Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
||
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut:
|
||
1.
|
Ketentuan yang terkait dengan permasalahan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN), yang antara lain mengatur:
|
|
|
a.
|
Pasal 1 angka 8, bahwa pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
|
|
b. |
Pasal 1 angka 10, bahwa pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
|
|
c.
|
Pasal 4 ayat (1) huruf d, bahwa PPN dikenakan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean juga dikenai PPN.
|
|
d. |
Pasal 4 ayat (1) huruf e, bahwa PPN dikenakan atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean dikenai PPN.
|
2.
|
Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas, yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean adalah:
|
|
|
a.
|
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tersebut dimiliki oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean;
|
|
b. |
Kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
|
|
c.
|
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean.
|
3.
|
Sedangkan yang dimaksud dengan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean adalah:
|
|
|
a.
|
Jasa Kena Pajak tersebut diserahkan oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah;
|
|
b. |
Pemberian Jasa Kena Pajak dapat dilakukan di dalam dan/atau di luar Daerah Pabean sepanjang kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak tersebut tidak menyebabkan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean menjadi Subjek Pajak dalam negeri;
|
|
c.
|
Kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
|
|
d.
|
Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean.
|
4.
|
Dalam hal pemberian Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b menyebabkan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean menjadi Subjek Pajak dalam negeri, maka pemberian Jasa Kena Pajak tersebut termasuk penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean.
|
|
5.
|
Penghitungan PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan tidak termasuk PPN;
|
|
b.
|
10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan sudah termasuk PPN;
|
|
c.
|
Dalam hal tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan atau ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk PPN, maka PPN yang terutang dihitung sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
|
6.
|
Saat terutangnya PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean terjadi pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tersebut. Saat dimulainya pemanfaatan adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini:
|
|
|
a.
|
saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
|
|
b.
|
saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
|
|
c.
|
saat harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
|
|
d. |
saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.
|
7.
|
Apabila saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada angka 6 tidak diketahui, maka saat terutangnya PPN adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian atau saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
8.
|
PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean wajib dipungut dan disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak. Cara pengisian Surat Setoran Pajaknya adalah sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
Pada kolom "Nama WP" dan "Alamat WP" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.
|
|
b.
|
Pada kolom "NPWP" diisi dengan angka 0 (nol), kecuali kode Kantor Pelayanan Pajak diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.
|
|
c.
|
Pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.
|
|
d.
|
Pada kolom Masa Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi dengan memberi tanda silang (x) pada salah satu kolom Masa Pajak untuk Masa Pajak saat terutangnya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
|
9.
|
Dalam hal pengisian Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean oleh Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 tersebut, maka pembayaran PPN tersebut tidak dapat dikreditkan.
|
|
10.
|
Tata cara pelaporan PPN yang telah disetor adalah sebagai berikut:
|
|
a. |
Bagi Pengusaha Kena Pajak, PPN yang telah disetor dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN bulan terutangnya pajak dan dapat dilaporkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. SPT Masa PPN tersebut diperlakukan sebagai laporan pemungutan PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
|
|
b. |
Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang telah disetor dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
|
|
11.
|
Orang pribadi atau badan yang terlambat melakukan penyetoran PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang terlambat disetor tersebut tetap dapat dikreditkan pada Masa Pajak saat terutangnya PPN atau pada Masa Pajak yang tidak sama, sesuai dengan ketentuan pengkreditan Pajak Masukan yang berlaku.
|
|
12.
|
Contoh pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, contoh pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, dan contoh penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang serta ilustrasi pengisian SSP adalah sebagaimana disajikan dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran III Surat Edaran ini.
|
|
|
||
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.
|
||
|
||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Desember 2010
Direktur Jenderal,
ttd.
Mochamad Tjiptardjo
|