Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
  • MENGADILI KEMBALI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
141/B/PK/PJK/2014

 
 
 
 
 
 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
 
 
 
 
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1.
Catur Rini Widosari, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak,
2.
Budi Christiadi, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
3.
Heru Marhanto Utomo, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
4.
Sary Laviningrum, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
 
 
 
 
 
 
semuanya beralamat kantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-829/PJ./2012 tanggal 08 Juni 2012;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
 
PT. INTRACAWOOD MANUFACTURING, tempat kedudukan di Jalan Cikini Raya Nomor 69, Jakarta 10330, diwakili oleh Kirana Widjaja, selaku Wakil Presiden Direktur;

untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding; Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012, tanggal 12 Maret 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
 
A.
Penerbitan SKPKB PPh Badan Nomor 00020/206/07/725/10 tanggal 15 Maret 2010
 
1.
Bahwa SKPLB PPh Badan Nomor 00020/206/07/725/10 tanggal 15 Maret 2010 diterbitkan dengan perhitungan sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa setelah perhitungan tersebut Pemohon Banding teliti nyata bahwa Pemeriksa Pajak telah melakukan koreksi fiskal atas SPT PPh Badan Tahun Pajak 2007 dengan rincian sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
B.
Keberatan
 
Bahwa koreksi fiskal sebagaimana tersebut di atas sebagian tidak dapat Pemohon Banding terima dan karenanya dengan Surat Nomor 025/INT-TL/PJK/IV/2010 tanggal 20 April 2010 Pemohon Banding telah mengajukan keberatan, dengan Keputusan Terbanding Nomor KEP-442/WPJ.14/BD.06/2010 keberatan Pemohon Banding tersebut telah ditolak dengan perhitungan sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
C.
Banding
 
1.
Bahwa dari perhitungan penelitian keberatan tersebut masih ada koreksi yang dipertahankan, rinciannya adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa selanjutnya terhadap koreksi yang dalam keberatan masih dipertahankan (keberatan Pemohon Banding telah ditolak) dengan ini Pemohon Banding mengajukan banding dengan alasan dan penjelasan sebagai berikut:

Koreksi Fiskal atas Harga Pokok Penjualan:
 
 
Bahwa Rp537.350.950,00 merupakan pengeluaran dana sosial untuk kompensasi kepada masyarakat sekitar hutan berdasarkan realisasi produksi kayu hutan (LHP) sesuai dengan SK Gubernur Kalimantan Timur Nomor 20 Tahun 2000 melalui pemerintah yang bukan badan hukum, koreksi tidak Pemohon Banding terima;
 
 
Bahwa Rp35.649.075,00 merupakan bantuan kepada masyarakat sekitar desa berupa solar untuk penerangan genset desa Bengalun, biaya ini merupakan Community Development (untuk kepentingan umum) dan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 6, koreksi tidak Pemohon Banding terima;
 
 
Bahwa Rp31.754.840,00 merupakan pembayaran retribusi log pond kepada masyarakat sekitar desa Kapuak melalui Kepala Desa berdasarkan jumlah kubikasi kegiatan di log pond, biaya ini merupakan Community Development (untuk kepentingan umum) dan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 6, koreksi tidak Pemohon Banding terima;
 
 
Bahwa Rp287.437.388,00 merupakan biaya pengobatan di Poliklinik Pemohon Banding dalam pelayanan kesehatan kepada semua karyawan perusahaan, sehingga koreksi tidak Pemohon Banding terima;
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa dengan demikian jumlah Pajak Penghasilan Badan terutang Tahun Pajak 2007 menurut perhitungan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012, tanggal 12 Maret 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-442/WPJ.14/BD.06/2010 tanggal 18 Oktober 2010, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun 2007 Nomor 00020/206/07/725/10 tanggal 15 Maret 2010, atas nama PT. Intracawood Manufacturing, NPWP 01.062.216.5-725.000, beralamat di Jalan Cikini Raya Nomor 69, Jakarta 10330, sehingga Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2007 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak PUT.37112/PP/M.XV/15/2012, tanggal 12 Maret 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 26 Maret 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-829/PJ./2012, tanggal 08 Juni 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 18 Juni 2012 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-880/SP.51/AB/VI/2012 dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada hari itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 23 Juli 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 23 Agustus 2012;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Tentang Koreksi Positif Harga Pokok Penjualan sebesar Rp892.192.253,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 23 Alinea ke-7
Menimbang, bahwa berdasarkan hasil Pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding, sehingga besarnya penghasilan neto Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2007 menjadi sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
II.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku khususnya atas dibatalkannya koreksi Harga Pokok Penjualan sebesar Rp892.192.253,00 sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.

