Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 9 TAHUN 1995

     
    TENTANG

    USAHA KECIL

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melaksanakan Pembangunan Nasional yang bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia;
    b.
    bahwa untuk mencapai tujuan tersebut Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat telah dan akan terus melaksanakan Pembangunan Nasional;
    c.
    bahwa dalam Pembangunan Nasional, Usaha Kecil sebagai bagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi;
    d.
    bahwa sehubungan hal tersebut, Usaha Kecil perlu lebih diberdayakan dalam memanfaatkan peluang usaha dan menjawab tantangan perkembangan ekonomi di masa yang akan datang;
    e.
    bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, untuk memberikan dasar hukum bagi pemberdayaan Usaha Kecil perlu dibentuk Undang-Undang tentang Usaha Kecil;
     
     
     

    Mengingat

    Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
     
     
     
    Dengan Persetujuan
    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA KECIL.
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan:
    1.
    Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
    2.
    Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan Usaha Kecil;
    3.
    Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan sehingga Usaha Kecil mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
    4.
    Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah berupa penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Kecil memperoleh kepastian, kesempatan yang sama, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya sehingga berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
    5.
    Pembinaan dan pengembangan adalah upaya dilakukan oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Usaha Kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
    6.
    Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, atau melalui lembaga lain dalam rangka memperkuat permodalan Usaha Kecil;
    7.
    Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Kecil oleh lembaga penjamin sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat permodalannya;
    8.
    Kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
     
     
     
    BAB II
    LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
     

    Pasal 2

    Pemberdayaan Usaha Kecil berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
     
     
     

    Pasal 3

    Pemberdayaan Usaha Kecil diselenggarakan atas asas kekeluargaan.
     
     
     

    Pasal 4

    Pemberdayaan Usaha Kecil bertujuan:
    a.
    menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Usaha Kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi Usaha Menengah;
    b.
    meningkatkan peranan Usaha Kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional.
     
     
     
    BAB III
    KRITERIA
     

    Pasal 5

    (1)
    Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
     
    a.
    memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
     
    b.
    memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah);
     
    c.
    milik Warga Negara Indonesia;
     
    d.
    berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;
     
    e.
    berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
    (2)
    Kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, nilai nominalnya, dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
     
     
     
    BAB IV
    IKLIM USAHA
     

    Pasal 6

    (1)
    Pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi Usaha Kecil melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan meliputi aspek:
     
    a.
    pendanaan;
     
    b.
    persaingan:
     
    c.
    prasarana;
     
    d.
    informasi;
     
    e.
    kemitraan;
     
    f.
    perizinan usaha; dan
     
    g.
    perlindungan.
    (2)
    Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif menumbuhkan iklim usaha sebagaimana dimaksud ayat (1).
     
     
     

    Pasal 7

    Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
    a.
    memperluas sumber pendanaan;
    b.
    meningkatkan akses terhadap sumber pendanaan;
    c.
    memberikan kemudahan dalam pendanaan.
     
     
     

    Pasal 8

    Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek persaingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
    a.
    meningkatkan kerja sama sesama Usaha Kecil dalam bentuk koperasi, asosiasi, dan himpunan kelompok usaha untuk memperkuat posisi tawar Usaha Kecil;
    b.
    mencegah pembentukan struktur pasar yang dapat melahirkan persaingan yang tidak wajar dalam bentuk monopoli, oligopoli, dan monopsoni yang merugikan Usaha Kecil;
    c.
    mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang-perseorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Kecil.
     
     
     

    Pasal 9

    Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
    a.
    mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Kecil;
    b.
    memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Kecil.
     
     

    Pasal 10

    Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
    a.
    membentuk dan memanfaatkan bank data dan jaringan informasi bisnis;
    b.
    mengadakan dan menyebarkan informasi mengenai pasar, teknologi, desain, dan mutu.
     
     
     

    Pasal 11

    Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
    a.
    mewujudkan kemitraan;
    b.
    mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan Usaha Kecil dalam pelaksanaan transaksi usaha dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar.
     
     
     

    Pasal 12

    Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
    a.
    menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan mengupayakan terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
    b.
    memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.
     
     
     

    Pasal 13

    Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf g dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
    a.
    menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi lainnya;
    b.
    mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta mempunyai nilai seni budaya yang bersifat khusus dan turun-temurun;
    c.
    mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan Usaha Kecil melalui pengadaan secara langsung dari Usaha Kecil;
    d.
    mengatur pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah;
    e.
    memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.
     
     
     
    BAB V
    PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
     

    Pasal 14

    Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil dalam bidang:
    a.
    produksi dan pengolahan;
    b.
    pemasaran;
    c.
    sumber daya manusia; dan
    d.
    teknologi.
     
     
     

    Pasal 15

    Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dengan:
    a.
    meningkatkan kemampuan manajemen serta teknik produksi dan pengolahan;
    b.
    meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan;
    c.
    memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong dan kemasan.
     
     
     

    Pasal 16

    Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang pemasaran, baik di dalam maupun di luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c dengan:
    a.
    melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran;
    b.
    meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;
    c.
    menyediakan sarana serta dukungan promosi dan uji coba pasar;
    d.
    mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi;
    e.
    memasarkan produk Usaha Kecil.
     
     
     

    Pasal 17

    Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c dengan:
    a.
    memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan;
    b.
    meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial;
    c.
    membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, dan konsultasi Usaha Kecil;
    d.
    menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan Usaha Kecil.
     
     
     

    Pasal 18

    Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d dengan:
    a.
    meningkatkan kemampuan di bidang teknologi produksi dan pengendalian mutu;
    b.
    meningkatkan kemampuan di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;
    c.
    memberikan intensif kepada Usaha Kecil yang menerapkan teknologi baru dan melestarikan lingkungan hidup;
    d.
    meningkatkan kerja sama dan alih teknologi;
    e.
    meningkatkan kemampuan memenuhi standardisasi teknologi;
    f.
    menumbuhkan dan mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan di bidang desain dan teknologi bagi usaha kecil.
     
     
     

    Pasal 19

    (1)
    Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, yang menyangkut tata cara, bobot, intensitas, prioritas, dan jangka waktu pembinaan dan pengembangannya, dilaksanakan dengan memperhatikan klasifikasi dan tingkat perkembangan Usaha Kecil yang bersangkutan.
    (2)
    Ketentuan mengenai tata cara, bobot, intensitas, prioritas, dan jangka waktu pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
     
     
     

    Pasal 20

    (1)
    Usaha kecil yang telah dibina dan berkembang menjadi usaha Menengah masih dapat diberikan pembinaan dan pengembangan dalam jangka waktu paling lama tiga tahun.
    (2)
    Pemerintah menetapkan bidang pembinaan dan pengembangan yang masih perlu diberikan kepada Usaha Menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
    (3)
    Usaha Kecil yang telah dibina dan berkembang menjadi Usaha Menengah tetap dapat menempati lokasi usaha dan melakukan kegiatan usaha yang dicadangkan.
     
     
     
    BAB VI
    PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN
     

    Pasal 21

    Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menyediakan pembiayaan yang meliputi:
    a.
    kredit perbankan;
    b.
    pinjaman lembaga keuangan bukan bank;
    c.
    modal ventura;
    d.
    pinjaman dari dana penyisihan sebagian laba badan usaha milik negara (BUMN);
    e.
    hibah; dan
    f.
    jenis pembiayaan lainnya.
     
     
     

    Pasal 22

    Untuk meningkatkan akses Usaha Kecil terhadap pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan:
    a.
    meningkatkan kemampuan dalam pemupukan modal sendiri;
    b.
    meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan;
    c.
    meningkatkan kemampuan manajemen keuangan;
    d.
    menumbuhkan dan mengembangkan lembaga penjamin.
     
     

    Pasal 23

    (1)
    Pembiayaan bagi Usaha Kecil dapat dijamin oleh lembaga penjamin yang dimiliki Pemerintah dan/atau swasta.
    (2)
    Lembaga penjamin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjamin pembiayaan Usaha Kecil dalam bentuk:
     
    a.
    penjaminan pembiayaan kredit perbankan;
     
    b.
    penjaminan pembiayaan atas bagi hasil;
     
    c.
    penjaminan pembiayaan lainnya.
     
     
     

    Pasal 24

    Lembaga penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 terdiri atas:
    a.
    lembaga penjamin yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    b.
    lembaga lainnya yang ditetapkan sebagai lembaga penjamin.
     
     

    Pasal 25

    Pembiayaan dan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 23 yang menyangkut alokasi, tata cara, prioritas, serta jangka waktu pembiayaan dan penjaminan dilaksanakan dengan memperhatikan klasifikasi dan tingkat perkembangan Usaha Kecil.
     
    BAB VII
    KEMITRAAN
     

    Pasal 26

     
    (1)
    Usaha Menengah dan Usaha Besar melaksanakan hubungan kemitraan dengan Usaha Kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha.
    (2)
    Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.
    (3)
    Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
    (4)
    Dalam melakukan hubungan kemitraan kedua belah pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara.
     
     

    Pasal 27

    Kemitraan dilaksanakan dengan pola:
    a.
    inti-plasma
    b.
    subkontrak;
    c.
    dagang umum;
    d.
    waralaba;
    e.
    keagenan; dan
    f.
    bentuk-bentuk lain.
     
     

    Pasal 28

    Usaha Kecil yang melaksanakan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 adalah usaha yang telah terdata dan pengelolaannya sebagian besar dilakukan oleh Warga Negara Indonesia.
     

    Pasal 29

    Hubungan kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur bentuk dan lingkup kegiatan usaha kemitraan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pembinaan dan pengembangan, serta jangka waktu dan penyelesaian perselisihan.
     

    Pasal 30

    Pelaksanaan hubungan kemitraan yang berhasil antara Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan Usaha Kecil ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan saham Usaha Menengah atau Usaha Besar oleh Usaha Kecil mitra usahanya dengan harga yang wajar.
     

    Pasal 31

    Dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Usaha Menengah atau Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Kecil mitra usahanya.
     

    Pasal 32

    Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kemitraan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
     
    BAB VIII
    KOORDINASI DAN PENGENDALIAN

    Pasal 33

    (1)
    Presiden menunjuk Menteri yang membidangi Usaha Kecil yang bertanggung Jawab atas, serta mengkoordinasikan dan mengendalikan pemberdayaan Usaha Kecil.
    (2)
    Untuk memantapkan koordinasi dan pengendalian, Presiden dapat membentuk lembaga koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Kecil yang dipimpin oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan anggota-anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah, Pengusaha, tenaga ahli, tokoh dan lembaga swadaya masyarakat.
    (3)
    Koordinasi dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi penyusunan kebijaksanaan dan program pelaksanaan, pemantauan, evaluasi serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Usaha Kecil.
     
    BAB IX
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 34

    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan mengaku atau memakai nama usaha kecil sehingga memperoleh fasilitas kemudahan dana, keringanan tarif, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa atau pemborongan pekerjaan Pemerintah yang diperuntukan dan dicadangkan bagi Usaha Kecil yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kerugian bagi Usaha Kecil diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
     

    Pasal 35

    Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 adalah tindak pidana kejahatan.
     
     
     
    BAB X
    SANKSI ADMINISTRATIF
     

    Pasal 36

    (1)
    Usaha Menengah atau Usaha Besar yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 31 dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
    (2)
    Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilakukan oleh atau atas nama badan usaha, dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha oleh instansi berwenang.
     
     
     
    BAB XI
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 37

    Dengan berlakunya Undang-Undang ini, seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengaturan Usaha Kecil dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
     
     
     

    Pasal 38

    Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
     
    Disahkan di Jakarta
    pada tanggal 26 Desember 1995
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    SOEHARTO
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 26 Desember 1995
    MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    MOERDIONO
     
    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 74
     

    PENJELASAN

    ATAS
     
    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 9 TAHUN 1995
     
    TENTANG
     
    USAHA KECIL
     
     
    I.
    UMUM
     
    Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.
     
    Pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan Pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan Pemerintah saling menunjang, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan Pembangunan Nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut telah dilaksanakan pembangunan di segala bidang dengan titik berat diletakkan pada bidang ekonomi seiring dengan kualitas sumber daya manusia tetap bertumpu pada aspek pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas.
     
    Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama, selain telah meningkatkan kesejahteraan rakyat juga telah menumbuh-kembangkan Usaha Besar, Usaha Menengah, Usaha Kecil, dan Koperasi.
     
