Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Perubahan atau penyempurnaan

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 3 TAHUN 2022

     
    TENTANG

    IBU KOTA NEGARA

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana yang dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berlandaskan pada Pancasila;
    b.
    bahwa upaya memperbaiki tata kelola wilayah Ibu Kota Negara adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
    c.
    bahwa tata kelola Ibu Kota Negara selain menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia juga untuk mewujudkan Ibu Kota Negara yang aman, modern, berkelanjutan, dan berketahanan, serta menjadi acuan bagi pembangunan dan penataan wilayah lainnya di Indonesia;
    d.
    bahwa hingga saat ini, belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus tentang Ibu Kota Negara;
    e.
    bahwa Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya mengatur penetapan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    f.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara.
     
     
     

    Mengingat

    Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18B ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
     
     
     
    Dengan Persetujuan Bersama
    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
    dan
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    UNDANG-UNDANG TENTANG IBU KOTA NEGARA.
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
    2.
    Ibu Kota Negara bernama Nusantara dan selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang ini.
    3.
    Lembaga Negara adalah lembaga yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif di tingkat pusat, serta lembaga lain sebagaimana ditentukan dalam Undang­-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang.
    4.
    Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    5.
    Presiden adalah Presiden Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    6.
    Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    7.
    Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    8.
    Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah pemerintahan daerah yang bersifat khusus yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Ibu Kota Nusantara.
    9.
    Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Otorita Ibu Kota Nusantara adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
    10.
    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
    11.
    Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah wakil kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang bertugas membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
    12.
    Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disingkat KSN Ibu Kota Nusantara adalah kawasan khusus yang cakupan wilayah dan fungsinya ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang ini.
    13.
    Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
    14.
    Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
    15.
    Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
    16.
    Tanah adalah permukaan bumi, baik berupa daratan maupun yang tertutup air, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dalam batas tertentu yang penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi.
    17.
    Hak Atas Tanah yang selanjutnya disingkat HAT adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan Tanah, termasuk ruang di atas Tanah, dan/atau ruang di bawah Tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara Tanah, ruang di atas Tanah, dan/atau ruang di bawah Tanah.
     
     
     

    Pasal 2

    Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk:
    a.
    menjadi kota berkelanjutan di dunia;
    b.
    sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan; dan
    c.
    menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
     
     
     

    Pasal 3

    (1)
    Undang-Undang ini dibentuk dan dilaksanakan berdasarkan asas:
     
    a.
    ketuhanan;
     
    b.
    pengayoman;
     
    c.
    kemanusiaan;
     
    d.
    kebangsaan;
     
    e.
    kenusantaraan;
     
    f.
    kebhinekatunggalikaan;
     
    g.
    keadilan;
     
    h.
    kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
     
    i.
    ketertiban dan kepastian hukum;
     
    j.
    keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; dan
     
    k.
    efektivitas dan efisiensi pemerintahan.
    (2)
    Pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara dilaksanakan berdasarkan prinsip:
     
    a.
    kesetaraan;
     
    b.
    keseimbangan ekologi;
     
    c.
    ketahanan;
     
    d.
    keberlanjutan pembangunan;
     
    e.
    kelayakan hidup;
     
    f.
    konektivitas; dan
     
    g.
    kota cerdas.
     
     
     
    BAB II
    PEMBENTUKAN, KEKHUSUSAN, KEDUDUKAN, CAKUPAN WILAYAH, DAN RENCANA INDUK

    Bagian Kesatu
    Pembentukan
     

    Pasal 4

    (1)
    Dengan Undang-Undang ini dibentuk:
     
    a.
    Ibu Kota Nusantara sebagai Ibu Kota Negara; dan
     
    b.
    Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
    (2)
    Pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
    (3)
    Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bertanggung jawab pada kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
     
     
     
    Bagian Kedua
    Kedudukan dan Kekhususan
     

    Pasal 5

    (1)
    Ibu Kota Nusantara berfungsi sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan pusat, serta tempat kedudukan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional.
    (2)
    Sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang ini.
    (3)
    Dikecualikan dari satuan pemerintahan daerah lainnya, di Ibu Kota Nusantara hanya diselenggarakan pemilihan umum tingkat nasional.
    (4)
    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.
    (5)
    Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara menjalankan fungsi dan peran pemerintahan daerah khusus yang diatur dalam Undang-Undang ini, kecuali yang oleh peraturan perundang-undangan ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.
    (6)
    Otorita Ibu Kota Nusantara berhak menetapkan peraturan untuk menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dan/atau melaksanakan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.
    (7)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, pembentukan peraturan Ibu Kota Negara selain mengenai pajak dan pungutan lain, serta pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara oleh Otorita Ibu Kota Nusantara diatur dengan Peraturan Presiden.
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Cakupan Wilayah
     

    Pasal 6

    (1)
    Posisi Ibu Kota Nusantara secara geografis terletak pada:
     
    a.
    Bagian Utara pada 117° 0' 31.292 Bujur Timur dan 0° 38' 44.912 Lintang Selatan;
     
    b.
    Bagian Selatan pada 117° 11' 51.903 Bujur Timur dan 1° 15' 25.260 Lintang Selatan;
     
    c.
    Bagian Barat pada 116° 31' 37.728 Bujur Timur dan 0° 59' 22.510 Lintang Selatan; dan
     
    d.
    Bagian Timur pada 117° 18' 28.084 Bujur Timur dan 1° 6' 42.398 Lintang Selatan.
    (2)
    Ibu Kota Nusantara meliputi wilayah daratan seluas kurang lebih 256.142 ha (dua ratus lima puluh enam ribu seratus empat puluh dua hektare) dan wilayah perairan laut seluas kurang lebih 68.189 ha (enam puluh delapan ribu seratus delapan puluh sembilan hektare), dengan batas wilayah:
     
