Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
|||||||
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan, permintaan penegasan dan adanya kekurangtepatan penerapan kebijakan pemeriksaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 dan SE-02/PJ.7/2003 tanggal 30 April 2003, serta dalam rangka memberikan pelayanan yang berkualitas kepada Wajib Pajak dan menuju kepada tertib administrasi pengelolaan pemeriksaan, dengan ini diberikan beberapa penegasan sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
||||||
I. |
Umum |
||||||
|
1.
|
Definisi pemeriksaan kantor sebagaimana terdapat dalam angka Romawi I huruf B angka 2 SE-01/PJ.7/2003 dimaksud hanya untuk pemeriksaan atas satu jenis Pajak (single tax audit) sehingga kalimat keseluruhannya berbunyi "Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di KPP atau KP4 (tertentu) atas satu jenis pajak, dalam tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya."
|
|||||
|
2.
|
Dalam pelaksanaan semua pemeriksaan baik Pemeriksaan Lapangan (PL dan PSL) maupun Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) harus dilakukan melalui proses pemberitahuan hasil pemeriksaan sampai dengan persetujuan atau penandatanganan berita acara hasil pemeriksaan (closing conference).
|
|||||
|
3.
|
Meskipun pelaksanaan pemeriksaan terhadap satu jenis Pajak dapat dilakukan melalui pemeriksaan sederhana kantor, namun untuk mencapai hasil yang optimal maka pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan besar di lingkungan KPP PND dan PMB disarankan untuk dilakukan melalui pemeriksaan sederhana lapangan.
|
|||||
|
4.
|
Untuk pengawasan pelaksanaan pemeriksaan, permintaan perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dibuat oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (UP3) dan dikirimkan kepada:
|
|||||
|
|
-
|
Kepala Kantor Wilayah atasannya, dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh KPP atau Karikpa;
|
||||
|
|
-
|
Direktur P4, dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Kelompok Fungsional Kanwil DJP atau Kantor Pusat DJP atau UP3 yang melakukan pemeriksaan khusus berdasarkan instruksi pemeriksaan khusus dari Direktur P4.
|
||||
|
5.
|
Sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan persetujuan, permintaan perpanjangan jangka waktu harus disertai dengan laporan kemajuan pemeriksaan (audit progress report).
|
|||||
|
6.
|
Pemerikasaan ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan prosedur yang berlaku, termasuk usulan pemeriksaan ulang berdasarkan temuan atau hasil pemeriksaan Aparat Pengawas Fungsional.
|
|||||
|
7.
|
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) diterbitkan berdasarkan:
|
|||||
|
|
-
|
Alokasi Daftar Nominatif Wajib Pajak Rutin;
|
||||
|
|
-
|
Alokasi Daftar Nominatif Wajib Pajak Kriteria Seleksi;
|
||||
|
|
-
|
Instruksi/Persetujuan Pemeriksaan Khusus atau Pemerikasaan Ulang;
|
||||
|
|
-
|
Pemberitahuan Perluasan Pemeriksaan;
|
||||
|
|
-
|
Instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan;
|
||||
|
|
-
|
Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi;
|
||||
|
|
-
|
Persetujuan pemeriksaan khusus satu jenis Pajak;
|
||||
|
|
-
|
Persetujuan pemeriksaan tahun berjalan.
|
||||
|
|
|
|
||||
II. |
Pemeriksaan Rutin |
||||||
|
1.
|
Dasar penerbitan LP2 untuk pemeriksaan rutin adalah tembusan surat Kepala Kantor Wilayah tentang alokasi Daftar Nominatif Wajib Pajak pemeriksaan rutin kepada Direktur P4, sehingga LP2 dapat langsung dikirimkan ke UP3 yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah atasannya.
|
|||||
|
2.
|
Dalam kriteria pemeriksaan rutin pada angka Romawi II huruf A angka 4 SE-01/PJ.7/2003 termasuk juga pencabutan NPPKP sehingga dalam kalimat lengkap menjadi "Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib Pajak Badan yang mengajukan permohonan pencabutan NPWP/NPPKP".
|
|||||
|
3.
|
Pemeriksaan rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya, dengan demikian harus menunjukan keadaan Wajib Pajak yang sebenarnya, sehingga Daftar Nominatif Pemeriksaan Rutin seharusnya telah dilengkapi dengan data pendukung dan tidak disalahgunakan, misalnya kriteria pemeriksaan Wajib Pajak pindah dilakukan karena Wajib Pajak benar-benar pindah berdasarkan surat pernyataan pindah atau Surat Keterangan Terdaftar; atau kriteria SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto harus berdasarkan kesalahan sebagaimana dikemukakan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Wajib Pajak.
|
|||||
|
4.
|
Pemeriksaan untuk tujuan penelaahan keberatan atau banding dapat diberikan oleh Direktur P4 atau Kepala Kantor Wilayah atasannya kepada UP3 tertentu yang ditunjuk. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk tujuan penelaahan keberatan dan banding diselesaikan tanpa menerbitkan Nota Penghitungan dan dikirimkan kepada Direktorat atau UP3 yang meminta dilakukannya pemeriksaan.
|
|||||
|
|
|
|||||
III. |
Pemeriksaan Kriteria Seleksi |
||||||
|
Terhadap Wajib Pajak Kriteria Seleksi dengan kode "B" harus dilakukan pemeriksa melalui pemeriksaan lengkap, sedangkan terhadap Wajib Pajak Kriteria Seleksi dengan kode "M" dapat dilakukan melalui pemeriksaan sederhana. Pedoman pelaksanaan tugas tim alokasi Kantor Wilayah untuk pemeriksaan Kriteria Seleksi terdapat pada lampiran 10 SE-01/PJ.7/2003, sehingga proses alokasi harus selalu merujuk kepada ketentuan tersebut. Apabila terdapat permasalahannya atau kendala sehubungan dengan alokasi tersebut maka Tim Alokasi Kanwil harus menginformasikan dan mendiskusikan terlebih dahulu kepada Tim Alokasi Kantor Pusat sebelum mengambil keputusan.
|
||||||
|
|
||||||
IV. |
Pemeriksaan Khusus |
||||||
|
1.
|
Pemeriksaan khusus atas satu atau beberapa jenis sebagaimana dimaksud dalam angka Romawi IV huruf A SE-01/PJ.7/2003, harus mencakup pemeriksaan terhadap PPh Badan/Orang Pribadi. Sedangkan pemeriksaan yang tidak mencakup pemeriksaan terhadap PPh Badan/Orang Pribadi (PPN atau PPh Pemotongan/pemungutan) dilakukan melalui pemeriksaan khusus satu jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam angka Romawi IX butir 4 SE-01/PJ.7/2003.
|
|||||
|
2.
|
Dalam usulan pemeriksaan khusus yang disampaikan kepada Direktur P4, Kepala Kantor Wilayah menunjuk UP3 yang akan melaksanakan pemeriksaan sehingga Lampiran II SE-01/PJ.7/2003 disempurnakan menjadi sebagaimana dimaksud dalam formulir pada Lampiran I.
|
|||||
|
|
|
|||||
V. |
Pemeriksaan Lokasi |
||||||
|
Apabila dalam instruksi/persetujuan pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dinyatakan perlu dilakukan penelaahan (review) maka pemeriksaan lokasi harus diselesaikan oleh UP3 lokasi sesuai dengan waktu yang ditentukan tanpa dilakukan review oleh UP3 Domisili.
|
||||||
|
|
||||||
VI. |
Lain-lain |
||||||
|
1.
|
Kepala Kantor Wilayah harus mengawasi pelaksanaan pemeriksaan baik secara administratif maupun prosedural, serta menyusun dan mensosialisasikan rencana pemeriksaan nasional tahun 2003 untuk masing-masing UP3 di wilayahnya sesuai SE-10/PJ.7/2002 tanggal 30 Desember 2002. Apabila jumlah pemeriksaan diperkirakan tidak dapat mencukupi sesuai dengan rencana pemeriksaan nasional, Kepala Kantor Wilayah dapat mengajukan permintaan tambahan pemeriksaan Kriteria Kriteria Seleksi kepada Direktur P4 dengan mengirimkan hanya jumlah Wajib Pajak yang diperlukan (tanpa daftar nominatif). Berdasarkan surat Kepala Kantor Wilayah tersebut, sistem Kriteria Seleksi akan memproses dan mengeluarkan daftar Wajib Pajak sesuai dengan jumlah yang diminta secara komputerisasi.
|
|||||
|
2.
|
Agar tidak terlalu mengganggu kegiatan bisnis perusahaan, pelaksanaan pemeriksaan sederhana yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk beberapa atau seluruh jenis pajak dalam tahun pajak yang sama agar dilakukan secara terkoordinasi antar seksi. Untuk itu, Kepala KPP menerbitkan satu Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) dan menunjuk salah satu kepala seksi yang ikut dalam pemeriksaan sebagai ketua kelompok (supervisor). Mengingat tanggung jawab pemeriksaan satu jenis pajak sepenuhnya ada pada Kepala Kantor Wilayah maka Kepala Kantor Wilayah harus menyusun perencanaan dan melakukan pengawasan sebaik-baiknya agar terhadap Wajib Pajak yang sudah direncanakan termasuk ke dalam pemeriksaan satu jenis Pajak (single tax audit) tidak dilakukan pemeriksaan untuk jenis Pajak lainnya pada masa pajak yang bersamaan kecuali terdapat data yang akurat sehingga dapat menambah pajak yang terutang. Apabila memungkinkan, pelaksanaan pemeriksaan beberapa jenis Pajak agar dilakukan bersamaan dengan satu SP3.
|
|||||
|
3.
|
Apabila terhadap satu Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan untuk satu atau beberapa jenis pajak, kemudian diterbitkan SP3 untuk pemeriksaan lengkap maka pemeriksaan atas satu atau beberapa jenis pajak dapat dibatalkan untuk diteruskan oleh UP3 yang akan melakukan pemeriksaan lengkap. semua buku, catatan dan dokumen Wajib Pajak serta Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) yang sudah dibuat agar diserahkan kepada UP3 lengkap. Apabila dalam kasus yang sama, kemudian diterbitkan SP3 untuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan terhadap seluruh jenis Pajak (all taxes), Tim yang melakukan pemeriksaan untuk satu atau beberapa jenis Pajak agar menjadi bagian dari Tim Pemeriksaan Sederhana Lapangan (all taxes).
|
|||||
|
4.
|
Kode pemeriksaan dipergunakan sebagai sarana pengawasan pemeriksaan, sehingga setiap SP3 yang diterbitkan harus menggunakan kode tersebut. Pemeriksa wajib menjelaskan maksud dan tujuan dilakukannya pemerikasaan kepada Wajib Pajak sesuai dengan kode pemeriksa.
|
|||||
|
5.
|
Untuk mendukung pengawasan pemeriksaan dengan dijalankannya Sistem Pengawasan Administrasi Pemeriksaan Pajak (SPAP) berdasarkan SE-03/PJ.7/2003 tanggal 14 Agustus 2003, kode pemeriksaan dalam lampiran 9 SE-01/PJ.7/2003 disempurnakan dan disesuaikan sebagaimana lampiran 2. Dengan demikian, semua SP3 yang terbit terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2003, harus menggunakan kode pemeriksaan yang baru.
|
|||||
|
6.
|
Semua Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sehubungan dengan pemerikasaan pajak yang dinyatakan tidak berlaku lagi termasuk yang tercakup dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.7/2002 tanggal 01 Agustus 2002 tidak dapat dipergunakan sebagai dasar pelaksanaan dan pelaporan pemeriksaan.
|
|||||
|
|
|
|||||
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
|
|||||||
|
|||||||
26 September 2003
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMO
|