Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
236/B/PK/PJK/2012

 
 
 
 
 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
 
 
 
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara Pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1.
Catur Rini Widosari, Pj. Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak,
2.
M. Ismiransyah M. Zain, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
3.
Yudi Asmara Jaka Lelana, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
4.
Fitriyana, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
 
semuanya beralamat kantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: SKU-750/Pj./2010 tanggal 16 Agustus 2010;

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
PT. STARCH SOLUTION INTERNATIONAL, beralamat di Kawasan Industri Indotaisei Kav. F-3 Sektor 1A, Cikampek, Karawang 41373, diwakili oleh Awaluddin Siregar, selaku Direktur.

untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
Bahwa permohonan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Juli 2006 Nomor: 00003/203/06/433/07 tanggal 11 Desember 2007, yang Pemohon Banding terima pada tanggal 26 November 2008 yang lalu, dengan ini Pemohon Banding menyampaikan permohonan banding atas keputusan tersebut;

Pokok Sengketa
Bahwa berdasarkan Hasil Pemeriksaan Terbanding telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pasal 23 dengan:
Nomor
:
00003/203/06/433/07
Tanggal
:
11 Desember 2007
Masa Pajak
:
Januari s.d Juli 2006
Jumlah
:
Rp295.597.113,00
 
 
 
 
 
Bahwa untuk lebih jelasnya dapat Pemohon Banding gambarkan dalam tabel berikut ini:
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan keterangan dari Pemeriksa kekurangan/perbedaan ini adalah karena Pemohon Banding belum memotong, menyetor dan melaporkan Pajak PPh Pasal 23 atas biaya-biaya (objek pajak) dan terdapat dalam kedua akun di bawah ini:
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas Surat Ketetapan Kurang Bayar Pajak di atas, oleh karena itu pada tanggal 19 Februari 2008 yang lalu Pemohon Banding menyampaikan Surat Keberatan kepada Terbanding dengan alasan bahwa biaya-biaya yang terdapat dalam akun tersebut bukanlah merupakan objek pajak, sehingga tidak terutang PPh 23 (Nihil);

Bahwa berdasarkan surat keberatan Pemohon Banding tersebut, Terbanding telah melakukan Penelitian Keberatan, dan hasilnya (keputusannya) adalah Menolak Keberatan Pemohon Banding dan Mempertahankan SKPKB PPh Pasal 23 Nomor 00003/203/06/433/07 tanggal 11 Desember 2007 di atas;

Bahwa alasan Peneliti menolak Keberatan kami di atas adalah dengan alasan:
1)
Karena kedua akun di atas tidak didukung bukti/kontrak sebagaimana dimaksud SE-08/PJ.313/1995;
2)
Biaya fumigasi (bagian dari akun reservation outgoing fright) telah dipotong PPh. Namun pada ekualisasi, Pemeriksa telah mengurangkan biaya fumigasi sesuai SPT Masa PPh Pasal 23 sebesar Rp54.038.000,00 dari jumlah total DPP PPh Pasal 23 yang harus dipungut sehingga objek fumigasi tidak dihitung 2 (dua) kali;
 
 
 
 
 
Tanggapan Wajib Pajak.
1)
Transaksi sebesar Rp7.579.413,160,00 yang ada di 2 (dua) akun di atas, adalah merupakan biaya angkutan darat sebesar Rp2.991.857.151,00. Sedangkan sisanya adalah merupakan biaya fumigasi sebesar Rp16.300.000,00 dan biaya/jasa forwarding serta reimbursement atas biaya pengiriman/penerimaan barang lainnya;
2)
Transaksi biaya angkutan darat baik dari dan ke perusahaan Pemohon Banding adalah dibayar dan dihitung berdasarkan jumlah quantity/banyak/volume barang dan jarak ke tempat tujuan, sehingga transaksi ini bukanlah merupakan objek yang harus dipotong PPh Pasal 23 sebagaimana yang dijelaskan di dalam SE-08/PJ.313/1995, yang berbunyi:
 
1.
Termasuk sebagai sewa alat angkutan darat dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah:
 
 
1.1.
Sewa angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau di charter untuk jangka waktu tertentu baik secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: 50/PJ./1994 tanggal 27 Desember 1999 misalnya untuk antar jemput karyawan suatu perusahaan atau antar jemput anak sekolah suatu Yayasan atau untuk kepentingan lainnya, sehingga mengakibatkan masyarakat umum tidak dapat lagi menumpang kendaraan umum yang bersangkutan;
 
