Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
349/B/PK/PJK/2015

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190 Dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1.
CATUR RINI WIDOSARI, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. BUDI CHRISTIADI, jabatan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. FARCHANILYAS, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. KUSUMO PRATIWININGRUM, jabatan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2555/PJ./2013, tanggal 14 November 2013;

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 

MELAWAN

 
PT. KDC INDONESIA, beralamat di Rungkut Industri III/34 A, Kutisari, Surabaya;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
 
Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;
 
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.46537/PP/M.XII/16/2013, tanggal 26 Juli 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pembanding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
Menimbang, bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 11/KDC/II/2012 tanggal 16 Februari 2012, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
 
Bahwa berkenaan dengan diterbitkannya Keputusan Terbanding Nomor KEP-1860/WPJ.11/2011 tanggal 24 November 2011 sebesar Rp37.142.856,00 selanjutnya disebut KEP-1860 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00010/307/09/631/11 tanggal 31 Januari 2011 Masa Pajak November 2009 selanjutnya disebut SKPKBT-00010, yang memutuskan Menolak permohonan Pemohon Banding, maka dengan ini perkenankanlah Pemohon Banding mengajukan permohonan banding Keputusan Terbanding Nomor KEP-1860/ WPJ.11/2011 tanggal 24 November 2011 sebesar Rp37.142.856,00 berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan (sttd) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan;
 
Bahwa permohonan banding ini dapat Pemohon Banding uraikan sebagai berikut:
 
DASAR-DASAR FORMAL
 
Pengajuan Surat Keberatan
 
Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00010/307/09/631/11 tanggal 31 Januari 2011 Masa Pajak November 2009 yang telah diajukan Keberatan oleh Pemohon Banding melalui Surat Nomor 00010/KDC/II/2011 tanggal 2 Maret 2011 yang diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Madya Surabaya tanggal 2 Maret 2011 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen Nomor PEM:000651\631\mar\2011 tanggal 2 Maret 2011 sehingga pengajuan keberatan Pemohon Banding sudah memenuhi jangka waktu sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;Pengajuan Surat Banding
 
Bahwa KEP-1860/WPJ.11/2011 tanggal 24 November 2011 sebesar Rp37.142.856,00 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Pertambahan Nilai Nomor 000111307/09/631/11 tanggal 31 Januari 2011 Masa Pajak November 2009 sehingga dengan demikian pengajuan banding yang diajukan Pemohon telah memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
 
Bahwa Pemohon Banding telah mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1860/WPJ.11/2011 tanggal 24 November 2011 sebesar Rp37.142.856,00 dan surat banding disertai dengan alasan-alasan yang jelas, sehingga dengan demikian pengajuan banding sudah memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (2) Undang Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
Bahwa Pemohon Banding sudah memenuhi ketentuan Pasal 27 ayat (5a) “Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a) atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding”;
 
Bahwa Pemohon Banding sudah melakukan pembayaran sebesar Rp18.571.428,00 yakni 50% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp37.142.856,00;
 
ALASAN BANDING
 
Bahwa KEP-1860/WPJ.11/2011 tanggal 24 November 2011 sebesar Rp37.142.856,00 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00010/307/09/631/11 tanggal 31 Januari 2011 Masa Pajak November 2009 diterbitkan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Nomor Prin-71/WPJ.11/ KP.1105/2010 tanggal 22 Juni 2010;
 
Bahwa adapun dasar perhitungan akhir Terbanding, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Terbanding Nomor KEP-1860/WPJ.11/2011 tanggal 24 November 2011 sebesar Rp37.142.856,00 adalah sebagai berikut:
 
 
Bahwa Pemohon Banding menyatakan tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan dan bukti sebagai berikut:
 
Bahwa jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar sebesar Rp37.142.856,00 berasal dari Koreksi Terbanding atas pengujian arus barang, Terbanding menyatakan Pemohon Banding kurang melaporkan penyerahan kena pajak;
 
Bahwa Pemohon Banding menyatakan tidak setuju atas koreksi Terbanding;
 
Bahwa koreksi yang dilakukan Terbanding hanya berdasarkan anggapan dan analisa saja bukan berdasarkan bukti-bukti yang ada karena menurut Terbanding barang rusak dianggap telah dijual lokal;
 
Bahwa koreksi Terbanding berkaitan langsung terhadap Koreksi atas Peredaran Usaha sebesar Rp1.911.163.256,00 yang menurut Terbanding berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
 
 
(berdasarkan hasil perhitungan Terbanding yang Pemohon dapatkan pada saat proses penelitian keberatan);
 
Bahwa koreksi oleh Terbanding berdasarkan pengujian arus barang sehingga menurut Terbanding adalah Pemohon banding kurang melaporkan adanya penyerahan Barang Kena Pajak;
 
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding tersebut dengan alasan dan bukti sebagai berikut:
 
Bahwa Pemohon Banding menyatakan adanya barang rusak sebesar 8.742.770 yang terjadi selama proses produksi Pemohon Banding Tahun 2009 dan diantaranya terjadi di Masa Pajak November 2009 sebesar 815.444 pcs;
 
Bahwa koreksi oleh Terbanding berdasarkan pengujian arus barang sehingga menurut Terbanding adalah Pemohon Banding kurang melaporkan Peredaran Usaha dan selanjutnya menurut Terbanding terdapat Objek Penyerahan Barang Kena Pajak;
 
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding tersebut dengan alasan dan bukti sebagai berikut:
 
Bahwa usaha Pemohon Banding adalah pabrikan dengan orientasi ekspor 100 %;
 
Bahwa dalam hal ekspor Terbanding sudah mengakuinya yang tertuang pada perhitungan Terbanding di atas yang menghasilkan jumlah koreksi sebesar Rp1.911.163.256,00 namun kenyataannya Terbanding malahan menyatakan adanya Penyerahan Barang Kena Pajak dengan tarif 10% yakni tarif Penyerahan Barang Kena Pajak Dalam Negeri, yang menunjukkan ketidakkonsistenan Terbanding yakni satu sisi berpendapat penyerahan Pemohon secara keseluruhan adalah ekspor namun terhadap barang rusak dianggap sebagai penyerahan dalam negeri yang jelas-jelas tidak sesuai dengan bukti dan fakta hukum yang Pemohon sampaikan pada uraian berikut ini;
 
Bahwa barang yang diproduksi adalah quartz blank crystal di mana barang yang dihasilkan bentuk mirip seperti soft lense yang tipis seperti lembaran plastik jadi sangat rentan mengalami kerusakan;
Bahwa penggunaan barang produksi adalah untuk komponen alat elektronik setelah diisi dengan aliran listrik;
 
Bahwa nyatanya dalam proses produksi kedapatan adanya barang rusak yang terjadi pada saat proses produksi yang dalam setahun totalnya adalah 8.742.770 pcs dimana kerusakan karena diakibatkan adanya scratch/goresan atau bentuk yang tidak sempurna, dan akibatnya barang cacat tersebut tidak dapat digunakan sama sekali apalagi dijual;
 
Bahwa untuk barang rusak tersebut fisiknya Pemohon Banding sudah memperlihatkan kepada Terbanding, namun Terbanding mengabaikan bukti tersebut;
 
Bahwa dalam hal kerusakan pada saat proses produksi artinya barang tersebut masih ada di area pabrik Pemohon Banding dan masih menjadi hitungan stock pada saat proses produksi maka tidak tepat apabila Terbanding menganggap barang gagal produksi tersebut sebagai Peredaran Usaha dan selanjutnya terjadi Penyerahan Barang Kena Pajak yang kurang dilaporkan Pemohon karena jelas terhadap barang tersebut tidak terjadi penyerahan barang antara Pemohon Banding kepada pihak lain manapun, malahan Pemohon Banding sudah memperlihatkan barang rusak yang terjadi pada saat produksi tersebut;
 
Bahwa kenyataannya terhadap barang rusak tersebut tidak dapat dijual atau tidak ada pihak manapun yang mau membeli barang rusak tersebut karena tidak bisa digunakan sebagai apapun juga oleh pihak manapun atas barang dengan kondisi seperti itu karena merupakan komponen yang signifikan fungsinya untuk elektronik, tambahan lagi semua barang produksi Pemohon dijual ekspor bukan untuk pangsa dalam negeri;
 
Bahwa kenyataannya Terbanding tidak dapat memberikan bukti pendukung terhadap anggapan Terbanding dalam hal adanya Penyerahan Barang Kena Pajak yang kurang dilaporkan oleh Pemohon Banding seperti kepada pihak mana, berapa banyak, harga berapa namun Terbanding hanya berdasarkan jumlah barang rusak yang terjadi selama proses produksi Pemohon Banding yang selanjutnya Terbanding menganggap barang rusak tersebut adalah Peredaran Usaha yang kurang dilaporkan Pemohon Banding;
 
Bahwa nyatanya dalam hal Jumlah Rupiah untuk Penyerahan Barang Kena Pajak, Terbanding sudah menggunakan cara sebagai berikut:
 
 
Bahwa berdasarkan perhitungan Terbanding di atas maka jelas dan nyata-nyata koreksi Terbanding berdasarkan anggapan Terbanding semata karena tidak didukung dengan bukti yang menyatakan adanya Peredaran Usaha/Penjualan/Penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pemohon Banding;
 
Bahwa kenyataannya pengujian arus barang dan proses produksi yang merupakan barang rusak pada saat produksi bukan merupakan bukti bahwa adanya Peredaran Usaha/Penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak dilaporkan oleh Pemohon sebagaimana anggapan Terbanding yang selanjutnya dipakai sebagai dasar koreksi oleh Terbanding adalah suatu ketidakbenaran yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakadilan bagi Pemohon Banding dan oleh karenanya koreksi Terbanding jelas dan nyata-nyata hanya berdasarkan anggapan dan analisa Terbanding tersebut harus batal demi hukum;
 
KESIMPULAN
 
Bahwa berdasarkan alasan serta fakta yang Pemohon Banding kemukakan maka jelas terbukti bahwa Terbanding sudah mengabaikan fakta hukum dengan membuat koreksi yang pada gilirannya menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum bagi Pemohon Banding, dan untuk selanjutnya mohon kepada Majelis untuk membatalkan koreksi Terbanding, dengan jumlah pajak terutang menurut Pemohon menjadi:
 
 
Bahwa demikian surat permohonan banding ini Pemohon Banding buat agar demi tercapainya keadilan untuk mengambil keputusan, atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono);
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.46537/ PP/M.XII/16/2013, tanggal 26 Juli 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
MENGADILI

Mengabulkan seluruhnya, banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1860/WPJ.11/2011 tanggal 24 November 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Masa Pajak November 2009, Nomor 00010/307/09/631/11 tanggal 31 Januari 2011, atas nama: PT. KDC Indonesia, NPWP 02.476.754.3.631-000, Jenis Usaha: Industri Quartz blank crystal untuk spare part jam, beralamat di Rungkut Industri III/34 A, Kutisari, Surabaya;
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.46537/PP/M.XII/16/2013, tanggal 26 Juli 2013 diberitahukan kepada Terbanding pada tanggal 29 Agustus 2013, kemudian terhadapnya oleh Terbanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2555/PJ./2013, tanggal 14 November 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 21 November 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 21 November 2013;
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan Peninjauan Kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 21 November 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 19 Desember 2014;
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
 
I. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
  Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
Tentang Koreksi atas penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya yang harus dipungut sendiri sebesar Rp185.714.277,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
   
II. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
  Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.46537/PP/M.XII/16/2013 tanggal 26 Juli 2013, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut,karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Tentang Koreksi atas penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya yang harus dipungut sendiri sebesar Rp185.714.277,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
     
  1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
“bahwa berdasarkan uraian di atas menurut pendapat Majelis, Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa selisih antara pemakaian barang jadi dengan ekspor/penjualan sebanyak 8.391.636 pcs merupakan barang produksi yang rusak yang tidak dapat dijual lagi dan Terbanding tidak dapat membuktikan adanya penjualan barang rusak tersebut di dalam negeri, yang antara lain adalah 815.444 pcs barang rusak yang terjadi pada Masa Pajak November 2009 yang telah dikoreksi Terbanding sebagai penyerahan dalam negeri senilai Rp185.714.277,00;
bahwa Majelis berkesimpulan koreksi positif Terbanding atas penyerahan yang Pajak. Pertambahan Nilai-nya harus dipungut sendiri Masa Pajak November 2009 sebesar Rp185.714.277,00 tidak tepat dan harus dibatalkan;”
     
  2.
Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
    a.
Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
    b. Impor Barang Kena Pajak;
    c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
    d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
    e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
    f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak."
     
  3.
Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP) menyatakan:
 
Pasal 28 ayat (7)
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
 
Penjelasan Pasal 28 ayat (7)
Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain;
 
Pasal 29 ayat (1)
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
     
  4.
Bahwa Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan:
 
Pasal 76
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);”
 
Penjelasan Pasal 76
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak”;
 
Pasal 78
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
 
Penjelasan Pasal 78
“Keyakinan Hakim harus didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
     
  5. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.46537/PP/M.XII/16/2013 tanggal 26 Juli 2013 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, diketahui sebagai berikut:
       
    a.
Bahwa berdasarkan pengujian terhadap arus barang, diketahui bahwa Pemohon Banding kurang melaporkan penyerahan Barang Kena Pajak Masa Pajak November 2009 sebesar Rp185.714.277,00;
 
Bahwa Penyerahan atas Barang Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilai-nya harus dipungut sendiri untuk Masa Pajak November 2009 adalah berdasarkan ekualisasi dengan hasil penelitian Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
     
bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan pengujian Peredaran Usaha berdasarkan arus barang, perhitungan arus barang adalah sebagai berikut:
 
         
      Berdasarkan pengujian arus barang tersebut, terdapat selisih sebesar 8.391.636 pcs yang tidak dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai peredaran usahanya, sehingga menjadikan koreksi peredaran usaha sebagai berikut:
         
     
bahwa nilai koreksi sebesar Rp1.911.163.256,00 ditetapkan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebagai penjualan lokal untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2009, sedangkan nilai penjualan lokal per Masa Pajak adalah sebagai berikut:
 
         
    b. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), selisih tersebut adalah barang yang rusak, yang dalam proses produksi terdapat adanya barang rusak yang terjadi dalam setahun totalnya adalah 8.742.779 pcs di mana kerusakan diakibatkan adanya scratch/goresan atau bentuk yang tidak sempurna dan akibatnya barang rusak tersebut tidak dapat digunakan sama sekali apalagi dijual;
       
    c. Bahwa alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat diyakini kebenarannya karena menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berdasarkan penelitian terhadap Berita Acara penghitungan fisik persediaan diketahui bahwa:
      penghitungan tersebut dilakukan oleh pihak internal Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      tidak ada pihak independen yang terlibat dalam penghitungan tersebut;
      penandatanganan dokumen tersebut juga hanya disebut sebagai petugas gudang dan petugas accounting tanpa menyebutkan nama dan jabatan;
         
    d. Bahwa berdasarkan penelitian terhadap laporan auditor yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), diketahui bahwa berdasarkan review kondisi fisik dan sisa inventory di akhir tahun, manajemen perusahaan yakin bahwa tidak terdapat persediaan yang usang/tidak dapat digunakan dalam proses produksi/rusak sehingga tidak disediakan cadangan kerugian karena keusangan;
     
  6.
Bahwa dalam amar pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan:
“bahwa menurut Pemohon Banding selisih kuantiti barang jadi disebabkan karena adanya barang hasil produksi yang rusak yang tidak dapat digunakan lagi dan tidak dapat dijual lagi, barang rusak tersebut fisiknya sangat kecil (chip untuk quartz digital/jam tangan/penentu waktu) sehingga disimpan oleh Pemohon Banding di bagian produksi dalam bentuk kardus yang tidak besar karena tidak memerlukan tempat khusus untuk penyimpanan;
bahwa Pemohon Banding sudah menyampaikan bukti fisik barang rusak. pada saat pemeriksaan dan pada saat persidangan maupun uji bukti Pemohon Banding juga memperlihatkan chip rusak. yang diantaranya dikarenakan goresan/scratch, retak, pecah kepada Terbanding;bahwa berdasarkan uraian di atas menurut pendapat Majelis, Pemohon
Banding dapat membuktikan bahwa selisih antara pemakaian barang jadi dengan ekspor/penjualan sebanyak 8.391.636 pcs merupakan barang produksi yang rusak yang tidak dapat dijual lagi dan Terbanding tidak dapat membuktikan adanya penjualan barang rusak tersebut di dalam negeri, yang antara lain adalah 815.444 pcs barang rusak yang terjadi pada Masa Pajak November 2009 yang telah dikoreksi Terbanding sebagai penyerahan dalam negeri senilai Rp185.714.277,00;”
 
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut karena amar pertimbangan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan berdasarkan hasil uji bukti materi di persidangan sehingga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena:
    a. Bahwa faktanya terbukti terdapat selisih yang didapat dari: jumlah persediaan awal barang jadi (962.180 pcs) ditambah penerimaan barang dalam proses (23.865.512 pcs), dikurangi persediaan akhir barang jadi (1.408.182 pcs) = pemakaian barang jadi (23.419.510 pcs). Pemakaian barang jadi di sini dapat diartikan sebagai penjualan barang jadi yang menjadi omset perusahaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
    b. Bahwa faktanya terbukti ekspor yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebesar 15.027.874 pcs berdasarkan laporan SPT Masa PPN;
    c. Bahwa dengan demikian yang menjadi sengketa adalah adanya adanya selisih antara pemakaian barang jadi dan ekspor sebesar 8.391.636 pcs. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa selisih barang jadi sejumlah 8.391.636 pcs (Rp1.911.163.256,00) tidak dapat diketahui dengan jelas eksistensinya karena:
     
Bahwa selisih sebesar 8.391.636 pcs (Rp1.911.163.256,00) tersebut nyata-nyata tidak dilaporkan dalam penjualan ekspor, terbukti penjualan ekspor yang tercatat hanya sebesar 15.027.874 pcs dan bukan sejumlah 23.419.510 pcs;
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa dengan adanya selisih lebih atas nilai DPP PPN yang berasal dari ekualisasi/uji arus barang, tidak mungkin lagi berasal dari penyerahan ekspor, sehingga apabila terdapat nilai lain selain yang termasuk dalam penyerahan ekspor, patut diyakini bahwa nilai tersebut masuk ke dalam alternatif lain yaitu penyerahan selain ekspor, dalam hal ini penyerahan lokal;
     
Bahwa selisih sebesar 8.391.636 pcs (Rp1.911.163.256,00) tersebut nyata-nyata tidak dilaporkan dalam persediaan akhir, terbukti pelaporan persediaan akhir hanya sebesar 1.408.182 pcs;
Bahwa diketahui jumlah stok persediaan akhir inventory adalah hanya sebesar 1.408.182 pcs, dengan demikian, apabila seandainya pernyataan Majelis Hakim dalam pertimbangannya sebagaimana tersebut di atas adalah benar, maka selisih barang jadi sejumlah 8.391.636 pcs (Rp1.911.163.256,00) tersebut seharusnya telah masuk ke dalam stock persediaan inventory dan tidak perlu terjadi selisih di persediaan akhir atau masuk ke komponen perhitungan di Harga Pokok Penjualan. Namun, fakta membuktikan bahwa nilai persediaan akhir hanya sebesar 1.408.182 pcs, sehingga nilai barang jadi sebesar 8.391.636 pcs tersebut tidak diketahui kepastiannya dan keberadaannya tidak ada lagi di inventory (tidak termasuk dalam 1.408.182 pcs) maupun perhitungan biaya atau kerugian di unsur Harga Pokok Penjualan;
Bahwa berdasarkan surat keberatannya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengakui adanya barang rusak sebesar 8,742.770 pcs. Terkait alasan tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa angka barang rusak sebesar 8,742.770 pcs tersebut sangat tinggi dan tidak wajar untuk perusahaan manufaktur, mengingat penjualan yang diakui Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam SPT PPh Badannya adalah sebesar 15.027.874 pcs, sehingga jika dibandingkan dengan jumlah penjualannya, persentase barang rusak adalah mencapai 58,18%;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut sekaligus bertolak belakang dengan keyakinan manajemen sebagaimana tercantum dalam laporan auditor yang menyatakan bahwa tidak terdapat persediaan yang usang/tidak dapat digunakan dalam proses produksi/rusak sehingga tidak disediakan cadangan kerugian karena keusangan;
      Bahwa faktanya pula, dalam uji bukti di persidangan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan dokumen-dokumen terkait pencatatan atas barang rusak tersebut seperti Kartu Persediaan, Buku Besar Persediaan dan sebagainya yang dapat menunjukkan proses pencatatan atas timbulnya persediaan barang rusak;
      Bahwa faktanya pula, berdasarkan penelitian lapangan diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang lengkap, namun hanya berupa instruksi yang ditempel di dinding di ruang-ruang proses produksi,Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) belum mendapatkan sertifikat ISO, dan barang yang diakui rusak oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat ditunjukkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada proses keberatan berada di ruang proses produksi (beveling) bukan di gudang sebagaimana inventori disimpan;
     
Bahwa selisih sebesar 8.391.636 pcs (Rp1.911.163.256,00) tersebut tidak dapat ditelusuri ke dalam unsur biaya;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa apabila barang tersebut rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi serta tidak ada yang memanfaatkan, maka prosedur selanjutnya adalah penghapusan/pemusnahan, dan atas pemusnahan tersebut dapat dibiayakan. Namun faktanya, tidak diperoleh bukti yang meyakinkan akan terjadinya pemusnahan Barang tersebut dan tidak ada dokumen Berita Acara Pemusnahan Barang;
Bahwa di sisi lain, faktanya, terdapat laporan auditor tentang keyakinan manajemen bahwa tidak terdapat persediaan yang usang/tidak dapat digunakan dalam proses produksi/rusak sehingga tidak disediakan cadangan kerugian karena keusangan. Tidak ada barang rusak dan tidak disediakan cadangan kerugian mengindikasikan bahwa tidak ada alokasi biaya terhadap barang rusak tersebut apabila dimusnahkan/ dihapuskan;
    d. Dengan demikian maka nyata-nyata Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menjelaskan dan membuktikan bahwa selisih barang sebesar 8.391.636 pcs (Rp1.911.163.256,00) tersebut bukan merupakan peredaran usaha yang belum dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
    e. Berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut adalah tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yaitu Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh dan Pasal 28 Ayat (7) Undang-Undang KUP;
  7. Bahwa berdasarkan uraian tersebut, putusan Majelis yang tidak mempertahankan Koreksi atas penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya yang harus dipungut sendiri untuk Masa Pajak November Tahun 2009 sebesar Rp185.714.277,00 telah dibuat tanpa pertimbangan yang cukup dan bertentangan dengan fakta yang nyata-nyata terungkap dalam persidangan, serta aturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dan Pasal 28 ayat (7) Undang-Undang KUP, serta Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007, sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.46537/PP/M.XII/16/2013 tanggal 26 Juli 2013 tersebut harus dibatalkan;
   
III.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.46537/PP/M.XII/16/2013 tanggal 26 Juli 2013 yang menyatakan:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1860/WPJ.11/2011 tanggal 24 November 2011. tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak November 2009 Nomor 00010/307/09/631/11 tanggal 31 Januari 2011, atas nama: PT. KDC Indonesia, NPWP 02.476.754.3.631-000, Jenis Usaha: Industri Quartz blank crystal untuk spare part jam, beralamat di Rungkut Industri 111/34 A, Kutisari, Surabaya;adalah tidak benar serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
   

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1860/WPJ.11/2011 tanggal 24 November 2011 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Masa Pajak November 2009, Nomor 00010/307/09/631/11 tanggal 31 Januari 2011, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 02.476.754.3-631.000, sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
a. Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tentang Koreksi atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp185.714.277,00 tidak dapat dibenarkan, karena dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena koreksi Terbanding dalam perkara a quo berdasarkan equalisasi dengan peredaran usaha yang berdasarkan pengujian arus barang diketahui juga adanya barang rusak secara fisik akibat adanya scratch/goresan yang terjadi pada saat proses produksi yang tidak dapat dijual dan telah diperlihatkan oleh Pemohon Banding, sedangkan Terbanding koreksinya berdasarkan anggapan yang tidak didukung dengan bukti-bukti yang memadai, lagi pula produksi yang dihasilkan oleh Pemohon Banding berupa barang jadi diekspor ke luar negeri dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
 
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Jumat, tanggal 31 Juli 2015 oleh Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan H. Yulius, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Heni Hendrarta Widya Sukmana Kurniawan, S.H., M.H., Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis:
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.

ttd.
Marina Sidabutar, S.H., M.H.
Ketua Majelis:
ttd.
Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc.
 
 
 
Panitera Pengganti:
ttd.
Jarno Budiyono, S.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

349/B/PK/PJK/2015