Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pemeriksaan serta sejalan dengan program modernisasi Direktorat Jenderal Pajak, dipandang perlu untuk menetapkan rencana pemeriksaan nasional dan kebijakan umum pemeriksaan tahun 2007, yaitu sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
I.
|
RENCANA PEMERIKSAAN NASIONAL
|
|||||||||||||||||||||||||
|
Rencana pemeriksaan nasional dimaksudkan agar pemeriksaan dapat berlangsung dengan efisien dan tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan kinerja pemeriksaan. Dalam tahun 2007, rencana pemeriksaan akan diarahkan pada pemeriksaan yang berbasiskan risiko (risk based audit) diantaranya mengacu pada:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
Perbandingan laba bruto usaha dengan peredaran usaha per Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU),
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
Frekuensi pemeriksaan pajak; dan
|
||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
Pemanfaatan data eksternal.
|
||||||||||||||||||||||||
|
Rencana pemeriksaan nasional tahun 2007 disusun dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
A.
|
FOKUS PEMERIKSAAN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Pemeriksaan dalam tahun 2007 terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan difokuskan pada Wajib Pajak dengan klasifikasi lapangan usaha yang memberikan kontribusi penerimaan yang signifikan pada tahun pajak 2006 yang antara lain memenuhi kriteria:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
persentase laba bruto usaha di bawah rata-rata persentase laba kotor klasifikasi lapangan usaha yang bersangkutan; atau
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
belum pernah dilakukan pemeriksaan untuk lima tahun pajak terakhir.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi antara lain difokuskan pada Wajib Pajak yang memenuhi kriteria:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
berdasarkan data diindikasikan bahwa SPT Tahunan PPh yang disampaikan tidak benar;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
para pejabat dan tokoh yang menjadi panutan masyarakat yang diindikasikan bahwa pemenuhan kewajiban perpajakannya dilakukan tidak sebagaimana mestinya.
|
||||||||||||||||||||||
|
B.
|
TARGET PEMERIKSAAN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Target pemeriksaan tahun 2007 terdiri dari:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
jumlah Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang harus diselesaikan oleh masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (UP3), yaitu minimal sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 1. Target tersebut ditetapkan dengan memperhatikan jumlah pemeriksa menurut Sistem Informasi Manajemen Pemeriksaan Pajak (SIMPP) pada masing-masing UP3; dan
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
jumlah penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan per Kantor Wilayah, yaitu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 2. Berdasarkan target penerimaan tersebut, Kepala Kantor Wilayah diminta untuk mengalokasikan target penerimaan pada tiap-tiap UP3 yang berada di lingkungan Kanwil yang bersangkutan.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Target penyelesaian SP3 hanya mencakup penyelesaian pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan urutan prioritas kriteria pemeriksaan sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
pemeriksaan rutin SPT Lebih Bayar;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
pemeriksaan khusus;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
c.
|
pemeriksaan kriteria seleksi; dan
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
d.
|
pemeriksaan rutin lainnya.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
3.
|
Target penyelesaian SP3 mencakup ruang lingkup pemeriksaan untuk:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
seluruh jenis pajak (all taxes), dan
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
satu jenis pajak (single tax audit), yaitu pemeriksaan SPT Masa PPN Lebih Bayar (kompensasi/restitusi) dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 Lebih Bayar.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
4.
|
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
5.
|
Target pemeriksaan dalam rencana pemeriksaan nasional tidak termasuk Pemeriksaan untuk Tujuan Lain.
|
|||||||||||||||||||||||
|
C.
|
ANALISIS RISIKO
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
Untuk mencapai target pemeriksaan, pemilihan SPT Wajib Pajak yang diperiksa dilakukan berdasarkan analisis risiko. Analisis risiko merupakan cara yang efektif untuk mengarahkan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan, sehingga analisis risiko harus dilakukan dengan mengaitkan data akurat tertentu terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Selain untuk menentukan Wajib Pajak yang akan diperiksa, analisis risiko juga digunakan sebagai dasar untuk menetapkan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan untuk masing-masing jenis pemeriksaan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
D.
|
TUNGGAKAN PEMERIKSAAN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pemeriksaan, setiap Kepala UP3 harus melakukan monitoring penyelesaian pemeriksaan dan harus mengupayakan agar tunggakan SP3 setiap saat pada masing-masing UP3 maksimal sebesar 30% dari target pemeriksaan selama 1 (satu Tahun).