2.
Termasuk sebagai jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23:
 
 
2.1.
Jasa angkutan kendaraan perusahaan taksi yang disewa/charter sesuai tarif argo meter;
 
 
2.2.
Jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang dari tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian angkutan yang dibayar berdasar banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak/perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai di tempat tujuan pada waktunya;
 
3.
Atas biaya Fumigasi dalam periode tahun 2006, Pemohon Banding telah memotong dan melaporkan dalam SPT Masa Pasal 23 periode tahun 2006, jadi tidak seharusnya masuk lagi dalam sengketa ini. Untuk lebih jelasnya terlampir kami sampaikan daftar transaksi, pemotongan dan pelaporan atas biaya fumigasi tahun 2006;
 
 
 
 
 
Bahwa oleh karena itu berdasarkan penjelasan Pemohon Banding di atas, sesuai dengan SE-08/PJ.313/1995 maka transaksi di atas bukanlah objek pajak Pajak Penghasilan Pasal 23, karena angkut/transportnya dibayar berdasarkan jumlah quantity/volume dan jarak ke tempat tujuan;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1229/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 19 November 2008 mengenai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor: 00003/203/06/433/07 tanggal 11 Desember 2007 Masa Pajak Januari sampai dengan Juli 2006, atas nama: PT. Starch Solution International, NPWP: 01.071.839.3-433.001, alamat: Kawasan Industri Indotaisei Kav. F-3 Sektor 1A Cikampek, Karawang 41373, sehingga jumlah Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Juli 2006 yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding pada tanggal 25 Mei 2010 kemudian terhadapnya oleh Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 16 Agustus 2010 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 20 Agustus 2010, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali No. PKA-732/SP.51/AB/VIII/2010 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak permohonan tersebut disertai dengan alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada hari itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 06 September 2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 13 Oktober 2010;

Menimbang bahwa permohonan Peninjauan Kembali beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan Kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 jo. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan Peninjauan Kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
 
 
A.
Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 telah cacat hukum karena diputus dengan telah melewati jangka waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
1.
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 nyata-nyata telah cacat hukum karena telah melewati jangka waktu pemeriksaan banding sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini khususnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, maka dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata bahwa proses pemeriksaan dan persidangan atas sengketa banding yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1229/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 19 November 2008, dilakukan melalui pemeriksaan dengan acara biasa sebagaimana yang dimaksud dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak pada Bab IV, Hukum Acara, Bagian Kelima perihal Pemeriksaan Dengan Acara Biasa, antara lain ketentuan Pasal 49, Pasal 50, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 59 dan Pasal 64.
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 dan Angka 12, Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 1
Angka (11)
“Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung".

Angka (12)
“Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung".

Pasal 81
Ayat (1)
:
"Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima".
Ayat (3)
:
Dalam hal-hal khusus, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan".
 
 
 
 
 
Berdasarkan Penjelasan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
Ayat (1)
:
"Penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan dalam pengambilan putusan dapat diberikan contoh sebagai berikut:
Banding diterima tanggal 5 April 2002, putusan harus diambil selambat-lambatnya tanggal 4 April 2003".
Ayat (3)
:
Yang dimaksud dengan "dalam hal-hal khusus" antara lain pembuktian sengketa rumit, pemanggilan saksi memerlukan waktu yang cukup lama".
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa berdasarkan pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak dan berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, dapat diketahui fakta-fakta sebagai berikut:
 
 
4.1.
Bahwa Surat Banding Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding Nomor: 0387/SSI/F&A/AW tanggal 10 Februari 2009 diterima oleh Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 2 Maret 2009 (cap Pos 17-02-09) dan terdaftar dalam berkas sengketa Pajak Nomor: 12-040311-2006.
 
 
4.2.
Bahwa berdasarkan pemeriksaan pemenuhan ketentuan formal atas pengajuan permohonan banding yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut, diketahui bahwa formal pengajuan banding, formal penerbitan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1229/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 19 November 2008 (objek sengketa banding), formal pengajuan keberatan dan formal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor: 00003/203/06/433/07 tanggal 11 Desember 2007 Masa Pajak Januari sampai dengan Juli 2006, atas nama: PT Starch Solution International, NPWP: 01.071.839.3-433.001, telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding sebagaimana yang ditentukan oleh ketentuan Pasal 35, Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, halaman 11-14).
 
