Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
|||||
Yth.
|
1.
|
Pejabat Eselon II di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak;
|
|||
|
2.
|
Kepala Kantor Wilayah;
|
|||
|
3.
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
|
|||
|
4.
|
Kepala Unit Pelaksana Teknis; dan
|
|||
|
5.
|
Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan,
|
|||
|
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
|
||||
|
|
||||
A.
|
Umum |
||||
|
Sehubungan dengan telah selesainya prosedur pengesahan dan penyampaian instrumen pengesahan Multilateral Convention to Implement Tax Treaty Related Measures to Prevent Base Erosion and Profit Shifting (Konvensi Multilateral untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba), yang selanjutnya disebut Konvensi, oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Konvensi, perlu diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal sebagai pemberitahuan saat berlaku, saat berlaku efektif, dan pokok-pokok pengaturan dalam Konvensi yang berlaku untuk Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia, yang selanjutnya disebut P3B Indonesia-Australia.
|
||||
|
|
||||
B.
|
Maksud dan Tujuan |
||||
|
1.
|
Maksud
|
|||
|
|
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberitahukan seluruh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak mengenai saat berlaku, saat berlaku efektif, dan pokok-pokok pengaturan dalam Konvensi yang berlaku untuk P3B Indonesia-Australia.
|
|||
|
2.
|
Tujuan
|
|||
|
|
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan agar pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi yang berlaku untuk P3B Indonesia-Australia dapat berjalan sebagaimana mestinya.
|
|||
|
|
|
|
||
C.
|
Ruang Lingkup |
||||
|
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
|
||||
|
1.
|
keberlakuan P3B Indonesia-Australia;
|
|||
|
2.
|
proses penandatanganan dan pemberlakuan Konvensi oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia;
|
|||
|
3.
|
saat berlaku dan saat berlaku efektifnya Konvensi untuk P3B Indonesia-Australia; dan
|
|||
|
4.
|
pokok-pokok pengaturan dalam Konvensi yang berlaku untuk P3B Indonesia-Australia.
|
|||
|
|
|
|||
D.
|
Dasar Hukum |
||||
|
1.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang telah diubah dengan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
|
|||
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
|
|||
|
3.
|
Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Australia for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with respect to Taxes on Income.
|
|||
|
4.
|
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 1992 tentang Pengesahan Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Australia for the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with respect to Taxes on Income.
|
|||
|
5.
|
Multilateral Convention to Implement Tax Treaty Related Measures to Prevent Base Erosion and Profit Shifting (Konvensi Multilateral untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan Terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba).
|
|||
|
6.
|
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pengesahan Multilateral Convention to Implement Tax Treaty Related Measures to Prevent Base Erosion and Profit Shifting (Konvensi Multilateral untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan Terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba).
|
|||
|
|
|
|||
E.
|
Materi |
||||
|
1.
|
P3B Indonesia-Australia telah berlaku efektif sejak 1 Juli 1993.
|
|||
|
2.
|
Proses penandatanganan dan pemberlakuan Konvensi oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia:
|
|||
|
|
a.
|
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia menandatangani Konvensi di Paris, Prancis pada 7 Juni 2017;
|
||
|
|
b.
|
Pemerintah Republik Indonesia meratifikasi Konvensi dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pengesahan Multilateral Convention to Implement Tax Treaty Related Measures to Prevent Base Erosion and Profit Shifting (Konvensi Multilateral untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan Terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba);
|
||
|
|
c.
|
berdasarkan dokumen Persyaratan dan Notifikasi (Reservations and Notifications) yang disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Organisation for the Economic Cooperation and Development selaku Penyimpan, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia memilih P3B Indonesia-Australia untuk tercakup dalam Konvensi sehingga ketentuan-ketentuan dalam Konvensi yang diadopsi oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia akan memodifikasi P3B Indonesia-Australia; dan
|
||
|
|
d.
|
Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan instrumen ratifikasi kepada Sekretaris Jenderal Organisation for the Economic Co-operation and Development selaku Penyimpan pada 28 April 2020 sedangkan Pemerintah Australia menyampaikan instrumen pengesahannya pada 26 September 2018.
|
||
|
3.
|
Berdasarkan Pasal 34 Konvensi, Konvensi berlaku bagi Indonesia pada 1 Agustus 2020 dan bagi Australia pada 1 Januari 2019.
|
|||
|
4.
|
Berdasarkan Pasal 35 Konvensi, ketentuan-ketentuan dalam Konvensi yang diadopsi oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia berlaku efektif untuk P3B Indonesia-Australia:
|
|||
|
|
a.
|
sehubungan dengan pajak-pajak yang dipotong atau dipungut di negara sumber atas pembayaran kepada atau dikreditkan oleh subjek pajak luar negeri, apabila kejadian yang menimbulkan pajak terjadi pada atau setelah 1 Januari 2021; dan
|
||
|
|
b.
|
sehubungan dengan pajak-pajak lainnya yang dikenakan pada tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2022 di Indonesia dan 26 Juni 2021 di Australia.
|
||
|
5.
|
Pokok-pokok pengaturan dalam Konvensi yang berlaku untuk P3B Indonesia-Australia antara lain:
|
|||
|
|
a.
|
Pasal 4 ayat 1 dan ayat 3 huruf e) Konvensi mengganti Pasal 4 ayat 4 P3B Indonesia-Australia sehingga masalah kependudukan ganda subjek pajak badan diselesaikan dengan persetujuan bersama dengan mempertimbangkan tempat kedudukan manajemen efektif, tempat pendirian, dan faktor-faktor relevan lainnya dan dalam hal tidak terdapat persetujuan bersama dimaksud, subjek pajak badan tidak berhak memperoleh manfaat P3B Indonesia-Australia;
|
||
|
|
b.
|
Pasal 6 ayat 1 Konvensi mengganti mukadimah P3B Indonesia-Australia untuk menegaskan bahwa tujuan pembentukan P3B adalah untuk mengeliminasi pemajakan berganda tanpa menciptakan ruang untuk tidak dikenai pajak sama sekali atau pengurangan pajak melalui pengelakan atau penghindaran pajak;
|
||
|
|
c.
|
Pasal 7 ayat 1 Konvensi berlaku untuk P3B Indonesia-Australia sehingga manfaat P3B tidak diberikan jika dapat disimpulkan, dengan mempertimbangkan seluruh fakta dan keadaan terkait, bahwa salah satu tujuan utama dari transaksi yang dilakukan adalah untuk memperoleh manfaat P3B tersebut;
|
||
|
|
d.
|
Pasal 9 ayat 1 Konvensi berlaku untuk Pasal 13 ayat 4 P3B Indonesia-Australia sehingga Pasal 13 ayat 4 P3B Indonesia-Australia:
|
||
|
|
|
1)
|
hanya berlaku jika batasan nilai harta tak bergerak terpenuhi kapanpun dalam jangka waktu 365 hari sebelum pengalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 4 P3B Indonesia-Australia terjadi; dan
|
|
|
|
|
2)
|
berlaku juga untuk pengalihan saham atau hak-hak yang sebanding, seperti hak dalam persekutuan atau penitipan dengan pengelolaan (trust);
|
|
|
|
e.
|
Pasal 11 ayat 1 Konvensi berlaku untuk P3B Indonesia-Australia sehingga P3B Indonesia-Australia tidak membatasi hak pemajakan masing-masing negara atas penduduknya sendiri kecuali terkait manfaat P3B sehubungan dengan Pasal 9 ayat 3, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 27 P3B Indonesia-Australia;
|
||
|
|
f.
|
Pasal 13:
|
||
|
|
|
1)
|
ayat 2 Konvensi (Opsi A) berlaku untuk Pasal 5 ayat 3 P3B Indonesia-Australia sehingga pengertian bentuk usaha tetap dalam P3B Indonesia-Australia tidak termasuk:
|
|
|
|
|
|
a)
|
kegiatan-kegiatan yang secara khusus tercantum dalam Pasal 5 ayat 3 P3B Indonesia-Australia;
|
|
|
|
|
b)
|
pemeliharaan tempat usaha yang bersifat tetap semata-mata untuk tujuan menjalankan, bagi perusahaan tersebut, setiap kegiatan yang tidak dijelaskan dalam huruf a);
|
|
|
|
|
c)
|
pemeliharaan tempat usaha yang bersifat tetap semata-mata untuk kombinasi kegiatan yang disebutkan dalam huruf a) dan huruf b),
|
|
|
|
|
sepanjang kegiatan tersebut atau, dalam hal huruf c), keseluruhan kegiatan dari tempat usaha yang bersifat tetap tersebut, bersifat persiapan atau penunjang;
|
|
|
|
|
2)
|
ayat 4 Konvensi berlaku untuk Pasal 5 ayat 3 P3B Indonesia-Australia (yang dimodifikasi dengan Pasal 13 ayat 2 Konvensi) sehingga Pasal 5 ayat 3 P3B Indonesia-Australia (yang dimodifikasi dengan Pasal 13 ayat 2 Konvensi) tidak berlaku untuk tempat usaha yang bersifat tetap yang digunakan atau dipelihara oleh suatu perusahaan jika perusahaan yang sama atau perusahaan yang erat terkait menjalankan kegiatan usaha di tempat yang sama atau di tempat lainnya di Negara Pihak yang sama dan:
|
|
|
|
|
|
a)
|
tempat atau tempat lain itu merupakan bentuk usaha tetap bagi perusahaan atau perusahaan yang erat terkait; atau
|
|
|
|
|
b)
|
keseluruhan kegiatan yang dihasilkan dari kombinasi kegiatan yang dijalankan oleh kedua perusahaan di tempat yang sama, atau oleh perusahaan yang sama atau perusahaan-perusahaan yang erat terkait di dua tempat, tidak bersifat persiapan atau penunjang,
|
|
|
|
|
sepanjang kegiatan usaha yang dijalankan oleh kedua perusahaan di tempat yang sama, atau oleh perusahaan yang sama atau perusahaan-perusahaan yang erat terkait di dua tempat, merupakan fungsi pelengkap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan usaha;
|
|
|
|
g.
|
Pasal 14 ayat 1 Konvensi berlaku untuk Pasal 5 ayat 2 huruf (i) P3B Indonesia-Australia sehingga untuk tujuan menentukan periode waktu bentuk usaha tetap konstruksi menurut Pasal 5 ayat 2 huruf (i) P3B Indonesia-Australia:
|
||
|
|
|
a)
|
apabila perusahaan suatu Negara Pihak pada P3B Indonesia-Australia menjalankan kegiatan di Negara Pihak lainnya di suatu tempat yang merupakan bangunan, proyek konstruksi, proyek instalasi atau proyek tertentu lainnya dan kegiatan-kegiatan ini dijalankan melampaui 30 hari namun belum melampaui periode waktu bentuk usaha tetap konstruksi dalam Pasal 5 ayat 2 huruf (i) P3B Indonesia-Australia; dan
|
|
|
|
|
b)
|
apabila kegiatan-kegiatan yang berhubungan dijalankan di Negara Pihak lainnya itu di bangunan, proyek konstruksi atau instalasi, atau tempat lainnya yang sama selama periode waktu yang berbeda, masing-masing melampaui 30 hari, oleh satu atau lebih perusahaan yang erat terkait dengan perusahaan yang disebut pertama,
|
|
|
|
|
periode waktu yang berbeda ini ditambahkan ke periode waktu keseluruhan selama perusahaan yang disebut pertama menjalankan kegiatan di bangunan, proyek konstruksi atau instalasi, atau tempat lainnya itu;
|
||
|
|
h.
|
Pasal 15 ayat 1 Konvensi berlaku untuk Pasal 13 ayat 4 dan Pasal 14 ayat 1 Konvensi sehingga pengertian orang pribadi atau badan yang erat terkait dengan suatu perusahaan adalah orang pribadi atau badan yang:
|
||
|
|
|
1)
|
berdasarkan seluruh fakta dan keadaan terkait, salah satunya memiliki pengendalian atas yang lainnya atau keduanya di bawah pengendalian orang pribadi atau badan yang sama; atau
|
|
|
|
|
2)
|
salah satunya memiliki baik secara langsung maupun tidak langsung lebih dari 50% hak atas yang lainnya (atau, dalam hal perseroan, lebih dari 50% hak suara dan nilai saham perseroan atau hak atas ekuitas perseroan) atau jika orang pribadi atau badan lainnya memiliki baik secara langsung maupun tidak langsung lebih dari 50% hak (atau, dalam hal perseroan, lebih dari 50% hak suara dan nilai saham perseroan atau hak atas ekuitas perseroan) atas orang pribadi atau badan tersebut;
|
|
|
|
i.
|
Pasal 16:
|
||
|
|
|
1)
|
ayat 3 kalimat pertama Konvensi berlaku untuk Pasal 25 ayat 3 P3B Indonesia-Australia sehingga para pejabat yang berwenang harus berusaha untuk menyelesaikan melalui persetujuan bersama setiap kesulitan atau keraguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan P3B Indonesia-Australia; dan
|
|
|
|
|
2)
|
ayat 3 kalimat kedua Konvensi berlaku untuk Pasal 25 ayat 4 P3B Indonesia-Australia sehingga para pejabat yang berwenang dapat berkonsultasi untuk mengeliminasi pemajakan berganda dalam hal tidak diatur dalam P3B Indonesia-Australia.
|
|
|
|
||||
F.
|
Penutup |
||||
|
1.
|
Penerapan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi yang diadopsi oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia dilakukan secara bersamaan dengan penerapan ketentuan-ketentuan dalam P3B Indonesia-Australia. Daftar ketentuan-ketentuan dalam Konvensi yang diadopsi oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia dapat dilihat secara daring pada laman OECD MLI Matching Database.
|
|||
|
2.
|
Naskah hasil modifikasi P3B Indonesia-Australia dalam bahasa Inggris sebagai akibat dari pemberlakuan Konvensi tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Naskah tersebut hanya digunakan untuk memahami dampak pemberlakuan Konvensi terhadap P3B Indonesia-Australia.
|
|||
|
|
||||
Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
|
|||||
|
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Februari 2021 DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
SURYO UTOMO
|