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Jika tunggakan SP3 pada suatu UP3 melebihi batas maksimal 30%, terhadap UP3 yang bersangkutan tidak dapat diberikan penugasan pemeriksaan (LP2) baru, kecuali untuk pemeriksaan SPT Lebih Bayar atau berdasarkan pertimbangan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
Dalam merencanakan, mengalokasikan, dan mengawasi pelaksanaan pemeriksaan, para Kepala Kantor Wilayah harus mengacu pada rencana pemeriksaan nasional sehingga pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan rencana.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
II.
|
KEBIJAKAN UMUM PEMERIKSAAN
|
|||||||||||||||||||||||||
|
Dalam rangka mendukung pelaksanaan rencana pemeriksaan nasional serta mempertimbangkan tingginya tunggakan pemeriksaan nasional yang menurut aplikasi SIMPP per 1 Januari 2007 sebanyak 47.184, dengan ini disampaikan kebijakan umum pemeriksaan sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
A.
|
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Untuk menghindari Wajib Pajak diperiksa berulang-ulang untuk tahun pajak yang sama atas jenis pajak yang berbeda, pada prinsipnya ruang lingkup pemeriksaan meliputi seluruh jenis pajak (all taxes), kecuali Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Pada prinsipnya pemeriksaan dilaksanakan melalui Pemeriksaan Lengkap atau Pemeriksaan Sederhana Kantor, kecuali pemeriksaan terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar, SPT Tahunan PPh Pasal 21 Lebih Bayar, dan pemeriksaan oleh KPP yang belum menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
3.
|
Jangka waktu pemeriksaan dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan harus dilakukan sesuai dengan:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.03/2006;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor kep-142/PJ/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-173/PJ/2006;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
c.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-123/PJ/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-176/PJ/2006;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
d.
|
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2006 tentang Penegasan Atas Pembahasan Hasil Pemeriksaan.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
4.
|
Untuk kepentingan manajemen penyelesaian pemeriksaan, Kepala Kantor Wilayah dapat merelokasi tenaga fungsional pemeriksa dari satu UP3 ke UP3 lainnya dalam wilayah kerjanya yang bersifat bantuan sementara (ad hoc) dan memberitahukan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak dan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
|
|||||||||||||||||||||||
|
B. |
AUDIT PROTOCOL
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Pada masa mendatang akan mulai diterapkan audit protocol dalam proses pemeriksaan terhadap Wajib Pajak tertentu, seperti Wajib Pajak pada sektor migas dan industri perbankan. Audit protocol merupakan kesepakatan tertulis yang dibuat dan ditandatangani antara pemeriksa dengan Wajib Pajak pada tahap awal pemeriksaan yang digunakan oleh kedua belah pihak sebagai kerangka kerja pelaksanaan pemeriksaan.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Audit protocol memberikan manfaat antara lain:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan, yaitu mempersingkat jangka waktu pemeriksaan, transparan, komunikatif, dan bersifat konsultatif;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
meningkatkan efisiensi sumber daya yang dialokasikan dalam kegiatan pemeriksaan, baik bagi Wajib Pajak maupun pemeriksa; dan
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
c.
|
meningkatkan produktivitas pemeriksa sehingga tax audit coverage ratio menjadi semakin tinggi.
|
||||||||||||||||||||||
|
C.
|
TEKNIK SAMPLING
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
Teknik Sampling merupakan alat atau sarana untuk membantu pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan agar lebih efektif dan efisien. Pada saat ini pedoman penerapan teknik sampling dalam pemeriksaan telah diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.7/1999 tentang Perlakuan dan Pendekatan Pemeriksaan Terhadap Golongan Wajib Pajak serta Penerapan Teknik Sampling dalam Pemeriksaan Pajak. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan pemeriksaan yang selama ini dilakukan diketahui bahwa pedoman tersebut nampaknya sulit diterapkan. Oleh karena itu, saat ini sedang disusun pedoman penerapan teknik sampling dalam pemeriksaan yang diharapkan lebih mudah untuk digunakan oleh para pemeriksa.
