Quick Guide
Hide Quick Guide
- MELAWAN
- RINGKASAN POSITA BANDING
- KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
- ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
- PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
- MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1505/B/PK/PJK/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
|
|
|
|
|
|
|
|
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
|
|||||||
1.
|
Catur Rini Widosari, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
|
||||||
2.
|
Budi Christiadi, jabatan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
||||||
3.
|
Farchan Ilyas, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
||||||
4.
|
Fransisca Warastuti, jabatan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1254/PJ./2014, tanggal 30 April 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
MELAWAN |
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
PT BMW INDONESIA, beralamat di Plaza Indonesia Office Tower Lantai 21 Unit ABC, Jalan M.H. Thamrin Kavling 28-30, Jakarta;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding; Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-50490/PP/M.XVIB/16/2014, tanggal 13 Februari 2014, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
RINGKASAN POSITA BANDING |
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor V4-R3-ID-F/L-192/2011 tanggal 29 Desember 2011, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut ini:
Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Nomor KEP-2449/WPJ.07/2011 tanggal 3 Oktober 2011 sebagaimana tersebut di atas, yang Pemohon Banding terima pada tanggal 6 Oktober 2011, dengan ini perkenankanlah Pemohon Banding:
PT BMW Indonesia (“Pemohon Banding” atau “BMWI”) Alamat: The Plaza Office Tower Lantai 21 Unit A, B, C JaIan M.H. Thamrin Kavling 28-30 Menteng, Jakarta Pusat, 10350 NPWP: 02.058.770.5-056.000 mengajukan banding atas Keputusan Keberatan tersebut di atas dengan penjelasan dan alasan sebagai berikut: |
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
I.
|
Dasar pengajuan banding atas Keputusan DJP Nomor KEP-2449/WPJ.07/2011 tanggal 3 Oktober 2011 tentang Keberatan Atas SKPKB PPN Nomor 00353/207/08/056/10 tanggal 12 Juli 2010 Masa Pajak Maret 2008
|
||||||
|
1)
|
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
|
|||||
|
2)
|
Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
II.
|
Latar belakang penerbitan SKPKB PPN Nomor 00353/207/08/056/10 tanggal 12 Juli 2010 Masa Pajak Maret 2008
|
||||||
|
bahwa pada tanggal 12 Juli 2010 KPP PMA Tiga menerbitkan SKPKB PPN Masa Pajak Maret 2008 yang menetapkan jumlah yang kurang dibayar sebesar Rp208.964.706,00. Atas penerbitan SKPKB PPN Masa Pajak Maret 2008 tersebut, Pemohon Banding mengajukan permohonan keberatan dengan Surat Pemohon Banding Nomor ID-F/L-101/2010 tanggal 8 Oktober 2010 yang diterima KPP PMA Tiga pada tanggal 11 Oktober 2010. Adapun rincian koreksi yang Pemohon Banding ajukan keberatan adalah sebagai berikut:
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
bahwa Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus atas nama Terbanding menerbitkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-2449/WPJ.07/2011 tentang Keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPN Masa Pajak Maret 2008 yang menolak seluruh permohonan keberatan Pemohon Banding;
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
III.
|
Alasan Pengajuan Banding
|
||||||
|
A.
|
Pemungutan PPN atas Penggantian dari BMW AG sebesar Rp1.365.228.860,00
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menurut Terbanding
|
|||||
|
|
1.
|
Dasar koreksi menurut Pemeriksa
|
||||
|
|
|
bahwa dalam hal ini BMW AG menunjuk Pemohon Banding untuk mengurus claim-claim yang dilakukan oleh dealer, dan Pemohon Banding menunjuk dealer-dealer sesuai dengan kesepakatan yang terjadi atas claim dari konsumen. Bila terjadi claim dari konsumen maka pihak dealer akan menagih kepada pihak Pemohon Banding dan pihak Pemohon Banding akan menagih kepada pihak BMW AG. Maka atas penagihan tersebut terutang PPN atas jasa yang dilakukan di dalam pabean. Dalam proses claim yang dilakukan oleh pihak dealer kepada Pemohon Banding yang telah dicatat sebagai Pajak Masukan oleh Pemohon Banding, maka atas claim dari pihak dealer tersebut akan dimintakan kembali kepada pihak BMW AG sebagai reimbursement. Dengan demikian atas penggantian kembali tersebut terutang PPN atas penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan oleh Pemohon Banding. Sesuai dengan Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN. Dalam hal ini atas PPN yang seharusnya dipungut oleh Pemohon Banding adalah sebesar DPP dari pajak masukan atas claim tersebut;
