how, proses dan teknologi yang bersifat eksklusif untuk membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menawarkan, dan memasarkan one-piece cast aluminum vehicle wheel dan aksesoris terkait, menggunakan merek yang dilisensikan;
Pemohon Banding, dimana Pemohon Banding (Licensee) diberikan lisensi untuk memproduksi, merakit, memasarkan, menggunakan, dan menjual produk yang dilisensikan;
Berdasarkan keterangan yang terdapat di website (https://www.bloomberg.com/profiles/com panies/CRGR:US-cragar-industries-inc), dinyatakan bahwa "Cragar Industries, Inc. designs, produces, and sells custom vehicle wheels and wheel accessories". Atau dapat diterjemahkan "Cragar Industries, Inc. melakukan desain, memproduksi, dan menjual ban kendaraan serta aksesoris ban yang dibuat secara khusus";
Dengan demikian, Cragar (Licensor) juga terlibat/melakukan kegiatan yang serupa dengan HMCO (Licensor) yaitu memproduksi, mendesain, dan menjual produk-produk yang dilisensikan. Sehingga perjanjian lisensi antara Cragar dan CIA adalah sebanding dengan perjanjian lisensi HMCO dan Pemohon Banding;
|
|
9)
|
Licensor: Cragar Industries Inc. (selanjutnya disebut Cragar)
Licensee: Carlisle Tire and Wheel Co. (selanjutnya disebut Carlisle)
|
|
Menurut Terbanding
|
Menurut Pemohon Banding
|
Tim Peneliti berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding karena memenuhi karakter Intellectual Property yang dibandingkan sebanding dengan Wajib Pajak dan perjanjian tersebut dibuat ketika para pihak adalah merupakan pihak-pihak yang independen (tidak dipengaruhi hubungan istimewa). Namun demikian mengingat dalam contractual term terdapat lapisan tarif royalty yang regresif dari 5% hingga 1%, maka Tim Peneliti berpendapat perlu dilakukan penyesuaian tarif royalty yang tepat untuk digunakan sebagai tarif pembanding. Bahwa dalam Transfer Pricing Documentation Wajib Pajak menggunakan tarif royalty sebesar 5%, sementara itu Tim Peneliti berpendapat bahwa tarif rata-rata lebih tepat digunakan untuk digunakan sebagai tarif yang dibandingkan dengan tarif royalty Wajib Pajak;
Berdasarkan Schedule D perjanjian royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co. diketahui sebagai berikut:
Selanjutnya Tim Penelit berpendapat bahwa tarif rata-rata sebesar 3,06% lebih tepat digunakan sebagai rate royalty perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carliste Tire & Wheel Co.
|
Sebelumnya, perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa perjanjian pembanding adalah antara Cragar Industries Inc. dan Carlisle Tire and Wheel Co., bukan Carlisle Tire & Wheel Co. sebagaimana dinyatakan oleh Terbanding;
Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapait Tim Peneliti yang menyatakan tarif royalti yang tepat adalah 3.06%;
Bahwa tarif 2% hingga 5% yang berada pada Schedule D (Lampiran-35) pada dasarnya adalah tarif yang wajar. Namun, Wajib Pajak tidak sependapat dengan Pemeriksa yang langsung menggunakan tarif regresif sebesar 3.06% tanpa mempertimbangkan fakta bahwa produk yang dihasilkan oleh Cragar dan Wajib Pajak secara nilai penjualan tidak dapat secara serta-merta disamakan;
Cragar adalah manufaktur produk otomotif berukuran kecil (misalnya velg/wheel disk) sedangkan produk yang dihasilkan Pemohon Banding adalah produk otomotif berukuran besar (yaitu motor). Pengaturan tarif royalti antara Cragar dan Carlisle sudah pasti disesuaikan dengan net sales sewajarnya untuk penjualan produk Cragar;
Dengan demikian, mengingat produk yang dihasilkan dan dijual oleh Pemohon Banding adalah motor, maka Terbanding tidak dapat membandingkan penjualan Pemohon Banding dan Cragar sebagai dasar untuk perhitungan tarif royalty;
Menurut Pemohon Banding, akan lebih tepat apabila menggunakan tarif rata-rata dari tarif royalti yang terdapat dalam schedule D, sebagai berikut:

Dengan menggunakan tarif rata-rata sebesar 3.33%, maka rentang kewajaran perjanjian pembanding adalah sebagai berikut:
Berdasarkan analisis Pemohon Banding, apabila Terbanding menerima 2 perjanjian pembanding lainnya dan menggunakan tarif rata-rata sebesar 3,33% untuk perjanjian pembanding antara Cragar dan Carlisle, maka tarif royalti efektif Pemohon Banding pada Tahun Pajak 2014 sebesar 4,31% masih berada dalam rentang kewajaran.
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila mengikuti kriteria penolakan seperti yang dilakukan oleh Terbanding (untuk mencari exact comparabies), maka ke-7 perjanjian pembanding harus ditolak juga karena tidak memenuhi kriteria kesebandingan dengan Pemohon Banding;
bahwa dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kelemahan metode CUP berupa kesulitan dalam menemukan exact comparables atau pembanding yang memiliki derajat kesebandingan yang sangat tinggi juga didukung oleh pernyataan Mukesh Butani (Ahli Transfer Pricing India) dalam Anuschka Bakker dan Belema Obuoforido, "Transfer Pricing and Customs Valuation Chapter 15 (IBFD Amsterdam), Halaman 426:
"Typically, the CUP method is applied for benchmarking royalty payments. To apply the CUP method, there should not be any material difference between a controlled transaction and an uncontrolled transaction, and thus the CUP method cannot be appropriately applied in the case of royalty payments since it is extremely difficult to find similar transaction. Hence, an indirect approach is adopted, whereby royalty payment is benchmarked by comparing net operating margins of the taxpayer, which are calculated after considering payment of royalty with the net operating margins earned by comparable independent companies.
Terjemahan:
"Pada umumnya, metode CUP diterapkan untuk menguji transaksi royalti. Untuk menerapkan metode CUP, tidak boleh terdapat perbedaan material antara transaksi yang sedang diuji dan transaksi independen sebagai pembanding, dan dengan demikian metode CUP tidak dapat diterapkan dengan tepat untuk transaksi royalti karena transaksi independen sebagai pembanding sangat sulit ditemukan. Oleh karena itu, pendekatan tidak langsung diterapkan, dimana pembayaran royalti diukur dengan membandingkan laba usaha dari Wajib Pajak, yang dika/kulasikan setelah mempertimbangkan pembayaran royalti dengan laba usaha dari perusahaan independen";
Hal senada juga dinyatakan oleh Oddleif Torvik, Transfer Pricing and Intangibles, Chapter 7 (Amsterdam: IBFD Doctoral Series), Halaman 251:
"The core problem with the CUT method is that it directly allocates residual profits by reference to what third parties have agreed in other licensing transactions. In order for the method to provide a reliable result, it is crucial that there is an extreme degree of comparability between the JP transferred in the controlled and uncontrolled transactions";
Terjemahan:
"Kelemahan utama metode CUT adalah metode tersebut mengalokasikan laba dengan hanya mengacu pada kesepakatan yang disetujui pihak independen dalam transaksi lisensi lainnya. Agar metode tersebut dapat memberikan hasil yang dapat diandalkan, dibutuhkan tingkat kesebandingan yang ekstrim antara harta tak berwujud yang ditransfer dalam transaksi afiliasi dan independen;
bahwa berdasarkan literatur di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila hanya menerapkan Metode CUP, maka akan sangat sulit untuk menemukan pembanding yang memiliki derajat kesebandingan sangat tinggi (khususnya terkait transaksi independen sebagai pembanding dalam transaksi royalti/intangibles) dengan Pemohon Banding karena banyaknya faktor dalam menentukan kesebandingan objek lisensi;
bahwa terlebih, apabila turut dipertimbangkan bahwa transaksi royalti in casu adalah terkait lisensi know-how yang bersifat rahasia. Dengan demikian, merupakan hal yang tidak mungkin untuk melakukan analisis kesebandingan dengan tepat, apabila hanya mem:iaca dan membandingkan lisensi Pemohon Banding dengan beberapa lembar perjanjian pembanding tanpa diketahui objek know-how-nya secara spesifik;
bahwa oleh karena itu, ketika terjadi sengketa di tingkat pengujian transaksional, maka perdebatan hanya akan berputar di kesebandingan pembanding yang mana tidak terdapat tolak ukur yang pasti (subjektif). Sehingga kebenaran analisis CUP harus dikonfirmasi kebenarannya dengan metode TNMM;
|
|
|
|
|
|
7.
|
Terbanding Tidak Pernah Membantah Dasar Hukum dan Bukti-Bukti yang Disampaikan oleh Pemohon Banding
bahwa selama proses pemeriksaan dan keberatan, ada fakta-fakta dan bukti yang tidak disanggah, ditanggapi, dan dijawab oleh Terbanding, yaitu terkait dengan hal-hal dalam label berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Menurut hukum acara, sikap tidak menyangkal atau membantah dipersamakan dengan mengakui. Mengacu pada Prof. R. Subekti, S.H., Hukum Acara Perdata, Celakan kedua, Binacipta, Bandung, Juni 1982, halaman 81-82 yang menyatakan:
|
|
"2.
|
Hal-hal yang tidak perlu dibuktikan
|
|
|
Hal-hal yang harus dibuktikan hanyalah hal-hal yang menjadi perselisihan, yaitu segala apa yang diajukan oleh pihak yang satu tetapi disangkal atau dibantah oleh pihak lain. Hal-hal yang diajukan oleh satu pihak dan diakui oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan karena tentang itu tidak ada perselisihan. Begitu pun tidak usah dibuktikan hal-hal yang diajukan oleh satu pihak dan meskipun tidak secara tegas dibenarkan oleh yang lain tetapi tidak disangkal.
Dalam hukum acara perdata sikap tidak menyangka dipersamakan dengan mengakui";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa fakta tersebut di atas tidak pernah dibantah oleh Terbanding dalam proses pemeriksaan dan keberalan sebagaimana dapal dilihat dalam Surat Tanggapan SPUH (Lampiran-8) dan Slide Presentasi terlampir (Lampiran-9). Dengan tidak mengajukan sanggahan terhadap bukti bukti atau keterangan yang disampaikan oleh Pemohon Banding, Terbanding dianggap telah mengakui fakta bahwa Terbanding tidak memiliki kewenangan untuk melakukan koreksi karena lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah dan harga atau laba Pemohon Banding telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
bahwa dengan demikian, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, demi keadilan dan kepastian hukum, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pemohon Banding memohon kepada Majelis Hakim untuk membatalkan koreksi Terbanding;
Tanggapan atas Pendapat Terbanding dalam Surat Uraian Banding Nomor S-1929/WPJ.19/2019 tanggal 1 Juli 2019
|
|
|
|
|
|
|
bahwa di dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor 073/DDTC-TP/X/2020 tanggal 19 Oktober 2020 yang pada pokoknya menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
bahwa terkait perbedaan-perbedaan argumen antara Pemohon Banding dan Terbanding telah Pemohon Banding sampaikan pada Penjelasan Tertulis Sidang ke-8 Nomor C32/DDTC-TP/Vl/2020 tanggal 15 Juni 2020, Penjelasan Tertulis Sidang ke-10 Nomor 064/DDTC-TP/Vll/2020 tanggal 27 Juli 2020, dan Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 Nomor 080/DDTC- TP/Vlll/2020 tanggal 24 Agustus 2020;
bahwa untuk memudahkan Majelis Hakim Yang Mulia terkait sengketa tahun pajak 2014, Pemohon Banding meringkas hal-hal yang menurut Pemohon Banding masih belum ditanggapi atau dibantah oleh Terbanding dari awal persidangan sampai dengan sidang ke-11. Padahal hal-hal tersebut adalah merupakan pokok sengketa, antara lain:
|
|
1.
|
Sengketa kewajaran tarif royalti (Metode CUP/CUT) sehubungan dengan pemilihan pembanding dan kaitannya dengan metode TNMM:
|
|
|
a.
|
Dasar Hukum ketentuan domestik Sanity Check Terbanding yang menyatakan bahwa koreksi CUT/CUP sudah benar sepanjang saat pengujian dengan metode TNMM masih masuk dalam rentang kewajaran;
|
|
|
b.
|
BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 kata "sepadan" menurut KBBI mempunyai nilai yang sama, seimbang, sebanding, berpatutan;
|
|
2.
|
Apakah Terbanding masih mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi ketika:
|
|
|
a.
|
harga atau laba Pemohon Banding sudah masuk dalam rentang kewajaran;
|
|
|
b.
|
hanya berdasarkan UU PPh Pasal 18 ayat 3 tanpa mempertimbangkan aturan turunan PER-32/PJ/2011, SE-50/PJ/2013, dan PER-22/PJ/2013;
|
|
3.
|
Apakah Terbanding masih mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi ketika Terbanding tidak mempunyai bukti Pemohon Banding melakukan penghindaran pajak yang seharusnya didokumentasikan dalam KKP identifikasi masalah? Risiko Penghindaran pajak itu antara lain dapat ditunjukkan dengan:
|
|
|
a.
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah;
|
|
|
b.
|
Performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis;
|
|
|
|
|
|
|
bahwa ketika Pemohon Banding mempertanyakan ketiga pokok sengketa tersebut di atas, Terbanding selalu mengkaitkannya dengan kewajaran royalti. Padahal, penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi royalti adalah terkait pokok sengketa Nomor 1. Untuk pokok sengketa no. 2 dan no. 3, berdasarkan ketentuan yang berlaku, beban pembuktian atau burden of proof berada di pihak Terbanding sehingga Terbanding lah yang harus membuktikan hal tersebut agar menjamin kualitas dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Terbanding;
bahwa perihal pokok sengketa no. 2, Pemohon Banding mendasarkan pada PER-32/PJ/2011 terkait kewenangan serta SE-50/PJ/2013 dan PER-22/PJ/2013 terkait prosedur pemeriksaan yang harus dijalankan oleh Terbanding;
bahwa Perihal pokok sengketa no.3 Pemohon Banding mendasarkan SE-50/PJ/2013 dan PER-22/PJ/2013 terkait prosedur pemeriksaan yang harus dijalankan oleh Terbanding. Namun Terbanding belum menanggapi perihal pokok sengketa kewenangan yang dimiliki Terbanding maupun prosedur pemeriksaan yang telah dijalankan Terbanding secara terpisah dari pokok sengketa kewajaran royalty;
bahwa lebih lanjut, Terbanding berulang kali dalam dalilnya menyatakan bahwa hanya mengikuti data/informasi dalam TP Doc Pemohon Banding. Pernyataan ini juga tidak sesuai dengan fakta dan kondisi sebenarnya, karena terkait penggunaan single/multiple year terkait Metode TNMM, Terbanding tidak mengikuti data/informasi yang ada dalam TP Doc;
bahwa di lain pihak, dalil Pemohon Banding selain mempertahankan data/informasi dalam TP Doc juga mempertanyakan terkait kewenangan Terbanding untuk melakukan koreksi dan apakah prosedur pemeriksaan telah dijalankan sesuai dengan ketentuan;
bahwa Pemohon Banding mengutip mengenai pentingnya prosedur pemeriksaan transfer pricing untuk dijalankan oleh Terbanding, berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Terbanding sendiri yaitu maksud dan tujuan SE-50/PJ/2013:
"Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa bertujuan memberikan kemudahan dan keseragaman bagi Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa guna menjamin pemeriksaan yang berkualitas";
bahwa Terbanding juga tidak mempertimbangkan Bab I Lampiran I SE-50/PJ/2013 yakni:
"Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak pada transaksi afiliasi, Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya;
Untuk menjamin kualitas pemeriksaan dalam menjalankan wewenang tersebut di atas, perlu disusun suatu petunjuk teknis pemeriksaan Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Petunjuk teknis ini merupakan tuntunan teknis pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa";
bahwa lebih lanjut, bahwa dalam Lampiran 3A SPT Tahun 2014 Pemohon Banding memang menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti;
bahwa Pemohon Banding dalam pemeriksaan pajak juga telah menyerahkan TP Documentation dengan menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti dan telah membuktikan bahwa tarif royalti yang telah dibayarkan Pemohon Banding sudah masuk rentang kewajaran dibandingkan dengan transaksi royalti independen;
bahwa lebih lanjut, untuk mendukung pengujian kewajaran tarif royalty dengan metode CUP/CUT, Pemohon Banding dalam TP Doc nya juga telah membuktikan bahwa laba usaha Pemohon Banding dengan menggunakan metode TNMM sudah masuk dalam rentang kewajaran dibandingkan dengan perusahaan independen. Hal ini sejalan dengan BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013;
bahwa Terbanding juga menggunakan dalil-dalil berikut ini:
|
|
-
|
Bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa Terbanding wajib atau harus melaksanakan analisis kewajaran harga atas transaksi afiliasi dengan dua metode karena kedua metode tersebut akan memperoleh hasil yang berbeda satu sama lain karena perbedaan sifat dari metode dan data yang digunakan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum karena masing-masing pihak akan menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan bagi pihak yang bersangkutan;
|
|
-
|
Bahwa hasil analisis kewajaran atas pembayaran biaya royalty tidak relevan dibandingkan dengan hasil analisis kewajaran atas laba yang diperoleh karena beda tujuan. Tujuan analisis kewajaran biaya royalty adalah untuk menilai kewajaran atas "satu transaksi" dengan pihak afiliasi, sedangkan tujuan analisis kewajaran laba adalah untuk menilai kewajaran hasil kegiatan usaha dalam satu tahun yang merupakan bermacam-macam transaksi baik transaksi dengan perusahaan dependen maupun independen, sehingga kedua analisis tersebut tidak dapat dibandingkan untuk menilai kewajaran transaksi dan hanya dapat digunakan sebagai bahan referensi;
|
|
-
|
Bahwa meskipun Pemohon Banding telah memperoleh penghasilan netto tahun 2014 dengan wajar atau bahkan telah memperoleh penghasilan netto melebihi penghasilan netto dari perusahaan pembanding (perusahaan independen), namun tidak serta merta transaksi antar perusahaan afiliasi berupa transaksi pembayaran royalti juga disimpulkan sudah wajar;
|
|
-
|
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas pembayaran royalty atas transaksi antar perusahaan afiliasi sesuai ketentuan a quo dengan mengacu kepada TP Doc Royalti Pemohon Banding, sehingga Terbanding tidak perlu lagi melakukan pengujian kewajaran penghasilan netto dengan metode TNMM karena yang menjadi sengketa banding adalah sengketa transaksi pembayaran royalty kepada perusahaan afiliasi. Dengan demikian penggunaan analisis kewajaran harga yang dilakukan Terbanding atas pembayaran royalty sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan a quo, sedangkan pendapat Pemohon Banding yang menyatakan Terbanding tidak perlu lagi melakukan koreksi atas pembayaran royalty karena penghasilan netto sudah wajar tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
|
|
-
|
Bahwa menurut Terbanding, meskipun penghasilan netto dari suatu perusahaan yang melakukan transaksi antar afiliasi telah memperoleh penghasilan netto yang wajar atau bahkan telah melebihi penghasilan netto dari perusahaan independen atau perusahaan yang melakukan transaksi dengan perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, namun transaksi lainnya belum tentu wajar karena yang dimaksud dengan wewenang Terbanding dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh adalah Terbanding mempunyai wewenang menguji kewajaran penghasilan bruto, biaya-biaya dan penghasilan netto sesuai dengan ketentuan a quo;
|
|
|
|
|
|
|
bahwa tanggapan Pemohon Banding:
|
|
1.
|
Dari 5 dalil Terbanding: 3 tanpa menggunakan dasar hukum dan 2 hanya menggunakan pasal "sapu jagat" UU PPh Pasal 18 ayat 3;
|
|
2.
|
Ada aturan domestik BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 pembayaran royalti harus menghasilkan tingkat pengembalian yang "sepadan". Terbanding juga belum pernah menanggapi kata "sepadan" menurut KBBI berarti mempunyai nilai yang sama; sebanding; seimbang; berpatutan. Aturan ini memberikan kepastian hukum agar semua pihak tidak bisa menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan, karena harus menghasilkan kesimpulan yang sama. Dengan ketentuan domestik ini, terbantahkan dalil
Terbanding yang menyatakan tidak perlu lagi melakukan pengujian dengan metode TNMM terkait transaksi pembayaran royalty;
Ada aturan domestik BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 pembayaran royalti harus menghasilkan tingkat pengembalian yang "sepadan". Terbanding juga belum pernah menanggapi kata "sepadan" menurut KBBI berarti mempunyai nilai yang sama; sebanding; seimbang; berpatutan. Aturan ini memberikan kepastian hukum agar semua pihak tidak bisa menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan, karena harus menghasilkan kesimpulan yang sama. Dengan ketentuan domestik ini, terbantahkan dalil
Terbanding yang menyatakan tidak perlu lagi melakukan pengujian dengan metode TNMM terkait transaksi pembayaran royalty;
|
|
3.
|
Terbanding dalam mendalilkan dasar hukum wewenang melakukan koreksi hanya berdasarkan UU PPh Pasal 18 ayat 3. Terbanding tidak mau mempertimbangkan adanya aturan turunan UU PPh Pasal 18 ayat 3, yaitu PER-32/PJ/2011, PER-22/PJ/2013, dan SE-50/PJ/2013 yang mengatur terkait pembatasan kewenangan ketika laba usaha Pemohon Banding sudah masuk dalam rentang kewajaran;
|
|
4.
|
Terbanding juga tidak mendokumentasikan bukti apakah ada penghindaran pajak agar bisa menjalankan wewenangnya untuk melakukan koreksi, seperti apakah laba usaha Pemohon Banding berada di bawah rata-rata industri sejenis dan apakah Pemohon Banding melakukan transaksi dengan negara yang yang tarif pajak lebih rendah dari Indonesia;
|
|
5.
|
Terbanding juga tidak mempertimbangkan Bab I Lampiran I SE-50/PJ/2013 yakni:
"Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak pada transaksi afiliasi, Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya;
Untuk menjamin kualitas pemeriksaan dalam menjalankan wewenang tersebut di atas, perlu disusun suatu petunjuk teknis pemeriksaan Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Petunjuk teknis ini merupakan tuntunan teknis pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa";
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang diperoleh selama proses persidangan, Pemohon Banding menyampaikan kesimpulan sebagai berikut:
|
|
1.
|
Terbanding dalam melakukan koreksi tidak mampu menyebutkan dasar hukum ketentuan domestik terkait sanity check yang mendalilkan bahwa koreksi CUT/CUP adalah benar sepanjang setelah koreksi masih masuk dalam rentang kewajaran di tingkat laba dengan metode TNMM;
|
|
2.
|
Terbukti Terbanding menggunakan terjemahan UN TP Manual yang salah sebagai dasar sanity check. Karena terjemahan UN TP Manual yang dilakukan oleh Terbanding bertolak belakang dengan terjemahan UN TP Manual yang dilakukan oleh penerjemah tersumpah;
|
|
3.
|
Agar sejalan dengan terjemahan UN TP Manual yang salah, maka untuk mendukung agar TNMM di tingkat laba masih masuk dalam rentang kewajaran di tahun 2014, Terbanding menggunakan laba usaha single year tahun 2014 yang diperoleh Pemohon Banding kemudian membandingkannya dengan multiple year/weighted average untuk perusahaan pembanding. Terbanding tidak ada bukti analisis kesebandingan atas penggunaan single/multiple year. Hal ini juga terjadi di tahun 2010 dan 2013, tidak pernah konsisten, yang tujuannya adalah agar setelah koreksi royalti masih masuk dalam rentang kewajaran. Terbukti, jika menggunakan informasi dalam TP Doc Pemohon Banding yang selalu konsisten menggunakan multiple/weighted average baik untuk laba usaha Pemohon Banding dan perusahaan pembanding, maka setelah koreksi royalti, laba usaha Pemohon banding akan di luar rentang kewajaran;
|
|
4.
|
Terbanding berusaha untuk mengarahkan pokok sengketa metode CUT/CUP analisis kesebandingan tarif royalti, yaitu dengan mendasarkan pada SPT lampiran 3A yang Pemohon Banding sampaikan. Padahal TP doc Pemohon Banding telah menyampaikan CUT/CUP Method untuk tarif royalti dan dikonfirmasi kebenarannya dengan metode TNMM di tingkat laba. Hal ini sejalan dengan aturan domestik BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013;
|
|
5.
|
Terbanding dalam mendalilkan hanya menggunakan UU PPh Pasal 18 ayat 3 tanpa mempertimbangkan aturan turunan UU PPh Pasal 18 ayat 3 terkait adanya pembatasan wewenang untuk melakukan koreksi ketika laba usaha Pemohon Banding sudah masuk dalam rentang kewajaran;
|
|
6.
|
Terbanding tidak mempunyai bukti Pemohon Banding melakukan penghindaran pajak agar Terbanding mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi;
|
|
7.
|
Aturan domestik BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 pembayaran royalti harus menghasilkan tingkat pengembalian yang "sepadan" atau menghasilkan kesimpulan yang sama adalah sejalan dengan pendapat ahli transfer pricing David Rosenbloom dan UN TP manual. Aturan ini memberikan kepastian hukum sehingga semua pihak tidak bisa menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan (cherry picking);
|
|
8.
|
Terbanding juga tidak membantah pernyataan Terbanding yang saling bertentangan satu sama lain;
|
|
9.
|
Pemohon Banding dengan menggunakan CUT/CUP method tarif royalti sudah masuk dalam rentang kewajaran, serta dikonfirmasi kebenarannya di tingkat laba usaha dengan metode TNMM yang juga masuk dalam rentang kewajaran bahkan untuk ROS dan NCPM sudah di atas median (Q2) mendekali kuartil atas (Q3);
|
|
10.
|
Terbanding menghasilkan kesimpulan CUT/CUP tidak wajar di lain pihak TNMM masuk ke dalam rentang kewajaran. Terbukti kesimpulan ini tidak sejalan dengan BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 yang seharusnya menghasilkan kesimpulan yang sama. Atau dengan kata lain, terbukti kesimpulan Terbanding tidak memberikan kepastian hukum karena menggunakan analisis yang paling menguntungkan, berusaha mengarahkan pokok sengketa menjadi analisis transaksional (metode CUT/CUP) tarif royalti yang sifatnya intangibles yang sulit untuk diperoleh exact comparables dalam praktik atau harus diperoleh tingkat kesebandingan yang ekstrim menurut ahli transfer pricing Oddleif Torvik;
|
|
11.
|
Terbanding seringkali tidak mengutip dengan lengkap OECD TP Guidelines dan ketentuan domestik yang jika dikutip dengan lengkap, mempunyai makna yang bertolak belakang;
|
|
12.
|
Terbanding seringkali mengutip aturan domestik atau OECD TP Guidelines yang sebenarnya tidak relevan dengan pokok sengketa;
|
|
13.
|
Untuk membenarkan/mempertahankan koreksi Terbanding, Terbanding banyak menggunakan kata-kata "tidak ada ketentuan", menanggapi tanpa menggunakan dasar hukum atau bahkan menghindar untuk menanggapi ketentuan domestik yang disampaikan Pemohon Banding;
|
|
14.
|
Menurut ahli transfer pricing Mukesh Butani, pembayaran royalti diukur dengan membandingkan laba usaha dari Wajib Pajak, yang dikalkulasikan setelah mempertimbangkan pembayaran royalti dengan laba usaha dari perusahaan independent;
|
|
15.
|
Terkait sengketa metode CUP/CUT, Terbanding keliru memahami kriteria pencarian pembanding Pemohon banding. Faktanya kriteria pencarian pembanding dalam TP Doc adalah berdasarkan kode SIC ATAU tipe industry;
|
|
16.
|
Alasan Terbanding menolak pembanding metode CUP/CUT berdasarkan kode SIC adalah tidak tepat, seharusnya Terbanding meneliti substansi perjanjian pembanding apakah industri tersebut sebanding atau tidak dengan Pemohon Banding;
|
|
17.
|
Terbanding tidak memiliki bukti bahwa perhitungan rata-rata tarif progresif perjanjian pembanding Cragar Industries Inc. dan Carlisle Tire and Wheel Co memiliki 4 lapis tarif yaitu 5%, 3.75%, 2.5%, dan 1%. Faktanya, berdasarkan bukti yang telah disampaikan Pemohon Banding, perjanjian tersebut memiliki 3 lapis tarif yaitu 5%, 3%, dan 2% sehingga menghasilkan rata-rata 3,33%;
|
|
No.
|
Menurut
Pemohon Banding
|
Menurut
Terbanding
|
Tanggapan
Pemohon Banding
|
Kewajaran Royalti (metode CUP/CUT) yang Dikaitkan dengan metode TNMM
|
1.
|
Dalam Risalah Pembahasan Pemeriksaan Terbanding Tahun 2014 Terbanding mengatakan:
"Sehingga dengan demikian berdasarkan sanity check, dapat diketahui bahwa hasil koreksi royalty yang dilakukan pemeriksa apabila diperhitungkan dalam pengujian baik NCPM dengan Q3 13,46% maupun OM dengan Q3 11,86% (TP Doc WP) masih berada dalam rentang kewajaran."
Pemohon Banding sudah meminta dasar hukum yang melandasi pernyataan sanity check tersebut pada
|
Bahwa Terbanding dalam risalah pembahasan pemeriksaan tahun pajak 2014 menyebutkan sebagai berikut:
"Sehingga dengan demikian berdasarkan sanity check, dapat diketahui bahwa hasil koreksi royalty yang dilakukan pemeriksa apabila diperhitungkan dalam pengujian baik NCPM dengan Q3 13,46% maupun OM dengan Q3 11,86% (TP Doc WP) masih berada dalam rentang kewajaran."