|
||||||||||||||||||||||||
|
D.
|
PEMERIKSA RUTIN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Pemeriksaan Rutin diprioritaskan terhadap SPT yang menyatakan lebih bayar.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Terhadap SPT Tahunan PPh Lebih Bayar yang diterima oleh KPP, harus dibuatkan rekapitulasinya beserta target penyelesaiannya dan dikirimkan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan c.q Subdirektorat Perencanaan Pemeriksaan setiap 3 (tiga) bulan sekali.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
3.
|
Atas SPT Tahunan PPh Pasal 21 Lebih Bayar dan SPT Masa PPN Lebih Bayar (Kompensasi/restitusi) tiap kepala UP3 harus melakukan pengawasan atas penyelesaiannya.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
4.
|
Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar diprioritaskan yang memiliki potensi penerimaan pajak yang signifikan, atau yang akan daluwarsa, atau pada saat rugi tersebut dikompensasikan.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
5.
|
Sebelum memberikan persetujuan atas Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh suatu tahun pajak, Kepala Kantor Wilayah harus memperhatikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar tahun-tahun pajak sebelumnya yang belum dilakukan pemeriksaan.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
6.
|
Dalam hal ditemukan adanya SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar tahun-tahun pajak sebelumnya, pemeriksaanya harus diperluas ke tahun-tahun pajak tersebut.
|
|||||||||||||||||||||||
|
E.
|
PEMERIKSAAN KHUSUS
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Tata cara pemeriksaan khusus harus dilakukan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.04/2007 tentang Kebijakan Pemeriksaan Khusus.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Selain berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.04/2007 tentang Kebijakan Pemeriksaan Khusus, usulan pemeriksaan khusus juga dilakukan sehubungan dengan:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
Wajib Pajak yang data dan informasinya telah ditindaklanjuti dengan Optimalisasi Pemanfaatan Data Perpajakan (OPDP) sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2007; atau
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak dari sektor tertentu yang data dan informasinya telah ditindaklanjuti dengan aktivitas himbauan dan counseling.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
3.
|
Usulan pemeriksaan khusus berdasarkan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2, dikirimkan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menggunakan formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran 3.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
4.
|
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan menerbitkan surat persetujuan pemeriksaan khusus dengan kriteria data/informasi yang telah ditindaklanjuti dengan aktivitas himbauan/klarifikasi dan/atau counseling (kode pemeriksaan 1901 atau 1902) dan Lembar Penugasan Pemeriksaan diterbitkan melalui SIMPP.
|
|||||||||||||||||||||||
|
F.
|
PEMERIKSAAN KRITERIA SELEKSI
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
Pemeriksaan Kriteria Seleksi dilaksanakan terhadap SPT Tahunan PPh yang terpilih untuk diperiksa berbasiskan risiko (risk based audit). Risk based audit dihitung dari tax revenue at risk berdasarkan rasio tertentu, tax gap, kepatuhan, dan audit history yang diproses secara sistem (computerized).
|
||||||||||||||||||||||||
|
G.
|
PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Kriteria Pemeriksaan untuk Tujuan Lain adalah sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ.7/2005 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain, yaitu:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
c.
|
penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
d.
|
penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
e.
|
Penagihan Pajak;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
f.
|
keberatan;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
g.
|
penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
h.
|
pertukaran informasi dengan negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B); dan
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
i.
|
tujuan lain selain yang tersebut dalam huruf a sampai dengan huruf h.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Pemeriksaan untuk Tujuan Lain dengan kriteria penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, harus dilakukan dengan memperhatikan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.04/2007 tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Rangka Penghapusan NPWP/Pencabutan PKP.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
3.
|
Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1, Pemeriksaan untuk Tujuan Lain juga meliputi pemeriksaan dalam rangka:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
penetapan saat dimulainya produksi komersial atau penetapan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-67/PJ/2007 tentang Tata cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
c.
|
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan; dan/atau
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
d.
|
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
4.
|
Mengingat Pemeriksaan untuk Tujuan Lain pada prinsipnya dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan oleh pejabat fungsional pemeriksa pajak atau pegawai selain pejabat fungsional pemeriksa pajak yang memiliki keahlian di bidang pemeriksaan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor.
|
|||||||||||||||||||||||
|
H.
|
PEMERIKSAAN TERHADAP KEWAJIBAN PERPAJAKAN WAJIB PAJAK LOKASI
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi dapat dilakukan oleh UP3 Lokasi berdasarkan permintaan dari UP3 Domisili atau memenuhi kriteria Pemeriksaan Rutin.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi karena permintaan dari UP3 Domisili dilakukan dengan mengacu pada kriteria pemeriksaan yang dilakukan oleh UP3 Domisili, yaitu Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Khusus, atau Pemeriksaan Kriteria Seleksi.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
3.
|
Apabila Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) all taxes telah diterbitkan untuk UP3 Domisili, LP2 untuk pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi dapat diterbitkan jika UP3 Domisili mengirimkan surat permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi kepada UP3 Lokasi dan surat permintaan tersebut direkam ke dalam SIMPP dan divalidasi oleh UP3 Domisili.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
4.
|
Surat permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi harus dibuat dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak Domisili dengan menggunakan formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran 4.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
5.
|
UP3 Domisili dapat meminta pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi apabila pemeriksaan yang dilakukan oleh UP3 Domisili adalah Pemeriksaan Lapangan.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
6.
|
Dalam hal UP3 Domisili melakukan pemeriksaan khusus all taxes berdasarkan persetujuan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan karena adanya usulan dari UP3 Lokasi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.04/2007 tentang Kebijakan Pemeriksaan Khusus, UP3 Domisili harus meminta kepada Kepala UP3 Lokasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
7.
|
Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh UP3 Domisili yang wilayah kerjanya seluruh Indonesia yaitu Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, UP3 di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus, pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan oleh UP3 Domisili tanpa melakukan permintaan pemeriksaan kepada kepala UP3 Lokasi.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
8.
|
Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh UP3 Domisili yang wilayah kerjanya meliputi satu Kanwil, yaitu KPP Madya dan Kantor Wilayah, pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi di dalam wilayah kerjanya harus dilakukan oleh UP3 Domisili tanpa melakukan permintaan pemeriksaan kepada Kepala UP3 Lokasi.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
9. |
Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh UP3 Domisili selain UP3 sebagaimana dimaksud pada angka 7, permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi (untuk KPP Madya dan Kanwil adalah yang berada di luar wilayah kerjanya) dapat dilakukan oleh UP3 Domisili, terutama dalam hal lokasi kegiatan usaha (seperti pabrik, tempat penjualan) yang dominan terdapat di wilayah UP3 Lokasi.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
10.
|
UP3 Domisili sebagaimana dimaksud pada angka 9 dapat melakukan pemeriksaan di lokasi kegiatan usaha di wilayah UP3 Lokasi dengan mengajukan izin kepada Kepala Kantor Wilayah atasannya dengan menggunakan formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran 5, dan pemberian izin dari Kepala Kantor Wilayah dilakukan dengan menggunakan formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran 6.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
11.
|
Dalam hal UP3 Domisili melakukan pemeriksaan di lokasi kegiatan usaha di wilayah UP3 Lokasi, surat permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi harus disampaikan kepada Kepala UP3 Lokasi setelah Kepala UP3 Domisili memperoleh izin dari Kepala Kantor Wilayah atasannya.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
12.
|
Setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Wilayah atasannya, pemeriksaan di lokasi kegiatan usaha di wilayah UP3 Lokasi oleh tim pemeriksa dari UP3 Domisili harus dilakukan secara bersamaan dengan tim pemeriksa dari UP3 Lokasi.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
13.