 
4.3.
Bahwa oleh karena pemenuhan ketentuan formal pengajuan banding di Pengadilan Pajak telah terpenuhi, maka selanjutnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut, melakukan pemeriksaan terhadap materi sengketa banding yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding di dalam Surat Banding Nomor: 0387/SSI/F&A/AW tanggal 10 Februari 2009;
 
 
4.4.
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak kemudian telah memutus sengketa banding tersebut pada tanggal 1 Maret 2010 melalui Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 dan putusannya tersebut kemudian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal 26 April 2010.
 
 
4.5.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak nyata-nyata ditegaskan bahwa putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima. Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (12) dinyatakan bahwa tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung. Bahwa Surat Banding Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding Nomor: 0387/SSI/F&A/AW tanggal 10 Februari 2009 dikirim melalui pos dengan tanggal cap Pos 17-02-09 (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, halaman 12 alinea ke-2) sehingga dengan demikian tanggal diterimanya Surat Banding Nomor: 0387/SSI/F&A/AW tanggal 10 Februari 2009 oleh Pengadilan Pajak berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah pada tanggal Cap Pos yaitu tanggal 17 Februari 2009.
 
 
4.6.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata bahwa Surat Banding Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding Nomor: 0387/SSI/F&A/AW tanggal 10 Februari 2009 telah diterima oleh Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 17 Februari 2009. Sehingga, berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya, maka sengketa banding tersebut seharusnya diputus selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak tanggal 17 Februari 2009 atau pada tanggal 16 Februari 2010, kecuali ada hal-hal khusus sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa fakta yang terjadi adalah Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus sengketa banding tersebut pada tanggal 1 Maret 2010 atau telah diputus dengan lewat 13 hari dari jangka waktu yang seharusnya yang ditentukan oleh Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya.
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya, maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak berwenang untuk memperpanjang jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa banding dimaksud untuk paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal jatuh tempo putusan bilamana hal-hal yang bersifat khusus sebagaimana yang dimaksud Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terpenuhi.
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 tersebut, maka diketahui tidak diketemukan satupun amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan adanya hal-hal khusus dimaksud yang menjadi alasan atau penyebab harus adanya perpanjangan jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa banding dimaksud.
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa dengan demikian, oleh karena tidak adanya hal-hal khusus dimaksud yang menjadi alasan atau penyebab harus adanya perpanjangan jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa banding dimaksud, maka sengketa banding tersebut seharusnya diputus selambat-lambatnya pada tanggal 16 Februari 2010.
 
 
 
 
 
 
9.
Bahwa oleh karena itu, maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut, telah terbukti dengan nyata-nyata telah melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem) dengan memutus sengketa banding dimaksud dengan melewati jangka waktu yang seharusnya yang ditentukan oleh ketentuan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya.
 
 
 
 
 
 
10.
Bahwa dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 tersebut secara nyata-nyata telah terbukti sebagai suatu putusan yang cacat hukum. Sehingga oleh karenanya, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 tersebut harus dibatalkan demi hukum.
 
 
 
 
 
B.
Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Januari s.d Juli Tahun 2006 berupa Sewa Angkutan Darat sebesar Rp7.579.413.160,00.
 
1.
Bahwa dalil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum (fundamentum petendi) yang telah dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding di atas untuk seluruhnya, adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan dengan dalil-dalil yang akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada uraian berikut ini.
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa jika seandainya-pun, Majelis Hakim Mahkamah Agung Yang Terhormat, yang memeriksa dan mengadili sengketa peninjauan kembali ini berpendapat lain selain daripada dalil-dalil yang disampaikan dan diuraikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding tersebut di atas, namun pada pokoknya Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding tetap tidak sependapat dan keberatan atas pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana yang dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010.
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sangat keberatan dengan amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 17 alinea ke-4.
“Bahwa berdasarkan penelitian terhadap dokumen-dokumen angkutan barang dan keterangan di persidangan diketahui bahwa Pemohon Banding melakukan transaksi jasa pengangkutan dengan perusahaan angkutan barang menggunakan kendaraan truck”.

Halaman 18 alinea ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.
“Bahwa Majelis berpendapat syarat adanya suatu kontrak/perjanjian dalam angka 2.2 SE.08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tersebut semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut sampai di tempat tujuan pada waktunya, dalam hal ini kontrak/perjanjian memang harus dibuat apabila baik karena situasi, keadaan atau karakteristik barang, pihak pemilik barang mengharuskan barangnya sampai di tempat tertentu pada waktu yang tertentu pula”.

“Bahwa dari penelitian bukti pengiriman barang yang disampaikan Pemohon Banding sama sekali tidak terdapat klausul atau catatan yang mengharuskan kapan saat barang sampai ditujuan, sehingga dengan demikian tidak diperlukan adanya suatu kontrak/perjanjian tertentu”.