Memperhatikan dari risalah pembahasan, pada halaman 2 Wajib Pajak menyatakan tidak setuju atas koreksi royalti dengan menyatakan bahwa Pemeriksa tidak melakukan pengujian sanity check menggunakan metode TNMM untuk melakukan konfirmasi ulang terhadap keandalan penerapan metode CUP oleh Pemeriksa. Menanggapi pernyataan Wajib Pajak tersebut, Pemeriksa pada halaman 8 menyatakan bahwa telah melakukan sanity check sebagaimana permintaan Wajib Pajak dengan penjelasan sebagai berikut: .... (risalah pembahasan terlampir)
Dengan demikian, pengujian yang dilakukan Terbanding adalah pengujian yang dilakukan guna menjawab permintaan Pemohon Banding pada saat pembahasan akhir dimana dari pengujian tersebut Terbanding berpendapat bahwa walaupun biaya royalti dikoreksi namun dalam pengujian baik NCPM dengan Q3 3,46 maupun OM dengan Q3 11,86 masih dalam rentang wajar.
|
Terbanding tetap belum menjawab dasar hukum yang membenarkan pernyataan sanity check tersebut.
Terbanding beralasan bahwa sanity check yang dilakukan Terbanding hanya untuk memenuhi permintaan Pemohon Banding. Padahal dalil Pemohon Banding adalah:
"Sanity Check merupakan kewajiban yang harus dilakukan Terbanding sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan domestik dengan peraturan sebagai berikut":
S-153/PJ.4/2010 Lampiran I, Huruf B.1 mewajibkan:
"Setelah harga kewajaran diterapkan, maka HARUS diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah kewajaran diterapkan adalah kewajaran diterapkan adalah dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis."
BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
"Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licensee) atau pembeli dari harta tidak berwujud maka PERLU memperhatikan hal-hal antara lain: a. Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalti yang dibayarkan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut."
|
6)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-6 nomor 095/DDTC-TP/I/2020 tanggal 3 Februari 2020,
|
7)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-7 nomor 052/DDTC-TP/II/2020 tanggal 24 Februari 2020,
|
8)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-8 nomor 032/DDTC-TP/VI/2020 tanggal 15 Juni 2020,
|
9)
|
Perbedaan Argumen Pemohon Banding dan Terbanding terkait Sanity Check dan Kewenangan dan Kaitannya dengan Sidang PT Astra Honda Motor Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014 nomor 064/DDTC- TP/VII/2020 tanggal 27 Juli 2020, dan
|
10)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 nomor 080/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020,
|
Namun Terbanding belum pernah menjawab dasar hukum yang membenarkan pernyataan sanity check tersebut.
|
Sejak tahun 2010, OECD telah mengakui penerapan "the most appropriate method" dalam pemilihan metode transfer pricing:
Par 2.2 OECD TP Guidelines 2010
The selection of a transfer pricing method always aims at finding the most appropriate method for a particular case. For this purpose, the selection process should take account of the respective strengths and weaknesses of the OECD recognised methods; the appropriateness of the method considered in view of the nature of the controlled transaction, determined in particular through a functional analysis; the availability of reliable information (in particular on uncontrolled comparables) needed to apply the selected method and/or other methods; and the degree of comparability between controlled and uncontrolled transactions, including the reliability of comparability adjustments that may be needed to eliminate material differences between them. No one method is suitable in every possible situation, nor is it necessary to prove that a particular method is not suitable under the circumstances.
Terjemahan bebas:
Pemilihan metode transfer pricing selalu bertujuan untuk menemukan metode yang paling tepat untuk kasus tertentu. Untuk tujuan ini, proses seleksi harus mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan masing-masing metode yang diakui OECD; kesesuaian metode yang dipertimbangkan dengan mempertimbangkan sifat transaksi yang dikendalikan, ditentukan secara khusus melalui analisis fungsional; ketersediaan informasi yang dapat diandalkan (khususnya tentang pembanding yang tidak terkontrol) yang diperlukan untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain; dan tingkat komparabilitas antara transaksi yang dikendalikan dan tidak terkendali, termasuk keandalan penyesuaian komparabilitas yang mungkin diperlukan untuk menghilangkan perbedaan material di antara keduanya. Tidak ada satu metode yang cocok dalam setiap situasi yang memungkinkan, juga tidak perlu membuktikan bahwa metode tertentu tidak cocok dalam situasi tersebut.
|
Terbanding seharusnya paham bahwa sebagai negara hukum, ketentuan peraturan perundang-undangan domestik Indonesia harus lebih diutamakan untuk mencapai kepastian hukum.
OECD TP Guidelines hanya merupakan soft law atau pedoman, ketika aturan domestik tidak jelas atau tidak lengkap. Atau dengan kata lain, OECD TP Guidelines hanya mempunyai nilai persuasif.
Lebih lanjut, Paragraf point 2.2 OECD TP Guidelines adalah terkait the most appropriate method. Sengketa ini tidak terkait dengan the most appropriate method.
|
Par. 2.4
There are situations where transactional profit methods are found to be more appropriate than traditional transaction methods. For example, cases where each of the parties makes valuable and unique contributions in relation to the controlled transaction, or where the parties engage in highly integrated activities, may make a transactional profit split more appropriate than a one-sided method. As another example, where there is no or limited publicly available reliable gross margin information on third parties, traditional transaction methods might be difficult to apply in cases other than those where there are internal comparables, and a transactional profit method might be the most appropriate method in view of the availability of information.
Terjemahan bebas:
Ada situasi di mana metode keuntungan transaksional ditemukan lebih sesuai daripada metode transaksi tradisional. Misalnya, kasus dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi yang berharga dan unik dalam kaitannya dengan transaksi yang dikendalikan, atau di mana para pihak terlibat dalam aktivitas yang sangat terintegrasi, dapat membuat pembagian keuntungan transaksional lebih tepat daripada metode satu sisi. Sebagai contoh lain, dimana tidak ada atau terbatas informasi margin kotor yang dapat diandalkan yang tersedia untuk umum tentang pihak ketiga, metode transaksi tradisional mungkin sulit diterapkan dalam kasus selain di mana terdapat pembanding internal, dan metode laba transaksional mungkin merupakan metode yang paling tepat. mengingat ketersediaan informasi.
|
Paragraf point 2.4 adalah terkait profit
split method. Tidak ada sengketa terkait
profit split method.
|
Dari panduan tersebut dinyatakan bahwa dalam menentukan metode pengujian yang paling tepat sangat bergantung pada kondisi transaksi serta informasi yang dapat diperoleh berkaitan dengan transaksi yang akan diuji serta ketersediaan pembanding yang handal.
|
Pernyataan dari Paragraf 2.2 OECD TP Guidelines ini ini betul, tapi tidak relevan karena bukan pokok sengketa dan tidak menjawab pertanyaan Pemohon Banding.
|
Metode TNMM dapat memberikan hasil yang lebih memadai dalam kasus dimana masing-masing pihak yang bertransaksi memberikan kontribusi yang berharga dan unik serta para pihak sangat terintegrasi.
|
Pernyataan dari Par 2.4 ini tidak benar, karena BUKAN terkait TNMM, akan tetapi terkait Profit Split.
|
Pemohon Banding telah keliru memahami pernyataan Terbanding bahwa setelah melakukan sanity check maka transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding sudah berada dalam rentang kewajaran.
|
Pemohon Banding sangat tidak setuju dengan pernyataan Terbanding bahwa Pemohon Banding telah keliru memahami terkait sanity check yang dilakukan oleh Terbanding.
Alasannya adalah:
|
1.
|
Kesimpulan akhir Terbanding tanggal 14 Agustus 2017 untuk sengketa pajak tahun 2018 halaman 5 dan Kesimpulan Akhir Terbanding tanggal 28 Mei 2018 untuk sengketa pajak tahun 2013 halaman 11 sebagai berikut:
"DJP menerapkan metode CUP untuk pengujian Royalti menghasilkan laba operasi WP masih berada dalam rentang kewajaran sehingga penerapan metode CUP tersebut telah benar dan tidak excessive."
|
2.
|
KKP 2010, 2013, dan 2014 menggunakan dalil yang sama yaitu sebagai pembenaran bahwa CUT/CUPnya telah benar dengan mengkaitkan bahwa: sepanjang setelah koreksi CUT/CUP masih masuk dalam range kewajaran di tingkat laba usaha atau TNMM, maka koreksi CUT/CUP yang dilakukan telah benar.
Terbanding fokus saja menjawab permintaan Pemohon Banding untuk menjawab dasar hukum ketentuan domestik atas pernyataan Terbanding terkait sanity check yang sudah ada di KKP 2010, 2013, dan 2014. Jangan berupaya untuk mengalihkan seakan-akan Pemohon Banding tidak paham pokok sengketa terkait sanity check.
|
Pertama-tama Terbanding perlu menyampaikan bahwa sanity check yang dilakukan oleh Terbanding adalah untuk memenuhi permintaan Pemohon Banding untuk menguji apakah setelah dilakukan koreksi, hasil perhitungan Terbanding menjadi menyimpang jauh.
|
Pemohon Banding kembali ingin Terbanding fokus saja ketentuan domestik mana terkait sanity check yang menyatakan untuk menguji apakah setelah koreksi, hasil perhitungan menjadi menyimpang jauh.
|
Sebagai analogi, sanity check yang dilakukan dalam sengketa a quo adalah sama halnya dengan pengujian penjualan dengan penggunaan pengujian tidak langsung melalui akun pembelian dengan akun piutang. Nilai yang paling handal adalah yang didasari data yang lebih lengkap.
|
Terbanding tidak dapat menggunakan interpretasi analogi dalam hukum pajak. Jean-Claude Bouchard dalam Selected issues in European Tax Law-The Legal Character of the European VAT System: The French Approach (Lampiran-2) menyatakan bahwa terutangnya pajak tidak bisa diperluas dengan menggunakan pendekatan analogi atau perbandingan.
Lebih lanjut, dalam Frans Vanistendael, "ls Fiscal Justice Progressing?", Bulletin for International Taxation, IBFD, October 2010, hal. 527 (Lampiran-3) juga menyatakan pendapat yang sama bahwa pendekatan analogi tidak bisa digunakan untuk kepastian hukum.
Dalil Terbanding dengan mengkaitkan sanity check dalam sengketa a quo dengan pengajuan tidak langsung adalah sangat tidak tepat. Karena berdasarkan ketentuan BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 pengujian mengkaitkan pembayaran royalti dengan tingkat pengembalian yang sepadan adalah pendekatan langsung.
|
Namun demikian berdasarkan kondisi yang tersedia pada saat pemeriksaan dalam sengketa a quo, maka penggunaan metode penyandingan harga (metode CUP/CUT) adalah lebih memenuhi panduan yang dimaksud dalam OECD TP Guideline.
Pendapat Terbanding tersebut dilatari dengan pertimbangan bahwa:
|
Mengapa Terbanding tidak pernah membantah ketentuan domestik yang telah Pemohon Banding sampaikan?
BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
"Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licensee) atau pembeli dari harta tidak berwujud maka PERLU memperhatikan hal-hal antara lain: a. Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalti yang dibayarkan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut."
Apakah karena ketentuan domestik tersebut adalah suatu kebenaran yang tidak terbantahkan?
|
c.
|
harga yang diuji berkaitan langsung dengan nilai transaksi royalty.
|
d.
|
Metode TNMM akan melibatkan seluruh probis Pemohon Banding termasuk transaksi yang dengan pihak independen dan transaksi lain yang sifatnya umum (sharing) misalnya biaya opex, serta pengaruh kurs baik di sisi Pemohon Banding maupun pembanding.
|
Hal tersebut tentunya justru akan menghasilkan nilai yang bias, karena sangat mungkin performa yang dihasilkan transaksi independen akan menutupi performa transaksi yang diuji atau sebaliknya.
|
Terbanding dalam mendalilkan tidak bisa memberikan dasar hukum dalam memberikan pernyataannya. Lebih lanjut, apa Terbanding punya bukti dengan pernyataan sangat mungkin performa transaksi independen akan menutupi performa transaksi yang diuji atau sebaliknya?
|
Bahwa dalam melakukan sanity check Terbanding hanya melakukan pembandingan saja tidak dalam rangka menguji kehandalan pengujian dengan metode TNMM yang dilakukan oleh Pemohon Banding karena menurut Terbanding penggunaan metode CUP/CUT adalah metode yang paling tepat dalam menguji transaksi royalti Pemohon Banding.
|
Kalau Terbanding berpendapat bahwa metode yang paling tepat adalah CUT/CUP Method, mengapa Terbanding menggunakan sanity check dan masuk dalam KKP?
Pemohon Banding memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk meminta Terbanding untuk menanggapi hal ini secara lisan di persidangan karena ini merupakan pokok sengketa yang selalu tidak pernah dibantah secara tertulis.
|
Bahwa sejak terbit PER-22/PJ/2013 maupun SE-50/PJ/2013 maka KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 yang menjadi pertimbangan terbitnya S-153/PJ.04/2010 menjadi tidak berlaku dan tidak dapat dipergunakan sebagai sumber hukum, khususnya penegasan pada huruf B angka 1 paragraf 3 S-153/PJ.04/2010:
"Setelah harga wajar transaksi afiliasi ditetapkan, maka harus diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah bagian laba kena pajak yang realistis secara ekonomis dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis."
Tidak diberlakukan lagi KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 juga sejalan dengan pedoman yang terdapat dalam OECD TP Guidelines 2010.
|
Bahwa Pemohon Banding paham S-153/PJ.4/2010 telah dicabut, namun dalam memahami SE-50/PJ/2013 Terbanding harus melakukan interpretasi historis dengan cara mempertimbangkan keseluruhan peraturan yaitu S-153/PJ.4/2010 dan SE-50/PJ/2013 karena sama-sama mengaitkan harga transaksi (CUP) dengan tingkat laba dibandingkan dengan perusahaan sejenis (TNMM).
Atau dengan kata lain, bahwa sejak dahulu S-153/PJ.4/2010, aturan yang dibuat oleh Terbanding terkait pemeriksaan TP adalah meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi diterapkan, pemeriksa harus kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama.
|
2.
|
Masih terkait dengan pertanyaan di atas, Pemohon Banding berpendapat bahwa Terbanding melakukan koreksi dengan dalil tersebut di atas berdasarkan Paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual terkait dengan sanity check yang sudah diterjemahkan yang dapat dilihat dalam Kesimpulan akhir Terbanding tanggal 14 Agustus 2017 untuk sengketa pajak tahun 2010 halaman 5 dan Kesimpulan Akhir Terbanding tanggal 28 Mei 2018 untuk sengketa pajak tahun 2013 halaman 11 sebagai berikut:
"DJP menerapkan metode CUP untuk pengujian Royalti menghasilkan laba operasi WP masih berada dalam rentang kewajaran sehingga penerapan metode CUP tersebut telah benar dan tidak excessive."
Apakah Terbanding setuju atau tidak dengan pendapat Pemohon Banding bahwa dalil untuk membenarkan koreksi yang dituangkan dalam risalah pembahasan pemeriksaan dan SPUH saat keberatan tahun pajak 2014 adalah menggunakan Paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual sama dengan tahun 2010 dan 2013?

Terjemahan menurut Pemohon Banding sudah sesuai dengan ketentuan domestik SE-50/PJ/2013. Ketentuan domestik tersebut juga sudah sesuai dengan:
|
Terbanding berpendapat bahwa:
|
Bahwa dalam Lampiran 3A SPT Tahun 2014 Pemohon Banding memang menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti.
Pemohon Banding dalam pemeriksaan pajak juga telah menyerahkan TP Documentation dengan menggun akan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti dan telah membuktikan bahwa tarif royalti yang telah dibayarkan Pemohon Banding sudah masuk rentang kewajaran dibandingkan dengan transaksi royalti independen.
Lebih lanjut, untuk mendukung pengujian kewajaran tarif royalty dengan metode CUP/CUT, Pemohon Banding dalam TP Doc nya juga telah membuktikan bahwa laba usaha Pemohon Banding dengan menggunakan metode TNMM sudah masuk dalam rentang kewajaran dibandingkan dengan perusahaan independen. Hal ini sejalan dengan BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013.
|
-
|
Pemohon Banding baik dalam Lampiran 3A SPT PPh 2014 maupun kedua kajian yang dituangkan dalam bentuk Transfer Pricing Documentation, menggunakan pengujian tersendiri untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP. Dalam TP Documentation terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM pun, atas transaksi royaltinya dinyatakan dilakukan pengujian tersendiri (menggunakan metode CUP/CUT).
Terbanding telah melakukan pengujian atas pembayaran biaya royalti berdasarkan Transfer Pricing Study for intercompany Royalty Transaction for Fiscal Year 2014 milik Pemohon Banding;
|
-
|
Bahwa Transaksi Afiliasi atas Pembayaran Royalti, diatur juga dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, sehingga transaksi-transaksi tersebut dapat menjadi objek pengujian oleh Terbanding, sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Bahwa dalam melakukan koreksinya, Terbanding telah sesuai dengan ketentuan tersebut;
|
-
|
Tidak ada ketentuan di SE-50/PJ/2013 yang menyatakan bahwa apabila analisis keuangan perusahaan sudah bagus serta merta pembayaran royalti sudah wajar
|
Pertanyaan-pertanyaan Terbanding seharusnya terjawab dengan ketentuan domestik di bawah ini. Akan tetapi Terbanding tidak pernah membantahnya.
BAB II Bagian 3.3.c.a SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan istimewa:
"Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licensee) atau pembeli dari harta tidak berwujud maka PERLU memperhatikan hal-hal antara lain: a. Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalti yang dibayarkan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut."
|
4)
|
Pendapat ahli transfer pricing seperti H. David Rosenbloom dan Mukesh Butani;
|
5)
|
Putusan Pengadilan Pajak India seperti Cadbury India Ltd v. ADIT (2010, India), Lumax Industries Ltd vs ACIT (2012, India), Air Liquide Engineering India P. Ltd. Vs DCIT (2011, India), Thyssen Krupp Industries India Pvt. Ltd.,Vs. A CIT (2011, India);
|
6)
|
Pendapat Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-114023.15/2013/PP tahun 2020 halaman 147:
"Bahwa dengan demikian akan lebih tepat apabila Terbanding juga melakukan analisis rasio keuangan (NCP, ROS, dan ROA) yang dilakukan melalui pendekatan metode di tingkat laba bersih melalui metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) untuk memastikan apakah penerapan metode CUT tersebut realistis secara ekonomis maupun nasional di tingkat laba, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Terbanding, hal ini sesuai dengan United Nation Transfer Pricing Manual (selanjutnya: UN TP Manual) paragraph 6.3.12.7 yang menyatakan:
"Lebih lanjut, TNMM sering digunakan untuk menguji dan mengkonfirmasi atas hasil dari traditional transaction methods."
Serta pendapat Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-106694.15/2010/PP/M.VIIIA tahun 2020 halaman 133:
"Bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat apabila pengujian kewajaran di tingkat laba operasi telah mencapai rentang tingkat kewajaran, maka dalam prakteknya transaksi yang terjadi antara biaya-biaya yang terdapat dalam HPP maupun Biaya Usaha menjadi komponen penilaian kewajaran transaksi yang dilakukan sudah memenuhi prinsip kewajaran"
"Bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan atas Biaya Royalti yang telah dibayarkan Pemohon Banding kepada pihak afiliasinya yang telah merupakan komponen biaya yang sudah diperhitungkan dalam analisis margin laba operasi rata-rata tertimbang Pemohon Banding telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha"
|
-
|
Bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa Terbanding wajib atau harus melaksanakan analisis kewajaran harga atas transaksi afiliasi dengan dua metode karena kedua metode tersebut akan memperoleh hasil yang berbeda satu sama lain karena perbedaan sifat dari metode dan data yang digunakan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum karena masing-masing pihak akan menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan bagi pihak yang bersangkutan
|
Pernyataan Terbanding bahwa pengujian dua metode akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena akan memperoleh hasil yang berbeda satu sama lain karena perbedaan sifat dari metode dan data yang digunakan sehingga masing-masing pihak akan menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan bagi pihak yang bersangkutan SEHARUSNYA DITUJUKAN UNTUK TERBANDING SENDIRI YANG PENGUJIAN SANITY CHECK MENGHASILKAN METODE CUT/CUP TIDAK WAJAR DAN METODE TNMM WAJAR.
Karena aturan domestik BAB II Bagian B.3.c.a. SE-50/PJ/2013 harus menghasilkan hasil yang sepadan atau sama.
Terbanding juga belum pernah menanggapi kata "sepadan" menurut KBBI berarti mempunyai nilai yang sama; sebanding; seimbang; berpatutan.
Aturan ini memberikan kepastian hukum agar semua pihak tidak bisa menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan, karena harus menghasilkan kesimpulan yang sama.
Dengan ketentuan domestik ini, terbantahkan dalil Terbanding yang menyatakan tidak perlu lagi melakukan pengujian dengan metode TNMM terkait transaksi pembayaran royalti.
|
-
|
Bahwa hasil analisis kewajaran atas pembayaran biaya royalty tidak relevan dibandingkan dengan hasil analisis kewajaran atas laba yang diperoleh karena beda tujuan. Tujuan analisis kewajaran biaya royalty adalah untuk menilai kewajaran atas "satu transaksi" dengan pihak afiliasi, sedangkan tujuan analisis kewajaran laba adalah untuk menilai kewajaran hasil kegiatan usaha dalam satu tahun yang merupakan bermacam-macam transaksi baik transaksi dengan perusahaan dependen maupun independen, sehingga kedua analisis tersebut tidak dapat dibandingkan untuk menilai kewajaran transaksi dan hanya dapat digunakan sebagai bahan referensi;
|
Selain itu, Terbanding juga belum memberikan tanggapan terkait perbedaan terjemahan antara Terbanding dengan Penerjemah Tersumpah yang saling bertolak belakang.
Pemohon Banding sudah menyampaikan permintaan tanggapan pada:
|
-
|
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas pembayaran royalty atas transaksi antar perusahaan afiliasi sesuai ketentuan a quo dengan mengacu kepada TP Doc Royalti Pemohon Banding, sehingga Terbanding tidak perlu lagi melakukan pengujian kewajaran penghasilan neto dengan metode TNMM karena yang menjadi sengketa banding adalah sengketa transaksi pembayaran royalty kepada perusahaan afiliasi. Dengan demikian penggunaan analisis kewajaran harga yang dilakukan Terbanding atas pembayaran royalty sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan a quo, sedangkan pendapat Pemohon Banding yang menyatakan Terbanding tidak perlu lagi melakukan koreksi atas pembayaran royalty karena penghasilan neto sudah wajar tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
|
Pemohon Banding memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar Terbanding menjawabnya secara lisan di persidangan.
Terbanding menggunakan aturan "sapujagat" UU PPh Pasal 18 ayat 3 sebagai pembenaran wewenang untuk melakukan koreksi, di lain pihak menghindar untuk membantah dengan aturan turunan UU PPh Pasal 18 ayat 3.
Pemohon Banding juga mengutip mengenai pentingnya prosedur pemeriksaan transfer pricing untuk dijalankan oleh Terbanding, berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Terbanding sendiri yaitu maksud dan tujuan SE-50/PJ/2013:
Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa bertujuan memberikan kemudahan dan keseragaman bagi Pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa guna menjamin pemeriksaan yang berkualitas."
Terbanding juga tidak mempertimbangkan Bab I Lampiran I SE-50/PJ/2013 yakni:
"Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak pada transaksi afiliasi, Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus,atau metode lainnya.
Untuk menjamin kualitas pemeriksaan dalam menjalankan wewenang tersebut di atas, perlu disusun suatu petunjuk teknis pemeriksaan Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Petunjuk teknis ini merupakan tuntunan teknis pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa."
Bahwa perlu diingat Terbanding juga menggunakan BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 sebagai dasar hukum Terbanding di KKP.
|
3)
|
Perbedaan Argumen Pemohon Banding dan Terbanding terkait Sanity Check dan Kewenangan dan Kaitannya dengan Sidang PT Astra Honda Motor Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014 nomor 064/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 27 Juli 2020, dan
|
4)
|
Penjelasan Tertulis Sidang 11 nomor SE-50/PJ/2013 yakni: 080/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020.
|
-
|
Bahwa dasar hukum yang digunakan Pemohon Banding adalah Lampiran 2, Huruf B.6 S-153/PJ.4/2010 tentang Panduan Pemeriksaan Kewajaran Transaksi Afiliasi sebagaimana tersebut pada halaman 14 penjelasan tertulis mewajibkan:
"Meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi (CUP)* diterapkan, pemeriksa HARUS kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama (TNMM)*."
*(penambahan penekanan)
S-153/PJ.4/2010 Lampiran I, Huruf B.1 mewajibkan:
"Setelah harga kewajaran diterapkan, maka HARUS diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah bagian laba kena pajak yang realistis secara ekonomis dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis."
Terbanding menanggapi bahwa S-153/PJ.4/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi didasarkan pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.71/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing (Seri T P-1). Bahwa KEP-01 sudah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januari 1995 karena Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 yang mendasarinya sudah dicabut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1994. KEP-01 dicabut dan tidak berlaku lagi mulai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 22/PJ./2013 yang berlaku sejak 1 Juli 2013 sedangkan SE-04 dicabut pada tanggal 24 Oktober 2013 dengan diterbitkannya SE-50/PJ/2013 tanggal 24 Oktober 2013. Mengingat sengketa yang diajukan banding oleh Pemohon Banding terkait dengan Tahun Pajak 2014 maka dasar hukum S-153/PJ.41/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi dinyatakan tidak berlaku lagi.
|
Bahwa Pemohon Banding paham S-153/PJ.4/2010 telah dicabut, namun dalam memahami SE-50/PJ/2013 Terbanding harus melakukan interpretasi historis dengan cara mempertimbangkan keseluruhan peraturan yaitu S-153/PJ.4/2010 dan SE-50/PJ/2013 karena sama-sama mengaitkan harga transaksi (CUP) dengan tingkat laba dibandingkan dengan perusahaan sejenis (TNMM).
Atau dengan kata lain, bahwa sejak dahulu S-153/PJ.4/2010, aturan yang dibuat oleh Terbanding terkait pemeriksaan TP adalah meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi diterapkan, pemeriksa harus kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama.
|
Terkait dengan kesalahan terjemahan (pemaknaan) Paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual terkait dengan sanity check yang disampaikan Pemohon Banding:
Secara lengkap panduan dalam UN Model diuraikan sebagai berikut:
B.3.3.12.6. Finally, TNMM may be attractive if the data is simply not available to perform a gross margin method of analysis. For example, this may be the case if the gross profits of comparable companies are not published and only their operating profits are known. The cost of goods sold by companies may also not be available, therefore only a net margin method of analysis can be applied using the return on total costs as the profit level indicator.
B.3.3.12.7. In addition to the three situations mentioned above, the TNMM is also used in practice by tax authorities to identify companies for an audit by analysing their net profit margins. Furthermore, the TNMM is often applied to check and to confirm the results of traditional transactional methods. For example, the TNMM may be used in combination with the Resale Price Method to determine an arm's length compensation for a distribution company
|
Paragraf B.3.3.12.6 tidak relevan dengan karena terkait metode di tingkat laba kotor tidak dapat digunakan ketika informasi laba kotor tidak tersedia sehingga metode TNMM di tingkat laba bersih dapat dipergunakan.
|
Pada dasarnya terdapat benang merah/kesamaan situasi yang melatarbelakangi penggunaan metode TNMM baik secara sendiri ataupun berbarengan sebagaimana juga diuraikan dalam Par. 2.4 OECD TP Guidelines
There are situations where transactional profit methods are found to be more appropriate than traditional transaction methods. For example, cases where each of the parties makes valuable and unique contributions in relation to the controlled transaction, or where the parties engage in highly integrated activities, may make a transactional profit split more appropriate than a one-sided method.
As another example, where there is no or limited publicly available reliable gross margin information on third parties, traditional transaction methods might be difficult to apply in cases other than those where there are internal comparables, and a transactional profit method might be the most appropriate method in view of the availability of information.
Terjemahan bebas
Ada situasi di mana metode keuntungan transaksional ditemukan lebih sesuai daripada metode transaksi tradisional. Misalnya, kasus dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi yang berharga dan unik dalam kaitannya dengan transaksi yang dikendalikan, atau di mana para pihak terlibat dalam aktivitas yang sangat terintegrasi, dapat membuat pembagian keuntungan transaksional lebih tepat daripada metode satu sisi.
Sebagai contoh lain, di mana tidak ada atau terbatas informasi margin kotor yang dapat diandalkan yang tersedia untuk umum tentang pihak ketiga, metode transaksi tradisional mungkin sulit diterapkan dalam kasus selain di mana terdapat pembanding internal, dan metode laba transaksional mungkin merupakan metode yang paling tepat. mengingat ketersediaan informasi.
Terjemahan Pemohon Banding:
"Lebih lanjut, TNMM sering digunakan untuk menguji dan mengkonfirmasi atas hasil dari traditional transactional methods.''
|
Pernyataan Terbanding yang mengkaitkan metode TNMM dengan OECD Par 2.4 adalah TIDAK BENAR.
Paragraf 2.4 in terkait metode profit split sehingga tidak relevan dalam pokok sengketa.
Paragraf ini terkait ketersediaan data metode Cost Plus di tingkat gross margin yang umumnya tidak tersedia, sehingga metode TNMM lebih tepat. Oleh karena ini paragraf ini tidak relevan dengan pokok sengketa.
|
Memperhatikan panduan dalam UN Model dan OECD tersebut penggunaan metode tradisional berbarengan dengan TNMM dilatarbelakangi adanya situasi tertentu, dapat berupa ketersediaan data dan/atau kondisi transaksi yang unik atau saling terkait.
Dengan demikian karena ketiadaan situasi yang unik/saling terkait serta tersedia data yang memadai atas transaksi yang diuji, maka penggunaan sanity check dengan TNMM justru akan menyebabkan bias output yang dihasilkan.
|
Terbanding salah menggunakan UN Model karena seharusnya UN TP Manual. Terbanding kembali salah ketika mengkaitkan UN TP Manual dengan OECD TP Guidelines.
Terbanding salah dalam mengambil kesimpulan: ketersediaan data adalah terkait pemilihan metode TNMM lebih diutamakan dari metode cost plus di tingkat laba kotor, kemudian kondisi unik dan terintegrasi adalah terkait metode profit split.
Bahwa Terbanding masih belum memberi tanggapan atas kesalahan Terbanding dalam melakukan terjemahan Paragraf 6.3.12.7 UN TP.
Pertanyaan singkatnya adalah Mana yang benar? Terjemahan menurut Terbanding atau menurut Penerjemah Tersumpah? Karena interpretasi terjemahannya saling bertolak belakang.
Kalau ada yang salah, tunjukkan bagian mana salahnya?
Pemohon Banding memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar Terbanding menjawabnya secara lisan di persidangan.
Bahwa seharusnya Terbanding membaca chapter B.3.3.12 terkait "When to Use the Transactional Net Margin Method" secara keseluruhan. Pada chapter tersebut menjelaskan 3 kondisi penggunaan TNMM yang tepat.
Namun dari 3 kondisi yang dijabarkan dalam B.3.3.12, Terbanding hanya mengutip 1 kondisi yang memang tidak dipenuhi oleh Pemohon Banding.
Padahal pada kondisi kedua, TNMM juga dapat digunakan dalam kondisi:
B.3.3.12.2. "TNMM may also be appropriate for use in certain situations in which data limitations on uncontrolled transactions make it more reliable than traditional methods."
Terjemahan:
"TNMM juga sesuai untuk digunakan dalam situasi tertentu di mana keterbatasan data pada transaksi pembanding membuatnya lebih dapat diandalkan daripada metode tradisional. "
Dalam hal ini sangat sulit untuk melakukan perbandingan dengan metode CUP/CUT saja dengan hanya membandingkan perjanjian royalty Pemohon Banding dan perusahaan pembanding.
Selain itu, Terbanding sendiri juga mengutip paragraf B.3.3.12.7. yang secara jelas menyatakan bahwa selain dari 3 kondisi di atas, TNMM juga digunakan untuk mengkonfirmasi hasil dari metode transaksi traditional, yang mana menjadi dasar Pemohon Banding untuk melakukan sanity check.
|
3.
|
Pemohon Banding sudah mempertanyakan pernyataan Terbanding yang saling bertentangan mengenai kaitan kewajaran royalti (metode CUP/CUT) dengan laba usaha (metode TNMM) pada:
|
-
|
Berdasarkan Lampiran V SPT Tahunan 1771 Tahun Pajak 2014 diketahui daftar pemegang saham/pemilik modal Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
|
|
6)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-6 nomor 095/DDTC-TP/I/2020 tanggal 3 Februari 2020
|
-
|
Berdasarkan lampiran 3A SPT PPh Badan tahun 2014 terdapat keterangan pembayaran royalti dari Pemohon Banding kepada Honda Motor Co. yang berkedudukan di Jepang sebagai induk Pemohon Banding, dimana besarnya royalti yang dibayarkan di tahun 2014 kepada Honda Motor Co. Ltd. sebesar Rp2.504.057.029.403,00;
|
Bahwa dalam Lampiran 3A SPT Tahun 2014 Pemohon Banding memang menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti.
Pemohon Banding dalam pemeriksaan pajak juga telah menyerahkan TP Documentation dengan menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti dan telah membuktikan bahwa tarif royalti yang telah dibayarkan Pemohon Banding sudah masuk rentang kewajaran dibandingkan dengan transaksi royalti independen.
Lebih lanjut, untuk mendukung pengujian kewajaran tarif royalty dengan metode CUP/CUT, Pemohon Banding dalam TP Doc nya juga telah membuktikan bahwa laba usaha Pemohon Banding dengan menggunakan metode TNMM sudah masuk dalam rentang kewajaran dibandingkan dengan perusahaan independen. Hal ini sejalan dengan BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013.
|
7)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-7 nomor 052/DDTC-TP/II/2020 tanggal 24 Februari 2020
|
8)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-8 nomor 032/DDTC-TP/VI/2020 tanggal 15 Juni 2020
|
9)
|
Kronologi, Fakta, dan Temuan di Persidangan Banding PT Astra Honda Motor (PT AHM) Tahun Pajak 2014 nomor 002/DDTC-TP/VII//2020 tanggal 6 Juli 2020
|
-
|
Bahwa Pemohon Banding baik dalam Lampiran 3A SPT PPh 2014 maupun kedua kajian yang dituangkan dalam bentuk Transfer Pricing Documentation, menggunakan pengujian tersendiri untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP. Dalam TP Documentation terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM pun, atas transaksi royaltinya dinyatakan dilakukan pengujian tersendiri (menggunakan metode CUP/CUT);
|
10)
|
Perbedaan Argumen Pemohon Banding dan Terbanding terkait Sanity Check dan Kewenangan dan Kaitannya dengan Sidang PT Astra Honda Motor Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014 nomor 064/DDTC-TP/VII/2020 tanggal 27 Juli 2020
|
namun Terbanding belum menanggapi hal tersebut. Pernyataan Terbanding saling bertentangan dijabarkan sebagai berikut:
Jika Terbanding menyatakan bahwa transaksi royalti harus diuji secara transaksional dan sanity check bukan untuk penentuan kewajaran atas pembayaran royalti tersebut, lantas mengapa
|
-
|
Bahwa Terbanding ketika melakukan pengujian atas pembayaran royalti Pemohon Banding kepada pihak afiliasinya menggunakan data yang ada pada TP Documentation untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP, sehingga tidak terdapat perbedaan dengan Pemohon Banding atas penggunaan metode pengujian royaltinya.
|
4)
|
Dalil Terbanding sejak tahun 2010, 2013 dan 2014 menggunakan sanity check untuk membenarkan koreksi royalti-nya?
|
-
|
Bahwa kewenangan Terbanding untuk melakukan pengujian tersebut mengacu kepada ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
|
5)
|
Terbanding mengkaitkan koreksi transaksi royalti (metode CUT/CUP) dengan laba usaha (metode TNMM) dalam Risalah Pembahasan 2014, SPUH 2014, Surat Uraian Banding 2014 dan Kesimpulan Akhir Terbanding saat sidang di tahun 2010 dan 2013?
|
Terbanding belum memberikan tanggapan terkait pernyataan yang saling bertentangan satu sama lain.
|
|
6)
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
|
-
|
Bahwa dalam proses pengujian tersebut, Terbanding telah mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa
|
-
|
Bahwa Pemohon Bandi\ng selalu menyatakan bahwa terdapat kewajiban Terbanding untuk mengaitkan harga transaksi (CUP) dengan tingkat pengembalian yang sepadan atau laba dibandingkan dengan perusahaan sejenis (TNMM), yang oleh Pemohon Banding diartikan bahwa sanity check dilakukan dengan melakukan pengujian metode CUP yang kebenarannya dikonfirmasi dengan metode TNMM. Apabila kesimpulan dari kedua metode tersebut adalah sama, maka hal tersebut menunjukkan pengujian yang dilakukan sudah tepat. Sedangkan apabila kesimpulan dari kedua metode tersebut adalah berbeda, maka pengujian metode CUP (pengujian yang pertama) adalah tidak tepat sehingga perlu dilakukan pengujian ulang.
|
Mohon Terbanding fokus untuk menjawab dalil Pemohon Banding yang mempertanyakan pernyataan Terbanding yang saling bertentangan terkait pengujian transaksional metode CUP dengan metode TNMM.
|
Menanggapi hal tersebut, Terbanding memberikan tanggapan sebagai berikut:
|
c.
|
Laba Operasi dipengaruhi oleh seluruh transaksi baik Penjualan, Harga Pokok Penjualan dan Biaya Operasi sehingga Laba Operasi yang berada di dalam Arm's Length Range tidak serta merta membuktikan bahwa royalti dan seluruh transaksi afiliasinya telah wajar.
|
d.
|
Kewajaran royalti tidak bisa dilihat dari margin laba semata tetapi harus diuji secara transaksional (transaction by transaction).
|
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas pembayaran royalty atas transaksi antar perusahaan afiliasi sesuai ketentuan a quo dengan mengacu kepada TP Doc Royalti Pemohon Banding, sehingga Terbanding tidak perlu lagi melakukan pengujian kewajaran penghasilan neto dengan metode TNMM karena yang menjadi sengketa banding adalah sengketa transaksi pembayaran royalty kepada perusahaan afiliasi. Dengan demikian penggunaan analisis kewajaran harga yang dilakukan Terbanding atas pembayaran royalty sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan a quo, sedangkan pendapat Pemohon Banding yang menyatakan Terbanding tidak perlu lagi melakukan koreksi atas pembayaran royalty karena penghasilan neto sudah wajar tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
|
Berdasarkan OECD TP Guidelines disebutkan bahwa:
Paragraf 3.9
" .... in order to arrive at the most precise approximation of arm's length condition, the arm's length principle should be applied on a transaction by transaction basis."
|
Berikut ini adalah kalimat yang dikutip oleh Terbanding pada OECD TP Guidelines Paragraf 3.9:
" ..., in order to arrive at the most precise approximation of arm's length conditions, the arm's length principle should be applied on a transaction-by-transaction basis ...."
Terjemahan:
" ..., untuk sampai pendekatan yang paling tepat pada kondisi wajar, arm's length principle harus diterapkan menggunakan pendekatan transaksi per transaksi ...."
Terbanding menghilangkan kata"Ideally''. Perlu pemohon banding sampaikan bahwa OECD TP Guidelines menggunakan kata "Ideal" adalah untuk menjelaskan bahwa pendekatan transaction by transaction adalah hanya dalam kondisi ideal. Lebih lanjut, Terbanding menghilangkan referensi kalimat selanjutnya yang tidak bisa dipisahkan dan kalimat sebelumnya, yang justru menurut pendapat Pemohon Banding adalah sangat relevan dengan sengketa ini yaitu:
"However, there are often situations where separate transactions are so closely linked or continuous that they cannot be evaluated adequately on a separate basis."
Terjemahan:
"Namun demikian, sering ada situasi di mana transaksi secara terpisah sangat terkait atau berkesinambungan bahwa mereka tidak dapat dianalisis secara terpisah."
Berdasarkan penjelasan di atas, Terbanding bermaksud merubah makna sebenarnya dari OECD Guidelines Paragraph 3.09 dengan menghilangkan kata "Ideally" dan menghilang kan kalimat selanjutnya yang sebenarnya bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya.
|
Paragraf 6.23
"In establishing arm's length pricing in the case of a sale or license of intangible property, it is possible to use the CUP method ..... The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide."
|
Berikut ini adalah kalimat yang dikutip oleh Terbanding pada OECD TP Guidelines Paragraf 6.23:
"In establishing arm's length pricing in the case of a sale or license of intangible property, it is possible to use the CUP method where the same owner has transferred or licensed comparable intangible property under comparable circumstances to independent enterprises. .... "
Terjemahan:
"Berkaitan dengan harga wajar pada transaksi pemanfaatan aset tak berwujud, ada kemungkinan untuk menggunakan metode CUP dimana pemilik yang telah mengalihkan atau melisensikan aset tak berwujud dapat dibandingkan dengan kondisi perusahaan independen ... "
Penggunaan kata "possible" menunjukkan Penggunaan metode CUP dalam pengujian kewajaran transaksi lisensi aset tak berwujud "dimungkinkan" atau dengan kata lain bukan "keharusan". Hal ini sejalan dengan Perubahan OECD TP Guidelines 1995 menjadi OECD TP Guidelines 2010 dan PER-43/PJ/2010 menjadi PER-32/PJ/2011 yang mengganti hierarki method menjadi the most appropriate method.
|
Paragraf 6.26
"In cases involving highly valuable intangible property .. .It therefore may be difficult to apply the traditional transaction methods and the transactional net margin method, particularly where both parties to the transaction own valuable intangible property or unique assets used ... In such cases the profit split method may be relevant ... "
|
bahwa pada kertas kerja pemeriksaan bahwa Terbanding telah menyarankan untuk penggunaan metode profit split kemudian dikarenakan data terbatas maka tetap menggunakan metode CUP. Metode Profit Split tidak digunakan karena berdasarkan PER-32/PJ/2011 Pasal 11 ayat 8:
"Ketersediaan informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain."
Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas maka metode profit split tidak bisa digunakan dan tidak menjadi pokok sengketa.
|
-
|
Selanjutnya dalam UN Manual on TP dijelaskan bahwa:
Paragraf 6.3.12.7
"Furthermore, TNMM is often applied to check and to confirm the result of traditional transaction methods"
|
Pemohon Banding memang dalam SPT Tahunan PPh 2014 dan TP Documentation dengan menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti dan telah membuktikan bahwa tarif royalti yang telah dibayarkan Pemohon Banding sudah masuk rentang kewajaran dibandingkan dengan transaksi royalti independen.
Lebih lanjut, untuk mendukung pengujian kewajaran tarif royalty dengan metode CUP/CUT, Pemohon Banding dalam TP Doc nya juga telah membuktikan bahwa laba usaha Pemohon Banding dengan menggunakan metode TNMM sudah masuk dalam rentang kewajaran dibandingkan dengan perusahaan independen. Hal ini sejalan dengan BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013.
|
-
|
Data dan fakta berupa SPT Tahunan PPh 2014 dan TP Doc Pemohon Banding menunjukkan bahwa pengujian kewajaran royalti menggunakan Metode CUP. Hal tersebut juga diperkuat dengan informasi yang terdapat dalam kedua dokumentasi transfer pricing (TP Doc.) bahwa terkait pembayaran royalty menggunakan metode CUP dan terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM. Pemohon Banding dalam proses pemeriksaan dan keberatan juga menggunakan Metode CUP dalam mempertahankan pengujian kewajaran royalti tersebut sehingga menjadi tidak konsisten jika Pemohon Banding memberikan argumen terkait kewajaran royalti tersebut Terbanding harus menggunakan TNMM.
|
-
|
Bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa Terbanding wajib atau harus melaksanakan analisis kewajaran harga atas transaksi afiliasi dengan dua metode karena kedua metode tersebut akan memperoleh hasil yang berbeda satu sama lain karena perbedaan sifat dari metode dan data yang digunakan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum karena masing-masing pihak akan menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan bagi pihak yang bersangkutan.
|
Pernyataan Terbanding bahwa pengujian dua metode akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena akan memperoleh hasil yang berbeda satu sama lain karena perbedaan sifat dari metode dan data yang digunakan sehingga masing-masing pihak akan menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan bagi pihak yang bersangkutan SEHARUSNYA DITUJUKAN UNTUK TERBANDING SENDIRI YANG PENGUJIANNYA SANITY CHECK MENGHASILKAN CUT/CUP TIDAK WAJAR DAN METODE TNMM WAJAR.
Karena aturan domestik BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 harus menghasilkan hasil yang sepadan atau sama.
Terbanding juga belum pernah menanggapi kata "sepadan" menurut KBBI berarti mempunyai nilai yang sama; sebanding; seimbang; berpatutan.
Aturan ini memberikan kepastian hukum agar semua pihak tidak bisa menggunakan hasil analisis yang paling menguntungkan, karena harus menghasilkan kesimpulan yang sama.
Dengan ketentuan domestik ini, terbantahkan dalil Terbanding yang menyatakan tidak perlu lagi melakukan pengujian dengan metode TNMM terkait transaksi pembayaran royalti.
|
-
|
Bahwa hasil analisis kewajaran atas pembayaran biaya royalty tidak relevan dibandingkan dengan hasil analisis kewajaran atas laba yang diperoleh karena beda tujuan. Tujuan analisis kewajaran biaya royalty adalah untuk menilai kewajaran atas "satu transaksi" dengan pihak afiliasi, sedangkan tujuan analisis kewajaran laba adalah untuk menilai kewajaran hasil kegiatan usaha dalam satu tahun yang merupakan bermacam-macam transaksi baik transaksi dengan perusahaan dependen maupun independen, sehingga kedua analisis tersebut tidak dapat dibandingkan untuk menilai kewajaran transaksi dan hanya dapat digunakan sebagai bahan referensi;
|
-
|
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas pembayaran royalty atas transaksi antar perusahaan afiliasi sesuai ketentuan a quo dengan mengacu kepada TP Doc Royalti Pemohon Banding, sehingga Terbanding tidak perlu lagi melakukan pengujian kewajaran penghasilan neto dengan metode TNMM karena yang menjadi sengketa banding adalah sengketa transaksi pembayaran royalty kepada perusahaan afiliasi. Dengan demikian penggunaan analisis kewajaran harga yang dilakukan Terbanding atas pembayaran royalty sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan a quo, sedangkan pendapat Pemohon Banding yang menyatakan Terbanding tidak perlu lagi melakukan koreksi atas pembayaran royalty karena penghasilan neto sudah wajar tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
|
Pemohon Banding memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar Terbanding menjawabnya secara lisan di persidangan.
Terbanding menggunakan aturan "sapu jagat" UU PPh Pasal 18 ayat 3 sebagai pembenaran wewenang untuk melakukan koreksi, di lain pihak menghindar untuk membantah dengan aturan turunan UU PPh Pasal 18 ayat 3.
Pemohon Banding juga mengutip mengenai pentingnya prosedur pemeriksaan transfer pricing untuk dijalankan oleh Terbanding, berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Terbanding sendiri yaitu maksud dan tujuan SE-50/PJ/2013:
"Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa bertujuan memberikan kemudahan dan keseragaman bagi Pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa guna menjamin pemeriksaan yang berkualitas."
Terbanding juga tidak mempertimbangkan Bab I Lampiran I SE-50/PJ/2013 yakni:
"Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak pada transaksi afiliasi, Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus,atau metode lainnya.
Untuk menjamin kualitas pemeriksaan dalam menjalankan wewenang tersebut di atas, perlu disusun suatu petunjuk teknis pemeriksaan Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Petunjuk teknis ini merupakan tuntunan teknis pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa."
Bahwa perlu diingat Terbanding juga menggunakan BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 sebagai dasar hukum Terbanding di KKP.
|
4.
|
Terbanding belum pernah menanggapi SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II Bagian B.3.c.a menyebutkan bahwa:
"Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (Licensee) atau pembeli dari harta tak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
-
|
Bahwa Pemohon Banding membuat TP Documentation atas transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti menggunakan Metode CUP dan TP Documentation terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM. Kedua TP Documentation tersebut menyatakan bahwa keduanya telah wajar;
|
Terbanding belum pernah menanggapi SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II Bagian B.3.c.a menyebutkan bahwa:
"Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (Licensee) atau pembeli dari harta tak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
b.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalty yang dibayarkan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut."
|
-
|
Lalu terkait dengan dalil Pemohon Banding yang mengaitkan pembayaran royalty dengan tingkat pengembalian yang sepadan, apakah yang dimaksud Terbanding harus menghitung kembali kewajaran pembayaran royaltinya dengan menggunakan metode TNMM, sementara Pemohon Banding sendiri tidak menggunakan penghitungan kewajaran atas pembayaran royalty dengan metode TNMM;
|
a.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalty yang dibayarkan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut."
|
Terbanding juga belum pernah menanggapi kata "sepadan" menurut KBBI berarti mempunyai nilai yang sama; sebanding; seimbang; berpatutan.
|
Terbanding juga belum pernah menanggapi kata "sepadan" menurut KBBI berarti mempunyai nilai yang sama; sebanding; seimbang; berpatutan.
Pemohon Banding sudah menyampaikan dasar hukum bahwa Terbanding seharusnya mempertimbangkan pasal tersebut yang mana mengkaitkan pembayaran royalti dengan tingkat pengembalian yang sepadan. Namun Terbanding belum menanggapi dalil Pemohon Banding bahwa CUP/CUT dan TNMM harus menghasilkan kesimpulan yang sama karena kata sepadan adalah sama dan seimbang menurut KBBI, padahal hal tersebut sudah dipertanyakan pada:
|
-
|
Bahwa dalam kajian TP Documentation yang menerapkan metode TNMM Bagian 6. Selection of an Appropriate Transfer Pricing Method
6.1.4. Payments of Royalties
"H M Co does not license its intellectual properties to parties outside the Honda Motor group companies. Therefore, the internal CUT method cannot be applied. The External CUT method is chosen as a testing method for this transaction. The arm's length nature of the payment of royalty transaction is also confirmed through a separate CUT analysis"
|
8)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-2 nomor 036/DDTC-TP/X/2019 tanggal 21 Oktober 2020,
|
-
|
Menurut pemahaman Terbanding, dalam TP Documentation yang menerapkan metode TNMM pun, Pemohon Banding melakukan pengujian terpisah atas Transaksi Pembayaran Royalti. Hal di atas diperkuat kemudian dengan adanya TP Study For Intercompany Transaction For Fiscal Year 2014 yang kembali menegaskan bahwa metode yang digunakan untuk menguji kewajaran transaksi Pembayaran Royalti adalah Metode CUP.
|
9)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-6 nomor 095/DDTC-TP/I/2020 tanggal 3 Februari 2020,
|
10)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-7 nomor 052/DDTC-T P/II/2020 tanggal 24 Februari 2020,
|
11)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-8 nomor 032/DDTC-TP/VI/2020 tanggal 15 Juni 2020,
|
-
|
Terbanding dalam hal ini, sesuai kewenangan yang diberikan dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, aturan pelaksanaan sesuai PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, kemudian melakukan pengujian atas transaksi Pembayaran Royalti
Lampiran PER-22/PJ/2013
BAB IV - Hal-Hal Khusus Terkait Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha atas Transaksi Harta Tak Berwujud
Dalam hal ini adalah atas Transaksi Pembayaran Royalti SE-50/PJ/2013
Dalam daftar isi terdapat rincian atas transaksi sebagai berikut:
Bahwa transaksi Pembayaran Royalti yang dilakukan Wajib Pajak kepada Induk, sesuai SE-50/PJ/2013 dikategorikan sebagai Transaksi Harta Tak Berwujud
|
12)
|
Ringkasan Pokok Sengketa Banding PT Astra Honda Motor (PT AHM) Tahun Pajak 2014 Nomor 001/DDTC-TP/VII/2020 tanggal 6 Juli 2020,
|
13)
|
Perbedaan Argumen Pemohon Banding dan Terbanding terkait Sanity Check dan Kewenangan dan Kaitannya dengan Sidang PT Astra Honda Motor Tahun Pajak 2010, 2013, dan 2014 nomor 064/DDTC-TP/VII/2020 tanggal 27 Juli 2020, dan
|
14)
|
Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 nomor 080/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020.
|
|
-
|
Dengan demikian Terbanding berpendapat bahwa:
|
Bahwa dalam Lampiran 3A SPT Tahun 2014 Pemohon Banding memang menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti.
Pemohon Banding dalam pemeriksaan pajak juga telah menyerahkan TP Documentation dengan menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti dan telah membuktikan bahwa tarif royalti yang telah dibayarkan Pemohon Banding sudah masuk rentang kewajaran dibandingkan dengan transaksi royalti independen.
Lebih lanjut, untuk mendukung pengujian kewajaran tarif royalty dengan metode CUP/CUT, Pemohon Banding dalam TP Doc nya juga telah membuktikan bahwa laba usaha Pemohon Banding dengan menggunakan metode TNMM sudah masuk dalam rentang kewajaran dibandingkan dengan perusahaan independen. Hal ini sejalan dengan BAB II Bagian 13.3.c.a SE-50/PJ/2013.
|
|
c.
|
Pemohon Banding sendiri baik dalam Lampiran 3A SPT PPh 2014 maupun kedua kajian yang dituangkan dalam bentuk TP Documentation, menggunakan pengujian tersendiri untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP. Kembali kami tekankan bahwa atas Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM pun, Atas Transaksi Royaltinya dinyatakan dilakukan pengujian tersendiri (menggunakan metode CUP/CUT)
|
|
d.
|
Bahwa Transaksi Afiliasi atas Pembayaran Royalti, diatur juga dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, sehingga transaksi yang menurut wajib pajak terpisah pengujiannya (Menggunakan Metode CUP/CUT) dapat menjadi objek pengujian oleh Terbanding, sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh.
|
-
|
Pemohon Banding justru terlihat tidak konsisten karena seolah ingin mengabaikan apa yang sudah dinyatakan dalam Lampiran 3A SPT PPh Badan 2014 serta 2 buah TP Documentation For Fiscal Year 2014 yang masing-masing tetap menyatakan bahwa Transaksi Afiliasi Atas Pembayaran Royalti menggunakan pengujian dengan metode tersendiri, yaitu Metode CUP/CUT.
|
Terbanding menyatakan bahwa Pemohon Banding tidak konsisten, namun pernyataan tersebut adalah tidak benar. Pemohon Banding menggunakan metode CUP yang dikonfirmasi dengan metode TNMM telah sesuai dengan SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II Bagian B.3.c.a.
|
5.
|
Bahwa Pemohon Banding paham S-153/PJ.4/2010 telah dicabut, namun dalam memahami SE-50/PJ/2013 Terbanding harus melakukan interpretasi historis dengan cara mempertimbangkan keseluruhan peraturan yaitu S-153/PJ.4/2010 dan SE-50/PJ/2013 karena sama-sama mengaitkan harga transaksi (CUP) dengan tingkat laba dibandingkan dengan perusahaan sejenis (TNMM).
Atau dengan kata lain, bahwa sejak dahulu S-153/PJ.4/2010, aturan yang dibuat oleh Terbanding terkait pemeriksaan TP adalah meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi diterapkan, pemeriksa harus kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama.
Lebih lanjut, "Setelah harga kewajaran diterapkan (CUT/CUP Method-Penekanan oleh Pemohon Banding), maka harus diteliti apakah bagian laba kena pajak yang dilaporkan di Indonesia setelah prinsip kewajaran diterapkan adalah bagian laba kena pajak yang realistis secara ekonomis (TNMM Method-Penekanan oleh Pemohon Banding) dibandingkan kinerja laba kena pajak usaha sejenis."
Terbanding saat sengketa pajak 2010 menolak untuk menggunakan SE-50/PJ/2013 dengan alasan belum berlaku. (Lihat surat Pemohon Banding No 064/DDTC-TP/VII/2020 tanggal 27 juli halaman 4).
Kembali di sengketa tahun pajak 2014, Terbanding menolak untuk menggunakan S-153/PJ.4/2010 dengan alasan aturan tersebut sudah tidak berlaku.
Padahal, S-153/PJ.4/2010 dan SE-50/PJ/2013 mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan mewajibkan pemeriksa pajak untuk melakukan sanity check di tingkat laba dibandingkan dengan industri sejenis setelah menentukan harga transaksi wajar.
Seharusnya Terbanding fokus dengan membantah aturan yang Pemohon Banding sampaikan, di mana letak ketidaksetujuannya dibandingkan menghindar untuk menjawab dengan alasan aturan belum berlaku atau aturan sudah tidak berlaku. Namun hal tersebut belum dijawab oleh Terbanding.
|
-
|
Pemohon Banding dalam beberapa kali penjelasan tertulisnya selalu menyatakan bahwa pengujian atas sanity check tersebut adalah sesuai dengan S-153/PJ.4/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi.
|
Bahwa Pemohon Banding paham S-153/PJ.4/2010 telah dicabut, namun dalam memahami SE-50/PJ/2013 Terbanding harus melakukan interpretasi historis dengan cara mempertimbangkan keseluruhan peraturan yaitu S-153/PJ.4/2010 dan SE-50/PJ/2013 karena sama-sama mengaitkan harga transaksi (CUP) dengan tingkat laba dibandingkan dengan perusahaan sejenis (TNMM).
Atau dengan kata lain, bahwa sejak dahulu S-153/PJ.4/2010, aturan yang dibuat oleh Terbanding terkait pemeriksaan TP adalah meskipun fokus penerapan prinsip kewajaran transaksi afiliasi dan hasil akhir penerapan metode transfer pricing adalah menentukan harga transaksi afiliasi yang wajar, namun pada akhirnya, setelah harga transaksi diterapkan, pemeriksa harus kembali menelaah keandalan penerapan prinsip kewajaran tersebut, yaitu dengan membandingkan laba bersih transaksi afiliasi setelah penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman tingkat laba bersih dan laba kena pajak sektor usaha yang sama.
|
-
|
Dapat Terbanding sampaikan bahwa S-153/PJ.4/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi didasarkan pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.71/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing (Seri TP-1).
|
-
|
Bahwa KEP-01 sudah dinyatakan dicabut karena Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 yang mendasarinya sudah dicabut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1994. KEP-01 dicabut dan tidak berlaku lagi dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-22/PJ./2013 yang berlaku sejak 1 Juli 2013 sedangkan SE-04 dicabut pada tanggal 24 Oktober 2013 dengan diterbitkannya SE-50/PJ/2013 tanggal 24 Oktober 2013.
|
-
|
Mengingat sengketa yang diajukan banding oleh Pemohon Banding terkait dengan Tahun Pajak 2014 maka dasar hukum S-153/PJ.4/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Panduan Kewajaran Pemeriksaan Transaksi Afiliasi dinyatakan tidak berlaku lagi.
|
-
|
Terbanding dalam melakukan pengujian atas kewajaran royalty telah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa serta SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
|
-
|
Bahwa dalam melakukan pemeriksaan terkait pembayaran royalty, Terbanding mengikuti alur dan data yang ada pada TP Documentation dari Pemohon Banding. Terbanding menggunakan metode yang sama dan data yang sama yang kemudian dengan melihat dari data tersebut disimpulkan bahwa Terbanding menggunakan metode yang sama untuk menghitung kewajaran royalty yaitu metode CUP dan menggunakan data pembanding yang telah dipilih Pemohon Banding namun menurut kami masih terdapat ketidaktepatan pemilihan pembanding (terdapat pembanding yang tidak sebanding sehingga harus dikeluarkan dari pengujian).
|
-
|
Bahwa yang kami koreksi adalah pembayaran royalti yang pengujiannya kami lakukan berdasarkan metode yang sama dengan Pemohon Banding yaitu metode CUP.
|
6.
|
Terbanding belum menanggapi mana pernyataan Terbanding yang benar, padahal hal tersebut sudah pernah dipertanyakan oleh Pemohon Banding pada Ringkasan Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 nomor 079/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020 halaman 13.