|
Satu eksemplar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) hasil pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi yang dilakukan berdasarkan permintaan dari UP3 Domisili harus dikirimkan kepada Kepala UP3 Domisili sesuai dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam surat permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi.
|
|||||||||||||||||||||||
|
I.
|
AKTIVITAS PENDUKUNG PEMERIKSAAN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
Selama tahun 2006, aktivitas pendukung pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ.7/2004 tanggal 16 Juni 2004 belum dilakukan secara optimal. Dalam tahun 2007, aktivitas pendukung pemeriksaan harus dilakukan dan laporan hasil evaluasi atas pelaksanaan aktivitas pendukung pemeriksaan harus dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang diatur pada huruf A angka 2 surat edaran tersebut.
|
||||||||||||||||||||||||
|
J.
|
MANAJEMEN PEMERIKSAAN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
SIMPP merupakan sarana untuk melakukan manajemen pemeriksaan. Dalam rangka tertib administrasi pemeriksaan, setiap UP3 harus memanfaatkan aplikasi tersebut. Ketertiban perekaman dalam SIMPP digunakan sebagai salah satu dasar evaluasi untuk mengalokasikan penugasan pemeriksaan. Oleh karena itu, setiap Kepala UP3 harus mengawasi perekaman ke dalam SIMPP.
|
||||||||||||||||||||||||
|
K.
|
PENGAWASAN PEMERIKSAAN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
Untuk menjamin agar pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan untuk memastikan bahwa pemeriksaan dapat memberikan efek jera serta memberi kontribusi terhadap penerimaan, tugas pengawasan pelaksanaan pemeriksaan oleh UP3 dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah. Pengawasan pemeriksaan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dilakukan melalui SIMPP dan selanjutnya digunakan sebagai salah satu dasar untuk melakukan evaluasi kinerja pemeriksaan untuk tiap UP3.
|
||||||||||||||||||||||||
|
L.
|
PENILAIAN KINERJA PEMERIKSAAN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
Untuk melakukan penilaian kinerja pemeriksaan, selain menggunakan indikator sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ.22/2006 tentang Key Performance Indicator (KPI), digunakan indikator tambahan, yaitu:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Ketepatan Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
Mengukur kinerja dalam menyelesaikan pemeriksaan yang dihitung dengan membandingkan jumlah LHP yang diselesaikan tepat waktu (tidak termasuk perpanjangan jangka waktu pemeriksaan) dengan jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan yang diselesaikan dalam semester tertentu. Untuk melakukan penilaian tersebut, setiap akhir semester Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan akan menggunakan data penyelesaian pemeriksaan pada tiap UP3 berdasarkan SIMPP. |
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Hasil Kuesioner Pemeriksaan
Mengukur ketaatan pemeriksa dalam melaksanakan prosedur pemeriksaan berdasarkan hasil evaluasi dari Wajib Pajak melalui kuesioner yang dikirimkan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan sebagaimana diatur dalam SE-10/PJ.7/2006 tentang Penegasan Penegasan Atas Pembahasan Hasil Pemeriksaan. |
|||||||||||||||||||||||
|
M.
|
PENYELESAIAN PEMERIKSAAN
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
Mempertimbangkan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2006 tentang Kebijakan Umum Pemeriksaan Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-142/PJ/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-173/PJ/2006, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-123/PJ/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-176/PJ/2006 serta dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
Terhadap surat persetujuan/instruksi pemeriksaan khusus, surat penugasan pemeriksaan rutin/tujuan lain, surat alokasi pemeriksaan kriteria seleksi yang diterbitkan sebelum tanggal 1 Januari 2007 yang sampai dengan tanggal Surat Edaran ini belum ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) atau sudah ditindaklanjuti dengan penerbitan SP3 tetapi Surat Pemberitahuan Pemeriksaannya belum disampaikan kepada Wajib Pajak, pemeriksaannya dibatalkan.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
Terhadap surat persetujuan/instruksi pemeriksaan khusus, surat penugasan pemeriksaan rutin/tujuan lain, surat alokasi pemeriksaan kriteria seleksi yang diterbitkan selama tahun 2006 yang Surat Pemberitahuan Pemeriksaannya telah disampaikan kepada Wajib Pajak tetapi sampai dengan tanggal Surat Edaran ini belum selesai, sedangkan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan telah terlampaui, Kepala UP3 harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan dengan cara:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
penerbitan skp sesuai dengan data yang ada setelah terlebih dahulu menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
ditingkatkan ke pemeriksaan bukti permulaan apabila terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan; atau
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
c.
|
membuat laporan pemeriksaan sumir dalam hal Wajib Pajak tidak ditemukan.
|
||||||||||||||||||||||
Kepala Kantor Wilayah harus mengawasi pelaksanaan tindak lanjut pemeriksaan tersebut. | ||||||||||||||||||||||||||
|
|
3.
|
Terhadap surat persetujuan/instruksi pemeriksaan khusus, surat penugasan pemeriksaan rutin/tujuan lain, surat alokasi pemeriksaan kriteria seleksi yang diterbitkan sebelum tanggal 1 Januari 2006 yang Surat Pemberitahuan Pemeriksaannya telah disampaikan kepada Wajib Pajak, namun sampai dengan Surat Edaran ini diterima, konsep Laporan Hasil Pemeriksaan belum selesai dibuat, pemeriksaannya dihentikan dengan membuat LHP Sumir. LHP Sumir harus diselesaikan dan direkam ke dalam SIMPP paling lambat tanggal 16 Agustus 2007.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
4.
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 3 tidak berlaku untuk:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
a.
|
Pemeriksaan Rutin karena SPT Tahunan/Masa Lebih Bayar;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
b.
|
Pemeriksaan Rutin karena SPT Tahunan menyatakan Rugi;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
c.
|
Pemeriksaan Rutin karena penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
d.
|
Pemeriksaan Rutin karena adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
e.
|
Pemeriksaan Tujuan Lain dalam rangka Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan PKP;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
f.
|
Pemeriksaan Khusus karena Pengaduan Masyarakat atau terdapat indikasi transfer pricing.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
5.
|
Terhadap pemeriksaan yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilaporkan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menggunakan formulir pada Lampiran 7. Laporan tersebut digunakan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan sebagai dasar untuk melakukan pembatalan terhadap persetujuan pemeriksaan/instruksi pemeriksaan termasuk LP2-nya sehingga setiap UP3 harus melakukan verifikasi atas validitas laporan yang disampaikan.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
6.
|
Terhadap pemeriksaan yang telah dihentikan sebagaimana dimaksud pada angka 3, apabila menurut pertimbangan Kepala UP3 ternyata memiliki potensi penerimaan pajak yang signifikan, Kepala UP3 agar mengusulkan kembali pemeriksaannya melalui prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.7/2005 tentang Kebijakan Pemeriksaan Rutin atau Surat Edaran Direktur Jenderal pajak Nomor SE-02/PJ.04/2007 tentang Kebijakan Pemeriksaan Khusus.
|
|||||||||||||||||||||||
|
N.
|
AKTIVITAS LAINNYA
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
Kepala UP3 turut bertanggung jawab atas pelunasan surat ketetapan pajak yang merupakan hasil pemeriksaannya. Terkait dengan hal tersebut, untuk membantu pelaksanaan penagihan aktif, segera setelah dilakukan pemeriksaan, pemeriksa harus membuat Daftar Harta Kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan prioritas berupa monetary assets seperti deposito berjangka, tabungan, giro, piutang atau tagihan, saham, obligasi, dan surat berharga lainnya. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh KPP, daftar harta tersebut disampaikan secara langsung kepada Kepala Seksi Penagihan. Apabila pemeriksaan dilakukan oleh selain KPP, daftar tersebut disampaikan kepada Kepala KPP c.q Kepala Seksi Penagihan. Disamping itu, daftar tersebut juga dilampirkan pada LHP.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat-surat Edaran yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran ini.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
25 Juli 2007
Direktur Jenderal, ttd. Darmin Nasution |