Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
|||||
|
|
||||
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa pengendalian lalu lintas kendaraan bermotor perseorangan dan barang pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan jalan tertentu memenuhi kriteria sebagai Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
|
||||
b.
|
bahwa penerbitan perpanjangan izin mempekerjakan tenaga kerja asing yang lokasi kerjanya lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan yang lokasi kerjanya dalam wilayah kabupaten/kota yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah memenuhi kriteria sebagai Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
|
||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing;
|
||||
|
|
||||
Mengingat |
|||||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
|
||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
|
||||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
|
||||
|
|||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN LALU LINTAS DAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING.
|
|||||
|
|||||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
|
||||
2.
|
Retribusi Pengendalian Lalu Lintas adalah pungutan atas penggunaan ruas jalan tertentu, koridor tertentu, kawasan tertentu pada waktu tertentu, dan tingkat kepadatan tertentu.
|
||||
3.
|
Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, yang selanjutnya disebut Retribusi Perpanjangan IMTA, adalah pungutan atas pemberian perpanjangan IMTA kepada pemberi kerja tenaga kerja asing.
|
||||
4.
|
Perpanjangan IMTA adalah izin yang diberikan oleh gubernur atau bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
5.
|
Tenaga Kerja Asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
|
||||
6.
|
Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing adalah badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
|
||||
7.
|
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
|
||||
8.
|
Penerimaan negara bukan pajak, yang selanjutnya disingkat PNBP, adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
|
||||
|
|||||
BAB II
PENAMBAHAN JENIS RETRIBUSI Pasal 2 |
|||||
(1)
|
Penambahan jenis Retribusi meliputi:
|
||||
|
a.
|
Retribusi Pengendalian Lalu Lintas; dan
|
|||
|
b.
|
Retribusi Perpanjangan IMTA.
|
|||
(2)
|
Pemungutan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:
|
||||
|
a.
|
pemerintah provinsi pada ruas jalan provinsi; dan
|
|||
|
b.
|
pemerintah kabupaten/kota pada ruas jalan kabupaten/kota.
|
|||
(3)
|
Pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:
|
||||
|
a.
|
pemerintah provinsi untuk perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya lintas kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan; dan
|
|||
|
b.
|
pemerintah kabupaten/kota untuk perpanjangan IMTA yang lokasi kerjanya dalam kabupaten/kota yang bersangkutan.
|
|||
|
|||||
BAB III
RETRIBUSI PENGENDALIAN LALU LINTAS Pasal 3 |
|||||
(1)
|
Objek Retribusi Pengendalian Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a meliputi penggunaan ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu pada waktu tertentu oleh kendaraan bermotor perseorangan dan barang.
|
||||
(2)
|
Tidak termasuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||
|
a.
|
sepeda motor;
|
|||
|
b.
|
kendaraan penumpang umum;
|
|||
|
c.
|
kendaraan pemadam kebakaran; dan
|
|||
|
d.
|
ambulans.
|
|||
|
|||||
Pasal 4 |
|||||
(1)
|
Ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditetapkan berdasarkan kriteria:
|
||||
|
a.
|
memiliki 2 (dua) jalur jalan yang masing-masing jalur memiliki paling sedikit 2 (dua) lajur; dan
|
|||
|
b.
|
tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum massal dalam trayek.
|
|||
(2)
|
Angkutan umum massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
|
||||
|
|||||
Pasal 5 |
|||||
(1)
|
Waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditentukan berdasarkan tingkat kepadatan lalu lintas pada suatu ruas jalan, koridor atau kawasan tertentu.
|
||||
(2)
|
Tingkat kepadatan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kriteria:
|
||||
|
a.
|
memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,9 (nol koma sembilan); dan
|
|||
|
b.
|
kecepatan rata-rata sama dengan atau kurang dari 10 (sepuluh) km/jam,
|
|||
|
berlangsung secara rutin pada setiap hari kerja.
|
||||
(3)
|
Penetapan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan setelah berkoordinasi dengan forum lalu lintas dan angkutan jalan.
|
||||
|
|||||
Pasal 6 |
|||||
Penetapan ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu, pada waktu tertentu yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 diatur dalam Peraturan Daerah.
|
|||||
|
|||||
Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Pemerintah daerah yang akan melaksanakan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas terlebih dahulu mengajukan permohonan penetapan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
|
||||
(2)
|
Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan menetapkan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
|
||||
|
|||||
Pasal 8 |
|||||
Untuk pelaksanaan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas, pemerintah daerah wajib menyediakan sistem dan peralatan yang diperlukan untuk menerapkan pembatasan lalu lintas kendaraan bermotor perseorangan dan barang.
|
|||||
|
|||||
Pasal 9 |
|||||
(1)
|
Penerimaan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas diperuntukkan bagi peningkatan kinerja lalu lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(2)
|
Peningkatan kinerja lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi kegiatan:
|
||||
|
a.
|
perbaikan pada ruas jalan, koridor atau kawasan yang dilakukan pembatasan;
|
|||
|
b.
|
pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan pada ruas jalan, koridor, atau kawasan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan di ruas jalan dan/atau persimpangan;
|
|||
|
c.
|
pemeliharaan dan pengembangan teknologi untuk kepentingan lalu lintas; dan
|
|||
|
d.
|
peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
|
|||
(3)
|
Peningkatan pelayanan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi kegiatan:
|
||||
|
a.
|
penambahan dan pemeliharaan jalur dan lajur dan/atau jalan khusus untuk angkutan umum massal;
|
|||
|
b.
|
penambahan dan pemeliharaan sarana dan fasilitas pendukung angkutan umum massal; dan
|
|||
|
c.
|
penggunaan dan pengembangan teknologi informasi untuk kepentingan pelayanan angkutan umum massal.
|
|||
(4)
|
Pemanfaatan penerimaan Retribusi diatur dalam Peraturan Daerah.
|
||||
|
|||||
Pasal 10 |
|||||
(1)
|
Subjek Retribusi Pengendalian Lalu Lintas meliputi orang perseorangan dan badan hukum yang menggunakan kendaraan bermotor perseorangan dan barang pada ruas jalan, koridor, atau kawasan yang dikenakan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas.
|
||||
(2)
|
Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Retribusi.
|
||||
|
|||||
Pasal 11 |
|||||
(1)
|
Dalam penetapan tarif Retribusi Pengendalian Lalu Lintas harus memenuhi prinsip dan sasaran yang meliputi:
|
||||
|
a.
|
efektivitas pengendalian lalu lintas; dan
|
|||
|
b.
|
dapat menutup biaya penyelenggaraan.
|
|||
(2)
|
Efektivitas pengendalian lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diukur berdasarkan biaya kemacetan.
|
||||
(3)
|
Biaya penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi biaya modal, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya bunga.
|
||||
|
|||||
Pasal 12 |
|||||
Besarnya tarif Retribusi Pengendalian Lalu Lintas ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
|
|||||
|
|||||
BAB IV
RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING Pasal 13 |
|||||
(1)
|
Objek Retribusi Perpanjangan IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b meliputi pemberian Perpanjangan IMTA kepada Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing.
|
||||
(2)
|
Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
|
||||
|
|||||
Pasal 14 |
|||||
(1)
|
Subjek Retribusi Perpanjangan IMTA meliputi Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing.
|
||||
(2)
|
Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Retribusi.
|
||||
|
|||||
Pasal 15 |
|||||
(1)
|
Besarnya tarif Retribusi Perpanjangan IMTA ditetapkan paling tinggi sebesar tarif penerbitan IMTA yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah mengenai jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian di bidang ketenagakerjaan.
|
||||
(2)
|
Besarnya tarif Retribusi Perpanjangan IMTA ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
|
||||
|
|||||
Pasal 16 |
|||||
(1)
|
Penerimaan Retribusi Perpanjangan IMTA digunakan untuk mendanai penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, biaya dampak negatif dari perpanjangan IMTA, dan kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal.
|
||||
(2)
|
Pemanfaatan penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah.
|
||||
|
|||||
BAB V
KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 |
|||||
(1)
|
Bagi pemerintah daerah yang telah melaksanakan pemungutan Perpanjangan IMTA sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, penerimaannya disetorkan ke Kas Negara sebagai PNBP.
|
||||
(2)
|
Mekanisme penyetoran ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyetoran PNBP.
|
||||
|
|||||
Pasal 18 |
|||||
Ketentuan mengenai Retribusi Perpanjangan IMTA sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.
|
|||||
|
|||||
Pasal 19 |
|||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||||
|
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2012 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Oktober 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
AMIR SYAMSUDIN |
|||||
|
|||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 216
|
|||||
|
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 97 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PENGENDALIAN LALU LINTAS DAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING
|
|||||||||||||
|
|
||||||||||||
I.
|
UMUM
|
||||||||||||
|
Sesuai ketentuan Pasal 150 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis retribusi daerah dapat ditambah sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Penambahan jenis Retribusi Daerah tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Adanya peluang untuk menambah jenis Retribusi dengan Peraturan Pemerintah dimaksudkan untuk mengantisipasi penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan kepada Daerah yang juga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Selain untuk mengantisipasi adanya penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan kepada Daerah, Peraturan Pemerintah ini juga bertujuan untuk menambah sumber pendapatan bagi Pemerintah Daerah dalam rangka mendanai fungsi pelayanan dan perizinan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan 2 (dua) jenis retribusi baru, yaitu Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA. Retribusi Pengendalian Lalu Lintas merupakan salah satu cara pembatasan lalu lintas kendaraan bermotor pada ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu pada waktu tertentu dengan tingkat kepadatan tertentu. Retribusi Perpanjangan IMTA merupakan pemberian perpanjangan IMTA oleh Gubernur atau Bupati/Wali kota atau Pejabat yang ditunjuk kepada Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing yang telah memiliki IMTA dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau Pejabat yang ditunjuk. Pungutan perpanjangan IMTA sebelumnya merupakan PNBP yang dengan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan sebagai Retribusi.
Pemilihan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dilakukan dengan pertimbangan jenis Retribusi tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sementara itu, pemilihan Retribusi Perpanjangan IMTA dilakukan dengan pertimbangan pemberian perpanjangan IMTA sudah merupakan kewenangan Pemerintahan Daerah berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Di samping itu, penambahan kedua jenis retribusi ini relatif tidak menambah beban masyarakat, mengingat adanya tambahan biaya yang ditimbulkan akibat kemacetan, sedangkan Retribusi Perpanjangan IMTA hanya merupakan pengalihan kewenangan pungutan Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah ini juga diatur mengenai objek dan subjek, prinsip dan sasaran penetapan tarif, struktur dan besarnya tarif, dan pemanfaatan penerimaan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA.
Sementara itu, pemberlakukan Retribusi Perpanjang IMTA dimulai pada tanggal 1 Januari 2013 untuk memberikan kesempatan kepada Daerah mempersiapkan kebijakan daerah dan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA.
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
||||||||||||
|
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud ”kendaraan bermotor perseorangan” merupakan kendaraan bermotor yang tidak digunakan untuk umum, meliputi:
Yang dimaksud “kendaraan bermotor barang”, meliputi semua kendaraan umum angkutan barang dan mobil barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih besar dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Contoh penetapan waktu untuk pengenaan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas:
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan” adalah perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan yang dihitung pada saat tidak ada pemberlakuan pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan dan kendaraan barang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kecepatan rata-rata” adalah kecepatan rata-rata kendaraan yang dihitung pada saat tidak ada pemberlakuan pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan dan kendaraan barang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Dengan ketentuan ini, pengajuan permohonan penetapan pemenuhan kriteria yang diperlukan dalam rangka pemungutan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas disampaikan oleh pemerintah daerah kepada menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebelum Rancangan Peraturan Daerah disusun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Sistem dalam ketentuan ini adalah sistem elektronik.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Efektivitas pengendalian lalu lintas tercermin dengan berkurangnya perbandingan volume lalu lintas kendaraan dengan kapasitas jalan dari 0,9 (nol koma sembilan) menjadi 0,7 (nol koma tujuh) atau kurang dari 0,7 (nol koma tujuh).
Yang dimaksud dengan “biaya kemacetan” adalah selisih biaya yang harus dikeluarkan pada kondisi jalan dengan perbandingan volume lalu lintas kendaraan dengan kapasitas jalan dari 0,9 (nol koma sembilan) dengan biaya yang harus dikeluarkan pada kondisi jalan dengan perbandingan volume lalu lintas kendaraan dengan kapasitas jalan 0,7 (nol koma tujuh).
Komponen yang diperhitungkan dalam biaya kemacetan sekurang-kurangnya memperhitungkan nilai waktu dan biaya operasional kendaraan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jabatan tertentu di lembaga pendidikan berpedoman pada Peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5358
|