Berdasarkan perhitungan Pemohon Banding dihasilkan kesimpulan yang sama yakni CUP wajar dan TNMM wajar. Sedangkan perhitungan menurut Terbanding saling bertentangan satu dengan lain.
Mengacu pada Surat Uraian Banding nomor S-1929/W PJ.19/2019 tanggal 1 Juli 2019 Terbanding menyatakan
"bahwa Terbanding dalam proses pemeriksaan maupun proses keberatan telah melakukan sanity check atas koreksi yang dilakukan dan hasilnya konsisten bahwa koreksi Terbanding telah wajar baik dari sisi metode CUP maupun TNMM."
Namun faktanya ketika Terbanding melakukan pengujian kewajaran biaya royalti dengan menggunakan metode CUP hasilnya adalah tidak wajar sedangkan metode TNMM hasilnya adalah wajar.
|
Bahwa dalam penerapan peraturan hukum di Indonesia, Terbanding memiliki pemahaman bahwa dasar hukum yang dapat digunakan adalah dasar hukum yang telah ada dan berlaku pada saat peristiwa hukum tersebut terjadi. Jadi, apabila peristiwa hukum yang terjadi tahun 2010, sementara SE-50/PJ/2013 baru dikeluarkan pada tahun 2013, maka aturan tersebut tidak dapat berlaku surut kecuali aturan tersebut menyebutkan berlakunya surut. Demikian juga apabila peristiwa hukum terjadi tahun 2014, sementara S-153/PJ.4/2010 yang dijadikan argumen Pemohon Banding sebagai pelaksanaan sanity check telah dicabut sebagaimana penjelasan kami di angka 5 di atas sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai dasar hukum untuk peristiwa hukum yang terjadi di tahun 2014.
Bahwa tidak terdapat perbedaan maupun pertentangan dari hasil pengujian yang dilakukan Terbanding dimana dari pengujian tersebut Terbanding berpendapat bahwa walaupun biaya royalti dikoreksi namun dalam pengujian baik NCPM dengan Q3 3,46 maupun OM dengan Q3 11,86 masih dalam rentang wajar.
|
Terbanding belum menanggapi mana pernyataan Terbanding yang benar, padahal hal tersebut sudah pernah dipertanyakan oleh Pemohon Banding pada Ringkasan Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 nomor 079/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020 halaman 13.
Berdasarkan perhitungan Pemohon Banding dihasilkan kesimpulan yang sama yakni CUP wajar dan TNMM wajar. Sedangkan perhitungan menurut Terbanding saling bertentangan satu dengan lain.
Mengacu pada Surat Uraian Banding nomor S-1929/WPJ.19/2019 tanggal Juli 2019 Terbanding menyatakan "bahwa Terbanding dalam proses pemeriksaan maupun proses keberatan telah melakukan sanity check atas koreksi yang dilakukan dan hasilnya konsisten bahwa koreksi Terbanding telah wajar baik dari sisi metode CUP maupun TNMM."
Namun faktanya ketika Terbanding melakukan pengujian kewajaran biaya royalti dengan menggunakan metode CUP hasilnya adalah tidak wajar sedangkan metode TNMM hasilnya adalah wajar.
|
7.
|
Pada Tanggapan Tertulis Terbanding yang Diserahkan pada Tanggal 24 Juli 2020 halaman 7 dan 11, Terbanding mengatakan bahwa "Tidak ada ketentuan di SE-50/PJ/2013 yang menyatakan bahwa apabila analisis keuangan perusahaan sudah bagus serta merta pembayaran royalti sudah wajar."
Namun faktanya, Terbanding juga menggunakan SE-50/PJ/2013 dalam Risalah Pembahasan tahun 2014 mengkaitkan pembayaran royalti dengan tingkat laba atau sanity check sebagai berikut:
"SE-50/PJ/2013 Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan atas Transaksi Hubungan Istimewa yang berbunyi sebagai berikut:
"Dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka pemeriksa pajak agar perlu menganalisis risiko penghindaran pajak. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
Terbanding menanggapi:
|
Terbanding belum menjawab pertanyaan Pemohon Banding. Bahwa pendapat tersebut merupakan pendapat pribadi Terbanding yang tidak memiliki dasar hukum, pendapat tersebut juga belum membantah argumen Pemohon Banding.
|
◾
|
Bahwa ketentuan di atas untuk membantu dalam rangka menganalisis dari sisi penerima harta tak berwujud akan melihat apakah akan diperoleh manfaat yang lebih besar apabila menggunakan/memperoleh harta tak berwujud dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan.
|
◾
|
Bahwa di huruf c. Transaksi Harta Tak Berwujud angka 4 ditegaskan bahwa langkah-langkah pengujian terkait transaksi Harta Tak Berwujud adalah Menentukan kompensasi yang wajar untuk setiap harta tak berwujud yang ditransfer. Hal ini dilakukan dengan mengacu kepada pasar dimana harta tak berwujud digunakan dan membandingkannya dengan transaksi pembanding.
|
Pemohon Banding setuju dengan pernyataan Terbanding yang menyatakan bahwa dalam menentukan kompensasi yang wajar untuk harta tak berwujud adalah mengacu kepada pasar dan dibandingkan dengan transaksi pembanding. Analisis dengan metode CUP tersebut telah dilakukan oleh Pemohon Banding. Namun, analisis tersebut belum selesai karena peraturan yang berlaku mewajibkan Terbanding untuk kemudian menguji tingkat pengembalian yang sepadan atau laba (TNMM) setelah harga transaksi diterapkan (CUP). Terbanding dalam membaca BAB II Bagian B.3.c.a SE-50/PJ/2013 hanya sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh sehingga keliru dalam menginterpretasikan makna sebenarnya dari peraturan tersebut.
|
d)
|
Performa laba bersih usaha wajib pajak lebih rendah dibandingkan dengan industri sejenis."
|
◾
|
Tidak ada ketentuan di SE-50/PJ/2013 yang menyatakan bahwa apabila analisis keuangan perusahaan sudah bagus serta merta pembayaran royalti sudah wajar.
|
Selain itu, SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II Bagian B.3.c.a menyebutkan bahwa:
Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (Licensee) atau pembeli dari harta tak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
◾
|
Pemohon Banding menyampaikan argumen sesuai BAB II huruf A Nomor 4, Identifikasi Performa Laba Bersih Usaha Wajib Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis.
|
a.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalty yang dibayarkan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut."
|
◾
|
Sesuai BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 ditegaskan "bahwa dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak agar menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi tersebut yang dituangkan dalam KKP identifikasi masalah. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
Terbanding hanya kembali mengulang dan mengutip aturan risiko penghindaran pajak tanpa
membantah dengan bukti yang seharusnya dituangkan di dalam KKP Pemeriksaan
|
Hal tersebut membuktikan ketidakkonsistenan Terbanding dan dan belum ditanggapi oleh Terbanding.
|
|
b.
|
Signifikansi transaksi afiliasi yang dapat diukur dari proporsinya terhadap penjualan ataupun laba bersih usaha.
|
|
d.
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah.
|
|
e.
|
Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, jasa Intra-grup, dan biaya bunga.
|
|
d.
|
Performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis.
|
|
e.
|
...
|
◾
|
Berdasarkan ketentuan di atas tidak ada aturan yang menyatakan bahwa apabila performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis mengindikasikan pembayaran royaltinya sudah wajar.
|
◾
|
Karena di huruf c juga ada anjuran agar pemeriksa menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi antara lain Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, ...
|
Dalam daftar isi terdapat rincian atas transaksi sebagai berikut:
Bagian C. Transaksi Harta Tak Berwujud terdapat paragraf yang berbunyi:
|
◾
|
Ketentuan di atas merupakan alternatif, di poin atau bagian mana yang perlu dianalisis oleh Pemeriksa terkait resiko penghindaran pajaknya. Sehingga tidak bisa disimpulkan satu sudah memenuhi maka lainnya dianggap telah memenuhi juga.
|
Bahwa Terbanding telah melakukan langkah tahapan pemeriksaan transfer pricing atas pembayaran royalti tersebut sesuai dengan pengujian data pembanding yang disajikan Pemohon Banding dalam Transfer Pricing Study for Intercompany Royalty Transaction for Fiscal Year 2014.
|
Berdasarkan hal-hal tersebut, Terbanding berkesimpulan bahwa:
|
Bahwa dalam Lampiran 3A SPT Tahun 2014 Pemohon Banding memang menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti.
Pemohon Banding dalam pemeriksaan pajak juga telah menyerahkan TP Documentation dengan menggunakan metode CUP/CUT untuk menguji kewajaran tarif royalti dan telah membuktikan bahwa tarif royalti yang telah dibayarkan Pemohon Banding sudah masuk rentang kewajaran dibandingkan dengan transaksi royalti independen.
Lebih lanjut, untuk mendukung pengujian kewajaran tarif royalty dengan metode CUP/CUT, Pemohon Banding dalam TP Doc nya juga telah membuktikan bahwa laba usaha Pemohon Banding dengan menggunakan metode TNMM sudah masuk dalam rentang kewajaran dibandingkan dengan perusahaan independen. Hal ini sejalan dengan BAB II Bagian 6.3.c.a SE-50/PJ/2013.
|
-
|
Pemohon Banding baik dalam Lampiran 3A SPT PPh 2014 maupun kedua kajian yang dituangkan dalam bentuk Transfer Pricing Documentation, menggunakan pengujian tersendiri untuk Transaksi Afiliasi Pembayaran Royalti, yaitu menggunakan Metode CUP. Dalam TP Documentation terkait Pengujian Kewajaran Margin Usaha yang menggunakan metode TNMM pun, atas transaksi royaltinya dinyatakan dilakukan pengujian tersendiri (menggunakan metode CUP/CUT). Terbanding telah melakukan pengujian atas pembayaran biaya royalti berdasarkan Transfer Pricing Study for Intercompany Royalty Transaction for Fiscal Year 2014 milik Pemohon Banding;
|
-
|
Bahwa Transaksi Afiliasi atas Pembayaran Royalti, diatur juga dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, sehingga transaksi-transaksi tersebut dapat menjadi objek pengujian oleh Terbanding, sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Bahwa dalam melakukan koreksinya, Terbanding telah sesuai dengan ketentuan tersebut;
|
-
|
Penafsiran bahwa pengujian transaksi afiliasi harus diuji kembali ke pengujian metode tidak diatur dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013.
|
Bahwa pernyataan Terbanding bahwa transaksi afiliasi harus diuji kembali ke pengujian metode tidak diatur dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013 adalah tidak benar karena hal tersebut sebenarnya diatur dalam SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II Bagian B.3.c.a.
|
-
|
Bahwa Terbanding mengkaitkan pembayaran royalti dengan tingkat laba bukan karena Terbanding tidak konsisten namun dilakukan untuk membuktikan kepada Pemohon Banding bahwa sekalipun telah dihitung ulang kewajaran pembayaran royalti, nilai laba usaha Pemohon Banding tidak melambung jauh melewati dari rentang kewajaran usaha sejenis sebagaimana yang telah sajikan perhitungannya di atas.
|
Bahwa dengan adanya koreksi yang dilakukan Terbanding membuat ROS, NCP dan ROA Pemohon Banding menjadi di luar rentang kewajaran bila dihitung dengan multiple year/weighted average sebagai berikut (Lampiran-3):
Oleh karena itu, agar tetap masuk dalam rentang kewajaran, maka Terbanding menggunakan single year untuk tahun 2014 untuk laporan keuangan Pemohon Banding kemudian menggunakan weighted average/multiple year untuk perusahaan pembanding. (Lampiran-3)
Hal tersebut dilakukan Terbanding untuk membenarkan koreksi Terbanding.
|
8.
|
Dalam Tanggapan Terbanding tanggal 24 Juli 2020 halaman 22 menyatakan bahwa:
"Terbanding BELUM MEMPEROLEH DATA KEUANGAN DARI DATA PEMBANDING yang dipilih oleh Pemohon Banding. Kertas kerja pencarian data pembanding belum diterima dari Pemohon Banding"
Pernyataan tersebut membuktikan bahwa Terbanding pada tahun 2014 tidak mempunyai bukti bahwa multiple year Pemohon Banding tidak sebanding dengan multiple year perusahaan pembanding dan tidak mempunyai bukti single year tahun 2014 Pemohon Banding adalah sebanding dengan multiple year perusahaan pembanding

Terbanding juga tidak pernah memberikan dasar ataupun alasan dalam pemilihan single year (2014) untuk Pemohon Banding namun menggunakan weighted average 5 year (2010-2014) untuk perusahaan pembanding pada tahun 2014.
Seharusnya bukti ini terdokumentasikan dalam KKP saat pemeriksaan oleh Terbanding. Oleh karena itu, terbukti, pemilihan tested year tahun 2014 untuk PT AHM dibandingkan dengan weighted/multiple year perusahaan pembanding oleh Terbanding adalah tanpa dasar, atau hanya untuk mendukung dalilnya yang tidak benar:
"DJP menerapkan metode CUP untuk pengujian Royalti menghasilkan laba operasi WP masih berada dalam rentang kewajaran sehingga penerapan metode CUP tersebut telah benar dan tidak excessive."
|
Maksud dari pernyataan Terbanding yang disampaikan pada persidangan tanggal 27 Juli 2020 adalah menjawab pernyataan yang disampaikan pernyataan Pemohon Banding yaitu:
"Apa bukti yang dimiliki oleh Terbanding bahwa penggunaan single year untuk tested party - AHM 2014 adalah sebanding dengan multiple years untuk perusahaan pembanding."
Kemudian Terbanding menanggapi pertanyaan tersebut dengan memberikan tanggapan:
"Terbanding belum memperoleh data laporan keuangan dari data pembanding yang dipilih oleh Pemohon Banding. Kertas kerja pencarian data pembanding belum diterima dari Pemohon Banding".
Bahwa Terbanding tidak menggunakan multiple years namun menggunakan single year dengan beberapa pertimbangan yakni:
|
Dalam Tanggapan Terbanding tanggal 24 Juli 2020 halaman 22 menyatakan bahwa:
"Terbanding BELUM MEMPEROLEH DATA KEUANGAN DARI DATA PEMBANDING yang dipilih oleh Pemohon Banding, Kertas kerja pencarian data pembanding belum diterima dari Pemohon Banding"
Pernyataan tersebut membuktikan bahwa Terbanding pada tahun 2014 tidak mempunyai bukti bahwa multiple year Pemohon Banding tidak sebanding dengan multiple year perusahaan pembanding dan tidak mempunyai bukti single year tahun 2014 Pemohon Banding adalah sebanding dengan multiple year perusahaan pembanding.
Apakah benar tidak ada bukti sebagaimana didalilkan Pemohon Banding? Jika ada bukti, di bagian mana di KKP.
Jika Terbanding tidak memiliki bukti maka dalil Terbanding dalam menggunakan sanity check yang menyatakan setelah koreksi royalty masih masuk ke dalam rentang kewajaran adalah hanya untuk pembenaran Terbanding dalam melakukan koreksi.
Lebih lanjut, hal ini terbukti dengan ketidakkonsistenan Terbanding dalam penggunaan single year dan multiple year di tested party maupun perusahaan pembanding. Selain itu, Terbanding juga terbukti tidak dapat memberikan dasar hukum sanity check. Terkait hal tersebut, sudah tidak relevan lagi peraturan atau OECD TP Guidelines yang disampaikan oleh Terbanding, karena bukan terkait sengketa hukum, akan tetapi terkait sengketa fakta, yaitu sengketa pembuktian.
Pemohon Banding memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar Terbanding menjawab secara lisan di persidangan.
|
f)
|
Paragraf 3.68 OECD TP Guidelines berbunyi:
"In principle, information relating to the conditions of comparable uncontrolled transactions undertaken or carried out during the same period of time as the controlled transaction ("contemporaneous uncontrolled transactions") is expected to be the most reliable information to use in a comparability analysis, because it reflects how independent parties have behaved in an economic environment that is the same as the economic environment of the taxpayer's controlled transaction..."
bahwa ketentuan di atas membuktikan bahwa perbandingan yang paling dapat diandalkan adalah untuk periode atau tahun yang sama, hal tersebut menegaskan bahwa single year untuk tahun yang sama adalah pembanding yang paling kuat;
|
g)
|
bahwa berdasarkan ketentuan Chapter III, point 3.75 s.d. point 3.78, OECD TP Guidelines, diatur bahwa pada dasarnya penggunaan data untuk beberapa tahun/multi year data hanya dipakai apabila memberi nilai tambah pada saat analisis transfer Pricing. Dalam prakteknya, penggunaan data beberapa tahun hanya digunakan sebagai perbandingan dan bukan merupakan persyaratan mutlak. Kemudian untuk menghindari adanya distorsi akibat adanya perbedaan-perbedaan material pada kegiatan ekonomi ataupun kondisi pasar serta kondisi lainnya dalam perusahaan maka perlu digunakan data beberapa tahun/multi year, akan tetapi pada dasarnya default untuk penggunaan OECD TP Guidelines adalah Single Year;
|
h)
|
Paragraph 3.75 OECD TP Guidelines berbunyi:
"In practice, examining multiple year data is often useful in a comparability analysis, but it is not a systematic requirement. Multiple year data should be used where they add value to the transfer pricing analysis ... ";
bahwa ketentuan di atas mengatur bahwa data beberapa tahun sering berguna dalam analisis komparasi, tetapi itu bukan persyaratan sistematis, sehingga data single year tetap dapat digunakan jika kondisi ekonomi dan perusahaan stabil;
|
i)
|
bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa: "Data beberapa tahun (multiple year data) digunakan dalam hal dapat meningkatkan hasil analisis kesebandingan. Analisis data beberapa tahun dapat meningkatkan proses pemilihan kandidat pembanding misalnya dengan mengidentifikasi pembanding yang mempunyai perbedaan signifikan dari pihak yang diuji. Dalam beberapa kasus, hal ini akan mengarah pada penolakan kandidat pembanding atau pendeteksian anomali dari kandidat pembanding. Penggunaan data beberapa tahun dalam analisis kesebandingan, tidak berarti bahwa dalam penentuan harga atau laba wajarnya menggunakan rata-rata kinerja data beberapa tahun;
|
j)
|
Terbanding berpendapat bahwa pencarian data pembanding dengan multiple years hanya untuk memberikan gambaran utuh atas kinerja kandidat pembanding dengan Tested Party, apakah terdapat anomali pada suatu saat sehingga memberikan informasi yang utuh untuk dapat dipilih menjadi pembanding, Tidak berarti bahwa dalam penentuan harga atau laba wajarnya menggunakan rata-rata kinerja data beberapa tahun.
Dengan kata lain, multiple years data digunakan untuk memilih kandidat data pembanding, dan pada saat pengujian penentuan harga atau laba wajarnya menggunakan data single year atau tahun pajak yang diuji.
|
9.
|
Terbanding belum memberikan alasan mengapa Terbanding tidak melakukan penelitian awal kinerja finansial berupa analisis Return of Asset, padahal lampiran I Bab II huruf B angka (1) (4) PER-22/PJ/2013 mewajibkan Terbanding untuk melakukan analisis RoA sebagai berikut:
"Dalam Pemeriksaan transfer pricing, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja finansial Wajib Pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industri Wajib Pajak. Pada tahapan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) Wajib Pajak akan dibandingkan dengan Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) perusahaan-perusahaan pembanding, untuk menentukan kewajaran dan kelaziman usaha Wajib Pajak"
Beberapa Rasio Finansial yang dapat digunakan sebagai dasar pembanding antara lain: .....
|
Menanggapi pertanyaan Pemohon Banding mengapa Terbanding tidak melakukan pengujian ROA, Terbanding menanggapi sebagai berikut:
|
Bahwa pernyataan tersebut pernah disampaikan Terbanding pada Penjelasan Tertulis Terbanding tanggal 24 Juli 2020 yang diserahkan pada persidangan tanggal 27 Juli 2020.
Maka kembali Pemohon Banding nyatakan bahwa pernyataan Terbanding tersebut tidak relevan karena berdasarkan lampiran I Bab II huruf B angka (1) (4) PER-22/PJ/2013 telah dinyatakan bahwa Terbanding diharuskan untuk melakukan penelitian awal atas kinerja finansial Wajib Pajak sebagai berikut:
"Dalam Pemeriksaan transfer pricing, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja finansial Wajib Pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industri Wajib Pajak. Pada tahapan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, Rasio Finansial tingkat laba kotor/bersih) Wajib Pajak akan dibandingkan dengan Rasio Finansial (tingkat laba kotor/bersih) perusahaan-perusahaan pembanding, untuk menentukan kewajaran dan kelaziman usaha Wajib Pajak"
Beberapa Rasio Finansial yang dapat digunakan sebagai dasar pembanding antara lain: .....
|
4)
|
Bahwa Pemohon Banding menyertakan 2 kajian TP Documentation tahun 2014 selama proses pemeriksaan dan banding sebagai berikut:
|
-
|
PT Astra Honda Motor Transfer Pricing Documentation For Fiscal Year 2014 (Metode TNMM) sebagai dokumen penentuan harga transfer untuk tahun pajak 2014;
|
-
|
PT Astra Honda Motor Transfer Pricing Study For Intercompany Transaction For Fiscal Year 2014 (Metode CUP) sebagai dokumen study penentuan harga transfer terhadap transaksi royalty.
|
5)
|
Berdasarkan penelitian atas TP Doc Pemohon Banding di atas dapat disampaikan sebagai berikut:
|
c)
|
Rasio Tingkat Pengembalian penjualan
|
-
|
Key driver Pemohon Banding sebagai industri kendaraan bermotor adalah sales dan cost dan bukan aset;
|
d)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya
|
e)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Aset (ROA)"
|
-
|
Pada halaman 6 terjemahan TP Doc (metode TNMM) disebutkan:
"Indikator tingkat laba ("PLI") yang digunakan adalah:
Operating Margin - OM yang juga disebut sebagai Return On Sales - ROS, dan Net Cost Plus - NCP yang juga disebut sebagai Full Cost Mark Up - FCMU
|
Terbanding hanya menjawab karena mengikuti TP Documentation Pemohon Banding dan memberikan pembuktian saat persidangan yang tidak ada di KKP pemeriksaan. Padahal dalil Pemohon Banding sederhana saja, kenapa tidak menjalankan aturan yang terdapat di PER-22/PJ/2013 terkait ROA? Kenapa tidak didokumentasikan alasan tidak memilih ROA di TKP saat pemeriksaan pajak?
Terlebih, faktanya ROA Pemohon Banding sudah jauh lebih tinggi dibanding perusahaan pembanding sebagai berikut:
Berdasarkan diagram di atas, ROA Pemohon Banding sebelum koreksi pun sudah berada sangat jauh di atas Q3.
Terbukti, Terbanding tidak melakukan analisis ROA karena tidak mendukung dalil Terbanding:
"DJP menerapkan metode CUP untuk pengujian Royalti menghasilkan laba operasi WP masih berada dalam rentang kewajaran sehingga penerapan metode CUP tersebut telah benar dan tidak excessive."
|
c)
|
Rasio Tingkat Pengembalian penjualan
|
d)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya
|
e)
|
Rasio Tingkat Pengembalian Aset (ROA)"
|
-
|
Pada halaman 51 terjemahan TP Doc (metode TNMM) disebutkan:
"Penerapan PLI membutuhkan pemilihan PLI, yang mengukur margin keuntungan relatif terhadap basis yang sesuai (biaya, penjualan, aset, dan lain-lain) ....
Operating Margin (OM) atau Return on Sales (ROS) dianggap sebagai PLI yang tepat dimana pendapatan penjualan adalah pendorong utama profitabilitas bagi pihak yang diuji...."
|
Dengan demikian, tanpa memperoleh Transfer Pricing Documentation Pemohon Banding pun seharusnya Terbanding melakukan penelitian atas kinerja finansial Pemohon Banding yang menggunakan ROA sebagai salah satu Indikator Tingkat Laba-nya sebagaimana dinyatakan oleh peraturan di atas.
|
6)
|
Berdasarkan data milik Pemohon Banding sendiri Terbanding menyatakan bahwa Pemohon Banding tidak menggunakan ROA sebagai PLI yang diuji, dan tidak terdapat perhitungan ROA pada TP Doc dari Pemohon Banding;
|
Dengan demikian, penggunaan ROA sebagai pembenaran argumentasi Pemohon Banding dalam persidangan tidak tepat dan justru bertentangan dengan TP Documentation Pemohon Banding sendiri.
Menanggapi pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan fakta bahwa Pemohon Banding telah memperoleh ROA di Tahun 2010-2014 sebesar 40,98% yang berada sangat jauh di atas ROA perusahaan pembanding yang hanya sebesar 5,64% - 13,58%, kami tanggapi sebagai berikut:
|
c)
|
Bahwa tidak terdapat perincian perhitungan yang diberikan Pemohon Banding terkait angka ROA di tahun 2010 - 2014 sebesar 40,98% dan perhitungan ROA perusahaan pembanding yang hanya sebesar 5,64% - 13,58%;
|
d)
|
Bahwa pada saat sengketa banding PT Astra Honda Motor tahun pajak 2013, kami memiliki data terkait penghitungan ROA Pemohon Banding dengan perhitungan sebagai berikut:
|
Dari data di atas Terbanding berpendapat bahwa terdapat penurunan ROA tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 dari 36,74% menjadi 33,93% yang tidak seiring dengan kenaikan laba, penjualan dan pangsa pasar di kedua tahun tersebut. Hal tersebut membuktikan bahwa aset bukan key driver sehingga ROA tidak tepat sebagai PLI. Hal ini sejalan dengan Pemohon Banding yang tidak menggunakan ROA sebagai dasar perhitungan PLI di tahun 2013 maupun 2014;
Dengan demikian, penggunaan ROA sebagai pembenaran argumentasi Pemohon Banding dalam persidangan tidak tepat dan justru bertentangan dengan TP Documentation Pemohon Banding sendiri yang tidak melakukan perhitungan ROA pada TP Documentationnya.
|
Kewenangan Terbanding dalam Melakukan Koreksi
|
1.
|
Salama persidangan, Terbanding hanya menggunakan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sebagai pembenaran wewenang untuk melakukan koreksi yang merupakan pasal "sapu jagat" padahal terdapat aturan turunan daripada Pasal 18 ayat (3) yang membatasi Terbanding untuk melakukan koreksi ketika laba sudah masuk dalam rentang kewajaran yakni:
PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 20 ayat (1) dan (2)
|
Menanggapi pendapat Pemohon Banding, Terbanding memberikan tanggapan sebagai berikut:
|
Bahwa Terbanding hanya mengutip kembali isi Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Terbanding belum membantah terdapat aturan turunan daripada Pasal 18 ayat (3) yang membatasi Terbanding untuk melakukan koreksi ketika laba sudah masuk dalam rentang kewajaran yakni:
PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 20 ayat (1) dan (2)
|
6)
|
Bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:
"Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus atau metode lainnya."
|
"1.
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
|
"1.
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
|
2.
|
Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa."
|
7)
|
Bahwa dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut menyatakan:
"Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dan semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.
Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontro, price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya (cost-plus method) dan metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih (transactional net margin method)."
bahwa menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan Terbanding (Direktur Jenderal Pajak) berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para pihak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa;
|
2.
|
Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa."
|
PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 13 ayat (1) dan (2)
|
PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 13 ayat (1) dan (2)
|
"(1)
|
Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR).
|
"(1)
|
Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR).
|
(2)
|
Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut."
|
(2)
|
Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut."
|
SE-50/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2. B.3.F:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau Laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)."
PER-22/PJ/2013 Lampiran I. Bab 2. B.3.d:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)."
Selain itu, SE-50/PJ/2013 merupakan petunjuk teknis dan PER-22/PJ/2013 serta PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 sebagai pedoman merupakan Naskah Dinas arahan di lingkungan Kementerian Keuangan yang harus dipedomani dan dilaksanakan dalam penyelenggaraan tugas dan kegiatan setiap instansi pemerintah berdasarkan Pasal 15 ayat (1) PMK 136/2018. Surat Edaran juga dianggap penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) PMK 136/2018 sehingga Terbanding diwajibkan untuk mempertimbangkan seluruh peraturan yang telah disebutkan oleh Pemohon Banding di atas.
Faktanya, berikut perbandingan ROS dan NCP Pemohon Banding pada tahun 2014 menggunakan weighted average 5 tahun yang sudah berada di dalam rentang kewajaran perusahaan pembanding:

Bahwa berdasarkan diagram tersebut dapat diketahui bahwa ROS Pemohon Banding sudah berada di atas median (Q2) dan bahkan mendekati kuartil atas (Q3) Perusahaan Pembanding.
Bahwa berdasarkan diagram tersebut dapat diketahui bahwa NCP Pemohon Banding sudah berada di atas median (Q2) dan bahkan mendekati kuartil atas (Q3) Perusahaan Pembanding.
Lebih lanjut, berikut perbandingan ROS dan NCP Pemohon Banding dengan Perusahaan Pembanding tahun 2014 menggunakan single year:
OM Pemohon Banding di tahun 2014 sebesar 9,48% berada di dalam rentang kewajaran 6,44% dan 10,92% dan NCP Pemohon Banding di tahun 2014 sebesar 10,48% berada di dalam rentang kewajaran -1,93% dan 11,49%. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa OM dan NCP Pemohon Banding telah di atas median (Q2) bahkan mendekati Q3 atau kuartil atas.
Namun Terbanding tidak pernah membantah mengapa Terbanding masih melakukan koreksi ketika sebenarnya sudah ada pembatasan kewenangan untuk melakukan koreksi ketika laba Pemohon Banding sudah masuk dalam rentang kewajaran.
|
SE-50/PJ/2013 Lampiran I. Bab 2.B.3.F:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)."
PER-22/PJ/2013 Lampiran I. Bab 2. B.3.d:
"Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar merupakan koreksi primer (primary adjustment)."
Pemohon Banding mengutip mengenai pentingnya prosedur pemeriksaan transfer pricing untuk dijalankan oleh Terbanding, berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Terbanding sendiri yaitu maksud dan tujuan SE-50/PJ/2013:
"Petunjuk Teknis Pemeriksa Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa bertujuan memberikan kemudahan dan keseragaman bagi Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa guna menjamin pemeriksaan yang berkualitas."
Terbanding juga tidak mempertimbangkan Bab I Lampiran I SE-50/PJ/2013 yakni:
"Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak pada transaksi afiliasi, Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
Untuk menjamin kualitas pemeriksaan dalam menjalankan wewenang tersebut di atas, perlu disusun suatu petunjuk teknis pemeriksaan Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Petunjuk teknis ini merupakan tuntunan teknis pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa."
Pemohon Banding memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar Terbanding menjawab terkait aturan turunan Pasal 18 ayat 3 UU PPh secara lisan dalam persidangan.
|
8)
|
Bahwa meskipun Pemohon Banding telah memperoleh penghasilan neto tahun 2014 dengan wajar atau bahkan telah memperoleh penghasilan neto melebihi penghasilan neto dari perusahaan pembanding (perusahaan independen), namun tidak serta merta transaksi antar perusahaan afiliasi berupa transaksi pembayaran royalty juga disimpulkan sudah wajar;
|
4)
|
Bahwa pembandingan dengan kinerja laba kena pajak usaha sejenis tersebut dalam rangka sanity check, bukan untuk penentuan kewajaran atas pembayaran royalti tersebut. Karena kinerja laba kena pajak dipengaruhi oleh banyak faktor bukan hanya dari pembayaran royalti saja.
|
6)
|
Bahwa Pemohon Banding melakukan pembayaran royalty kepada Honda Motor Co. Jepang yang harus dilakukan atas Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam literatur apapun baik Lokal maupun OECD TP Guideline;
|
8)
|
Terbanding berpendapat, bahwa Jika transaksi afiliasi dengan tarif pajak yang lebih tinggi dianggap sudah memenuhi prinsip kewajaran, perlu dipertanyakan aturan hukum yang mengatur demikian. Tentu saja Pemohon Banding juga tidak perlu melampirkan dokumen TP Documentation karena cukup hanya dengan membuktikan bahwa transaksi tersebut nyata dan dilakukan kepada negara yang tarif pajaknya lebih tinggi;
|
Dalam hal ini Terbanding gagal paham dengan dalilnya sendiri. Terbanding mencampuradukkan dalil penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dengan penghindaran pajak secara bersamaan.
Terbanding salah memahami aturan yang telah dibuat oleh Terbanding sendiri. TP Doc yang Pemohon Banding sampaikan adalah sejalan dengan ketentuan PER-32/PJ/2011 jo. PER-43/PJ/2010 tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Di lain pihak, pembuktian perbedaan tarif pajak di negara lain adalah sehubungan dengan analisis risiko penghindaran pajak adalah prosedur pemeriksaan yang harus dijalankan oleh Terbanding agar pemeriksaan berkualitas. Tidak ada satupun dalil yang disampaikan oleh Pemohon Banding (mengikuti cara Terbanding membantah) yang menyatakan bahwa jika melakukan transaksi dengan afiliasi yang tarif pajak lebih tinggi dianggap memenuhi prinsip kewajaran.
Apakah Terbanding melakukan prosedur analisis penghindaran pajak terkait perbedaan tarif dan mendokumentasikan dalam KKP?
Seharusnya BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 mewajibkan Terbanding untuk menganalisis atau menguji poin a, b, c, d, dan e secara satu per satu sebagai indikator dalam menentukan penghindaran pajak yaitu:
|
9)
|
Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak konsisten, di satu sisi sebenarnya mengakui adanya aturan yang mengikat bahwa apabila terdapat transaksi afiliasi harus dapat membuktikan/menyajikan data bahwa transaksi tersebut telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dan DJP memiliki kewenangan untuk menilai transaksi tersebut yang dibuktikan dengan pengisian Lampiran 3A serta adanya TP Documentation, namun di sisi lainnya menyatakan hanya cukup dengan mengatakan transaksi tersebut dengan negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi (Jepang) lalu mengambil kesimpulan tidak memiliki motif menghindari pajak dan oleh karenanya Terbanding tidak boleh melakukan koreksi.
|
a.
|
Signifikansi transaksi afiliasi yang dapat diukur dari proporsinya terhadap penjualan ataupun laba bersih usaha.
|
b.
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah.
|
c.
|
Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, jasa intra-grup, dan biaya bunga.
|
d.
|
Performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis.
|
e.
|
....
|
Bukan malah mengaitkan poin b dengan poin c maupun poin d dengan poin c.
Bahwa faktanya dalam TP Doc Pemohon Banding, Pemohon Banding juga telah menguji poin c.
Terbanding juga tidak pernah menanggapi PER-22/PJ/2013 Bab II. Point B.1 huruf a.4 yang menyatakan:
"Dalam pemeriksaan TP, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja finansial wajib pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industry wajib pajak. "
|
2.
|
Pada Ringkasan Penjelasan Tertulis Sidang ke-11 Pemohon Banding No 079/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020, Pemohon Banding sudah menyatakan bahwa:
"Berikut adalah dalil-dalil yang digunakan oleh Terbanding untuk MEMBANTAH KETERKAITAN antara pengujian kewajaran dan kelaziman usaha transaksi pembayaran royalti (Metode CUT/CUP) dengan laba usaha (Metode TNMM). Atau dengan kata lain, menurut Terbanding pengujian kewajaran dan kelaziman usaha transaksi pembayaran royalty harus diuji transaksional (Metode CUT/CUP):
|
Bahwa dalam penerapan peraturan hukum di Indonesia, Terbanding memiliki pemahaman bahwa dasar hukum yang dapat digunakan adalah dasar hukum yang telah ada dan berlaku pada saat peristiwa hukum tersebut terjadi. Jadi, apabila peristiwa hukum yang terjadi tahun 2010, sementara SE-50/PJ/2013 baru dikeluarkan pada tahun 2013, maka aturan tersebut tidak dapat berlaku surut kecuali aturan tersebut menyebutkan berlakunya surut. Demikian juga apabila peristiwa hukum terjadi tahun 2014, sementara S-153/PJ.4/2010 yang dijadikan argumen Pemohon Banding sebagai pelaksanaan sanity check telah dicabut sebagaimana penjelasan kami di angka 5 di atas sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai dasar hukum untuk peristiwa hukum yang terjadi di tahun 2014.
|
Pemohon Banding tidak setuju dengan pernyataan Terbanding seakan-akan aturan transfer pricing domestik di Indonesia tidak jelas dan tidak lengkap. Padahal, aturan domestik transfer pricing di Indonesia sudah sangat lengkap, jelas, dan terperinci. Aturan domestik di Indonesia sudah mengatur keseimbangan memberikan kewenangan kepada pihak pajak untuk melakukan koreksi jika transaksi dengan pihak afiliasi dilakukan dengan tidak wajar, serta memberikan perlindungan kepada wajib pajak Perlindungan itu dalam bentuk Terbanding tidak mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi jika harga atau laba wajib pajak sudah wajar atau jika Terbanding tidak bisa membuktikan adanya penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.
|
f)
|
"Tidak ada ketentuan di SE-50/PJ/2013 yang menyatakan bahwa apabila analisis keuangan perusahaan sudah bagus serta merta pembayaran royalti sudah wajar."
|
g)
|
Penafsiran bahwa pengujian transaksi afiliasi harus diuji kembali ke pengujian metode tidak diatur dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013.
|
h)
|
"Berdasarkan ketentuan di atas tidak ada aturan yang menyatakan bahwa apabila performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis mengindikasikan pembayaran royaltinya sudah wajar.
|
i)
|
Tidak ada ketentuan di PER-22/PJ/2013 yang menyatakan apabila ROA, ROCE, dan ROS di atas rentang kewajaran mengakibatkan royalty telah wajar.
|
j)
|
Tidak ada satu aturanpun yang menyatakan bahwa wajib pajak yang labanya di atas rasio benchmark telah rasional dan tidak dapat dilakukan koreksi ("Kebal Koreksi").
|
Pemohon Banding tidak setuju dengan pernyataan Terbanding seakan-akan aturan transfer pricing domestik di Indonesia tidak jelas dan tidak lengkap. Padahal, aturan domestik transfer pricing di Indonesia sudah sangat lengkap, jelas, dan terperinci. Aturan domestik di Indonesia sudah mengatur keseimbangan memberikan kewenangan kepada pihak pajak untuk melakukan koreksi jika transaksi dengan pihak afiliasi dilakukan dengan tidak wajar, serta memberikan perlindungan kepada wajib pajak. Perlindungan itu dalam bentuk: Terbanding tidak mempunyai wewenang untuk melakukan koreksi jika harga atau laba wajib pajak sudah wajar atau jika Terbanding tidak bisa membuktikan adanya penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.
Dalil ini sesuai dengan pendapat ahli transfer pricing Jens Wittendorf dalam Transfer Pricing and the Arm's Length Principle in International Tax Law (Netherlands: Kluwer, 2010), hal. 8 mengatakan bahwa:
"When the arm's length principle leads to postulations of the existence of unrealized income and reduces the right to make deductions for costs that have been incurred, there is a requirement for clear legal authority.''
Terjemahannya:
"Bila prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dapat menambah penghasilan yang sebenarnya tidak terealisasi dan menghilangkan hak untuk mengurangi biaya yang telah dikeluarkan, harus terdapat aturan yang jelas dan terperinci."
Terbanding menyatakan banyak aturan yang tidak ada. Di lain pihak, jika melihat di point 5, Terbanding menolak untuk menggunakan SE-50/PJ/2013 untuk sengketa pajak tahun 2010 dengan alasan aturan tersebut belum berlaku dan menolak untuk mempertimbangkan S-153/PJ/2010 untuk sengketa pajak tahun 2014 dengan alasan aturan tersebut sudah dicabut.
Lihat juga poin 7, ketika Terbanding tidak konsisten dengan menyatakan tidak ada aturan SE-50/PJ/2013, di lain pihak menggunakan SE-50/PJ/2013 dalam risalah pembahasan pemeriksaan pajak tahun 2014.
|
3.
|
Terbanding malah mencampuradukkan dalil terkait kewenangan Terbanding untuk melakukan koreksi dan dalil terkait kewajaran dan kelaziman usaha transaksi royalti yang dibuktikan dengan pernyataan sebagai berikut:
Tanggapan Tertulis Terbanding yang Diserahkan tanggal 24 Juli 2020 hanya menyatakan
"Bahwa Transaksi Afiliasi atas Pembayaran Royalti, diatur juga dalam PER-22/PJ/2013 dan SE-50/PJ/2013, sehingga transaksi yang menurut Pemohon Banding terpisah pengujiannya (Menggunakan Metode CUP/CUT) dapat menjadi objek pengujian oleh Terbanding, sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh;"
Tanggapan Tertulis Terbanding yang Diserahkan pada Persidangan Tanggal 24 Februari 2020 halaman 29-30:
|
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008:
|
Bahwa Terbanding belum memberikan tanggapan atas tanggapan Terbading yang mencampuradukkan dalil penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dengan penghindaran pajak secara bersamaan.
Terbanding hanya kembali mengutip aturan terkait dalam memberikan penjelasan terkait pendapat Terbanding.
Seharusnya dasar hukum/aturan itu dibaca dengan teliti satu-persatu baru dihubungkan satu sama lain. Kemudian dikaitkan dengan fakta hukum yang ada.
Terbanding tidak bisa membedakan antara:
|
3)
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
|
4)
|
Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
|
a.
|
Pengujian penerapan kewajaran dan kelaziman usaha pembayaran royalty (CUT/CUP) yang dikaitkan dengan tingkat pengembalian yang sepadan (TNMM). Dasar hukumnya adalah: SE-50/PJ/2013 Lampiran I Bab II Bagian B.3.c.a menyebutkan bahwa: Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (Licensee) atau pembeli dari harta tak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain: a. Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalty yang dibayarkan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut."
|
"5.3
|
Bahwa meskipun Pemohon Banding telah memperoleh penghasilan neto tahun 2014 dengan wajar atau bahkan telah memperoleh penghasilan neto melebihi penghasilan neto dari perusahaan pembanding (perusahaan independen) sebagaimana analisis kewajaran harga yang dibuat oleh Pemohon Banding dalam Transfer Pricing Documentationnya, a quo, namun tidak serta merta transaksi antar perusahaan afiliasi berupa transaksi pembayaran royalty juga disimpulkan sudah wajar;
|
a)
|
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
|
5.5
|
Bahwa meskipun penghasilan neto dari suatu perusahaan yang melakukan transaksi antar afiliasi telah memperoleh penghasilan neto yang wajar atau bahkan telah melebihi penghasilan neto dari perusahaan independen atau perusahaan yang melakukan transaksi dengan perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, namun transaksi lainnya belum tentu wajar karena yang dimaksud dengan wewenang Terbanding dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh adalah Terbanding mempunyai wewenang menguji kewajaran penghasilan bruto, biaya-biaya dan penghasilan neto sesuai dengan ketentuan a quo;"
|
b)
|
Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
|
b.
|
Ketika mengkaitkan antara performa laba bersih lebih rendah dibandingkan dengan industry sejenis, maka aturan yang terkait adalah mengenai risiko penghindaran pajak yang dasar hukumnya adalah: SE-50/PJ/2013 Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan atas Transaksi Hubungan istimewa yang berbunyi sebagai berikut:
"Dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka pemeriksa pajak agar perlu menganalisis risiko penghindaran pajak. Hal yang perlu diteliti antara lain: d) Performa laba bersih usaha wajib pajak lebih rendah dibandingkan dengan industri sejenis."
PER-22/PJ/2013 Bab II. Point B.1 huruf a.4:
"Dalam pemeriksaan TP, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja financial wajib pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industri wajib pajak."
|
c)
|
terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
|
Pernyataan-pernyataan di atas masih menggunakan pasal "sapu jagat" UU PPh 18 ayat 3 terkait kewenangan untuk melakukan koreksi serta belum membantah aturan-aturan turunan dari UU PPh Pasal 18 ayat 3 yang telah disebutkan oleh Pemohon Banding.
Seharusnya Terbanding fokus untuk menjawab adanya pembatasan kewenangan, serta tidak mengkaitkan dengan kewajaran transaksi royalti karena poin yang ingin disampaikan oleh Pemohon Banding adalah karena harga atau laba Pemohon Banding sudah wajar, maka berdasarkan Pasal 20 ayat (1) dan (2) PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Terbanding tidak memiliki wewenang untuk melakukan koreksi.
|
Penjelasan
|
9)
|
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.
|
Pemohon Banding juga mengutip mengenai pentingnya prosedur pemeriksaan transfer pricing untuk dijalankan oleh Terbanding, berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Terbanding sendiri yaitu maksud dan tujuan SE-50/P./2013:
"Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa bertujuan memberikan kemudahan dan keseragaman bagi Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa guna menjamin pemeriksaan yang berkualitas."
Terbanding juga tidak mempertimbangkan Bab I Lampiran I SE-50/PJ/2013 yakni:
"Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak pada transaksi afiliasi, Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
Untuk menjamin kualitas pemeriksaan dalam menjalankan wewenang tersebut di atas, perlu disusun suatu petunjuk teknis pemeriksaan Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Petunjuk teknis ini merupakan tuntunan teknis pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa."
|
10)
|
Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method). Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya.
Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak.
|
Bahwa sesuai ketentuan di atas, Terbanding berpendapat bahwa terdapat kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk menghitung kembali kewajaran pembayaran royalti yang dibayarkan Pemohon Banding dengan pertimbangan sebagai berikut:
|
5.
|
Berdasarkan Lampiran V SPT Tahunan 1771 Tahun Pajak 2014 diketahui daftar pemegang saham/pemilik modal Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
|
6.
|
Berdasarkan lampiran 3A SPT PPh Badan tahun 2014 terdapat keterangan pembayaran royalti dari Pemohon Banding kepada Honda Motor Co. yang berkedudukan di Jepang sebagai induk Pemohon Banding, dimana besarnya royalti yang dibayarkan di tahun 2014 sebesar Rp2.504.057.029.403,00
|
7.
|
Transaksi pembayaran royalti dan development fees kepada Honda Motor Co Ltd. mencapai 4,94% dari total Cost of Sales Pemohon Banding. Bahwa sesuai penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dengan demikian, sesuai penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh di atas, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.
|
8.
|
Bahwa PER-22/PJ/2013 tanggal 30 Mei 2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa mencantumkan dalam hal mengingat ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893), dimana Pasal yang mengatur mengenai hubungan istimewa dalam Undang-Undang ini adalah ketentuan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 18 ayat (4). SE-50/PJ/2013 tanggal 24 Oktober 2014 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa pada Bab I Pendahuluan menyebutkan "Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak pada transaksi afiliasi, Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya."
|
Dengan demikian koreksi Terbanding telah sesuai dengan kewenangan yang diberikan Undang-Undang bahwa menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, Terbanding (Direktur Jenderal Pajak) berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa;
|
4.
|
Dalam Risalah Pembahasan Tahun Pajak 2014 dan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH) Tahun Pajak 2014 halaman 4 Terbanding telah menyatakan bahwa laba Pemohon Banding berdasarkan analisis TNMM (dengan PLI NCPM dan ROS) masih dalam rentang kewajaran.
Maka, Terbanding seharusnya menjawab dasar hukum yang masih memberikan kewenangan kepada Terbanding untuk melakukan koreksi ketika Terbanding sendiri sudah mengatakan bahwa di tingkat laba atau analisis TNMM sudah masuk dalam rentang wajar.
Koreksi Terbanding bertentangan dengan PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 13 ayat (1) dan (2) terkait definisi harga atau laba wajar.
Lebih lanjut, berdasarkan aturan domestik Terbanding hanya dapat melakukan koreksi transfer pricing ketika terdapat selisih harga atau laba wajar sesuai dengan SE-50/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.F dan PER-22/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.d.
|
Bahwa dasar hukum yang memberikan kewenangan Terbanding untuk melakukan koreksi atas pembayaran royalti yang dibayarkan Pemohon Banding kepada Honda Motor Co. Ltd. sebagai pemegang saham adalah Pasal 18 ayat (3) UU PPh.
|
Terbanding hanya menggunakan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan pasal "sapu jagat" tanpa merespons dalil Pemohon Banding yang menyatakan bahwa koreksi Terbanding bertentangan dengan PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Pasal 13 ayat (1) dan (2) terkait definisi harga atau laba wajar dan SE-50/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.F dan PER-22/PJ/2013 Lampiran I, Bab 2, B.3.d.
Seharusnya Terbanding fokus untuk menjawab adanya pembatasan kewenangan, serta tidak mengkaitkan dengan kewajaran transaksi royalti karena poin yang ingin disampaikan oleh Pemohon Banding adalah karena harga atau laba Pemohon Banding sudah wajar, maka berdasarkan Pasal 20 ayat (1) dan (2) PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-32/PJ/2011 Terbanding tidak memiliki wewenang untuk melakukan koreksi.
|
Terbanding tidak memiliki Bukti atas Terjadinya Penghindaran Pajak
|
1.
|
Terbanding mencampuradukkan dalil penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha transaksi royalti dengan penghindaran pajak secara bersamaan. Seharusnya dasar hukum/aturan itu dibaca dengan teliti satu per satu baru dihubungkan satu sama lain dan kemudian dikaitkan dengan fakta hukum yang ada.
Bukti bahwa Terbanding mencampuradukkan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha transaksi royalti dengan penghindaran pajak dapat terlihat dalam Tanggapan Tertulis Terbanding yang Diserahkan 24 Juli 2020 halaman 8, 13 dan 14 pada persidangan tanggal 27 Juli 2020:
|
Tanggapan Terbanding sebagai berikut:
|
Bahwa Terbanding hanya kembali mengutip Pasal 18 ayat (3) UU PPh tanpa menjelaskan alasan Terbanding mencampuradukkan dalil penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dengan penghindaran pajak secara bersamaan.
Pemohon Banding memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk meminta Terbanding untuk menjelaskan secara lisan dalam persidangan.
|
a.
|
Berdasarkan Lampiran V SPT Tahunan 1771 Tahun Pajak 2014 diketahui daftar pemegang saham/pemilik modal Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
|
8)
|
"Terbanding berpendapat, bahwa jika transaksi afiliasi dengan tarif pajak yang lebih tinggi dianggap sudah memenuhi prinsip kewajaran, perlu dipertanyakan aturan hukum yang mengatur demikian. Tentu saja Pemohon Banding juga tidak perlu melampirkan dokumen TP Documentation karena cukup hanya dengan membuktikan bahwa transaksi tersebut nyata dan dilakukan kepada negara yang tarif pajaknya lebih tinggi"
|
b.
|
Berdasarkan lampiran 3A SPT PPh Badan tahun 2014 terdapat keterangan pembayaran royalti dari Pemohon Banding kepada Honda Motor Co. yang berkedudukan di Jepang sebagai induk Pemohon Banding, dimana besarnya royalti yang dibayarkan di tahun 2014 sebesar Rp2.504.057.029.403,00 atau mewakili sekitar 4,31% dari pendapatan bersih di tahun 2014;
|
9)
|
'Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak konsisten, di satu sisi sebenarnya mengakui adanya aturan yang mengikat bahwa apabila terdapat transaksi afiliasi harus dapat membuktikan/menyajikan data bahwa transaksi tersebut telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dan DJP memiliki kewenangan untuk menilai transaksi tersebut yang dibuktikan dengan pengisian Lampiran 3A serta adanya TP Documentation, namun di sisi lain saya menyatakan hanya cukup dengan mengatakan transaksi tersebut dengan negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi (Jepang) lalu mengambil kesimpulan tidak memiliki motif menghindari pajak dan oleh karenanya Terbanding tidak boleh melakukan koreksi."
"Sesuai BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 ditegaskan "bahwa dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak agar menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi tersebut yang dituangkan dalam KKP identifikasi masalah. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
c.
|
Bahwa Pemohon Banding menandatangani perjanjian royalti dalam bentuk License and Technical Assistance Agreement dengan Honda Motor Co. Ltd. Jepang pada bulan Agustus 2000. Berdasarkan perjanjian disebutkan bahwa Honda Motor Co. Ltd. (HMCo.) akan memberikan kepada Pemohon Banding hak EKSKLUSIF dalam wilayah yang ditentukan untuk digunakan di Indonesia berupa licensi untuk memproduksi, merakit, memasarkan, menggunakan dan menjual sepeda motor merk Honda dan bagian-bagian berlisensi seperti komponen dan aksesori di dalam wilayah berdasarkan HAKI dan dengan menggunakan informasi teknis.
|
d.
|
Bahwa dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut menyatakan:
"Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya.
Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method) dan metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih (transactional net margin method)."
bahwa menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, Terbanding (Direktur Jenderal Pajak) berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa;
|
|
e.
|
Signifikansi transaksi afiliasi yang dapat diukur dari proporsinya terhadap penjualan ataupun laba bersih usaha.
|
|
f.
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah.
|
|
g.
|
Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, jasa intra-grup, dan biaya bunga.
|
|
h.
|
Performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis.
|
Berdasarkan ketentuan di atas tidak ada aturan yang menyatakan bahwa apabila performa laba bersih usaha Wajib Pajak Lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis mengindikasikan pembayaran royaltinya sudah wajar.”
Dalam hal ini Terbanding gagal paham dengan dalilnya sendiri. Terbanding mencampuradukkan datil penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dengan penghindaran pajak secara bersamaan. Seharusnya BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 mewajibkan Terbanding untuk menganalisis atau menguji poin a, b, c, d, dan e secara satu per satu sebagai indikator dalam menentukan penghindaran pajak, bukan malah mengaitkan poin b dengan poin c maupun poin d dengan poin c. Bahwa faktanya dalam TP Doc Pemohon Banding, Pemohon Banding juga telah menguji poin c. Terbanding juga tidak pernah menanggapi PER-22/PJ/2013 Bab II. Point B.1 huruf a.4 yang menyatakan:
“Daiam pemeriksaan TP, perlu dilakukan penelitian awal atas kinerja finansial wajib pajak untuk mengidentifikasi risiko penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Penelitian awal dapat dilakukan dengan cara mempelajari rasio rata-rata industri wajib pajak. Lebih lanjut, Terbanding salah memahami aturan yang telah dibuat oleh Terbanding sendiri. TP Doc yang Pemohon Banding sampaikan adalah sejalan dengan ketentuan PER-32/PJ/2011 jo. PER-43/PJ/2010 tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Di lain pihak, pembuktian perbedaan tarif pajak di negara lain adalah sehubungan dengan analisis risiko penghindaran pajak adalah prosedur pemeriksaan yang harus dijalankan oleh Terbanding agar pemeriksaan berkualitas. Tidak ada satupun dalil yang disampaikan oleh Pemohon Banding (mengikuti cara Terbanding membantah) yang menyatakan bahwa jika melakukan transaksi dengan afiliasi yang tarif pajak lebih tinggi dianggap memenuhi prinsip kewajaran.
Dalil Pemohon Banding juga sejalan dengan pendapat Majelis Hakim Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-106694.15/2010/PP/M.VIIIA tahun 2020 halaman 133 menyatakan bahwa:
"bahwa terbukti bahwa transaksi atas biaya Royalti tersebut dengan afiliasinya yang berada di negara Jepang sehingga tidak terdapat risiko penghindaran pajak atas transaksi pembayaran royalty oleh Pemohon Banding, karena lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah;”
Pemohon Banding telah menyampaikan TP doc untuk membuktikan bahwa transaksi royalty telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Di lain pihak, KKP Pemeriksaan adalah bukti pertanggungjawaban apakah Terbanding telah menjalankan prosedur pemeriksaan yang berkualitas, sehingga Terbanding dapat menjalankan kewenangannya dalam melakukan koreksi transfer pricing.
|
|
|
|
e.
|
bahwa menurut Terbanding, meskipun Pemohon Banding telah memperoleh penghasilan netto tahun 2014 dengan wajar atau bahkan telah memperoleh penghasilan netto melebihi penghasilan netto dari perusahaan pembanding (perusahaan independen) sebagaimana analisis kewajaran harga yang dibuat oleh Pemohon Banding dalam TP-Documentationnya, namun hal tersebut, tidak serta merta transaksi antar perusahaan afiliasi berupa transaksi pembayaran royalty juga
|
Dalam pernyataan-pernyataan tersebut Terbanding masih menggunakan pasal “sapu jagat" UU PPh 18 ayat 3 terkait kewenangan untuk melakukan koreksi serta belum membantah aturan-aturan turunan dari UU PPh Pasal 18 ayat 3 yang telah disebutkan oleh Pemohon Banding.
Seharusnya Terbanding fokus untuk menjawab adanya pembatasan kewenangan, serta tidak mengkaitkan dengan kewajaran transaksi royalti karena poin yang ingin disampaikan oleh Pemohon Banding adalah karena harga atau laba Pemohon Banding sudah wajar, maka berdasarkan Pasal 20 ayat (1) dan (2) PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER 32/PJ/2011 Terbanding tidak memiliki wewenang untuk melakukan koreksi.
|
f.
|
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas transaksi pembayaran royalty oleh Pemohon Banding kepada HMCo. sesuai ketentuan dan terbukti pembayaran royalty atas transaksi tersebut melebihi kewajaran dari perusahaan pembanding (perusahaan independen), sehingga Terbanding melakukan koreksi negatif biaya royalty (koreksi positif penyesuaian koreksi positif) sesuai ketentuan Pasal 18 (3) UU PPh;
|
|
g.
|
Bahwa menurut Terbanding, meskipun penghasilan netto dari suatu perusahaan yang melakukan transaksi antar affiliasi telah memperoleh penghasilan netto yang wajar atau bahkan telah melebihi penghasilan netto dari perusahaan independen atau perusahaan yang melakukan transaksi dengan perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, namun transaksi lainnya belum tentu wajar karena yang dimaksud dengan wewenang Terbanding dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh adalah Terbanding mempunyai wewenang menguji kewajaran penghasilan bruto, biaya-biaya dan penghasilan netto sesuai dengan ketentuan a quo;
|
Dalam hal ini Terbanding gagal paham dengan dalilnya sendiri. Terbanding mencampuradukkan dalil penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dengan penghindaran pajak secara bersamaan. Seharusnya BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 mewajibkan Terbanding untuk menganalisis atau menguji poin a, b, c, d, dan e secara satu per satu sebagai indikator dalam menentukan penghindaran pajak sebagai berikut:
|
h.
|
Bahwa bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan netto yang tidak wajar (rugi), tidak selalu berarti Wajib Pajak tersebut tidak melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak benar, demikian juga sebaliknya;
|
a.
|
Signifikansi transaksi afiliasi yang dapat diukur dari proporsinya terhadap penjualan ataupun laba bersih usaha.
|
i.
|
Bahwa Pemohon Banding melakukan pembayaran royalty kepada Honda Motor Co. Jepang yang harus dilakukan atas Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam literatur apapun baik Lokal maupun OECD TP Guideline;
|
b.
|
Transaksi afilasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah.
|
c.
|
Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi) pembayaran royalti, jasa intra-grup dan biaya bunga
|
d.
|
Performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis,
|
e.
|
Bukan malah mengaitkan poin b dengan poin c maupun poin d dengan poin c.
|
|
j.
|
Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak konsisten, di satu sisi sebenarnya mengakui adanya aturan yang mengikat bahwa apabila terdapat transaksi afiliasi harus dapat membuktikan/menyajikan data bahwa transaksi tersebut telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dan DJP memiliki kewenangan untuk menilai transaksi tersebut yang dibuktikan dengan pengisian Lampiran 3A serta adanya TP Documentation, namun disisi lainnya menyatakan hanya cukup dengan mengatakan transaksi tersebut dengan negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi (Jepang) lalu mengambil kesimpulan tidak memiliki motif menghindari pajak dan oleh karenanya Terbanding tidak boleh melakukan koreksi.
|
Terbanding menyatakan bahwa Pemohon Banding tidak konsisten, namun pernyataan tersebut adalah tidak benar. Pemohon Banding menggunakan metode CUP yang dikonfirmasi dengan metode TNMM telah sesuai dengan SE 50/PJ/2013 Lampiran I Bab II Bagian B.3.c.a. Bahwa sesuai BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 ditegaskan "bahwa dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak agar menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi tersebut yang dituangkan dalam KKP identifikasi masalah. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
a.
|
Signifikansi transaksi afiliasi yang dapat diukur dari proporsinya terhadap penjualan ataupun laba bersih usaha.
|
b.
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah.
|
c.
|
Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, jasa intra-grup, dan biaya bunga
|
d.
|
Performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis.
|
e.
|
Terbanding hanya selalu mengatakan bahwa apabila Pemohon Banding memperoleh penghasilan netto yang wajar atau bahkan telah melebihi penghasilan netto tidak serta merta memenuhi prinsip kewajaran. Faktanya Terbanding tidak melakukan menganalisis risiko penghindaran pajak dalam KKP. Padahal KKP Pemeriksaan adalah bukti pertanggungjawaban apakah Terbanding telah menjalankan prosedur pemeriksaan yang berkualitas, sehingga Terbanding dapat menjalankan kewenangannya dalam melakukan koreksi transfer pricing.
|
2.
|
Terbanding belum menanggapi pertanyaan Majelis Hakim pada sidang tanggal 2 Desember 2019 terkait apakah mungkin terjadi pemindahan iaba dalam transaksi apabila Pemohon Banding dimiliki oleh Al dan HMC yang memiliki kepemilikan dan kontrol yang seimbang, karena faktanya Pemohon Banding didirikan sebagai perusahaan patungan antara PT Astra International Tbk ("Al") sebesar 50% dan Honda Motor Co Ltd. (“HMC") sebesar 50% dimana Al dan HMC tidak memiliki hubungan istimewa.
Terbanding belum menanggapi fakta bahwa lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah (pada tahun 2014 tarif pajak penghasilan badan di Indonesia adalah 25%, sedangkan tarif efektif yang berlaku di Jepang untuk pajak penghasilan badan adalah 37%.
Terbanding juga belum mengaitkan hubungan perpindahan laba dengan definisi transfer pricing menurut Terbanding sesuai permintaan Majelis Hakim pada:
|
Bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:
"Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus atau metode lainnya."
Bahwa dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut menyatakan:
"Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method) dan metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih (transactional net margin method)."
Bahwa menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPH, Terbanding (Direktur Jenderal Pajak) berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa;
|
Bahwa Terbanding hanya kembali mengutip Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan tanpa menanggapi fakta bahwa lawan transaksi tidak berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah (pada tahun 2014 tarif pajak penghasilan badan di Indonesia adalah 25%, sedangkan tarif efektif yang berlaku di Jepang untuk pajak penghasilan badan adalah 37%.
Terbanding juga belum memenuhi permintaan Majelis Hakim yang meminta Terbanding untuk mengaitkan hubungan perpindahan laba dengan definisi transfer pricing
|
4)
|
Sidang AHM ke-5 tanggal 13 Januari 2020
|
Bahwa menurut Terbanding, meskipun Pemohon Banding telah memperoleh penghasilan netto tahun 2014 dengan wajar atau bahkan telah memperoleh penghasilan netto melebihi penghasilan netto dari perusahaan pembanding (perusahaan independen) sebagaimana analisis kewajaran harga yang dibuat oleh Pemohon Banding dalam TP-Documentationnya, namun hal tersebut, tidak serta merta transaksi antar perusahaan affiliasi berupa transaksi pembayaran royalti juga disimpulkan sudah wajar;
Bahwa Terbanding telah melakukan analisis kewajaran harga atas transaksi pembayaran royalty oleh Pemohon Banding kepada HMCo. sesuai ketentuan dan terbukti pembayaran royalty atas transaksi tersebut melebihi kewajaran dari perusahaan pembanding (perusahaan independen), sehingga Terbanding melakukan koreksi negatif biaya royalty (koreksi positif penyesuaian koreksi positif) sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh;
|
Dalam pernyataan-pernyataan tersebut Terbanding masih menggunakan pasal "sapu jagat" UU PPh 18 ayat 3 terkait kewenangan untuk melakukan koreksi serta belum membantah aturan-aturan turunan dari UU PPh Pasal 18 ayat 3 yang telah disebutkan oleh Pemohon Banding. Seharusnya Terbanding fokus untuk menjawab adanya pembatasan kewenangan, serta tidak mengkaitkan dengan kewajaran transaksi royalti karena poin yang ingin disampaikan oleh Pemohon Banding adalah karena harga atau laba Pemohon Banding sudah wajar, maka berdasarkan Pasal 20 ayat (1) dan (2) PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER 32/PJ/2011 Terbanding tidak memiliki wewenang untuk melakukan koreksi.
|
5)
|
Sidang AHM ke-6 tanggal 3 Februari 2020
|
Bahwa menurut Terbanding, meskipun penghasilan netto dari suatu perusahaan yang melakukan transaksi antar affiliasi telah memperoleh penghasilan netto yang wajar atau bahkan telah melebihi penghasilan netto dari perusahaan independen atau perusahaan yang melakukan transaksi dengan perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, namun transaksi lainnya belum tentu wajar karena yang dimaksud dengan wewenang Terbanding dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh adalah Terbanding mempunyai wewenang menguji kewajaran penghasilan bruto, biaya-biaya dan penghasilan netto sesuai dengan ketentuan a quo;
|
Bahwa sesuai BAB II huruf A Nomor 4 SE-50/PJ/2013 ditegaskan "bahwa dalam hal terdapat hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak agar menganalisis risiko penghindaran pajak dalam transaksi afiliasi tersebut yang dituangkan dalam KKP identifikasi masalah. Hal yang perlu diteliti antara lain:
|
6)
|
Sidang A HM ke 7 tanggal 24 Februari 2020
|
a.
|
Signifikansi transaksi afiliasi yang dapat diukur dari proporsinya terhadap penjualan ataupun laba bersih usaha.
|
b.
|
Transaksi afiliasi dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak rendah.
|
c.
|
Transaksi afiliasi yang bersifat khusus, misalnya: pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, jasa intra-grup, dan biaya bunga
|
d.
|
Performa laba bersih usaha Wajib Pajak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri sejenis.
|
e.
|
Terbanding hanya selalu mengatakan bahwa apabila Pemohon Banding memperoleh penghasilan netto yang wajar atau bahkan telah melebihi penghasilan netto tidak serta merta memenuhi prinsip kewajaran. Faktanya Terbanding tidak melakukan menganalisis risiko penghindaran pajak dalam KKP. Padahal KKP Pemeriksaan adalah bukti pertanggungjawaban apakah Terbanding telah menjalankan prosedur pemeriksaan yang berkualitas, sehingga terbanding dapat menjalankan kewenangannya dalam melakukan koreksi transfer pricing.
|
Analisis Metode CUP/CUT dalam pencarian data pembanding menurut Terbanding dan Pemohon Banding
|
1.
|
Terbanding belum menanggapi pernyataan Terbanding sendiri yang sudah menyatakan setuju dengan proses pencarian yang dilakukan oleh Pemohon Banding yang dibuktikan dengan KKP Terbanding halaman 8:
"Pemeriksa setuju atas beberapa langkah yang telah diterapkan wajib pajak dalam kajian Royalty Study di atas, hanya terdapat perbedaan pandangan sehubungan dengan pemilihan data pembanding yang disajikan wajib pajak atas penggunaan kode US SIC sebagai berikut:....
Namun demikian karena keterbatasan waktu dan data yang tersedia untuk mencari data pembanding baru, pemeriksa kemudian mengesampingkan catatan tersebut."
Berikut adalah rangkuman kriteria pencarian data pembanding menurut Pemohon Banding berdasarkan database RoyaltyStat Appendix 7 halaman 82 TP Doc Royalti (Bahasa Inggris) sebagai berikut:
|
Tanggapan Terbanding Bahwa Pemohon Banding menyertakan 2 kajian TP Documentation tahun 2014 selama proses pemeriksaan dan banding sebagai berikut:
|
Bahwa Tanggapan Terbanding tetap belum menanggapi adanya fakta bahwa Pemohon Banding menggunakan dua kriteria pencarian (Industry type ATAU US SIC Code) dengan tujuan untuk memperluas kriteria pencarian dalam rangka menemukan data pembanding yang sebanding. Namun demikian, Pemohon Banding tetap melakukan manual review untuk mengeliminasi perusahaan pembanding yang tidak sesuai, sehingga data yang dihasilkan adalah data yang sebanding produk dan fungsinya dengan Pemohon Banding.
Pemohon Banding kembali menegaskan bahwa tidak ditemukan SIC dalam searching kriteria tidak relevan karena tidak menyangkut substansi perjanjian. Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak ..... Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
Berdasarkan kriteria pencarian di atas, dapat dilihat bahwa Pemohon Banding menggunakan dua kriteria pencarian (Industry type ATAU US SIC Code) dengan tujuan untuk memperluas kriteria pencarian dalam rangka menemukan data pembanding yang sebanding. Namun demikian, Pemohon Banding tetap melakukan manual review untuk mengeliminasi perusahaan pembanding yang tidak sesuai, sehingga data yang dihasilkan adalah data yang sebanding produk dan fungsinya dengan Pemohon Banding.
Sebagaimana diketahui bahwa Wajib Pajak merupakan perusahaan yang menghasilkan produk otomotif. Untuk itu, penggunaan kriteria tipe industri: otomotif ATAU berdasarkan US SIC Code dilakukan dengan tujuan untuk dapat menghasilkan data pencarian yang lebih lengkap, sehingga data akhir yang dihasilkan tentunya akan lebih andal. Perluasan data pencarian pada searching criteria yang digunakan dengan tujuan didapatkannya data akhir yang andal merupakan hal yang lazim dilakukan dalam praktik analisis transfer pricing.
Hal ini sebagaimana dikonfirmasi dalam Paragraf 3.38 OECD Guidelines yang menyatakan Bahwa perluasan kriteria pencarian (searching criteria) ditujukan agar proses pencarian perusahaan yang berpotensi untuk dijadikan sebagai pembanding dapat menjadi lebih objektif dan menghasilkan data pembanding yang andal. Berikut adalah kutipan dari OECD tersebut:
"The identification of potential comparables has to be made with the objective of finding the most reliable data, recognising that they will not always be perfect ...... A prag matic solution may need to be found, on a case-by-case basis, such as broadening the search .... "
Terjemahan:
"identifikasi pembanding yang potensial harus dilakukan dengan tujuan untuk menemukan data yang paling dapat diandalkan dan mengakui bahwa data pembanding tersebut tidak selalu sempurna ..... Solusi pragmatis yang perlu digunakan untuk setia kasus adalah dengan memperluas kriteria pencarian ... "
|
-
|
PT Astra Honda Motor Transfer Pricing Documentation For Fiscal Year 2014 (Metode TNMM) sebagai dokumen penentuan harga transfer untuk tahun pajak 2014;
|
c)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding yang sedang diperiksa."
|
-
|
PT Astra Honda Motor Transfer Pricing Study For Intercompany Transaction For Fiscal Year 2014 (Metode CUP) sebagai dokumen study penentuan harga transfer terhadap transaksi royalty;
|
Perlu diperhatikan bahwa dalam database, indikator "industri" tersaji dalam dua format, yaitu "Industry" dan "Standard Industry Code". Pemohon Banding menggunakan kedua form at tersebut untuk memperluas pencarian pembanding pada tahap strategi pencarian/kriteria pencarian (tahap pertama search strategy) sebagaimana dapat dilihat dalam appendix 7 Royaly Study FY2014.
Adapun maksud digunakan kedua format tersebut adalah agar setiap kandidat pembanding yang tersedia dalam database dapat turut diperhitungkan. Setelah tahap pencarian/kriteria pencarian, maka Pemohon Banding telah melakukan manual review (tahap kedua), sehingga dapat diputuskan kandidat pembanding tersebut andal atau perlu ditolak. Dengan demikian, koreksi Terbanding yang didasarkan pada kriteria search strategy adalah tidak tepat, karena search strategy hanya menghasilkan kandidat perrbanding. Terbanding seharusnya meneliti kandidat pembanding, dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu: "terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa.
Pernyataan Terbanding Bahwa "bila menggunakan kriteria US SIC Code tersebut ada 270 data pembanding" adalah keliru.
TP Doc Wajib Pajak hal. 23 menyatakan:
"The combined search steps of search strategy 1 and search strategy 2 above after elimination of agreements with duplicate reference number resulted in 220 agreements that requires manual review."
Kemudian berdasarkan manual review (Tpdoc Appendix 9) jumlah data yang di reject sebanyak 213, sehingga hasil akhir adalah 7 pembanding.
Pertanyaan Terbanding tidak relevan karena berdasarkan kekeliruan dalam membaca Tpdoc.
Alasan lain oleh Terbanding dalam menolak 2 data pembanding tersebut (Ikona International Inc. dan Cragar Industries Inc.) juga keliru dan berdasarkan penilaian subjektiff.
Bahwa dalam membandingkan "perjanjian" sudah dapat dipastikan Bahwa tidak ada perjanjian yang frasa-frasanya persis sama satu dengan yang lainnya. Apabila Terbanding menggunakan alasan penolakan pembanding berdasarkan frasa-frasa di perjanjian maka apabila dilakukan secara konsisten tidak ada perjanjian yang diterima oleh Terbanding (tidak ada pembanding).
Paragraf 3.38 OECD Guidelines sebagai berikut:
"The identification of potential competitors has to be made with the objective of finding the most reliable data, recognising that they will not always be perfect .... A pragmatic solution may need to be found. on a case-by-case basis, such as broadening the search."
Terjemahan:
Dalam mengidentifikasi perusahaan pembanding yang potensial, maka harus dilakukan dengan tujuan untuk menemukan data yang valid dan mengakui bahwa pembanding tersebut tidak akan selalu menjadi sempurna. Lebih lanjut, solusi pragmatis yang dapat dilakukan untuk setiap kasus adalah dengan memperluas kriteria pencarian.
Dengan demikian ketika pembanding yang sempurna TIDAK ADA, maka pencarian pembanding secara praktiknya, seharusnya dilakukan dengan cara memperluas kriteria pencarian pembanding, dengan tujuan agar menemukan data pembanding yang valid (tidak harus sempurna dan menggunakan rentang (range)).
Sejalan dengan ketentuan di atas dalam konteks penerapan metode CU P/C UT Paragraf 6.23 OECD Guidelines menyebutkan bahwa:
"... The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide."
Terjemahan:
"... Harga yang ditetapkan dalam transaksi yang sebanding antara perusahaan independen dalam industri yang sama juga dapat dijadikan acuan."
Bahwa kata kuncinya adalah Terbanding seharusnya memeriksa apakah perjanjian tersebut adalah dalam industri sebanding. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Terbanding juga menerima perjanjian antara Ikona dan Cragar dikarenakan selama kedua pembanding berada dalam industri yang sama, maka harga atau tarif tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan harga atau tarif yang sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
|
Bahwa yang dilakukan pemeriksaan kewajaran adalah terkait dengan pembayaran royalti yang didokumentasikannya dalam Transfer Pricing Study For Intercompany Transaction For Fiscal Year 2014 (Metode CUP) sebagai dokumen study penentuan harga transfer terhadap transaksi royalty;
Bahwa Terbanding melakukan pemeriksaan atas royalti berdasar TP Doc Royalti milik Pemohon Banding dengan menyebutkan Bahwa berdasarkan peraturan penentuan harga transfer Indonesia dan OECD Guidelines. Metode Comparable Uncontrolled Transaction (CUT) telah dipilih sebagai metode yang paling sesuai untuk menguji kewajaran transaksi royalty yang dilakukan;
Bahwa metode CUT yang dipilih sebagai metode penentuan harga transfer yang paling sesuai didasarkan data eksternal pada transaksi royalty pihak ketiga, yang pencariannya dilakukan untuk mengidentifikasi perjanjian lisensi independen pembanding yang mirip dengan perjanjian yang ditandatangani antara Honda Motor Co. Ltd. Jepang dengan Pemohon Banding, berupa:
Database
Database online yang digunakan adalah dari TP CUT dan RoyaltiStat;
Analisis Kesebandingan terhadap transaksi royalty
|
-
|
Kode geografis dan SIC Code
|
-
|
eksklusif dan non eksklusif
|
-
|
Kriteria lainnya yang diterapkan
|
|
Proses Pencarian dengan Database TPC UT
Tahap pertama proses pencarian adalah mengidentifikasi perjanjian yang dikelompokkan oleh database TP CUT dengan kode SIC AS, jenis perjanjian, jenis tariff royalty. Kode SIC AS yang dianggap sebanding dengan industry Pemohon Banding adalah:
Ekshibit 7-2: Daftar Kode SIC A S15
Kode SIC AS Uraian
3011
|
Ban dan ban dalam
|
3519
|
Mesin pembakaran internal, tidak diuraikan di tempat lain
|
2562
|
Bantalan bola dan rol
|
3621
|
Motor dan pembangkit
|
3624
|
Produk karbon dan grafit
|
3648
|
Peralatan penerangan, tidak diuraikan di tempat lain
|
3679
|
Komponen elektronik, tidak diuraikan di tempat lain
|
3691
|
Baterai penyimpanan
|
3699
|
Mesin, peralatan, dan pasokan listrik, tidak diuraikan di tempat lain
|
3711
|
Kendaraan bermotor dan bodi mobil penumpang
|
3714
|
Suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor
|
3751
|
Sepeda motor, sepeda dan suku cadang
|
3790
|
Peralatan transportasi lain-lain
|
5010
|
Kendaraan bermotor dan komponen-komponen kendaraan bermotor dan grosir penjualan perlengkapan
|
5012
|
Grosir penjualan mobil dan Kendaraan Bermotor Lainnya
|
5013
|
Grosir penjualan perlengkapan kendaraan bermotor dan komponen-komponen baru
|
5014
|
Grosir penjualan ban dan ban dalam
|
5511
|
Dealer kendaraan bermotor (baru dan bekas)
|
5571
|
Dealer sepeda motor
|
Hasil analisis CUT eksternal menggunakan database TP CUT menghasilkan 1 data pembanding yaitu Cragar Industries Inc. dengan tariff royalty 5%;
Proses pencarian dengan Database RoyaltiStaat
Tahap pertama proses pencarian adalah menggunakan mesin pencari RoyaltiStaat untuk mengidentifikasi serangkaian perjanjian yang berpotensi sebagai pembanding untuk dianalisis dengan menggunakan dua strategi pencarian:
|
-
|
Pencarian pertama dilakukan dengan menggunakan jenis industry, jenis perjanjian, filter jenis perjanjian dan basis royalty;
|
-
|
Pencarian kedua dilakukan dengan menggunakan kode SIC AS, jenis perjanjian, filter, filter jenis perjanjian, dan basis royalty
|
|
Kode SIC AS yang dianggap sebanding dengan industri Pemohon Banding adalah
Ekshibit 7-4: Daftar Kode SIC AS16
Kode SIC AS Uraian
3011
|
Ban dan ban dalam
|
3519
|
Mesin pembakaran internal, tidak diuraikan di tempat lain
|
2562
|
Bantalan bola dan rol
|
3621
|
Motor dan pembangkit
|
3624
|
Produk karbon dan grafit
|
3648
|
Peralatan penerangan, tidak diuraikan di tempat lain
|
3679
|
Komponen elektronik, tidak diuraikan di tempat lain
|
3691
|
Baterai penyimpanan
|
3699
|
Mesin, peralatan, dan pasokan listrik, tidak diuraikan di tempat lain
|
3711
|
Kendaraan bermotor dan bodi mobil penumpang
|
3714
|
Suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor
|
3751
|
Sepeda motor, sepeda dan suku cadang
|
3790
|
Peralatan transportasi lain-lain
|
5010
|
Kendaraan bermotor dan komponen-komponen kendaraan bermotor dan grosir penjualan perlengkapan
|
5012
|
Grosir penjualan mobil dan Kendaraan Bermotor Lainnya
|
5013
|
Grosir penjualan perlengkapan kendaraan bermotor dan komponen-komponen baru
|
5014
|
Grosir penjualan ban dan ban dalam
|
5511
|
Dealer kendaraan bermotor (baru dan bekas)
|
5571
|
Dealer sepeda motor
|
Hasil analisis CUT eksternal menggunakan database RoyaltyStaat menghasilkan 7 data pembanding dimana salah satunya termasuk 1 data pembanding yang ada pada hasil analisis menggunakan database TP CUT yaitu Cragar Industries Inc. dengan tariff royalty 5%;
Hasil data pembanding yang diperoleh Pemohon Banding dari database TP CUT dan database RoyaltiStaat adalah 7 data pembanding sebagai berikut:
Bahwa dari TP Documentation atas Royalti tersebut, terdapat hal-hal yang menurut Terbanding belum dijelaskan oleh Pemohon Banding yaitu:
|
-
|
Bahwa dari ke-7 data pembanding yang dipilih oleh Pemohon Banding terdapat 2 data pembanding yang SIC code nya tidak ada baik pada SIC code yang tersebut pada TP Documentation untuk Royalti berdasar database TP CUT maupun database RoyaltyStat. Adapun SIC code tersebut adalah SIC Code 1000 untuk Jeana Gear International.Inc. dan SIC Code 7900 untuk Cragar Industries Inc.
|
-
|
Bahwa apabila kedua data pembanding tersebut diperoleh berdasarkan pencarian pada database RoyaltyStat dengan menggunakan "industry type" sebagaimana pernyataan Pemohon Banding, pada TP Doc tidak terdapat hasil pencarian data berdasarkan penggunaan "industry type" atau menggunakan US SIC Code.
|
-
|
Pada Appendix 7 disebutkan strategi pencarian berdasar RoyaltiStaat Database menggunakan 2 kriteria yaitu industry type atau US SIC Code yang kemudian menghasilkan 6 data pembanding sebagaimana tersebut pada Appendix 8.
|
-
|
Kalau dicermati pada Appendix 7, tidak diketahui berapa jumlah data pembanding yang diuji menggunakan kriteria tipe industry, namun bila menggunakan kriteria US SIC Code tersebut ada 270 data pembanding.
|
-
|
Pada Appendix 9 disebulkan daftar data pembanding yang tidak dipertimbangkan dalam penggunaan database RoyaltiStaat dengan jumlah data yang di reject sebanyak 213 data pembanding. Terbanding perlu memperoleh penjelasan dari Pemohon Banding, apakah memang hanya 213 data pembanding yang direject dari total 270 data pembanding yang berarti terdapat sekitar 57 data pembanding yang tidak direject oleh Pemohon Banding khusus dari pencarian data berdasar US SIC Code saja.
|
-
|
Berbeda dengan pencarian data pembanding berdasar database CUT, dimana dari 450 data pembanding, pada Appendix 5 terdapat data mengenai 1 data pembanding yang dipilih dan pada Appendix 6 terdapat data 449 data pembanding yang tidak dipertimbangkan.
|
-
|
Dengan demikian, Terbanding tetap berpendapat bahwa 2 data pembanding yang direject yaitu Jeana Gear International.Inc. dengan SIC Code 1000 dan Cragar Industries Inc. dengan SIC Code 7900 telah benar berdasar data yang ada pada TP Doc Pemohon Banding sendiri.
|
|
Bahwa selain alasan SIC code yang tidak masuk dalam SIC code menurut TP Doc Pemohon Banding sendiri, masih terdapat alasan lain yang digunakan Terbanding terkait di eliminasinya 2 data pembanding tersebut (Ikona International Inc. dan Cragar Industries Inc.) yaitu adanya perbedaan perjanjian Pemohon Banding dengan Honda Motor Co. Ltd. dengan perjanjian yang terdapat pada kedua data pembanding yaitu
Ikona International Inc
|
-
|
Bahwa berdasarkan web http://m.marketwired.com/pres s-release/ikona-gearinternational-signs-multimullion-dollar-global-licensing-agreement-with-73946.htm perjanjian antara para pihak bisa bersifat exclusive dan non Exclusive. Hal ini berbeda dengan sifat exclusive yang diterima oleh Wajib Pajak untuk menggunakan pengetahuan teknik (know how) dan/atau teknologi untuk pembuatan produk AHM di wilayah Indonesia.
|
-
|
Khususnya frasa: "Licensing Agreement Overview; Under terms of the agreement, Magna will license the patented Ikona Gear technology platform for incorporation into automotive applications in passenger cars and light trucks, sports-utility vehides, pick-up trucks, minivans, cross-utility and similar vehicles throughout North America and Europe. Maana has a right to designate its applications as exclusive on a per application basis, by paying an associated up-front exclusivity fee per designated Magna automotive application. Ikona Gear will receive royalties on a per application, per unit basis for exclusive and non-exclusive Magna automotive applications."
|
-
|
Berdasarkan perjanjian Ikona Gear International, Inc dan Magna Advanced Technologies a division of Magna International Inc terdapat frasa: "Phase 1: Technology Development, Prototyping and Testing; Market Research"
"MAT will engage in a development, prototyping and testing phase commencing May 1, 2003 and ending on April 30, 2004 (Phase 1), during which MAT will have the right, on a sole and exclusive basis with respect to automotive applications, to build and test prototypes of automotive modules incorporating the Technology"
Yang dapat diartikan bahwa Licensee ikut terlibat dalam pengembangan, membuat prototipe dan pengujian,... dan licensee (MAT) akan memiliki hak, atas dasar tunggal dan eksklusif berkenaan dengan aplikasi otomotif. Dimana hal ini tidak sebanding dengan perjanjian wajib pajak.
|
-
|
"During Phase 1, Ikona will not seek any business, contracts or orders incorporating the technology into any component for automotive application."
Yang dapat diartikan bahwa licensor (Ikona) tidak akan mencari bisnis, kontrak atau pesan an yang memasukkan teknologi ke dalam komponen apapun untuk aplikasi otomotif, hal ini berbeda dengan perjanjian wajib pajak bahwa licensor tetap memiliki kebebasan untuk mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang terkait dengan teknologi otomotif.
|
-
|
"Any intellectual property relating to the Technology in existence at the date hereof shall belong exclusively to Ikona. Any intellectual property arising during Phase 1 as a result of the development efforts of MAT (collectively, "tm provemenis") will be jointly owned by MAT and Ikona. Ikona agrees that it will not license any such Improvements to any third party for any automotive application as long as this letter agreement or the License Agreement (defined below) is in force. MAT agrees that Ikona may, without payment of royalty to MAT, license any Improvements to third parties for applications other than automotive applications.”
|
Yang berarti bahwa IP tersebut menjadi milik bersama antara Licensor and Licensee, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding.
Cragar Industries Inc
|
-
|
Bahwa berdasarkan perjanjian disebutkan pihak licensee - CIA Wheel Group dba The Wheel Group (defined to include any of subsidiaries, affiliates, partnerships, or other related parties), yang dapat dipahami Bahwa licensee tidak semata mata hanya CIA Wheel Group dba The Wheel Group, namun pihak sebagaimana disebutkan di atas, yang sangat berbeda dengan perjanjian wajib pajak dimana hanya AHM yang disebut sebagai Licensee.
|
-
|
"1.8. Promotion Commitment'
|
-
|
bahwa perjanjian pembanding memiliki hal sebagaimana tersebut yang membedakan dengan perjanjian wajib pajak.
|
-
|
"2.2. Licensed Products. Licensor grants to Licensee a world wide exclusive license in the Licensed Field to make, use, sell, import and offer for sale the Licensed Products, subject to the terms of this Agreement. In connection with this grant, Licensor grants to Licensee a world wide exclusive license in the Licensed Field to use the Patent Rights and the Intangible Rights to manufacture the Licensed Products. yang membe dakan ruang ling kup pemanfaatan lisensi dengan wajib pajak (article I. Definition - v) yang hanya di Indonesia khususnya dalam frasa.
|
-
|
"(v). The term “territory” shall mean the geographic area currently known as The Republic of Indonesia;"
|
-
|
"6.2. Upon termination of this Agreement, Licensee shall grant to Licensor a non exclusive and royalty-free license to make, use, sell, offer for sale, and import products that embody or utilize any Improvement developed by Licensee."
|
-
|
Bahwa perjanjian perbanding memiliki sifat Penerima Lisensi akan memberikan kepada Pemberi Lisensi yang tidak eksklusif dan lisensi bebas royalti untuk m ern buat, menggunakan, menjual, menawarkan penjualan, dan mengimpor produk itu mewujudkan atau memanfaatkan setiap Perbaikan yang dikem ban gkan oleh Pemegang Lisensi yang berbeda dengan perjanjian wajib pajak.
|
-
|
Berdasarkan web: https:llwww.sec.gov/Archivesle dgar/data/1024125/000107261303001844/exi O-22_12291.htm Terdapat frasa: "In September 2000, Cragar entered into and completed a similar transaction with Performance Wheel Outlet, Inc. As a result of Performance's failure to meet or exceed its minimum payments under its Exclusive Field of Use and Licensing Agreement with Cragar, the agreement with Performance was terminated. In its place, Cragar has negotiated a Field of Use License Agreement with CIA Wheel Group dba The Wheel Group, which is effective as of October 1, 2003. Under this agreement, The Wheel Group will manufacture, sell, and distribute Cragars line of one piece cast aluminum wheels and related accessories and Cragar will receive a royalty based on sales of the licensed products."
Yang dapat diartikan Bahwa Perjanjian Cragar dengan CIA Wheel Group dba The Wheel Group merupakan pengganti perjanjian antara Cragar dengan Performance Wheel Outlet, Inc. akibat kegagalan Performa untuk memenuhi atau melampaui pembayaran minimumnya berdasarkan Perjanjian Penggunaan dan Perizinan Eksklusifnya dengan Cragar.
|
-
|
Terdapat Frasa "As a consequence of the transactions with Performance, Weld, Carlisle and other licensees, Cragar does not engage in the manufacture, marketing, sale, or distribution of any products related to its on e-piece wheel business, wrought wheel business, and steel outer rims wheel business, which together generated almost all of its revenue in fiscal year ended December 31, 2002.. In general, the outsourcing of the manufacturing, marketing, sales, and distribution operations with respect to the licensed products, together with the sale of all the related assets, has substantially decreased Cragars revenue and related operating and marketing costs.
Yang dapat diartikan bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dengan yang disebutkan dalam lisensi di atas. Hal ini berbeda dengan perjanjian wajib pajak khususnya Honda Motor, Co sebagai pihak licensor.
|
-
|
Penjelasan: situs https://www.sec.gov merupakan situs resmi US Securities & Exchange Commission yang memuat informasi data finansial perusahaan yang terdaftar di Amerika Serikat.
|
-
|
Adapun resume penolakan kedua data pembanding oleh Terbanding adalah tidak semata karena tidak adanya kedua data pembanding pada kriteria pencarian data pembanding berdasarkan US SIC Code nya maupun berdasar tipe industri namun juga karena perbedaan perjanjian antara kedua data pembanding tersebut dengan perjanjian yang dibuat antara Pemohon Banding dengan HM Co. Jepang, yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
|
2.
|
Terbanding tidak pernah menanggapi dalil Pemohon Banding yang menyatakan bahwa pernyataan “terdapat 2 data pembanding yang SIC code nya tidak ada baik pada SIC code yang tersebut pada TP Documentation untuk Royalti berdasar database TP CUT maupun database RoyaltyStat" adalah tidak valid. Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidal pembanding. atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak.
.......
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
Tanggapan Terbanding
|
Pemohon Banding kembali menegaskan bahwa tidak ditemukan SIC dalam searching kriteria tidak relevan karena tidak menyangkut substansi perjanjian.
Bahwa ketentuan mengenai kriteria pencarian dan seleksi manual pembanding disebutkan dalam huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 sebagai berikut:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak .... Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
c)
|
Terdapat informasi Bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding yang sedang diperiksa."
|
c)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding yang sedang diperiksa."
|
-
|
Bahwa dari ke-7 data pembanding yang dipilih oleh Pemohon Banding terdapat 2 data pembanding yang SIC code nya tidak ada baik pada SIC code yang tersebut pada TP Documentation untuk Royalti berdasar database TP CUT maupun database RoyaltiStaat. Adapun SIC code tersebut adalah SIC Code 1000 untuk leona Gear International. Inc. dan SIC Code 7900 untuk Cragar Industries Inc.
|
Perlu diperhatikan bahwa dalam database, indikator "industri" tersaji dalam dua format, yaitu "Industry" dan "Standard Industry Code". Pemohon Banding menggunakan kedua format tersebut untuk memperluas pencarian pembanding pada tahap 68 No. Menurut Pemohon Banding Menurut Terbanding Tanggapan Pemohon Banding strategi pencarian/kriteria pencarian (tahap pertama search strategy) sebagaimana dapat dilihat dalam appendix 7 Royalty Study FY2014.
Adapun maksud digunakan kedua format tersebut adalah agar setiap kandidat pembanding yang tersedia dalam database dapat turut diperhitungkan. Setelah tahap pencarian/kriteria pencarian, maka Pemohon Banding telah melakukan manual review (tahap kedua), sehingga dapat diputuskan kandidal pembanding tersebut andal atau perlu ditolak.
Dengan demikian, koreksi Terbanding yang didasarkan pada kriteria search strategy adalah tidak tepat, karena search strategy hanya menghasilkan kandidat pembanding. Terbanding seharusnya meneliti kandidal pembanding, dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu: "terdapat informasi Bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan induslri Wajib Pajak yang sedang diperiksa.
|
Faktanya, kriteria pencarian data pembanding bukan semata-mata US SIC Code saja tapi juga terdapat kriteria tipe industri. Dua (2) data pembanding yang ditolak oleh Terbanding dipilih oleh Pemohon Banding karena telah memenuhi kriteria pencarian pertama (tipe industri) dan tidak bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan Pemohon Banding.
|
-
|
Bahwa apabila kedua data pembanding tersebut diperoleh berdasarkan pencarian pada database RoyaltyStat dengan menggunakan "industry type" sebagaimana pernyataan Pemohon Banding, mengapa pada TP Doc tidak terdapat hasil pencarian data yang memisahkan secara jelas hasil pencarian data pembanding berdasarkan penggunaan "industry type" atau menggunakan US SIC Code;
|
-
|
Pada Appendix 7 disebutkan strategi pencarian berdasar RoyaltiStat Database menggunakan 2 kriteria yaitu industry type atau US SIC Code yang kemudian menghasilkan 6 data pembanding sebagaimana tersebut pada Appendix 8.
|
-
|
Kalau dicermati pada Appendix 7, tidak diketahui berapa jumlah data pembanding yang diuji menggunakan kriteria tipe industry, namun bila menggunakan kriteria US SIC Code tersebut ada 270 data pembanding.
|
-
|
Pada Appendix 9 disebutkan daftar data pembanding yang tidak dipertimbangkan dalam penggunaan database RoyaltiStaat dengan jumlah data yang direject sebanyak 213 data pembanding. Terbanding perlu memperoleh penjelasan dari Pemohon Banding, apakah memang hanya 213 data pembanding yang direject dari total 270 data pembanding yang berarti terdapat sekitar 57 data pembanding yang tidak direject oleh Pemohon Banding khusus dari pencarian data berdasar US SIC Code saja.
|
-
|
Berbeda dengan pencarian data pembanding berdasar database CUT, dimana dari 450 data pembanding, pada Appendix 5 terdapat data mengenai 1 data pembanding yang dipilih dan pada Appendix 6 terdapat data 449 data pembanding yang tidak dipertimbangkan.
|
-
|
Dengan demikian, Terbanding tetap berpendapat bahwa 2 data pembanding yang direject yaitu lcona Gear International.Inc. dengan SIC Code 1000 dan Cragar Industries Inc. dengan SIC Code 7900 telah benar karena tidak dapat ditelusuri datanya pada TP Doc Pemohon Banding sendiri.
|
3
|
Bahwa pada sidang ke-11 tanggal 24 Agustus 2020, Pemohon Banding telah memberikan bukti berupa Schedule D Perjanjian Pembanding antara Cragar Industries Inc. dan Carlisle Tire and Wheel Co yang membuktikan bahwa tarif royalti perjanjian tersebut terdapat 3 lapis yaitu 5%, 3% dan 2% sehingga menghasilkan rata-rata 3,33% yang mana sudah masuk rentang kewajaran. Sed angkan Terbanding telah menyatakan bahwa Terbanding tidak memiliki bukti pendukung terkait perjanjian Cragar Industries Inc. dan Carlisle Tire and Wheel Co yang menyatakan bahwa perjanjian tersebut memiliki 4 lapis tarif yaitu 5%, 3.75%, 2.5%, dan 1%. Pada persidangan tersebut, Terbanding juga sudah setuju untuk menggunakan tarif royalti 3 lapis sesuai bukti Pemohon Banding, yaitu:
|
Tanggapan Terbanding:
|
Bahwa pada sidang ke-11 tanggal 24 Agustus 2020, Terbanding tidak dapat memberikan bukti pendukung terkait perjanjian Cragar Industries Inc. dan Carlisle Tire and Wheel Co yang menyatakan bahwa perjanjian tersebut memiliki 4 lapis tarif yaitu 5%, 3. 75%, 2.5%, dan 1%. Pada persidangan tersebut, Terbanding juga sudah setuju untuk menggunakan tarif royalti 3 lapis sesuai bukti Pemohon Banding yaitu:
|
-
|
Bahwa pada saat pemeriksaan, Terbanding melakukan eliminasi atas 3 (liga) data pembanding yaitu atas data nembandina Ikona Gear International Inc. dan Cragar Industries sebagaimana tersebut pada angka 1 ), 2), dan 3) di bawah ini
Sehingga berdasarkan penelusuran dan manual review, pembanding yang tepat menurut Terbanding adalah:
|
-
|
Bahwa pada saat proses keberatan, Terbanding berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding karena memenuhi karakter Intellectual Property yang dibandingkan sebanding dengan Wajib Pajak dan perjanjian tersebut dibuat ketika para pihak adalah merupakan pihak-pihak yang independen (tidak dipengaruhi hubungan istimewa).
|
-
|
Dengan demikian pembanding menurut Terbanding pada saat keberatan adalah terdiri atas 5 (lima) data pembanding yang terperinci sebagai berikut:
|
-
|
Bahwa penghitungan rata-rata dipergunakan Terbanding dalam proses penelitian keberatan ketika Terbanding berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding;
|
-
|
Bahwa dalam contractual term terdapat lapisan tarif royalti yang regresif dari 5% hingga 1%, sehingga Terbanding berpendapat perlu dilakukan penyesuaian tarif royalti yang tepat untuk digunakan sebagai tarif pembanding.
|
Dengan menggunakan tarif rata-rata sebesar 3.33%, maka rentang kewajaran perjanjian pembanding adalah sebagai berikut:
Berdasarkan analisis Pemohon Banding, apabila Terbanding menerima 2 perjanjian pembanding lainnya dan m enggun akan tarif rata-rata sebesar 3,33% untuk perjanjian pembanding antara Cragar dan Carlisle, maka tarif royalti efektif Pemohon Banding pada Tahun Pajak 2014 sebesar 4,31% masih berada dalam rentang kewajaran.
|
-
|
Bahwa dalam Transfer Pricing Documentation Pemohon Banding menggunakan tarif royalti sebesar 5%, sem entara itu dengan pertimbangan Bahwa terdapat lapisan tarif royalti yang regresif dari 5% hingga 1%, makat Terbanding berpendapat bahwa tarif rata-rata lebih tepat digunakan untuk digunakan sebagai tarif yang dibandingkan dengan tarif royalty Pemohon Banding;
|
-
|
Berdasarkan Schedule D Royalty Payment perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co. diketahui tarif sebagai berikut:
|
-
|
Bahwa lapisan tariff royalty tersebut tergantung pada besarnya penjualan dimana semakin besar penjualan maka semakin kecil lapisan royalti yang harus dibayar.
|
-
|
Dengan demikian, penggunaan tariff rata-rata yang digunakan Terbanding semata-mata untuk memberikan keadilan bagi data pembanding yang diakomodir oleh Terbanding pada proses keberatan karena Terbanding tidak memperoleh data mengenai besarnya sales dan besarnya royalti yang diberikan oleh Carliste Wire & Wheel Co. kepada Cragar Industries Inc. di tahun 2014. Seandainya data tersebut diketahui, akan dapat diterapkan tariff lapisan royalty yang paling sesuai dengan nilai penjualan Pemohon Banding.
|
-
|
Bahwa di persidangan, Pemohon Banding memberikan dokumen berupa Cragar Industries Inc. form 1 OQSB dimana pada Schedule D Royalty Payment disebutkan tarif yang berbeda dengan data yang diterima Terbanding pada saat keberatan yaitu:
|
-
|
Bahwa terdapat perbedaan data antara data yang diterima Terbanding pada saat proses keberatan dengan data yang diserahkan pada saat persidangan terkait data royalti staat dari Cragar Industries inc. dimana Terbanding menyatakan pada Laporan Penelitian Keberatan halaman 45 bahwa berdasarkan schedule D Perjanjian Royalti antar Cragar Industries Inc. dan Carlisle Tire & Wheel Co. adalah 4 lapisan tarif
|
-
|
Sedangkan data pada saat persidangan adalah 3 lapisan tarif
|
-
|
Pemohon Banding pada TP Doc nya menggunakan tarif royalti tertinggi dari Cragar Industries Inc. yakni sebesar 5% sedangkan Terbanding hanya mengakui tarif royalti sebesar 3,06%. Dan pada saat persidangan Pemohon Banding mengakui tarif royalti atas Cragar Industries Inc. sebesar 3,33% dengan berdasar kepada agreement yang diserahkan pada saat persidangan. Dengan demikian, Pemohon Banding telah tidak konsisten dalam menggunakan tarif royalti atas data pembanding Cragar Industries Inc.
|
-
|
Mengingat Bahwa Majelis menyatakan tarif yang digunakan adalah sesua, dengan data yang ada pada saat persidangan, sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim, kami sampaikan bahwa kami tetap mempertahankan koreksi atas 2 data pembanding lainnya dengan alasan yaitu:
dan apabila Majelis Hakim berpendapat atas data pembanding Cragar Industries Inc. diakui data pembandingnya sebesar 3,33%, maka akan tetap ada koreksi biaya royalti dengan perhitungan sebagai berikut:
Sehingga perhitungan koreksi royalty menjadi sebagai berikut:
Koreksi biaya royalti yang semula sebesar Rp760.147.732.533,00 (koreksi rate sebesar 1,81%) dihitung kembali sesuai koreksi rate sebesar 1,06% atau sebesar Rp 614.821.957.794,00.
Berdasarkan hasil pengujian kewajaran dan kelaziman transaksi afiliasi atas pembayaran royalti, maka dapat disimpulkan bahwa transaksi pembayaran Royalty Pemohon Banding tahun 2014 dengan rate sebesar 4,31% berada di luar rentang kewajaran yaitu antara Q1 (2.50%) dan Q3 (3.25%) sehingga BELUM memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh.
|
|
|
|
|
|
|
bahwa di dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor 036/DDTC-TP/X/2019 tanggal 21 Oktober 2019, Penjelasan Tertulis Nomor 095/DDTC-TP/I/2020, Penjelasan Tertulis Nomor 052/DDTC-TP/II/2020, Penjelasan Tertulis Nomor 080/DDTC-TP/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020, Penjelasan Tertulis Nomor 032/DDTC-TP/VI/2020 tanggal 15 Juni 2020, dan Penjelasan Tertulis Pemohon Banding Nomor 064/DDTC-TP/VII/2020 tanggal 27 Juli 2020, yang pada pokoknya menyampaikan hal-hal yang sama dengan Penjelasan Tertulis Pemohon Banding Nomor 073/DDTC-TP/X/2020 tanggal 19 Oktober 2020;
Pendapat Majelis
bahwa berdasarkan Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan, Penjelasan Tertulis dan bukti-bukti didalam persidangan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding mengajukan banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017, yang terdaftar dalam berkas sengketa Nomor 004023.15/2019/PP;
bahwa berdasarkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00119/KEB/WPJ.19/2019 tanggal 6 Februari 2019 terkait SKPKB Nomor 00006/206/14/092/17 tanggal 12 Desember 2017, apabila disandingkan dengan Petitum Pemohon banding, terdapat koreksi Terbanding, sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan label tersebut di atas, dapat diketahui bahwa koreksi Terbanding, adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00, yang tidak disetujui Pemohon Banding;
Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00
bahwa Penyesuaian Fiskal Positif menurul Pemohon Banding sebesar Rp257.875.340.029,00 sedangkan menurul Terbanding sebesar Rp990.317.244.715,00 sehingga terdapat koreksi sebesar Rp732.441.904.686,00;
bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan banding ini adalah koreksi Terbanding yang tidak diselujui oleh Pemohon Banding atas Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00 yang tidak dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto;
bahwa untuk menyelesaikan sengkela ini, Majelis memberi kesempatan kepada Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti kebenaran material, dan hasilnya telah diluangkan didalam berila acara uji bukti Setelah dilambah dengan Pendapat Majelis, menjadi sebagai berikut:
|
1.
|
Uraian Sengkela
|
2.
|
Bukti yang Disampaikan
|
3.
|
Pendapat Majelis
|
|
|
|
|
|
1.
|
Uraian Sengketa
|
|
Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00;
|
2.
|
Bukti yang Disampaikan
|
|
-
|
Dokumen Penentuan Harga Transfer untuk Tahun Pajak 2014;
|
|
-
|
Studi Penentuan Harga Transfer terhadap Transaksi Royalti antar Perusahaan untuk Tahun Pajak 2014;
|
3.
|
Pendapat Majelis
|
|
bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
bahwa Terbanding melakukan koreksi Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00 karena menurut Terbanding pembayaran royalti Pemohon Banding kepada pihak afiliasi melebihi kewajaran;
bahwa Pemohon Banding mempermasalahkan kewenangan Terbanding dalam melakukan pemeriksaan dikaitkan pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa tidak terdapat risiko penghindaran pajak atas transaksi pembayaran royalti oleh Pemohon Banding karena Lawan Transaksi Tidak Berkedudukan di Negara dengan Tarif Pajak Rendah, mengenai hal tersebut Majelis berpendapat bahwa diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan ketentuan ini juga sejalan dengan paragraf 1.6. OECD Transfer Pricing Guideline (OECD-TPG) yang merujuk Pasal 9 Model P3B OECD, bahwa sepanjang terbukti bahwa transaksi tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa, maka Terbanding berwenang untuk melakukan pengujian penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman melalui pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 29 UU KUP;
bahwa Majelis tidak sependapat dengan pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Terbanding tidak memiliki wewenang untuk melakukan koreksi terhadap Pemohon Banding, Majelis berpendapat bahwa sepanjang tentang dalam sengketa ini terbukti terdapat transaksi Pemohon Banding kepada pihak-pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU PPh, maka Terbanding memiliki kewenangan melakukan koreksi jika dapat membuktikan bahwa perlakukan harga atau laba yang terjadi pada transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tersebut berbeda dengan transaksi sejenis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang saling independent dalam kondisi yang sebanding;
bahwa Majelis berpendapat atas pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa transaksi royalti Pemohon Banding merupakan transaksi dengan pihak afiliasi di negara Jepang, di mana dalam hal ini negara Jepang memiliki tarif pajak yang lebih tinggi daripada tarif pajak di Indonesia, maka sangat jelas menunjukkan bahwa tidak terdapat motif penghindaran pajak sama sekali, menurut Majelis hal-hal tersebut perlu dibuktikan dengan fakta-fakta dan substansi transaksi yang membuktikan bahwa tidak terjadi penghindaran pajak, tidak hanya dengan pertimbangan besaran tarif pajak suatu negara;
bahwa Terbanding memberikan tanggapan mengenai kewenangannya dalam melakukan pemeriksaan dan adanya Risiko Penghindaran Pajak atas Transaksi Pembayaran Royalti yang dipertanyakan oleh Pemohon Banding, menurut Majelis argumentasi dalam tanggapan Terbanding dapat diterima karena kewenangan Terbanding adalah didasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang PPh, dan Terbanding telah membuktikan adanya transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dan menurut Majelis risiko penghindaran tersebut adalah terkait hal-hal yang akan dibuktikan dalam persidangan sengketa ini;
bahwa Pemohon Banding di persidangan mempersoalkan mengenai metode CUP yang harus dikonfirmasi dengan metode TNMM, Majelis berpendapat berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan (2) PER-32/PJ./2011 dan merujuk pada paragraf 2.1. OECD-TPG dinyatakan bahwa pendekatan dalam penentuan metode adalah metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai (The Most Appropiate Method). Dengan mendahulukan metode tradisional dibandingkan metode laba transaksional, dan memperhatikan keunggulan dan kekurangan masing-masing metode;
bahwa Pemohon Banding menyatakan bahwa pembayaran royalti dengan tarif efektif sebesar 4,31% pada tahun 2014 telah menghasilkan tingkat pengembalian sebesar 11,71% (Return on Sales/ROS), 13,27% (Net Cost Plus/NCP), dan 40,98% (Return on Assets/ROA) berdasarkan perhitungan Pemohon Banding, menurut Majelis hal tersebut tidak dapat membatasi kewenangan Terbanding yang melakukan pengujian dengan metode lain yang diperkenankan berdasarkan peraturan perundang-undangan, serta Metode TNMM yang dimaksud Pemohon Banding dalam paragraf 6.3.12.7 UN TP Manual, merupakan alat konfirmasi;
bahwa di dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan bahwa, bahwa kelemahan metode CUP berupa kesulitan dalam menemukan exact comparables atau pembanding yang memiliki derajat kesebandingan yang sangat tinggi, menurut Majelis meskipun pernyataan Pemohon Banding sangat beralasan, namun penggunaan data pembanding dapat diperluas dengan menggunakan data pembanding berupa rentang kewajaran, akan mengurangi kemungkinan kemungkinan terjadinya cacat kesebandingan dan rentang kesebandingan dapat menggambarkan keadaan-keadaan umum yang terjadi pada perusahaan-perusahaan pembanding yang dindependent, sehingga menurut Majelis metode CUP tetap dapat dipergunakan namun Majelis juga sependapat dengan Pemohon Banding bahwa Metode TNMM dapat dijadikan alat uji untuk mengkonfirmasi hasil pengujian dengan metode CUP;
bahwa dalam sengketa ini koreksi-koreksi yang dilakukan Terbanding pada dasarnya mengacu pada dokumentasi transfer pricing yang telah dibuat Pemohon Banding dan tidak terdapat banyak perbedaan dalam menganalisa karakteristik bisnis, analisa fungsi, aset dan risiko, dan perbedaan utama antara analisa kesebandingan Pemohon Banding dan Terbanding adalah pada pemilihan data pembanding berupa tarif royalty, dengan hasil perhitungan Terbanding sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
|
bahwa atas pembayaran royalti kepada pihak afiliasi sebesar Rp2.504.057.029.403,00 tersebut, Pemohon Banding telah melakukan analisis kewajaran dalam Transfer Pricing Documentation for Fiscal Year 2014 menggunakan metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) dengan Royalty Rate as Percentage of Net Sales sebagai Profit Level Indicator;
bahwa hasil analisis Pemohon Banding menyatakan bahwa interquartile Weighted Average Royalty Rate as Percentage of Net Sales range pembanding adalah 2,50%-5% dengan nilai median sebesar 3,00% sedangkan Royalty Rate as Percentage of Net Sales Pemohon Banding adalah 4,31% sehingga masih di dalam range pembanding dan dapat dikategorikan wajar. Hasil pengujian kewajaran biaya royalti Pemohon Banding selengkapnya adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Pemohon Banding kemudian mengkonfirmasi hasil analisis CUP tersebut dengan TNMM dengan hasil sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan analisis tersebut, dapat diketahui bahwa laba operasi Pemohon Banding berada dalam rentang wajar laba operasi perusahaan pembanding, bahkan rasio ROA Pemohon Banding berada jauh di atas perusahaan pembanding, dengan demikian menurut Pemohon Banding pembayaran royalti Pemohon Banding kepada pihak afiliasi adalah wajar;
bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan diketahui bahwa dalam proses pemeriksaan Terbanding menganulir dan melakukan penyaringan beberapa data pembanding yang digunakan oleh Pemohon Banding karena perbedaan sifat kontrak exclusive/nonexclusive dan pembanding adalah pihak yang memiliki hubungan istimewa, sehingga menghasilkan interquartile Weighted Average Royalty Rate as Percentage of Net Sales range sebesar 2,5%-3,00% dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan pengujian kewajaran dengan metode CUP yang dilakukan Terbanding, diketahui bahwa interquartile Weighted Average Royalty Rate as Percentage of Net Sales range Pemohon Banding pada tahun 2014 sebesar 4,31% berada di atas interquartile range pembanding, sehingga Terbanding melakukan koreksi positif atas Biaya Royalti dalam akun Penyesuaian Fiskal Positif;
bahwa dalam perhitungan koreksinya, Terbanding menggunakan interquartile range sebesar 3,00% (Quartile 3) sehingga menghasilkan koreksi sebesar Rp760.147.732.533,00. Dengan perincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Lampiran Bab II B.3.c.a SE-50/PJ/2013 menyebutkan bahwa: Dalam hal Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licensee) atau pembeli dari harta tak berwujud maka perlu memperhatikan hal-hal antara lain:
|
|
b.
|
Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalty yang dibayarkan. Hal ini ditunjukan dengan analisis keuangan atas transaksi tersebut;
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, berikut ini adalah hasil pengujian atas koreksi royalty yang apabila diperhitungkan dalam rasio NCPM maupun OM:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan pengujian TP Documentation, diketahui rentang kewajaran transaksi afiliasi adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa dengan demikian, Terbanding berkesimpulan bahwa berdasarkan sanity check, hasil koreksi royalty yang dilakukan Terbanding apabila diperhitungkan dalam pengujian baik NCPM maupun OM, masih berada dalam rentang kewajaran;
bahwa selanjutnya terkait dengan data pembanding royalti nomor 3 yang ditolak oleh Terbanding yaitu:
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam pembahasan akhir dengan Pemohon Banding, Terbanding berpendapat bahwa data pembanding royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co. dapat digunakan sebagai pembanding karena memenuhi karakter Intellectual Property yang dibandingkan sebanding dengan Pemohon Banding dan perjanjian tersebut dibuat ketika para pihak adalah merupakan pihak-pihak yang independen (tidak dipengaruhi hubungan istimewa);
bahwa namun demikian mengingat dalam contractual term terdapat lapisan tarif royalty yang regresif dari 5% hingga 1%, maka Terbanding berpendapat perlu dilakukan penyesuaian tarif royalty yang tepat untuk digunakan sebagai tarif pembanding. Bahwa dalam Transfer Pricing Documentation Pemohon Banding menggunakan tarif royalti sebesar 5%, semenlara itu Terbanding berpendapat bahwa tarif rata-rata lebih tepat digunakan an untuk digunakan sebagai tarif yang dibandingkan dengan tarif royalty Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan Schedule D perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co. diketahui tarif sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
bahwa selanjutnya Terbanding berpendapat bahwa tarif rata-rata sebesar 3,06% lebih tepat digunakan sebagai rate royalty perjanjian Royalty antara Cragar Industries, Inc dan Carlisle Tire & Wheel Co.;
bahwa dengan demikian set data pembanding menurut Terbanding adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan set data pembanding tersebut di atas, maka diperoleh rentang kewajaran tarif royalty sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa sehingga perhitungan koreksi royalty menurut Terbanding adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa menurut Majelis, baik dalam Lampiran 3A SPT PPh 2014 maupun Transfer Pricing Documentation Tahun 2014, Pemohon Banding melakukan pengujian kewajaran atas transaksi afiliasi pembayaran royalti menggunakan metode CUP yang kemudian dikonfirmasi dengan TNMM;
bahwa Terbanding setuju dengan penggunaan metode CUP tersebut, namun tidak setuju atas penggunaan tiga data pembanding dari tujuh data pembanding yang digunakan Pemohon Banding dalam analisisnya;
bahwa dengan demikian, kedua pihak pada dasarnya telah sepakat dengan penggunaan metode CUP sebagai metode untuk menguji transaksi afiliasi pembayaran royalti Pemohon Banding, yang kemudian akan dikonfirmasi dengan analisis TNMM;
bahwa selanjutnya, terjadi perbedaan antara Pemohon Banding dan Terbanding dalam penerapan metode CUP tersebut dimana Terbanding menganulir dan melakukan penyaringan beberapa data pembanding yang digunakan oleh Pemohon Banding karena perbedaan sifat kontrak exclusive/nonexclusive dan pembanding adalah pihak yang memiliki hubungan istimewa;
bahwa dalam menerapkan metode CUP/CUT, Pemohon Banding menggunakan data eksternal pada transaksi royalty pihak ketiga, yang pencariannya dilakukan untuk mengidentifikasi perjanjian lisensi independen pembanding yang mirip dengan perjanjian yang ditandatangani antara Honda Motor Co. Lid. Jepang dengan Pemohon Banding, melalui database online TP CUT dan RoyaltiStat;
Analisis Kesebandingan terhadap transaksi royalty
|
-
|
Kode geografis dan SIC Code
|
-
|
eksklusif dan non eksklusif
|
-
|
kriteria lainnya yang diterapkan;
|
|
|
|
|
|
bahwa dalam proses pencarian dengan Database TP CUT, tahap pertama proses pencarian adalah mengidentifikasi perjanjian yang dikelompokkan oleh database TP CUT dengan kode SIC AS, jenis perjanjian, jenis tariff royalty, menghasilkan 1 data pembanding yaitu Cragar Industries Inc. dengan tariff royalty 5%;
bahwa dalam proses pencarian dengan Database RoyaltiStaat, tahap pertama proses pencarian adalah menggunakan mesin pencari RoyaltiStaat untuk mengidentifikasi serangkaian perjanjian yang berpotensi sebagai pembanding untuk dianalisis dengan menggunakan dua strategi pencarian:
|
-
|
Pencarian pertama dilakukan dengan menggunakan jenis industry, jenis perjanjian, filler jenis perjanjian dan basis royally,
|
-
|
Pencarian kedua dilakukan dengan menggunakan kode SIC AS, jenis perjanjian. filter, filter jenis perjanjian, dan basis royalty,
|
|
|
|
|
|
menghasilkan 7 data pembanding dimana salah satunya termasuk 1 data pembanding yang ada pada hasil analisis menggunakan database TP CUT yaitu Cragar Industries Inc. dengan tarif royalty 5%;
bahwa hasil data pembanding yang diperoleh Pemohon Banding dari database TP CUT dan database RoyaltiStaat adalah 7 data pembanding sebagaimana telah diuraikan sebelumnya;
bahwa dari tujuh data pembanding tersebut, pada saat pemeriksaan Terbanding hanya menerima empat diantaranya dan menolak tiga sisanya, yaitu:
|
1.
|
Ikona Gear International, Inc (licensor) dengan Magna Advanced Technologies, Magna International, Inc. (licensee)
|
2.
|
Cragar Industries Inc. (Licensor) dengan CIA Wheel Group d/b/a The Wheel Group (Licensee)
|
3.
|
Cragar Industries Inc. (Licensor) dengan Carlisle Tire and Wheel Co. (Licensee);
|
|
|
|
|
|
bahwa selanjutnya Majelis melakukan pembahasan atas ketiga data pembanding yang ditolak oleh Terbanding tersebut di atas sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
1.
|
Ikona Gear lnternational, Inc. licensor) dengan Magna Advanced Technologies, Magna International, Inc. (licensee)
|
|
bahwa Terbanding menolak transaksi royalti antara Ikona Gear International, Inc (Ikona) dengan Magna Advanced Technologies, Magna International, Inc. (MAT) sebagai data pembanding dengan alasan sebagai berikut:
|
|
-
|
sebagaimana tertuang dalam searching criteria, tidak terdapat SIC Code "1000", sehingga Terbanding mempertanyakan sekaligus menolak untuk dijadikan pembanding. Terbanding juga tidak menemukan agreement atas nama Licensor tersebut saat melakukan pencarian dengan menggunakan "ORBIS",
apabila data pembanding tersebut diperoleh berdasarkan pencarian pada database RoyaltyStat dengan menggunakan "industry type" sebagaimana pernyataan Pemohon Banding, pada TP Doc tidak terdapat hasil pencarian data berdasarkan penggunan "industry type" atau menggunakan US SIC Code;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
berdasarkan web http://www.marketwired.com/press-release/ikona-gear-inlernational-signs-multi-million-dollar-global-licensing-agreement-with-673946.htm perjanjian antara para pihak bisa bersifal exclusive dan non exclusive,
|
|
|
|
|
|
|
-
|
berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa: "Phase 1: Technology Development, Prototyping dan Testing; Markel Research"
"1. MAT will engage in a development, prototyping and testing phase commencing May 1, 2003 and ending on April 30, 2004 ("Phase 1"), during which MAT will have the right, on a sole and exclusive basis with respect lo automotive applications, to build and test prototypes of automotive modules incorporating the Technology"
yang dapat diartikan bahwa Licensee ikut terlibat dalam pengembangan, membuat prototype dan pengujian dan Licensee (MAT) akan memiliki hak, atas dasar tunggal dan eksklusif berkenaan dengan aplikasi otomotif. Dimana hal ini tidak sebanding dengan perjanjian Pemohon Banding,
|
|
|
|
|
|
|
-
|
berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa yang dapat diartikan bahwa Licensor (Ikona) tidak akan mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang memasukkan leknologi ke dalam komponen apapun untuk aplikasi otomotif, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding bahwa Licensor letap memiliki kebebasan untuk mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang terkait dengan teknologi otomotif;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa yang dapat diartikan bahwa IP lersebul menjadi milik bersama antara Licensor dan Licensee, hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
|
bahwa menurut Pemohon Banding, search strategy hanya menghasilkan kandidat pembanding. Terbanding seharusnya menelili kandidat pembanding (isi dalam agreement lisensi pembanding), dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu: "terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
bahwa menurut Pemohon Banding, pembanding yang ditolak tersebut merupakan pembanding yang bergerak dalam industri yang sebanding dengan Pemohon Banding, yaitu perjanjian lisensi terkait produk-produk dalam industri otomotif;
bahwa Majelis melakukan pembahasan atas data pembanding transaksi royalti antara Ikona dengan MAT sebagai berikut:
|
|
-
|
dalam melakukan pencarian data pembanding, Pemohon Banding menggunakan dua kriteria pencarian (Industry type atau US SIC Code) dengan tujuan untuk memperluas kriteria pencarian dalam rangka menemukan data pembanding yang sebanding. Namun demikian, Pemohon Banding tetap melakukan manual review untuk mengeliminasi perusahaan pembanding yang tidak sesuai, untuk memastikan data yang dihasilkan adalah data yang sebanding produk dan fungsinya dengan Pemohon Banding;
dalam melakukan pencarian, Pemohon Banding menggunakan database RoyaltyStat, yang merupakan database yang berbeda dengan ORBIS, sehingga wajar apabila Terbanding tidak menemukan perjanjian atas nama Licensor tersebut saat melakukan pencarian dengan menggunakan "ORBIS". Salinan perjanjian tersebut lelah disampaikan Pemohon Banding kepada Terbanding melalui e-mail pada tanggal 27 November 2017 sesuai dengan bukti yang disampaikan Pemohon Banding pada saat persidangan;
menurut Majelis, tidak ditemukannya SIC dalam searching kriteria tidak relevan karena tidak menyangkut substansi perjanjian;
Pemohon Banding juga menyatakan bahwa dalam proses pemeriksaan, Terbanding awalnya menolak pembanding Orbital Engine Co. (Orbital) dan UCAL Fuel Systems Ltd. (UCAL) dengan alasan tidak termasuk dalam US SIC Codes, melainkan berdasarkan industri otomotif, namun Terbanding pada akhirnya menerima Orbital dan UCAL sebagai pembanding, oleh karena itu Terbanding seharusnya juga menerima perjanjian antara Ikona dan MAT karena kedua pembanding berada dalam industri yang sama. atas pernyataan Pemohon Banding ini, Terbanding tidak menyampaikan bantahan;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
dalam halaman 1 Exhibit 10.1 perjanjian Ikona dan MAT dinyatakan bahwa "Ikona will license the Technology to MAT on a sole, exclusive and global basis for automotive applications, in accordance with the terms set forth below", yang pada intinya berarti bahwa perjanjian Ikona dan MAT bersifat eksklusif, dengan demikian pernyataan Terbanding bahwa perjanjian Ikona dan MAT bersifat exclusive dan non exclusive tidak terbukti;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
di dalam perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa: "Phase 1: Technology Development, Prototyping dan Testing; Market Research"
"1. MAT will engage in a development, prototyping and testing phase commencing May 1, 2003 and ending on April 30, 2004 ("Phase 1'J, during which MAT will have the right, on a sole and exclusive basis with respect to automotive applications, to build and test prototypes of automotive modules incorporating the Technology", yang dapat diartikan bahwa Licensee ikut terlibat dalam pengembangan, membuat prototype dan pengujian dan Licensee (MAT) akan memiliki hak, atas dasar tunggal dan eksklusif berkenaan dengan aplikasi otomotif;
pada esensinya, makna perjanjian tersebut sama dengan Pasal 7.1 perjanjian Pemohon Banding yang menyatakan bahwa:
Pasal 7.1 "Pemberi lisensi setuju bahwa penerima lisensi (AHM) akan menerapkan suatu kebijakan pengadaan yang pada dasarnya atas dasar QCD dan strategi operasional dan jangka panjang penerima lisensi (AHM). Karena itu apabila Suku Cadang yang diadakan oleh penerima lisensi (AHM) tidak memenuhi persyaratan QCD, maka penerima lisensi (AHM) memiliki opsi untuk memilih mengadakan Suku Cadang tersebut dari sumber yang terbaik";
dengan demikian, perjanjian Ikona dan MAT adalah sebanding dengan Pemohon Banding karena memiliki filosofi perjanjian yang sama, yaitu melakukan pengujian terhadap produk yang dilisensikan terlebih dahulu, dan apabila memenuhi standar yang diinginkan oleh kedua belah pihak, maka penerima lisensi akan membayar royalti atas produk yang dilisensikan tersebut;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
Terbanding menyatakan bahwa berdasarkan perjanjian Ikona dan MAT terdapat frasa yang dapat diartikan bahwa Licensor (Ikona) tidak akan mencari bisnis, kontrak atau pesanan yang memasukkan teknologi ke dalam komponen apapun untuk aplikasi otomotif, serta frasa yang dapat diartikan bahwa IP tersebut menjadi milik bersama antara Licensor dan Licensee, sehingga perjanjian tersebut berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding, menurut Majelis hal tersebut bukan merupaKan faktor kesebandingan yang perlu dipertimbangkan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
lebih lanjut, tarif royalti yang diuji kesebandingannya dengan Pemohon Ban::ling adalah terkait dengan Phase 2 perjanjian Ikona dan MAT, dimana pernyataan yang dinyatakan oleh Terbanding termasuk dalam Phase 1 sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian Ikona dan MAT, dengan demikian pernyataan Terbanding tidak relevan dengan fakta perjanjian Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyatakan:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan harus mempertimbangkan:
|
|
a.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
|
b.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
|
c.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud";
|
|
|
|
|
|
|
Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 menyatakan:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak;
...
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
|
a)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding yang sedang diperiksa";
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6.23 OECD Guidelines menyebutkan bahwa:
"... The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide";
Terjemahan:
"... Harga yang ditetapkan dalam transaksi yang sebanding antara perusahaan independen dalam industri yang sama juga dapat dijadikan acuan';
Paragraf 3.38 OECD Guidelines menyebutkan bahwa:
"The identification of potential comparab/es has to be made with the objective of finding the most reliable data, recognising that they will not always be perfect ..... A pragmatic solution may need to be found, on a case-by-case basis, such as broadening the search....";
Terjemahan:
"Identifikasi pembanding yang potensial harus dilakukan dengan tujuan untuk menemukan data yang paling dapat diandalkan dan mengakui bahwa data pembanding tersebut tidak selalu sempurna ..... Solusi pragmatis yang perlu digunakan untuk setiap kasus adalah dengan memperluas kriteria pencarian...";
bahwa berdasarkan uraian dan ketentuan tersebut di atas, Majelis berkesimpulan bahwa transaksi royalti antara Ikona Gear International, Inc (Ikona) dengan Magna Advanced Technologies, Magna International, Inc. (MAT) merupakan transaksi yang sebanding dengan transaksi royalty Pemohon Banding, sehingga dapat digunakan dalam analasis kewajaran dan kelaziman usaha Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
2.
|
Cragar Industries Inc. (Licensor) dengan CIA Wheel Group d/b/a The Wheel Group (Licensee)
|
|
bahwa Terbanding menolak transaksi royalti antara Cragar Industries Inc. (Cragar) dengan CIA Wheel Group d/b/a The Wheel Group (CIA) sebagai data pembanding dengan alasan sebagai berikut:
|
|
-
|
sebagaimana tertuang dalam searching criteria, tidak terdapat SIC Code "7900", sehingga Terbanding mempertanyakan sekaligus menolak untuk dijadikan pembanding,
|
|
|
|
|
|
|
-
|
berdasarkan perjanjian disebutkan pihak Licensee - CIA Wheel Group dba The Wheel Group (defined to include any of subsidiaries, affiliates, partnerships, or other related parties), yang dapat dipahami bahwa Licensee tidak semata-mata hanya CIA Wheel Group dba The Wheel Group, namun pihak sebagaimana disebutkan di atas, yang sangat berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding dimana hanya AHM yang disebut sebagai Licensee,
|
|
|
|
|
|
|
-
|
1.8 Promotion Commitment, bahwa perjanjian pembanding memiliki hal sebagaimana tersebut yang membedakan dengan perjanjian Pemohon Banding,
|
|
|
|
|
|
|
-
|
2.2 Licensed Products, Licensor grants to Licensee a worldwide exclusive license in the Licensed Field to make, use, sell, import and offer for sale the Licensed Products, subject to the terms of this Agreement. In connection with this grant, Licensor grants to Licensee a worldwide exclusive license in the Licensed Field to use the Patent Rights and the Intangible Rights to manufacture the Licensed Products"; yang membedakan ruang lingkup pemanfaatan lisensi dengan Pemohon Banding (article I. Definition - v) yang hanya di Indonesia khususnya frasa "(v). The term "territory" shall mean the geographic area currently known as The Republic of Indonesia,
|
|
|
|
|
|
|
-
|
6.2 Upon termination of this agreement, Licensee shall grant to Licensor a non-exclusive and royalty-free license to make, use, sell, offer for sale, and import products that embody or utilize any Improvement developed by Licensee",
bahwa perjanjian pembanding memiliki sifat Penerima Lisensi akan memberikan kepada Pemberi Lisensi yang tidak eksklusif dan lisensi bebas royalti untuk membuat, menggunakan, menjual, menawarkan penjualan, dan mengimpor produk itu mewujudkan atau memanfaatkan setiap Perbaikan yang dikembangkan oleh Pemegang Lisensi yang berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding,
|
|
|
|
|
|
|
-
|
Berdasarkan web: https://www.sec.gov/Archives/edgar/data/1024125/ 000107261303001844/ex10-22 12291.htm terdapat frasa:
"In September 2000, Cragar entered into and completed a similar transaction with Performance Wheel Outlet, Inc. As a result of Performance's failure to meet or exceed its minimum payments under its Exclusive Field of Use and Licensing Agreement with Cragar, the agreement with Performance was terminated. In its place, Cragar has negotiated a Field of Use License Agreement with CIA Wheel Group dba The Wheel Group, which is effective as of October 1, 2003. Under this agreement, The Wheel Group will manufacture, sell, and distribute Cragar's line of one-piece cast aluminum wheels and related accessories and Cragar will receive a royalty based on sales of the licensed products";
Yang dapat diartikan bahwa Perjanjian Cragar dengan CIA Wheel Group dba The Wheel Group merupakan pengganti perjanjian antara Cragar dengan Performance Wheel Outlet, Inc. akibat kegagalan performa untuk memenuhi atau melampaui pembayaran minimumnya berdasarkan perjanjian penggunaan dan perizinan eksklusifnya dengan Cragar;
Terdapat frasa "As a consequence of the transactions with Performance, Weld, Carlisle and other licensees, Cragar does not engage in the manufacture, marketing, sale, or distribution of any products related to its one-place wheel business, wrought wheel business, and steel outer rims wheel business, which together generated almost all of its revenue in fiscal year ended December 31, 2000. In general, the outsourcing of the manufacturing, marketing, sales and distribution operations with respect to the licensed products, together with the sale of all the related assets, has substantially decreased Cragar's revenue and related operating and marketing costs";
Yang dapat diartikan bahwa Cragar (Licensor) tidak terlibat dalam pembuatan, pemasaran, penjualan, atau distribusi produk yang terkait dengan yang disebutkan dalam lisensi di atas. Hal ini berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding khususnya Honda Motor, Co sebagai pihak Licensor;
|
|
|
|
|
|
|
bahwa menurut Pemohon Banding, search strategy hanya menghasilkan kandidat pembanding. Terbanding seharusnya meneliti kandidat pembanding (isi dalam agreement lisensi pembanding), dan mendasarkan penolakan kandidat pembanding pada kriteria penolakan yang terdapat dalam tahap manual review, yaitu: "terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak yang sedang diperiksa";
bahwa menurut Pemohon Banding, pembanding yang ditolak tersebut merupakan pembanding yang bergerak dalam industri yang sebanding dengan Pemohon Banding, yaitu perjanjian lisensi terkait produk-produk dalam industri otomotif;
bahwa Majelis melakukan pembahasan atas data pembanding transaksi royalti antara Cragar dengan CIA sebagai berikut:
|
|
-
|
dalam melakukan pencarian data pembanding, Pemohon Banding menggunakan dua kriteria pencarian (Industry type atau US SIC Code) dengan tujuan untuk memperluas kriteria pencarian dalam rangka menemukan data pembanding yang sebanding. Namun demikian, Pemohon Banding tetap melakukan manual review untuk mengeliminasi perusahaan pembanding yang tidak sesuai, untuk memastikan data yang dihasilkan adalah data yang sebanding produk dan fungsinya dengan Pemohon Banding;
menurut Majelis, tidak ditemukannya SIC dalam searching kriteria tidak relevan karena tidak menyangkut substansi perjanjian;
berdasarkan Schedule C - Licensed Products dalam perjanjian Cragar dan CIA disebutkan bahwa produk yang dilisensikan adalah terkait "Any one piece cast aluminium vehicle wheel and related accessories", dengan demikian, transaksi tersebut merupakan pembanding dalam industri yang sebanding dengan Pemohon Banding, yaitu perjanjian lisensi terkait produk-produk dalam industri otomotif;
Pemohon Banding juga menyatakan bahwa dalam proses pemeriksaan, Terbanding awalnya menolak pembanding Orbital Engine Co. (Orbital) dan UCAL Fuel Systems Ltd. (UCAL) dengan alasan tidak termasuk dalam US SIC Codes, melainkan berdasarkan industri otomotif, namun Terbanding pada akhirnya menerima Orbital dan UCAL sebagai pembanding, oleh karena itu Terbanding seharusnya juga menerima perjanjian antara Ikona dan MAT karena kedua pembanding berada dalam industri yang sama. atas pernyataan Pemohon Banding ini, Terbanding tidak menyampaikan bantahan;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
sebagaimana dinyatakan dalam Bab 7.2, Exhibit 7-1, nomor 1 Royalty Study FY2014, dalam melakukan pencarian data pembanding, pertama-tama Pemohon Banding melakukan pencarian perjanjian lisensi di Indonesia, namun karena jumlah perjanjian pembanding yang dihasilkan kurang signifikan, kriteria pencarian diperluas dengan mengubah kriteria teritori perjanjian menjadi worldwide. Dengan demikian, perjanjian antara Cragar dan CIA patut dipertimbangkan sebagai data pembanding karena terbatasnya jumlah pembanding yang sebanding apabila kriteria pembanding terbatas pada Negara Republik Indonesia saja;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
Para pihak yang menjadi licensor dan licensee bukan merupakan faktor kesebandingan yang perlu dipertimbangkan dalam pencarian data pembanding sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dengan demikian pernyataan Terbanding bahwa licensee dalam perjanjian tersebut tidak hanya CIA Wheel Group dba The Wheel Group sehingga berbeda dengan perjanjian rolayti Pemohon Banding, tidaklah relevan;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
di dalam Pasal 2 perjanjian Pemohon Banding dinyatakan bahwa "Pemberi lisensi dengan ini memberi penerima lisensi (Pemohon Banding) hak dan lisensi eksklusif yang tidak dapat dipindahtangankan dan tidak dapat dibagi, untuk membuat, merakit, memasarkan, memakai dan menjual Produk dan Suku Cadang Berlisensi di dalam Wilayah... ", dengan demikian, Pemohon Banding juga melakukan aktivitas pemasaran atau "promotion" terkait produk yang lisensikan untuk meningkatkan penjualan atas produk-produk yang dijual oleh Pemohon Banding sehingga perjanjian tersebut sebanding dengan perjanjian Cragar - CIA;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
terkait pernyataan Terbanding bahwa perjanjian pembanding memiliki sifat Penerima Lisensi akan memberikan kepada Pemberi Lisensi yang tidak eksklusif dan lisensi bebas royalti untuk membuat, menggunakan, menjual, menawarkan penjualan, dan mengimpor produk itu mewujudkan atau memanfaatkan setiap perbaikan yang dikembangkan oleh Pemegang Lisensi yang berbeda dengan perjanjian Pemohon Banding, menurut Majelis hal ini tidak relevan karena klausul tersebut berkaitan dengan "upon termination" atau "setelah perjanjian berakhir", sehingga tidak akan mempengaruhi penerapan perjanjian antara Cragar dan CIA;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
dalam perjanjian Cragar dan CIA, dinyatakan bahwa CIA (Licensee) diberikan lisensi berupa hak paten, know-how, proses dan teknologi yang bersifat eksklusif untuk membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menawarkan, dan memasarkan one-piece cast aluminum vehicle wheel dan aksesoris terkait, menggunakan merek yang dilisensikan, perjanjian tersebut sebanding dengan perjanjian lisensi Pemohon Banding, dimana Pemohon Banding (Licensee) diberikan lisensi untuk memproduksi, merakit, memasarkan, menggunakan dan menjual produk yang dilisensikan;
|
|
|
|
|
|
|
-
|
berdasarkan keterangan yang terdapat di website (https://www.bloomberg.com/profiles/companies/CRGR:US-cragar-industries-inc), dinyatakan bahwa "Cragar Industries, Inc. designs, produces, and sells custom vehicle wheels and wheel accessories", atau dapat diterjemahkan "Cragar Industries, Inc. melakukan desain, memproduksi, dan menjual ban kendaraan serta aksesoris ban yang dibuat secara khusus", dengan demikian, Cragar (Licensor) juga terlibat/melakukan kegiatan yang serupa dengan HMCO (Licensor) yaitu memproduksi, mendesain, dan menjual produk-produk yang dilisensikan. Sehingga perjanjian lisensi antara Cragar dan CIA adalah sebanding dengan perjanjian lisensi HMCO dan Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 17 ayat (9) PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (selanjutnya disebut dengan PER-32/2011) menyatakan:
"Dalam melakukan analisis kesebandingan, harus mempertimbangkan:
|
|
a.
|
keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas Harta Tidak Berwujud;
|
|
b.
|
eksklusivitas hak yang dialihkan; dan
|
|
c.
|
keberadaan hak pihak yang memperoleh Harta Tak Berwujud untuk turut serta dalam pengembangan harta dimaksud";
|
|
|
|
|
|
|
Bab II huruf (B) angka (3) poin (b) Lampiran PER-22/PJ/2013 menyatakan:
"Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding. Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya merupakan kandidat pembanding. atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak;
...
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut:
|
|
a)
|
Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Pemohon Banding yang sedang diperiksa';·
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6.23 OECD Guidelines menyebutkan bahwa:
"...The amount of consideration charged in comparable transactions between independent enterprises in the same industry can also be a guide";
Terjemahan:
"...Harga yang ditetapkan dalam transaksi yang sebanding antara perusahaan independen dalam industri yang sama juga dapat dijadikan acuan";
Paragraf 3.38 OECD Guidelines menyebutkan bahwa:
"The identification of potential comparab/es has to be made with the objective of finding the most reliable data, recognising that they will not always be perfect...... A pragmatic solution may need to be found, on a case-by-case basis, such as broadening the search....''.
Terjemahan:
"Identifikasi pembanding yang potensial harus dilakukan dengan tujuan untuk menemukan data yang paling dapat diandalkan dan mengakui bahwa data pembanding tersebut tidak selalu sempurna .... Solusi pragmatis yang perlu digunakan untuk setiap kasus adalah dengan memperluas kriteria pencarian...''.
bahwa berdasarkan uraian dan ketentuan tersebut di atas, Majelis berkesimpulan bahwa transaksi royalti antara Cragar Industries Inc. (Cragar) dengan CIA Wheel Group d/b/a The Wheel Group (CIA) merupakan transaksi yang sebanding dengan transaksi royalty Pemohon Banding dengan afiliasinya, sehingga dapat digunakan dalam analasis kewajaran dan kelaziman usaha Pemohon Banding;
|
|
|
|
|
|
3.
|
Cragar Industries Inc. (Licensor) dengan Carlisle Tire and Wheel Co. (Licensee)
|
|
bahwa Terbanding awalnya menolak transaksi antara Cragar Industries Inc. (Cragar) dengan Carlisle Tire and Wheel Co. (Carlisle) sebagai data pembanding, namun kemudian pada saat keberatan Terbanding berpendapat bahwa data pembanding tersebut dapat digunakan sebagai pembanding karena memenuhi karakter Intellectual Property yang dibandingkan sebanding dengan Pemohon Banding dan perjanjian tersebut dibuat ketika para pihak adalah merupakan pihak-pihak yang independen (tidak dipengaruhi hubungan istimewa);
bahwa namun demikian, mengingat dalam contractual term terdapat lapisan tarif royalti yang regresif dari 5% hingga 1%, maka Terbanding berpendapat perlu dilakukan penyesuaian tarif royalti yang tepat untuk digunakan sebagai tarif pembanding. Dalam Transfer Pricing Documentation Pemohon Banding menggunakan tarif royalty sebesar 5%, sementara ilu Terbanding berpendapat bahwa tarif rata-rata lebih tepat digunakan;
bahwa berdasarkan Schedule D perjanjian royalty antara Cragar dan Carlisle diketahui tarif royati sebagai berikut:

|
|
|
|
|
|
|
bahwa menurut Terbanding, tarif rata-rata sebesar 3,06% lebih tepat digunakan sebagai rate royalty perjanjian Royalty antara Cragar dan Carlisle;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding yang menyatakan tarif royalti yang tepat adalah 3.06%;
bahwa Pemohon Banding di dalam persidangan dan dalam penjelasan tertulisnya menyatakan bahwa lebih tepat apabila menggunakan tarif rata-rata dari tarif royalti yang terdapat dalam schedule D, sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa menurut Terbanding, terdapat perbedaan antara data yang diterima Terbanding pada saat proses keberatan dengan data yang diserahkan pada saat persidangan dimana Terbanding menyatakan pada Laporan Penelitian Keberatan halaman 45 bahwa berdasarkan schedule D Perjanjian Royalti antar Cragar dan Carlisle adalah 4 lapisan tarif:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa sedangkan data pada saat persidangan adalah 3 lapisan tarif:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa menurut Majelis, sesuai schedule D Perjanjian Royalti antara Cragar dan Carlisle yang disampaikan oleh Pemohon Banding di dalam persidangan tarif royalti antara Cragar dan Carlisle adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
bahwa di dalam persidangan Terbanding tidak dapat membuktikan bahwa tarif royalti antara Cragar dan Carlisle terdiri dari 4 lapis hingga menghasilkan tarif rata-rata 3.06% dan Terbanding menyatakan setuju untuk menggunakan tarif 3,33%;
bahwa dengan demikian, Majelis berkesimpulan bahwa pembayaran royalti antara Cragar Industries Inc. (Cragar) dengan Carlisle Tire and Wheel Co. (Carlisle) dapat digunakan sebagai data pembanding dengan tarif 3,33%;
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka rentang kewajaran data pembanding menurut Majelis adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan hasil pengujian kewajaran dan kelaziman transaksi afiliasi atas pembayaran royalty tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa transaksi pembayaran Royalty Pemohon Banding tahun 2014 dengan rate sebesar 4,31% masih berada di dalam rentang kewajaran yaitu antara Q1 (2,50%) dan Q3 (4,50%);
bahwa berdasarkan pengujian laba transaksional dengan TNMM untuk mengkonfirmasi hasil analisis metode CUP tersebut di atas, pembayaran royalti Pemohon Banding kepada pihak afiliasi sebesar Rp2.504.057.029.403,00 (rate 4,31%) menghasilkan perhitungan rasio laba sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan analisis TNMM tersebut, dapat diketahui bahwa laba operasi Pemohon, Banding berada dalam rentang wajar laba operasi perusahaan pembanding, bahkan rasio ROA Pemohon Banding berada jauh di atas perusahaan pembanding;
bahwa atas analisis TNMM Pemohon Banding tersebut, Terbanding tidak memberikan sanggahan walaupun dalam analisis TNMMnya Terbanding menggunakan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan membandingan data single year Pemohon Banding tahun 2014 dibandingkan dengan data multiple year perusahaan pembanding tahun 2009-2013;
bahwa lebih lanjut, apabila dikonfirmasi dengan menggunakan pendekatan TNMM versi Terbanding pun (data single year Pemohon Banding tahun 2014 dibandingkan dengan data multiple year perusahaan pembanding tahun 2009-2013), pembayaran royalti Pemohon Banding kepada pihak afiliasi sebesar Rp2.504.057.029.403,00 (rate 4,31%) masih menghasilkan laba usaha yang wajar, dengan rincian sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan bahwa pembayaran royalti Pemohon Banding kepada pihak afiliasi dengan rate 4,31% telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh, sehingga koreksi Terbanding atas Penyesuaian Fiskal Positif berupa Biaya Royalti sebesar Rp732.441.904.686,00 tidak dapat dipertahankan;
bahwa berdasarkan hal-hal di atas, Koreksi Terbanding yang menjadi sengketa menurut Majelis menjadi sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
bahwa dengan adanya koreksi Terbanding yang tidak dapat dipertahankan, maka pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
Mengingat, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, dan Peraturan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan dengan perkara ini.
|
|
|
|
|
|