Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
647/B/PK/PJK/2012

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
PT. LOTTE SHOPPING INDONESIA (d/h PT. MAKRO INDONESIA), berkedudukan di: Jl. Lingkar Luar Selatan Kavling 5 dan 6, Ciracas, Jakarta Timur, 13750, dalam hal ini diwakili oleh Young Bae Ham, pekerjaan/jabatan Finance Director PT. Lotte SHOPPING Indonesia (d/h PT. Makro Indonesia).
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
 

MELAWAN

 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1.
CATUR RINI WIDOSARI, Pj. Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak.
2.
M. ISMIRANSYAH M. ZAIN, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
3.
YURNALIS RY, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat Keberatan dan Banding.
4.
ROSITA LATIEF, Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding.
 
 
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-523/PJ./2010 tanggal 14 Juni 2010.
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
Mahkamah Agung tersebut;
 
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
 
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan Pajak tanggal 19 Januari 2010 No. PUT. 21591/PP/M.II/16/2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding dengan posita perkara sebagai berikut:
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Banding
 
Bahwa Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut "UU KUP"), menyatakan sebagai berikut;
"Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak."
 
Bahwa Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut "UU Pengadilan Pajak") menyatakan sebagai berikut;
"Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. " Bahwa Surat Banding dalam Bahasa Indonesia Pemohon Banding ajukan terhadap Keputusan Keberatan kepada Pengadilan Pajak. Dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat 1 UU KUP dan Pasal 35 ayat 1 UU Pengadilan Pajak;
 
Bahwa Pasal 27 ayat (3) UU KUP menyatakan sebagai berikut;
"Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut."
 
Bahwa Pasal 35 ayat (2) UU Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut;
"Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan."
 
Bahwa Surat Banding disusun secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan diajukan sebelum lewat tiga bulan sejak diterimanya Keputusan Keberatan yang salinannya Pemohon Banding lampirkan dalam Surat Banding ini. Dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat 3 UU KUP dan Pasal 35 ayat 2 UU Pengadilan Pajak;
 
Bahwa Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut;
"Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen)."
 
Bahwa Keputusan Keberatan menunjukkan pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.389.669.825,00. Sehubungan dengan persyaratan pengajuan permohonan banding ini, Pemohon Banding telah melunasi seluruh jumlah yang masih harus dibayar sebelum memasukkan surat banding ini. Dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat 4 UU Pengadilan Pajak;
 
Bahwa dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan Surat Banding atas Keputusan Keberatan di atas, telah dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah disyaratkan oleh Undang-Undang, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) UU KUP dan Pasal 35 ayat (1) dan (2), dan Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak;
 
Bahwa atas dasar uraian ini Pemohon Banding mengharapkan bahwa sudah sepatutnya Surat Banding ini dapat diterima oleh Pengadilan Pajak;
 
Perhitungan Pajak Menurut Keputusan Keberatan
 
Bahwa perhitungan menurut Keputusan Keberatan adalah sebagai berikut;
 
 
Rincian Koreksi Pemeriksa dan Hasil Penelitian Keberatan
 
Bahwa berdasarkan dokumen-dokumen pendukung antara lain Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, SKPKB PPN dan Keputusan Keberatan dapat diketahui bahwa pihak Terbanding telah mempertahankan koreksi yang telah dilakukan oleh Pihak Pemeriksa. Adapun koreksi yang telah dilakukan Pemeriksa adalah Koreksi atas Faktur Pajak Masukan sebesar Rp938.966.098,00 yang diterbitkan oleh PT. Globalindo Pratama ("Globalindo") dengan uraian koreksi sebagai berikut;
 
 
Alasan Pengajuan Banding
 
Alasan Pokok Pengaduan Banding
 
Bahwa di dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kolom "Penjelasan Koreksi" disebutkan;
"Koreksi atas Faktur Pajak Masukan dari PT. Globalindo Pratama sesuai dengan Surat Jawaban Klarifikasi dari KPP Pulogadung atas Wajib Pajak tersebut perlu diwaspadai dan diindikasikan penerbit/pengguna Faktur Pajak Fiktif atau termasuk dalam kriteria SE-29/PJ.53/2003 tanggal 4 Desember 2003 point. 3 "
 
