Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Status : Tidak Diketahui

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
100/B/PK/PJK/2012

 
 
 
 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
 
 
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa perkara pajak dalam permohonan peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor. 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1.
CATUR RINI WIDOSARI, Pj. Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak.
2.
M. ISMIRANSYAH M. ZAIN, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
3.
YUDI ASMARA JAKA LELANA, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
4.
ANDRI SETIAWAN, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
 
 
 
 
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-796/PJ./2010 tanggal 31 Agustus 2010.

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu Terbanding.
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
PT. ADHIRAKSHA TAMA, beralamat di Cilandak Commercial Estate 111 NGE Jl. Raya Cilandak KKO, Cilandak Timur, Jakarta Selatan 12560.

untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali, dahulu Pemohon Banding.

Mahkamah Agung tersebut.

Membaca surat-surat yang bersangkutan.

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan Pajak tanggal 30 April 2010 No. PUT. 23397/PP/M.IX/15/2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
Bahwa sehubungan dengan terbitnya keputusan Terbanding Nomor: KEP-1254/WPJ.04/2008 tanggal 1 Desember 2008 tentang mempertahankan atas Ketetapan Pajak Penghasilan (SKPKB) PPh Badan Nomor: 00001/206/06/062/08 tanggal 11 Februari 2008 atas penetapan Tahun Pajak 2006, bersama ini perkenankan Pemohon Banding mengajukan banding atas SKPKB PPh Badan tersebut di atas dengan penjelasan sebagai berikut:

Peredaran Usaha-Koreksi atas Pendapatan Pemasaran sebesar Rp2.780.095.729,00:
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pemeriksa dimana menurut Pemeriksa beban pemasaran PT. Halliburton Indonesia (PT. HI) sebesar USD2,252,309.00 yang telah dibukukan yang bersangkutan ”sejumlah yang sama” sudah merupakan hak PT Adhiraksa Tama (PT. AT) dan harus diakui sebagai pendapatan pemasaran (marketing fee) Tahun 2006;

Bahwa faktanya di dalam Marketing Assistance Agreement antara PT. AT dan PT. HI (Point 10A) disebutkan bahwa two percent (2%) commissions, shall be payable on net monies received by company after deductions for Discount, Certain Cost, Reimbursement Cost, etc and only be paid after payment from the customer has been received by company. Artinya hak atas pendapatan pemasaran (marketing fee) sebesar 2% dari piutang neto PT. HI baru dapat diakui menjadi hak PT. AT pada saat PT. HI telah menerima pembayaran kas/bank (arus masuk sumber daya) dari pelanggannya.

Bahwa sebaliknya apabila tidak terjadi pembayaran oleh pelanggan PT. HI (customer default), maka PT. AT tidak berhak untuk menagih ke PT. HI marketing fee sebesar 2% tersebut.

Bahwa jumlah USD2.252.309,00 merupakan biaya pemasaran yang dicatat secara akrual yang dihitung berdasarkan estimasi jumlah 2% yang dapat ditagih dari tagihan piutang kepada para pelanggan PT. HI selama Tahun 2006 dan kewajiban komisi pemasaran yang timbul dari tagihan tersebut juga diestimasi PT. HI;

Bahwa dalam PSAK Nomor 57 tentang Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontijensi Paragraf 15 disebutkan, kewajiban estimasi harus diakui apabila ketiga kondisi berikut dipenuhi:
a.
Perusahaan memiliki kewajiban kini (bersifat hukum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu;
b.
Besar kemungkinan (probable) penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya; dan
c.
Estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
 
 
 
 
Bahwa jika arus keluar sumber daya (pembayaran kas/bank) untuk menyelesaikan kewajiban kemungkinan besar tidak terjadi, kewajiban diestimasi tersebut harus dibatalkan (PSAK Nomor 57 paragraf 61);

Bahwa dari sisi Pemohon Banding, biaya akrual dan kewajiban estimasi PT. HI tersebut belum bisa diakui sebagai tagihan (aset) dan pendapatan, sampai dengan kewajiban estimasi PT. HI tersebut pasti terjadi atau dalam hal sebesar penerimaan kas/bank (arus masuk manfaat ekonomi) dalam PSAK Nomor 57 paragraf 34 disebutkan, aset kontijensi tidak diakui dalam Laporan Keuangan karena dapat menimbulkan pengakuan penghasilan yang mungkin tidak pernah terealisasikan, akan tetapi apabila realisasi penghasilan sudah dapat dipastikan, aset tersebut bukan merupakan aset kontijensi, melainkan diakui sebagai aset;

Bahwa jadi Pemohon Banding tidak dapat mengakui aset kontijensi atau mengakui penghasilan yang mungkin tidak dapat terealiasasikan;

Bahwa dalam hal ini jumlah aktual penerimaan kas (arus masuk manfaat ekonomis) PT. HI Tahun 2006 yang sudah pasti terjadi adalah sebesar USD1,948,307.00 selisih sebesar USD304,002.00 merupakan estimasi penerimaan yang belum pasti dapat diterima oleh PT. HI di periode berikutnya, sehingga Pemohon Banding tidak memiliki hak untuk melakukan tagihan apalagi mengakui pendapatan komisi dari piutang PT. HI yang belum pasti dapat diterima atau dengan kata lain, jika jumlah USD304.002 ini merupakan piutang yang tidak dapat ditagih atau merupakan piutang dihapuskan (write off) di periode berikutnya, maka Pemohon Banding tidak akan mendapat komisi pemasaran dari PT. HI;
 
Bahwa dalam kondisi Pemohon Banding mengakui sebagai tagihan (aset) dan pendapatan periode 2006 sebesar USD2.252.309,00 jika sisa estimasi penerimaan sebesar USD304.002 tersebut ternyata tidak dapat ditagih, tidak mungkin Pemohon Banding mengakui sebagai kerugian dari penerimaan komisi di periode/saat dimana piutang PT. HI dihapuskan (write off)/tidak dapat ditagih;

Bahwa pendapat Pemohon Banding ini juga diperkuat dengan adanya Surat Tambahan Penjelasan dari PT. HI Nomor: TAX/HI-09/2008 tanggal 28 Januari 2008 yang menyatakan bahwa:
1.
Bahwa biaya pemasaran yang dicatat oleh PT. HI sejumlah USD2.252.309 merupakan jumlah biaya pemasaran yang dibukukan secara accrual basis oleh PT. HI berdasarkan tagihan kepada para pelanggan PT. HI;
2.
Bahwa jatah atau portion komisi atas pemasaran bagi Pemohon Banding adalah 2% dari penerimaan kas/bank (arus masuk manfaat ekonomis) atas tagihan dari pelanggan PT. HI selama Tahun 2006, yaitu sebesar USD1.948.307,00.
 
 
 
 
Bahwa apabila dalam Marketing Assistance Agreement antara Pemohon Banding dan PT. HI (Point 10A) disebutkan komisi akan dibayar PT. HI ke PT. AT sebesar 2% dari total penjualan atau piutang yang merupakan portion Pemohon Banding, maka Pemohon Banding harus mengeluarkan tagihan dan mengakui pendapatan periode 2006 sebesar USD2,252,309.00;

Bahwa dalam kenyataannya: Marketing Assistance Agreement tertera bahwa Pemohon Banding berhak atas komisi hanya apabila Pendapatan PT. HI dibayarkan oleh pelanggan dan setelah dikurangi oleh biaya-biaya yang telah disepakati, sehingga selisih USD304,002.00 adalah benar-benar jumlah estimasi yang dilakukan oleh PT. HI yang sudah dapat dipastikan bahwa jumlah tersebut akan berbeda dengan jumlah aktual yang terjadi:

Bahwa oleh karena itu menurut perhitungan Pemohon Banding, besarnya PPh Badan yang lebih bayar untuk tahun 2006 adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Pajak tanggal 30 April 2010 No. PUT. 23397/PP/M.IX/15/2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1254/WPJ.04/2008 tanggal 01 Desember 2008 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2006 Nomor: 00001/206/06/062/08 tanggal 11 Februari 2008 atas nama PT Adhiraksha Tama NPWP. 01.399.137.7-062.000 alamat Cilandak Commercial Estate 111 NGE Jl. Raya Cilandak KKO, Cilandak Timur, Jakarta Selatan 12560, dengan perhitungan sebagai berikut:
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap i.c. Putusan Pengadilan Pajak tanggal 30 April 2010 No. PUT. 23397/PP/M.IX/15/2010 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding pada tanggal 04 Juni 2010 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 31 Agustus 2010 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 02 September 2010 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali No: PKA-771/SP.51/AB/IX/2010 dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 02 September 2010.

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama pada tanggal 20 September 2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya telah diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tanggal 18 Oktober 2010.

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut:
 
 
 
 
A.
Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 telah cacat hukum karena telah dikirimkan kepada para pihak dengan melewati jangka waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
1.
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 nyata-nyata telah cacat hukum karena telah dikirimkan melewati jangka waktu pengiriman putusan kepada para pihak sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini khususnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
2.
Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 1 Angka 11
"Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung."

Pasal 88 ayat (1)
"Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan."
 
 
 
 
 
3.
Bahwa berdasarkan pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak dan berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010, dapat diketahui fakta-fakta sebagai berikut:
 
 
a.
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak kemudian telah memutus sengketa banding tersebut pada tanggal 18 Februari 2010 melalui Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 dan putusannya tersebut kemudian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal 30 April 2010 dengan demikian jatuh tempo pengiriman putusan adalah tanggal 30 Mei 2010.
 
 
b.
Bahwa berdasarkan register penerimaan Surat Nomor: 2010060706210001 diketahui bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 dikirimkan kepada para pihak dengan surat oleh sekretaris Pengadilan Pajak dan diantar langsung ke Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tanggal 3 Juni 2010.
 
 
c.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal 30 April 2010. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya, maka sengketa banding tersebut seharusnya dikirimkan kepada para pihak selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal 30 April 2010 atau pada tanggal 30 Mei 2010.
 
 
d.
Bahwa fakta yang terjadi adalah salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirimkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 3 Juni 2010 sehingga melewati jangka waktu yang seharusnya yang ditentukan oleh Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
e.
Bahwa dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 tersebut secara nyata-nyata telah terbukti sebagai suatu Putusan yang cacat hukum. Sehingga oleh karenanya, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 tersebut harus dibatalkan demi hukum
 
 
 
 
B.
Tentang Koreksi Positif Penghasilan Neto Atas Peredaran Usaha sebesar Rp2.780.095.729,00.
 
1.
Bahwa jika seandainyapun, Majelis Hakim Mahkamah Agung Yang Terhormat, yang memeriksa dan mengadili sengketa peninjauan kembali ini berpendapat lain selain daripada dalil-dalil yang disampaikan dan diuraikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut di atas, namun pada pokoknya Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap tidak sependapat dan keberatan atas pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana yang dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010.
 
 
 
 
 
2.
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyimpulkan bahwa koreksi Terbanding atas Peredaran Usaha sebesar Rp2.780.095.729,00 tidak dapat dipertahankan adalah tidak tepat dan telah keliru, sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 28 Alinea ke-6 dan ke-7
"Bahwa berdasarkan uraian di atas Majelis berpendapat pada prinsipnya pembukuan harus berpedoman pada standar akuntansi Indonesia, namun dalam hal ini terdapat perjanjian/agreement yang telah disepakati yang bersifat mengikat antara Pemohon Banding dengan PT. Halliburton Indonesia sehingga Majelis berpendapat perjanjian/agreement tersebut merupakan ketentuan khusus yang dibukukan secara konsisten dalam sistem akuntansi Pemohon Banding;"

"Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berpendapat atas pendapatan yang diperoleh dari PT. Halliburton Indonesia tersebut Pemohon Banding terbukti telah secara konsisten melakukan pencatatannya berdasarkan agreement yaitu apabila belum terjadi pembayaran oleh pelanggan PT. Halliburton Indonesia (customer default), maka Pemohon Banding tidak berhak untuk menagih ke PT. Halliburton Indonesia marketing fee sebesar 2% tersebut sehingga atas pendapatan dimaksud dibukukan sebagai penghasilan setelah dibayarkan;"

Halaman 29 Alinea ke-2
"Bahwa oleh karenanya berdasarkan uraian di atas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas peredaran usaha sebesar Rp2.780.095.729,00 tidak dapat dipertahankan;"
 
 
 
 
 
4.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku dalam menentukan Koreksi Positif Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terhadap Penghasilan Neto Atas Peredaran Usaha sebesar Rp2.780.095.729,00.
 
 
 
 
 
5.
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta yang Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) ajukan dan telah tidak tepat dan keliru dengan menyimpulkan bahwa koreksi Terbanding atas Peredaran Usaha sebesar Rp2.780.095.729,00 tidak dapat dipertahankan.
 
 
 
 
 
6.
Bahwa Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 69 ayat (1)
"Alat bukti dapat berupa:
 
 
a.
Surat atau tulisan;
 
 
b.
Keterangan ahli;
 
 
c.
Keterangan para saksi;
 
 
d.
Pengakuan para pihak; dan/atau
 
 
e.
Pengetahuan Hakim
     
 
 
Kemudian dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa "Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain."
 
 
 
 
 
7.
Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa "Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)."
 
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa "Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.

Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak."
 
 
 
 
 
8.
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim."

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan."
 
 
 
 
 
9.
Bahwa dasar hukum yang terkait dengan sengketa Koreksi Positif Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terhadap Penghasilan Neto Atas Peredaran Usaha sebesar Rp2.780.095.729,00 adalah Pasal 28 ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
 
 
 
 
 
10.
Bahwa Pasal 28 ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 28 ayat (5)
"Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel Kas."

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 28 ayat (5) disebutkan bahwa "Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti Build Operate and Transfer (BOT), Real Estate, dan lain-lain."
 
 
 
 
 
11.
Bahwa Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan menyebutkan bahwa "Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu."

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 8 disebutkan bahwa "...Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat tersedia untuk dibayarkan (seperti: gaji dan dividen), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya. Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan..."
 
 
 
 
 
12.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas Peredaran Usaha sebesar Rp2.780.095.729,00 atas pendapatan pemasaran (marketing fee) dari PT. Halliburton Indonesia (PT. Hl) dengan berdasar pada hasil jawaban konfirmasi PT. Hl Nomor: TAX/HI-167/2007 yang menyatakan bahwa assistance fee yang dibiayakan di PT. Hl Tahun 2006 adalah sebesar USD2,252,309.00 (accrual basis) sedangkan PT. Adhiraksha Tama (PT. AT) hanya melaporkan pendapatan pemasaran tersebut sebesar USD1,948,307.28.
 
 
 
 
 
13.
Bahwa untuk mengetahui Peredaran Usaha atas penyerahan jasa pemasaran yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada PT. Hl, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah melakukan konfirmasi kepada PT. Hl selaku penerima jasa dari PT. AT.
 
 
 
 
 
14.
Bahwa berdasarkan jawaban konfirmasi dari PT. Hl dalam surat Nomor: TAX/HI-167/2007 dinyatakan bahwa assistance fee yang dibiayakan di PT. Hl Tahun 2006 adalah sebesar USD2,252,309.00 (accrual basis), yang berarti bahwa PT. Hl telah mengakui menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebesar USD2,252,309.00. Sedangkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya melaporkan pendapatan pemasaran tersebut sebesar USD1,948,307.28 sesuai dengan jumlah tagihan yang dibayar oleh pelanggan (cash basis). Dengan demikian, terdapat selisih sebesar USD304.002.00 atau sebesar Rp2.780.095.729,00, yang menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan estimasi penerimaan yang belum pasti dapat diterima oleh PT. Hl di periode berikutnya, sehingga Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memiliki hak untuk melakukan tagihan apalagi mengakui pendapatan komisi dari piutang PT. Hl yang belum pasti dapat diterima. Selisih itulah yang dikoreksi oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebagai Peredaran Usaha yang belum dilaporkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
 
 
 
 
 
15.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak sependapat dengan pendapat Majelis Pengadilan Pajak sebagaimana dicantumkan pada halaman 28 alinea 6 dan 7 Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT. 23397/PP/M.IX/15/2010 yaitu bahwa Majelis Pengadilan Pajak tidak dapat mempertahankan koreksi Terbanding atas Peredaran Usaha di PPh Badan adalah karena atas pendapatan yang diperoleh dari PT. Hl, Pemohon Banding terbukti telah secara konsisten melakukan pencatatannya berdasarkan agreement yaitu apabila belum terjadi pembayaran oleh pelanggan PT. Hl, maka Pemohon Banding tidak berhak untuk menagih ke PT. Hl marketing fee sebesar 2%, sehingga atas pendapatan dimaksud dibukukan sebagai penghasilan setelah dibayarkan.
 
 
 
 
 
16.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat pendapat Majelis Pengadilan Pajak tersebut tidak sesuai dengan prinsip accrual basis yang dianut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam pembukuannya, dimana penghasilan harus diakui pada waktu diperoleh, dan tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima. Lagipula, apabila Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengakui pendapatan pemasaran setelah ada pembayaran dari pelanggan, maka hal tersebut menjadi tidak sinkron dengan pembukuan PT. Hl yang membebankan biaya Assistance Fee berdasarkan jumlah tagihan kepada pelanggan.
 
 
 
 
 
17.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat pendapat Majelis Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa perjanjian/agreement merupakan ketentuan khusus sehingga pencatatan Pemohon Banding atas pendapatan pemasaran dibenarkan sepanjang dibukukan secara konsisten adalah tidak tepat mengingat agreement tersebut dibuat hanya untuk mengikat para pihak yaitu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan PT. Hl, dan bukan dengan negara (dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak), sehingga boleh saja Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menggunakan agreement tersebut sebagai pedoman dalam melakukan pencatatan/pembukuannya terkait dengan pendapatan Marketing fee tetapi untuk pelaporan secara komersial, sedangkan untuk pelaporan secara fiskal, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) harus tetap mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 
 
 
 
 
18.
Bahwa selain itu, pendapat Majelis Pengadilan Pajak juga tidak sesuai dengan ketentuan penjelasan Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tanggal 21 Desember 2000, yang menyatakan bahwa saat terutangnya penghasilan ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan.
 
 
 
 
 
19.
Bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam lampiran Alur Komisi Pemasaran (Marketing fee) yang disajikan di persidangan, digambarkan bahwa PT. Hl akan memberikan data marketing fee kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) apabila sudah ada pembayaran dari customernya. Setelah menerima data tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) akan melakukan proses penagihan ke PT. Hl, setelah proses penagihan tersebut barulah PT. Hl akan membayarkan komisi penjualan yang merupakan hak Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
 
 
 
 
 
20.
Bahwa berdasarkan bagan tersebut, terlihat bahwa penyerahan jasa oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebenarnya sudah dilakukan oleh PT. Hl yang menerima kontrak kerja dari customer dan melakukan proses pekerjaan, sehingga penyerahan jasa sudah dilakukan terlebih dahulu sebelum ada pembayaran dari customer PT. Hl.
 
 
 
 
 
21.
Bahwa dengan demikian pendapat Majelis Pengadilan Pajak telah mengabaikan ketentuan yang diatur dalam 28 ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
 
 
 
 
 
22.
Bahwa dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat telah terbukti secara jelas dan nyata-nyata bahwa Koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terhadap Penghasilan Neto Atas Peredaran Usaha sebesar Rp2.780.095.729,00 sudah sesuai dengan ketentuan.
 
 
 
 
Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding tersebut, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 78, Pasal 88 ayat (1) dan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Penjelasannya dan oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 tersebut adalah cacat secara hukum dan harus dibatalkan demi hukum.

Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: PUT.23397/PP/M.IX/15/2010 tanggal 30 April 2010 yang menyatakan:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1254/WPJ.04/2008 tanggal 1 Desember 2008 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2006 Nomor: 00001/206/06/062/08 tanggal 11 Februari 2008 atas nama PT. Adhiraksha Tama NPWP. 01.399.137.7-062.000 alamat Cilandak Commercial Estáte 111 NGE Jl. Raya Cilandak KKO, Cilandak Timur, Jakarta Selatan 12560, dengan perhitungan sebagaimana tersebut di atas;
adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
1.
Bahwa alasan butir A tidak dapat dibenarkan karena tentang jangka waktu yang berkaitan dengan proses administrasi penyelesaian perkara semata yang tidak membatalkan putusan.
2.
Bahwa alasan butir B tersebut juga tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan hukum dan putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1254/WPJ.04/2008 tanggal 01 Desember 2008 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2006 Nomor: 00001/206/06/062/08 tanggal 11 Februari 2008 atas nama Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali sehingga pajak yang lebih dibayar menjadi (Rp110.668.324,00) adalah sudah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan pertimbangan:
 
-
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding telah secara konsisten melakukan pencatatan berdasarkan agreement yaitu apabila belum terjadi pembayaran oleh pelanggan PT. Halliburton Indonesia (customer default), maka Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding tidak berhak untuk menagih ke PT. Halliburton Indonesia marketing fee sebesar 2% tersebut, sehingga atas pendapatan dimaksud dibukukan sebagai penghasilan setelah dibayarkan.
 
 
 
 
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun 2002.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon Peninjauan Kembali di pihak yang dikalahkan, maka harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali yang besarnya sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini.

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
 
 
 
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak tersebut.

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu Rupiah).

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari: Senin, tanggal 13 Mei 2013 oleh Widayatno Sastrohardjono, S.H. MSc. Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum dan Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota dan dibantu oleh Lucas Prakoso, S.H. M.Hum. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum.
ttd.
Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H.
Ketua Majelis
ttd.
Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.Sc.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Lucas Prakoso, S.H., M.Hum.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

100/B/PK/PJK/2012