Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
|
||||||
|
|
|||||
Menimbang |
||||||
a.
|
bahwa dalam melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan, dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak tersebut diperlukan pemberian akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan;
|
|||||
b.
|
bahwa saat ini masih terdapat keterbatasan akses bagi otoritas perpajakan Indonesia untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan yang diatur dalam undang-undang di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya, yang dapat mengakibatkan kendala bagi otoritas perpajakan dalam penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak;
|
|||||
c.
|
bahwa Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017;
|
|||||
d.
|
bahwa apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis (fail to meet its commitment), yang akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal;
|
|||||
e.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, dan mengingat adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera memberikan akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan;
|
|||||
|
|
|||||
Mengingat |
||||||
Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||
Menetapkan |
||||||
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN.
|
||||||
|
||||||
Pasal 1 |
||||||
Akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan meliputi akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
|
||||||
Pasal 2 |
||||||
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
|
|||||
(2)
|
Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak:
|
|||||
|
a.
|
laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan; dan
|
||||
|
b.
|
laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan,
|
||||
|
yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain dimaksud selama satu tahun kalender.
|
|||||
(3) | Laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: | |||||
|
a.
|
identitas pemegang rekening keuangan;
|
||||
|
b.
|
nomor rekening keuangan;
|
||||
|
c.
|
identitas lembaga jasa keuangan;
|
||||
|
d.
|
saldo atau nilai rekening keuangan; dan
|
||||
|
e.
|
penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.
|
||||
(4)
|
Dalam rangka penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan prosedur identifikasi rekening keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
|
|||||
(5)
|
Prosedur identifikasi rekening keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit meliputi kegiatan:
|
|||||
|
a.
|
melakukan verifikasi untuk menentukan negara domisili untuk kepentingan perpajakan bagi pemegang rekening keuangan, baik orang pribadi maupun entitas;
|
||||
|
b.
|
melakukan verifikasi untuk menentukan pemegang rekening keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan pemegang rekening keuangan yang wajib dilaporkan;
|
||||
|
c.
|
melakukan verifikasi untuk menentukan rekening keuangan yang dimiliki oleh pemegang rekening keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan rekening keuangan yang wajib dilaporkan;
|
||||
|
d.
|
melakukan verifikasi terhadap entitas pemegang rekening keuangan untuk menentukan pengendali entitas dimaksud merupakan orang pribadi yang wajib dilaporkan; dan
|
||||
|
e.
|
melakukan dokumentasi atas kegiatan yang dilakukan dalam rangka prosedur identifikasi rekening keuangan, termasuk menyimpan dokumen yang diperoleh atau digunakan.
|
||||
(6)
|
Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperbolehkan melayani:
|
|||||
|
a.
|
pembukaan rekening keuangan baru bagi nasabah baru; atau
|
||||
|
b.
|
transaksi baru terkait rekening keuangan bagi nasabah lama,
|
||||
|
yang menolak untuk mematuhi ketentuan identifikasi rekening keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
|||||
(7)
|
Dalam hal diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memperoleh atau menyelenggarakan dokumentasi dalam bahasa lain selain Bahasa Indonesia, harus memberikan terjemahan dokumentasi dimaksud ke dalam Bahasa Indonesia.
|
|||||
(8)
|
Dalam hal lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kewajiban merahasiakan tersebut tidak berlaku dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
|
|||||
Pasal 3 |
||||||
(1)
|
Kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan dengan:
|
|||||
|
a.
|
mekanisme elektronik melalui Otoritas Jasa Keuangan bagi lembaga jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), untuk laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a;
|
||||
|
b.
|
mekanisme non-elektronik sepanjang mekanisme elektronik belum tersedia, kepada Direktur Jenderal Pajak, bagi lembaga jasa keuangan lainnya dan entitas lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), untuk laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; dan
|
||||
|
c.
|
mekanisme non-elektronik sepanjang mekanisme elektronik belum tersedia, kepada Direktur Jenderal Pajak, untuk laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b.
|
||||
(2)
|
Dalam hal terdapat perubahan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat menentukan mekanisme lain setelah mendapat pertimbangan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
|
|||||
(3) |
Terhadap penyampaian laporan melalui mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||||
|
a.
|
lembaga jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum batas waktu berakhirnya periode pertukaran informasi keuangan antara Indonesia dengan negara atau yurisdiksi lain berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan; dan
|
||||
|
b.
|
Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum batas waktu berakhirnya periode pertukaran informasi keuangan antara Indonesia dengan negara atau yurisdiksi lain berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
|
||||
(4)
|
Penyampaian laporan melalui mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun kalender.
|
|||||
Pasal 4 |
||||||
(1)
|
Selain menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan dari lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain.
|
|||||
(2)
|
Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain wajib memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||
(3)
|
Informasi keuangan yang tercantum dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||||
Pasal 5 |
||||||
Berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan, Menteri Keuangan berwenang melaksanakan pertukaran informasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan/atau informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dengan otoritas yang berwenang di negara atau yurisdiksi lain. | ||||||
Pasal 6 |
||||||
(1)
|
Menteri Keuangan dan/atau pegawai Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan akses dan pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
|
|||||
(2)
|
Pimpinan dan/atau pegawai Otoritas Jasa Keuangan yang memenuhi kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, tidak dapat dituntut secara pidana dan/atau digugat secara perdata.
|
|||||
(3)
|
Pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan, pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan lainnya, dan pimpinan dan/atau pegawai entitas lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang memenuhi kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dan/atau pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), tidak dapat dituntut secara pidana dan/atau digugat secara perdata.
|
|||||
Pasal 7 |
||||||
(1)
|
Pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan, pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan lainnya, dan pimpinan dan/atau pegawai entitas lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), yang:
|
|||||
|
a.
|
tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
|
||||
|
b.
|
tidak melaksanakan prosedur identifikasi rekening keuangan secara benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4); dan/atau
|
||||
|
c
|
tidak memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
|
||||
|
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
|
|||||
(2)
|
Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan entitas lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), yang:
|
|||||
|
a.
|
tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
|
||||
|
b.
|
tidak melaksanakan prosedur identifikasi rekening keuangan secara benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4); dan/atau
|
||||
|
c.
|
tidak memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
|
||||
|
dipidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
|
|||||
(3)
|
Setiap orang yang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dari informasi yang wajib disampaikan dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
|
|||||
|
||||||
Pasal 8 |
||||||
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku:
|
||||||
1.
|
Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 35A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||||
2.
|
Pasal 40 dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
|
|||||
3.
|
Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608);
|
|||||
4.
|
Pasal 17, Pasal 27, dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232); dan
|
|||||
5.
|
Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867),
|
|||||
dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
|
||||||
|
||||||
Pasal 9 |
||||||
Dalam hal diperlukan petunjuk teknis mengenai akses dan pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, Menteri Keuangan dapat menerbitkan Peraturan Menteri.
|
||||||
|
||||||
Pasal 10 |
||||||
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||||||
|
||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2017
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
JOKO WIDODO
pada tanggal 8 Mei 2017
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
YASONNA H. LAOLY
|