Bahwa alasan pihak Pemeriksa ini, yang kemudian dipertahankan oleh pihak Terbanding tidak dapat diterima oleh Pemohon Banding. Dasar koreksi Terbanding berupa indikasi bahwa "Penerbit/Pengguna Faktur Pajak Fiktif menurut Pemohon Banding hanya didasarkan atas asumsi ataupun analisis pihak Terbanding terhadap transaksi penyediaan barang yang dilakukan antara Pemohon Banding dengan Globalindo. Asumsi dan analisis ini bahkan hanya dilakukan secara sepihak oleh pihak Terbanding karena didasarkan kepada "Surat Jawaban Klarifikasi dari KPP Pulogadung" semata-mata. Pihak Terbanding tidak mempertimbangkan bahwa transaksi-transaksi dimaksud bukan merupakan Transaksi Fiktif karena Pemohon Banding telah dapat menunjukan bahwa memang benar-benar terdapat fakta berupa realisasi arus barang dan arus kas dari transaksi dimaksud; Bahwa pada saat proses pemeriksaan dan bahkan selama proses penelitian Keberatan Pemohon Banding telah menyampaikan dokumen-dokumen yang menunjukan bahwa transaksi Penyediaan Barang tersebut memang benar-benar ataupun secara nyata-nyata ada realisasinya. Adapun dokumen-dokumen yang telah ditunjukkan antara lain adalah;
 
Bahwa dokumen-dokumen pendukung berupa surat jalan dari Globalindo sebagai bukti-bukti penyerahan barang, dan barang telah diterima oleh Pemohon Banding;
 
Bahwa dokumen-dokumen pendukung berupa bukti pembayaran kepada Globalindo atas pembelian barang-barang termasuk pelunasan PPN-nya dan juga tanda terima pembayaran (kwitansi);
 
Bahwa dalam proses keberatan pihak Terbanding telah menerima dan mengetahui bahwa memang terdapat dokumen-dokumen pendukung atas transaksi dimaksud, namun demikian pada akhirnya dokumen-dokumen pendukung sebagai bukti realisasi dari transaksi dimaksud belum dijadikan pertimbangan dalam memberikan keputusan keberatan. Di dalam pemeriksaan persidangan Pemohon Banding akan menyampaikan kembali dokumen-dokumen dimaksud sebagai bukti-bukti pengajuan banding Pemohon Banding;
 
Alasan Yuridis Pengajuan Keberatan
 
Koreksi yang Dilakukan Pihak Terbanding atas Faktur Pajak Masukan Pemohon Banding dari Globalindo Telah Tidak Didasarkan Kepada Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan yang Berlaku
 
Bahwa Pemohon Banding berpendapat bahwa pihak Terbanding tidak memiliki dasar yuridis fiskal yang kuat dan tepat untuk melakukan koreksi terhadap pengkreditan pajak masukan tersebut. Dasar koreksi Pihak Terbanding hanya mengacu kepada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yaitu SE-29/PJ.53/2003 tertanggal 4 Desember 2003 untuk mengidentifikasikan wajib pajak pengguna Faktur Pajak fiktif yang menyebabkan pihak Pemohon Banding (selaku pembeli) kehilangan hak Self-Assessmentnya yang dijamin oleh Undang-Undang pajak untuk dapat mengkreditkan pajak masukan;
 
Bahwa penggunaan dasar hukum berupa SE-29/PJ.53/2003 sebagai dasar hukum koreksi juga telah tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang Pemohon Banding sebutkan di bawah ini. Hal ini terjadi karena seluruh Faktur Pajak Masukan dari Globalindo berdasarkan ketentuan dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku tidak termasuk ataupun bukan merupakan Faktur Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
 
Bahwa pengkreditan pajak masukan secara tegas dan jelas telah di atur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
 
Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 24, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain diatur sebagai berikut;
"Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak"
 
Bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, menyatakan bahwa;
"Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
a.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
c.
Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
f.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
g.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
h.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
i.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.";
 
 
Bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang No 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, menyatakan;
"Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a.
Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b.
Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c.
Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d.
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f.
Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g.
Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak";
 
 
Pihak Terbanding telah Keliru Menetapkan Pihak Pemohon Banding Sebagai Pengguna Faktur Pajak Fiktif berdasarkan Rujukan atau Acuan 5E-29/PJ.53/2003
 
Bahwa perlu ditegaskan oleh Pemohon Banding bahwa Pemohon Banding bukanlah Pengguna Faktur Pajak fiktif seperti yang diduga oleh pihak Terbanding. Penetapan Pemohon Banding sebagai Pengguna Faktur Pajak Fiktif yang hanya didasarkan pada Surat Jawaban Klarifikasi dari KPP Pulogadung dimana pihak Globalindo sebagai Penerbit Faktur Pajak terdaftar sangatlah tidak tepat dan sangat merugikan pihak Pemohon Banding;
 
Bahwa menurut Pemohon Banding, dasar hukum yang dipakai oleh pihak Terbanding yaitu SE-29/PJ.53/2003 tidak dapat diterapkan kepada Pemohon Banding dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini;
 
Bahwa Faktur Pajak secara formal memenuhi ketentuan ketentuan Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak, tidak terdapat koreksi pihak Terbanding atas formalitas Faktur Pajak;
 
Bahwa secara Material, terdapat penyerahan barang dari Globalindo kepada Pemohon Banding dengan ditandai adanya pembayaran tagihan dan Faktur Pajak beserta pembayaran PPN terutang oleh Pemohon Banding kepada Globalindo;
 
Bahwa pihak Terbanding tidak dapat membuktikan bahwa pihak Pemohon Banding telah menggunakan Faktur Pajak fiktif dengan maksud mengambil keuntungan secara ilegal dan menimbulkan kerugian pada pendapatan negara yang dapat menyebabkan tindakan pidana perpajakan;
 
Bahwa bila terdapat adanya indikasi Faktur Pajak Fiktif oleh Penerbit Faktur Pajak (Globalindo), seharusnya Pihak Terbanding melakukan proses pemeriksaan untuk memastikan adanya ketidakberesan tersebut sehingga Penerbit Faktur Pajak Fiktif dapat dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan oleh tim penyidik;
 
Bahwa dengan adanya penetapan Terbanding ini, pihak Pemohon Banding telah diperlakukan tidak adil dan sangat dirugikan karena harus membayar PPN 2 kali yang bukan kewajibannya sekaligus denda yang terkait;
 
Bahwa dengan mengacu kepada penjelasan di atas dan sekaligus yang mendasari alasan formal dari argumen keberatan Pemohon Banding, menurut pendapat Pemohon Banding pihak Pemeriksa tidak memiliki alasan yuridis yang kuat dan tepat untuk melakukan koreksi atas pengkreditan pajak masukan Pemohon Banding yang berasal dari pihak Globalindo, dengan alasan sebagai berikut;
 
Bahwa Faktur Pajak yang Pemohon Banding kreditkan tidak cacat dan memenuhi syarat formal dari ketentuan Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 13 ayat (5) UUD PPN sehingga secara yuridis Pemohon Banding sebagai pihak yang dibebani PPN berhak secara self-Assesment system untuk melakukan mekanisme pengkreditan PPN (PK-PM) yang dijamin oleh Undang-Undang ini;
 
Bahwa ketentuan peraturan yaitu SE-29/PJ.53/2003 mengenai Faktur Pajak fiktif yang digunakan oleh pihak Pemeriksa sebagai landasan koreksi tidak dapat diterapkan kepada Pemohon Banding karena tidak terdapat Penggunaan Faktur Pajak secara tidak sah oleh Pemohon Banding yang menyebabkan kerugian pendapatan negara. Menurut Pemohon Banding, pihak Pemeriksa tidak seharusnya membebani Pemohon Banding atas Faktur Pajak fiktif dari pihak penjual bilamana Pemeriksa tidak mendapatkan jawaban atas konfirmasi Faktur Pajak dan lebih jauh pemeriksa belum melakukan langkah-langkah untuk memastikan bahwa Pemohon Banding penjual benar-benar telah mengeluarkan Faktur Pajak yang tidak sah;
 
Bahwa Pemohon Banding selaku pihak pembeli tidak dapat memastikan apakah pihak PKP penjual dan Faktur Pajaknya sah (tidak fiktif) karena hal ini di luar kekuasaan Pemohon Banding untuk melakukan pengawasan seluruhnya secara detail. Perlu pula diketahui bahwa Pemohon Banding memiliki kurang lebih 3000 supplier, dan selama ini dalam menjalankan usaha, Pemohon Banding selalu berusaha untuk menjalankan kewajiban perpajakan Pemohon Banding dengan sebaik-baiknya. Begitu pula dalam hal berhubungan dengan supplier maupun customer. Dan pada Tahun 2005 Pemohon Banding memperoleh kategori sebagai WP Patuh untuk Tahun 2005-2006. Menurut Pemohon Banding untuk memastikan adanya indikasi Faktur Pajak fiktif, pihak Pemeriksa terlebih dahulu harus mendapatkan keyakinan dengan memperoleh informasi yang benar dan akurat terhadap transaksi ini sebelum melakukan koreksi;
 
Bahwa berdasarkan uraian Pemohon Banding di atas, Pemohon Banding berkeyakinan bahwa pengkreditan yang Pemohon Banding lakukan adalah sah secara formal sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 13 ayat 5 UU PPN yang mana tidak menyinggung masalah Faktur Pajak fiktif dan SE-29/PJ.53/2003 yang digunakan oleh pihak Pemeriksa tidak memiliki wewenang untuk menentukan suatu Faktur Pajak tidak dapat dikreditkan; Bahwa SE-10/PJ.52/2006 menegaskan bahwa pelaksanaan konfirmasi, baik untuk Pajak Masukan, Pajak Keluaran, PIB, maupun PEB merupakan salah satu prosedur pemeriksaan yang wajib dilakukan, namun bukan merupakan satu-satunya alat uji yang dipakai untuk meyakini bahwa transaksi tersebut benar adanya baik secara formal maupun material. Untuk meyakini kebenaran suatu transaksi, pihak pemeriksa (fiskus) dapat melakukan pengujian lainnya seperti arus uang, arus barang, arus dokumen, serta meneliti dokumen-dokumen pendukung lainnya yang berkenaan dengan transaksi tersebut;
 
Alasan Material Pengajuan Keberatan
 
Bahwa secara material, transaksi jual-beli yang Pemohon Banding lakukan dengan pihak Globalindo benar-benar real terjadi dan bukan merupakan transaksi fiktif seperti yang diperkirakan oleh pemeriksa, dengan penjelasan sebagai berikut;
 
Bahwa pada intinya, transaksi bisnis yang terjadi antara pihak Pemohon Banding dengan pihak Globalindo merupakan transaksi yang benar-benar terjadi yaitu pihak Globalindo sebagai supplier menyerahkan barang ke pihak Pemohon Banding, yang ditandai dengan adanya dokumen pengiriman dan penerimaan barang yang ditandatangani dan diketahui oleh kedua belah pihak bahwa barang telah diterima secara fisik di gudang si pembeli barang yaitu Pemohon Banding;
 
Bahwa atas transaksi pembelian ini, Pemohon Banding menerima tagihan serta Faktur Pajak dari pihak Globalindo, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembayaran tagihan sekaligus PPN sebesar 10% yang ditagihkan melalui Faktur Pajak;
 
Bahwa atas Faktur Pajak yang Pemohon Banding bayar kepada supplier Pemohon Banding, Globalindo, Pemohon Banding telah mengkreditkan Faktur Pajak masukannya. Karena pada dasarnya Pemohon Banding telah melakukan transaksi pembelian dengan supplier Pemohon Banding tersebut, dimana Pemohon Banding telah menerima barang dari supplier Pemohon Banding tersebut dan Pemohon Banding juga benar-benar telah melakukan pembayaran kepada pihak supplier termasuk PPN;
 
Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding tersebut, Pemohon Banding dapat membuktikan bahwasanya atas transaksi dengan Globalindo benar-benar terjadi arus barang masuk dan arus uang keluar;
 
Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Pajak tanggal 19 Januari 2010 No. PUT. 21591/PP/M.II/16/2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor: KEP-349/WPJ.19/BD.05/2008 tanggal 11 Juli 2008 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari 2004 Nomor: 00006/207/04/091/07 tanggal 04 Mei 2007 atas nama: PT. Makro Indonesia, NPWP: 01.562.024.8-091.000, alamat: Jl. Lingkar Luar Selatan Kavling 5 dan 6, Ciracas, Jakarta Timur, 13750.
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap i.c. putusan Pengadilan Pajak tanggal 19 Januari 2010 No. PUT. 21591/PP/M.II/16/2010 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding pada tanggal 08 Februari 2010 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 04 Mei 2010 sebagaimana ternyata Akta Permohonan Peninjauan Kembali No. PKA-355/SP.51/AB/V/2010 dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 04 Mei 2010.
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama pada tanggal 17 Mei 2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya telah diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tanggal 18 Juni 2010.
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut:
 
Putusan pengadilan yang kami terima jelas bertentangan dengan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Pasal 91 huruf e. Hal ini tercermin dalam dalam Putusan Pengadilan halaman 31 dari 33 alinea ke-6 yang berbunyi:
 
Bahwa dari hasil pemeriksaan dan pembuktian tersebut di atas Majelis berkesimpulan tidak terdapat cukup bukti yang meyakinkan mengenai adanya kesesuaian antara arus barang maupun arus pembayaran kepada PT Globalindo Pratama, dengan demikian Majelis berpendapat tidak terdapat cukup bukti yang mendukung bahwa faktur pajak masukan yang disengketakan memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang No 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 18 Tahun 2000, sehingga sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f faktur pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.
 
A.
Pihak Terbanding (Termohon PK) telah mengakui Pajak Masukan PPN Masa Januari 2004 seperti yang tertuang dalam Berita Pengujian Kebenaran Material Data Majelis II tanggal 24 Agustus 2008 (terlampir)
 
 
 
Pihak majelis tidak mempertimbangkan bukti valid selama proses persidangan. Adapun bukti yang tidak dipertimbangkan tersebut adalah Pengujian Kebenaran Material Data Majelis II tanggal 24 Agustus 2010.
 
Sepanjang proses persidangan banding, telah dilakukan telah mendalam atas bukti-bukti transaksi berupa faktur pajak, kwitansi pembayaran, invoice, serta surat jalan. Setelah dilakukannya proses ini, Termohon PK sudah mengakui keabsahan Pajak Masukan Pemohon PK. Dengan demikian majelis hakim belum mempertimbangkan data ini dalam proses pengambilan putusannya. Oleh sebab itu kami memohon ditegakkannya keadilan pada hakim yang mulia di Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk membatalkan koreksi Termohon PK tersebut.
 
Koreksi ini jelas melukai rasa keadilan Wajib Pajak. Kami sudah patuh membayar PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku namun kami masih harus membayar lagi pajak masukan yang menjadi pokok sengketa di atas ditambah penalti sebesar 100%. Kami mohon pada Majelis yang mulia untuk memberikan kembali pada kami keadilan yang menjadi semangat diterbitkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
B.
Pihak Majelis tidak mempertimbangkan fakta yang sebenarnya bahwa tidak ada tindakan ilegal yang dilakukan oleh pihak Pemohon PK dan tidak terdapat kerugian Negara yang ditimbulkan
 
Pengkreditan Pajak masukan yang dilakukan oleh pemohon PK sama sekali bukanlah tindakan ilegal karena dalam hal ini negara sama sekali tidak dirugikan. Pemohon PK hanya menjalankan mekanisme pengkreditan yang wajar dilakukan oleh Wajib Pajak.
 
 
C.
Pihak Termohon PK telah keliru menetapkan pemohon PK sebagai pengguna faktur pajak fiktif berdasarkan SE-29/PJ.53/2003
 
Bahwa perlu ditegaskan oleh Pemohon PK bahwa Pemohon PK bukanlah pengguna faktur pajak fiktif seperti yang diduga oleh pihak Termohon PK. Penetapan Pemohon PK sebagai pengguna faktur pajak fiktif yang hanya didasarkan pada surat jawaban klarifikasi dari KPP Pulo Gadung dimana PT Globalindo Pratama terdaftar sangatlah tidak tepat dan sangat merugikan pemohon banding. Hal ini berarti Termohon PK menghukum Pemohon PK atas kesalahan yang dilakukan pihak lain.
 
Bahwa menurut Pemohon PK, dasar hukum yang dipakai oleh pihak Termohon PK yaitu SE-29/PJ.53/2003 tidak dapat diterapkan kepada Pemohon PK dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
 
Bahwa faktur pajak secara formal memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan pemeriksaan pajak, tidak terdapat koreksi pihak terbanding atas formalitas faktur pajak;
 
Bahwa secara material, terdapat penyerahan barang dari PT Globalindo Pratama kepada Pemohon PK dengan ditandai adanya pembayaran tagihan dan faktur pajak beserta pembayaran PPN terutang oleh pemohon PK kepada PT Globalindo Pratama; Bahwa pihak Termohon PK tidak dapat membuktikan bahwa Pemohon PK telah menggunakan faktur pajak fiktif dengan maksud mengambil keuntungan secara ilegal dan menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara yang dapat menyebabkan tindakan pidana perpajakan;
 
Bahwa bila terdapat adanya indikasi faktur pajak fiktif oleh penerbit faktur pajak (PT Globalindo Pratama), seharusnya Pihak Terbanding melakukan proses pemeriksaan untuk memastikan adanya ketidakberesan tersebut sehingga penerbit faktur pajak fiktif dapat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan oleh tim penyidik;
 
Bahwa dengan adanya penetapan Termohon PK ini, pihak Pemohon PK telah diperlakukan tidak adil dan sangat dirugikan karena harus membayar PPN dua kali yang bukan kewajibannya sekaligus denda;
 
Bahwa dengan mengacu kepada penjelasan diatas dan sekaligus yang mendasari alasan formal dari argument banding Pemohon PK, menurut pendapat Pemohon PK pihak Termohon PK tidak mempunyai alasan yuridis yang kuat dan tepat untuk melakukan koreksi atas pengkreditan pajak masukan Pemohon PK yang berasal dari PT Globalindo Pratama dengan alasan sebagai berikut:
 
Bahwa faktur pajak yang Pemohon PK kreditkan tidak cacat dan memenuhi syarat formal dari ketentuan Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai sehingga secara yuridis Pemohon PK sebagai pihak yang dibebani Pajak Pertambahan Nilai berhak secara self-assessed untuk melakukan mekanisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai (PK-PM) yang dijamin oleh Undang-Undang ini;
 
Bahwa ketentuan peraturan yaitu SE-29/PJ.53/2003 mengenai faktur pajak fiktif yang digunakan oleh Termohon PK sebagai landasan koreksi tidak dapat diterapkan kepada Pemohon PK karena tidak terdapat penggunaan faktur pajak secara tidak sah oleh Pemohon PK yang menyebabkan kerugian pendapatan Negara. Menurut Pemohon PK pihak Termohon PK tidak seharusnya membebani Pemohon PK atas Faktur Pajak fiktif dari pihak penjual bilamana Termohon PK tidak mendapatkan jawaban atas konfirmasi Faktur Pajak dan lebih jauh Termohon PK belum melakukan langkah-langkah untuk memastikan bahwa Pemohon PK penjual benar-benar telah mengeluarkan faktur pajak yang tidak sah;
 
Bahwa Pemohon PK selaku pihak pembeli tidak dapat memastikan apakah pihak PKP penjual dan faktur pajaknya asli (tidak fiktif) karena hal ini di luar kekuasaan Pemohon PK untuk melakukan pengawasan secara detail. Perlu pula diketahui bahwa Pemohon PK memiliki kurang lebih 3000 supplier, dan selama ini dalam menjalankan kegiatan usaha, Pemohon PK selalu berusaha menjalankan kewajiban perpajakan dengan sebaik-baiknya. Begitupula dalam kaitannya dengan supplier maupun customer. Dan pada Tahun 2005 Pemohon PK memperoleh kategori WP Patuh untuk Tahun 2005-2006. Menurut Pemohon PK, untuk memastikan adanya indikasi Faktur Pajak Fiktif, pihak Termohon PK terlebih dahulu harus mendapatkan keyakinan dengan memperoleh informasi yang benar dan akurat terhadap transaksi ini sebelum melakukan koreksi.
 
Bahwa berdasarkan uraian Pemohon PK diatas, Pemohon PK berkeyakinan bahwa pengkreditan yang dilakukan adalah sah secara formal sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) dan pasal 13 ayat 5 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang mana tidak menyinggung faktur pajak fiktif dan SE-29/PJ.53/2003 yang digunakan oleh Termohon PK tidak memiliki wewenang untuk menentukan suatu faktur pajak tidak dapat dikreditkan.
 
Bahwa secara material, transaksi jual beli yang pemohon Banding lakukan dengan PT Globalindo Pratama benar-benar nyata dan bukan transaksi fiktif seperti asumsi Termohon PK, dengan penjelasan sebagai berikut:
 
Bahwa pada intinya transaksi bisnis yang terjadi antara pihak Pemohon PK dengan pihak PT Globalindo merupakan transaksi yang benar-benar terjadi, yaitu pihak PT Globalindo Pratama sebagai supplier menyerahkan barang kepada Pemohon Banding, yang ditandai dengan adanya dokumen penerimaan dan pengiriman barang yang ditandatangani dan diketahui oleh kedua belah pihak bahwa barang telah diterima secara fisik di gudang si pembeli barang, yaitu Pemohon PK;
 
Bahwa atas transaksi pembelian barang ini, Pemohon PK menerima tagihan serta faktur pajak dari pihak PT Globalindo Pratama yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembayaran tagihan sekaligus PPN sebesar 10% yang ditagihkan melalui Faktur Pajak;
 
Bahwa atas faktur pajak yang Pemohon PK bayar kepada supplier Pemohon PK, PT Globalindo, Pemohon PK telah mengkreditkan Faktur Pajak masukannya. Karena pada dasarnya Pemohon PK telah melakukan transaksi pembelian dengan supplier pemohon PK tersebut, dimana Pemohon PK telah menerima barang dari PT Globalindo Pratama dan Pemohon PK juga telah benar-benar melakukan pembayaran kepada pihak supplier termasuk PPN;
 
Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon PK tersebut, Pemohon PK dapat membuktikan bahwasanya atas transaksi dengan PT Globalindo Pratama benar-benar terjadi arus barang masuk dan arus barang keluar.
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan Peninjauan Kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa alasan Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan hukum dan putusan Pengadilan Pajak yang menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor: KEP-349/WPJ.19/BD.05/2008 tanggal 11 Juli 2008 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari 2004 Nomor: 00006/207/04/091/07 tanggal 04 Mei 2007 atas nama Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat diterima adalah sudah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun 2002.
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT. Lotte SHOPPING Indonesia (d/h PT. Makro Indonesia) tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak.
 
Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon Peninjauan Kembali di pihak yang kalah, maka harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali yang besarnya sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini.
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT. Lotte SHOPPING Indonesia (d/h PT. Makro Indonesia) tersebut.
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu Rupiah).
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari: Senin, tanggal 13 Mei 2013 oleh Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc. Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, H. Yulius, S.H.,M.H. dan Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota dan dibantu oleh Lucas Prakoso, S.H., M.Hum. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
H. Yulius, S.H., M.H.
ttd.
Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H.
Ketua Majelis
ttd.
Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Lucas Prakoso, S.H., M.Hum.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

647/B/PK/PJK/2012