    a.
    sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara, Teluk Balikpapan, Kecamatan Balikpapan Barat, Kecamatan Balikpapan Utara, dan Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan;
     
    b.
    sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara;
     
    c.
    sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu, Kecamatan Loa Janan, dan Kecamatan Sanga­-Sanga Kabupaten Kutai Kartanegara; dan
     
    d.
    sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar.
    (3)
    Luas wilayah darat Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
     
    a.
    kawasan Ibu Kota Nusantara seluas kurang lebih 56.180 ha (lima puluh enam ribu seratus delapan puluh hektare); dan
     
    b.
    kawasan pengembangan Ibu Kota Nusantara seluas kurang lebih 199.962 ha (seratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh dua hektare).
    (4)
    Kawasan Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk kawasan inti pusat pemerintahan dengan luas wilayah yang mengacu pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara.
    (5)
    Cakupan dan batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I Peta Delineasi dan Koordinat Ibu Kota Nusantara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini dan ditetapkan sebagai KSN Ibu Kota Nusantara.
     
     
     
    Bagian Keempat
    Rencana Induk Ibu Kota Nusantara
     

    Pasal 7

    (1)
    Rencana Induk Ibu Kota Nusantara merupakan dokumen perencanaan terpadu yang menjadi pedoman bagi Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau Pemerintah Pusat dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
    (2)
    Pelaksanaan pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertahap.
    (3)
    Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pokok­-pokok:
     
    a.
    pendahuluan;
     
    b.
    visi, tujuan, prinsip dasar, dan indikator kinerja utama;
     
    c.
    prinsip dasar pembangunan; dan
     
    d.
    penahapan pembangunan dan skema pendanaan,
     
    yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
    (4)
    Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
    (5)
    Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan perubahan terhadap Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dengan ketentuan:
     
    a.
    dalam hal perubahan dilakukan terhadap materi muatan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden dan dikonsultasikan dengan DPR;
     
    b.
    dalam hal perubahan dilakukan terhadap perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden.
    (6)
    Perubahan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Presiden.
     
     
     
    BAB III
    BENTUK, SUSUNAN, KEWENANGAN, DAN URUSAN PEMERINTAHAN

    Bagian Kesatu
    Bentuk dan Susunan Pemerintahan
     

    Pasal 8

    Penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah Otorita Ibu Kota Nusantara.
     
     
     

    Pasal 9

    (1)
    Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.
    (2)
    Pelantikan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Presiden.
     
     
     

    Pasal 10

    (1)
    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama.
    (2)
    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden sebelum masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
    (3)
    Untuk pertama kalinya Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara ditunjuk dan diangkat oleh Presiden paling lambat 2 (dua) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
     
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Ketentuan mengenai struktur organisasi, tugas, wewenang, dan tata kerja Otorita Ibu Kota Nusantara diatur dengan Peraturan Presiden.
    (2)
    Struktur organisasi dan pengisian jabatan Otorita Ibu Kota Nusantara disesuaikan dengan tahapan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara serta kebutuhan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
     
     
     
    Bagian Kedua
    Kewenangan dan Urusan Pemerintahan
     

    Pasal 12

    (1)
    Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diberi kewenangan khusus berdasarkan Undang-Undang ini.
    (2)
    Kekhususan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk antara lain kewenangan pemberian perizinan investasi, kemudahan berusaha, serta pemberian fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan dalam rangka kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan daerah mitra.
    (3)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR.
     
     
     

    Pasal 13

    (1)
    Dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang­-undangan yang mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilihan umum, Ibu Kota Nusantara hanya melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, dan pemilihan umum untuk memilih anggota DPD.
    (2)
    Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan perhitungan dalam penentuan kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada daerah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Nusantara, penentuan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada daerah tersebut mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3)
    Penyusunan dan penetapan daerah pemilihan anggota DPR dan anggota DPD di Ibu Kota Nusantara dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia dengan konsultasi bersama Otorita Ibu Kota Nusantara.
     
     
     
    BAB IV
    PEMBAGIAN WILAYAH
     

    Pasal 14

    (1)
    Wilayah Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dibagi atas beberapa wilayah yang bentuk, jumlah, dan strukturnya disesuaikan dengan kebutuhan.
    (2)
    Ketentuan mengenai pembagian wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
     
     
     
    BAB V
    PENATAAN RUANG, PERTANAHAN DAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH, LINGKUNGAN HIDUP, PENANGGULANGAN BENCANA, DAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN

    Bagian Kesatu
    Penataan Ruang
     

    Pasal 15

    (1)
    Penataan ruang Ibu Kota Nusantara mengacu pada:
     
    a.
    Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
     
    b.
    Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Selat Makassar;
     
    c.
    Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan;
     
    d.
    Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara; dan
     
    e.
    Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara.
    (2)
    Ketentuan mengenai Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Presiden.
    (3)
    Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun sesuai kedalaman muatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dengan skala 1:25.000.
    (4)
    Ketentuan mengenai Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
     
     
     
    Bagian Kedua
    Pertanahan dan Pengalihan Hak Atas Tanah
     

    Pasal 16

    (1)
    Perolehan Tanah oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau kementerian/lembaga di Ibu Kota Nusantara dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan dan mekanisme pengadaan Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (2)
    Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme pengadaan Tanah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang­-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah secara langsung.
    (3)
    Tanah untuk pembangunan kepentingan umum di Ibu Kota Nusantara merupakan salah satu jenis dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
    (4)
    Dalam hal pengadaan tanah dilakukan dengan mekanisme pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, tahapan persiapan dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara.
    (5)
    Penetapan lokasi pengadaan Tanah di Ibu Kota Nusantara diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
    (6)
    Otorita Ibu Kota Nusantara diberi hak pakai dan/atau hak pengelolaan atas Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (7)
    Otorita Ibu Kota Nusantara berwenang mengikatkan diri dengan setiap individu atau badan hukum atas perjanjian HAT di Ibu Kota Nusantara.
    (8)
    Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memberikan jaminan perpanjangan dan pembaruan HAT di atas hak pengelolaan sesuai dengan persyaratan yang termuat dalam perjanjian.
    (9)
    Dalam hal tertentu, jangka waktu perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disesuaikan dengan kebutuhan.
    (10)
    HAT yang berada di Ibu Kota Nusantara wajib dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
    (11)
    HAT yang diberikan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan tujuan peruntukannya dapat dibatalkan.
    (12)
    Pengalihan HAT di Ibu Kota Nusantara wajib mendapatkan persetujuan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
     
     
     

    Pasal 17

    Otorita Ibu Kota Nusantara memiliki hak untuk diutamakan dalam pembelian Tanah di Ibu Kota Nusantara.
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
     

    Pasal 18

    (1)
    Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Ibu Kota Nusantara dilaksanakan berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara dengan mempertimbangkan aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (2)
    Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara, termasuk pelaksanaan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi terhadap kualitas lingkungan hidup di Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3)
    Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk tetapi tidak terbatas pada:
     
    a.
    penetapan kawasan hijau yang mendukung keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati;
     
    b.
    penerapan energi terbarukan dan efisiensi energi;
     
    c.
    pengelolaan wilayah fungsional perkotaan yang berorientasi pada lingkungan hidup; dan
     
    d.
    penerapan pengalahan sampah dan limbah dengan prinsip ekonomi sirkuler.
     
     
     
    Bagian Keempat
    Penanggulangan Bencana
     

    Pasal 19

    Penyelenggaraan penanggulangan bencana di Ibu Kota Nusantara dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dengan mengacu pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara.
     
     
     
    Bagian Kelima
    Pertahanan dan Keamanan
     

    Pasal 20

    Penyelenggaraan pertahanan dan keamanan di Ibu Kota Nusantara dilaksanakan berdasarkan sistem dan strategi pertahanan dan keamanan yang terintegrasi dengan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara.
     
     
     

    Pasal 21

    Penataan ruang, pertanahan, dan pengalihan hak atas tanah, lingkungan hidup, penanggulangan bencana, serta pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 20 dilaksanakan dengan memperhatikan dan memberikan perlindungan terhadap hak­ hak individu atau hak-hak komunal masyarakat adat dan nilai­ nilai budaya yang mencerminkan kearifan lokal.
     
     
     
    BAB VI
    PEMINDAHAN KEDUDUKAN LEMBAGA NEGARA, APARATUR SIPIL NEGARA, PERWAKILAN NEGARA ASING, DAN PERWAKILAN ORGANISASI/LEMBAGA INTERNASIONAL
     

    Pasal 22

    (1)
    Lembaga Negara berpindah kedudukan serta menjalankan tugas, fungsi, dan peran secara bertahap di Ibu Kota Nusantara.
    (2)
    Pemindahan kedudukan Lembaga Negara secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.
    (3)
    Pemerintah Pusat menentukan Lembaga Pemerintah Non kementerian, Lembaga Non struktural, lembaga pemerintah lainnya, dan aparatur sipil negara yang tidak dipindahkan kedudukannya ke Ibu Kota Nusantara.
    (4)
    Perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional akan berkedudukan di Ibu Kota Nusantara berdasarkan kesanggupan dari masing-masing perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional tersebut.
    (5)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan Lembaga Negara, aparatur sipil negara, perwakilan negara asing, dan perwakilan organisasi/lembaga internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Presiden.
     
     
     
    BAB VII
    PENDANAAN DAN PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

    Bagian Kesatu
    Pendanaan
     

    Pasal 23

    (1)
    Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, kekuasaan Presiden sebagai pengelola keuangan negara dikuasakan kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
    (2)
    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang untuk Ibu Kota Nusantara.
     
     
     

    Pasal 24

    (1)
    Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara bersumber dari:
     
    a.
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan/atau
     
    b.
    sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (2)
    Alokasi pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
     
    a.
    berpedoman pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan/atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah; dan
     
    b.
    berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber lain yang sah.
    (3)
    Persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai program prioritas nasional paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam rencana kerja pemerintah sejak berlakunya Undang-Undang ini atau paling singkat sampai dengan selesainya tahap 3 (tiga) penahapan pembangunan Ibu Kota Nusantara sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.
    (4)
    Dalam rangka pendanaan untuk penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan pemungutan pajak khusus dan/atau pungutan khusus di Ibu Kota Nusantara.
    (5)
    Pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan berlaku secara mutatis mutandis sebagai pajak khusus dan pungutan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
    (6)
    Dasar pelaksanaan pemungutan pajak khusus dan/atau pungutan khusus di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan peraturan yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat persetujuan DPR.
    (7)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
     
     
     
    Bagian Kedua
    Penyusunan Rencana Kerja, Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara
     

    Pasal 25

    (1)
    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara selaku pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) menyusun rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara.
    (2)
    Dalam hal Otorita Ibu Kota Nusantara memperoleh pendapatan dari sumber lain yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b dan/atau pendapatan yang berasal dari pajak khusus dan/atau pungutan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4), Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menyusun rencana pendapatan Ibu Kota Nusantara.
    (3)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Pemerintah.
     