    Usaha Kecil, yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha Kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat dapat berperan dalam proses pemerataan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas pada khususnya.
     
    Kenyataan menunjukkan bahwa Usaha Kecil masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara optimal dalam perekonomian nasional. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa Usaha Kecil masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yan bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi, serta iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangannya.
     
    Dalam upaya meningkatkan kesempatan dan kemampuan Usaha Kecil, telah dikeluarkan berbagai kebijaksanaan oleh Pemerintah tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pembinaan, tetapi belum berhasil sebagaimana diharapkan karena belum adanya kepastian hukum yang merupakan perlindungan bagi Usaha Kecil dan dipatuhi oleh semua pihak. Dihadapkan pada era perdagangan bebas dalam rangka mengantisipasi keterbukaan perekonomian dunia, baik pada tingkat regional maupun tingkat dunia, Usaha Kecil dituntut menjadi tangguh dan mandiri.
     
    Sehubungan dengan itu, Usaha Kecil perlu memberdayakan dirinya dan diberdayakan dengan berpijak pada kerangka hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang berdasar pada asas kekeluargaan. Pemberdayaan Usaha Kecil dilakukan melalui:
     
    a)
    penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan Usaha Kecil;
     
    b)
    pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil serta kemitraan usaha.
     
     
     
    Pemberdayaan Usaha Kecil dilaksanakan oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Dengan memberdayakan Usaha Kecil, diharapkan Usaha Kecil menjadi tangguh, mandiri, dan juga dapat berkembang menjadi Usaha Menengah. Usaha Kecil yang tangguh, mandiri, dan berkembang dengan sendirinya akan meningkatkan produk nasional, kesempatan kerja, ekspor, serta pemerataan hasil-hasil pembangunan, yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap penerimaan negara. Selanjutnya, pemberdayaan Usaha Kecil akan meningkatkan kedudukan serta peran Usaha Kecil dalam perekonomian nasional sehingga akan terwujud tatanan perekonomian nasional yang sehat dan kukuh.
     
    Dalam memberdayakan Usaha Kecil seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Usaha Kecil, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi.
     
    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Undang-Undang ini disusun dengan maksud memberdayakan Usaha Kecil, mencakup berbagai aspek pemberdayaan Usaha Kecil tetapi tidak mengatur mekanisme internalnya. Di dalamnya dimuat tentang pengertian dan kriteria Usaha Kecil serta landasan, asas dan tujuan.
     
    Selanjutnya, diperjelas dan dipertegas pula segi-segi yang mencakup penumbuhan iklim usaha yang kondusif, pembinaan, dan pengembangan, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan, koordinasi dan pengendalian, serta ketentuan pidana dan sanksi administratif.
     
     
    II.
    PASAL DEMI PASAL
     
    Pasal 1
    Angka 1
    Yang dimaksud dengan Usaha Kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun-temurun, dan/atau berkaitan dengan seni dan budaya. Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil adalah kegiatan ekonomi berskala kecil yang dimiliki dan menghidupi sebagian besar rakyat.
    Angka 2
    Yang dimaksud dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar meliputi usaha nasional (milik negara atau swasta), usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
    Angka 3
    Yang dimaksud dengan usaha yang tangguh dan mandiri adalah usaha yang memiliki daya saing tinggi dan memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan bertumpu pada kepercayaan dan kemampuan sendiri.
    Angka 4
    Cukup jelas
    Angka 5
    Pembinaan dan pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dapat dilaksanakan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
    Angka 6
    Yang dimaksud dengan dana adalah sejumlah uang, surat-surat berharga, atau aktiva lainnya.
     
    Yang dimaksud dengan permodalan adalah kekayaan usaha dalam bentuk yang atau harta lainnya, yang menjadi dasar untuk menjalankan dan mengembangkan usaha yang terdiri atas modal sendiri dan modal luar.
    Angka 7
    Cukup jelas.
    Angka 8
    Kerja sama usaha dalam kemitraan hendaknya dilakukan dengan memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis yang sehat.
    Pasal 2
    Cukup jelas.
    Pasal 3
    Dalam upaya memberdayakan Usaha Kecil, jiwa dan semangat usaha bersama merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari asas kekeluargaan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai keadilan.
    Pasal 4
    Cukup jelas.
    Pasal 5
    Ayat (1)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah nilai jual kekayaan usaha (aset) dikurangi kewajibannya.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan hasil penjualan tahunan adalah hasil penjualan bersih (neto) yang berasal dari penjualan barang dan jasa dari usahanya dalam satu tahun buku.
     
    Walaupun Undang-Undang ini menetapkan batas kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan tersebut, Usaha Kecil yang mendapatkan prioritas pemberdayaan adalah Usaha Kecil yang merupakan lapisan terbesar dari jumlah Usaha Kecil yang ada.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan milik Warga Negara Indonesia adalah Usaha Kecil yang sepenuhnya milik Warga Negara Indonesia. Pemilik Usaha Kecil tersebut dapat mengelolanya sendiri atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain.
    Huruf d
    Yang dimaksud dengan Usaha Kecil yang dimiliki atau dikuasai oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar adalah Usaha Kecil yang merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang sepenuhnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar.
     
    Yang dimaksud dengan Usaha Kecil yang berafiliasi dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar adalah Usaha Kecil yang dikendalikan secara langsung atau tidak langsung oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar.
    a.
    Yang dimaksud dengan berafiliasi langsung adalah jika anggota dewan komisaris, direksi, atau manajer Usaha Menengah atau Usaha Besar merupakan pemilik atau pengelola Usaha Kecil.
    b.
    Yang dimaksud dengan berafiliasi tidak langsung adalah jika:
     
    1)
    Usaha Kecil dan Usaha Menengah atau Usaha Besar dimiliki atau dikuasai oleh orang atau pihak yang sama;
     
    2)
    pemilik atau pengelola Usaha Kecil memiliki hubungan keluarga secara horizontal atau vertikal, karena perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, dengan salah seorang anggota dewan komisaris, direksi atau yang mengendalikan Usaha Menengah atau Usaha Besar, jika terdapat keterkaitan usaha baik horizontal maupun vertikal, antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar yang bersangkutan.
     
    Yang dikecualikan dengan pengertian dimiliki, dikuasai atau berafiliasi ialah koperasi karyawan dari Usaha Menengah atau Usaha Besar.
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 6
    Ayat (1)
    Yang berwenang menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan sebagaimana yang dimaksud pasal ini paling rendah adalah Menteri.
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan pendanaan dalam pasal ini adalah upaya yang terdiri atas penyediaan sumber dana, tata cara, dan persyaratan untuk pemenuhan kebutuhan dana bagi pemberdayaan Usaha Kecil.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Huruf f
    Cukup jelas.
    Huruf g
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 7
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan memperluas sumber pendanaan adalah berbagai upaya memperbanyak jenis dan meningkatkan alokasi pendanaan yang dapat dimanfaatkan Usaha Kecil.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan meningkatkan akses terhadap sumber pendanaan mencakup berbagai upaya penyederhanaan tata cara dalam memperoleh dana.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan memberikan kemudahan dalam pendanaan mencakup berbagai upaya pemberian keringanan persyaratan dalam pendanaan.
    Pasal 8
    Huruf a
    Kerja sama sesama Usaha Kecil dimaksudkan untuk meningkatkan posisi tawar dalam melakukan transaksi bisnis dengan pihak lainnya agar mempunyai posisi yang sepadan, Selain itu, kerja sama sesama Usaha Kecil akan meningkatkan pula skala ekonomi usahanya.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan mencegah adalah upaya berupa deregulasi, pengaturan tata niaga, penetapan harga, pengenaan sanksi, dan pembentukan komisi persaingan.
     
    Pengertian pencegahan mencakup penghapusan bentuk monopoli, oligopoli, dan monopoli, yang merugikan Usaha Kecil, kecuali yang dikendalikan oleh negara demi kepentingan rakyat banyak.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Pasal 9
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan mengadakan prasarana umum dalam pasal ini adalah penyediaan prasarana yang memadai bagi pengembangan Usaha Kecil, antara lain, meliputi pengadaan prasarana transportasi, telekomunikasi, listrik, air bersih, lokasi usaha, tempat berusaha, dan pasar.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan memberikan keringanan tarif prasarana tertentu dalam pasal ini adalah pengadaan pembedaan perlakuan tarif berdasarkan ketetapan Pemerintah, baik yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan keringanan bagi Usaha Kecil.
    Pasal 10
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan bank data dan jaringan informasi bisnis adalah berbagai pusat data bisnis dan sistem informasi bisnis yang dimiliki Pemerintah atau swasta.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan mengadakan dan menyebarkan informasi mengenai pasar, teknologi, desain, dan mutu adalah melakukan penyebaran informasi di seluruh wilayah tanah air agar Usaha Kecil dapat mengikuti perkembangan pasar, teknologi atau desain, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
    Pasal 11
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan mewujudkan kemitraan adalah suatu usaha Menengah dan Usaha Besar melakukan kemitraan, antara lain, berupa stimulan tanpa adanya unsur paksaan sehingga terlaksananya alih teknologi, manajemen, dan kesempatan berusaha bagi Usaha Kecil dapat terjadi secara wajar.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan Usaha Kecil dalam pelaksanaan transaksi Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan/atau Usaha Besar adalah upaya yang ditujukan agar Usaha Kecil tersebut tidak dirugikan oleh Usaha Menengah dan/atau Usaha Besar, sebagai akibat penundaan pembayaran, pengalihan resiko yang tidak adil dalam konsinyasi, dan pengenaan pungutan-pungutan.
    Pasal 12
    Huruf a
    Upaya mewujudkan sistem pelayanan satu atap dilaksanakan secara bertahap.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan pemberian kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan bagi Usaha Kecil, antara lain, adalah keringanan biaya.
    Pasal 13
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan mencakup aspek peruntukan tempat usaha, antara lain:
    1)
    lokasi di pasar, yaitu pengadaan lokasi untuk pasar tradisional atau lokasi pasar tertentu lainnya yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Kecil, pembangunan lokasi pasar bagi Usaha Menengah atau Usaha Besar diatur dengan memperhatikan jarak lokasi pasar yang telah diperuntukkan bagi Usaha Kecil;
    2)
    ruang pertokoan, yaitu ruang yang disediakan bagi penguasa kecil dalam pusat perbelanjaan;
    3)
    lokasi sentra industri kecil, yaitu pengadaan lahan khusus bagi Usaha Kecil atau pengadaan sebagian lahan pada kawasan industri yang dibangun oleh Pemerintah atau oleh Usaha Menengah dan/atau Usaha Besar;
    4)
    lokasi pertanian rakyat dalam arti luas, yaitu pencadangan lahan pertanian bagi Usaha Kecil dalam pembangunan pertanian oleh Pemerintah atau oleh Usaha Menengah dan/atau Usaha Besar;
    5)
    lokasi pertambangan rakyat, yaitu pengadaan lahan pertambangan khusus bagi pengusaha kecil oleh Pemerintah.
    6)
    lokasi untuk pedagang kaki lima, yang diatur melalui penetapan tata ruang.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha adalah pemberian perlindungan, antara lain, terhadap:
    1)
    kegiatan usaha yang menggunakan teknologi yang mempunyai kekhususan proses;
    2)
    kegiatan usaha yang bersifat padat karya yang merupakan mata pencaharian sebagian masyarakat setempat;
    3)
    kegiatan usaha yang mempunyai nilai seni budaya yang bersifat khusus serta turun-temurun dan dikuasai oleh masyarakat secara turun-temurun pula.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Yang dimaksud dengan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja pemerintah adalah pengadaan dan pemborongan pekerjaan yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta dari badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD).
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Pasal 14
    Cukup jelas.
    Pasal 15
    Cukup jelas.
    Pasal 16
    Cukup jelas.
    Pasal 17
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan adalah menanamkan dan mengembangkan jiwa, semangat, serta perilaku kewirausahaan, yaitu:
    a.
    kemauan dan kemampuan untuk bekerja dengan semangat kemandirian;
    b.
    kemauan dan kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara sistematis, termasuk keberanian mengambil resiko usaha;
    c.
    kemauan dan kemampuan berpikir dan bertindak secara kreatif dan inovatif;
    d.
    kemauan dan kemampuan untuk bekerja secara teliti, tekun, dan produktif;
    e.
    kemauan dan kemampuan untuk bekerja dalam kebersamaan dengan berlandaskan etika bisnis yang sehat.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Pasal 18
    Cukup jelas.
    Pasal 19
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan klasifikasi dalam pasal ini adalah penggolongan Usaha Kecil yang dilakukan oleh Pemerintah berdasarkan nilai kekayaan bersih atau penjualan tahunan dengan memperhatikan kondisi nyata berbagai jenis dan lapisan Usaha Kecil, termasuk Usaha Kecil informal, Usaha Kecil rumah tangga, dan Usaha Kecil tradisional.
    Pasal 20
    Ayat (1)
    Pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil yang telah berhasil berkembang menjadi Usaha Menengah dapat dilanjutkan dalam jangka waktu paling lama tiga tahun dimaksudkan agar selama kurun waktu tersebut dapat dimanfaatkan oleh Usaha Menengah itu untuk memantapkan usahanya karena jangka waktu tiga tahun merupakan jangka waktu yang memadai sebagai proses pemantapan usaha.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 21
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Huruf e
    Cukup jelas.
    Huruf f
    Yang dimaksud dengan jenis pembiayaan lainnya adalah dana sumbangan dari masyarakat, termasuk dana dari Usaha Besar swasta, dan sebagainya.
    Pasal 22
    Cukup jelas.
    Pasal 23
    Ayat (1)
    Dalam pelaksanaan penjaminan oleh lembaga penjamin, baik yang dimiliki oleh Pemerintah maupun swasta, Usaha Kecil diberi berbagai kemudahan berupa penyederhanaan tata cara dan persyaratan yang ringan.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan penjaminan pembiayaan lainnya adalah pemberian jaminan, antara lain, dalam bentuk jaminan orang perseorangan dan jaminan perusahaan (avalis).
    Pasal 24
    Cukup jelas.
    Pasal 25
    Tata cara pembiayaan dan penjaminan Usaha Kecil diupayakan dengan sederhana dan mudah serta dengan persyaratan yang ringan. Prioritas pemberian pembiayaan dan penjaminan diberikan kepada kelompok atau lapisan Usaha Kecil yang jumlahnya paling besar, sedangkan jangka waktu pembiayaan ditetapkan secara luwes, sesuai dengan kelayakan usaha dari Usaha Kecil yang bersangkutan.
    Pasal 26
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini diarahkan kepada perluasan dan pendalaman keterkaitan bagi Usaha Kecil yang memiliki keterkaitan usaha serta penumbuhan keterkaitan usaha bagi Usaha Kecil yang memiliki potensi keterkaitan usaha.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 27
    Yang dimaksud dengan:
    a.
    pola inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar bertindak sebagai inti dan Usaha Kecil selaku plasma, perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi;
    b.
    pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya;
    c.
    pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya;
    d.
    pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen;
    e.
    pola keagenan adalah hubungan kemitraan, yang di dalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya;
    f.
    pola bentuk-bentuk lain di luar pola sebagaimana tertera dalam huruf a, b, c, d dan e pasal ini adalah pola kemitraan yang pada saat ini sudah berkembang, tetapi belum dibakukan, atau pola baru yang akan timbul di masa yang akan datang.
    Pasal 28
    Pendataan dilakukan oleh Pemerintah dengan cara sederhana, mudah, dan tidak dipungut biaya. Jika Usaha Kecil belum terdata, usaha tersebut tetap dapat melaksanakan hubungan kemitraan.
    Pasal 29
    Penyelesaian perselisihan dalam hubungan kemitraan dilakukan secara musyawarah. Jika tidak tercapai kata mufakat, perselisihan itu diselesaikan melalui badan peradilan.
    Pasal 30
    Saham dengan harga yang wajar dapat dibeli oleh Usaha Kecil dengan sistem pembayaran yang ringan dan tidak merugikan pengembangan Usaha Kecil.
    Pasal 32
    Cukup jelas.
    Pasal 33
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 34
    Cukup jelas.
    Pasal 35
    Cukup jelas.
    Pasal 36
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 37
    Cukup jelas.
    Pasal 38
    Cukup jelas.
     
     
    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3611

    Undang-Undang 9 TAHUN 1995 - Perpajakan DDTC