Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
|
||
|
|
|
Menimbang |
||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 559 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Pasal 5 ayat (7) dan Pasal 6 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan serta dalam rangka penerbitan persetujuan impor komoditas perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) dan pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan dan menjamin ketersediaan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Neraca Komoditas.
|
||
|
|
|
Mengingat |
||
1.
|
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
|
|
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6639);
|
|
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6640);
|
|
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6641);
|
|
6.
|
Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2018 tentang Indonesia National Single Window (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 85).
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
PERATURAN PRESIDEN TENTANG NERACA KOMODITAS.
|
||
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
||
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
|
||
1.
|
Neraca Komoditas adalah data dan informasi yang memuat situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional.
|
|
2.
|
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
|
|
3.
|
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
|
|
4.
|
Rencana Kebutuhan adalah rincian data dan informasi terkait kebutuhan dari suatu komoditas sebagai Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri, Barang Konsumsi, dan komoditas selain digunakan sebagai Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri.
|
|
5.
|
Rencana Pasokan adalah rincian data dan informasi terkait pasokan dari suatu komoditas yang berasal dari ketersediaan/stok dan/atau hasil produksi.
|
|
6.
|
Persetujuan Ekspor adalah persetujuan yang digunakan sebagai perizinan di bidang Ekspor.
|
|
7.
|
Persetujuan Impor adalah persetujuan yang digunakan sebagai perizinan di bidang Impor.
|
|
8.
|
Bahan Baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
|
|
9.
|
Bahan Penolong adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang fungsinya sempurna sesuai parameter produk yang diharapkan.
|
|
10.
|
Barang Konsumsi adalah barang yang digunakan untuk keperluan konsumsi penduduk.
|
|
11.
|
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
|
|
12.
|
Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat INSW adalah integrasi sistem secara nasional yang memungkinkan dilakukannya penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron, dan penyampaian keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
13.
|
Sistem INSW yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan Ekspor dan/atau Impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
|
|
14.
|
Sistem Nasional Neraca Komoditas yang selanjutnya disebut SNANK adalah subsistem dari SINSW untuk proses penyusunan dan pelaksanaan Neraca Komoditas.
|
|
15.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||
(1)
|
Neraca Komoditas bertujuan untuk:
|
|
|
a.
|
mendukung penyederhanaan dan transparansi perizinan di bidang Ekspor dan di bidang Impor;
|
|
b.
|
menyediakan data yang akurat dan komprehensif sebagai dasar penyusunan kebijakan Ekspor dan Impor;
|
|
c.
|
memberikan kemudahan dan kepastian berusaha untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja;
|
|
d.
|
menjamin ketersediaan Barang Konsumsi bagi penduduk dan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk kepentingan industri; dan
|
|
e.
|
mendorong penyerapan komoditas yang memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelaku usaha mikro dan kecil penghasil komoditas lainnya.
|
(2)
|
Neraca Kornoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai:
|
|
|
a.
|
dasar penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor;
|
|
b.
|
acuan data dan informasi situasi konsumsi dan produksi suatu komoditas berskala nasional;
|
|
c.
|
acuan data dan informasi kondisi serta proyeksi pengembangan industri nasional; dan
|
|
d.
|
acuan penerbitan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas.
|
|
|
|
BAB II
PENYUSUNAN, PENETAPAN, DAN PELAKSANAAN NERACA KOMODITAS Bagian Kesatu Umum Pasal 3 |
||
Menteri melakukan koordinasi dan pengendalian atas penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan Neraca Komoditas.
|
||
|
|
|
Pasal 4 |
||
(1)
|
Neraca Komoditas paling sedikit memuat data dan informasi yang lengkap, detail, dan akurat mengenai:
|
|
|
a.
|
kebutuhan; dan
|
|
b.
|
pasokan.
|
(2)
|
Data dan informasi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
|
|
a.
|
kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri;
|
|
b.
|
kebutuhan Barang Konsumsi; dan
|
|
c.
|
kebutuhan komoditas selain yang digunakan sebagai Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri.
|
(3)
|
Data dan informasi pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
|
|
a.
|
persediaan/stok komoditas; dan
|
|
b.
|
hasil produksi komoditas termasuk hasil produk samping dan hasil daur ulang.
|
|
|
|
Pasal 5 |
||
(1)
|
Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disediakan dalam SNANK.
|
|
(2)
|
SNANK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh lembaga yang melakukan pengelolaan INSW dan penyelenggaraan SINSW.
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||
(1)
|
Penyusunan Neraca Komoditas meliputi:
|
|
|
a.
|
penyusunan Rencana Kebutuhan;
|
|
b.
|
penetapan Rencana Kebutuhan;
|
|
c.
|
penyusunan Rencana Pasokan;
|
|
d.
|
penetapan Rencana Pasokan; dan
|
|
e.
|
penetapan Neraca Komoditas.
|
(2)
|
Penerbitan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor dilaksanakan berdasarkan Neraca Komoditas.
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penyusunan Rencana Kebutuhan Pasal 7 |
||
(1)
|
Rencana Kebutuhan disusun berdasarkan usulan kebutuhan dari Pelaku Usaha.
|
|
(2)
|
Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pelaku Usaha melalui SNANK.
|
|
(3)
|
Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebutuhan untuk tahun berikutnya setelah penetapan Neraca Komoditas.
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||
(1)
|
Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat rincian data dan informasi mengenal:
|
|
|
a.
|
nomor induk berusaha;
|
|
b.
|
perizinan berusaha;
|
|
c.
|
kapasitas terpakai;
|
|
d.
|
rencana produksi;
|
|
e.
|
realisasi produksi sebelumnya;
|
|
f.
|
rencana Impor;
|
|
g.
|
realisasi Impor sebelumnya;
|
|
h.
|
rencana penjualan domestik;
|
|
i.
|
realisasi penjualan domestik sebelumnya;
|
|
j.
|
rencana Ekspor;
|
|
k.
|
realisasi Ekspor sebelumnya; dan/atau
|
|
l.
|
pemenuhan kewajiban/komitmen.
|
(2)
|
Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
(3)
|
Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(4)
|
Kapasitas terpakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat keterangan mengenai klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia dan kapasitas.
|
|
(5)
|
Rencana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan realisasi produksi sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e memuat keterangan mengenai:
|
|
|
a.
|
pos tarif/kode Harmonized System;
|
|
b.
|
jenis/spesifikasi teknis;
|
|
c.
|
uraian barang;
|
|
d.
|
standar mutu; dan
|
|
e.
|
jumlah/volume.
|
(6)
|
Rencana Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan realisasi Impor sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g memuat keterangan mengenai:
|
|
|
a.
|
pas tarif/kode Harmonized System;
|
|
b.
|
jenis/spesifikasi teknis;
|
|
c.
|
uraian barang;
|
|
d.
|
standar mutu;
|
|
e.
|
jumlah/volume;
|
|
f.
|
negara asal dan pelabuhan muat;
|
|
g.
|
pelabuhan tujuan; dan/atau
|
|
h.
|
waktu pemasukan.
|
(7)
|
Rencana penjualan domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dan realisasi penjualan domestik sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i memuat keterangan mengenai:
|
|
|
a.
|
jenis produk;
|
|
b.
|
jenis/spesifikasi teknis;
|
|
c.
|
uraian barang;
|
|
d.
|
jumlah produk jadi; dan/atau
|
|
e.
|
pembeli.
|
(8)
|
Rencana Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j dan realisasi Ekspor sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k memuat keterangan mengenai:
|
|
|
a.
|
pos tarif/kode Harmonized System;
|
|
b.
|
jenis/spesifikasi teknis;
|
|
c.
|
uraian barang;
|
|
d.
|
standar mutu; dan
|
|
e.
|
jumlah/volume.
|
(9)
|
Pemenuhan kewajiban/komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l merupakan kewajiban/komitmen yang harus dipenuhi Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
(10)
|
Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8) dicantumkan dalam Persetujuan Ekspor, Persetujuan Impor, pemberitahuan pabean Ekspor, dan pemberitahuan pabean Impor.
|
|
(11)
|
Pengajuan permohonan usulan kebutuhan dilakukan paling lambat bulan September pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas.
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||
(1)
|
Usulan kebutuhan yang diajukan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diteruskan dari SNANK ke:
|
|
|
a.
|
sistem elektronik kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas; atau
|
|
b.
|
sistem elektronik kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan,
|
|
sesuai dengan ketentuan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko,
|
|
(2)
|
Dalam hal usulan kebutuhan yang diajukan Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) merupakan usulan kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri, usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteruskan juga dari SNANK ke:
|
|
|
a.
|
sistem informasi industri nasional yang dikelola oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian; dan
|
|
b.
|
sistem elektronik kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait,
|
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(3)
|
Sistem elektronik kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi standar dan terintegrasi dengan SNANK.