“Bahwa menurut Majelis ketentuan angka 2.2 SE.08/PJ.313/1995, tidak berarti serta merta transaksi sewa kendaraan antara Pemohon Banding dengan perusahaan angkutan barang yang tidak didasarkan suatu kontrak/perjanjian akan terutang PPh Pasal 23, termasuk dalam jenis-jenis jasa angkutan kendaraan darat yang terhutang PPh Pasal 23 sebagaimana disebutkan dalam angka 1 SE-08/PJ.313/1995”.

“Bahwa berdasarkan uraian di atas Majelis berkesimpulan, jasa angkutan darat yang dilakukan Pemohon Banding tidak terhutang PPh Pasal 23 sehingga oleh karenanya koreksi Terbanding atas sewa angkutan darat sebesar Rp7.579.413.160,00 tidak dapat dipertahankan”.
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya tersebut dengan telah mengabaikan dasar hukum dan/atau prinsip perpajakan yang berlaku dalam pelaksanaan pemotongan PPh atas jasa sewa kendaraan, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 1 huruf i, Pasal 23 ayat 1 huruf c dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU Pajak Penghasilan), menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 4 ayat 1 huruf i.
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
 
 
i.
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
 
 
 
 
 
 
Pasal 23 ayat 1 huruf c.
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
 
 
c.
Sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
 
 
 
1.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
 
 
 
2.
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21".
 
 
 
 
 
 
 
Kemudian dalam penjelasan Pasal 23 ayat 1 menyatakan:
"Ketentuan dalam ayat ini mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, pemberian jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya".

Ayat 2.
"Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak".

Kemudian dalam penjelasan Pasal 23 ayat 2 menyatakan "agar ketentuan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan dinamis sesuai dengan perkembangan dunia usaha, maka Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menetapkan jenis-jenis jasa lain dan besarnya perkiraan penghasilan neto. Dalam menetapkan besarnya perkiraan penghasilan neto, Direktur Jenderal Pajak selain memanfaatkan data dan informasi intern, dapat memperhatikan pendapat dan informasi dari pihak-pihak yang terkait".
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa Pasal 2 huruf b dan Pasal 3 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 2 huruf a
"Penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, dan imbalan jasa yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto adalah:
 
 
a.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996.
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 3
"Perkiraan Penghasilan Neto atas penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996, adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini".

Kemudian dalam Lampiran I angka 1 menyatakan "besarnya perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat adalah 20% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai".
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa angka 2 butir 2.2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tentang PPh Pasal 23 atas persewaan alat angkutan darat menyatakan "termasuk sebagai jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23:
 
 
2.1.
Jasa angkutan kendaraan perusahaan taksi yang disewa/charter sesuai tarif argometer.
 
 
2.2.
Jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang dari tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian angkutan yang dibayar berdasar banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak/perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai di tempat tujuan pada waktunya.
 
 
2.3.
Jasa angkutan kereta api yang dilakukan oleh Perumka Kereta Api.
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan:

Pasal 76
"Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)".

Kemudian dalam penjelasan Pasal 76 menyebutkan sebagai berikut "Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan.

Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
……………….

Pasal 78
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim".

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyatakan "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan".
 
 
 
 
 
 
9.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding, maka dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut:
 
 
9.1.
Bahwa Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Januari s.d Juli Tahun 2006 berupa Sewa Angkutan Darat sebesar Rp7.579.413.160,00 dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding karena berdasarkan penelitian ke pembukuan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding terdapat objek PPh Pasal 23 berupa sewa angkutan darat sebesar Rp7.579.413.160,00 yang berasal dari akun Incoming Freight Unplanned (413010) sebesar Rp3.965.880.843,00 dan akun Reservation Outgoing Freight (710000) sebesar Rp3.613.532.317,00 yang belum dipotong pajak penghasilan Pasal 23 nya (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, halaman 16 alinea ke-l).

Bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan perjanjian/kontrak dengan perusahaan pengangkutan agar jasa angkutan darat tersebut tidak terkena pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.313/1995. Bahwa biaya fumigasi telah dikeluarkan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding dari koreksi objek PPh Pasal 23 dalam ekualisasi biaya-biaya yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23 (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, halaman 16 alinea ke-2 dan ke-3).
 
 
 
 
 
 
 
9.2.
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding, transaksi biaya angkutan darat dibayar dan dihitung berdasarkan jumlah, volume barang dan jarak ke tempat tujuan sehingga bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam SE-08/PJ.313/1995. Bahwa transaksi pengiriman barang dengan perusahaan angkutan tidak dibuatkan suatu perjanjian atau kontrak karena fungsi kontrak/perjanjian menurut SE-08/PJ.313/1995 adalah semata-mata untuk menjamin sampainya barang ke tempat tujuan, sehingga menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding bukti berupa Dokumen Serah Terima Barang, Kartu Timbang atau Delivery Note sudah cukup sebagai bukti bahwa barang telah sampai dengan selamat dan dapat digunakan sebagai dasar pembayaran ongkos angkut (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, halaman 16 alinea ke-5 dan ke-6).

Bahwa dalam proses pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyatakan tidak semua dari akun Incoming Freight Unplanned (413010) dan akun Reservation Outgoing Freight (710000) merupakan biaya angkutan darat, karena rincian kedua akun tersebut adalah sebagai berikut (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, halaman 16 alinea ke-4):
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dengan demikian, menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding, biaya angkutan darat hanya sebesar Rp2.991.857.151,00.
 
 
 
 
 
 
 
9.3.
Bahwa dalam pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan berdasarkan penelitian terhadap dokumen-dokumen angkutan barang dan keterangan di persidangan diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding melakukan transaksi jasa pengangkutan dengan perusahaan angkutan barang menggunakan kendaraan truck.

Bahwa dalam pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan syarat adanya suatu kontrak/perjanjian dalam angka 2.2 SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tersebut semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut sampai di tempat tujuan pada waktunya, dalam hal ini kontrak/perjanjian memang harus dibuat apabila baik karena situasi, keadaan atau karakteristik barang, pihak pemilik barang mengharuskan barangnya sampai di tempat tertentu pada waktu yang tertentu pula.

Bahwa dalam pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan dari penelitian bukti pengiriman barang yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding sama sekali tidak terdapat klausul atau catatan yang mengharuskan kapan saat barang sampai di tujuan, sehingga dengan demikian tidak diperlukan adanya suatu kontrak/perjanjian tertentu.

Bahwa dalam pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan ketentuan angka 2.2 SE-08/PJ.313/1995, tidak berarti serta merta transaksi sewa kendaraan antara Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dengan perusahaan angkutan barang yang tidak didasarkan suatu kontrak/perjanjian akan terutang PPh Pasal 23, termasuk dalam jenis-jenis jasa angkutan kendaraan darat yang terhutang PPh Pasal 23 sebagaimana disebutkan dalam angka 1 SE-08/PJ.313/1995 dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan jasa angkutan darat yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak terutang PPh Pasal 23 dan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding atas sewa angkutan darat sebesar Rp7.579.413.160,00 tidak dapat dipertahankan.
 
 
 
 
 
 
10.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak tersebut di atas, nyata-nyata diketahui hal-hal sebagai berikut:
 
 
10.1.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyatakan atas koreksi sewa angkutan darat yang yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sebesar Rp7.579.413.160,00 yang merupakan biaya angkutan darat hanya sebesar Rp2.991.857.151,00 sedangkan sisanya merupakan biaya fumigasi sebesar Rp16.300.000,00 dan biaya/jasa forwarding serta reimbursement atas biaya pengiriman/penerimaan barang lainnya. Bahwa dalam proses pemeriksaan keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding menyatakan biaya fumigasi (bagian dari akun reservation outgoing freight) telah dipotong PPh namun pada ekualisasi, Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding (Pemeriksa) telah mengurangkan biaya fumigasi sesuai SPT Masa PPh Pasal 23 sebesar Rp54.038.000,00 dari jumlah total Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 yang harus dipungut sehingga objek fumigasi tidak dihitung 2 (dua) kali.
 
 
 
 
 
 
 
10.2.
Bahwa dengan demikian, nyata-nyata telah terbukti menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding biaya angkutan darat hanya sebesar Rp2.991.857.151,00 sementara menurut Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding biaya sewa angkutan darat adalah sebesar Rp7.579.413.160,00. Bahwa dalam proses pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyatakan biaya fumigasi adalah sebesar Rp16.300.000,00 sementara Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding menyatakan besarnya biaya fumigasi yang telah dikeluarkan dari Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 sesuai dengan SPT Masa PPh Pasal 23 adalah sebesar Rp54.038.000,00. Bahwa dengan demikian, terdapat perbedaan jumlah biaya fumigasi menurut Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding dan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
 
 
 
 
 
 
 
