Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
    NOMOR SE-25/PJ/2015


    TENTANG

    KEBIJAKAN PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
     
     
    A.

    Umum

     
    Sehubungan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) perlu dibuat kebijakan untuk melaksanakan Peraturan Menteri Keuangan tersebut.
     
     
    B.

    Maksud dan Tujuan

     
    1.
    Maksud
     
     
    Kebijakan Pemeriksaan dan Penelitian PBB dimaksudkan sebagai acuan dalam melakukan:
     
     
    a.
    Pemeriksaan di bidang PBB oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2);
     
     
    b.
    Penelitian PBB oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
     
    2.
    Tujuan
     
     
    Kebijakan Pemeriksaan dan Penelitian PBB bertujuan untuk:
     
     
    a.
    tertib administrasi Pemeriksaan dan Penelitian PBB;
     
     
    b.
    menjelaskan prosedur pelaksanaan Pemeriksaan yang dilakukan untuk satu jenis pajak (single tax) untuk jenis pajak PBB;
     
     
    c.
    menjelaskan prosedur pelaksanaan Penelitian PBB; dan
     
     
    d.
    menjelaskan kedudukan dan prosedur Pemeriksaan di bidang PBB yang menjadi bagian dari Pemeriksaan yang meliputi seluruh jenis pajak (all taxes).
     
     
    C.

    Ruang Lingkup

     
    Kebijakan dalam Surat Edaran ini meliputi kebijakan tentang:
     
    a.
    Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB;
     
    b.
    Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB; dan
     
    c.
    Penelitian PBB.
     
     
    D.

    Dasar Hukum

     
    1.
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
     
    2.
    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
     
    3.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak; 
     
    4.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
    E.

    Kebijakan Pemeriksaan

     
    1.
    Kebijakan Umum Pemeriksaan
     
     
    a.
    Ruang Lingkup Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB meliputi Pemeriksaan terhadap Objek Pajak PBB (Objek Pajak) untuk 1 (satu) atau beberapa Tahun Pajak, baik Tahun Pajak berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya.
     
     
     
    2)
    Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB dapat meliputi penilaian, penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan penyelesaian keberatan PBB atau penagihan PBB.
     
     
     
    3)
    Ruang lingkup Pemeriksaan mencakup data, keterangan, dan/atau bukti yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan Pemeriksaan atas Objek Pajak tersebut.
     
     
    b.
    Kriteria Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Terdapat 2 (dua) kriteria yang merupakan alasan dilakukannya Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB, yaitu:
     
     
     
     
    a)
    Pemeriksaan Rutin, merupakan Pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan pengujian pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban PBB Subjek Pajak atau Wajib Pajak; dan
     
     
     
     
    b)
    Pemeriksaan Khusus atau Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko, merupakan Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Objek Pajak yang berdasarkan hasil Analisis Risiko secara manual atau secara komputerisasi menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban PBB.
     
     
     
    2)
    Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB tidak dapat dilakukan dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) PBB sedang diajukan keberatan atau sedang dilakukan upaya hukum.
     
     
     
    3)
    Sedang diajukannya keberatan atau dilakukannya upaya hukum sebagaimana dimaksud pada angka 2) terhitung sejak tanggal surat keberatan atau sejak tanggal diajukannya upaya hukum, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
     
     
     
    4)
    Upaya hukum sebagaimana dimaksud pada angka 2) dan angka 3) adalah banding atas Keputusan Keberatan PBB, peninjauan kembali atas putusan banding, atau gugatan.
     
     
     
    5)
    Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB, antara lain dapat dilakukan dalam rangka:
     
     
     
     
    a)
    penyelesaian Keberatan PBB; atau
     
     
     
     
    b)
    penagihan PBB.
     
     
    c.
    Jenis Pemeriksaan
     
     
     
    Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dan Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB dilakukan di lokasi Objek Pajak, tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa.
     
     
    d.
    Unit Pelaksana Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dilakukan oleh Pemeriksa di UP2, yaitu:
     
     
     
     
    a)
    UP2 Domisili merupakan KPP tempat terdaftarnya Wajib Pajak yang memiliki, menguasai, dan/atau memanfaatkan Objek Pajak (Nomor Pokok Wajib Pajak Pusat) dan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, yang melakukan Pemeriksaan meliputi seluruh jenis pajak atau satu jenis pajak; dan
     
     
     
     
    b)
    UP2 Lokasi merupakan KPP tempat Objek Pajak diadministrasikan yang Wajib Pajaknya terdaftar di KPP yang lain.
     
     
     
    2)
    Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB dilakukan oleh Pemeriksa di UP2, yaitu:
     
     
     
     
    a)
    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP), dalam hal Pemeriksaan dilakukan dalam rangka penyelesaian keberatan PBB; atau
     
     
     
     
    b)
    KPP, dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk tujuan penagihan PBB.
     
     
     
    3)
    Kepala Kanwil DJP dapat menugaskan Fungsional Pemeriksa dan/atau Fungsional Penilai di Kanwil DJP untuk melaksanakan Pemeriksaan di KPP dengan menerbitkan Surat Tugas Pelaksanaan Pemeriksaan yang dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    4)
    Penugasan sebagaimana dimaksud angka 3) dapat juga dilakukan berdasarkan permintaan Kepala KPP.
     
     
     
    5)
    Pelaksanaan Pemeriksaan yang dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa dan/atau Fungsional Penilai sebagaimana dimaksud angka 3) diadministrasikan oleh UP2.
     
     
    e.
    Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Jangka waktu pengujian dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan dengan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    2)
    Jangka waktu Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB sebagaimana dimaksud Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan dengan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    3)
    Prosedur perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2), diatur sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Pemeriksa harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu kepada Kepala UP2 dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
     
     
     
     
    b)
    permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a) harus disampaikan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan atau jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan berakhir, sehingga dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan disetujui, Kepala UP2 masih dapat menerbitkan surat pemberitahuan mengenai perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
     
    c)
    persetujuan atau penolakan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan harus disampaikan oleh Kepala UP2 kepada Pemeriksa sebelum jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b) berakhir dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.3 atau Lampiran I.4 Surat Edaran ini;
     
     
     
     
    d)
    dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan disetujui, Pemeriksa harus menyampaikan surat pemberitahuan perpanjangan tersebut kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
     
     
     
    4)
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu pengujian terkait Pemeriksaan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, perpanjangan jangka waktu pengujian dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    prosedur perpanjangan jangka waktu pengujian harus dilakukan setiap kali akan dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian; dan
     
     
     
     
    b)
    dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang telah disetujui sebelumnya.
     
     
    f.
    Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan SP2 Perubahan
     
     
     
    1)
    SP2 untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan berdasarkan:
     
     
     
     
    a)
    instruksi/persetujuan/penugasan Pemeriksaan dari Kepala Kanwil DJP, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Direktur Jenderal Pajak; atau
     
     
     
     
    b)
    surat permintaan Pemeriksaan Lokasi oleh UP2 Domisili.
     
     
     
    2)
    SP2 untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan berdasarkan:
     
     
     
     
    a)
    instruksi Pemeriksaan dari Direktur Jenderal Pajak;
     
     
     
     
    b)
    instruksi Pemeriksaan dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan; atau
     
     
     
     
    c)
    instruksi/penugasan Pemeriksaan dari Kepala Kanwil DJP.
     
     
     
    3)
    SP2 diterbitkan oleh Kepala UP2 dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak diterimanya dasar penerbitan SP2.
     
     
     
    4)
    Dalam hal susunan tim Pemeriksa diubah, Kepala UP2 harus menerbitkan SP2 Perubahan baik Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB maupun untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB.
     
     
     
    5)
    Penerbitan SP2 Perubahan dilakukan segera setelah diketahui adanya perubahan susunan tim Pemeriksa.
     
     
     
    6)
    Dalam hal Objek Pajak yang akan dilakukan Pemeriksaan diadministrasikan dan/atau berada pada wilayah 2 (dua) UP2 atau lebih dan Objek Pajak tersebut dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh satu Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang sama, Pemeriksaan dapat dilakukan secara bersamaan melalui koordinasi antar UP2 dalam pelaksanaan kewenangan dan kewajiban dalam proses Pemeriksaan.
     
     
     
    7)
    Pemeriksaan oleh 2 (dua) atau lebih UP2 sebagaimana dimaksud pada angka 6) dilakukan berdasarkan SP2 masing-masing UP2 sesuai kewenangannya.
     
     
    g.
    Tenaga Ahli
     
     
     
    1)
    Dalam hal Tim Pemeriksa dibantu oleh Tenaga Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, maka Tenaga Ahli tersebut bertugas berdasarkan Surat Tugas Membantu Pelaksanaan Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
     
     
     
    2)
    Tenaga Ahli sebagaimana dimaksud pada angka 1) antara lain adalah penilai, penerjemah bahasa, ahli di bidang pertambangan, perkebunan, perhutanan, kelautan, survei, pemetaan, dan teknologi informasi, serta pengacara.
     
     
     
    3)
    Dalam hal Tenaga Ahli bukan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, maka Surat Tugas Membantu Pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
     
     
     
    4)
    Dalam hal Tenaga Ahli merupakan pegawai Direktorat Jenderal Pajak maka Pejabat yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan Surat Tugas Membantu Pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) adalah:
     
     
     
     
    a)
    Kepala UP2, dalam hal Tenaga Ahli tersebut merupakan pegawai UP2 yang melaksanakan Pemeriksaan;
     
     
     
     
    b)
    Kepala Kanwil DJP, dalam hal Tenaga Ahli tersebut merupakan pegawai di luar UP2 yang melaksanakan Pemeriksaan tetapi masih dalam satu wilayah Kanwil DJP yang bersangkutan;
     
     
     
     
    c)
    Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal Tenaga Ahli tersebut merupakan pegawai DJP selain huruf a) dan huruf b).
     
     
     
    5)
    Permintaan Tenaga Ahli ditujukan kepada:
     
     
     
     
    a)
    Kepala Kanwil DJP dalam hal sebagaimana dimaksud angka 4) huruf b); atau
     
     
     
     
    b)
    Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dalam hal sebagaimana dimaksud angka 3) dan angka 4) huruf c), dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    6)
    Masa tugas Tenaga Ahli berlaku sampai dengan berakhirnya Pemeriksaan.
     
     
    h.
    Bimbingan Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Dalam hal dipandang perlu, tim Pemeriksa dapat meminta bimbingan Pemeriksaan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP atasan UP2.
     
     
     
    2)
    Bimbingan Pemeriksaan merupakan asistensi teknis yang bersifat konsultatif dan tidak mengikat tim Pemeriksa.
     
     
     
    3)
    Bimbingan Pemeriksaan dilakukan untuk Pemeriksaan yang memerlukan keahlian khusus.
     
     
     
    4)
    Permintaan bimbingan Pemeriksaan dilakukan dengan menyampaikan surat yang berisi permintaan bimbingan Pemeriksaan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP melalui Kepala UP2 dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.6 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    5)
    Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP memberikan persetujuan permintaan bimbingan Pemeriksaan secara tertulis kepada Kepala UP2 dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.7 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    6)
    Pelaksanaan bimbingan Pemeriksaan dituangkan dalam berita acara bimbingan Pemeriksaan yang ditandatangani kedua belah pihak dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
    i.
    Pemberitahuan Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Pelaksanaan Pemeriksaan wajib diberitahukan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    2)
    Dalam rangka menciptakan shock audit terhadap Subjek Pajak atau Wajib Pajak, maka Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan sekarang langsung.
     
     
     
    3)
    Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada wakil, kuasa, atau pihak yang mewakili, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    4)
    Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dibuat 2 (dua) rangkap dan disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang mewakili, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal SP2 diterbitkan.
     
     
     
    5)
    Setelah Surat Pemberitahuan Pemeriksaan diterima, Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang mewakili, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus mengisi, menandatangani, dan membubuhkan cap (pembubuhan cap dilakukan dalam hal Pemeriksaan terhadap Subjek Pajak atau Wajib Pajak badan) sebagaimana tercantum dalam tanda penerimaan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan.
     
     
     
    6)
    Rangkap pertama diserahkan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang mewakili, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, sedangkan rangkap yang kedua untuk tim Pemeriksa.
     
     
     
    7)
    Tanggal penerimaan yang tertera pada Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 5) merupakan tanggal disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dan tanggal dimulainya Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
    j.
    Pertemuan dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak dan Peninjauan dalam rangka Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Pertemuan dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dilakukan di tempat/lokasi yang sama dengan tempat/lokasi penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan setelah diterima oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang mewakili, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
    2)
    Dalam melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Pemeriksa dapat sekaligus meminta penjelasan dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    3)
    Apabila Pemeriksa melakukan peninjauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, pelaksanaan peninjauan tersebut dilakukan setelah disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang mewakili, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
    4)
    Apabila Objek Pajak yang diperiksa:
     
     
     
     
    a)
    berada di tempat/lokasi yang sama dengan tempat disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan, maka peninjauan dapat dilaksanakan pada hari itu juga atau pada kesempatan lain sebanyak 1 (satu) atau beberapa kali berdasarkan pertimbangan Pemeriksa;
     
     
     
     
    b)
    tidak berada di tempat/lokasi yang sama dengan tempat disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan, maka peninjauan dapat dilaksanakan pada kesempatan lain sebanyak 1 (satu) atau beberapa kali dengan mempertimbangkan kesiapan Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
    5)
    Tenaga pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan adalah wakil, kuasa, atau pihak yang dapat mewakili, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    6)
    Apabila Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyediakan tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada angka 5), Pemeriksa tetap dapat melakukan peninjauan dan membuat catatan mengenai ketidakhadiran Subjek Pajak atau Wajib Pajak dan/atau tenaga pendamping dimaksud dalam berita acara peninjauan.
     
     
     
    7)
    Berita acara peninjauan yang dibuat Pemeriksa tanpa kehadiran Subjek Pajak atau Wajib Pajak dan/atau tenaga pendamping di lokasi Objek Pajak, cukup ditandatangani oleh Pemeriksa dan peninjauan dianggap telah dilaksanakan.
     
     
     
    8)
    Data, keterangan, dan/atau bukti, yang diperoleh pada saat pelaksanaan peninjauan, baik dengan maupun tanpa kehadiran Subjek Pajak atau Wajib Pajak dan/atau tenaga pendamping di lokasi Objek Pajak, dapat digunakan sebagai dasar penghitungan PBB terutang.
     
     
    k.
    Peminjaman Dokumen
     
     
     
    1)
    Buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam harus disesuaikan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan.
     
     
     
    2)
    Peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen mengenai Objek Pajak yang diperiksa dapat dilakukan oleh Pemeriksa lebih dari 1 (satu) kali dengan mengikuti ketentuan mengenai Peminjaman Dokumen.
     
     
     
    3)
    Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak memberikan bantuan kepada Pemeriksa dengan menyediakan tenaga untuk mengakses dan/atau mengunduh Data Yang Dikelola Secara Elektronik, Pemeriksa meminta Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dan tenaga dimaksud untuk menandatangani surat pernyataan bantuan penugasan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.9 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    4)
    Apabila Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak memberi bantuan sebagaimana dimaksud pada angka 3), Pemeriksa meminta bantuan kepada seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c angka 2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan selaku tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam huruf g.
     
     
     
    5)
    Atas buku, catatan, dan/atau dokumen yang tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, Pemeriksa dapat meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen tersebut kepada pihak ketiga yang memiliki atau menguasai buku, catatan, dan/atau dokumen sesuai ketentuan Pasal 36 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    6)
    Lampiran berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan adalah lampiran surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang telah diisi dengan keterangan mengenai dipenuhi atau tidak dipenuhinya peminjaman buku, catatan, dan dokumen, termasuk Data yang Dikelola Secara Elektronik.
     
     
     
    7)
    Berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan dan lampiran sebagaimana dimaksud pada angka 6) merupakan salah satu alasan dilakukannya Pemeriksaan berdasarkan data, keterangan, dan/atau bukti, yang diperoleh dan/atau dimiliki Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
    l.
    Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP)
     
     
     
    1)
    Penyampaian SPHP dan PAHP hanya dilakukan dalam Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB.
     
     
     
    2)
    Penyampaian SPHP hanya dilakukan 1 (satu) kali untuk setiap SP2.
     
     
     
    3)
    SPHP dibuat 2 (dua) rangkap dan disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPHP diterbitkan, dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung, SPHP harus diisi, ditandatangani, dan dibubuhkan cap (pembubuhan cap dilakukan dalam hal Pemeriksaan terhadap Subjek Pajak atau Wajib Pajak badan) sebagaimana tercantum dalam tanda penerimaan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
     
    b)
    Rangkap pertama diserahkan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, sedangkan rangkap yang kedua untuk tim Pemeriksa.
     
     
     
     
    c)
    Tanggal penerimaan yang tertera pada SPHP sebagaimana dimaksud pada huruf a), tanggal surat penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, atau tanggal berita acara penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, merupakan tanggal disampaikannya SPHP.
     
     
     
    4)
    Berita acara penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan dibuat dan ditandatangani tim Pemeriksa pada hari terjadinya penolakan tersebut.
     
     
     
    5)
    SPHP dan daftar temuan Pemeriksaan dibuat oleh Pemeriksa dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    6)
    Tabel daftar temuan Pemeriksaan diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Kolom "Uraian" diisi dengan jenis data yang digunakan dalam melakukan penilaian Objek Pajak seperti luas tanah untuk tiap areal, luas tiap bangunan, jumlah produksi, dan jenis data lainnya.
     
     
     
     
    b)
    Kolom "Temuan Pemeriksaan" diisi dengan besaran data dan besarnya nilai untuk tiap jenis data, sesuai isian dalam kolom "Uraian" sebagaimana dimaksud pada huruf a).
     
     
     
     
    c)
    Daftar temuan Pemeriksaan paling sedikit memuat jenis data temuan hasil Pemeriksaan yang berbeda dengan data yang diisi oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak/Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP/LSPOP) yang disampaikannya.
     
     
     
     
    d)
    Apabila Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP/LSPOP, maka seluruh data temuan hasil Pemeriksaan harus dimuat dalam tabel daftar temuan Pemeriksaan.
     
     
     
    7)
    Baris terakhir tabel daftar temuan Pemeriksaan harus diisi dengan besarnya PBB yang terutang termasuk denda administrasinya, berdasarkan data temuan Pemeriksaan. Sumber data dan bukti atas data Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang disanggah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, dapat berupa dokumen asli, fotokopi, dan/atau data yang dikelola secara elektronik.
     
     
     
    8)
    Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menyampaikan sumber data dan bukti berupa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik, sanggahan tersebut harus disertai dengan surat pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang disampaikan kepada Pemeriksa adalah sesuai dengan aslinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    9)
    Apabila Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, Pemeriksa membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP paling lama 1 (satu) hari sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) atau ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan terlampaui.
     
     
     
    10)
    Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dapat menyampaikan sumber data dan bukti mengenai Objek Pajak yang diperiksa pada saat pelaksanaan PAHP meski Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan atas SPHP atau berbeda dengan tanggapan yang disampaikan sebelumnya.
     
     
     
    11)
    Pemeriksa dapat menerima atau menolak sumber data dan bukti yang disampaikan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak pada saat PAHP dengan memperhitungkan sisa jangka waktu PAHP dan pelaporan serta lamanya penghitungan/penilaian yang akan dilakukan berdasarkan sumber data dan bukti tersebut, dengan ketentuan:
     
     
     
     
    a)
    Dalam hal Pemeriksa menerima sumber data dan bukti, Pemeriksa membuat bukti peminjaman dan pengembalian dokumen sesuai tata cara peminjaman dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf k.
     
     
     
     
    b)
    Dalam hal Pemeriksa menolak sumber data dan bukti, Pemeriksa menyampaikan penolakan tersebut kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
    12)
    Terhadap hasil penghitungan/penilaian berdasarkan sumber data dan bukti yang disampaikan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak pada saat PAHP, tidak dilakukan prosedur penyampaian SPHP dan PAHP sebagaimana dimaksud pada Bagian Ketigabelas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
    m.
    Penyegelan dan Penolakan Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Ketentuan mengenai Penyegelan dan Penolakan Pemeriksaan hanya berlaku dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB.
     
     
     
    2)
    Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak ada di tempat, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, Pemeriksa dapat melakukan penundaan dan Pemeriksaan dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.
     
     
     
    3)
    Penundaan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan Kepala UP2 dengan membuat berita acara penundaan Pemeriksaan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I1.10 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    4)
    Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada angka 3), Pemeriksa dapat melakukan Penyegelan.
     
     
     
    5)
    Pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan data, keterangan, dan/atau bukti, yang diperoleh dan/atau dimiliki Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan apabila data, keterangan, dan/atau bukti tersebut cukup untuk dijadikan dasar penetapan PBB yang terutang.
     
     
     
    6)
    Apabila data, keterangan, dan/atau bukti tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 5), Pemeriksaan dapat diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
     
     
     
    7)
    Usul Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud pada angka 6) hanya dapat dilakukan dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dengan terlebih dahulu membuat laporan pendahuluan.
     
     
     
    8)
    Laporan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam angka 7) paling sedikit memuat informasi tentang:
     
     
     
     
    a)
    penugasan Pemeriksaan;
     
     
     
     
    b)
    identitas Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
     
     
     
     
    c)
    identitas Objek Pajak;
     
     
     
     
    d)
    alasan Pemeriksaan;
     
     
     
     
    e)
    indikasi tindak pidana di bidang perpajakan;
     
     
     
     
    f)
    dugaan kerugian negara berdasarkan PBB yang terutang; dan
     
     
     
     
    g)
    simpulan dan usul Pemeriksa.
     
     
    n.
    Penyelesaian dan Pelaporan Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, dilakukan dalam hal sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Berdasarkan hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB, ditemukan data, keterangan dan/atau bukti yang mengakibatkan adanya:
     
     
     
     
     
    (1)
    jumlah PBB yang terutang terkait Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP; atau
     
     
     
     
     
    (2)
    selisih PBB yang terutang antara hasil Pemeriksaan dengan PBB yang terutang berdasarkan SPOP yang disampaikan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, sebagai usulan penerbitan SKP PBB.
     
     
     
     
    b)
    Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB:
     
     
     
     
     
    (1)
    ditangguhkan karena dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atau tertutup dan dilanjutkan sesuai ketentuan yang berlaku; dan
     
     
     
     
     
    (2)
    hasil Pemeriksaan yang dilanjutkan tersebut memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a).
     
     
     
     
    c)
    Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB, baik dalam rangka penyelesaian Keberatan PBB maupun penagihan PBB.
     
     
     
    2)
    Penyelesaian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf 1) dilakukan dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan serta perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 19, dan Pasal 63 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, sesuai ketentuan yang berlaku.
     
     
     
    3)
    Berdasarkan LHP sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a), huruf b), dan huruf c), tim Pemeriksa membuat nota penghitungan sebagai dasar penerbitan SKP PBB, dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    nota penghitungan harus dilampiri dengan formulir yang memuat data mengenai Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak hasil temuan Pemeriksaan dan Formulir Data Masukan (FDM);
     
     
     
     
    b)
    nota penghitungan beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf a) dibuat 2 (dua) rangkap;
     
     
     
     
    c)
    rangkap pertama disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah atasan UP2 yang melakukan Pemeriksaan untuk digunakan sebagai dasar penerbitan keputusan menteri keuangan tentang penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar penetapan PBB;
     
     
     
     
    d)
    rangkap kedua disampaikan kepada Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi untuk ditindaklanjuti dengan perekaman data.
     
     
     
    4)
    PBB terutang yang tercantum dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada angka 3) harus berdasar pada hasil Pemeriksaan menurut Pemeriksa dengan mempertimbangkan PAHP tanpa dikurangi dengan PBB terutang yang tidak disetujui oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, dan wajib dilunasi oleh Wajib Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan PBB.
     
     
     
    5)
    Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam angka 1) huruf d), diselesaikan dengan membuat LHP, dengan ketentuan sebagai berikut: 
     
     
     
     
    a)
    Dalam hal Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak ditemukan, Pemeriksa melakukan Pemeriksaan sampai dengan membuat LHP yang memuat data, keterangan, dan/atau bukti yang objektif terkait tujuan Pemeriksaan.
     
     
     
     
    b)
    Berdasarkan LHP sebagaimana dimaksud pada huruf a), Pemeriksa mengirimkan fotokopi LHP tersebut kepada yang menerbitkan instruksi pemeriksaan.
     
     
     
     
    c)
    Dalam hal Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak ditemukan, Pemeriksaan dihentikan dengan membuat LHP yang memuat informasi tentang tidak ditemukannya Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tersebut.
     
     
     
     
    d)
    Tidak ditemukannya Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c) paling kurang dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat kelurahan/RT/RW setempat atau dari pengelola tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
     
    e)
    Berdasarkan LHP sebagaimana dimaksud pada huruf c), tim Pemeriksa:
     
     
     
     
     
    (1)
    mengirimkan fotokopi LHP kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan terkait untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku; dan
     
     
     
     
     
    (2)
    mengirimkan fotokopi LHP tersebut kepada yang menerbitkan instruksi pemeriksaan.
     
     
     
    6)
    Penyelesaian Pemeriksaan dengan cara menghentikan Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, dijelaskan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir dalam hal Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang Objek Pajaknya diperiksa tidak ditemukan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan diterbitkan, dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
     
    (1)
    Dalam hal ditemukan Objek Pajak tetapi tidak ditemukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dimaksud, Pemeriksa terlebih dahulu melaksanakan prosedur penundaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf m.
     
     
     
     
     
    (2)
    Dalam hal setelah dilakukan penundaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka (1) Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tetap tidak ditemukan, paling kurang dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat kelurahan/RT/RW setempat atau dari pengelola tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
     
     
    (3)
    Dalam hal tidak ditemukan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, paling kurang dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat kelurahan/RT/RW setempat, dari pengelola tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, atau dari instansi yang menerbitkan dokumen perizinan, kontrak, dan/atau bentuk lainnya atas Objek Pajak yang diperiksa.
     
     
     
     
     
    (4)
    Dalam hal ditemukan Subjek Pajak atau Wajib, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak namun Subjek Pajak atau Wajib tidak lagi memiliki, menguasai, dan/atau memanfaatkan Objek Pajak yang diperiksa, paling kurang dibuktikan dengan dokumen terminasi dari perizinan, kontrak, dan/atau bentuk lainnya dan/atau surat keterangan dari instansi terkait atas pemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan Objek Pajak dan/atau surat pernyataan dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tersebut.
     
     
     
     
    b)
    Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir dilakukan dalam hal diperoleh data, keterangan, dan/atau bukti, dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), tetapi tidak dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan SKP PBB.
     
     
     
     
    c)
    Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b), harus diberitahukan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah LHP Sumir diselesaikan tanpa melalui prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP.
     
     
     
     
    d)
    Fotokopi LHP Sumir sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan kepada Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan, untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
     
     
     
     
    e)
    Fotokopi LHP Sumir sebagaimana dimaksud pada huruf b) disampaikan kepada Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
     
     
     
     
    f)
    Pemeriksaan yang diselesaikan sebagaimana dimaksud pada huruf a) angka (1) atau angka (3), dapat dilakukan kembali apabila dikemudian hari Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak ditemukan.
     
     
     
     
    g)
    Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB yang ditangguhkan karena dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, dilakukan dengan ketentuan:
     
     
     
     
     
    (1)
    LHP Sumir diselesaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan tanpa melalui prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP; dan
     
     
     
     
     
    (2)
    penyelesaian Pemeriksaan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah LHP Sumir diselesaikan.
     
     
     
     
    h)
    Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP, dilakukan dengan ketentuan:
     
     
     
     
     
    (1)
    LHP Sumir diselesaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah penyidikan dihentikan tanpa melalui prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP; dan
     
     
     
     
     
    (2)
    penyelesaian Pemeriksaan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah LHP Sumir diselesaikan.
     
     
     
     
    i)
    Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir dalam hal terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
     
    (1)
    Penyelesaian Pemeriksaan hanya dapat dilakukan setelah ada surat perintah Direktur Jenderal Pajak kepada Kepala UP2 untuk menghentikan Pemeriksaan dengan LHP Sumir; dan
     
     
     
     
     
    (2)
    penyelesaian Pemeriksaan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah LHP Sumir diselesaikan tanpa melalui prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP.
     
     
     
    7)
    Dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan ditemukan data, keterangan, dan/atau bukti yang terkait dengan Objek Pajak dan/atau Wajib Pajak lain, Pemeriksa menyampaikan data, keterangan, dan/atau bukti tersebut dalam bentuk Alat Keterangan kepada KPP tempat Objek Pajak diadministrasikan dan/atau KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
     
     
    o.
    Pemeriksaan Lokasi
     
     
     
    1)
    Pemeriksaan Lokasi adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB atau untuk tujuan lain yang dilakukan di lokasi Objek Pajak selain Objek Pajak yang menjadi domisili Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
    2)
    Pemeriksaan Lokasi dilakukan oleh:
     
     
     
     
    a)
    UP2 Lokasi; atau
     
     
     
     
    b)
    UP2 Domisili sesuai dengan kewenangan wilayah kerjanya.
     
     
     
    3)
    Dalam hal UP2 Lokasi telah menerbitkan SP2 sebelum UP2 Domisili menerbitkan SP2 untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk seluruh jenis pajak yang juga meliputi Objek Pajak yang akan diperiksa UP2 Lokasi, berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    terhadap Objek Pajak dilakukan Pemeriksaan Lokasi oleh UP2 Lokasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan;
     
     
     
     
    b)
    setelah Pemeriksaan oleh UP2 Lokasi selesai, Kepala UP2 Lokasi harus mengirimkan salinan LHP kepada Kepala UP2 Domisili paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal LHP; dan
     
     
     
     
    c)
    LHP Domisili harus mencakup hasil Pemeriksaan Lokasi, kecuali SPT Tahunan Wajib Pajak Domisili menunjukan lebih bayar dan akan segera jatuh tempo.
     
     
     
    4)
    Dalam hal UP2 Domisili telah terlebih dahulu menerbitkan SP2 untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan meliputi seluruh jenis pajak yang juga meliputi Objek Pajak di UP2 Lokasi, maka Pemeriksaan atas Objek Pajak tersebut:
     
     
     
     
    a)
    dilakukan Pemeriksaan Lokasi oleh UP2 Lokasi sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, berdasarkan permintaan UP2 Domisili; atau
     
     
     
     
    b)
    menjadi bagian dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang meliputi seluruh jenis pajak. 
     
     
     
    5)
    Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai Pemeriksaan Lokasi berdasarkan permintaan UP2 Domisili sebagaimana diatur dalam Kebijakan Pemeriksaan yang berlaku untuk jenis pajak pusat lain.
     
     
     
    6)
    Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    dilakukan Pemeriksaan Lokasi oleh UP2 Domisili berdasarkan ketentuan mengenai Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
     
     
     
     
    b)
    Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a) hanya dilakukan oleh UP2 Domisili yang wilayah kerjanya:
     
     
     
     
     
    (1)
    seluruh Indonesia, yaitu Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, UP2 di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, dan UP2 di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus; atau
     
     
     
     
     
    (2)
    meliputi satu Kanwil DJP, yaitu KPP Madya;
     
     
     
     
    c)
    UP2 Domisili harus menyampaikan pemberitahuan kepada UP2 Lokasi mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lokasi;
     
     
     
     
    d)
    UP2 Domisili harus menyampaikan fotokopi LHP beserta Nota Penghitungan kepada Kepala UP2 Lokasi paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal LHP.
     
     
     
    7)
    Dalam hal tim Pemeriksa UP2 Domisili baik KPP Pratama atau KPP Madya yang wilayah kerjanya tidak meliputi Objek Pajak yang diperiksa melakukan Pemeriksaan di lokasi Objek Pajak, UP2 Lokasi menerbitkan surat tugas pendampingan Pemeriksaan di lokasi Wajib Pajak terkait Pemeriksaan Objek Pajak apabila terdapat permintaan pendampingan, dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.11 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
    p.
    Pembatalan Penugasan Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Pembatalan penugasan Pemeriksaan dilakukan dengan alasan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    terdapat kesalahan administrasi yang bersifat manusiawi (human error), seperti kesalahan:
     
     
     
     
     
    (1)
    identitas Objek Pajak;
     
     
     
     
     
    (2)
    identitas Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
     
     
     
     
     
    (3)
    Tahun Pajak;
     
     
     
     
     
    (4)
    kode Pemeriksaan;
     
     
     
     
     
    (5)
    tujuan Pemeriksaan; dan/atau
     
     
     
     
     
    (6)
    penunjukan UP2,
     
     
     
     
     
    sepanjang SPHP belum disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
     
     
     
     
    b)
    Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB belum dimulai dan Wajib Pajak mengajukan keberatan PBB atau upaya hukum;
     
     
     
     
    c)
    berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
     
     
     
    2)
    Pembatalan penugasan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) huruf b) dilaksanakan dalam hal pengajuan tersebut dilakukan sebelum disampaikannya surat pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
     
     
     
    3)
    Pembatalan penugasan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a) dan huruf b) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Pembatalan penugasan Pemeriksaan dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, dalam hal instruksi Pemeriksaannya diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
     
     
     
     
    b)
    Pembatalan penugasan Pemeriksaan dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal instruksi Pemeriksaannya diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan;
     
     
     
     
    c)
    Pembatalan penugasan Pemeriksaan dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP, dalam hal instruksi/penugasan/persetujuan Pemeriksaannya diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP;
     
     
     
     
    d)
    usul pembatalan penugasan Pemeriksaan oleh Kepala UP2 kepada Direktur Jenderal Pajak, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, atau Kepala Kanwil DJP dilakukan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.12 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
     
     
     
     
    e)
    Direktur Jenderal Pajak, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, atau Kepala Kanwil DJP memberikan persetujuan atau penolakan atas usul pembatalan penugasan Pemeriksaan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam:
     
     
     
     
     
    (1)
    Lampiran I.13, dalam hal usul pembatalan penugasan Pemeriksaan disetujui; atau
     
     
     
     
     
    (2)
    Lampiran I.14, dalam hal usul pembatalan penugasan Pemeriksaan ditolak;
     
     
     
     
    f)
    Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP selaku penerbit instruksi/persetujuan/penugasan Pemeriksaan, dapat melakukan pembatalan penugasan Pemeriksaan tanpa berdasarkan usulan dari Kepala UP2;
     
     
     
     
    g)
    pembatalan penugasan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf f) dilakukan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.15 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
     
     
     
     
    h)
    terhadap penugasan Pemeriksaan yang dibatalkan, tidak dibuatkan LHP Sumir.
     
     
     
    4)
    Pembatalan penugasan Pemeriksaan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf c) merupakan kewenangan Direktur Jenderal Pajak yang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    pembatalan dapat dilakukan sepanjang SKP PBB hasil Pemeriksaan belum diterbitkan;
     
     
     
     
    b)
    pembatalan dilakukan dengan menerbitkan surat Direktur Jenderal Pajak mengenai pembatalan penugasan Pemeriksaan;
     
     
     
     
    c)
    pembatalan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
     
     
     
     
     
    (1)
    Direktur Jenderal Pajak memberikan perintah kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk membatalkan penugasan Pemeriksaan;
     
     
     
     
     
    (2)
    Direktur Pemeriksaan dan Penagihan membuat konsep surat Direktur Jenderal Pajak tentang Pembatalan Penugasan Pemeriksaan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.16 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
     
     
     
     
     
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak menandatangani surat Direktur Jenderal Pajak tentang Pembatalan Penugasan Pemeriksaan dan disampaikan kepada Kepala UP2;
     
     
     
     
     
    (4)
    terhadap penugasan Pemeriksaan yang dibatalkan, tidak dibuat LHP Sumir.
     
     
     
    5)
    Dalam hal Pemeriksaan dilakukan berdasarkan permintaan UP2 Domisili namun penugasan Pemeriksaannya dibatalkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    berdasarkan surat pemberitahuan pembatalan penugasan Pemeriksaan dari UP2 Domisili, Kepala UP2 Lokasi mengajukan permohonan pembatalan penugasan Pemeriksaan kepada Kepala Kanwil DJP atasannya sepanjang UP2 Lokasi belum:
     
     
     
     
     
    (1)
    menyampaikan SPHP terkait dengan pembatalan Pemeriksaan pada angka 1) huruf a); atau
     
     
     
     
     
    (2)
    menerbitkan SKP PBB terkait dengan pembatalan Pemeriksaan pada angka 1) huruf c) dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB,
     
     
     
     
     
    dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.17 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
     
     
     
     
    b)
    surat permohonan pembatalan penugasan Pemeriksaan dari UP2 Lokasi sebagaimana dimaksud pada huruf a), digunakan oleh Kepala Kanwil DJP atasan UP2 Lokasi untuk melakukan pembatalan Nomor Pengawasan Pemeriksaan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.18 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    6)
    Dalam hal Pemeriksaan Lokasi dibatalkan penugasannya karena Objek Pajak tidak terdaftar di wilayah kerja UP2 Lokasi dimaksud atau sudah diterbitkan SKP PBB melalui Pemeriksaan oleh UP2 Lokasi atau melalui Penelitian PBB oleh KPP yang mengadministrasikan Objek Pajak, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Kepala UP2 Lokasi mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kepala UP2 Domisili yang menyatakan bahwa UP2 Lokasi tidak dapat melakukan Pemeriksaan Lokasi dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.19 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
     
     
     
     
    b)
    dalam hal terhadap Objek Pajak sudah diterbitkan SKP PBB melalui Pemeriksaan atau Penelitian PBB, maka bersamaan dengan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilampirkan dengan fotokopi LHP Lokasi atau Laporan Hasil Penelitian PBB;
     
     
     
     
    c)
    dalam hal UP2 Domisili menyampaikan surat pembatalan penugasan Pemeriksaan kepada Kepala UP2 Lokasi, Kepala UP2 Lokasi mengajukan permohonan pembatalan penugasan Pemeriksaan kepada Kepala Kanwil DJP atasannya dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.17 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini; dan
     
     
     
     
    d)
    surat permohonan pembatalan penugasan Pemeriksaan dari UP2 Lokasi sebagaimana dimaksud pada huruf c), digunakan oleh Kepala Kanwil DJP atasan UP2 Lokasi untuk melakukan pembatalan Nomor Pengawasan Pemeriksaan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.18 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    7)
    Dalam hal dilakukan pembatalan penugasan Pemeriksaan dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan telah disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, Kepala UP2 memberitahukan pembatalan penugasan Pemeriksaan tersebut kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.20 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
    q.
    Pembatalan Hasil Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Pembatalan SKP PBB dari hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 55 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan ditindaklanjuti dengan pembatalan LHP dan nota penghitungan.
     
     
     
    2)
    Pembatalan SKP PBB dari hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud angka 1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
     
     
     
    3)
    Pembatalan LHP dan Nota Penghitungan diatur sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    berdasarkan keputusan pembatalan SKP PBB, Kepala UP2 membuat surat keputusan pelaksanaan surat keputusan pembatalan SKP PBB untuk membatalkan LHP dan nota penghitungan;
     
     
     
     
    b)
    Kepala Seksi Pemeriksaan membuat berita acara pembatalan LHP dan Nota Penghitungan dan disampaikan kepada:
     
     
     
     
     
    (1)
    Direktorat Teknologi dan lnformasi Perpajakan;
     
     
     
     
     
    (2)
    Kanwil DJP atasan UP2; dan
     
     
     
     
     
    (3)
    Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi,
     
     
     
     
     
    untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
     
     
     
    4)
    Terhadap Pemeriksaan yang SKP PBB-nya dibatalkan sebagaimana dimaksud pada angka 2), ditindaklanjuti dengan menyampaikan SPHP dan/atau melakukan PAHP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
     
     
     
    5)
    Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada angka 4) dilakukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah Surat Keputusan Pelaksanaan Keputusan Pembatalan SKP PBB diterbitkan.
     
     
     
    6)
    Jangka waktu Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada angka 4) berlaku ketentuan jangka waktu PAHP dan pelaporan sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    7)
    Berdasarkan hasil Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada angka 4), dilakukan prosedur pembuatan nota penghitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf n angka 3).
     
     
     
    8)
    Dalam hal susunan tim Pemeriksa untuk melanjutkan Pemeriksaan berbeda dengan susunan tim Pemeriksa sebelumnya, Pemeriksaan dilanjutkan setelah diterbitkan SP2 Perubahan kepada Pemeriksa yang ditunjuk.
     
     
    r.
    Tim Quality Assurance Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan merupakan tim yang sama sebagaimana diatur dalam Kebijakan Pemeriksaan yang berlaku untuk jenis pajak pusat lain.
     
     
     
    2)
    Fungsional Penilai di Kanwil DJP dapat ditunjuk menjadi Anggota Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
     
    2.
    Pemeriksaan Khusus
     
     
    a.
    Kebijakan Umum
     
     
     
    1)
    Pemeriksaan Khusus merupakan Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Objek Pajak berdasarkan Analisis Risiko.
     
     
     
    2)
    Pemeriksaan Khusus dilakukan dengan kriteria:
     
     
     
     
    a)
    terdapat indikasi jumlah PBB yang terutang berdasarkan Analisis Risiko lebih besar dari pada jumlah PBB yang terutang berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan;
     
     
     
     
    b)
    Penelitian PBB dihentikan dan diusulkan menjadi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan; atau
     
     
     
     
    c)
    terdapat data baru yang belum dan/atau tidak diungkap Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam Pemeriksaan atau Penelitian PBB sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    3)
    Analisis Risiko dibuat dengan mempertimbangkan profil Objek Pajak, Subjek Pajak atau Wajib Pajak dan/atau data internal lainnya serta memanfaatkan data eksternal baik secara manual maupun berdasarkan kriteria seleksi berbasis risiko secara komputerisasi.
     
     
    b.
    Alasan Pemeriksaan Khusus
     
     
     
    Pemeriksaan Khusus dilakukan dengan alasan:
     
     
     
    1)
    Persetujuan Kepala Kanwil DJP
     
     
     
     
    Pemeriksaan Khusus dengan persetujuan Kepala Kanwil DJP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    bersifat bottom-up, yaitu usulan dari UP2 kepada Kepala Kanwil DJP;
     
     
     
     
    b)
    didasarkan pada Analisis Risiko dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.21 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
     
     
     
     
    c)
    merupakan Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2) huruf b); dan
     
     
     
     
    d)
    merupakan Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2) huruf a) dan huruf c), dalam hal tidak terdapat instruksi Pemeriksaan Khusus dari Kepala Kanwil DJP atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
     
     
     
    2)
    Instruksi Kepala Kanwil DJP
     
     
     
     
    Pemeriksaan Khusus berdasarkan Instruksi Kepala Kanwil DJP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    bersifat top-down, yaitu tanpa adanya usulan dari UP2;
     
     
     
     
    b)
    didasarkan pada:
     
     
     
     
     
    (1)
    Analisis Risiko yang dibuat oleh Kepala Kanwil DJP secara manual; atau
     
     
     
     
     
    (2)
    hasil pengembangan dan analisis atas informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) yang dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP yang ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Khusus; dan
     
     
     
     
    c)
    merupakan Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2) huruf a) dan huruf c) sepanjang UP2 belum melakukan usulan Pemeriksaan Khusus dan belum ada instruksi Pemeriksaan Khusus dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
     
     
     
    3)
    Instruksi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
     
     
     
     
    Pemeriksaan Khusus berdasarkan Instruksi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    bersifat top-down, yaitu tanpa adanya usulan dari UP2;
     
     
     
     
    b)
    didasarkan pada:
     
     
     
     
     
    (1)
    Analisis Risiko yang dibuat oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan secara manual;
     
     
     
     
     
    (2)
    hasil pengembangan dan analisis atas informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) yang dilakukan oleh Direktur Intelijen dan Penyidikan yang direkomendasikan untuk dilakukan Pemeriksaan Khusus; atau
     
     
     
     
     
    (3)
    kriteria seleksi berbasis risiko secara komputerisasi (computerized risk-based selection); dan
     
     
     
     
    c)
    merupakan Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2) huruf a) dan huruf c) sepanjang UP2 belum melakukan usulan Pemeriksaan Khusus dan belum ada instruksi Pemeriksaan Khusus dari Kepala Kanwil DJP.
     
     
    c.
    Petunjuk Pelaksanaan Usul Pemeriksaan Khusus Bottom-Up
     
     
     
    1)
    Usul Pemeriksaan Khusus dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.22 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini, dan didasarkan pada Analisis Risiko yang menunjukkan potensi penerimaan PBB.
     
     
     
    2)
    Analisis Risiko dibuat oleh:
     
     
     
     
    a)
    Account Representative dengan disetujui oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi atasannya secara manual;
     
     
     
     
    b)
    Tim Pemeriksa;
     
     
     
     
    c)
    Fungsional Penilai, Petugas Penilai, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan, atau Pelaksana lain, dengan disetujui oleh Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan secara manual, untuk selanjutnya disampaikan kepada Kepala UP2.
     
     
     
    3)
    Kepala UP2 selanjutnya menugaskan Kepala Seksi Pemeriksaan membuat Nota Dinas tentang Pembentukan Tim Pembahas Analisis Risiko.
     
     
     
    4)
    Tim Pembahas Analisis Risiko membahas dan menentukan kelayakan Analisis Risiko untuk diusulkan Pemeriksaan Khusus.
     
     
     
    5)
    Tim Pembahas Analisis Risiko diketuai oleh Kepala Seksi Pemeriksaan dengan beranggotakan:
     
     
     
     
    a)
    pengusul Pemeriksaan Khusus yang membuat Analisis Risiko;
     
     
     
     
    b)
    Account Representative dan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang memiliki wewenang terhadap Subjek Pajak atau Wajib Pajak atas Objek Pajak yang diusulkan Pemeriksaan Khusus, dalam hal usul Pemeriksaan Khusus bukan berasal dari Account Representative;
     
     
     
     
    c)
    Fungsional Penilai, Petugas Penilai, atau Pelaksana Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan, dalam hal usul Pemeriksaan Khusus bukan berasal dari Fungsional Penilai, Petugas Penilai, atau Pelaksana Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan;
     
     
     
     
    d)
    Fungsional Pemeriksa, dalam hal usul Pemeriksaan Khusus bukan berasal dari Fungsional Pemeriksa.
     
     
     
    6)
    Fungsional Pemeriksa, Account Representative, Fungsional Penilai, Petugas Penilai, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan, atau Pelaksana lain yang menjadi anggota Tim Pembahas Analisis Risiko dipertimbangkan menjadi bagian dari tim Pemeriksa yang akan melakukan Pemeriksaan Khusus terhadap Objek Pajak yang diusulkan Pemeriksaan Khusus.
     
     
     
    7)
    Dalam hal pengusul Pemeriksaan Khusus berasal dari tim Pemeriksa, Objek Pajak yang diusulkan Pemeriksaan Khusus merupakan Objek Pajak yang memiliki keterkaitan dengan Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang sedang atau sudah diperiksa oleh tim Pemeriksa pengusul.
     
     
     
    8)
    Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Analisis Risiko dituangkan dalam Risalah Hasil Pembahasan Analisis Risiko yang ditandatangani oleh Tim Pembahas Analisis Risiko dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.23 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    9)
    Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Analisis Risiko ditindaklanjuti sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    dalam hal usulan Analisis Risiko disetujui, usulan Pemeriksaan Khusus disampaikan kepada Kepala Kanwil DJP dan dilampiri dengan Risalah Hasil Pembahasan Analisis Risiko;
     
     
     
     
    b)
    dalam hal usulan Analisis Risiko tidak disetujui, Account Representative, tim Pemeriksa, atau Fungsional Penilai, Petugas Penilai, atau Pelaksana Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan dapat mengusulkan kembali Analisis Risiko tersebut dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari Tim Pembahas Analisis Risiko; atau
     
     
     
     
    c)
    dalam hal terdapat indikasi tindak pidana perpajakan maka Analisis Risiko dan Risalah Hasil Pembahasan Analisis Risiko disampaikan kepada Kepala Kanwil DJP untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
     
     
     
    10)
    Dalam hal UP2 Lokasi mengusulkan Pemeriksaan Khusus, Kepala UP2 Lokasi harus mengirimkan fotokopi data dan/atau informasi yang menjadi dasar usulan Pemeriksaan Khusus tersebut kepada Kepala UP2 Domisili.
     
     
     
    11)
    Dalam hal UP2 Domisili menerima data dan/atau informasi dari UP2 Lokasi sebagaimana dimaksud pada angka 10), berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Kebijakan Pemeriksaan yang berlaku untuk jenis pajak pusat lain.
     
     
     
    12)
    Administrasi terkait usulan Pemeriksaan Khusus, termasuk Analisis Risiko dan Risalah Hasil Pembahasan Analisis Risiko dilakukan oleh Seksi Pemeriksaan.
     
     
    d.
    Petunjuk Pelaksanaan Persetujuan Pemeriksaan Khusus Bottom-Up
     
     
     
    1)
    Pemeriksaan Khusus Bottom-Up dilaksanakan berdasarkan usulan dari Kepala UP2 yang telah disetujui oleh Kepala Kanwil DJP atasannya.
     
     
     
    2)
    Sebelum memberikan persetujuan, Kepala Kanwil DJP melakukan penelaahan, evaluasi, dan seleksi atas usulan Pemeriksaan Khusus terutama menyangkut hal-hal sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    penelaahan atas persyaratan formal usulan Pemeriksaan seperti:
     
     
     
     
     
    (1)
    ada atau tidaknya dokumen Analisis Risiko yang menunjukkan potensi PBB;
     
     
     
     
     
    (2)
    ada atau tidaknya dokumen Risalah Hasil Pembahasan Analisis Risiko; dan
     
     
     
     
     
    (3)
    kesesuaian kode Pemeriksaan dengan kriteria Pemeriksaan dan alasan Pemeriksaan;
     
     
     
     
    b)
    evaluasi terhadap potensi penerimaan yang ada dalam Analisis Risiko;
     
     
     
     
    c)
    penelaahan atas history Pemeriksaan; dan
     
     
     
     
    d)
    penelaahan terhadap hal-hal lainnya yang terdapat dalam Analisis Risiko.
     
     
     
    3)
    Hasil penelaahan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 2) dituangkan dalam Lembar Hasil Penelaahan dan Evaluasi Analisis Risiko dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.24 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    4)
    Berdasarkan hasil penelaahan dan evaluasi pada angka 2), Kepala Kanwil DJP menentukan apakah usulan Pemeriksaan Khusus disetujui atau ditolak.
     
     
     
    5)
    Persetujuan atas usulan Pemeriksaan Khusus diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.25 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    6)
    Penolakan atas usulan Pemeriksaan Khusus diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.26 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
    e.
    Petunjuk Pelaksanaan Instruksi Pemeriksaan Khusus Top-Down
     
     
     
    1)
    Instruksi Pemeriksaan Khusus dapat diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP.
     
     
     
    2)
    Instruksi Pemeriksaan Khusus yang dibuat oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan diterbitkan berdasarkan:
     
     
     
     
    a)
    Analisis Risiko secara manual dari:
     
     
     
     
     
    (1)
    usulan Kepala Subdirektorat di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan;
     
     
     
     
     
    (2)
    usulan Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian; atau
     
     
     
     
     
    (3)
    instruksi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan; atau
     
     
     
     
    b)
    hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) yang dilakukan oleh Direktur Intelijen dan Penyidikan yang ditindakianjuti dengan Pemeriksaan Khusus; atau
     
     
     
     
    c)
    kriteria seleksi berbasis risiko secara komputerisasi.
     
     
     
    3)
    Instruksi Pemeriksaan Khusus yang dibuat oleh Kanwil DJP diterbitkan berdasarkan:
     
     
     
     
    a)
    analisis risiko secara manual yang dibuat oleh:
     
     
     
     
     
    (1)
    Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan;
     
     
     
     
     
    (2)
    Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan; atau
     
     
     
     
     
    (3)
    Kepala Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian; atau
     
     
     
     
    b)
    hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) yang dilakukan oleh Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan.
     
     
     
    4)
    Instruksi Pemeriksaan Khusus dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP berdasarkan:
     
     
     
     
    a)
    Analisis Risiko yang dibuat secara manual; atau
     
     
     
     
    b)
    hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) yang ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Khusus,
     
     
     
     
    dilakukan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.27 dan Lampiran I.28 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    5)
    Instruksi Pemeriksaan Khusus dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan berdasarkan kriteria seleksi berbasis risiko secara komputerisasi (computerized risk-based selection) dilakukan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.29 dan Lampiran I.30 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
    3.
    Pemeriksaan Rutin
     
     
    a.
    Kebijakan Umum
     
     
     
    1)
    Pemeriksaan Rutin merupakan Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    2)
    Dalam rangka Pemeriksaan Rutin, Kepala UP2 melalui Kepala Seksi Pemeriksaan membuat daftar persediaan Objek Pajak yang akan dilakukan Pemeriksaan Rutin dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.31 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini dan memutakhirkan daftar tersebut setiap awal bulan berikutnya.
     
     
     
    3)
    Daftar persediaan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2) adalah daftar Objek Pajak yang Subjek Pajak atau Wajib Pajaknya tidak mengembalikan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan dan tidak terdapat keterangan lain atas Objek Pajak tersebut.
     
     
    b.
    Alasan Pemeriksaan Rutin
     
     
     
    Pemeriksaan Rutin dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Pemeriksaan Rutin dilakukan dengan ruang lingkup untuk 1 (satu) atau beberapa Tahun Pajak, baik Tahun Pajak berjalan maupun tahun-tahun sebelumnya.
     
     
     
    2)
    Dalam hal Objek Pajak yang diperiksa mencakup lebih dari 1 (satu) Tahun Pajak, maka SP2 yang diterbitkan adalah 1 (satu) SP2 untuk tiap-tiap Tahun Pajak.
     
     
    c.
    Petunjuk Pelaksanaan Pengusulan Pemeriksaan Rutin
     
     
     
    1)
    Pemeriksaan Rutin diusulkan oleh Kepala UP2 kepada Kepala Kanwil DJP atasannya.
     
     
     
    2)
    Pengusulan Pemeriksaan Rutin dilakukan dengan menggunakan daftar nominatif Objek Pajak yang akan diperiksa, yang dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.32 dan Lampiran I.33 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    3)
    Daftar nominatif Objek Pajak yang akan diperiksa sebagaimana dimaksud pada angka 2) dibuat berdasarkan daftar persediaan Objek Pajak yang akan dilakukan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) dan tidak terdapat keterangan lain.
     
     
     
    4)
    Dalam hal ruang lingkup Pemeriksaan terhadap Objek Pajak yang diusulkan melebihi 1 (satu) Tahun Pajak, maka usulan tersebut harus diperinci per Tahun Pajak.
     
     
    d.
    Petunjuk Pelaksanaan Penugasan Pemeriksaan Rutin
     
     
     
    1)
    Penugasan Pemeriksaan Rutin merupakan kewenangan Kepala Kanwil DJP berdasarkan usulan dari Kepala UP2.
     
     
     
    2)
    Berdasarkan daftar nominatif Objek Pajak yang akan diperiksa dari Kepala UP2, Kepala Kanwil DJP menyampaikan Surat Penugasan/Penolakan Pemeriksaan Rutin kepada Kepala UP2 pengusul disertai daftar Objek Pajak yang disetujui atau ditolak untuk dilakukan Pemeriksaan Rutin, baik seluruhnya atau sebagian, dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.34 dan Lampiran I.35 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    3)
    Surat Penugasan Pemeriksaan Rutin atau Surat Penolakan Pemeriksaan Rutin harus dikirimkan oleh Kepala Kanwil DJP paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal diterimanya Daftar nominatif Objek Pajak yang akan diperiksa dari Kepala UP2.
     
    4.
    Pemeriksaan yang Ditangguhkan Karena Bukti Permulaan
     
     
    Dalam hal Pemeriksaan diusulkan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
     
    a.
    Pemeriksaan yang dapat diusulkan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka hanya Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB.
     
     
    b.
    Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka disampaikan setelah tim Pemeriksa meyakini bahwa Subjek Pajak atau Wajib Pajak diduga telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
     
     
    c.
    Dugaan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dituangkan dalam laporan pendahuluan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.36 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
    d.
    Indikasi tindak pidana di bidang perpajakan dan dugaan kerugian Negara dalam laporan pendahuluan sebagaimana dimaksud pada huruf c, bukan merupakan nilai mutlak atas tindak pidana yang dilakukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, sehingga perlu dilakukan pengembangan dan analisis lebih lanjut oleh unit yang menerima usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
     
     
    e.
    Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka disetujui atau Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup ditindaklanjuti dengan penyidikan, tim Pemeriksa harus membuat laporan kemajuan pemeriksaan yang ditangguhkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.37 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
    f.
    Laporan kemajuan pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud huruf e diselesaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal persetujuan usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atau tanggal diterimanya surat pemberitahuan penyidikan oleh Pemeriksa.
     
     
    g.
    Fotokopi berita acara penyerahan dokumen dari tim Pemeriksa kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 60 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan diserahkan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal berita acara dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.38 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
    5.
    Nomor Pengawasan Pemeriksaan (NP2) dan Kode Pemeriksaan
     
     
    a.
    NP2
     
     
     
    1)
    NP2 adalah nomor yang dihasilkan oleh SIDJP secara otomatis;
     
     
     
    2)
    NP2 berfungsi sebagai sarana untuk melakukan pengawasan administrasi Pemeriksaan.
     
     
     
    3)
    Untuk kepentingan pengawasan Pemeriksaan, setiap SP2 harus memiliki NP2.
     
     
     
    4)
    NP2 terdiri atas 21 (dua puluh satu) digit yang terbagi dalam 5 (lima) bagian dengan struktur sebagai berikut:
     
     
     
     
     
    XXX
    000
    BBTT
    00000
    000000
    a)
    b)
    c)
    d)
    e)
     
     
     
     
    a)
    3 (tiga) digit pertama adalah kode unit yang memberikan persetujuan/instruksi/penugasan Pemeriksaan, yakni Kantor Pusat (kode "000") atau Kantor Wilayah (kode mengikuti Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak);
     
     
     
     
    b)
    3 (tiga) digit kedua adalah kode UP2 yang diberikan secara komputerisasi oleh Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak;
     
     
     
     
    c)
    4 (tiga) digit ketiga terdiri atas 2 (dua) digit bulan dan 2 (dua) tahun diterbitkannya Nomor Pengawasan Pemeriksaan;
     
     
     
     
    d)
    5 (lima) digit keempat adalah kode Pemeriksaan;
     
     
     
     
    e)
    6 (enam) digit terakhir adalah nomor urut dari Nomor Pengawasan Pemeriksaan yang muncul secara berurutan.
     
     
    b.
    Daftar Kode Pemeriksaan
     
     
     
    1)
    Setiap usulan Pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan kriteria Pemeriksaan dan alasan Pemeriksaan yang sesuai dan dikonversi ke dalam bentuk Kode Pemeriksaan.
     
     
     
    2)
    Kode Pemeriksaan mencerminkan alasan dan sequence dilakukannya Pemeriksaan dan harus dicantumkan dalam setiap penugasan/persetujuan/instruksi Pemeriksaan.
     
     
     
    3)
    Struktur Kode Pemeriksaan terdiri atas 5 (lima) digit yang dikelompokkan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak;
     
     
     
     
    b)
    Digit kedua menunjukkan Kriteria/Ruang Lingkup Pemeriksaan;
     
     
     
     
    c)
    Digit ketiga menunjukkan Alasan Pemeriksaan;
     
     
     
     
    d)
    Digit keempat menunjukkan Jenis Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang diperiksa;
     
     
     
     
    e)
    Digit kelima menunjukkan sequence dilakukannya Pemeriksaan.
     
     
     
    4)
    Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak, diberi kode B untuk Jenis Pajak PBB.
     
     
     
    5)
    Digit kedua menunjukkan Ruang Lingkup/Kriteria Pemeriksaan, terdiri atas:
     
     
     
     
    a)
    Angka 1 menunjukkan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dengan Kriteria Pemeriksaan Rutin;
     
     
     
     
    b)
    Angka 2 menunjukkan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dengan Kriteria Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis risiko secara manual;
     
     
     
     
    c)
    Angka 3 menunjukkan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dengan Kriteria Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis risiko secara komputerisasi;
     
     
     
     
    d)
    Angka 4 menunjukkan Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB.
     
     
     
    6)
    Digit ketiga menunjukkan Alasan Pemeriksaan, meliputi:
     
     
     
     
    a)
    Jika Ruang Lingkup/Kriteria Pemeriksaan (digit kedua Kode Pemeriksaan) adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dengan Kriteria Pemeriksaan Rutin (berupa angka 1 pada digit kedua Kode Pemeriksaan), maka digit ketiga Kode Pemeriksaan adalah angka 1 untuk alasan Pemeriksaan Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP.
     
     
     
     
    b)
    Jika Ruang Lingkup/Kriteria Pemeriksaan (digit kedua Kode Pemeriksaan) adalah Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis risiko secara manual (berupa angka 2 pada digit kedua Kode Pemeriksaan), maka digit ketiga Kode Pemeriksaan adalah:
     
     
     
     
     
    (1)
    Angka 1 menunjukkan terdapat indikasi jumlah PBB yang terutang berdasarkan Analisis Risiko lebih besar dari pada jumlah PBB yang terutang berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak (bottom-up);
     
     
     
     
     
    (2)
    Angka 2 menunjukkan Penelitian PBB dihentikan dan diusulkan menjadi Pemeriksaan (bottom-up);
     
     
     
     
     
    (3)
    Angka 3 menunjukkan terdapat data baru yang belum dan/atau tidak diungkap Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam Pemeriksaan atau Penelitian PBB sebelumnya (bottom-up);
     
     
     
     
     
    (4)
    Angka 4 menunjukkan terdapat indikasi jumlah PBB yang terutang berdasarkan Analisis Risiko lebih besar dari pada jumlah PBB yang terutang berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak (top-down);
     
     
     
     
     
    (5)
    Angka 5 menunjukkan terdapat data baru yang belum dan/atau tidak diungkap Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam Pemeriksaan atau Penelitian PBB sebelumnya (top-down);
     
     
     
     
    c)
    Jika Ruang Lingkup/Kriteria Pemeriksaan (digit kedua Kode Pemeriksaan) adalah Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis risiko secara komputerisasi (berupa angka 3 pada digit kedua Kode Pemeriksaan), maka digit ketiga Kode Pemeriksaan adalah:
     
     
     
     
     
    (1)
    Angka 1 menunjukkan Objek Pajak Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi atas Tubuh Bumi dan Permukaan Bumi Offshore;
     
     
     
     
     
    (2)
    Angka 2 menunjukkan Objek Pajak Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Panas Bumi dan Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi atas Permukaan Bumi Onshore;
     
     
     
     
    d)
    Jika Ruang Lingkup/Kriteria Pemeriksaan (digit kedua Kode Pemeriksaan) adalah untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB (berupa angka 4 pada digit kedua Kode Pemeriksaan), maka digit ketiga Kode Pemeriksaan adalah:
     
     
     
     
     
    (1)
    Angka 1 menunjukkan Wajib Pajak mengajukan Keberatan PBB;
     
     
     
     
     
    (2)
    Angka 2 menunjukkan penagihan PBB.
     
     
     
    7)
    Digit keempat menunjukkan Jenis Subjek Pajak atau Wajib Pajak, terdiri atas:
     
     
     
     
     
    (1)
    Angka 1 menunjukkan Orang Pribadi;
     
     
     
     
     
    (2)
    Angka 2 menunjukkan Badan.
     
     
     
    8)
    Digit kelima menunjukkan sequence Pemeriksaan yang dimulai dari angka 1 (Pemeriksaan pertama), angka 2 (Pemeriksaan kedua), dan seterusnya.
     
     
     
    9)
    Berdasarkan struktur tersebut di atas, Kode Pemeriksaan untuk masing-masing kriteria dan jenis pemeriksaan ditentukan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Manual:
     
     
     
     
     
    No.
    Kriteria Pemeriksaan
    Kategori Subjek Pajak atau Wajib Pajak
    Sequence
    Orang Pribadi
    Badan
    A
    Bottom-up
     
     
     
    1
    terdapat indikasi jumlah PBB yang terutang berdasarkan Analisis Risiko lebih besar dari pada jumlah PBB yang terutang berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak
    B211
    B212
    1
    2
    Penelitian PBB dihentikan dan diusulkan menjadi Pemeriksaan
    B221
    B222
    1
    3
    terdapat data baru yang belum dan/atau tidak diungkap Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam Pemeriksaan atau Penelitian PBB sebelumnya
    B231
    B232
    1/2/dst
    B
    Top-down
     
     
     
    1
    terdapat indikasi jumlah PBB yang terutang berdasarkan Analisis Risiko lebih besar dari pada jumlah PBB yang terutang berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak
    B241
    B242
    1
    2
    terdapat data baru yang belum dan/atau tidak diungkap Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam Pemeriksaan atau Penelitian PBB sebelumnya
    B251
    B252
    1/2/dst
     
     
     
     
    b)
    Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Komputerisasi:
     
     
     
     
     
    Kriteria Pemeriksaan
    Kategori Subjek Pajak atau Wajib Pajak
    Sequence
    Orang Pribadi
    Badan
    Tubuh Bumi dan Permukaan Bumi Offshore Minyak Bumi dan Gas Bumi
    B311
    B312
    1/2/dst
    Permukaan Bumi Onshore Minyak Bumi dan Gas Bumi dan Objek Pajak selain Minyak Bumi dan Gas Bumi
    B321
    B322
    1/2/dst
     
     
     
     
    c)
    Kode Pemeriksaan Rutin:
     
     
     
     
     
    Kriteria Pemeriksaan
    Kategori Subjek Pajak atau Wajib Pajak
    Sequence
    Orang Pribadi
    Badan
    Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP
    B111
    B112
    1
     
     
     
     
    d)
    Kode Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain
     
     
     
     
     
    No.
    Kriteria Pemeriksaan
    Kategori Subjek Pajak atau Wajib Pajak
    Sequence
    Orang Pribadi
    Badan
    1
    Wajib Pajak mengajukan keberatan PBB
    B411
    B412
    1/2/dst
    2
    penagihan PBB
    B421
    B422
    1/2/dst
     
    6.
    Pemeriksaan untuk Tujuan Lain
     
     
    a.
    Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Rangka Penyelesaian Keberatan PBB Pemeriksaan dalam rangka penyelesaian keberatan PBB dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    dilakukan terbatas pada hal-hal atau materi sengketa yang diminta oleh unit yang memproses penyelesaian keberatan PBB yang diajukan Wajib Pajak;
     
     
     
    2)
    UP2 yang melakukan Pemeriksaan dalam rangka penyelesaian keberatan PBB adalah Kanwil DJP;
     
     
     
    3)
    instruksi Pemeriksaan untuk tujuan lain diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP berdasarkan permintaan dari Kepala Bidang Keberatan dan Banding, atau Kepala Bidang Keberatan, Banding, dan Pengurangan pada Kanwil DJP;
     
     
     
    4)
    permintaan Pemeriksaan dalam rangka penyelesaian keberatan PBB harus disampaikan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jatuh tempo penyelesaian keberatan PBB dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.39 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
     
     
     
    5)
    hasil Pemeriksaan dituangkan dalam LHP dan harus mengungkapkan pendapat tim Pemeriksa tentang hal-hal atau materi sengketa yang diminta oleh unit yang memproses keberatan PBB;
     
     
     
    6)
    LHP dikirim kepada pihak yang meminta untuk dilakukan Pemeriksaan dalam rangka keberatan PBB paling lambat 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya jatuh tempo penyelesaian keberatan PBB; dan
     
     
     
    7)
    hasil Pemeriksaan bersifat sebagai bahan pembanding (second opinion) atau bahan pertimbangan dan tidak mengikat Direktorat Jenderal Pajak dan/atau Wajib Pajak.
     
     
    b.
    Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Rangka Penagihan PBB
     
     
     
    Pemeriksaan dalam rangka penagihan PBB dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai Kebijakan Pemeriksaan yang berlaku untuk jenis pajak pusat lain.
     
     
    F.

    Kebijakan Penelitian PBB

     
    1.
    Kebijakan Umum Penelitian PBB
     
     
    a.
    Ruang Lingkup Penelitian PBB
     
     
     
    1)
    Ruang lingkup Penelitian PBB meliputi 1 (satu) atau beberapa Tahun Pajak baik Tahun Pajak berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya dalam rangka:
     
     
     
     
    a)
    penerbitan SKP PBB berdasarkan keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, dan
     
     
     
     
    b)
    penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB yang diajukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    2)
    Ruang lingkup Penelitian PBB mencakup data, keterangan, dan/atau bukti yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan Penelitian PBB.
     
     
    b.
    Penelitian PBB dilaksanakan oleh 1 (satu) Petugas Peneliti PBB atau beberapa Petugas Peneliti PBB dalam suatu tim Peneliti PBB, di KPP tempat Objek Pajak diadministrasikan.
     
     
    c.
    Petugas Peneliti PBB sebagaimana dimaksud pada huruf b meliputi:
     
     
     
    1)
    Fungsional Penilai;
     
     
     
    2)
    Petugas Penilai sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku;
     
     
     
    3)
    Account Representative; dan/atau
     
     
     
    4)
    Pelaksana lain yang dianggap mampu untuk melaksanakan Penelitian PBB,
     
     
     
    berdasarkan Surat Tugas Penelitian PBB yang diterbitkan oleh Kepala KPP.
     
     
    d.
    Pengadministrasian surat atau dokumen dalam kegiatan Penelitian PBB dilakukan oleh Seksi terkait pada KPP yang mengadministrasikan Objek Pajak.
     
     
    e.
    Seksi terkait sebagaimana dimaksud pada huruf d, adalah:
     
     
     
    1)
    Seksi Pengawasan dan Konsultasi, dalam hal Penelitian PBB dilakukan oleh:
     
     
     
     
    a)
    Account Representative; atau
     
     
     
     
    b)
    tim Peneliti PBB yang didalamnya terdapat Account Representative;
     
     
     
    2)
    Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan, dalam hal Penelitian PBB dilakukan oleh:
     
     
     
     
    a)
    Fungsional Penilai, Petugas Penilai, atau Pelaksana lain yang dianggap mampu untuk melaksanakan Penelitian PBB; atau
     
     
     
     
    b)
    tim Peneliti PBB yang susunan keanggotaannya terdiri dari Fungsional Penilai, Petugas Penilai, dan/atau Pelaksana lain yang dianggap mampu untuk melaksanakan Penelitian PBB.
     
    2.
    Usulan dan Penugasan Penelitian PBB
     
     
    a.
    Usulan dan Penugasan Penelitian PBB dalam rangka menerbitkan SKP PBB dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Berdasarkan keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, Kepala Seksi terkait mengusulkan Petugas Peneliti PBB dalam rangka menerbitkan SKP PBB kepada Kepala KPP.
     
     
     
    2)
    Kepala KPP menerbitkan Surat Tugas Penelitian PBB dalam rangka menerbitkan SKP PBB dengan mempertimbangkan usulan Kepala seksi terkait.
     
     
     
    3)
    Berdasarkan Surat Tugas Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada angka 2), Kepala Seksi terkait melakukan input Nomor Pengawasan Penelitian PBB ke dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak.
     
     
     
    4)
    Dalam hal Objek Pajak yang akan dilakukan Penelitian PBB diadministrasikan dan/atau berada pada wilayah kerja 2 (dua) KPP atau lebih dan Objek Pajak tersebut dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh satu Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang sama, Penelitian PBB dapat dilakukan secara bersamaan melalui koordinasi antar KPP dalam pelaksanaan kewenangan dan kewajiban dalam proses Penelitian PBB.
     
     
    b.
    Usulan dan Penugasan Penelitian PBB dalam rangka penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB dari Wajib Pajak, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi mengusulkan Petugas Peneliti PBB dalam rangka penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB.
     
     
     
    2)
    Kepala KPP menerbitkan Surat Tugas Penelitian PBB dalam rangka penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB berdasarkan usulan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
     
     
    c.
    Penelitian PBB dalam rangka menerbitkan SKP PBB atau penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB, dilaksanakan berdasarkan Surat Tugas Penelitian PBB yang berbeda.
     
    3.
    Petunjuk Pelaksanaan Penelitian PBB
     
     
    a.
    Berdasarkan penugasan Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Petugas Peneliti PBB menyampaikan surat pemberitahuan Penelitian PBB kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Tugas Penelitian PBB.
     
     
    b.
    Petugas Peneliti PBB dapat melakukan Peninjauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, Panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan dalam Penelitian PBB.
     
     
    c.
    Peninjauan dalam rangka Penelitian PBB dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Berdasarkan Surat Tugas Peninjauan dalam rangka Penelitian PBB, Petugas Peneliti PBB menyampaikan surat pemberitahuan Peninjauan dalam rangka Penelitian PBB bersamaan dengan disampaikannya surat pemberitahuan Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
     
     
     
    2)
    Peninjauan dapat dilaksanakan sebanyak 1 (satu) atau beberapa kali berdasarkan pertimbangan Petugas Peneliti PBB.
     
     
     
    3)
    Data, keterangan, dan/atau bukti, yang diperoleh pada saat pelaksanaan Peninjauan, dituangkan dalam berita acara Peninjauan dan dapat digunakan sebagai dasar penghitungan PBB yang terutang.
     
     
     
    4)
    Dalam hal diperlukan, Petugas Peneliti PBB dapat melakukan Panggilan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak setelah dilaksanakannya Peninjauan.
     
     
    d.
    Panggilan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam rangka Penelitian PBB dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Petugas Peneliti PBB menyampaikan surat Panggilan dalam rangka Penelitian PBB bersamaan dengan disampaikannya surat pemberitahuan Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
     
     
     
    2)
    Surat Panggilan dalam rangka Penelitian PBB dilampiri dengan daftar dokumen yang diperlukan dalam rangka melakukan penilaian Objek Pajak atau pengujian kebenaran pembayaran PBB.
     
     
     
    3)
    Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak memenuhi Panggilan dan melengkapi seluruh dokumen yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada angka 2), Petugas Peneliti PBB memuat keterangan tersebut dalam berita acara hasil Panggilan.
     
     
     
    4)
    Dalam hal diperlukan, Petugas Peneliti PBB dapat melakukan Peninjauan dalam rangka Penelitian PBB sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
     
     
     
    5)
    Data, keterangan, dan/atau bukti, yang diperoleh pada saat Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak memenuhi Panggilan, dituangkan dalam berita acara hasil Panggilan dan dapat digunakan sebagai dasar penghitungan PBB yang terutang atau pengujian kebenaran pembayaran PBB.
     
     
     
    6)
    Panggilan dapat dilakukan 1 (satu) atau beberapa kali berdasarkan pertimbangan Petugas Peneliti PBB dengan menyampaikan surat Panggilan baru.
     
     
    e.
    Dalam hal diperlukan, Petugas Peneliti PBB dapat menyampaikan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan dalam Penelitian PBB dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen disampaikan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
    2)
    Surat peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen tersebut dilampiri dengan daftar dokumen yang diperlukan dalam rangka melakukan penilaian Objek Pajak atau pengujian kebenaran pembayaran PBB.
     
     
     
    3)
    Atas pemenuhan seluruh atau sebagian buku, catatan, dan/atau dokumen yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, Petugas Peneliti PBB membuat dan menyampaikan tanda terima peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan/atau dokumen yang dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    4)
    Tanda terima peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3) dibuat 2 (dua) rangkap.
     
     
     
    5)
    Rangkap pertama disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dan rangkap kedua untuk Petugas Peneliti PBB.
     
     
    f.
    Surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB dan pembahasan akhir hasil Penelitian PBB
     
     
     
    1)
    Penyampaian surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB dan pembahasan akhir hasil Penelitian PBB wajib dilaksanakan dalam Penelitian PBB yang dilakukan dalam hal terdapat keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    2)
    Penyampaian surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali untuk setiap Surat Tugas Penelitian PBB.
     
     
     
    3)
    Surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB dibuat 2 (dua) rangkap dan disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB diterbitkan, dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Dalam hal surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB disampaikan secara langsung, surat pemberitahuan hasil penelitian PBB harus diisi, ditandatangani, dan dibubuhkan cap (pembubuhan cap dilakukan dalam hal Penelitian PBB terhadap Subjek Pajak atau Wajib Pajak badan) sebagaimana tercantum dalam tanda penerimaan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
     
    b)
    Rangkap pertama diserahkan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, sedangkan rangkap yang kedua untuk Petugas Peneliti PBB.
     
     
     
     
    c)
    Tanggal penerimaan yang tertera pada surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada huruf a), merupakan tanggal disampaikannya surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB.
     
     
     
    4)
    Surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB dan daftar temuan hasil Penelitian PBB dibuat oleh Petugas Peneliti PBB dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    5)
    Tabel daftar temuan Penelitian PBB diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Kolom "Uraian" diisi dengan jenis data yang digunakan dalam melakukan penilaian Objek Pajak seperti luas tanah untuk tiap areal, luas tiap bangunan, jumlah produksi, dan jenis data lainnya.
     
     
     
     
    b)
    Kolom "Temuan Penelitian PBB" diisi dengan besaran data dan besarnya nilai untuk tiap jenis data, sesuai isian dalam kolom "Uraian" sebagaimana dimaksud pada huruf a).
     
     
     
     
    c)
    Daftar temuan Penelitian PBB paling sedikit memuat jenis data temuan hasil Penelitian PBB yang berbeda dengan data yang diisi oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam SPOP/LSPOP yang disampaikannya.
     
     
     
     
    d)
    Apabila Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP/LSPOP, maka seluruh data temuan hasil Penelitian PBB harus dimuat dalam tabel daftar temuan hasil Penelitian PBB.
     
     
     
     
    e)
    Baris terakhir tabel daftar temuan hasil Penelitian PBB harus diisi dengan besaran/rupiah PBB yang terutang termasuk denda administrasinya, berdasarkan data temuan Penelitian PBB.
     
     
     
    6)
    Petugas Peneliti PBB dapat menerima atau menolak data, keterangan, dan/atau bukti yang diberikan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak pada saat pembahasan akhir hasil Penelitian PBB dengan memperhitungkan jangka waktu Penelitian PBB dan lamanya penghitungan/penilaian yang akan dilakukan berdasarkan data, keterangan, dan/atau bukti tersebut, dengan ketentuan:
     
     
     
     
    a)
    Dalam hal Petugas Peneliti PBB menerima data, keterangan, dan/atau bukti, Petugas Peneliti PBB membuat catatan dalam berita acara pembahasan akhir hasil Penelitian PBB.
     
     
     
     
    b)
    Dalam hal Petugas Peneliti PBB menolak data, keterangan, dan/atau bukti, Petugas Peneliti PBB menyampaikan penolakan tersebut kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak
     
     
     
    7)
    Terhadap hasil penghitungan/atau penilaian berdasarkan data, keterangan, dan/atau bukti yang disampaikan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak pada saat pembahasan akhir hasil Penelitian PBB, tidak dilakukan prosedur penyampaian surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB dan pembahasan akhir hasil Penelitian PBB.
     
     
    g.
    Pelaporan Penelitian PBB
     
     
     
    1)
    Berdasarkan Laporan Hasil Penelitian PBB berdasarkan keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, Petugas Peneliti PBB membuat nota penghitungan sebagai dasar penerbitan SKP PBB, dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    nota penghitungan harus dilampiri dengan formulir yang memuat data mengenai Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak hasil temuan Pemeriksaan dan Formulir Data Masukan (FDM);
     
     
     
     
    b)
    nota penghitungan beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf a) dibuat 2 (dua) rangkap;
     
     
     
     
    c)
    rangkap pertama disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah atasan KPP yang melakukan Penelitian PBB untuk digunakan sebagai dasar penerbitan keputusan menteri keuangan tentang penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar penetapan PBB;
     
     
     
     
    d)
    rangkap kedua disampaikan kepada Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi untuk ditindaklanjuti dengan perekaman data.
     
     
     
    2)
    PBB yang terutang dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus berdasar pada hasil Penelitian PBB menurut Petugas Peneliti PBB dengan mempertimbangkan hasil pembahasan akhir hasil Penelitian PBB tanpa mempertimbangkan PBB terutang yang tidak disetujui oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, dan wajib dilunasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan PBB.
     
     
     
    3)
    Dalam hal berdasarkan hasil Penelitian PBB:
     
     
     
     
    a)
    tidak terdapat PBB yang terutang terkait SPOP yang tidak disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a Undang-Undang PBB;
     
     
     
     
    b)
    PBB yang terutang tidak lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b Undang-Undang PBB;
     
     
     
     
    c)
    keterangan lain maupun data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh Petugas Peneliti PBB tidak cukup dijadikan sebagai dasar penetapan PBB yang terutang; atau
     
     
     
     
    d)
    pada saat yang bersamaan dilakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang meliputi seluruh jenis pajak dan Penelitian PBB ditingkatkan menjadi Pemeriksaan,
     
     
     
     
    Petugas Peneliti PBB tetap membuat Laporan Hasil Penelitian PBB tanpa usul penerbitan SKP PBB.
     
     
     
    4)
    Berdasarkan Laporan Hasil Penelitian PBB atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, Petugas Peneliti PBB membuat nota penghitungan sebagai dasar penerbitan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran (SKKP) PBB.
     
     
     
    5)
    Dalam hal berdasarkan hasil Penelitian PBB terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB tidak terdapat kelebihan pembayaran PBB, Petugas Peneliti PBB harus menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Wajib Pajak mengenai tidak adanya kelebihan pembayaran PBB tersebut dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal Laporan Hasil Penelitian PBB.
     
     
     
    6)
    Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 5) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
     
    7)
    Dalam hal Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak ditemukan, Penelitian PBB dihentikan sampai dengan membuat Laporan Hasil Penelitian PBB, dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    Dalam hal ditemukan Objek Pajak tetapi tidak ditemukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dimaksud, paling kurang dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat kelurahan/RT/RW setempat atau dari pengelola tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
     
     
     
     
    b)
    Dalam hal tidak ditemukan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, paling kurang dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat kelurahan/RT/RW setempat atau dari pengelola tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, atau dari instansi yang menerbitkan dokumen perizinan atau sejenisnya atas Objek Pajak yang dilakukan Penelitian PBB.
     
     
     
     
    c)
    Dalam hal ditemukan Subjek Pajak atau Wajib, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak namun Subjek Pajak atau Wajib tidak lagi memiliki, menguasai, dan/atau memanfaatkan Objek Pajak yang dilakukan Penelitian PBB, paling kurang dibuktikan dengan dokumen perizinan, kontrak, dan/atau bentuk lainnya atas pemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan Objek Pajak dan/atau surat pernyataan dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tersebut.
     
     
     
    8)
    Dalam hal berdasarkan hasil Penelitian PBB ditemukan data, keterangan, dan/atau bukti yang terkait dengan Objek Pajak dan/atau Wajib Pajak lain, Petugas Peneliti PBB menyampaikan data, keterangan, dan/atau bukti tersebut dalam bentuk Alat Keterangan kepada KPP tempat Objek Pajak diadministrasikan dan/atau KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
     
     
    h.
    Apabila dalam proses Penelitian PBB dalam rangka penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB, ditemukan data dan/informasi mengenai kebenaran materi dalam SPPT, SKP PBB, atau Surat Tagihan Pajak (STP) PBB yang mengakibatkan adanya potensi kekurangan pembayaran PBB, berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Berdasarkan Surat Tugas Penelitian PBB dalam rangka penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB, Petugas Peneliti PBB tetap melakukan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
     
    2)
    Pengujian dilakukan terhadap kebenaran pembayaran PBB Wajib Pajak dalam bukti pembayaran yang diperoleh Petugas Peneliti PBB terhadap jumlah PBB yang terutang sebagaimana tercantum dalam SPPT, SKP PBB, maupun STP PBB.
     
     
     
    3)
    Pengujian sebagaimana dimaksud pada angka 2), dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan pembayaran PBB dalam aplikasi pembayaran, Modul Penerimaan Negara, dan/atau ke tempat pembayaran PBB yang ditunjuk.
     
     
     
    4)
    Pengujian yang dilakukan tidak terkait dengan kebenaran materi dari SPPT, SKP PBB, maupun STP PBB.
     
     
     
    5)
    Apabila dalam proses Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada angka 1), ditemukan data dan/atau informasi mengenai materi dalam SPPT, SKP PBB, atau STP PBB yang mengakibatkan adanya potensi kekurangan pembayaran PBB, maka terhadap data dan/atau informasi tersebut ditindaklanjuti dengan Penelitian PBB atau Pemeriksaan.
     
     
     
    6)
    Apabila dilakukan Penelitian PBB dalam rangka penerbitan SKP PBB, maka:
     
     
     
     
    a)
    permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB diselesaikan sampai dengan Laporan Hasil Penelitian PBB dengan rekomendasi dilakukan Penelitian PBB terhadap keterangan lain terhadap Objek Pajak dimaksud;
     
     
     
     
    b)
    dalam hal berdasarkan hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada huruf a) terdapat kelebihan pembayaran PBB, SKKP PBB diterbitkan setelah Penelitian PBB terhadap keterangan lain diselesaikan;
     
     
     
     
    c)
    dalam hal berdasarkan hasil Penelitian PBB terhadap keterangan lain diusulkan untuk diterbitkan SKP PBB, maka SKKP PBB diterbitkan bersamaan dengan diterbitkannya SKP PBB;
     
     
     
     
    d)
    pengembalian kelebihan pembayaran PBB akibat diterbitkannya SKKP PBB dilakukan dengan memperhitungkan utang pajak dalam SKP PBB hasil Penelitian PBB terhadap keterangan lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
     
     
     
     
    e)
    dalam hal berdasarkan hasil Penelitian PBB terhadap keterangan lain tidak diusulkan untuk diterbitkan SKP PBB, maka SKKP PBB diterbitkan setelah dibuatnya Laporan Hasil Penelitian PBB terhadap keterangan lain dimaksud.
     
     
    i.
    Pembatalan SKP PBB hasil Penelitian PBB
     
     
     
    1)
    Pembatalan SKP PBB dari hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud Pasal 80 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan ditindaklanjuti dengan pembatalan Laporan Hasil Penelitian PBB dan Nota Penghitungan.
     
     
     
    2)
    Pembatalan SKP PBB dari hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud angka 1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
     
     
     
    3)
    Pembatalan Laporan Hasil Penelitian PBB dan Nota Penghitungan diatur sebagai berikut:
     
     
     
     
    a)
    berdasarkan keputusan pembatalan SKP PBB, Kepala KPP membuat surat keputusan pelaksanaan surat keputusan pembatalan SKP PBB untuk membatalkan Laporan Hasil Penelitian PBB dan nota penghitungan;
     
     
     
     
    b)
    Kepala Seksi terkait membuat berita acara pembatalan Laporan Hasil Penelitian PBB dan Nota Penghitungan dan disampaikan kepada Direktorat Teknologi dan Informasi Perpajakan;
     
     
     
    4)
    Terhadap Penelitian PBB yang SKP PBB-nya dibatalkan sebagaimana dimaksud pada angka 2), ditindaklanjuti dengan menyampaikan surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB dan/atau melakukan pembahasan akhir hasil Penelitian PBB sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
     
     
     
    5)
    Tindak lanjut sebagaimana dimaksud angka 4) dilakukan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah surat keputusan pelaksanaan surat keputusan pembatalan SKP PBB diterbitkan.
     
     
     
    6)
    Penelitian PBB yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada angka 4) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah disampaikannya surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB.
     
     
     
    7)
    Dalam hal Petugas Peneliti PBB yang melanjutkan Penelitian PBB berbeda dengan Petugas Peneliti PBB sebelumnya, Penelitian PBB dilanjutkan setelah diterbitkan Surat Tugas Penelitian PBB yang baru.
     
     
    j.
    Pengawasan penugasan Penelitian PBB
     
     
     
    1)
    Dalam hal Objek Pajak yang sedang dilakukan Penelitian PBB berdasarkan keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan diminta untuk dilakukan Pemeriksaan Lokasi oleh UP2 Domisili, maka Penelitian PBB dapat dihentikan sampai dengan membuat Laporan Hasil Penelitian PBB tanpa usul penerbitan SKP PBB.
     
     
     
    2)
    Terhadap Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1) diusulkan untuk dilakukan Pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku.
     
     
     
    3)
    Dalam hal Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada angka 1) telah selesai dan sudah diterbitkan SKP PBB sebelum permintaan Pemeriksaan Lokasi disampaikan, salinan Laporan Hasil Penelitian PBB disampaikan kepada UP2 Domisili yang menyampaikan permintaan Pemeriksaan Lokasi dan terhadap Objek Pajak dimaksud tidak dilakukan Pemeriksaan Lokasi, kecuali terdapat data baru yang belum dan/atau tidak diungkap dalam Penelitian PBB atau Pemeriksaan sebelumnya.
     
     
     
    4)
    Dalam hal Objek Pajak yang sedang dilakukan Penelitian PBB berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan diminta untuk dilakukan Pemeriksaan Lokasi oleh UP2 Domisili, maka Penelitian PBB tetap dilanjutkan sesuai ketentuan yang berlaku.
     
     
     
    5)
    Pemeriksaan Lokasi sebagaimana dimaksud pada angka 4) tetap dapat dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku bersamaan dengan dilaksanakannya Penelitian PBB berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB.
     
     
     
    6)
    Nomor Pengawasan Penelitian PBB
     
     
     
     
    a)
    Nomor Pengawasan Penelitian PBB adalah nomor yang digunakan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan administrasi Penelitian PBB.
     
     
     
     
    b)
    Nomor Pengawasan Penelitian PBB adalah sebagai berikut:
     
     
     
     
     
     
    XXX
    000
    BBTT
    00000
    000000
    (1)
    (2)
    (3)
    (4)
    (5)
     
     
     
     
     
    (1)
    3 (tiga) digit pertama adalah kode Kantor Wilayah atasan KPP yang melakukan Penelitian PBB (kode mengikuti Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak);
     
     
     
     
     
    (2)
    3 (tiga) digit kedua adalah kode KPP yang melakukan Penelitian PBB, yang diberikan secara komputerisasi oleh Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak;
     
     
     
     
     
    (3)
    4 (tiga) digit ketiga terdiri atas 2 (dua) digit bulan dan 2 (dua) tahun diterbitkannya Nomor Pengawasan Penelitian PBB;
     
     
     
     
     
    (4)
    5 (lima) digit keempat adalah kode Penelitian PBB;
     
     
     
     
     
    (5)
    6 (enam) digit terakhir adalah nomor urut dari Nomor Pengawasan Penelitian PBB yang muncul secara berurutan.
     
     
     
     
    c)
    Nomor Pengawasan Penelitian PBB diterbitkan oleh KPP yang melakukan Penelitian PBB setelah Surat Tugas Penelitian PBB diterbitkan.
     
     
     
    7)
    Daftar Kode Penelitian PBB
     
     
     
     
    a)
    Pengawasan Penelitian PBB dilakukan secara terintegrasi dengan sistem pengawasan Pemeriksaan yang sudah ada.
     
     
     
     
    b)
    Pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan berdasarkan kriteria dan subkriteria Penelitian PBB yang dikonversi ke dalam bentuk Kode Penelitian PBB.
     
     
     
     
    c)
    Struktur Kode Penelitian PBB terdiri atas 5 (lima) digit yang dikelompokkan sebagai berikut:
     
     
     
     
     
    (1)
    Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak;
     
     
     
     
     
    (2)
    Digit kedua menunjukkan Kriteria Penelitian PBB;
     
     
     
     
     
    (3)
    Digit ketiga menunjukkan Subkriteria Penelitian PBB;
     
     
     
     
     
    (4)
    Digit keempat menunjukkan Jenis Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang dilakukan Penelitian PBB;
     
     
     
     
     
    (5)
    Digit kelima menunjukkan sequence dilakukannya Penelitian PBB.
     
     
     
     
    d)
    Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak, diberi kode huruf B untuk Jenis Pajak PBB.
     
     
     
     
    e)
    Digit kedua menunjukkan Kriteria Penelitian PBB, meliputi:
     
     
     
     
     
    (1)
    Angka 5 menunjukkan Penelitian PBB yang dilakukan dalam hal terdapat keterangan lain;
     
     
     
     
     
    (2)
    Angka 6 menunjukan Penelitian PBB yang dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB;
     
     
     
     
    f)
    Digit ketiga menunjukkan Subkriteria Penelitian PBB, meliputi:
     
     
     
     
     
    (1)
    Jika Kriteria Penelitian PBB (digit kedua Kode Penelitian PBB) adalah Penelitian PBB yang dilakukan dalam hal terdapat keterangan lain (angka 5), maka digit ketiga Kode Penelitian PBB diatur sebagai berikut:
     
     
     
     
     
     
    (a)
    Angka 1 menunjukkan SPOP tidak disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a Undang-Undang PBB;
     
     
     
     
     
     
    (b)
    Angka 2 menunjukkan SPOP disampaikan dengan tidak benar oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b Undang-Undang PBB;
     
     
     
     
     
    (2)
    Jika Kriteria Penelitian PBB (digit kedua Kode Penelitian PBB) adalah Penelitian PBB yang dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB (angka 6), maka digit ketiga Kode Penelitian PBB adalah angka 1.
     
     
     
     
    g)
    Digit keempat menunjukkan Jenis Subjek Pajak atau Wajib Pajak, terdiri atas:
     
     
     
     
     
    (1)
    Angka 1 menunjukkan Wajib Pajak Orang Pribadi;
     
     
     
     
     
    (2)
    Angka 2 menunjukkan Wajib Pajak Badan;
     
     
     
     
    h)
    Berdasarkan struktur tersebut di atas, Kode Penelitian PBB untuk masing-masing kriteria dan subkriteria Penelitian PBB ditentukan sebagai berikut:
     
     
     
     
     
     
    No
    Kriteria dan Subkriteria
    Penelitian PBB
    Kategori Subjek Pajak atau Wajib Pajak
    Sequence
    Orang Pribadi
    Badan
    1
    Terdapat keterangan lain sehingga dapat diketahui PBB yang terutang atas SPOP yang tidak disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a Undang-Undang PBB
    B511
    B512
    1, 2, dst
    2
    Terdapat keterangan lain sehingga dapat diketahui PBB yang terutang lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b Undang-Undang PBB
    B521
    B522
    1, 2, dst
    3
    Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB
    B611
    B612
    1, 2, dst
     
    4.
    Usul Pemeriksaan
     
     
    a.
    Penelitian PBB yang dapat diusulkan menjadi Pemeriksaan adalah Penelitian PBB terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
    b.
    Penelitian PBB hanya diusulkan untuk ditingkatkan menjadi Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
    c.
    Usul Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan setelah Petugas Peneliti PBB meyakini bahwa Subjak Pajak atau Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban PBBnya, dengan kriteria:
     
     
     
    1)
    terdapat potensi PBB yang terutang; dan
     
     
     
    2)
    tidak ditemukannya data, keterangan, dan/atau bukti yang dijadikan dasar penghitungan PBB yang terutang.
     
     
    d.
    Usul Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf c akan dibahas oleh Tim Pembahasan Analisis Risiko sesuai petunjuk pelaksanaan usul Pemeriksaan Khusus bottom-up.
     
     
    e.
    Dalam hal usulan Pemeriksaan disetujui, Petugas Peneliti PBB harus membuat Laporan Hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan tanpa usul penerbitan SKP PBB.
     
     
    f.
    Fotokopi Laporan Hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada huruf e merupakan dokumen yang harus diserahkan Petugas Peneliti PBB kepada Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
     
     
    g.
    Fotokopi berita acara penyerahan dokumen dari Petugas Peneliti PBB kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 79 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan diserahkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal berita acara dan dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
     
     
    h.
    Dalam hal usulan Pemeriksaan tidak disetujui Kepala KPP atau Kepala Kanwil DJP yang membawahkan KPP yang melakukan Penelitian PBB, Penelitian PBB dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Penelitian PBB tanpa usul penerbitan SKP PBB.
     
     
    G.

    Ketentuan Peralihan

     
    1.
    Terhadap SP2 yang diterbitkan sebelum berlakunya Surat Edaran ini dan Pemeriksaan belum selesai, proses penyelesaian selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Surat Edaran ini.
     
    2.
    Proses penyelesaian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilanjutkan dengan menambahkan prosedur penyampaian SPHP dan PAHP dalam jangka waktu PAHP dan pelaporan, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran ini.
     
     
    H.

    Ketentuan Penutup

     
    Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-154/PJ/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2010 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Bumi dan Bangunan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
     
     
     
    Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 30 Maret 2015
    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
    ttd.
    SIGIT PRIADI PRAMUDITO

    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE-25/PJ/2015 - Perpajakan DDTC