     
     

    Pasal 26

    (1)
    Pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan sesuai tata kelola anggaran Ibu Kota Nusantara.
    (2)
    Tata cara pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Tata Kelola Barang Milik Negara
     

    Pasal 27

    Dalam rangka pemindahan Ibu Kota Negara, Barang Milik Negara yang sebelumnya digunakan oleh Kementerian/Lembaga di Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta dan/atau provinsi lainnya wajib dialihkan pengelolaannya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
     
     
     

    Pasal 28

    (1)
    Dalam rangka pembangunan di Ibu Kota Nusantara dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, pengelolaan Barang Milik Negara dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
    (2)
    Pengelolaan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
     
    a.
    pemindahtanganan; dan/atau
     
    b.
    pemanfaatan.
    (3)
    Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak boleh dilakukan terhadap barang yang memiliki kriteria:
     
    a.
    cagar budaya;
     
    b.
    memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
     
    c.
    memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
     
     
     

    Pasal 29

    (1)
    Dalam rangka pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a, pemilihan badan usaha dapat dilakukan dengan cara:
     
    a.
    penunjukan badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara; dan/atau
     
    b.
    tender.
    (2)
    Pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a dengan nilai sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
    (3)
    Pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a dengan nilai di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan dengan persetujuan Presiden.
    (4)
    Pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a dilaporkan kepada DPR sesuai mekanisme pertanggungjawaban keuangan negara.
    (5)
    Dalam rangka pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b, pemilihan badan usaha dapat dilakukan dengan cara:
     
    a.
    penunjukan badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara; dan/atau
     
    b.
    tender.
     
     
     

    Pasal 30

    (1)
    Tanah di Ibu Kota Nusantara ditetapkan sebagai:
     
    a.
    Barang Milik Negara; dan/atau
     
    b.
    aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara.
    (2)
    Tanah yang ditetapkan sebagai Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Tanah yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dan diberikan hak pakai.
    (3)
    Tanah yang ditetapkan sebagai aset dalam penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Tanah yang tidak terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan.
     
     
     

    Pasal 31

    Barang Milik Negara yang dibutuhkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara disediakan melalui:
    a.
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan/atau
    b.
    perolehan lainnya yang sah sesuai peraturan perundang­-undangan.
     
     
     

    Pasal 32

    Barang Milik Daerah yang berada di Ibu Kota Nusantara dialihkan kepada Pemerintah Pusat dan ditetapkan sebagai:
    a.
    Barang Milik Negara; dan/atau
    b.
    aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara.
     
     
     

    Pasal 33

    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan pengguna barang atas Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan yang berada dalam pengelolaannya.
     
     
     

    Pasal 34

    Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menyusun rencana pemanfaatan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b.
     
     
     

    Pasal 35

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
     
     
     

    Pasal 36

    (1)
    Otorita Ibu Kota Nusantara mulai beroperasi paling lambat pada akhir tahun 2022.
    (2)
    Kementerian/lembaga melaksanakan kegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Nusantara sesuai tugas dan fungsinya masing-masing dengan berpedoman pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, sampai dengan dimulainya operasional Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (3)
    Pada saat Otorita Ibu Kota Nusantara telah beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan kegiatan persiapan dan/atau pembangunan yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara.
    (4)
    Dimulai pada tahun 2023, kegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Negara yang sebelumnya dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dapat dialihkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara atau tetap dilanjutkan oleh kementerian/lembaga tersebut.
    (5)
    Barang Milik Negara yang dihasilkan oleh kementerian/lembaga dalam rangka kegiatan pembangunan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dialihkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dimulai pada tahun 2023, kecuali ditentukan lain oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
    (6)
    Pengelolaan Barang Milik Negara yang dialihkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), menjadi hak dan kewajiban Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai pengguna barang terhitung sejak dialihkan.
    (7)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
     
     
     
    BAB VIII
    PARTISIPASI MASYARAKAT
     

    Pasal 37

    (1)
    Masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengelolaan Ibu Kota Negara.
    (2)
    Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam bentuk:
     
    a.
    konsultasi publik;
     
    b.
    musyawarah;
     
    c.
    kemitraan;
     
    d.
    penyampaian aspirasi; dan/atau
     
    e.
    keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
    BAB IX
    PEMANTAUAN DAN PENINJAUAN
     

    Pasal 38

    DPR melalui alat kelengkapan yang menangani bidang legislasi dapat melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini berdasarkan mekanisme dalam undang-undang mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
    BAB X
    KETENTUAN PERALIHAN
     

    Pasal 39

    (1)
    Kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap berada di Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sampai dengan tanggal ditetapkannya pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara dengan Keputusan Presiden.
    (2)
    Otorita Ibu Kota Nusantara mulai menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sejak tanggal penetapan pemindahan Ibu Kota Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (3)
    Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara tetap melaksanakan urusan pemerintahan daerah di wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan, kecuali kewenangan dan perizinan terkait kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, sampai dengan penetapan pemindahan Ibu Kota Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (4)
    Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara tetap melakukan pemungutan pajak dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sampai dengan penetapan pemindahan Ibu Kota Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
     
     
     
    BAB XI
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 40

    (1)
    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan:
     
    a.
    Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
     
    b.
    Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 175, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3896); dan
     
    c.
    Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 20 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4182),
     
    diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang­-Undang ini.
    (2)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang­-Undang ini diundangkan.
     
     
     

    Pasal 41

    (1)
    Sejak ditetapkannya Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), ketentuan Pasal 3, Pasal 4 kecuali fungsi sebagai daerah otonom, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
    (2)
    Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
    (3)
    Perubahan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku pada saat Keputusan Presiden mengenai pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) ditetapkan.
    (4)
    Perubahan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengatur kekhususan Jakarta.
     
     
     

    Pasal 42

    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
    a.
    seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan ketentuan yang diatur khusus dalam Undang-Undang ini; dan
    b.
    peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah,
    dinyatakan tidak berlaku dalam hal kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
     
     
     

    Pasal 43

    Peraturan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) khususnya terkait dengan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara oleh Otorita Ibu Kota Nusantara, Pasal 7 ayat (4), Pasal 11 ayat (1) khususnya terkait dengan struktur organisasi dan pengisian jabatan Otorita Ibu Kota Nusantara dalam pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, Pasal 15 ayat (2), Pasal 24 ayat (7), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (2), dan Pasal 35, wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
     
     
     

    Pasal 44

    Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
     
     
     
    Disahkan di Jakarta
    pada tanggal 15 Februari 2022
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    JOKO WIDODO

    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 15 Februari 2022
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    YASONNA H. LAOLY

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 41
     

    PENJELASAN

    ATAS
     
    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 3 TAHUN 2022
     
    TENTANG
     
    IBU KOTA NEGARA
     
     
    I.
    UMUM
     
    Penyusunan Undang-Undang ini dilatarbelakangi oleh ketiadaan Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang Ibu Kota Negara di Indonesia. Undang-Undang yang pernah ditetapkan selama ini adalah Undang-Undang yang mengatur fungsi ganda Jakarta, sebagai Daerah Otonom Provinsi sekaligus sebagai Ibu Kota Negara. Jakarta ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia berdasarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1961 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya sebagaimana diubah dengan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1963. Setelah itu, berturut-turut, berbagai Undang-Undang kembali menetapkan Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI), mulai dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Raya tetap sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta, hingga terakhir yang kini masih berlaku hingga saat ini, yakni Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
     
    Di samping itu, penyusunan Undang-Undang ini juga didasari oleh urgensi pemindahan Ibu Kota Negara yang sebelumnya telah disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2019. Pemindahan tersebut didasari oleh terpusatnya kegiatan perekonomian di Jakarta dan Jawa yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi Jawa dan luar Jawa. Selain itu, terdapat hasil kajian yang menyimpulkan bahwa Jakarta sudah tidak lagi dapat mengemban peran sebagai Ibu Kota Negara. Hal itu diakibatkan oleh pesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali, penurunan kondisi dan fungsi lingkungan, dan tingkat kenyamanan hidup yang semakin menurun. Oleh karena itu, pemindahan Ibu Kota Negara ke luar Jawa diharapkan dapat mendorong percepatan pengurangan kesenjangan dan peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah di luar Jawa terutama Kawasan Timur Indonesia. Penyusunan Undang-Undang ini menjadi dasar pengaturan yang dapat memenuhi harapan atas suatu bentuk Ibu Kota Negara yang ideal dan sebagai acuan bagi pembangunan dan penataan kawasan perkotaan lainnya di Indonesia.
     
    Kata "Nusantara" telah dikenal luas tidak hanya di Indonesia. Secara semantik historis pemaknaan Nusantara beragam, namun pada umumnya diartikan sebagai lautan di antara pulau dan pulau. Dalam berbagai versi sejarah, Nusantara masuk dalam lingua franca dan menjadi bahasa ikonik yang dikenal dunia sebagai kata ganti kepulauan Indonesia.
     
    Nusantara di dalam Undang-Undang ini dideskripsikan sebagai konseptualisasi atas wilayah geografi Indonesia dengan konstituenta pulau­-pulau yang disatukan oleh lautan. Terbesit di dalamnya pengakuan kemajemukan geografis yang disertai kemajemukan budaya.
     
    Maka, Nusantara adalah sebuah konsep kesatuan yang mengakomodasi kekayaan kemajemukan Indonesia. Dengan nama Nusantara, Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia merepresentasikan realitas tersebut. Realitas kekayaan kemajemukan Indonesia itu menjadi modal sosial untuk memajukan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan, menuju masa depan Indonesia maju, tangguh, dan berkelanjutan.
     
    Pembangunan dan pengelolaan Ibu Kota Nusantara memiliki visi Ibu Kota Negara sebagai kota dunia untuk semua yang bertujuan utama mewujudkan kota ideal yang dapat menjadi acuan (role model) bagi pembangunan dan pengelolaan kota di Indonesia dan dunia. Visi besar tersebut bertujuan untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara sebagai:
     
    a.
    kota berkelanjutan di dunia, yang menciptakan kenyamanan, keselarasan dengan alam, ketangguhan melalui efisiensi penggunaan sumber daya dan rendah karbon;
     
    b.
    penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, yang memberi peluang ekonomi untuk semua melalui pengembangan potensi, inovasi, dan teknologi; serta
     
    c.
    simbol identitas nasional, merepresentasikan keharmonisan dalam keragaman sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika.
       
     
    Mengingat pentingnya peran dan fungsi Ibu Kota Negara bagi Indonesia, pengaturan mengenai perencanaan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang dituangkan dalam Undang-Undang ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Pusat untuk merealisasikan empat tujuan bernegara yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
     
    Dalam Undang-Undang ini, penyelenggaraan pemerintahan daerah di Ibu Kota Nusantara dilakukan dengan memberikan pengaturan atas berbagai kekhususan yang berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang ada selama ini. Penyelenggaraan pemerintahan yang khusus di Ibu Kota Nusantara tersebut dimungkinkan dengan mengacu pada Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan berbagai kekhususan yang ada di Ibu Kota Nusantara, baik yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun penyelenggaraan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, diharapkan berbagai permasalahan, antara lain, ketidakjelasan pembagian urusan, tarik menarik, dan tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah penyelenggara Ibu Kota Negara dalam berbagai hal dan urusan pemerintahan tidak lagi terjadi dalam pelaksanaannya.
     
     
    II.
    PASAL DEMI PASAL
     
    Pasal 1
    Cukup jelas.
    Pasal 2
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan "kota berkelanjutan di dunia" adalah kota yang mengelola sumber daya secara tepat guna dan memberikan pelayanan secara efektif dalam pemanfaatan sumber daya air dan energi yang efisien, pengelolaan sampah berkelanjutan, moda transportasi terpadu, lingkungan layak huni dan sehat, dan lingkungan alam dan binaan yang sinergis, yang di dalamnya juga menetapkan Ibu Kota Nusantara sebagai kota di dalam hutan (forest city) untuk memastikan kelestarian lingkungan dengan minimal 75% (tujuh puluh lima persen) kawasan hijau, serta rencana Ibu Kota Nusantara dijalin dengan konsep masterplan yang berkelanjutan untuk menyeimbangkan ekologi alam, kawasan terbangun, dan sistem sosial yang ada secara harmonis.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan "penggerak ekonomi Indonesia di masa depan" adalah sebagai kota yang progresif, inovatif, dan kompetitif dalam aspek teknologi, arsitektur, tata kota, dan sosial. Ibu Kota Nusantara menetapkan strategi ekonomi superhub yang terkait dengan strategi tata ruang untuk melampaui potensi saat ini, memastikan sinergi yang produktif antara tenaga kerja, infrastruktur, sumber daya, dan jaringan, serta memaksimalkan peluang kerja bagi seluruh penduduk kota.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan "simbol identitas nasional" adalah kota yang mewujudkan jati diri, karakter sosial, persatuan, dan kebesaran bangsa yang mencerminkan kekhasan Indonesia.
    Pasal 3
    Ayat (1)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan "asas ketuhanan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini berfungsi memberikan pelindungan dan penghormatan atas kebebasan beragama dan menjalankan ibadah bagi masyarakat pada khususnya di Ibu Kota Nusantara dan wilayah sekitarnya. Ibu Kota Nusantara dirancang sebagai tempat yang mengedepankan toleransi beragama dan menjamin keselarasan dalam pelaksanaan nilai-nilai ketuhanan.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan "asas pengayoman" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketenteraman masyarakat pada khususnya di Ibu Kota Nusantara dan wilayah sekitarnya dan pada umumnya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ibu Kota Nusantara dirancang sebagai tempat yang mengedepankan kelayakan hidup yang aman dan terjangkau, yang berfokus pada masyarakat dengan konsep pembangunan dan perumahan yang memastikan lingkungan yang aman, sehat, dan adil bagi penduduk di saat ini dan yang akan datang.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun dalam pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.
    Huruf d
    Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
    Huruf e
    Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang­-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    Huruf f
    Yang dimaksud dengan "asas kebhinekatunggalikaan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik di Ibu Kota Nusantara maupun wilayah lainnya di Indonesia. Juga untuk merepresentasikan Ibu Kota Nusantara yang memelihara kekayaan budaya, memperkuat inklusi sosial, dan memberikan rasa gotong royong di tengah masyarakat yang beragam.
    Huruf g
    Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun dalam pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara. Asas keadilan merupakan landasan dari kesetaraan yang akan diwujudkan di Ibu Kota Nusantara dengan strategi ekonomi yang berorientasi pada masa depan dan akses yang adil ke pendidikan, layanan kesehatan, serta peluang kerja.
    Huruf h
    Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan" adalah bahwa dalam setiap materi muatan Undang-Undang ini sebagai jaminan kepastian hukum untuk mewujudkan ketertiban masyarakat, terutama masyarakat di Ibu Kota Nusantara dan daerah sekitarnya.
    Huruf i
    Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa setiap materi muatan Undang­-Undang ini ditujukan untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum baik dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun dalam pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.
    Huruf j
    Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan bangsa dan negara, termasuk di dalamnya keseimbangan ekologis yang menghormati dan merangkul alam melalui integrasi dan pelestarian bentang alam yang ada, dan mendesain sesuai kondisi alam termasuk memprioritaskan kawasan lindung dan ruang hijau. Keserasian dan keselarasan di Ibu Kota Nusantara juga diwujudkan melalui keterhubungan, keaktifan, dan kemudahan akses masyarakat di Ibu Kota Nusantara, dengan strategi mobilitas terintegrasi yang menempatkan warga di garis depan dengan menekankan kemudahan berjalan kaki dan transportasi umum.
    Huruf k
    Yang dimaksud dengan "asas efektivitas dan efisiensi pemerintahan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini bertujuan untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara sebagai kota yang nyaman dan efisien untuk tata kelola pemerintahan, bisnis, dan penduduk melalui informasi, komunikasi, dan teknologi, melalui penerapan kota cerdas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan "kesetaraan" adalah prinsip untuk menciptakan kota dengan peluang ekonomi untuk semua, sehingga terwujud pendapatan per kapita yang tinggi, rendahnya kesenjangan ekonomi, serta menciptakan keharmonisan dan keunikan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan "keseimbangan ekologi" adalah prinsip dalam mendesain kota sesuai kondisi alam termasuk memprioritaskan kawasan lindung dan ruang hijau.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan "ketahanan" adalah prinsip dalam rangka mewujudkan infrastruktur perkotaan dengan sistem sirkuler dan tangguh.
    Huruf d
    Yang dimaksud dengan "keberlanjutan pembangunan" adalah prinsip untuk mewujudkan kota hemat energi, pemanfaatan energi terbarukan, dan rendah emisi karbon.
    Huruf e
    Yang dimaksud dengan "kelayakan hidup" adalah prinsip untuk menciptakan kota yang aman, nyaman, dan terjangkau.
    Huruf f
    Yang dimaksud dengan "konektivitas" adalah prinsip dalam rangka mewujudkan kemudahan akses dan kecepatan, serta memprioritaskan mobilitas aktif penduduk.
    Huruf g
    Yang dimaksud dengan "kata cerdas" adalah prinsip yang bertujuan menciptakan kota yang nyaman dan efisien untuk tata kelola pemerintahan, bisnis, dan penduduk melalui informasi, komunikasi, dan teknologi.
    Pasal 4
    Ayat (1)
    Huruf a
    Pembentukan Ibu Kota Nusantara dalam Pasal ini tidak serta merta mengalihkan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara. Kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap berada di Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sampai dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden tentang penetapan pemindahan Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara.
    Huruf b
    Sejak Undang-Undang ini diundangkan, Otorita Ibu Kota Nusantara yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal ini baru akan menyelenggarakan dan bertanggung jawab terhadap kegiatan pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara. Otorita Ibu Kota Nusantara mulai menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden tentang penetapan pemindahan Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 5
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Sebagai salah satu bentuk kekhususan, Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara hanya diselenggarakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara tanpa keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana berlaku pada bentuk pemerintahan daerah secara umum.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Sebagai salah satu bentuk kekhususan, kepala daerah di Ibu Kota Nusantara tidak dipilih melalui pemilihan umum namun ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan sebelumnya berkonsultasi dengan DPR.
     
    Yang dimaksud dengan "berkonsultasi dengan DPR" adalah berkonsultasi dengan alat kelengkapan DPR yang ditunjuk dan/atau diberi kewenangan untuk hal tersebut.
    Ayat (5)
    Yang dimaksud dengan "urusan pemerintahan pusat" adalah kewenangan absolut yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang mencakup urusan pemerintahan di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama.
     
    Termasuk lingkup fiskal nasional yang dikecualikan dari urusan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah kebijakan perpajakan yang dipungut oleh Pemerintah Pusat.
    Ayat (6)
    Sebagai salah satu bentuk kekhususan, Otorita Ibu Kota Nusantara memiliki kewenangan menetapkan sendiri peraturan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, kecuali peraturan yang harus mendapatkan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
    Ayat (7)
    Cukup jelas.
    Pasal 6
    Cukup jelas.
    Pasal 7
    Cukup jelas.
    Pasal 8
    Dengan mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah, di Ibu Kota Nusantara dibentuk Otorita Ibu Kota Nusantara yang diberi kewenangan untuk mengatur dan melaksanakan fungsi pemerintahan daerah dengan ketentuan yang diatur dengan Undang-Undang ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada pelaksanaan persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengelolaan Ibu Kota Negara.
    Pasal 9
    Cukup jelas.
    Pasal 10
    Ayat (1)
    Mekanisme pemilihan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan berbeda dengan mekanisme pemilihan kepala daerah lainnya.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang pertama kali diangkat oleh Presiden setelah diundangkannya Undang-Undang ini ditunjuk dan diangkat oleh Presiden tanpa melalui mekanisme konsultasi dengan DPR sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 ayat (4).
    Pasal 11
    Ayat (1)
    Pengaturan mengenai struktur organisasi, tugas, wewenang, dan tata kerja termasuk mengatur mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara, dan pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.
    Ayat (2)
    Struktur organisasi dan pengisian jabatan Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan dengan memperhatikan tahapan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. Setelah Undang-Undang ini diundangkan sampai dengan tanggal penetapan pemindahan Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara, Otorita Ibu Kota Nusantara hanya bertanggung jawab pada tugas dan fungsi sebagai pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara. Hal ini berarti bahwa tugas dan fungsi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara baru mulai dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara setelah tanggal penetapan pemindahan Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara. Oleh karenanya, struktur organisasi dan pengisian jabatan Otorita Ibu Kota Nusantara menyesuaikan dengan penahapan pelaksanaan tugas dan fungsinya tersebut.
    Pasal 12
    Ayat (1)
    Kewenangan yang dimiliki Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kewenangannya sebagai penyelenggara pemerintahan daerah dengan kekhususan yang membuatnya berbeda dengan pemerintahan daerah pada umumnya, namun dengan tetap tunduk dan sesuai dengan ketentuan Undang­-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    Ayat (2)
    Termasuk di dalam ketentuan ini adalah pemberian insentif fiskal dan/atau non-fiskal yang dapat diusulkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara kepada Pemerintah Pusat.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 13
    Cukup jelas.
    Pasal 14
    Cukup jelas.
    Pasal 15
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Rencana Induk Ibu Kota Nusantara menjadi acuan bagi penyusunan pengaturan penataan ruang Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 16
    Ayat (1)
    Mekanisme pengadaan Tanah dilakukan dengan memperhatikan HAT masyarakat dan HAT masyarakat adat.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Pemberian hak pengelolaan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan dengan memperhatikan HAT masyarakat dan HAT masyarakat adat.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Ayat (7)
    Cukup jelas.
    Ayat (8)
    Perpanjangan dan pembaruan HAT dapat diberikan secara sekaligus setelah 5 (lima) tahun melaksanakan HAT di atas hak pengelolaan.
    Ayat (9)
    Cukup jelas.
    Ayat (10)
    Cukup jelas.
    Ayat (11)
    Cukup jelas.
    Ayat (12)
    Yang dimaksud dengan pengalihan HAT adalah pengalihan HAT dengan mekanisme jual beli.
     
    Persetujuan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara tidak dimaksudkan untuk menghilangkan hak keperdataan terhadap kepemilikan Tanah. Pemilik yang ingin menjual Tanahnya tetap dapat melakukan transaksi jual beli Tanah, namun dengan ketentuan bahwa harus berdasarkan persetujuan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan pihak sebagai pembeli Tanahnya terbatas pada Pemerintah Pusat, termasuk di dalamnya Otorita Ibu Kata Nusantara. Ketentuan ini ditujukan untuk menjamin kepastian hukum dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
    Pasal 17
    Cukup jelas.
    Pasal 18
    Ayat (1)
    Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada seluruh kegiatan pembangunan di Ibu Kota Nusantara termasuk tetapi tidak terbatas pada analisis mengenai dampak lingkungan.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diatur dalam ketentuan ini tidak hanya terbatas pada Ibu Kata Nusantara, namun juga mengantisipasi pengelolaan aglomerasi perkotaan di mana Ibu Kota Nusantara menjadi bagian di dalamnya.
    Pasal 19
    Cukup jelas.
    Pasal 20
    Cukup jelas.
    Pasal 21
    Cukup jelas.
    Pasal 22
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Pemerintah menyiapkan lahan untuk perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional. Lahan untuk perwakilan negara asing diberikan berdasarkan asas reprositas, termasuk memberikan insentif yang bersifat non-material untuk proses pemindahannya ke Ibu Kota Nusantara. Diharapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak pemindahan Ibu Kota Negara, perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional sudah dapat berkedudukan di Ibu Kota Nusantara.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Pasal 23
    Cukup jelas.
    Pasal 24
    Ayat (1)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Untuk menjaga kesinambungan fiskal dilakukan upaya­-upaya untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang­-undangan antara lain berasal dari:
    1.
    pemanfaatan Barang Milik Negara dan/atau pemanfaatan aset dalam penguasaan;
    2.
    penggunaan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha;dan
    3.
    keikutsertaan pihak lain termasuk:
     
    a)
    penugasan badan usaha milik negara;
     
    b)
    penguatan peran badan hukum milik negara; dan
     
    c)
    kontribusi swasta.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Rencana kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ini, dijadikan pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahunnya.
     
    Penetapan jangka waktu untuk alokasi pendanaan program prioritas nasional dilakukan dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal dan pembangunan IKN.
    Ayat (4)
    Yang dimaksud dengan pajak khusus adalah pajak yang berlaku khusus di Ibu Kota Nusantara.
     
    Yang dimaksud dengan pungutan khusus adalah pungutan yang berlaku khusus di Ibu Kota Nusantara termasuk pungutan terhadap layanan yang diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara.
     
    Pungutan khusus di Ibu Kota Nusantara dapat menjadi penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Ayat (5)
    Pajak dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalaman peraturan perundang-undangan berlaku secara mutatis mutandis sebagai pajak khusus dan pungutan khusus di Ibu Kota Nusantara, termasuk tetapi tidak terbatas pada ketentuan mengenai objek, subjek, wajib pajak/retribusi, dasar pengenaan, dan tarif pajak daerah dan retribusi daerah.
    Ayat (6)
    Yang dimaksud dengan mendapat persetujuan DPR adalah mendapat persetujuan dari alat kelengkapan DPR yang ditunjuk dan/atau diberi kewenangan untuk itu.
    Ayat (7)
    Cukup jelas.
    Pasal 25
    Ayat (1)
    Kepala Otorita Ibu Kata Nusantara selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara dengan memperhatikan antara lain Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, RPJMN dan/atau rencana anggaran tahunan, serta sejalan dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
     
    Dalam hal terdapat perubahan terhadap Rencana Induk Ibu Kota Nusantara yang berdampak terhadap penyesuaian anggaran/pendanaan, maka penyesuaian anggaran/pendanaan dilaksanakan dengan mekanisme penganggaran sesuai peraturan perundang-undangan, antara lain peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran pada kementerian/lembaga.
     
    Rencana kerja dan anggaran Ibu Kata Nusantara mencakup rencana pendapatan dan belanja Ibu Kota Nusantara.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 26
    Ayat (1)
    Pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran Ibu Kata Nusantara dilakukan dengan mengikuti mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 27
    Pengalihan pengelolaan Barang Milik Negara kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan ditujukan dalam rangka optimalisasi pengelolaan Barang Milik Negara.
    Pasal 28
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Pengelolaan Barang Milik Negara antara lain meliputi kegiatan perencanaan kebutuhan, penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, pemindahtanganan, dan penghapusan.
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara dengan tidak mengubah status kepemilikan.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 29
    Ayat (1)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan tender adalah termasuk beauty contest sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan tender adalah termasuk beauty contest sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan.
    Pasal 30
    Ayat (1)
    Penetapan dilakukan dengan memperhatikan HAT masyarakat dan HAT masyarakat adat.
    Huruf a
    Barang Milik Negara digunakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau kementerian/lembaga.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Termasuk dalam Barang Milik Negara adalah Tanah yang sebelumnya ditetapkan sebagai aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara yang kemudian dialihkan penetapannya menjadi Barang Milik Negara karena akan digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 31
    Cukup jelas.
    Pasal 32
    Huruf a
    Barang Milik Negara digunakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau kementerian/lembaga.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Pasal 33
    Cukup jelas.
    Pasal 34
    Cukup jelas.
    Pasal 35
    Cukup jelas.
    Pasal 36
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Yang dimaksud dengan kegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Negara yang sebelumnya dilaksanakan oleh kementerian/lembaga adalah kegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Negara yang sebelum tahun 2023 telah dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dengan bekerja sama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian tahun jamak.
     
    Apabila pada tahun 2023 masa perjanjian tahun jamak tersebut masih berlangsung, maka pelaksanaannya dapat tetap dilakukan oleh kementerian/lembaga sampai dengan berakhirnya masa perjanjian tahun jamak, atau dialihkan kepada Otorita Ibu Kata Nusantara. Pelaksanaan kegiatan yang tetap dilakukan oleh kementerian/lembaga dikoordinasikan oleh Otorita Ibu Kata Nusantara.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Ayat (7)
    Cukup jelas.
    Pasal 37
    Cukup jelas.
    Pasal 38
    Cukup jelas.
    Pasal 39
    Cukup jelas.
    Pasal 40
    Cukup jelas.
    Pasal 41
    Cukup jelas.
    Pasal 42
    Cukup jelas.
    Pasal 43
    Cukup jelas.
    Pasal 44
    Cukup jelas.
     
     
    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6766

    Undang-Undang 3 TAHUN 2022 - Perpajakan DDTC