Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1642/B/PK/PJK/2016

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
 
 
 
 
 
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1.
Catur Rini Widosari, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Budi Christiadi, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
3.
Heru Marhanto Utomo, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4.
Andri Setiawan, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
 
 
 
 
 
 
Keempatnya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1391/PJ/2012 tanggal 12 September 2012;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
 
 
PT. CHEVRON OIL PRODUCTS INDONESIA, beralamat di Jalan Gedung Sentral Senayan I Lt. 17, Jalan Asia Afrika Nomor 8, Jakarta Pusat;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;
 
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
 
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-38272/PP/M.I/16/2012 Tanggal 23 Mei 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding mengajukan Permohonan Banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-868/WPJ.07/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penetapan atas permohonan Keberatan PT. Chevron Oil Products Indonesia terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masa Pajak April 2008 Nomor 00204/207/08/056/10 tanggal 29 April 2010;
 
 
 
 
 
 
 
Dasar Hukum Pengajuan Banding
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 28 Tahun 2007 dan Pasal 35 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pemohon Banding mengajukan banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-868/WPJ.07/2011 tertanggal 14 April 2011 yang menyatakan menolak permohonan keberatan Perusahaan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan (PPN) Nilai Masa April 2008 Nomor 00204/207/08/056/10 tanggal 29 April 2010;
 
Bahwa Pemohon Banding telah melunasinya sebagian pajak terhutang berdasarkan SKPKB tersebut;
 
 
 
 
 
 
 
Latar Belakang
Penerbitan SKPKB PPN Masa April 2008
 
Bahwa Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga (KPP PMA Tiga) melakukan pemeriksaan pajak atas seluruh jenis pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor Prin.198/PL/WPJ.07/KR0405/2009 tanggal 6 Agustus 2009;
 
Bahwa sebagai hasil pemeriksaan pajak tahun 2008, (KPP PMA Tiga) telah menerbitkan SKPKB PPN Nomor 00204/207/08/056/10 tanggal 29 April 2010 dengan perincian sebagai berikut:

 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Koreksi peredaran usaha sebesar Rp4.921.896.093,00 disebabkan oleh adanya peredaran usaha yang dianggap belum dilaporkan oleh Pemohon Banding, sebagai akibat pemberian discount penjualan yang tidak dicantumkan dalam faktur pajak;
 
 
 
 
 
 
 
Permohonan Keberatan dan Keputusan Keberatan
Bahwa atas penerbitan SKPKB PPN tersebut di atas, Perusahaan telah mengajukan keberatan melalui Surat Nomor 0008/COPI/Tax/VII/2010 tanggal 7 Juli 2010 yang diterima oleh KPP PMA Tiga pada tanggal 26 Juli 2010;
 
Bahwa pada tanggal 14 April 2011, Terbanding telah menerbitkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-868/WPJ.07/2011 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 20 April 2011. Dalam keputusan tersebut, Terbanding menolak keseluruhan permohonan keberatan yang diajukan Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa seperti yang tertera dalam SKPKB PPN Nomor 00204/207/08/056/10, dengan rincian sebagai berikut:

 
 
 
 
 
 
 
Dasar Dan Alasan Permohonan Banding
Bahwa dalam sistem pembukuan Perusahaan terdapat harga yang disebut sebagai harga dasar (base price) yang merupakan acuan bagi tim penjualan dalam menetapkan harga penawaran ke konsumen. Base price tidak dipublikasikan secara umum baik ke konsumen maupun ke distributor, dan hanya bersifat sebagai informasi untuk kepentingan internal. Base price ditetapkan oleh pihak Manajemen Perusahaan secara berkala sesuai dengan kondisi pasar serta fluktuasi biaya bahan baku dan biaya produksi;
 
Bahwa adapun penetapan harga jual produk dengan konsumen dilakukan berdasarkan hasil negosiasi dengan memperhatikan base price. Atas pertimbangan-pertimbangan tertentu, harga yang ditawarkan ke konsumen dapat disesuaikan dengan faktor-faktor lainnya seperti lokasi, daya beli, layanan purna jual yang dibutuhkan oleh konsumen, sepanjang harga tersebut memang masih dalam batasan kewajaran usaha dan dengan persetujuan dari pihak Manajemen Perusahaan. Sebagai konsekuensi dari penyesuaian tersebut, adalah lazim apabila harga yang disepakati dengan konsumen dapat lebih tinggi ataupun lebih rendah daripada base price. Harga yang telah disepakati antara Perusahaan dan konsumen kemudian dijadikan basis dalam pembuatan faktur penjualan (invoice) dan faktur pajak;
 
Bahwa untuk keperluan internal kontrol bagi pihak Manajemen Perusahaan, base price tetap dicatat dalam sistem pembukuan Perusahaan sebagai nilai penjualan bruto pada setiap penerbitan invoice, sedangkan selisih harga dengan harga yang disepakati dengan konsumen dicatat dalam pos tersendiri sebagai penyesuaian nilai penjualan. Sebagai tambahan, pihak Fiskus mengakui pos penyesuaian harga tersebut sebagai pengurang penjualan dan tidak melakukan koreksi fiskal atas peredaran usaha Wajib Pajak dalam pemeriksaan atas kewajiban Pajak Penghasilan Badan. Akan tetapi harga yang tertera dalam invoice dan faktur pajak adalah tetap berdasarkan harga jual yang telah disepakati antara kedua belah pihak (Wajib Pajak dan konsumen) tanpa adanya potongan atau penyesuaian harga;
 
Bahwa atas dasar dokumen transaksi tersebut konsumen melakukan pembayaran senilai jumlah yang sama sebagaimana tertera dalam invoice dan faktur pajak. Hal ini dapat dibuktikan melalui jumlah uang yang dibayarkan konsumen kepada Perusahaan adalah sejumlah harga yang telah disepakati dan tertuang dalam invoice. Perlu diinformasikan pula bahwa Perusahaan tidak memberikan imbalan atas pembelian kepada konsumen dalam bentuk apapun seperti rabat penjualan, komisi atau insentif;
 
Bahwa dengan mempertimbangkan fakta sebagaimana disebutkan diatas, Pemohon Banding berpendapat bahwa pengenaan PPN oleh Perusahaan berdasarkan Harga Jual yang disepakati dengan pihak konsumen adalah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena telah berdasarkan dokumen penjualan yang sebenarnya;
 
Bahwa koreksi Pemeriksa dan Peneliti Keberatan yang tidak memperhitungkan penyesuaian harga yang tercatat dalam pembukuan Perusahaan dalam menentukan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN karena tidak dicantumkan dalam faktur pajak adalah tidak tepat karena pada dasarnya pos penyesuaian harga dalam pembukuan Perusahaan adalah hanya semata-mata untuk kepentingan internal kontrol. Lebih lanjut, pengenaan PPN oleh pihak Fiskus berdasarkan base price saja adalah tidak sesuai dengan nilai transaksi sebenarnya yang tertera dalam dokumen penjualan (perjanjian, purchase order, invoice, faktur pajak);
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-38272/PP/M.I/16/2012 Tanggal 23 Mei 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
Mengabulkan seluruhnya Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-868/WPJ.07/2011 tanggal 14 April 2011, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Nomor: 00204/207/08/056/10 tanggal 29 April 2010 Masa Pajak April 2008, atas nama PT. Chevron Oil Products Indonesia, NPWP: 01.958.043.0-056.000, alamat: Gedung Sentral Senayan I Lt.17, Jl Asia Afrika No. 8, Jakarta Pusat, 10270, sehingga perhitungan PPN Masa Pajak April 2008 sebagai berikut:

 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-38272/PP/M.I/16/2012 Tanggal 23 Mei 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 22 Juni 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1391/PJ/2012 tanggal 12 September 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 17 September 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 17 September 2012;
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 22 Oktober 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 22 November 2012;
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali

Tentang Koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Masa Pajak April 2008 sebesar Rp4.921.896.093,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak
 
 
 
 
 
 
 
II.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali
 
1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
 
 
Halaman 21 Alinea ke-4 dan Alinea ke-5
“Bahwa berdasarkan data, fakta dan penjelasan dalam persidangan, Majelis berpendapat bahwa jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut sendiri oleh Pemohon Banding adalah sebesar 10% dari jumlah yang sebenarnya yang tertera dalam invoice dan faktur pajak;
 
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding sebesar Rp4.921.896.093,00, tidak dapat dipertahankan”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.38272/PP/M.I/16/2012 tanggal 23 Mei 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan/atau peraturan perpajakan yang berlaku terkait Koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Masa Pajak April 2008 sebesar Rp4.921.896.093,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 69 ayat (1)
“Alat bukti dapat berupa:
 
 
a.
Surat atau tulisan;
 
 
b.
Keterangan ahli;
 
 
c.
Keterangan para saksi;
 
 
d.
Pengakuan para pihak; dan/atau
 
 
e.
Pengetahuan Hakim
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Kemudian dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa
“Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.”
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
 
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan Keyakinan Hakim.”
 
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPN) antara lain mengatur:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 1 angka 17
“Bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang;”
 
Pasal 1 angka 18
“Bahwa Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak;”
 
Pasal 4
“Bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
a.
Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
 
 
b.
Impor Barang Kena Pajak;
 
 
c.
Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
 
 
d.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
 
 
e.
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
 
 
f.
Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.” Pasal 13 ayat (5)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
 
 
a.
Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
 
 
b.
Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak;
 
 
c.
Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
 
 
d.
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
 
 
e.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
 
 
f.
Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
 
 
g.
Nama, Jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;”
 
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.38272/PP/M.I/16/2012 tanggal 23 Mei 2012 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu:
 
 
7.1.
Bahwa kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah bergerak di bidang perdagangan minyak pelumas untuk keperluan mesin dan peralatan. Barang tersebut diperoleh dari luar negeri (impor), sebagian besar dari Chevron Singapore Pte. Ltd. dan sebagian kecil dari Chevron Oil Thailand, untuk diperdagangkan di dalam negeri. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan penjualan langsung kepada customer dalam negeri yang sebagian besar adalah Non Pemungut, diantaranya PT Yamaha Indonesia Motor, PT Toyota Motor Manufacturing, dll;
 
 
7.2.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp4.921.896.093,00, yaitu koreksi berupa discount penjualan yang tidak dicantumkan dalam Faktur Pajak;
 
 
7.3.
Bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) Nomor: LHP- 155/PL/WPJ.07/KP.0400.1.4/2010 tanggal 26 April 2010 yang dibuat oleh KPP Penanaman Modal Asing Tiga diketahui bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp4.921.896.093,00 karena berdasarkan pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diketahui terdapat discount penjualan yang mengurangi nilai penjualan, namun discount penjualan tersebut tidak dicantumkan dalam Faktur Pajak, sehingga sesuai ketentuan Pasal 4 dan Pasal 13 UU PPN, atas discount penjualan tersebut dikoreksi oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebagai DPP PPN yang belum dilaporkan;
 
 
7.4.
Bahwa pada saat Keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menolak keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp4.921.896.093,00 dengan alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak meminjamkan data dan memberikan keterangan yang diminta sesuai surat permintaan data yang disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding):
 
 
 
a)
Tidak bisa meyakini apakah seluruh harga jual yang tercantum dalam faktur pajak merupakan harga yang sudah disesuaikan ataukah merupakan harga yang berlaku umum, karena Wajib Pajak tidak menyerahkan dokumen berupa daftar harga yang berlaku umum serta invoice-nya,
 
 
 
b)
Tidak bisa meyakini kebenaran apakah harga yang tercantum dalam faktur pajak merupakan harga yang telah disepakati antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan customer, karena Wajib Pajak tidak menyerahkan dokumen berupa kontrak penjualan atau perjanjian di antara kedua belah pihak tersebut, dan
 
 
 
c)
Tidak bisa meyakini kebenaran bahwa customer membayar sejumlah yang sama dengan yang tertera dalam invoice atau faktur pajak, karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyerahkan dokumen terkait hal tersebut, yaitu Rekening Koran;
 
 
7.5.
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang tidak memperhitungkan penyesuaian harga yang tercatat dalam pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam menentukan DPP PPN karena tidak dicantumkan dalam faktur pajak adalah tidak tepat karena pada dasarnya pos penyesuaian harga dalam pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah semata-mata untuk kepentingan kontrol dan laporan internal perusahaan. Lebih lanjut, pengenaan PPN oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berdasarkan base price saja adalah tidak sesuai dengan nilai transaksi sebenarnya yang tertera dalam dokumen penjualan (perjanjian, purchase order, invoice, faktur pajak);
 
 
7.6.
Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sengketa atas koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp4.921.896.093,00 ini merupakan sengketa pembuktian dan yuridis mengenai perbedaan nilai penjualan di pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan SPT Masa PPN yang menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah discount tetapi dalam Faktur Pajak tidak tercantum keterangan discount;
 
 
7.7.
Bahwa berdasarkan ketentuan yang berlaku dapat disimpulkan sebagai berikut:
 
 
 
a)
Bahwa sesuai ketentuan Pasal 1 angka 17 dan angka 18 Undang- Undang PPN, yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak PPN diantaranya adalah jumlah Harga Jual, yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tetapi tidak termasuk potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak;
 
 
 
b)
Bahwa sesuai ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-undang PPN, potongan harga yang diperkenankan untuk dikurangkan dari harga jual adalah potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Dengan demikian, mengingat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak mencantumkan potongan harga dalam Faktur Pajak, maka potongan harga tersebut tidak dapat mengurangi Harga Jual sehingga merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak PPN;
 
 
 
c)
Bahwa sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf c UU PPN, jumlah Harga Jual dan potongan harga (jika ada), harus dicantumkan dalam Faktur Pajak, sehingga apabila Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mencatat dalam pembukuannya terdapat discount penjualan (potongan harga) tetapi tidak dicantumkan dalam Faktur Pajak, maka berarti Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak mengisi Faktur Pajak dengan benar sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN;
 
 
7.8.
Bahwa berdasarkan penelitian atas data dan fakta di persidangan, diketahui hal-hal sebagai berikut:
 
 
 
a)
Bahwa pada saat proses keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengirimkan permintaan data dengan surat Permintaan Data/Dokumen Pertama Nomor: S-5799/WPJ.07/BD.05/2010 tanggal 03 September 2010 dan Permintaan Data/Dokumen kedua Nomor S-289/WPJ.07/BD.05/ 2011 tanggal 12 Januari 2011 yang dialamatkan ke Gedung Sentral Senayan I No 17 JI. Asia Afrika No 8 Jakarta Pusat 10270 sesuai dengan alamat Master File Wajib Pajak yang meminta Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) meminjamkan dokumen/data antara lain sebagai berikut:
 
 
 
 
Akta Pendirian dan Akta Perubahan Terakhir;
 
 
 
 
Fotokopi SPT Masa PPN Masa Pajak April 2008 beserta lampirannya;
 
 
 
 
Buku Besar Penjualan beserta dokumen penjualan Januari 2008;
 
 
 
 
Data dan dokumen lainnya yang mendukung alasan keberatan;
 
 
 
b)
Bahwa terkait surat permintaan data/dokumen yang dikirimkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak pernah merespon untuk meminjamkan data/dokumen dan keterangan sesuai yang diminta Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam surat tersebut, sehingga argumen- argumen yang dikemukakan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam surat keberatannya tidak dapat dipertimbangkan karena tidak didukung dengan data-data/dokumen yang mendasari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam alasan keberatannya;
 
 
 
c)
Bahwa Pasal 29 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) mengatur bahwa Wajib Pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Mengingat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak pernah merespon untuk meminjamkan data/dokumen yang diminta Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), maka berarti Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memenuhi kewajiban sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (3) huruf a UU KUP;
 
 
 
d)
Bahwa dengan tidak adanya dokumen pendukung yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka atas argumen Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menyatakan bahwa “…dalam sistem pembukuan perusahaan terdapat harga yang disebut sebagai harga dasar (base price) yang merupakan acuan bagi tim penjualan dalam menetapkan harga penawaran ke konsumen, harga yang tertera dalam invoice dan faktur pajak adalah tetap berdasarkan harga jual yang telah disepakati antara kedua belah pihak (Wajib Pajak dan konsumen) tanpa adanya potongan atau penyesuaian harga. Base price hanya digunakan dalam sistem pembukuan sebagai bagian dari internal kontrol dan kebijakan akuntansi perusahaan.”tidak dapat dapat diyakini kebenarannya karena:
 
 
 
 
Tidak dapat diketahui apakah seluruh harga jual yang tercantum dalam faktur pajak merupakan harga yang sudah disesuaikan ataukah merupakan harga yang berlaku umum, karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyerahkan dokumen berupa daftar harga yang berlaku umum serta invoice-nya;
 
 
 
 
Tidak dapat diketahui apakah harga yang tercantum dalam faktur pajak merupakan harga yang telah disepakati antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dancustomer, karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyerahkan dokumen berupa kontrak penjualan atau perjanjian di antara kedua belah pihak tersebut;
 
 
 
 
Tidak dapat diketahui apakah customer membayar sejumlah yang sama dengan yang tertera dalam invoice atau faktur pajak, karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyerahkan dokumen berupa Rekening Koran;
 
 
 
e)
Bahwa berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terhadap DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Masa Pajak April 2008 sebesar Rp4.921.896.093,00 sudah tepat karena telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu ketentuan Pasal 1 angka 18 UU PPN dan Pasal 29 ayat (3) huruf a UU KUP;
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.38272/PP/M.I/16/2012 tanggal 23 Mei 2012 menyatakan bahwa:
 
Halaman 21 Alinea ke-4 dan Alinea ke-5
“Bahwa berdasarkan data, fakta dan penjelasan dalam persidangan, Majelis berpendapat bahwa jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut sendiri oleh Pemohon Banding adalah sebesar 10% dari jumlah yang sebenarnya yang tertera dalam invoice dan faktur pajak;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding sebesar Rp.4.607.614.376,00, tidak dapat dipertahankan”
 
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut dengan alasan sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
a.
Bahwa alasan Majelis tidak mempertahankan koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp4.921.896.093,00 adalah semata-mata hanya berdasarkan penjelasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di persidangan yang menyatakan bahwa accounting treatment dalam pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah apabila base sales 100, harga yang disepakati adalah 95, maka selisihnya sebesar 5 dicatat sebagai discount, sedangkan nilai yang tercantum dalam invoice dan faktur pajak adalah 95 dan itulah yang merupakan piutang;
 
 
b.
Bahwa putusan Majelis semata-mata hanya berdasarkan penjelasan lisan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengenai accounting treatment dalam pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tanpa didukung bukti-bukti/dokumen-dokumen yang mendukung pernyataan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa putusan Majelis tersebut tidak dilandasi oleh hasil penilaian pembuktian sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
 
c.
Bahwa Majelis tidak cermat dalam memutus sengketa karena tidak mempertimbangkan fakta bahwa selama proses keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak pernah merespon surat Permintaan Data/Dokumen yang dikirimkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga putusan Majelis tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (3) huruf a UU KUP.
 
 
d.
Bahwa Majelis mengesampingkan fakta bahwa selama proses keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak pernah merespon surat Permintaan Data/Dokumen pertama Nomor: S-5799/WPJ.07/BD.05/2010 tanggal 03 September 2010 dan Permintaan Data/Dokumen kedua Nomor S-289/WPJ.07/BD.05/2011 tanggal 12 Januari 2011, untuk meminjamkan data/dokumen sesuai yang diminta Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam surat tersebut. Padahal keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menolak keberatan yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) salah satunya adalah karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak merespon surat permintaan data yang dikirimkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut, dan keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (3) huruf a UU KUP. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Majelis tidak cermat dalam memutus sengketa karena tidak mempertimbangkan alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang melandasi pengambilan keputusan keberatan;
 
 
e.
Bahwa pendapat Majelis yang menyatakan bahwa jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebesar 10% dari jumlah yang sebenarnya yang tertera dalam invoice dan faktur pajak adalah tidak tepat, karena selisih base price penjualan dengan nilai yang disepakati dengan customer yang dicatat oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai discount penjualan, tidak dapat dikurangkan dari nilai penjualan mengingat atas discount penjualan tersebut tidak dicantumkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam Faktur Pajak, sehingga sesuai ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang PPN, potongan harga tersebut tidak dapat mengurangi Harga Jual sehingga merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak PPN. Putusan Majelis tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang PPN;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa nyata-nyata dalam persidangan Majelis Hakim mengabaikan data dan fakta yang terungkap di persidangan, sehingga amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak sesuai dan telah bertentangan dengan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak oleh karena nyata-nyata Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan bahwa koreksi a quo yang disengketakan adalah bukan merupakan objek PPN;
 
Bahwa dengan demikian Surat Keputusan yang diterbitkan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Nomor: KEP-868/WPJ.07/2011 tanggal 14 April 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008, telah sesuai dengan fakta dan bukti yang terungkap di persidangan, serta telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
 
Bahwa Majelis Hakim juga telah melanggar asas Audio Et Alterampartem (mendengarkan kedua belah pihak) dimana Majelis Hakim sepatutnya mendengarkan dua pihak yang bersengketa dalam membela hak masing-masing. Bahwa kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama. Dengan kata lain para pihak yang berperkara harus diberikan kesempatan yang sama untuk membela kepentingannya atau pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan secara adil.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
9.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo sepanjang mengenai sengketa Koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Masa Pajak April 2008 sebesar Rp4.921.896.093,00 tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.38272/PP/M.I/16/2012 tanggal 23 Mei 2012 menyangkut sengketa Koreksi positif DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Masa Pajak April 2008 sebesar Rp4.921.896.093,00 harus dibatalkan.
 
 
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-868/WPJ.07/2011 tanggal 14 April 2011, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak April 2008 Nomor: 00204/207/08/056/10 tanggal 29 April 2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.958.043.0-056.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
a.
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Masa Pajak April 2008 sebesar Rp4.921.896.093,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa substansi merupakan harga dasar (Base Price) atas penyerahan yang Dasar Pengenaan Pajak (DPP) a quo terikat dengan perjanjian dan sebesar dokumen penjualan didukung dengan bukti (Purchase Order, Invoice dan Faktur Pajak) telah sesuai dan benar, oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf a jo. Pasal 13 ayat (5) huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
b.
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
 
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;
 
 
 
 
 
 
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 30 November 2016, oleh Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Yosran, S.H., M.Hum. dan Is Sudaryono, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Joko A. Sugianto, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Yosran, S.H., M.Hum.
ttd.
Is Sudaryono, S.H., M.H.
Ketua Majelis
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Joko A. Sugianto, S.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

1642/B/PK/PJK/2016