Bahwa koreksi Harga Pokok Penjualan sebesar Rp892.192.253,00 terdiri dari:
 
 
 
 
 
 
 
 
A.
Koreksi Biaya Dana Sosial sebesar Rp537.350.950,00
 
 
1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 15 Alinea ke-9 dan 10
“Bahwa Majelis berpendapat pembebanan biaya dana sosial adalah penyisihan yang dilakukan oleh Pemohon Banding atas kewajiban yang sudah pasti ada dan bukan pembentukan cadangan yang dimaksudkan untuk perluasan perusahaan dan untuk menjamin kelangsungan perusahaan;
 
“Bahwa berdasarkan bukti/dokumen yang diajukan dalam persidangan, keterangan para pihak, dan keyakinan Hakim, Majelis berpendapat bahwa biaya dana sosial sebesar Rp537.350.950,00 adalah bukan cadangan dan dapat dibiayakan sehingga koreksi Terbanding atas biaya dana sosial sebesar Rp537.350.950,00 tidak dapat dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku khususnya atas dibatalkannya koreksi atas biaya dana sosial sebesar Rp537.350.950,00 sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh) menyatakan:

Pasal 6 ayat (1) huruf a
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi:
 
 
 
a.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan”.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 9 ayat (1) huruf c
“Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
 
 
 
c.
pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan".
         
 
 
6.
Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP) menyatakan:

Pasal 28 ayat (1)
“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan”.

Pasal 28 ayat (3)
“Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya”.

Pasal 28 ayat (5)
“Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas”.

Penjelasan Pasal 28 ayat (5)
“Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai."
 
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas harga pokok penjualan berupa biaya dana sosial sebesar Rp537.350.950,00 karena biaya tersebut berkaitan dengan dana sosial yang belum direalisasikan dan masih berupa cadangan biaya yang tidak memiliki kepastian kapan akan direalisasikan, sehingga sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh biaya tersebut tidak dapat dibebankan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.2.
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) membebankan biaya dana sosial sebesar Rp537.350.950,00 tersebut berdasarkan amanat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 20 Tahun 2000;

Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengakui biaya dana sosial tersebut belum direalisasikan penyetorannya kepada Pemerintah Daerah dengan alasan belum adanya peraturan lain sebagai pelaksanaan surat keputusan Gubernur tersebut;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.3.
Bahwa Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 20 tahun 2000 antara lain menyatakan sebagai berikut:

Pasal 4
“Masyarakat yang berada didalam dan di sekitar hutan yang berhak menerima pembayaran dana kompensasi ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota setempat dengan memperhatikan Rekomendasi dari Camat, Kepala Desa dan Kepala Adat."

Pasal 5
“Pembayaran dana kompensasi untuk masyarakat didalam dan sekitar hutan besarnya diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dibayarkan oleh Perusahaan Pengusahaan Hutan kepada masyarakat didalam dan sekitar hutan sebelum keputusan ini ditetapkan.''

Pasal 8
“Masyarakat di dalam dan sekitar hutan selain berhak memperoleh dana kompensasi juga berkewajiban untuk menjamin kelangsungan pengusahaan hutan, memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan kerusakan."

Pasal 9
“Hasil pemberian dana kompensasi yang diterima oleh masyarakat didalam dan sekitar hutan digunakan untuk kepentingan masyarakat setempat antara lain dalam bentuk usaha-usaha produktif melalui Badan Usaha Bersama yang programnya diketahui oleh Camat dan Kepala Desa setempat.”
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.4.
Bahwa berdasarkan penelitian bukti dan keterangan dalam persidangan, diketahui Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan stelsel akrual;

Bahwa Penjelasan Pasal 28 ayat (5) Undang-Undang PPh menyatakan: “Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya”.

Bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 28 ayat (5) Undang-Undang PPh menyatakan:
"Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai."

Berdasarkan hal tersebut, maka biaya akan terutang pada saat sudah ada tagihan dari pihak ketiga atas biaya tersebut, yang dapat dibuktikan dengan adanya faktur/invoice/surat tagihan, sehingga sudah diketahui dengan pasti hal-hal sebagai berikut:
 
 
 
 
Kepada siapa biaya tersebut akan dibayarkan
 
 
 
 
Jumlah yang akan dibayarkan
 
 
 
 
Jatuh tempo pembayaran
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Dan bahwa apabila memang tidak ada tagihan dari pihak ketiga maka biaya terutang adalah pada saat pihak yang berkewajiban (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding) sudah mengetahui dengan pasti hal-hal sebagai berikut:
 
 
 
 
Kepada siapa biaya tersebut akan dibayarkan
 
 
 
 
Jumlah yang akan dibayarkan
 
 
 
 
Jatuh tempo pembayaran
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Berdasarkan hal tersebut, maka pengakuan biaya dalam pembukuan dengan menggunakan stelsel akrual adalah pada saat biaya tersebut terutang;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.5.
Bahwa berdasarkan ketentuan pada angka 7.3. dan 7.4. tersebut diatas dan fakta yang terungkap di persidangan, diketahui hal-hal sebagai berikut:
 
 
 
 
a.
Bahwa Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 20 Tahun 2000 tersebut masih harus ditindaklanjuti dengan suatu surat keputusan Bupati/Walikota setempat berkaitan dengan masyarakat yang berhak menerima pembayaran kompensasi;
 
 
 
 
b.
Bahwa sampai dengan persidangan dinyatakan cukup, surat keputusan Bupati/Walikota setempat sebagai tindak lanjut atas Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 20 Tahun 2000 tersebut belum ada atau belum ditetapkan, sehingga belum diketahui siapa saja masyarakat yang berhak menerima pembayaran kompensasi dan berapa besaran kompensasinya, sehingga bentuk atau wujud dana kompensasi juga belum diketahui;
 
 
 
 
c.
Bahwa oleh karena itu, faktanya sampai dengan sidang dinyatakan cukup, dana sosial/kompensasi tersebut belum dibayarkan dan belum diketahui kapan (waktu) dana sosial/kompensasi tersebut akan dibayarkan, sehingga biaya dana sosial/kompensasi tersebut belum diketahui saat atau waktu terutangnya;

Bahwa berdasarkan hal tersebut, maka atas kewajiban yang tidak jelas saat pelunasannya tidak dapat dianggap sebagai hutang dan beban atau kewajiban tersebut tidak dapat dianggap sebagai biaya, sehingga biaya dana sosial/kompensasi sebesar Rp537.350.950,00 tersebut tidak dapat dibebankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh;
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat setuju dengan pendapat berbeda (dissenting opinions) Hakim Anggota Drs. Tonggo Aritonang, Ak., M.Sc. yang terdapat dalam halaman 15 sampai dengan halaman 19 di Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012;
 
 
 
 
 
 
 
 
9.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan atas amar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan:

Halaman 15 Alinea ke-2
“Bahwa penyisihan dimaksudkan untuk beban atau kewajiban yang sudah pasti ada, akan tetapi jumlahnya belum diketahui secara tepat, misalnya penyisihan untuk Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda), tambahan pajak dan Iain-lain;

“Bahwa bagi jenis-jenis usaha tertentu, secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang mungkin akan terjadi, misalnya usaha bank dan asuransi;

“Bahwa Majelis berpendapat pembebanan biaya dana sosial adalah penyisihan yang dilakukan oleh Pemohon Banding atas kewajiban yang sudah pasti ada dan bukan pembentukan cadangan yang dimaksudkan untuk perluasan perusahaan dan untuk menjamin kelangsungan perusahaan;
 
“Bahwa berdasarkan bukti/dokumen yang diajukan dalam persidangan, keterangan para pihak, dan keyakinan hakim, Majelis berpendapat bahwa biaya dana sosial sebesar Rp537.350.950,00 adalah bukan cadangan dan dapat dibiayakan sehingga koreksi Terbanding atas biaya dana sosial sebesar Rp537.350.950,00 tidak dapat dipertahankan;

“Bahwa amar pertimbangan tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan fakta persidangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh karena:
 
 
 
1.
Bahwa nyata-nyata surat keputusan Bupati/Walikota setempat sebagai tindak lanjut atas Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 20 Tahun 2000 tersebut belum ada atau belum ditetapkan, sehingga belum diketahui siapa saja masyarakat yang berhak menerima pembayaran kompensasi dan berapa besaran kompensasinya, sehingga bentuk atau wujud dana kompensasi juga belum diketahui.
 
 
 
2.
Bahwa oleh karena itu, faktanya sampai dengan sidang dinyatakan cukup, dana sosial/kompensasi tersebut belum dibayarkan dan belum diketahui kapan (waktu) dana sosial/kompensasi tersebut akan dibayarkan, sehingga biaya dana sosial/kompensasi tersebut belum diketahui saat atau waktu terutangnya;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa kriteria/syarat pengakuan biaya dalam pembukuan dengan menggunakan stelsel akrual yang dianut oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yaitu adalah pada saat biaya tersebut terutang, sebagai berikut:
 
 
 
a.
Biaya akan terutang pada saat sudah ada tagihan dari pihak ketiga atas biaya tersebut, yang dapat dibuktikan dengan adanya faktur/invoice/surat tagihan, sehingga sudah diketahui dengan pasti kepada siapa biaya tersebut akan dibayarkan, jumlah yang akan dibayarkan, dan jatuh tempo pembayaran;
 
 
 
b.
Apabila memang tidak ada tagihan dari pihak ketiga maka biaya terutang adalah pada saat pihak yang berkewajiban (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding) sudah mengetahui dengan pasti kepada siapa biaya tersebut akan dibayarkan, jumlah yang akan dibayarkan, dan jatuh tempo pembayaran;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa dengan demikian maka biaya sosial sebesar Rp537.350.950,00 tersebut nyata-nyata belum dapat disebut sudah terutang karena dana sosial/kompensasi tersebut belum dibayarkan dan belum diketahui kapan (waktu) dana sosial/kompensasi tersebut akan dibayarkan sehingga belum diketahui saat atau waktu terutangnya;

Bahwa berdasarkan hal tersebut maka biaya sosial sebesar Rp537.350.950,00 tersebut tidak dapat dianggap sebagai biaya, karena tidak memiliki kepastian kapan dan berapa jumlah yang akan direalisasikan, sehingga tidak dapat dibebankan sebagai biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh, namun biaya sosial sebesar Rp537.350.950,00 hanya merupakan cadangan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh juga tidak dapat dibebankan sebagai biaya (bukan merupakan penyisihan sebagaimana amar pertimbangan Majelis Hakim);

Berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa “pembebanan biaya dana sosial adalah penyisihan yang dilakukan oleh Pemohon Banding atas kewajiban yang sudah pasti ada dan bukan pembentukan cadangan” adalah tidak sesuai fakta persidangan dan telah bertentangan dengan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak serta ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh.
 
 
 
 
 
 
 
 
10.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan terkait koreksi biaya dana sosial sebesar Rp537.350.950,00, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 tersebut harus dibatalkan.
 
 
 
 
 
 
 
B.
Koreksi Biaya Solar sebesar Rp35.649.075,00
 
 
1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 20 Alinea ke-4
“Bahwa berdasarkan bukti/dokumen yang diajukan dalam persidangan, keterangan para pihak, dan keyakinan Hakim, Majelis berpendapat bahwa biaya solar sebesar Rp35.649.075,00 adalah sumbangan yang dapat dibiayakan sehingga koreksi Terbanding atas biaya solar sebesar Rp35.649.075,00 tidak dapat dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku khususnya atas dibatalkannya koreksi biaya solar sebesar Rp35.649.075,00 sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh) menyatakan:

Pasal 9 ayat (1) huruf g
"Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah".

Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b
“Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah:
 
 
 
a.
1)
Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
 
 
 
 
2)
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
 
 
 
 
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
 
 
 
b.
Warisan;
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu:
 
 
 
6.1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas harga pokok penjualan berupa biaya solar sebesar Rp35.649.075,00 karena biaya tersebut termasuk dalam kriteria sumbangan sehingga sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh biaya tersebut tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak;

Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) secara komersial dapat membebankan biaya tersebut namun secara fiskal biaya berupa sumbangan tidak dapat dibebankan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.2.
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), biaya ini merupakan bantuan kepada masyarakat sekitar desa berupa solar untuk penerangan genset desa Bengalun yang merupakan pengeluaran community development (untuk kepentingan umum) dan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan Undang-Undang PPh;
 
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan atas amar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan:

Halaman 20 Alinea ke-3 dan 4
“Bahwa Majelis berpendapat bahwa pengeluaran biaya solar adalah sumbangan kepada masyarakat yang tidak termasuk pengertian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 jo. Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 karena pengeluaran biaya solar tersebut memiliki hubungan usaha Pemohon Banding;

“Bahwa berdasarkan bukti/dokumen yang diajukan dalam persidangan, keterangan para pihak, dan keyakinan hakim, Majelis berpendapat bahwa biaya solar sebesar Rp35.649.075,00 adalah sumbangan yang dapat dibiayakan sehingga koreksi Terbanding atas biaya solar sebesar Rp35.649.075,00 tidak dapat dipertahankan;

Bahwa amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan fakta persidangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh karena berdasarkan fakta persidangan, biaya solar sebesar Rp35.649.075,00 tersebut merupakan bantuan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada masyarakat sekitar berupa solar untuk penerangan genset desa Bengalun;

Bahwa Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh menyatakan:
"Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah"

Bahwa 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh menyatakan: “Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah:
 
 
 
1)
Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
 
 
 
2)
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
 
 
 
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan fakta persidangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut, maka biaya solar sebesar Rp35.649.075,00 tersebut merupakan bantuan atau sumbangan yang termasuk dalam pengertian sumbangan sebagaimana terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh juncto Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh yang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan dalam hal ini antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan masyarakat sekitar, sehingga tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak;

Berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa: “…pengeluaran biaya solar tersebut memiliki hubungan usaha Pemohon Banding” adalah tidak sesuai fakta persidangan dan telah bertentangan dengan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak serta ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh juncto Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh.
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan terkait koreksi biaya solar sebesar Rp35.649.075,00, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 tersebut harus dibatalkan.
 
 
 
 
 
 
 
C.
Koreksi Biaya Retribusi Log Pond sebesar Rp31.754.840,00
 
 
1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 21 Alinea ke-6
“Bahwa berdasarkan bukti/dokumen yang diajukan dalam persidangan, keterangan para pihak, dan keyakinan Hakim, Majelis berpendapat bahwa retribusi Log Pond sebesar Rp31.754.840,00 adalah sumbangan yang dapat dibiayakan sehingga koreksi Terbanding atas retribusi Log Pond sebesar Rp31.754.840,00 tidak dapat dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku khususnya atas dibatalkannya koreksi biaya retribusi log pond sebesar Rp31.754.840,00 sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh) menyatakan:

Pasal 9 ayat (1) huruf g
"Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah".

Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b
“Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah:
 
 
 
a.
1)
Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
 
 
 
 
2)
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
 
 
 
 
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
 
 
 
b.
Warisan;
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu:
 
 
 
6.1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas harga pokok penjualan berupa biaya retribusi log pond sebesar Rp31.754.840,00 karena biaya tersebut termasuk dalam kriteria sumbangan sehingga sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh biaya tersebut tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak;

Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) secara komersial dapat membebankan biaya tersebut namun secara fiskal biaya berupa sumbangan tidak dapat dibebankan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.2.
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), pembayaran retribusi log pond tersebut dilakukan kepada masyarakat sekitar desa Kapuak melalui Kepala Desa berdasarkan jumlah kubikasi kegiatan di log pond, biaya ini merupakan pengeluaran community development (untuk kepentingan umum) dan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 6;
 
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan atas amar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan:

Halaman 21 Alinea ke-4 s.d 6
“Bahwa Majelis berpendapat pengeluaran retribusi Log Pond kepada masyarakat sekitar desa Kapuak melalui Kepala Desa merupakan kewajiban sosial perusahaan kepada masyarakat sekitar yang apabila tidak dilakukan akan mengganggu kelancaran usaha Pemohon Banding di desa tersebut;
 
“Bahwa Majelis berpendapat bahwa retribusi Log Pond adalah sumbangan kepada masyarakat yang tidak termasuk pengertian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 jo. Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 karena retribusi Log Pond tersebut memiliki hubungan usaha Pemohon Banding;

Bahwa berdasarkan bukti/dokumen yang diajukan dalam persidangan, keterangan para pihak, dan keyakinan Hakim, Majelis berpendapat bahwa retribusi Log Pond sebesar Rp31.754.840,00 adalah sumbangan yang dapat dibiayakan sehingga koreksi Terbanding atas retribusi Log Pond sebesar Rp31.754.840,00 tidak dapat dipertahankan;

Bahwa amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan fakta persidangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh karena berdasarkan fakta persidangan, biaya retribusi log pond sebesar Rp31.754.840,00 tersebut merupakan bantuan atau sumbangan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada masyarakat sekitar berupa pembayaran retribusi log pond kepada masyarakat sekitar desa Kapuak melalui Kepala Desa berdasarkan jumlah kubikasi kegiatan di log pond;

Bahwa Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh menyatakan:
"Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah".

Bahwa Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh menyatakan:
“Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah:
 
 
 
1)
Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
 
 
 
2)
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
 
 
 
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan fakta persidangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut, maka biaya retribusi log pond sebesar Rp31.754.840,00 tersebut merupakan bantuan atau sumbangan yang termasuk dalam pengertian sumbangan sebagaimana terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh juncto Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh yang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan dalam hal ini antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan masyarakat sekitar, sehingga tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak;

Berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa: “…retribusi Log Pond tersebut memiliki hubungan usaha Pemohon Banding” adalah tidak sesuai fakta persidangan dan telah bertentangan dengan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak serta ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh juncto Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh.
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan terkait koreksi biaya retribusi log pond sebesar Rp31.754.840,00, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 tersebut harus dibatalkan.
 
 
 
 
 
 
 
D.
Koreksi Biaya Pengobatan di Poliklinik Intracawood sebesar Rp287.437.388,00
 
 
1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 23 Alinea ke-3
“Bahwa berdasarkan bukti/dokumen yang diajukan dalam persidangan, keterangan para pihak, dan keyakinan Hakim, Majelis berpendapat bahwa biaya pengobatan di Poliklinik sebesar Rp287.437.388,00 dapat dibebankan sebagai biaya sehingga koreksi Terbanding atas biaya pengobatan di Poliklinik sebesar Rp287.437.388,00 tidak dapat dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku khususnya atas dibatalkannya koreksi biaya pengobatan di poliklinik Intracawood sebesar Rp287.437.388,00 sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh) menyatakan:

Pasal 9 ayat (1) huruf e
"Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan”.

Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf e
“Sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan dianggap bukan merupakan Objek Pajak.

Selaras dengan hal tersebut maka dalam ketentuan ini, penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja. Namun, dalam rangka menunjang kebijaksanaan Pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil, berdasarkan keputusan Menteri Keuangan, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja.

Dalam hal pemberian kepada pegawai berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, secara bersama-sama, atau yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (Satpam), antar jemput karyawan serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya, maka pemberian tersebut bukan merupakan imbalan bagi karyawan tetapi boleh dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja.
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu:
 
 
 
6.1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas harga pokok penjualan berupa biaya pengobatan di poliklinik Intracawood sebesar Rp287.437.388,00 karena biaya tersebut merupakan biaya pengobatan di poliklinik milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk karyawan di pabrik yang berlokasi di pedalaman yang termasuk dalam kriteria pemberian kenikmatan/fasilitas kepada karyawan, sehingga sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh biaya tersebut tidak dapat dibebankan;

Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bukan termasuk dalam kriteria Wajib Pajak yang mendapat fasilitas daerah terpencil;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.2.
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), biaya pengobatan di poliklinik milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah pelayanan kesehatan kepada semua karyawan perusahaan;
 
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan atas amar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan:

Halaman 21 Alinea ke-4 s.d 6
“Bahwa Majelis berpendapat poliklinik diadakan untuk tujuan kepentingan seluruh karyawan yang merupakan keharusan bagi Pemohon Banding sesuai bukti P-6;

“Bahwa Majelis berpendapat bahwa biaya poliklinik bukan merupakan imbalan bagi karyawan tetapi boleh dibebankan sebagai biaya;

“Bahwa berdasarkan bukti/dokumen yang diajukan dalam persidangan, keterangan para pihak, dan keyakinan hakim, Majelis berpendapat bahwa biaya pengobatan di Poliklinik sebesar Rp287.437.388,00 dapat dibebankan sebagai biaya sehingga koreksi Terbanding atas biaya pengobatan di Poliklinik sebesar Rp287.437.388,00 tidak dapat dipertahankan;

Bahwa amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan fakta persidangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh karena:
 
 
 
a.
Bahwa biaya pengobatan di poliklinik Intracawood sebesar Rp287.437.388,00 karena biaya tersebut merupakan biaya pengobatan di poliklinik milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk karyawan di pabrik yang berlokasi di pedalaman yang termasuk dalam kriteria pemberian kenikmatan/fasilitas kepada karyawan;
 
 
 
b.
Bahwa biaya pengobatan di poliklinik Intracawood sebesar Rp287.437.388,00 tersebut tidak termasuk dalam kriteria pengeluaran yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (Satpam), antar jemput karyawan serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh dan penjelasannya sebagai penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan atau pemberian yang bukan merupakan imbalan bagi karyawan tetapi boleh dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja;
 
 
 
c.
Bahwa diketahui fakta yang terjadi yaitu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak yang mendapat fasilitas daerah terpencil dan tidak ada suatu surat keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan penetapan daerah tertentu/terpencil yang diberikan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh menyatakan:
"Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan”.

Bahwa Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh menyatakan: Selaras dengan hal tersebut maka dalam ketentuan ini, penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja. Namun, dalam rangka menunjang kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil, berdasarkan keputusan Menteri Keuangan, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja.

Dalam hal pemberian kepada pegawai berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, secara bersama-sama, atau yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (Satpam), antar jemput karyawan serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya, maka pemberian tersebut bukan merupakan imbalan bagi karyawan tetapi boleh dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja.

Bahwa dengan tidak termasuknya biaya pengobatan di poliklinik Intracawood sebesar Rp287.437.388,00 tersebut dalam kriteria pengeluaran yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh dan penjelasannya; dan

Bahwa dengan tidak adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan penetapan daerah tertentu/terpencil yang diberikan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);

maka biaya pengobatan di poliklinik Intracawood sebesar Rp287.437.388,00 tersebut nyata-nyatanya merupakan pemberian kenikmatan/fasilitas kepada karyawan yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh dan penjelasannya;

Berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa: “biaya poliklinik bukan merupakan imbalan bagi karyawan tetapi boleh dibebankan sebagai biaya” adalah tidak sesuai fakta persidangan dan telah bertentangan dengan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak serta ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh dan penjelasannya.
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan terkait koreksi biaya pengobatan di poliklinik Intracawood sebesar Rp287.437.388,00, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 tersebut harus dibatalkan.
 
 
 
 
 
 
III.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012 yang menyatakan:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-442/WPJ.14/BD.06/2010 tanggal 18 Oktober 2010, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun 2007 Nomor 00020/206/07/725/10 tanggal 15 Maret 2010, atas nama: PT. Intracawood Manufacturing, NPWP 01.062.216.5-725.000, beralamat di Jalan Cikini Raya Nomor 69, Jakarta 10330, sehingga Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2007 dihitung kembali menjadi sesuai perhitungan di atas;

adalah tidak benar serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan pertimbangan:
1.
Bahwa biaya dana sosial sebesar Rp537.350.950,00 tidak dapat dibiayakan karena belum dibayarkan dan belum diketahui kapan akan dibayarkan.
2.
Bahwa biaya solar sebesar Rp35.649.975,00 dan biaya Retribusi Log Pond sebesar Rp31.754.840,00 merupakan bantuan dan sumbangan yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya (Pasal 9 (1)g jo Pasal 4 (3)a Undang-Undang PPh.
3.
Bahwa biaya poliklinik sebesar Rp287.437.388,00 tidak dapat dibebankan sebagai biaya karena bukan merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh (tidak ada Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Daerah Terpencil).
 
 
 
 
 
 
Sehingga koreksi Terbanding/Pemohon Peninjauan Kembali sudah benar dan harus dipertahankan.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK dan membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.37112/PP/M.XV/15/2012, Tanggal 12 Maret 2012 serta Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Agung telah membaca dan mempelajari Jawaban Memori Peninjauan Kembali dari Termohon Peninjauan Kembali, namun tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan alasan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali;

Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali, maka Termohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
 
 
 
 
 
 

MENGADILI

Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor 37112/PP/M.XV/15/2012 tanggal 12 Maret 2012;
 

MENGADILI KEMBALI

Menolak permohonan banding dari Pemohon Banding: PT. INTRACAWOOD MANUFACTURING tersebut;

Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 13 Mei 2014, oleh Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc., Ketua Muda Pembinaan yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N. dan Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Rafmiwan Murianeti, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Dr.  Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
Ketua Majelis
ttd.
Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Rafmiwan Murianeti, S.H., M.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

141/B/PK/PJK/2014