bahwa selain dari pada itu, program warranty dan paket BMW Service Inclusive ("BSI") tersebut berasal dari BMW AG yang dimasukkan dalam unsur harga jual dari setiap penjualan mobil yang dilakukan oleh Pemohon Banding dengan tujuan untuk mengcover bila suatu saat pelanggan mengajukan claim atas kerusakan sparepart/kerusakan rutin yang terjadi atas mobil tersebut. Dalam prakteknya, pihak pemilik mobil bila ada kerusakan atas mobil yang masih dalam warranty, pemilik mobil mengclaim pada pihak dealer. Oleh pihak dealer membuat tagihan dengan menerbitkan Faktur Pajak yang ditujukan kepada Pemohon Banding. Dan oleh Pemohon Banding atas faktur pajak tersebut diakui sebagai Faktur Pajak Masukan. Pada akhirnya oleh pihak Pemohon Banding atas claim dari dealer akan ditagih kembali kepada pihak BMW AG. Oleh karena itu penagihan kembali yang dilakukan BMW Indonesia kepada pihak BMW AG terutang PPN atas penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam pabean sesuai dengan Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN yaitu penyerahan jasa after sales service atas claim dari pihak dealer;
|
||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Dasar Koreksi Menurut Peneliti Keberatan
|
||||
|
|
|
bahwa program warranty dan paket BMW Service Inclusive (BSI) diselenggarakan oleh BMW AG untuk pelanggan/pembeli mobil merk BMW di Indonesia;
bahwa pelanggan/pembeli yang mengikuti program warranty dan paket BMW Service Inclusive (BSI) mempunyai fasilitas atau kemudahan atau hak untuk mengajukan claim kerusakan sparepart/kerusakan rutin setiap hari pada dealer, di seluruh wilayah Indonesia;
bahwa kegiatan pelayanan program warranty dan BMW Service Inclusive (BSI) yang diselenggarakan BMW AG di Indonesia, dilakukan oleh dealer dan Pemohon Banding di dalam daerah pabean Indonesia;
bahwa Pasal 1 angka 5 Undang-Undang PPN mendefinisikan jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai;
bahwa terbukti Pemohon Banding melakukan kegiatan yang menyebabkan fasilitas atau kemudahan atau hak atas program warranty dan BMW Service Inclusive (BSI) tersedia untuk dipakai oleh BMW AG untuk diberikan kepada pelanggan/pembeli di Indonesia;
bahwa pemberian program warranty dan BMW Service Inclusive (BSI) diadakan di dalam daerah pabean Indonesia oleh BMW AG; bahwa Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN juncto Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 mengatur penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa dapat disimpulkan bahwa system pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap jasa kena pajak menganut system “negative list”;
bahwa terhadap jasa yang tidak ditetapkan sebagai jasa tidak kena pajak, maka berarti atas jasa tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Pemohon Banding yang menyebabkan fasilitas atau kemudahan atau hak atas program warranty dan BMW Service Inclusive (BSI) tersedia untuk dipakai oleh BMW AG untuk diberikan kepada pelanggan/pembeli tidak termasuk dalam jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN juncto Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000;
bahwa terbukti Pemohon Banding telah mengkreditkan Pajak Masukan yang diterbitkan oleh dealer atas program warranty dan BMW Service Inclusive (BSI); maka Pemohon Banding juga wajib menerbitkan Faktur Pajak Keluaran atas penggantian kepada BMW AG karena Pemohon Banding bukan pemikul beban pajak (PPN) sesungguhnya, dan yang memikul beban PPN sesungguhnya adalah konsumen akhir;
bahwa berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tagihan Pemohon Banding kepada BMW AG merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta;
Menurut Pemohon Banding
bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi yang dilakukan Pemeriksa yang kemudian disetujui oleh Tim Penelaah, yang menetapkan bahwa nilai tagihan Pemohon Banding kepada BMW AG untuk periode Maret 2008 sebesar Rp1.365.228.860,00 merupakan tagihan atas jasa yang diserahkan oleh Pemohon Banding kepada BMW Agustus, sehingga menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding karena:
|
||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
a.
|
Pemohon Banding tidak menyerahkan Jasa Kena Pajak kepada BMW AG
|
|||
|
|
|
|
bahwa penerimaan dari BMW AG sebesar Rp1.365.228.860,00 untuk periode Maret 2008 merupakan penerimaan atas penggantian biaya sehubungan dengan warranty yang seharusnya ditanggung oleh BMW AG. Sehingga secara substansi transaksi ini sama dengan pelunasan hutang piutang. Dimana BMW AG melunasi hutangnya kepada Pemohon Banding karena Pemohon Banding telah melakukan pembayaran kepada Dealer atas biaya Warranty yang seharusnya merupakan tanggung jawab BMW AG;
bahwa Warranty, yaitu jaminan service tanpa biaya untuk para pembeli/pelanggan, merupakan tanggung jawab BMW AG selaku pemilik merk mobil BMW. Sehingga biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat Pembeli/pelanggan memerlukan pelaksanaan jasa Warranty menjadi beban/tanggung jawab BMW AG;
bahwa dalam hal ini BMW AG tidak dapat menjalankan tanggung jawabnya dalam menanggung biaya-biaya sehubungan dengan Warranty secara langsung dengan Pembeli/Pelanggan. Oleh sebab itu pihak-pihak yang berhubungan, yaitu Dealer (sebagai pihak yang menyerahkan jasa Warranty) dan Pemohon Banding (sebagai bagian dari BMW Group di Indonesia), setuju untuk turut berperan dalam menjalankan proses pelunasan biaya-biaya sehubungan dengan Warranty, yaitu dengan menjalankan sistem penggantian (reimbursement). Sebagai akibat dari menjalankan peran tersebut BMWI melakukan penagihan kepada BMW AG dan penerimaan dari tagihan inilah yang ditetapkan oleh Terbanding sebagai Jasa Kena Pajak yang harus dipungut PPN;
bahwa Terbanding berpendapat bahwa peran yang dilaksanakan oleh Dealer dan, terutama, Pemohon Banding adalah Jasa Kena Pajak yang diberikan kepada BMW AG. Sebagaimana disebutkan oleh Tim Penelaah dalam SPUH-nya bahwa:
"BMWI melakukan kegiatan yang menyebabkan fasilitas atau kemudahan atau hak atas program warranty dan BSI tersedia untuk dipakai oleh BMW AG untuk diberikan kepada pelanggan atau pembeli di Indonesia";
bahwa pendapat Terbanding tersebut tidak sesuai dengan Definisi Jasa yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang PPN, yaitu:
"Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai";
bahwa sebagaimana Pemohon Banding sebutkan bahwa pendapat Terbanding tidak sesuai dengan definisi Jasa di atas dengan alasan sebagai berikut:
bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Pemohon Banding tidak memberikan fasilitas atau kemudahan atau hak apapun kepada BMW AG. Dalam hal ini, Pemohon Banding hanya melunasi tagihan Dealer atas nama BMW AG sehingga sebagai akibatnya BMW AG mempunyai hutang kepada Pemohon Banding. Penerimaan yang tercatat dalam pembukuan Pemohon Banding, yang kemudian dijadikan dasar penetapan koreksi Terbanding, adalah penerimaan atas pelunasan hutang dari BMW AG karena BMW AG adalah pihak yang menanggung biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan Warranty. Penerimaan atas transaksi ini, yang secara substansi sama dengan pelunasan hutang, tidak dapat dikategorikan sebagai penerimaan atas Jasa Kena Pajak;
bahwa dealer merupakan pihak yang sebenarnya melakukan penyerahan jasa Warranty dan pembeli/pelanggan merupakan pihak yang menikmati jasa tersebut;
bahwa dengan memperhatikan penjelasan di atas beserta fakta-fakta yang mendukung bahwa penggantian yang diterima Pemohon Banding dari BMW AG secara substansi sama dengan pelunasan hutang piutang sehingga tidak berdasarkan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dari Pemohon Banding ke BMW AG maka, sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN, PPN tidak dapat dipungut;
bahwa dengan mempertimbangkan penjelasan Pemohon Banding atas substansi dari penerimaan Pemohon Banding, Pemohon Banding mohon Majelis dapat membatalkan koreksi Terbanding yang mengenakan PPN atas penerimaan tersebut; bahwa Pemohon Banding sertakan di bawah ini kronologi transaksi beserta penjelasan lebih lanjut atas alasan-alasan yang telah Pemohon Banding sebutkan di atas:
|
|||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
1.
|
Warranty
|
||
|
|
|
|
|
bahwa Warranty yang dalam hal ini termasuk Paket BSI adalah jasa layanan perbaikan dan penggantian suku cadang yang disediakan oleh BMW AG untuk setiap unit mobil BMW;
|
||
|
|
|
|
|
bahwa pada saat terjadinya penjualan kepada Dealer (juga kepada pembeli akhir), pemungutan PPN dilakukan atas total harga jual mobil, dimana harga jual tersebut sudah termasuk porsi Warranty;
|
||
|
|
|
|
|
bahwa dengan demikian pada saat terjadinya penjualan mobil BMW kepada Dealer (ataupun pada saat Dealer menjual mobil kepada Pembeli) terjadi hal-hal berikut ini:
|
||
|
|
|
|
|
a.
|
Penyerahan BKP: yaitu penyerahan mobil kepada Dealer (atau kepada pembeli akhir)
|
|
|
|
|
|
|
b.
|
Pembayaran dimuka atas Jasa layanan perbaikan dan penggantian suku cadang dalam bentuk Warranty.
|
|
|
|
|
|
|
c.
|
Pemungutan PPN atas BKP dan pembayaran dimuka atas JKP;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Proses Jasa Layanan perbaikan dan penggantian suku cadang
|
||
|
|
|
|
|
bahwa setelah melakukan pembelian, para pembeli mobil BMW diberikan kesempatan untuk mendapatkan jasa layanan secara cuma-cuma apabila terjadi kerusakaan atas mobil BMW tersebut yang termasuk penggantian suku cadang (Warranty). Untuk mendapatkan layanan tersebut para pembeli hanya perlu mendatangi bengkel Dealer BMW;
bahwa dealer BMW kemudian akan melakukan verifikasi guna menyakinkan bahwa jasa layanan ataupun penggantian suku cadang yang diperlukan termasuk dalam kategori Warranty;
bahwa setelah melewati proses verifikasi tersebut Dealer akan melakukan jasa yang diperlukan tanpa memungut biaya kepada pembeli;
|
||
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Proses Penggantian
|
||
|
|
|
|
|
bahwa atas pemberian layanan jasa perbaikan dan penggantian suku cadang tersebut Dealer harus mengeluarkan biaya-biaya;
bahwa sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa Warranty adalah jasa layanan perbaikan dan penggantian suku cadang yang disediakan oleh BMW AG untuk setiap unit mobil BMW yang terjual, maka biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka Warranty akan ditanggung oleh BMW AG;
bahwa dealer kemudian meminta penggantian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan tersebut kepada BMW AG melalui Pemohon Banding. Dalam rangka penagihan tersebut Dealer mengeluarkan Faktur penjualan dan Faktur pajak kepada Pemohon Banding atas Jasa layanan yang telah diberikan dan suku cadang yang digunakan;
bahwa Pemohon Banding melunasi tagihan Dealer sesuai dengan tagihan yang dikeluarkan dan meminta penggantian kepada BMW AG atas pembayaran yang telah dilakukan kepada Dealer. Secara substansi, setelah Pemohon Banding melunasi tagihan Dealer maka timbul piutang atas nama BMW AG di sisi Pemohon Banding karena biaya Warranty merupakan tanggung jawab BMW AG. Dengan demikian substansi penerimaan dalam pembukuan Pemohon Banding atas pembayaran dari BMW AG merupakan penerimaan atas pelunasan hutang piutang bukan penerimaan atas penyerahan Jasa Kena Pajak;
|
||
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
b.
|
PPN sudah dipungut atas Jasa Warranty
|
|||
|
|
|
|
bahwa ingin Pemohon Banding tambahkan bahwa PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Warranty yang dilakukan oleh Dealer kepada Pembeli/Pelanggan telah dipungut sebelumnya. Sesuai dengan penjelasan di atas bahwa sebenarnya Jasa Warranty merupakan bagian dari Harga Jual mobil BMW kepada Pembeli/Pelanggan;
bahwa penjualan mobil BMW merupakan transaksi atas penyerahan BKP (termasuk JKP karena termasuk porsi Warranty) sehingga terutang PPN. Pemungutan PPN atas Harga Jual mobil BMW tersebut telah dilakukan di setiap rantai penjualan mobil BMW, yang dimulai dari tingkat Pabrikan, Distributor, Dealer dan Pembeli akhir;
bahwa namun, ingin Pemohon Banding tegaskan bahwa, pada saat penjualan mobil di setiap mata rantai hanya terjadi penyerahan BKP dan pelunasan atas Warranty. Penyerahan JKP, yaitu penyerahan Jasa Warranty belum dilaksanakan. Jasa Warranty sebenarnya diserahkan hanya pada saat Pembeli/Pelanggan datang kepada Dealer dan meminta jasa pemeliharaan dan penggantian sparepart;
bahwa pemungutan PPN di setiap rantai penjualan atas pelunasan Warranty tersebut telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang PPN yang mengatur bahwa dalam hal pembayaran diterima sebelum terjadinya penyerahan BKP ataupun penyerahan JKP, maka saat terutang PPN adalah pada saat diterimanya pembayaran;
bahwa dengan demikian, pemungutan PPN yang ditetapkan Terbanding atas penggantian yang diterima Pemohon Banding dari BMW AG menyebabkan terjadinya pemungutan PPN tambahan (atas Jasa yang sudah dikenakan PPN) diluar alur rantai penjualan mobil yang seharusnya (Pabrikan, Distributor, Dealer dan Pembeli/Pelanggan);
|
|||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
c.
|
Pengkreditan PPN Masukan bukan merupakan dasar penetapan PPN Keluaran
|
|||
|
|
|
|
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan alasan Terbanding yang menyatakan bahwa karena Pemohon Banding telah mengkreditkan PPN dalam Faktur Pajak Dealer atas biaya-biaya Warranty sebagai PPN Masukan maka Pemohon Banding harus mengeluarkan Faktur Pajak atas penagihan kepada BMW AG;
bahwa Undang-Undang PPN Nomor 18 Tahun 2000 secara jelas mengatur bahwa Faktur Pajak dibuat sebagai alat pembuktian terjadinya pemungutan PPN atas penyerahan JKP atau BKP. Oleh sebab itu, dalam kondisi tidak terjadi penyerahan JKP atau BKP sehingga tidak terdapat pemungutan PPN maka Faktur Pajak tidak harus dibuat;
bahwa sesuai dengan penjelasan Pemohon Banding di atas bahwa penerimaan dari BMW AG bukan merupakan penerimaan atas penyerahan JKP, melainkan penerimaan atas piutang BMW AG, maka alasan Terbanding tidak dapat dipertahankan;
bahwa Pemohon Banding akan menyediakan dokumen-dokumen yang dibutuhkan guna membuktikan penjelasan di atas pada saat persidangan;
bahwa dengan demikian Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim agar koreksi Pemeriksa dengan DPP atas transaksi penggantian dari BMW AG sebesar Rp1.365.228.860,00 ini dapat dibatalkan;
|
|||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
IV.
|
KESIMPULAN
|
||||||
|
bahwa berdasarkan alasan dan penjelasan tersebut di atas, Pemohon Banding mohon Keputusan Terbanding Nomor KEP-2449/WPJ.07/2011 tanggal 3 Oktober 2011 agar dibatalkan dan dilakukan perhitungan kembali atas SKPKB PPN Masa Pajak Maret 2008 dengan perincian sebagai berikut:
Usulan Perhitungan SKPKB PPN Masa Pajak Maret 2008
|
||||||
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-50490/PP/M.XVIB/16/2014, tanggal 13 Februari 2014, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
MENGADILI
Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2449/WPJ.07/2011 tanggal 3 Oktober 2011 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00353/207/09/056/10 tanggal 12 Juli 2010 Masa Pajak Maret 2008, atas nama: PT BMW Indonesia, NPWP 02.058.770.5-056.000, alamat: Plaza Indonesia Office Tower Lantai 21 Unit A, B, C, Jalan M.H. Thamrin Kavling 28-30, Jakarta Pusat, sehingga Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Masa Pajak Maret 2008, dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI |
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT- 50490/PP/M.XVIB/16/2014, tanggal 13 Februari 2014, diberitahukan kepada Terbanding pada tanggal 03 Maret 2014, kemudian terhadapnya oleh Terbanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1254/PJ./2014, tanggal 30 April 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 23 Mei 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 23 Mei 2014;
Menimbang, bahwa tentang permohonan Peninjauan Kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 27 Mei 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban Memori Peninjauan Kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 30 Juni 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI |
|||||||
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
|
|||||||
I.
|
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
|
||||||
|
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Tentang sengketa atas koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar Rp1.365.228.860,00 yaitu reimbursement atas claim yang diterima dari Dealer; |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
II.
|
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
|
||||||
|
1.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 36 paragraf 9:
bahwa sesuai fakta persidangan, terkait dengan pendapat Terbanding yang menyebutkan terdapat imbalan jasa atas kemudahan yang disediakan oleh Pemohon Banding dalam pelaksanaan program warranty BMW AG dan atas penyerahan jasa tersebut BMW AG membayar imbalan kepada Pemohon Banding, sehingga dengan demikian Pemohon Banding sebagai PKP Pemungut berkewajiban memungut PPN atas penyerahan dimaksud, pendapat Terbanding tidak cukup bukti karena tidak terbukti pembayaran penggantian (reimbursement) merupakan Jasa Kena Pajak atas imbalan jasa Pemohon Banding menyediakan kemudahan kepada BMW AG Jerman; Halaman 37 poin 6):
|
|||||
|
|
||||||
|
|
||||||
|
|
6)
|
bahwa dengan demikian, Majelis berkesimpulan pembayaran claim warranty yang dilakukan BMW AG melalui Pemohon Banding bukan termasuk objek pajak PPN sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN karena bukan merupakan penyerahan sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 4 dan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang PPN dan Pasal 1A Undang-Undang PPN, sehingga koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan;
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
|
|||||
|
|
2.1.
|
Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”;
Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan: “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam undang-undang perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”;
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.”;
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”;
|
||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.2.
|
Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut: Pasal 1 angka 5:
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;
Pasal 1 angka 19:
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak;
Pasal 4 huruf c:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Pasal 4A ayat (1):
Jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
Pasal 4A ayat (3):
Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
a.
|
jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
|
|||
|
|
|
b.
|
jasa di bidang pelayanan sosial;
|
|||
|
|
|
c.
|
jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
|
|||
|
|
|
d.
|
jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
|
|||
|
|
|
e.
|
jasa di bidang keagamaan;
|
|||
|
|
|
f.
|
jasa di bidang pendidikan;
|
|||
|
|
|
g.
|
jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
|
|||
|
|
|
h.
|
jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
|
|||
|
|
|
i.
|
jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
|
|||
|
|
|
j.
|
jasa di bidang tenaga kerja;
|
|||
|
|
|
k.
|
jasa di bidang perhotelan;
|
|||
|
|
|
l.
|
jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum”;
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.3.
|
Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 5:
Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
|
||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
a.
|
jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
|
|||
|
|
|
b.
|
jasa di bidang pelayanan sosial;
|
|||
|
|
|
c.
|
jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
|
|||
|
|
|
d.
|
jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
|
|||
|
|
|
e.
|
jasa di bidang keagamaan;
|
|||
|
|
|
f.
|
jasa di bidang pendidikan;
|
|||
|
|
|
g.
|
jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
|
|||
|
|
|
h.
|
jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
|
|||
|
|
|
i.
|
jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
|
|||
|
|
|
j.
|
jasa di bidang tenaga kerja;
|
|||
|
|
|
k.
|
jasa di bidang perhotelan; dan
|
|||
|
|
|
l.
|
jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum."
|
|||
|
3.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
|
|||||
|
|
3.1.
|
Bahwa kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah perdagangan besar produk otomotif BMW, produk yang dijual adalah mobil CKD, mobil CBU dan sparepart. Dalam melakukan kegiatan perdagangannya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bekerjasama dengan para dealer dengan membentuk jaringan pemasaran di wilayah Indonesia.
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) membeli produk otomotif BMW dari PT Tjahja Sakti Motor yang mengimpor langsung dari BMW AG, Jerman berupa CKD Kits, CBU dan sparepart. Untuk CKD kits dirakit terlebih dahulu di pabrik PT Tjahja Sakti Motor;
|
||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.2.
|
Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi positif DPP PPN sebesar Rp1.365.228.860,00 yaitu reimbursement atas claim yang diterima dari Dealer;
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.3.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi DPP PPN berupa nilai penggantian yang ditagih oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada BMW AG atas tagihan penggantian sparepart sehubungan dengan warranty dari dealer kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terkait klaim warranty yang dilakukan oleh customer;
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
3.4.
|
Bahwa skema transaksi terjadinya klaim dari pihak dealer kepada PT BMW Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) adalah sebagai berikut:
|
||||||
|
|
|
Keterangan:
|
||||
|
|
|
1)
|
Dalam hal terjadi kerusakan atau service maka konsumen akan melakukan service ke pihak dealer.
|
|||
|
|
|
2)
|
Bila atas penggantian yang dilakukan dari perawatan mobil konsumen yang masih dalam rangka after sales service maka pihak dealer akan menagih kepada pihak PT BMW Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)).
|
|||
|
|
|
3)
|
Pihak PT BMW Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) menerima tagihan klaim dari pihak dealer. Atas klaim dari dealer tersebut, PT BMW Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) membayar kepada pihak dealer.
|
|||
|
|
|
4)
|
Atas tagihan klaim dari dealer, PT BMW Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) menagihkan kembali ke BMW AG. Dalam hal ini Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa telah terjadi penyerahan Jasa Kena Pajak dari PT BMW Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) kepada BMW AG yang dilakukan di dalam Daerah Pabean terkait dengan pengurusan klaim yang dilakukan oleh dealer.
|
|||
|
|
|
5)
|
BMW AG menerbitkan dokumen persetujuan (credit note) atas klaim yang dikirimkan oleh PT BMW Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)).
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Alur Faktur Pajak:
Pada alur transaksi nomor 2 yaitu pada saat penagihan biaya perbaikan kepada PT BMW Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) atas klaim warranty dari konsumen, pihak dealer menerbitkan Faktur Pajak dan PT BMW Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) mengkreditkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN.
|
||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.5.
|
Berdasarkan skema transaksi di atas serta mempertimbangkan fakta-fakta pada saat pemeriksaan, keberatan, dan persidangan dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
a.
|
Program warranty dan paket BMW Service Inclusive diselenggarakan oleh BMW AG untuk pelanggan/pembeli mobil merk BMW di Indonesia dengan bantuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
|
|||
|
|
|
b.
|
Bahwa pelanggan/pembeli yang mengikuti program tersebut mempunyai fasilitas/kemudahan/hak untuk mengajukan klaim kerusakan sparepart/kerusakan rutin setiap hari pada dealer diseluruh wilayah Indonesia.
|
|||
|
|
|
c.
|
Berdasarkan terjemahan manual warranty yang diserahkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam persidangan (tanpa tanda tangan pihak BMW AG) diketahui bahwa BMW AG memberikan panduan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terkait dengan pelaksanaan program warranty dengan tujuan agar dapat memberikan penanganan klaim warranty secara sempurna kepada konsumen.
|
|||
|
|
|
d.
|
Bahwa dengan adanya panduan pelaksanaan warranty tersebut menunjukkan bahwa BMW AG tidak dapat melaksanakan program warranty tanpa bantuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Dalam buku panduan tersebut antara lain diuraikan hal-hal sebagai berikut:
|
|||
|
|
|
|
-
|
Di dalam kerangka kerja warranty, subsidiary bersama dengan dealer yang berhubungan dengannya memutuskan jenis dan cakupan perbaikan.
|
||
|
|
|
|
-
|
Kepentingan perusahaan untuk meminimalisasi dan mengurangi biaya harus terwakili secara efektif. Harapan konsumen, layanan yang diberikan pesaing, dan juga kebutuhan pasar harus dipertimbangkan secara seksama.
|
||
|
|
|
|
-
|
Manajer layanan dan manajer warranty subsidiary beserta tim bertanggung jawab untuk ketepatan teknis dan formal dari penanganan warranty dan goodwill di negara mereka masing-masing.
|
||
|
|
|
|
-
|
Untuk melakukan ini, material informasi yang memadai untuk dealer yang bersangkutan harus disusun, pelatihan harus dilaksanakan, dan pengawasan dealer yang terdiri dari analisa dan audit harus dipastikan pelaksanaannya.
|
||
|
|
|
e.
|
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan penyerahan jasa untuk BMW AG terkait dengan pelaksanaan program warranty,
|
|||
|
|
|
f.
|
Bahwa kemudian pekerjaan warranty dilakukan oleh dealer yang kemudian ditagihkan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak meniadakan adanya pekerjaan jasa yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada BMW AG karena pekerjaan warranty tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Dalam buku panduan warranty jelas disebutkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bersama dengan dealer yang berhubungan dengannya memutuskan jenis dan cakupan perbaikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa dealer dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program warranty yang diselenggarakan oleh BMW AG.
|
|||
|
|
|
g.
|
Skema transaksi yang menunjukkan bahwa dealer tidak langsung menagihkan jasa perbaikan kepada BMW AG (tagihan dealer ditujukan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) memperkuat pendapat Pemohon Peninjauan Kembali (semulaTerbanding) bahwa substansi pekerjaan dealer adalah pekerjaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
|
|||
|
|
|
h.
|
Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang ada berupa tagihan dealer kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) maupun tagihan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada BMW AG menunjukkan bahwa eksistensi jasa yang diserahkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada BMW AG dilakukan di dalam Daerah Pabean.
|
|||
|
|
|
i.
|
Bahwa jasa yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga tidak termasuk dalam pengertian jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4A ayat (3) UU PPN dan Peraturan Pemerintah Nomor 144 tahun 2000.
|
|||
|
|
|
j.
|
Bahwa terbukti Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengkreditkan Pajak Masukan atas Faktur Pajak yang diterbitkan oleh dealer atas program warranty dan paket BMW Service Inclusive sehingga sudah seharusnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memungut PPN Keluaran atas pembayaran dari BMW AG tersebut karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bukan pemikul beban pajak yang sesungguhnya (bukan merupakan konsumen akhir). Dalam hal ini yang menjadi penanggung pajak atas pelaksanaan jasa warranty adalah BMW AG selaku pihak penerima jasa yang dilakukan oleh pihak dealer maupun jasa yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Bahwa dengan adanya pengkreditan Pajak Masukan atas Faktur Pajak yang diterbitkan oleh dealer atas program warranty secara tidak langsung Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengakui adanya pembelian dan ataupun penyerahan jasa yang dilakukan oleh dealer kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
|
|||
|
|
|
k.
|
Berdasarkan hal tersebut di atas maka kegiatan yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memenuhi kriteria sebagai penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di daerah pabean dan tidak termasuk dalam pengertian jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4A ayat 3 UU PPN dan Peraturan Pemerintah Nomor 144 tahun 2000. Dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa transaksi tersebut merupakan penyerahan jasa kena pajak yang terutang PPN.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.6.
|
Terkait dengan penjelasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bahwa transaksi yang dilakukan dengan BMW AG merupakan transaksi reimbursement, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
a.
|
Dalam beberapa surat penegasan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak juga menegaskan bahwa mekanisme transaksi sebagaimana yang dilakukan oleh Pemohon Banding bukan merupakan transaksi reimbursement. Sebagai contoh, Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-1047/PJ.322/2004 tanggal 11 November 2004 tentang Penjelasan Pengertian Penggantian dan Reimbursement memberikan penegasan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 19 dan Pasal 4 huruf c UU PPN maka dalam hal penggantian terdapat suatu jumlah yang ditagih oleh Pengusaha jasa yang berasal dari tagihan pihak ketiga yang dokumennya langsung atas nama penerima jasa (dalam kasus ini adalah BMW AG), maka jumlah tersebut tidak merupakan penggantian yang menjadi dasar pengenaan pajak karena dianggap sebagai reimbursement.
|
|||
|
|
|
b.
|
Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-840/PJ.53/2005 tanggal 14 September 2005 juga diberikan penegasan atas mekanisme reimbursement dalam transaksi jasa freight forwarding sebagai berikut:
|
|||
|
|
|
|
Dalam hal dokumen-dokumen untuk menagih biaya pihak ketiga dibuat langsung atas nama:
|
|||
|
|
|
|
-
|
Penerima jasa (dalam kasus ini adalah BMW AG) maka biaya-biaya tersebut tidak termasuk ke dalam Dasar Pengenaan Pajak karena merupakan reimbursement.
|
||
|
|
|
|
-
|
Bukan atas nama penerima jasa (dalam kasus ini adalah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) maka biaya-biaya tersebut bukan merupakan reimbursement sehingga merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Terkait dengan surat penegasan di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semulaTerbanding) berpendapat bahwa surat penegasan tersebut dapat diaplikasikan pada kasus ini karena adanya kesamaan tipe transaksi.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
c.
|
Bahwa selain ketentuan surat penegasan di atas perlakuan PPN atas Reimbursement juga telah ditegaskan dalam surat-surat penegasan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak antara lain: S-766/PJ.53/2004 tanggal 27 Agustus 2004, S-812/PJ.53/2005 tanggal 5 September 2005, dan S-273/PJ.53/2006 tanggal 25 April 2006 yang pada intinya sama sesuai dengan yang penegasan di atas;
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
d.
|
Berdasarkan hal tersebut maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berkesimpulan bahwa mekanisme transaksi yang dijelaskan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bukan merupakan transaksi reimbursement karena dokumen tagihan dari dealer ditujukan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), tidak langsung atas nama BMW AG.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
e.
|
Dalam hal ini Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa suatu transaksi dapat disebut transaksi reimbursement apabila tagihan dari dealer ditujukan langsung kepada BMW AG dan pihak Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya berperan memberikan dana talangan dalam pelunasan tagihan dari dealer tersebut. Dengan demikian maka pengenaan pajaknya harus tetap mengacu pada ketentuan Pasal 4 huruf c UU PPN.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.7.
|
Berdasarkan uraian di atas maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa transaksi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan transaksi penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan oleh Pengusaha di dalam Daerah Pabean sehingga berdasarkan Pasal 4 huruf c UU PPN merupakan transaksi yang terutang PPN.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.8.
|
Bahwa nilai Dasar Pengenaan Pajak atas transaksi penagihan klaim ke BMW AG tersebut dihitung sebesar Dasar Pengenaan Pajak atas Faktur Pajak Masukan dari dealer yang telah dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam SPT Masa PPN. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 19 UU PPN bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.9.
|
Pemungutan Pajak atas transaksi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan BMW AG harus tetap dilakukan karena pihak yang menjadi penanggung pajak atas pelaksanaan jasa warranty adalah BMW AG selaku pihak yang bertanggung jawab atas biaya jasa warranty tersebut.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.10.
|
Bahwa putusan majelis yang membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengabaikan fakta:
|
||||
|
|
|
-
|
Bahwa dalam buku panduan warranty jelas disebutkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bersama dengan dealer yang berhubungan dengannya memutuskan jenis dan cakupan perbaikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa dealer dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program warranty yang diselenggarakan oleh BMW AG
|
|||
|
|
|
-
|
bahwa dokumen tagihan dari dealer ditujukan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak langsung atas nama BMW AG;
|
|||
|
|
|
-
|
bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengkreditkan Pajak Masukan atas Faktur Pajak yang diterbitkan oleh dealer atas program warranty dan paket BMW Service Inclusive, sehingga sudah seharusnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memungut PPN Keluaran atas pembayaran dari BMW AG tersebut karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bukan pemikul beban pajak yang sesungguhnya (bukan merupakan konsumen akhir).
|
|||
|
|
|
-
|
Surat penegasan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak terkait perlakuan PPN atas Reimbursement antara lain: S-1047/PJ.322/2004 tanggal 11 November 2004, S-766/PJ.53/2004 tanggal 27 Agustus 2004, Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-840/PJ.53/2005 tanggal 14 September 2005, S-812/PJ.53/2005 tanggal 5 September 2005, dan S-273/PJ.53/2006 tanggal 25 April 2006;
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.11.
|
Berdasarkan uraian di atas putusan majelis yang membatalkan koreksi positif atas DPP PPN berupa reimbursement atas claim warranty yang diterima dari Dealer tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan telah mengabaikan fakta-fakta dalam persidangan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
III.
|
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.50490/PP/M.XVI/16/2014 Tanggal 13 Februari 2014 yang menyatakan: Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2449/WPJ.07/2011 tanggal 3 Oktober 2011 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00353/207/09/056/10 tanggal 12 Juli 2010 Masa Pajak Maret 2008, atas nama: PT BMW Indonesia, NPWP 02.058.770.5-056.000, alamat: Plaza Indonesia Office Tower Lt.21 Unit A, B, C, Jalan M.H. Thamrin Kavling 28-30, Jakarta Pusat, sehingga Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Masa Pajak Maret 2008, dihitung kembali menjadi sebagaimana tersebut dalam putusan, adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG |
|||||||
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-2449/WPJ.07/2011, tanggal 03 Oktober 2011, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Masa Pajak Maret 2008, Nomor 00353/207/09/056/10, tanggal 12 Juli 2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 02.058.770.5-056.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
|
|||||||
a.
|
Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp1.365.228.860,00 yaitu reimbursement atas claim yang diterima dari Dealer tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah merupakan realisasi atas reimbursement berupa claim warranty BMW AG yang bukan merupakan objek PPN, dan oleh karenanya koreksi Terbanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali mengenai perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 1 angka 4 dan Pasal 1 angka 6, serta Pasal 1 A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
||||||
b.
|
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, serta peraturan perundang-undangan yang terkait;
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
MENGADILI
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 14 Desember 2016, oleh H. Yulius, S.H., M.H., Hakim Agung Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Heni
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum