Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1031/B/PK/PJK/2016


DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
 
 
 
 
 
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1.
Dadang Suwarna, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Dayat Pratikno, jabatan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3.
Farchan Ilyas, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4.
Budi Rahardjo, jabatan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
 
 
 
 
 
 
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2132/PJ./2015, tanggal 16 Juni 2015;

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
 
 
PT. GRAHADHIKA SARANA PURNAJATI, beralamat di Jalan M.H. Thamrin 40, Surabaya, beralamat korespondensi: d.a. PT Velly Young Karunia Indonesia, Ruko Mutiara Kosambi, Jalan Raya Perancis, Tangerang 15211;

untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-59938/PP/M.VA/16/2015, tanggal 05 Maret 2015, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 004/GSP/VYI/XII/2012 tanggal 17 Desember 2012, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Bahwa sehubungan dengan dikeluarkannya Keputusan Terbanding Nomor KEP-1605/WPJ.11/2012 tanggal 21 September 2012 Tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00071/207/08/607/11 tanggal 08 Agustus 2011 masa pajak April 2008 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-93/WPJ.11/KP.0503/2011 tanggal 19 Desember 2011 juncto KEP-6/WPJ.11/KP.0503/2012 tanggal 20 Februari 2012;

Bahwa pada prinsipnya Pemohon Banding selaku penerima kuasa dengan Surat Kuasa Khusus Nomor 004/GSP/XII/SK/2012 tanggal 03 Desember 2012 dari Pemohon Banding menolak Keputusan Terbanding Nomor KEP-1605/WPJ.11/2012 tanggal 21 September 2012 Tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00071/207/08/607/11 tanggal 08 Agustus 2011 masa pajak April 2008 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-93/WPJ.11/KP.0503/2011 tanggal 19 Desember 2011 juncto KEP-6/WPJ.11/KP.0503/2012 tanggal 20 Februari 2012 tersebut, namun sebelum membahas ketentuan segi materi akan disampaikan ketentuan formal persyaratan pengajuan banding sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
KETENTUAN FORMAL PERSYARATAN PENGAJUAN BANDING
A)
Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1605/WPJ.11/2012 tanggal 21 September 2012 Tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00071/207/08/607/11 tanggal 08 Agustus 2011 masa pajak April 2008 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-93/WPJ.11/KP.0503/2011 tanggal 19 Desember 2011 juncto KEP-6/WPJ.11/KP.0503/2012 tanggal 20 Februari 2012. Yang Pemohon Banding terima pada tanggal 21 September 2012 dari Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah DJP Jatim I, dengan Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar Rp23.752.554,00 (dua puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh dua ribu lima ratus lima puluh empat Rupiah), pada kolom Jumlah yang telah disetujui berdasarkan pembahasan akhir pemeriksaan adalah NIHIL (Nol), sehingga telah memenuhi persyaratan formal Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Pasal 35 ayat (2) Pasal 35 ayat (2):
"Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan." atau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3);

Ayat (1)
"Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).";

Ayat (3)
"Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut";
 
 
 
 
 
 
 
B)
Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

bahwa dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen);

Untuk jelasnya akan Pemohon Banding uraikan sebagai berikut:

bahwa berdasarkan Surat Keputusan Terbanding: Nomor KEP-1605/WPJ.11/2012 tanggal 21 September 2012 Tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00070/207/08/007/11 tanggal 08 Agustus 2011 masa pajak April 2008 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-93/WPJ.11/KP.0503/2011 tanggal 19 Desember 2011 juncto KEP-6/WPJ.11/KP.0503/2012 tanggal 20 Februari 2012 adalah:
 
Tabel 1. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
Telah dilunasi pada tanggal 26 September 2012

bahwa dengan demikian pengajuan banding telah memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
SEGI MATERI
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara Banding ini adalah mengenai Penyerahan Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak April 2008 atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp319.398.499 yang dilakukan Tim Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah DJP Jatim I menerbitkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1605/WPJ.11/2012 tanggal 21 September 2012 Tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00071/207/08/607/11 tanggal 08 Agustus 2011 masa pajak April 2008 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-93/WPJ.11/KP.0503/2011 tanggal 19 Desember 2011 juncto KEP-6/WPJ.11/KP.0503/2012 tanggal 20 Februari 2012 dengan perhitungan sebagai berikut:
 
Tabel 2. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1605/WPJ.11/2012 tanggal 21 September 2012 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Nomor 00071/207/08/607/11 tanggal 08 Agustus 2011 masa pajak April 2008 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-93/WPJ.11/KP.0503/2011 tanggal 19 Desember 2011 juncto KEP-6/WPJ.11/KP.0503/2012 tanggal 20 Februari 2012. Kemudian Pemohon Banding mengajukan banding ke Pengadilan Pajak;

Bahwa atas keputusan tersebut Pemohon Banding merasa sangat keberatan dengan alasan sebagai berikut:
A.
PERHITUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
 
bahwa adapun perhitungan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Tegalsari adalah sebagai berikut:
 
Tabel 3. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
Pajak Pertambahan Nilai

Dasar Pengenaan Pajak

Penyerahan yang PPN-nya dipungut sendiri/dibayar sendiri:
 
Tabel 4. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
Dasar dilakukan koreksi oleh Pemeriksa:
bahwa dasar dikoreksi karena berdasar Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang Nomor 18/2000 juncto Undang-Undang Nomor 42/2009 dan Pasal 5 dan 6 PP 144/2000 Jenis Usaha WP yang berupa klinik kecantikan tidak termasuk sebagai jasa dibidang Pelayanan Kesehatan Medik. Dengan Demikian maka atas seluruh penjualan/penyerahan yang dilakukan WP terutang PPN;

Menurut Penelaah Keberatan
bahwa berdasarkan hasil equalisasi, dilakukan koreksi positif terhadap DPP atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri, karena berdasar Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 stdd Undang-Undang 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa Kegiatan Usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak adalah Klinik Kecantikan, sehingga atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak tidak termasuk sebagai Jasa dibidang Pelayanan Kesehatan Medik yang tidak dikenakan PPN;

bahwa Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan dokumen atau bukti pendukung yang menjelaskan bahwa penjualan paket non medis yang dilaporkan sebagai omzet PPh di bulan Maret 2008, sebesar Rp8.676.364,00 benar-benar telah dibayarkan PPn-nya dan tidak diperhitungkan lagi sebagai objek PPN oleh Pemohon Banding karena telah dibayarkan PPN-nya;

Keberatan Pemohon Banding adalah:

Dasar Hukum:

UU PPN Tahun 1984 Pasal 4A ayat (3) huruf a berbunyi:
Penetapan Jenis Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok kelompok jasa sebagai berikut:
 
a.
Jasa di bidang Pelayanan Kesehatan Medik;
 
 
 
 
 
 
 
 
Di dalam Memori Penjelasan:
Cukup jelas.

Telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN Tahun 1984);

Pasal 4A ayat (3) huruf a berbunyi:
Jenis Jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah Jasa Tertentu dalam kelompok Jasa sebagai berikut:
 
a.
Jasa pelayanan kesehatan Medis
 
 
 
 
 
 
 
 
Di dalam Memori Penjelasan:
Huruf a:
 
a.
Jasa Pelayanan Kesehatan Medis meliputi
 
 
1.
Jasa Dokter Umum, Dokter Spesialis, dan Dokter Gigi;
 
 
2.
Jasa Dokter Hewan;
 
 
3.
Jasa ahli Kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, dan ahli fisioterapi;
 
 
4.
Jasa kebidanan dan dukun bayi;
 
 
5.
Jasa Paramedis dan Perawat;
 
 
6.
Jasa Rumah Sakit,Rumah Bersalin, klinik Kesehatan, laboratorium, dan Sanatorium;
 
 
7.
Jasa Psikolog dan Psikiater dan;
 
 
8.
Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal;
 
 
 
 
 
 
 
 
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Jasa dan Barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai Pasal 5 huruf a yang berbunyi:
Jenis Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah
 
a)
Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 6
Jenis di bidang pelayanan kesehatan medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi
 
a.
Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
 
b.
Jasa dokter hewan;
 
c.
Jasa ahli kesehatan seperti akupunktur, ahli gigi,ahli gizi, dan fisioterapi;
 
d.
Jasa kebidanan, dukun bayi;
 
e.
Jasa paramedis, perawat; dan
 
f.
Jasa Rumah, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
 
 
 
 
 
 
 
 
Memori Penjelasan Pasal 6
Termasuk dalam pengertian jasa di bidang pelayanan kesehatan medik adalah jasa pengobatan alternatif, psikolog dan paranormal;

bahwa Pemeriksa maupun Penelaah Keberatan tidak melihat bukti bukti dan fakta fakta yang ada bahwa dari Pemohon Banding adalah suatu klinik kecantikan estetika yang mana telah mendapat izin operasional dari Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik "Departemen Kesehatan Republik Indonesia" yang mana sangat berbeda sekali";

bahwa definisi dari Klinik Kecantikan Estetika adalah satu sarana pelayanan kesehatan (Praktik dokter perorangan/praktik berkelompok dokter) yang bersifat rawat jalan dengan menyediakan jasa pelayanan medik (konsultasi,pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medik) untuk mencegah dan mengatasi berbagai kondisi/penyakit yang terkait dengan kecantikan (estetika penampilan) seseorang, yang dilakukan oleh tenaga medik dokter,dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis) sesuai keahlian dan kewenangannya;

bahwa dari penjelasan dan berdasarkan fakta hukum dan berdasarkan UU PPN 1984 bahwa Kegiatan Usaha dalam klinik kecantikan estetika yang ada pada Pemohon Banding adalah Jenis Jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai;
 
 
 
 
 
 
 
B.
PERHITUNGAN PEMOHON BANDING
 
Bahwa berdasarkan uraian Pemohon Banding di atas, maka menurut perhitungan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
 
Tabel 5. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-59938/PP/M.VA/16/2015, tanggal 05 Maret 2015, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

MENGADILI
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1605/WPJ.11/2012 tanggal 21 September 2012 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008 Nomor 00071/207/08/607/11 tanggal 08 Agustus 2011 sebagaimana telah dibetulkan dengan surat keputusan Nomor KEP-93/WPJ.11/KP.0503/2011 tanggal 19 Desember 2011 sebagaimana telah dibetulkan kembali dengan surat keputusan Nomor KEP-6/WPJ.11/KP.0503/2012 tanggal 20 Februari 2012, atas nama PT. Grahadhika Sarana Purnajati, NPWP: 01.771.411.4-607.000, beralamat di: Jalan M.H. Thamrin 40, Surabaya, alamat korespondensi: d.a. PT Velly Young Karunia Indonesia, Ruko Mutiara Kosambi, Jalan Raya Perancis, Tangerang 15211, sehingga jumlah PPN Barang dan Jasa yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:
 
Tabel 6. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-59938/PP/M.VA/16/2015, tanggal 05 Maret 2015 diberitahukan kepada Terbanding pada tanggal 27 Maret 2015, kemudian terhadapnya oleh Terbanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2132/PJ./2015, tanggal 16 Juni 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 23 Juni 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 23 Juni 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan Peninjauan Kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 27 Oktober 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 25 November 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Sengketa tentang koreksi DPP PPN atas Penyerahan Jasa Kecantikan Masa Pajak April 2008 sebesar Rp160.490.227,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
II.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
 
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.59938/PP/M.VA/16/2015 tanggal 05 Maret 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
 
1.
Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 83, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

bahwa sesuai dengan keterangan di atas, Majelis berpendapat bahwa penjualan paket medis dan satuan medis adalah jasa yang diberikan paramedis (dokter dan dokter spesialis, ahli kesehatan, Para medis dan perawat, klinik kesehatan) yang telah didukung Rekam medis/data klien, persetujuan klien dalam rangka Pelayanan Kesehatan Medis. Jasa pelayanan sarana Klinik Kecantikan Pemohon Banding yang menyediakan jasa pelayanan tindakan medik terbatas dan tindakan medik invasif (operatif) tanpa bius umum yang dilakukan oleh seorang dokter/dokter gigi/dokter spesialis/dokter gigi spesialis telah sesuai dengan keahlian dan kewenangannya dengan penanggung jawab teknis adalah seorang dokter (Surat Izin Praktik) termasuk jasa Pelayanan Medik sesuai dengan ketentuan perpajakan.

bahwa oleh sebab itu, Majelis berkeyakinan bahwa Jasa yang diberikan oleh Pemohon Banding merupakan Jasa Pelayanan Kesehatan Medik sesuai dengan UU PPN Tahun 2000 Pasal 4A ayat (3) dan PP Nomor 144 Tahun 2000 huruf a, yaitu Jenis Jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai berupa Jasa Pelayanan Medis/Tindakan Medis yang dilakukan oleh dokter atau dokter spesialis dan para medis lainnya. Dengan demikian koreksi Terbanding dengan alasan bahwa penyerahan jasa pelayanan yang diberikan kepada Customer Pemohon Banding adalah pelayanan kecantikan untuk tujuan keindahan fisik yang diberikan kepada seseorang yang dalam kondisi sehat adalah tidak memiliki dasar yang kuat dan tidak ada pengecualian dalam ketentuan perpajakan sehingga koreksi Terbanding atas DPP PPN yaitu penyerahan yang PPNnya dipungut sendiri PPN Masa Pajak April 2008 sebesar Rp160.490.227,00 tidak dapat dipertahankan dan banding Pemohon Banding dikabulkan seluruhnya;
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
 
 
2.1.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).

Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 1 angka 5:
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;

Pasal 1 angka 6:
Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini;

Pasal 4 huruf a dan huruf c:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
 
 
 
a.
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
 
 
 
b.
impor Barang Kena Pajak;
 
 
 
c.
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
 
 
 
d.
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
 
 
 
e.
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
 
 
 
f.
ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 4A ayat (3):
Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
 
 
 
a.
jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
 
 
 
b.
jasa di bidang pelayanan sosial;
 
 
 
c.
jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
 
 
 
d.
jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
 
 
 
e.
jasa di bidang keagamaan;
 
 
 
f.
jasa di bidang pendidikan;
 
 
 
g.
jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
 
 
 
h.
jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
 
 
 
i.
jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
 
 
 
j.
jasa di bidang tenaga kerja;
 
 
 
k.
jasa di bidang perhotelan;
 
 
 
l.
jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 9 ayat (5):
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak;

Pasal 9 ayat (6):
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.3.
Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PP 144), antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 5:
Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
 
 
 
a.
Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
 
 
 
b.
Jasa di bidang pelayanan sosial;
 
 
 
c.
Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
 
 
 
d.
Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
 
 
 
e.
Jasa di bidang keagamaan;
 
 
 
f.
Jasa di bidang pendidikan;
 
 
 
g.
Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan;
 
 
 
h.
Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
 
 
 
i.
Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
 
 
 
j.
Jasa di bidang tenaga kerja;
 
 
 
k.
Jasa di bidang perhotelan; dan
 
 
 
l.
Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 6:
Jenis jasa di bidang pelayanan kesehatan medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi:
 
 
 
a.
Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
 
 
 
b.
Jasa dokter hewan;
 
 
 
c.
Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi;
 
 
 
d.
Jasa kebidanan dan dukun bayi;
 
 
 
e.
Jasa paramedis dan perawat; dan
 
 
 
f.
Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Penjelasan Umum:
Sesuai dengan prinsip Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak konsumsi di dalam Daerah Pabean, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya meliputi seluruh penyerahan barang dan jasa. Namun demikian, berdasarkan pertimbangan sosial, ekonomi dan budaya dipandang perlu untuk tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai terhadap barang dan atau jasa tertentu. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong kegiatan ekonomi dan stabilitas sosial;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.4.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan), antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1:
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis;

Pasal 1 angka 11:
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat;

Pasal 22 ayat (1):
Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum;

Pasal 23 ayat (1):
Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan;

Pasal 23 ayat (2):
Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki;

Pasal 23 ayat (3):
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.5.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (PP 32), antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1:
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;

Pasal 2 ayat (1):
Tenaga kesehatan terdiri dari:
 
 
 
a.
tenaga medis;
 
 
 
b.
tenaga keperawatan;
 
 
 
c.
tenaga kefarmasian;
 
 
 
d.
tenaga kesehatan masyarakat;
 
 
 
e.
tenaga gizi;
 
 
 
f.
tenaga keterapian fisik;
 
 
 
g.
tenaga keteknisian medis;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 3:
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan;

Pasal 4 ayat (1):
Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari Menteri;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.6.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 tentang Klinik (Permenkes-028), antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1:
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis;

Pasal 1 angka 2:
Tenaga medis adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis;

Pasal 4 ayat (1):
Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif;

Pasal 16:
Ketenagaan klinik terdiri atas tenaga medis, tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan;

Pasal 18:
 
 
 
(1)
Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
 
 
(2)
Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai Surat Izin sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 21 ayat (1):
Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota setempat;
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi DPP PPN atas Penyerahan yang PPN-nya dipungut sendiri berupa Penyerahan Jasa Kecantikan Masa Pajak April 2008 sebesar Rp160.490.227,00;
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa pokok sengketa a quo adalah terkait dengan yuridis dan pembuktian apakah atas penyerahan jasa kecantikan oleh klinik kecantikan, terutang PPN atau tidak;
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa koreksi positif DPP PPN yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terdiri dari tiga jenis, yaitu:
 
 
5.1.
Penjualan satuan medis sebesar Rp136.212.500,00
 
 
 
Bahwa penjualan satuan medis merupakan penjualan yang berupa perawatan kecantikan yang diberikan dalam satu kali perawatan selesai;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.2.
Penjualan paket medis sebesar Rp17.775.000,00
 
 
 
Bahwa penjualan paket medis merupakan penjualan yang berupa perawatan kecantikan yang dilakukan secara beberapa kali yang pada umumnya paket medis tersebut dilakukan sebanyak empat kali perawatan;

Bahwa atas penjualan paket medis ini diakui sebagai Uang Muka Pelanggan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.3.
Penjualan Paket Nonmedis sebesar Rp6.502.727,00
 
 
 
Bahwa penjualan Paket Nonmedis merupakan penjualan nonmedis yang dilakukan terapis secara beberapa kali yang pada umumnya paket medis tersebut dilakukan sebanyak empat kali perawatan;
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Kesehatan, pengertian kesehatan adalah merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis;
 
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa sedangkan pengertian klinik berdasarkan Permenkes-028 adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis;
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, pengertian kecantikan mengandung pengertian keelokan (tentang wajah, muka), kemolekan;
 
 
 
 
 
 
 
 
9.
Bahwa berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, pengertian estetika mengandung dua pengertian yaitu cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya dan kepekaan terhadap seni dan keindahan;
 
 
 
 
 
 
 
 
10.
Bahwa sesuai dengan gambaran usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), kegiatan usaha yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebuah klinik kecantikan/klinik estetika dengan merek “Miracle” yang memberikan harapan kepada para pelanggannya untuk mendapatkan tindakan yang lebih mengarah kepada masalah kecantikan atau memperindah fisik, bukan karena kondisi darurat yang membutuhkan penanganan atau pengobatan segera;
 
 
 
 
 
 
 
 
11.
Bahwa dalam Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN juncto Pasal 5 PP 144 telah mengatur mengenai Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai antara lain adalah jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
 
 
 
 
 
 
 
 
12.
Bahwa salah satu kata yang penting dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN juncto Pasal 5 PP 144 adalah istilah atau kata “kesehatan”;
 
 
 
 
 
 
 
 
13.
Bahwa sejalan dengan istilah kesehatan menurut UU Kesehatan, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis;
 
 
 
 
 
 
 
 
14.
Bahwa dengan demikian, jasa yang tidak dikenakan PPN sesuai dengan Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN juncto Pasal 5 PP 144 adalah jasa yang berhubungan dengan pelayanan untuk mengembalikan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis;
 
 
 
 
 
 
 
 
15.
Bahwa dalam pokok sengketa a quo, adalah mengenai penyerahan jasa oleh Klinik Kecantikan/klinik estetika, apakah merupakan objek PPN atau bukan;
 
 
 
 
 
 
 
 
16.
Bahwa jika dikembalikan kepada pengertian mengenai klinik itu sendiri berdasarkan Permenkes-028, Klinik merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis;
 
 
 
 
 
 
 
 
17.
Bahwa dengan demikian, terdapat benang merah yang sama antara pengertian klinik dengan ketentuan yang diatur pada Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN juncto Pasal 5 PP 144 yaitu adanya istilah atau kata “pelayanan kesehatan”;
 
 
 
 
 
 
 
 
18.
Bahwa namun demikian, dalam Klinik Kecantikan, sesuai dengan definisinya mengenai kecantikan dan estetika, dipahami sebagai sebuah klinik yang digunakan untuk memberikan keindahan dan bukan mengacu pada klinik yang digunakan untuk memberikan kesehatan pada orang yang dalam kondisi tidak sehat, yang dalam hal ini, keindahan tersebut berupa kecantikan pada diri seseorang yang berada dalam kondisi sehat sehingga masih memungkinkan setiap orang untuk dapat hidup produktif;
 
 
 
 
 
 
 
 
19.
Bahwa pada praktiknya, jasa Klinik Kecantikan Estetika diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada pelanggannya yang memiliki keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis serta memberikan nilai tambah pada diri pelanggannya;

Bahwa dengan demikian, sudah semestinya dikembalikan pada prinsip dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, yaitu sebagai pajak konsumsi di dalam Daerah Pabean;
 
 
 
 
 
 
 
 
20.
Bahwa berdasarkan data Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa Rekam Medis (Data Klien), List Tindakan Medis, Surat Izin Apotek, dan website Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diketahui bahwa pelanggan yang datang ke Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memiliki harapan untuk mendapatkan tindakan yang lebih mengarah kepada masalah kecantikan atau memperindah fisik, bukan karena kondisi darurat yang membutuhkan penanganan atau pengobatan segera;
 
Bahwa hal tersebut dapat terlihat pada harapan para pelanggan yang tertulis pada dokumen Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa Data Klien seperti agar jerawat hilang/parut jerawat hilang, agar kulit kencang dan lebih cerah, ingin agar pori-pori mengecil dan lubang bekas jerawat berkurang, ingin kulit wajah putih dan sebagainya sehingga kegiatan usaha yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah berupa Klinik Kecantikan yang atas penyerahan jasanya terutang PPN karena tidak termasuk ke dalam jenis jasa di bidang Pelayanan Kesehatan Medik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 PP 144;
 
 
 
 
 
 
 
 
21.
Bahwa faktanya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melaporkan peredaran usaha dalam SPT Tahunan PPh Badan dengan rincian penjualan sebagai berikut:
 
Tabel 7. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
22.
Bahwa namun demikian, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya melaporkan objek PPN untuk penyerahan sebagai berikut:
 
Tabel 8. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
23.
Bahwa terkait penjualan produk, berdasarkan data Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa Data Klien, Surat Persetujuan Pelanggan, Treatment Card, Faktur Komersial, Penjelasan Detail Suatu Tindakan Medis, SPT Masa PPN, SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Keuangan diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyampaikan data berupa data klien yang di dalamnya termasuk juga Treatment Card dan surat persetujuan klien beserta invoice-nya;

Bahwa berdasarkan dokumen berupa Treatment Card tersebut, diketahui terdapat produk-produk yang dipergunakan untuk melayani klien berupa white infuse, cream, sunblock, chemical peeling, serta obat-obatan dan bahan kimia lainnya yang ditujukan untuk melakukan tindakan dalam usaha klinik kecantikan sesuai dengan dokumen Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa surat persetujuan klien;

Bahwa oleh karena itu, menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), penyerahan yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan barang yang berupa obat-obatan dan sejenisnya sesuai dengan invoice Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang diperlukan untuk melakukan tindakan dalam usaha klinik kecantikan sehingga atas penyerahan barang berupa obat-obatan dan sejenisnya yang tercantum pada invoice tersebut adalah objek PPN;
 
 
 
 
 
 
 
 
24.
Bahwa terkait penjualan paket medis dan satuan medis, sebenarnya adalah penjualan barang sesuai dengan data Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa daftar penjelasan tindakan medis, Treatment Card, surat persetujuan klien, invoice serta laporan keuangannya yang disisipkan ke dalam jasa kedokteran yang dilakukan bukan dalam rangka Pelayanan Kesehatan Medik;

Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memisahkan nilai jasa dan barang yang diserahkan kepada pelanggannya, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat untuk menghitung DPP PPN dari selisih antara Penjualan dan Harga Pokok Penjualan Perawatan Medis;

Bahwa dengan demikian, terdapat pengakuan yang tidak benar yang telah dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sejak pemeriksaan sampai dengan proses banding yang telah menyamarkan penjualan paket medis dan satuan medis.
 
 
 
 
 
 
 
 
25.
Bahwa terdapat satu anggota Majelis Hakim yaitu Drs. Aman Santosa, MBA yang sependapat dengan argumen Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan dua Majelis yang lain sebagaimana yang tertuang pada halaman 83 sampai dengan halaman 84 putusan a quo yaitu sebagai berikut:

bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding sebagaimana tercermin dari namanya adalah Klinik Kecantikan bukan klinik kesehatan atau klinik pengobatan;

bahwa sesuai ketentuan Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN, jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN adalah jasa di bidang pelayanan kesehatan medis;

bahwa di dalam memori penjelasan dari Pasal 4A ayat (3) huruf a tersebut dinyatakan bahwa Jasa Pelayanan Kesehatan Medis meliputi Jasa Dokter Umum, Dokter Spesialis, dan Dokter Gigi, Jasa Dokter Hewan, Jasa ahli Kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, dan ahli fisioterapi, Jasa kebidanan dan dukun bayi, Jasa Paramedis dan Perawat, Jasa Rumah Sakit, Rumah Bersalin, klinik Kesehatan, laboratorium, dan Sanatorium, Jasa Psikolog dan Psikiater dan Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal;

bahwa menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. dalam buku Penemuan Hukum yang diterbitkan oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada halaman 65 menyatakan bahwa “Tidaklah mudah membaca undang-undang, karena tidak hanya sekedar membaca bunyi kata-katanya saja, tetapi harus pula mencari arti, makna atau tujuannya. Oleh karena itu membaca undang-undang tidaklah cukup dengan membaca pasal-pasalnya saja, tetapi harus pula dibaca penjelasan-penjelasannya dan juga konsiderannya. Bahkan, mengingat bahwa hukum itu adalah satu sistem, maka untuk memahami suatu pasal dalam undang-undang atau untuk memahami suatu undang-undang sering harus dibaca juga pasal-pasal lain dalam satu undang-undang itu atau peraturan perundang-undangan yang lain;

bahwa salah satu kata yang penting dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN adalah istilah atau kata “kesehatan”; bahwa dalam UU PPN a quo tidak dijelaskan mengenai pengertian kesehatan sehingga untuk dapat memahaminya perlu dicari dalam peraturan perundang-undangan lainnya;

bahwa pengertian kesehatan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis;

bahwa dengan demikian Hakim Aman Santosa berpendapat jasa pelayanan kesehatan medis hanya diberikan kepada orang yang sakit baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial agar menjadi sehat, sedangkan ruang lingkup klinik kecantikan estetika lebih menekankan pada upaya meningkatkan keindahan/estetika penampilan;

bahwa menurut penjelasan yang disampaikan para pihak dalam persidangan, Hakim Aman Santosa berpendapat bahwa pelanggan Pemohon Banding adalah orang yang memenuhi kriteria kesehatan sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis;

bahwa oleh karena itu Jasa Klinik Kecantikan Estetika yang diserahkan oleh Pemohon Banding kepada pelanggannya yang memiliki keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial tidak termasuk jasa pelayanan kesehatan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN meskipun pemberian jasa tersebut dilakukan oleh dokter namun karena tujuannya lebih menekankan pada upaya meningkatkan keindahan atau estetika penampilan sehingga atas penyerahan jasa tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas anggota Majelis Hakim yaitu Drs. Aman Santosa, MBA berpendapat bahwa Terbanding sudah benar dan koreksi Terbanding atas DPP PPN yaitu penyerahan yang PPNnya dipungut sendiri PPN Masa Pajak April 2008 sebesar Rp160.490.227,00 tetap dipertahankan dengan demikian banding Pemohon Banding ditolak;
 
 
 
 
 
 
 
 
26.
Bahwa terdapat fakta lain yaitu mengenai pengkreditan Pajak Masukan yang semakin menegaskan bahwa sesungguhnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengakui bahwa seluruh penyerahan jasanya terutang PPN;
 
 
 
 
 
 
 
 
27.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa terdapat Penyerahan yang Terutang PPN dan juga terdapat Penyerahan yang Tidak Terutang PPN;
 
 
 
 
 
 
 
 
28.
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), untuk penjualan satuan medis dan paket medis merupakan penyerahan yang tidak terutang PPN, sedangkan penjualan satuan nonmedis dan paket nonmedis merupakan penyerahan yang terutang PPN;

Bahwa apabila yang terjadi demikian, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sudah seharusnya melakukan penghitungan ulang Pajak Masukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak, mengingat besarnya Pajak Masukan yang bisa dikreditkan tidak dapat diketahui dengan pasti;
 
 
 
 
 
 
 
 
29.
Bahwa berdasarkan penelitian terhadap Faktur Pajak Masukan, diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengkreditkan seluruh Pajak Masukannya;
 
 
 
 
 
 
 
 
30.
Bahwa apabila Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat terdapat penyerahan yang terutang PPN dan tidak terutang PPN, maka seharusnya dilakukan penghitungan ulang Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
31.
Bahwa Rincian dari komposisi Faktur Pajak Masukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebagai berikut:
 
Tabel 9. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
32.
Bahwa rincian nilai Peredaran Usaha dan Penyerahan yang Terutang PPN selama tahun 2008 menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebagai berikut:
 
Tabel 10. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
33.
Bahwa rincian Penghitungan Kembali Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan menurut PMK 78/PMK.03/2010 adalah sebagai berikut:
 
Tabel 11. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
34.
Bahwa rincian Penghitungan Kembali Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan (koreksi) menurut PMK 78/PMK.03/2010 adalah sebagai berikut:
 
Tabel 12. Put MA 1031/B/PK/PJK/2016
 
 
 
 
 
 
 
 
35.
Bahwa dengan demikian, apabila Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa terdapat Penyerahan yang Terutang PPN dan juga terdapat Penyerahan yang Tidak Terutang PPN, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sudah seharusnya melakukan penghitungan ulang Pajak Masukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak sesuai dengan perhitungan di atas;
 
 
 
 
 
 
 
 
36.
Bahwa oleh karena pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 tidak dicantumkan nilai Penyerahan yang Tidak Terutang PPN, sebenarnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengakui atas seluruh penyerahan yang dilakukannya adalah objek pajak sehingga Jasa Klinik Kecantikan Estetika juga merupakan penyerahan jasa yang terutang PPN yang kurang dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
 
 
 
 
 
 
 
 
37.
Bahwa dengan demikian, berdasarkan data fakta, ketentuan yang berlaku, serta adanya dissenting opinion dari salah satu Majelis Hakim, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa penjualan paket medis dan penjualan satuan medis yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan penjualan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak berupa jasa yang dilakukan bukan dalam rangka Pelayanan Kesehatan Medik, melainkan dalam rangka perawatan kecantikan sehingga terutang PPN sesuai dengan Pasal 4A ayat (3) UU PPN juncto Pasal 5 dan Pasal 6 PP 144;
 
 
 
 
 
 
 
 
38.
Bahwa atas putusan Majelis untuk mengabulkan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terbukti tidak sesuai dengan penilaian pembuktian serta ketentuan yang berlaku dalam Pasal 4A ayat (3) UU PPN juncto Pasal 5 dan Pasal 6 PP 144, sehingga diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung karena tidak sesuai dengan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
39.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.59938/PP/M.VA/16/2015 tanggal 05 Maret 2015 harus dibatalkan;
 
 
 
 
 
 
 
III.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.59938/PP/M.VA/16/2015 tanggal 05 Maret 2015 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1605/WPJ.11/2012 tanggal 21 September 2012 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008 Nomor 00071/207/08/607/11 tanggal 08 Agustus 2011 sebagaimana telah dibetulkan dengan surat keputusan Nomor KEP-93/WPJ.11/KP.0503/2011 tanggal 19 Desember 2011 sebagaimana telah dibetulkan kembali dengan surat keputusan Nomor KEP-6/WPJ.11/KP.0503/2012 tanggal 20 Februari 2012, atas nama PT. Grahadhika Sarana Purnajati, NPWP: 01.771.411.4-607.000, beralamat di: Jalan M.H. Thamrin 40, Surabaya, alamat korespondensi: d.a. PT Velly Young Karunia Indonesia, Ruko Mutiara Kosambi, Jalan Raya Perancis, Tangerang 15211, sehingga jumlah PPN Barang dan Jasa yang masih harus dibayar menjadi sebagaimana tersebut di atas adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1605/WPJ.11/2012, tanggal 21 September 2012, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Masa Pajak April 2008, Nomor 00071/207/08/607/11, tanggal 08 Agustus 2011, sebagaimana telah dibetulkan dengan Surat Keputusan Nomor KEP-93/WPJ.11/KP.0503/2011, tanggal 19 Desember 2011, sebagaimana telah dibetulkan kembali dengan surat Keputusan Nomor KEP-6/WPJ.11/KP.0503/2012, tanggal 20 Februari 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP 01.771.411.4-607.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
a.
Bahwa alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kecantikan Masa April 2008 sebesar Rp160.490.227,00; yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa Klinik Kecantikan Estetika pada dasarnya adalah satu sarana pelayanan kesehatan (praktik dokter perorangan/kelompok) yang bersifat rawat jalan dengan menyediakan jasa pelayanan medik (konsultasi, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan medik) untuk mencegah dan mengatasi berbagai kondisi/penyakit yang terkait dengan kecantikan (estetika penampilan) seseorang, yang dilakukan oleh tenaga medik sesuai dengan keahliannya dan kewenangannya sehingga dikecualikan dari objek PPN, dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (3) huruf a Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai juncto Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000;
b.
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
 
 
 
 
 
 
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 05 Desember 2016, oleh H. Yulius, S.H., M.H., Hakim Agung Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Heni Hendrarta Widya Sukmana Kurniawan, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
ttd.
Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
Ketua Majelis
ttd.
H. Yulius, S.H., M.H.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Heni Hendrarta Widya Sukmana Kurniawan, S.H., M.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

1031/B/PK/PJK/2016