10.3.
Bahwa dalam pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan jasa angkutan darat yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak terutang PPh Pasal 23 dan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding atas sewa angkutan darat sebesar Rp7.579.413.160,00 tidak dapat dipertahankan. Bahwa sebagaimana telah disebutkan di atas, besarnya biaya angkutan darat menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dengan menggunakan truck adalah hanya sebesar Rp2.991.857.151,00 sementara menurut Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding besarnya koreksi sewa angkutan darat menurut yang berasal dari akun Incoming Freight Unplanned (413010) dan akun Reservation Outgoing Freight (710000) adalah sebesar Rp7.579.413.160,00. Bahwa dengan demikian, terdapat sengketa mengenai besarnya biaya sewa angkutan darat dan dalam proses pemeriksaan sengketa banding seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak melakukan pembuktian atas akun-akun yang dijadikan koreksi oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding untuk membuktikan bahwa akun-akun tersebut memang benar merupakan objek pajak penghasilan Pasal 23.

Bahwa dalam faktanya, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak pernah melakukan pembuktian apakah benar biaya sewa angkutan darat hanya sebesar Rp2.991.857.151,00 sebagaimana didalilkan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding sehingga hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga tidak pernah melakukan pembuktian berapa besarnya biaya fumigasi yang sesungguhnya apakah sebesar Rp16.300.000,00 seperti yang didalilkan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dalam proses pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak ataukah sebesar Rp54.038.000,00 yang telah dikeluarkan dari Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada proses pemeriksaan sehingga objek fumigasi tidak dihitung 2 (dua) kali.

Bahwa dalam Surat Keberatan Nomor: 0312/SNH/F&A/AW tanggal 20 Februari 2008, Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyatakan biaya fumigasi adalah sebesar Rp54.185.000,00 dan atas biaya fumigasi tersebut telah dilakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan sebagaimana mestinya. Bahwa dengan demikian, pada proses keberatan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding nyata-nyata telah mengakui bahwa besarnya biaya fumigasi adalah sebesar Rp54.185.000,00. Bahwa dalam proses pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyatakan besarnya biaya fumigasi adalah sebesar Rp16.300.000,00. Bahwa dengan demikian, terdapat ketidakkonsistenan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dalam menyatakan besarnya biaya fumigasi dimana dalam Surat Keberatan Nomor: 0312/SNH/F&A/AW tanggal 20 Februari 2008, Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyatakan biaya fumigasi adalah sebesar Rp54.185.000,00 namun dalam proses pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyatakan besarnya biaya fumigasi adalah sebesar Rp54.185.000,00.

Bahwa dengan demikian, seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak melakukan pembuktian berapa besarnya biaya fumigasi yang sesungguhnya apakah sebesar Rp16.300.000,00 seperti yang didalilkan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dalam proses pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak ataukah sebesar Rp54.038.000,00 seperti yang didalilkan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dalam proses keberatan. Bahwa dalam faktanya sebagaimana telah disebutkan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak pernah melakukan pembuktian berapa besarnya biaya fumigasi yang sesungguhnya.

Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam putusannya sama sekali tidak mempertimbangkan pengakuan biaya fumigasi sebesar Rp54.038.000,00 oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding meskipun pengakuan merupakan salah satu alat bukti sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyebutkan sebagai berikut:
 
 
 
(1)
Alat bukti dapat berupa:
 
 
 
 
a.
surat atau tulisan;
 
 
 
 
b.
keterangan ahli;
 
 
 
 
c.
keterangan para saksi;
 
 
 
 
d.
pengakuan para pihak; dan/atau
 
 
 
 
e.
pengetahuan Hakim.
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. dalam Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi ketujuh, Penerbit Liberty Yogyakarta menyatakan pengakuan merupakan alat bukti yang menentukan sebagai berikut (halaman 182):
“Pasal 174 HIR (ps 311 Rbg, 1925 BW) tidak menentukan apa yang disebut pengakuan di muka Hakim di persidangan, akan tetapi hanya menentukan bahwa pengakuan merupakan bukti sempurna terhadap yang melakukannya, baik secara pribadi maupun diwakilkan secara khusus. Dalam hal ini pengakuan bukan hanya sekedar merupakan alat bukti yang sempurna saja, tetapi juga merupakan alat bukti yang bersifat menentukan, yang tidak memungkinkan pembuktian lawan (ps 1916 ayat 2 No 4 BW). Oleh karena itu maka kalau Tergugat mengakui tuntutan Penggugat maka Hakim harus mengabulkan tuntutan Penggugat, ia tidak boleh menyandarkan pada keyakinannya. Pengakuan Tergugat membebaskan Penggugat untuk membuktikan lebih lanjut".
 
 
 
 
 
 
 
10.4.
Bahwa dalam proses pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding melakukan jasa pengangkutan dengan perusahaan angkutan barang menggunakan kendaraan truck. Bahwa dalam proses pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyatakan biaya angkutan darat yaitu trucking adalah sebesar Rp2.991.857.151,00 dari total koreksi Rp7.579.413.160,00 dan menyatakan bahwa biaya trucking (biaya angkutan darat) tersebut bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23. Bahwa dengan demikian, Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding menyatakan alasan bukan objek Pajak Penghasilan Pasal 23 hanya atas satu unsur koreksi yaitu atas biaya trucking dan bukan atas seluruh koreksi. Bahwa dalam pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga hanya melakukan pembuktian atas alasan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding yang hanya merupakan sebagian dari keseluruhan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding. Bahwa dengan demikian, Majelis Hakim tidak melakukan pembuktian berdasarkan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
 
10.5.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding nyata-nyata telah mengakui bahwa tidak ada kontrak/perjanjian dalam pengangkutan barang (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, halaman 16 alinea ke-6) dengan alasan fungsi perjanjian atau kontrak menurut SE-08/PJ.313/1995 adalah semata-mata untuk menjamin sampainya barang ke tempat tujuan, sehingga menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding bukti berupa Dokumen Serah Terima Barang, Kartu Timbang atau Delivery Note sudah cukup sebagai bukti bahwa barang telah sampai dengan selamat dan dapat digunakan sebagai dasar pembayaran ongkos angkut.
 
 
 
 
 
 
11.
Bahwa dengan demikian, nyata-nyata telah terbukti Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding telah melakukan transaksi jasa perdagangan dengan perusahaan angkutan barang menggunakan kendaraan truck namun Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak mempunyai perjanjian dalam pengangkutan barang tersebut sebagaimana telah diakui sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding.
 
 
 
 
 
 
12.
Bahwa angka 2 butir 2.2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tentang PPh Pasal 23 Atas Persewaan Alat Angkutan Darat jelas-jelas menyatakan bahwa Jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang dari tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian angkutan yang dibayar berdasar banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak/perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai di tempat tujuan pada waktunya merupakan jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.
 
 
 
 
 
 
13.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding nyata-nyata telah terbukti menggunakan jasa angkutan darat berdasarkan quantity/banyak/volume barang dan jarak ke tempat tujuan, namun Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan atau membuktikan bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding memiliki kontrak/perjanjian angkutan. Bahwa karena Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak memiliki kontrak/perjanjian angkutan maka jasa angkutan darat yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak dikecualikan dari objek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 atau dengan kata lain merupakan objek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23.
 
 
 
 
 
 
14.
Bahwa dengan demikian nyata-nyata telah terbukti atas biaya ongkos angkut (sewa kendaraan) sebesar Rp619.022.498,00 merupakan objek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 berdasarkan angka 2 butir 2.2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tentang PPh Pasal 23 Atas Persewaan Alat Angkutan Darat.
 
 
 
 
 
 
15.
Bahwa atas pembayaran yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding kepada pihak yang menyewakan kendaraan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi pihak yang menyewakan kendaraan sehingga merupakan objek pajak penghasilan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf i UU Pajak Penghasilan.
 
 
 
 
 
 
16.
Bahwa karena telah nyata-nyata terbukti bahwa atas pembayaran sebesar Rp7.579.413.160,00 yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding kepada pihak yang menyewakan kendaraan merupakan objek pajak penghasilan Pasal 23, maka seharusnya Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding memotong pajak penghasilan Pasal 23 atas pembayaran tersebut berdasarkan Pasal 23 ayat 1 huruf c angka 1 UU Pajak Penghasilan.
 
 
 
 
 
 
17.
Bahwa dengan demikian, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku tersebut di atas dan juga berdasarkan fakta-fakta persidangan sebagaimana tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding memiliki cukup alasan serta memiliki landasan yuridis yang kuat, berdasarkan asas kepastian hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya dalam bidang perpajakan, untuk tetap mempertahankan Koreksi Sewa Angkutan Darat sebesar Rp7.579.413.160,00.
 
 
 
 
 
 
18.
Bahwa nyata-nyata telah terbukti Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak memiliki perjanjian dalam pengangkutan barang sehingga jasa angkutan darat yang digunakan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak dikecualikan dari objek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa dengan demikian kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding atas biaya Sewa Angkutan Darat sebesar Rp7.579.413.160,00 tidak sesuai dengan penilaian pembuktian berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
19.
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak kurang cermat dan kurang teliti dalam membaca dan menafsirkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku khususnya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 tentang PPh Pasal 23 Atas Persewaan Alat Angkutan Darat yang mana dalam butir 2.2 Surat Edaran tersebut secara jelas menyatakan bahwa termasuk sebagai jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang dari tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian angkutan yang dibayar berdasar banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak/perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai di tempat tujuan pada waktunya. Bahwa nyata-nyata telah terbukti sebagaimana telah diakui secara tegas oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dalam proses pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak mempunyai kontrak/perjanjian angkutan, sehingga dengan demikian jasa angkutan yang digunakan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak dikecualikan dari pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 (merupakan objek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23). Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan ketentuan angka 2.2 SE-08/PJ.313/1995, tidak berarti serta merta transaksi sewa kendaraan antara Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dengan perusahaan angkutan barang yang tidak didasarkan suatu kontrak/perjanjian akan terutang PPh Pasal 23, termasuk dalam jenis-jenis jasa angkutan kendaraan darat yang terhutang PPh Pasal 23 sebagaimana disebutkan dalam angka 1 SE-08/PJ.313/1995 adalah tidak benar karena dalam surat edaran tersebut jelas-jelas dinyatakan bahwa termasuk sebagai jasa angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Jasa Angkutan Kendaraan Perusahaan Angkutan Barang yang mengangkut barang dari tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian angkutan. Bahwa dengan demikian tidak terdapatnya kontrak/perjanjian menyebabkan jasa angkutan darat tersebut terutang Pajak Penghasilan Pasal 23.
 
 
 
 
 
 
20.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil, serta fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta dan dasar-dasar hukum serta proses dan prosedur pembuktian sesuai dengan asas pembuktian yang sebenarnya, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dalam bidang perpajakan.
 
 
 
 
 
 
21.
Bahwa oleh karena itu, maka sudah sepatutnya-Iah amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah membatalkan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding dengan menerima permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding sebagaimana telah diuraikan di atas, harus dibatalkan demi hukum.
 
 
 
 
 
 
Bahwa dengan demikian, berdasarkan dalil-dalil yang telah diuraikan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding tersebut di atas secara keseluruhan dan fakta-fakta hukum yang telah terbukti secara jelas dan terang, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.2314/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding tersebut, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar prinsip hukum yang dimaksud oleh ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Penjelasannya, sehingga oleh karena itu, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.

Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010 yang menyatakan:
 
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1229/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 19 November 2008 mengenai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor: 00003/203/06/433/07 tanggal 11 Desember 2007 Masa Pajak Januari sampai dengan Juli 2006, atas nama: PT. Starch Solution International, NPWP: 01.071.839.3-433.001, Alamat: Kawasan Industri Indotaisei Kav. F-3 Sektor IA Cikampek, Karawang 41373, sehingga jumlah Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Juli 2006 yang masih harus dibayar dihitung kembali dengan perhitungan sebagaimana tersebut di atas;
 
adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

mengenai alasan ad A:
Bahwa alasan butir A mengenai jangka waktu pemeriksaan perkara yang berkaitan dengan proses administrasi penyelesaian perkara semata, yang tidak dapat membatalkan putusan;

mengenai alasan ad B:
Bahwa alasan-alasan butir B tersebut tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan hukum dan putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1229/WPJ.22/BD.06/2008 tanggal 19 November 2008 mengenai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor: 00003/203/06/433/07 tanggal 11 Desember 2007 Masa Pajak Januari sampai dengan Juli 2006, atas nama Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali sehingga pajak yang harus dibayar menjadi nihil dengan pertimbangan bahwa dalam perkara a quo transaksi jasa pengangkutan dengan perusahaan angkutan barang menggunakan kendaraan truck yang tidak didasarkan pada kontrak tidak terhutang Pajak Penghasilan Pasal 23, sehingga koreksi Terbanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dipertahankan adalah tepat dan benar.

Bahwa dengan demikian tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dengan pertimbangan:

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali Pemohon Peninjauan Kembali ditolak dan Pemohon Peninjauan Kembali di pihak yang kalah maka Pemohon Peninjauan Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
 
 
 
 
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin tanggal 14 Januari 2013 oleh Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc., Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum. dan Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Rafmiwan Murianeti, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum.
ttd.
Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H.
Ketua Majelis
ttd.
Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Rafmiwan Murianeti, S.H., M.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

236/B/PK/PJK/2012