|
|
(4)
|
Dalam hal sistem elektronik kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum terintegrasi, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dapat mengakses data usulan kebutuhan pada SNANK sesuai dengan ketentuan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||
(1)
|
Setelah menerima usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau mengakses usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dapat melakukan verifikasi berdasarkan manajemen risiko.
|
|
(2)
|
Hasil dari verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat rincian data dan informasi mengenai:
|
|
|
a.
|
profil perusahaan;
|
|
b.
|
data produksi untuk Pelaku Usaha manufaktur;
|
|
c.
|
data Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong;
|
|
d.
|
data distribusi;
|
|
e.
|
data dokumen syarat/data khusus; dan/atau
|
|
f.
|
kesimpulan hasil verifikasi.
|
(3)
|
Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi standar SNANK.
|
|
(4)
|
Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
|
|
|
a.
|
unit kerja pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas;
|
|
b.
|
dinas daerah yang menangani komoditas terkait; atau
|
|
c.
|
lembaga pelaksana verifikasi independen.
|
(5)
|
Pelaksana verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditunjuk oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(6)
|
Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b dibiayai dari:
|
|
|
a.
|
anggaran pendapatan dan belanja negara; atau
|
|
b.
|
Pelaku Usaha,
|
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
|
|
(7)
|
Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dibiayai oleh Pelaku Usaha yang dibayarkan kepada lembaga pelaksana verifikasi independen.
|
|
(8)
|
Biaya verifikasi yang dibebankan kepada Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b yang dibayarkan kepada unit kerja pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas merupakan penerimaan negara bukan pajak yang mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak.
|
|
(9)
|
Dalam hal Pelaku Usaha mengajukan usulan kebutuhan untuk 2 (dua) atau lebih komoditas, verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) pelaksana verifikasi.
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||
(1)
|
Rencana Kebutuhan dapat disusun berdasarkan usulan kebutuhan dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas untuk:
|
|
|
a.
|
komoditas strategis tertentu yang merupakan barang kebutuhan pokok; dan
|
|
b.
|
komoditas strategis tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas.
|
(2)
|
Dalam penyusunan Rencana Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dapat berkoordinasi dengan lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi urusan statistik nasional untuk mendapatkan data referensi.
|
|
(3)
|
Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebutuhan untuk tahun berikutnya setelah penetapan Neraca Komoditas.
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||
(1)
|
Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) memuat rincian data dan informasi mengenai:
|
|
|
a.
|
rencana produksi;
|
|
b.
|
realisasi produksi sebelumnya;
|
|
c.
|
kebutuhan rumah tangga; dan/atau
|
|
d.
|
kebutuhan Pelaku Usaha nonindustri.
|
(2)
|
Rencana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan realisasi produksi sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat keterangan mengenai:
|
|
|
a.
|
pos tarif/kode Harmonized System;
|
|
b.
|
jenis/spesifikasi teknis;
|
|
c.
|
uraian barang;
|
|
d.
|
standar mutu; dan/atau
|
|
e.
|
jumlah/volume.
|
(3)
|
Kebutuhan rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan kebutuhan Pelaku Usaha nonindustri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d memuat keterangan mengenai:
|
|
|
a.
|
pas tarif/kode Harmonized System;
|
|
b.
|
jenis/spesifikasi teknis; dan/atau
|
|
c.
|
jumlah/volume.
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penetapan Rencana Kebutuhan Pasal 13 |
||
(1)
|
Menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas atau pejabat yang ditunjuk melakukan penetapan Rencana Kebutuhan.
|
|
(2)
|
Penetapan Rencana Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat bulan Oktober pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas.
|
|
(3)
|
Penetapan Rencana Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri melalui SNANK.
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Penyusunan Rencana Pasokan Pasal 14 |
||
(1)
|
Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas menyusun Rencana Pasokan.
|
|
(2)
|
Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari data dan informasi produksi pada tahun berikutnya setelah penetapan Neraca Komoditas dan ketersediaan/stok pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas.
|
|
(3)
|
Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil verifikasi kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dan memenuhi standar SNANK.
|
|
(4)
|
Dalam penyusunan Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dapat berkoordinasi dengan lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi urusan statistik nasional untuk mendapatkan data referensi.
|
|
(5)
|
Dalam hal Rencana Pasokan merupakan data dan informasi dari Pelaku Usaha pada:
|
|
|
a.
|
kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, data dan informasi disediakan oleh badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;
|
|
b.
|
kawasan ekonomi khusus, data dan informasi disediakan oleh administrator kawasan ekonomi khusus; atau
|
|
c.
|
tempat penimbunan berikat dan/atau atas perusahaan yang melakukan importasi barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan Ekspor dalam rangka kemudahan Impor tujuan Ekspor, data dan informasi disediakan oleh unit organisasi yang membidangi kepabeanan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
(6)
|
Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rincian data dan informasi mengenai:
|
|
|
a.
|
identitas Pelaku Usaha;
|
|
b.
|
lokasi produksi;
|
|
c.
|
luas lahan;
|
|
d.
|
waktu ketersediaan;
|
|
e.
|
rencana produksi;
|
|
f.
|
jenis hasil produksi;
|
|
g.
|
standar mutu hasil produksi;
|
|
h.
|
jumlah/volume hasil produksi;
|
|
i.
|
pos tarif/kode Harmonized System;
|
|
j.
|
jenis satuan;
|
|
k.
|
uraian barang; dan/atau
|
|
l.
|
jumlah pemasukan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong berfasilitas.
|
(7)
|
Identitas Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a meliputi:
|
|
|
a.
|
nama perusahaan;
|
|
b.
|
nomor induk berusaha;
|
|
c.
|
perizinan berusaha;
|
|
d.
|
alamat perusahaan; dan/atau
|
|
e.
|
nomor pokok wajib pajak.
|
|
|
|
Bagian Kelima
Penetapan Rencana Pasokan Pasal 15 |
||
(1)
|
Menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas melakukan penetapan Rencana Pasokan.
|
|
(2)
|
Penetapan Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat bulan Oktober pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas.
|
|
(3)
|
Penetapan Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri melalui SNANK.
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Penetapan Neraca Komoditas Pasal 16 |
||
(1)
|
Pengelola SNANK melakukan kompilasi data dan informasi penetapan Rencana Kebutuhan dan penetapan Rencana Pasokan yang akan ditetapkan sebagai Neraca Komoditas.
|
|
(2)
|
Penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
|
|
a.
|
berdasarkan rapat koordinasi tingkat menteri yang dipimpin oleh Menteri; atau
|
|
b.
|
secara otomatis berdasarkan data dan informasi pada SNANK.
|
(3)
|
Penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan atas:
|
|
|
a.
|
komoditas yang termasuk dalam kelompok barang kebutuhan pokok;
|
|
b.
|
Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri yang diusulkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian; dan/atau
|
|
c.
|
barang strategis dan barang lainnya yang diusulkan oleh menteri/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas.
|
(4)
|
Dalam rangka ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga, penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat berupa penugasan kepada badan usaha milik negara.
|
|
(5)
|
Penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk komoditas selain komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
|
(6)
|
Rapat koordinasi tingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dihadiri oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, dan/atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait atau diwakili oleh pejabat yang ditunjuk untuk mewakili dan diberikan kewenangan untuk dan atas nama menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
|
|
(7)
|
Penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat minggu pertama bulan Desember pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas.
|
|
(8)
|
Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun takwim.
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Penerbitan Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha di Bidang Ekspor dan di Bidang Impor berdasarkan Neraca Komoditas Pasal 17 |
||
Pelaku Usaha mengajukan permohonan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor kepada menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melalui SNANK.
|
||
|
|
|
Pasal 18 |
||
(1)
|
Permohonan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang berupa Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
|
|
(2)
|
Pengajuan permohonan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Neraca Komoditas ditetapkan.
|
|
(3)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menerbitkan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Neraca Komoditas melalui SNANK.
|
|
(4)
|
Masa berlaku Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan masa berlaku Neraca Komoditas.
|
|
(5)
|
Penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga mempertimbangkan persyaratan lain yang tertuang dalam norma, standar, persyaratan, dan kriteria perizinan berusaha di bidang perdagangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(6)
|
Apabila permohonan Persetujuan Ekspor atau Persetujuan Impor telah lengkap, namun Persetujuan Ekspor atau Persetujuan Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilakukan penerbitan Persetujuan Ekspor atau Persetujuan Impor secara otomatis melalui SNANK.
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||
Permohonan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 selain Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, diajukan kepada menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
Pasal 20 |
||
(1)
|
Dalam hal barang Impor diperkirakan tiba di Indonesia melewati masa berlaku Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), Pelaku Usaha mengajukan permohonan perpanjangan Persetujuan Impor sebelum masa berlaku berakhir dengan melampirkan bukti barang dimuat pada alat angkut dari negara asal paling lambat tanggal 31 Desember pada saat masa berlaku Neraca Komoditas.
|
|
(2)
|
Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill (AWB).
|
|
(3)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menerbitkan perpanjangan Persetujuan Impor berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan masa berlaku paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak masa berlaku Neraca Komoditas berakhir.
|
|
|
|
|
BAB III
PERUBAHAN NERACA KOMODITAS Pasal 21 |
||
(1)
|
Dalam kondisi tertentu yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perhitungan data kebutuhan dan pasokan nasional, Neraca Komoditas dapat dilakukan perubahan.
|
|
(2)
|
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|
|
a.
|
bencana alam;
|
|
b.
|
bencana nonalam;
|
|
c.
|
investasi baru;
|
|
d.
|
program prioritas pemerintah; dan/atau
|
|
e.
|
kondisi lainnya.
|
(3)
|
Penetapan bencana alam dan bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(4)
|
Investasi baru, program prioritas pemerintah, dan/atau kondisi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e diusulkan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait kepada Menteri.
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||
(1)
|
Dalam hal akan dilakukan perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas menyampaikan usulan perubahan Neraca Komoditas melalui SNANK.
|
|
(2)
|
Perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) ditetapkan berdasarkan:
|
|
|
a.
|
rapat koordinasi tingkat menteri, untuk komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3); atau
|
|
b.
|
rapat koordinasi teknis yang diselenggarakan oleh pejabat pimpinan tinggi madya, untuk komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5).
|
(3)
|
Rapat koordinasi tingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dihadiri oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, dan/atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait atau diwakili oleh pejabat yang ditunjuk untuk mewakili dan diberikan kewenangan untuk dan atas nama menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||
(1)
|
Dalam hal terdapat perubahan Neraca Komoditas yang mencakup data:
|
|
|
a.
|
pelabuhan tujuan;
|
|
b.
|
negara asal;
|
|
c.
|
pelabuhan muat; dan/atau
|
|
d.
|
waktu pemasukan,
|
|
perubahan dapat dilakukan pada saat pemberian Persetujuan Ekspor atau Persetujuan Impor.
|
|
(2)
|
Perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau huruf c yang terkait dengan kelengkapan dokumen kekarantinaan untuk komoditas tertentu, dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas melalui SNANK.
|
|
|
|
|
Pasal 24 |
||
Penetapan perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 berlaku sesuai masa berlaku Neraca Komoditas tahun berjalan.
|
||
|
|
|
Pasal 25 |
||
(1)
|
Dalam hal terdapat perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan melalui SNANK.
|
|
(2)
|
Pengajuan permohonan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah perubahan Neraca Komoditas ditetapkan.
|
|
(3)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menerbitkan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan Neraca Komoditas melalui SNANK.
|
|
(4)
|
Penerbitan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selain berdasarkan Neraca Komoditas juga mempertimbangkan persyaratan lain yang tertuang dalam norma, standar, persyaratan, dan kriteria perizinan berusaha di bidang perdagangan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(5)
|
Masa berlaku perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan masa berlaku Neraca Komoditas.
|
|
(6)
|
Pengajuan permohonan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
BAB IV
INTEGRASI DATA DAN HAK AKSES Bagian Kesatu Integrasi Data Pasal 26 |
||
(1)
|
Untuk integrasi data, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menyampaikan data realisasi Ekspor dan Impor kepada menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, dan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melalui SNANK.
|
|
(2)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menyampaikan data Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor kepada menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melalui SNANK.
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Hak Akses Pasal 27 |
||
(1)
|
Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, dan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait mendapatkan hak akses Neraca Komoditas pada SNANK.
|
|
(2)
|
Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk untuk mewakili dan diberikan kewenangan untuk dan atas nama Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
|
|
(3)
|
Pemberian dan pendelegasian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mempertimbangkan prinsip kerahasiaan dan keamanan dokumen negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(4)
|
Menteri dapat melakukan evaluasi terhadap penggunaan hak akses sesuai prinsip kerahasiaan dan keamanan dokumen negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
|
|
|
|
BAB V
KONDISI SISTEM NASIONAL NERACA KOMODITAS DAN/ATAU SISTEM ELEKTRONIK TIDAK BERFUNGSI Pasal 28 |
||
(1)
|
Dalam hal SNANK dan/atau sistem elektronik kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian tidak berfungsi paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam, penyusunan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dilaksanakan melalui sistem elektronik lainnya yang dikembangkan oleh pengelola SNANK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
|
|
(2)
|
Kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat pemberitahuan dari pengelola SNANK.
|
|
(3)
|
Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha:
|
|
|
a.
|
menyampaikan usulan kebutuhan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas; dan/atau
|
|
b.
|
mengajukan penerbitan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor kepada menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait,
|
|
melalui sistem elektronik lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
(4)
|
Dalam hal kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, pengelola SNANK:
|
|
|
a.
|
menyampaikan pemberitahuan berlakunya kembali SNANK kepada Pelaku Usaha; dan
|
|
b.
|
melaksanakan kembali Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 secara elektronik melalui SNANK.
|
|
|
|
BAB VI
PENAHAPAN PENETAPAN NERACA KOMODITAS, PEMBINA SEKTOR KOMODITAS, SERTA MONITORING DAN EVALUASI Bagian Kesatu Penahapan Penetapan Neraca Komoditas Pasal 29 |
||
(1)
|
Penetapan komoditas yang penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impornya dilaksanakan berdasarkan Neraca Komoditas dilakukan secara bertahap.
|
|
(2)
|
Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan pada tahun 2021 terdiri atas komoditas:
|
|
|
a.
|
beras;
|
|
b.
|
gula;
|
|
c.
|
daging lembu;
|
|
d.
|
pergaraman; dan
|
|
e.
|
perikanan.
|
(3)
|
Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan pada tahun 2022 terdiri atas komoditas selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pembina Sektor Komoditas Pasal 30 |
||
(1)
|
Penetapan Rencana Kebutuhan dan Rencana Pasokan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
|
(2)
|
Dalam hal ketentuan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha suatu komoditas berada pada lebih dari 1 (satu) kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, penetapan Rencana Kebutuhan dan Rencana Pasokan dilakukan oleh 1 (satu) kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas yang ditunjuk.
|
|
(3)
|
Penunjukan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Monitoring dan Evaluasi Pasal 31 |
||
(1)
|
Menteri bersama dengan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas penyusunan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
|
|
(2)
|
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu dalam hal diperlukan.
|
|
|
|
|
Pasal 32 |
||
Dalam hal diperlukan untuk menunjang penyempurnaan Neraca Komoditas, Menteri dapat mengurangi atau menambah elemen data yang dibutuhkan pada rincian data dan informasi Neraca Komoditas berdasarkan usulan kementerian/lembaga atau Pelaku Usaha.
|
||
|
|
|
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 33 |
||
(1)
|
Pelaksanaan penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor berdasarkan Neraca Komoditas dikecualikan bagi komoditas yang belum tersedia Neraca Komoditasnya.
|
|
(2)
|
Terhadap komoditas yang belum tersedia Neraca Komoditasnya, penerbitan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha berupa rekomendasi Ekspor dan Impor dilakukan melalui SNANK dalam hal:
|
|
|
a.
|
sistem pelayanan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha kementerian/lembaga pemerintah nenkementerian pembina sektor komoditas telah terintegrasi dengan atau disediakan oleh SNANK; dan
|
|
b.
|
kementerian/lembaga pemerintah nenkementerian pembina sektor komoditas menyediakan data referensi perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha yang mencakup norma, standar, persyaratan, dan kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko dalam SNANK.
|
(3)
|
Penerbitan rekomendasi Ekspor dan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan usulan kebutuhan dari Pelaku Usaha yang meliputi data dan informasi mengenai:
|
|
|
a.
|
barang yang Neraca Komoditasnya belum tersedia; dan
|
|
b.
|
persyaratan atas barang yang Neraca Komoditasnya belum tersedia yang tertuang dalam norma, standar, persyaratan, dan kriteria perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha berupa rekomendasi Ekspor dan Impor sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
|
(4)
|
Dalam hal Neraca Komoditas belum tersedia, penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan data yang tersedia melalui SNANK.
|
|
|
|
|
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 |
||
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
|
||
a.
|
dalam hal suatu komoditas telah ditetapkan Neraca Komoditasnya, perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha berupa rekomendasi Ekspor dan Impor yang diatur di masing-masing sektor dalam peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko dinyatakan tidak berlaku; dan
|
|
b.
|
perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha berupa rekomendasi Ekspor dan Impor, Persetujuan Ekspor, dan Persetujuan Impor untuk komoditas tertentu yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, dinyatakan tetap berlaku sampai masa berlakunya habis.
|
|
|
|
|
Pasal 35 |
||
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Neraca Komoditas yang telah ditetapkan untuk tahun 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dapat dilaksanakan dan dinyatakan berlaku.
|
||
|
|
|
Pasal 36 |
||
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Februari 2022 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Februari 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY |