Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
|||||
|
|||||
Menimbang |
|||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 157 ayat (8), Pasal 158 ayat (7), Pasal 159 ayat (6), Pasal 164 ayat (1), Pasal 166 ayat (10), dan Pasal 171 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Pengelola Investasi;
|
|||||
Mengingat |
|||||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
|
||||
|
|
||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LEMBAGA PENGELOLA INVESTASI.
|
|||||
|
|||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Investasi Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Investasi adalah pengelolaan aset berupa uang atau barang milik atau untuk kepentingan Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, manfaat ekonomi, dan manfaat lainnya.
|
||||
2.
|
Lembaga Pengelola Investasi yang selanjutnya disingkat LPI adalah lembaga yang diberi kewenangan khusus (sui generis) dalam rangka pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
|
||||
3.
|
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
|
||||
4.
|
Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||||
5.
|
Menteri Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Menteri BUMN adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
|
||||
6.
|
Dewan Pengawas adalah organ LPI yang bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan LPI yang dilakukan oleh Dewan Direktur.
|
||||
7.
|
Dewan Direktur adalah organ LPI yang bertugas untuk menyelenggarakan pengurusan operasional LPI.
|
||||
8.
|
Manajer Investasi adalah perusahaan atau badan hukum/lembaga yang telah memperoleh persetujuan atau izin dari otoritas untuk beroperasi sebagai manajer investasi, secara khusus melakukan pengelolaan aset.
|
||||
9.
|
Dana Kelolaan Investasi (Fund) adalah sarana kendaraan investasi yang antara lain dapat berbentuk dana yang dikelola melalui perusahaan patungan, reksadana atau kontrak investasi kolektif atau bentuk lainnya baik berbadan hukum Indonesia maupun berbadan hukum asing di mana LPI berinvestasi di dalamnya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
|
||||
10.
|
Peraturan Dewan Pengawas adalah peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan Dewan Pengawas.
|
||||
11.
|
Peraturan Dewan Direktur adalah peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Direktur dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
BAB II
STATUS, MODAL, DAN KEDUDUKAN
Pasal 2 |
|||||
(1)
|
LPI merupakan Badan Hukum Indonesia sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia.
|
||||
(2)
|
LPI bertanggung jawab kepada Presiden.
|
||||
|
|
||||
Pasal 3 |
|||||
(1)
|
Modal LPI bersumber dari:
|
||||
|
a.
|
penyertaan modal negara; dan/atau
|
|||
|
b.
|
sumber lainnya
|
|||
(2)
|
Penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berasal dari:
|
||||
|
a.
|
dana tunai;
|
|||
|
b.
|
barang milik negara;
|
|||
|
c.
|
piutang negara pada BUMN atau perseroan terbatas; dan/atau
|
|||
|
d.
|
saham milik negara pada BUMN atau perseroan terbatas.
|
|||
(3)
|
Modal LPI ditetapkan sebesar Rp75.000.000.000.000,00 (tujuh puluh lima triliun rupiah) dengan rincian sebagai berikut:
|
||||
|
a.
|
penyetoran modal awal LPI berupa dana tunai paling sedikit sebesar Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah); dan
|
|||
|
b.
|
pemenuhan modal LPI setelah penyetoran modal awal sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2021.
|
|||
(4)
|
Modal LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan penambahan melalui penyertaan modal negara dan/atau sumber lainnya.
|
||||
|
|
|
|||
Pasal 4 |
|||||
(1)
|
LPI berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta.
|
||||
(2)
|
LPI dapat mempunyai kantor di luar Jakarta dan di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
||||
BAB III
TUJUAN, FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG
Pasal 5 |
|||||
LPI bertujuan meningkatkan dan mengoptimalkan nilai Investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan.
|
|||||
|
|
||||
Pasal 6 |
|||||
(1)
|
LPI berfungsi mengelola Investasi
|
||||
(2)
|
LPI bertugas merencanakan, menyelenggarakan, mengawasi dan mengendalikan serta mengevaluasi Investasi
|
||||
|
|
||||
Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Dalam melaksanakan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, LPI berwenang untuk:
|
||||
|
a.
|
melakukan penempatan dana dalam instrumen keuangan;
|
|||
|
b.
|
menjalankan kegiatan pengelolaan aset;
|
|||
|
c.
|
melakukan kerja sama dengan pihak lain termasuk entitas dana perwalian (trust fund);
|
|||
|
d.
|
menentukan calon mitra Investasi;
|
|||
|
e.
|
memberikan dan menerima pinjaman; dan/atau
|
|||
|
f.
|
menatausahakan aset.
|
|||
(2)
|
Dalam menjalankan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPI dapat melakukan kerja sama dengan mitra Investasi, Manajer Investasi, BUMN, badan atau lembaga pemerintah, dan/atau entitas lainnya baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
|
||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
|
|||
BAB IV
STRUKTUR ORGANISASI
Bagian Kesatu
Organ Kepengurusan
Pasal 8 |
|||||
Organ LPI terdiri atas:
|
|||||
a.
|
Dewan Pengawas; dan
|
||||
b.
|
Dewan Direktur.
|
||||
|
|
|
|||
Bagian Kedua
Dewan Pengawas
Paragraf 1
Keanggotaan
Pasal 9 |
|||||
(1)
|
Dewan Pengawas terdiri atas:
|
||||
|
a.
|
Menteri Keuangan sebagai Ketua merangkap anggota;
|
|||
|
b.
|
Menteri BUMN sebagai anggota; dan
|
|||
|
c.
|
3 (tiga) orang yang berasal dari unsur profesional sebagai anggota.
|
|||
(2)
|
Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
|
||||
(3)
|
Anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
|
||||
(4)
|
Dalam rangka pengangkatan anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c untuk pertama kali, Presiden menetapkan masa jabatan 3 (tiga) anggota Dewan Pengawas sebagai berikut:
|
||||
|
a.
|
1 (satu) anggota diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun;
|
|||
|
b.
|
1 (satu) anggota diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun; dan
|
|||
|
c.
|
1 (satu) anggota diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 10 |
|||||
(1)
|
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, calon anggota Dewan Pengawas harus memenuhi persyaratan:
|
||||
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|||
|
b.
|
mampu melakukan perbuatan hukum;
|
|||
|
c.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|||
|
d.
|
berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun, pada saat pengangkatan pertama;
|
|||
|
e.
|
bukan pengurus dan/atau anggota partai politik;
|
|||
|
f.
|
memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang investasi, ekonomi, keuangan, perbankan, hukum dan/atau organisasi perusahaan;
|
|||
|
g.
|
tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan;
|
|||
|
h.
|
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; dan
|
|||
|
i.
|
tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang investasi dan bidang lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(2)
|
Anggota Dewan Pengawas dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan:
|
||||
|
a.
|
anggota Dewan Pengawas yang lain; dan/atau
|
|||
|
b.
|
anggota Dewan Direktur.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 11 |
|||||
(1)
|
Jabatan anggota Dewan Pengawas berakhir apabila:
|
||||
|
a.
|
meninggal dunia;
|
|||
|
b.
|
masa jabatannya telah berakhir;
|
|||
|
c.
|
diberhentikan oleh Presiden; atau
|
|||
|
d.
|
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dan huruf b tidak lagi menjabat pada jabatannya sebagai menteri.
|
|||
(2)
|
Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan dengan alasan:
|
||||
|
a.
|
tidak terpenuhinya salah satu persyaratan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
|
|||
|
b.
|
pelanggaran persyaratan pengungkapan dan kerahasiaan;
|
|||
|
c.
|
tidak menjalankan tugasnya dengan baik;
|
|||
|
d.
|
melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati oleh Dewan Pengawas;
|
|||
|
e.
|
telah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindakan yang merugikan LPI, BUMN, atau keuangan negara;
|
|||
|
f.
|
mengundurkan diri;
|
|||
|
g.
|
berhalangan tetap; dan/atau
|
|||
|
h.
|
tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Pengawas lebih dari 6 (enam) bulan meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional diberhentikan sebelum akhir masa jabatan, Presiden menunjuk anggota Dewan Pengawas lain dari unsur profesional untuk menjabat sebagai pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas yang diberhentikan pada jabatan tersebut sampai dengan diangkatnya anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional yang baru.
|
||||
(4)
|
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional yang diangkat untuk menggantikan anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional yang berakhir sebelum masa jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan sisa masa jabatan anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional yang digantikannya.
|
||||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penunjukan pelaksana tugas Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.
|
||||
|
|
||||
Paragraf 2
Tugas, Wewenang, dan Kode Etik
Pasal 12 |
|||||
(1)
|
Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan LPI yang dilakukan oleh Dewan Direktur.
|
||||
(2)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Pengawas berwenang:
|
||||
|
a.
|
menyetujui rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama (key performance indicator) yang diusulkan Dewan Direktur;
|
|||
|
b.
|
melakukan evaluasi pencapaian indikator kinerja utama (key performance indicator);
|
|||
|
c.
|
menerima dan mengevaluasi laporan pertanggungjawaban dari Dewan Direktur;
|
|||
|
d.
|
menyampaikan laporan pertanggungjawaban Dewan Pengawas dan Dewan Direktur kepada Presiden;
|
|||
|
e.
|
menetapkan dan mengangkat serta memberhentikan anggota Dewan Penasihat;
|
|||
|
f.
|
mengangkat dan memberhentikan Dewan Direktur;
|
|||
|
g.
|
menetapkan remunerasi Dewan Pengawas dan Dewan Direktur;
|
|||
|
h.
|
mengusulkan peningkatan dan/atau pengurangan modal LPI kepada Presiden;
|
|||
|
i.
|
menyetujui laporan keuangan tahunan LPI;
|
|||
|
j.
|
memberhentikan sementara anggota Dewan Direktur dan menunjuk pengganti sementara Dewan Direktur; dan
|
|||
|
k.
|
menyetujui penunjukan auditor LPI.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 13 |
|||||
Dewan Pengawas menyusun Kode Etik Dewan Pengawas untuk melaksanakan tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
|
|||||
|
|
|
|||
Paragraf 3
Seleksi Anggota Dewan Pengawas dari Unsur Profesional
Pasal 14 |
|||||
(1)
|
Untuk memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional, Presiden membentuk panitia seleksi atas usul Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri BUMN.
|
||||
(2)
|
Pembentukan panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
|
||||
(3)
|
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk:
|
||||
|
a.
|
paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional berakhir; atau
|
|||
|
b.
|
paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak laporan adanya kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional diterima oleh Presiden.
|
|||
(4)
|
Untuk pemilihan anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional pertama kalinya, panitia seleksi dibentuk paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
|
||||
|
|
|
|||
Pasal 15 |
|||||
(1)
|
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas:
|
||||
|
a.
|
Menteri Keuangan sebagai ketua merangkap anggota;
|
|||
|
b.
|
Menteri BUMN sebagai anggota; dan
|
|||
|
c.
|
3 (tiga) orang dari unsur pemerintah, profesional, dan/atau akademisi/pakar.
|
|||
(2)
|
Untuk pertama kali, panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas:
|
||||
|
a.
|
Menteri Keuangan sebagai ketua merangkap anggota;
|
|||
|
b.
|
Menteri BUMN sebagai anggota;
|
|||
|
c.
|
1 (satu) orang dari unsur Kementerian Keuangan sebagai anggota;
|
|||
|
d.
|
1 (satu) orang dari unsur Kementerian BUMN sebagai anggota; dan
|
|||
|
e.
|
1 (satu) orang dari unsur profesional atau akademisi/pakar.
|
|||
(3)
|
Anggota panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden sebanyak 2 (dua) kali jumlah anggota panitia seleksi.
|
||||
|
|
||||
Pasal 16 |
|||||
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, bertugas:
|
|||||
a.
|
mengumumkan penerimaan dan pendaftaran calon anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional;
|
||||
b.
|
memeriksa persyaratan dan melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional;
|
||||
c.
|
menentukan nama calon anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional; dan
|
||||
d.
|
menyampaikan calon anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional kepada Presiden.
|
||||
|
|
||||
Pasal 17 |
|||||
Seleksi calon anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
pengumuman penerimaan dan pendaftaran calon;
|
||||
b.
|
proses seleksi; dan
|
||||
c.
|
penyampaian nama calon kepada Presiden
|
||||
|
|
||||
Pasal 18 |
|||||
Proses pengumuman penerimaan dan pendaftaran calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, dilakukan dengan tahapan:
|
|||||
a.
|
Panitia seleksi mengumumkan penerimaan pendaftaran calon.
|
||||
b.
|
Pengumuman penerimaan pendaftaran calon sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan cara:
|
||||
|
1.
|
mengumumkan melalui media cetak harian yang memiliki peredaran luas secara nasional dan media elektronik.
|
|||
|
2.
|
pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling sedikit memuat informasi mengenai:
|
|||
|
|
a)
|
waktu dan tempat pendaftaran;
|
||
|
|
b)
|
jabatan yang lowong;
|
||
|
|
c)
|
syarat yang harus dipenuhi oleh pendaftar;
|
||
|
|
d)
|
formulir atau dokumen pendukung yang harus disertakan; dan
|
||
|
|
e)
|
kontak informasi pendaftaran yang dapat dihubungi.
|
||
c.
|
Setiap orang dapat mendaftarkan diri menjadi calon kepada panitia seleksi secara langsung atau daring melalui media elektronik dengan cara:
|
||||
|
1.
|
mengisi formulir pendaftaran yang disediakan oleh panitia seleksi; dan
|
|||
|
2.
|
melampirkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan persyaratan.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 19 |
|||||
(1)
|
Untuk mendapatkan calon anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional yang potensial sesuai dengan bidang investasi yang akan dilakukan oleh LPI, panitia seleksi dapat melakukan penjaringan khusus.
|
||||
(2)
|
Dalam penjaringan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), panitia seleksi dapat langsung mengusulkan nama calon untuk masuk dalam proses seleksi.
|
||||
|
|
||||
Pasal 20 |
|||||
(1)
|
Proses seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, dilakukan melalui pemenuhan persyaratan dan uji kelayakan dan kepatutan.
|
||||
(2)
|
Dalam pelaksanaan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), panitia seleksi dapat bekerja sama dengan lembaga profesional.
|
||||
|
|
||||
Pasal 21 |
|||||
Pendaftaran dan seleksi calon dilakukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak pengumuman penerimaan.
|
|||||
|
|
||||
Pasal 22 |
|||||
(1)
|
Proses penyampaian kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, dilakukan dengan tahapan:
|
||||
|
a.
|
panitia seleksi menentukan nama calon yang dinyatakan lulus seleksi sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang diperlukan; dan
|
|||
|
b.
|
panitia seleksi mengusulkan nama calon kepada Presiden paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penentuan nama calon sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
|
|||
(2)
|
Usulan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling sedikit memuat:
|
||||
|
a.
|
nama calon sesuai dengan urutan yang direkomendasikan;
|
|||
|
b.
|
pertimbangan dalam memilih calon; dan
|
|||
|
c.
|
dokumen proses pemilihan dan penetapan calon.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 23 |
|||||
Proses dan hasil seleksi calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 22 bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk keperluan pemilihan dan penetapan anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur profesional.
|
|||||
|
|
|
|||
Paragraf 4
Sekretariat dan Komite Dewan Pengawas
Pasal 24 |
|||||
(1)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Dewan Pengawas dibantu oleh:
|
||||
|
a.
|
sekretariat; dan
|
|||
|
b.
|
komite.
|
|||
(2)
|
Sekretariat dan komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengawas.
|
||||
(3)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas:
|
||||
|
a.
|
komite audit;
|
|||
|
b.
|
komite etik; dan
|
|||
|
c.
|
komite remunerasi dan sumber daya manusia
|
|||
(4)
|
Ketentuan mengenai tugas dan tanggung jawab sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.
|
||||
(5)
|
Tugas dan tanggung jawab komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dalam piagam komite yang ditentukan oleh Dewan Pengawas.
|
||||
|
|
||||
Paragraf 5
Tata Cara Pengambilan Keputusan Dewan Pengawas
Pasal 25 |
|||||
(1)
|
Pengambilan keputusan Dewan Pengawas dilakukan melalui rapat Dewan Pengawas.
|
||||
(2)
|
Rapat Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan ketentuan:
|
||||
|
a.
|
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan;
|
|||
|
b.
|
dipimpin oleh Ketua Dewan Pengawas;
|
|||
|
c.
|
dapat dilakukan secara fisik maupun telekonferensi atau media elektronik lainnya;
|
|||
|
d.
|
dinyatakan sah apabila dihadiri secara fisik maupun telekonferensi atau media elektronik lainnya oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari jumlah anggota Dewan Pengawas; dan
|
|||
|
e.
|
dapat diselenggarakan di dalam atau di luar kantor LPI.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Ketua Dewan Pengawas berhalangan untuk memimpin rapat Dewan Pengawas, Menteri BUMN bertindak selaku pimpinan rapat.
|
||||
(4)
|
Pengambilan keputusan Dewan Pengawas dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.
|
||||
(5)
|
Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, keputusan Dewan Pengawas ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
|
||||
(6)
|
Keputusan rapat Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) berlaku setelah ditetapkan dalam rapat dan mengikat seluruh anggota Dewan Pengawas.
|
||||
(7)
|
Keputusan rapat Dewan Pengawas ditandatangani oleh seluruh anggota Dewan Pengawas yang hadir secara fisik maupun telekonferensi atau media elektronik lainnya.
|
||||
(8)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan melalui rapat Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.
|
||||
|
|
||||
Bagian Ketiga
Dewan Direktur
Paragraf 1
Keanggotaan
Pasal 26 |
|||||
(1)
|
Dewan Direktur berjumlah 5 (lima) orang yang seluruhnya berasal dari unsur profesional.
|
||||
(2)
|
Anggota Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengawas.
|
||||
(3)
|
Salah seorang anggota Dewan Direktur diangkat menjadi Ketua Dewan Direktur.
|
||||
(4)
|
Masa jabatan anggota Dewan Direktur adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
|
||||
(5)
|
Dalam rangka pengangkatan anggota Dewan Direktur untuk pertama kali, Dewan Pengawas menetapkan masa jabatan 5 (lima) anggota Dewan Direktur sebagai berikut:
|
||||
|
a.
|
2 (dua) anggota diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun yang satu diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan Direktur;
|
|||
|
b.
|
2 (dua) anggota diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun; dan
|
|||
|
c.
|
1 (satu) anggota diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 27 |
|||||
(1)
|
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Direktur, seseorang harus memenuhi persyaratan:
|
||||
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|||
|
b.
|
mampu melakukan perbuatan hukum;
|
|||
|
c.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|||
|
d.
|
berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan pertama;
|
|||
|
e.
|
bukan pengurus dan/atau anggota partai politik;
|
|||
|
f.
|
memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang investasi, ekonomi, keuangan, perbankan, hukum dan/atau manajemen perusahaan;
|
|||
|
g.
|
tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan;
|
|||
|
h.
|
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; dan
|
|||
|
i.
|
tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang investasi dan bidang lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(2)
|
Anggota Dewan Direktur dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan:
|
||||
|
a.
|
anggota Dewan Direktur yang lain; dan/atau
|
|||
|
b.
|
anggota Dewan Pengawas.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 28 |
|||||
(1)
|
Jabatan anggota Dewan Direktur berakhir apabila:
|
||||
|
a.
|
meninggal dunia;
|
|||
|
b.
|
masa jabatannya telah berakhir; atau
|
|||
|
c.
|
diberhentikan oleh Dewan Pengawas.
|
|||
(2)
|
Anggota Dewan Direktur dapat diberhentikan oleh Dewan Pengawas dengan alasan:
|
||||
|
a.
|
tidak terpenuhinya salah satu persyaratan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27;
|
|||
|
b.
|
pelanggaran persyaratan pengungkapan dan kerahasiaan;
|
|||
|
c.
|
tidak dapat memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam kontrak manajemen;
|
|||
|
d.
|
tidak menjalankan tugasnya dengan baik;
|
|||
|
e.
|
melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati oleh Dewan Direktur;
|
|||
|
f.
|
ditetapkan sebagai tersangka dalam tindakan yang merugikan LPI, BUMN, atau keuangan negara;
|
|||
|
g.
|
mengundurkan diri;
|
|||
|
h.
|
tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Direktur lebih dari 6 (enam) bulan meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan;
|
|||
|
i.
|
berhalangan tetap; dan/atau
|
|||
|
j.
|
alasan lainnya yang dinilai tepat oleh Dewan Pengawas.
|
|||
(3)
|
Untuk melakukan pemberhentian Anggota Dewan Direktur dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf j, Anggota Dewan Direktur yang bersangkutan terlebih dahulu diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.
|
||||
(4)
|
Anggota Dewan Direktur dapat diberhentikan sementara oleh Dewan Pengawas.
|
||||
(5)
|
Dalam hal anggota Dewan Direktur diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Dewan Pengawas mengangkat pelaksana tugas untuk menggantikan anggota Dewan Direktur yang diberhentikan sementara.
|
||||
(6)
|
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberitahukan secara tertulis kepada anggota Dewan Direktur yang bersangkutan.
|
||||
(7)
|
Anggota Dewan Direktur yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berwenang melaksanakan tugasnya sebagai anggota Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Pasal 29 |
|||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan tata cara pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.
|
|||||
|
|
||||
Paragraf 2
Tugas dan Wewenang
Pasal 30 |
|||||
(1)
|
Dewan Direktur bertugas menyelenggarakan pengurusan operasional LPI.
|
||||
(2)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Direktur berwenang:
|
||||
|
a.
|
merumuskan dan menetapkan kebijakan LPI;
|
|||
|
b.
|
melaksanakan kebijakan dan pengurusan operasional LPI;
|
|||
|
c.
|
menyusun dan mengusulkan remunerasi dari Dewan Pengawas dan Dewan Direktur kepada Dewan Pengawas;
|
|||
|
d.
|
menyusun dan mengusulkan rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama (key performance indicator) kepada Dewan Pengawas;
|
|||
|
e.
|
menyusun struktur organisasi lembaga dan menyelenggarakan manajemen kepegawaian termasuk pengangkatan, pemberhentian, sistem penggajian, remunerasi penghargaan, program pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai LPI; dan
|
|||
|
f.
|
mewakili LPI di dalam dan di luar pengadilan.
|
|||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kewenangan Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Paragraf 3
Pembidangan dan Komite Dewan Direktur
Pasal 31 |
|||||
Dewan Direktur menetapkan pembidangan setiap anggota Dewan Direktur dengan persetujuan Dewan Pengawas.
|
|||||
|
|
||||
Pasal 32 |
|||||
(1)
|
Dewan Direktur membentuk komite yang anggotanya berasal dari Dewan Direktur, pegawai LPI, dan/atau pihak lain yang memiliki pengalaman yang diperlukan komite dengan mempertimbangkan praktik terbaik internasional.
|
||||
(2)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
|
||||
|
a.
|
komite Investasi; dan
|
|||
|
b.
|
komite manajemen risiko.
|
|||
(3)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Dewan Direktur.
|
||||
(4)
|
Komite Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling sedikit terdiri atas:
|
||||
|
a.
|
anggota Dewan Direktur yang membidangi investasi atau pengembangan bisnis; dan
|
|||
|
b.
|
anggota Dewan Direktur yang membidangi manajemen risiko.
|
|||
(5)
|
Pembentukan komite dilaporkan oleh Dewan Direktur kepada Dewan Pengawas setelah komite tersebut dibentuk.
|
||||
(6)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan dan rekomendasi kepada Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Paragraf 4
Tata Cara Pengambilan Keputusan Dewan Direktur
Pasal 33 |
|||||
Rapat Dewan Direktur diselenggarakan dalam rangka termasuk namun tidak terbatas pada pengambilan keputusan, penetapan kebijakan, pemberian arahan, evaluasi mengenai investasi dan/atau mengenai operasional LPI.
|
|||||
|
|
||||
Pasal 34 |
|||||
(1)
|
Pengambilan keputusan Dewan Direktur dilakukan melalui rapat Dewan Direktur.
|
||||
(2)
|
Rapat Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan ketentuan:
|
||||
|
a.
|
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan;
|
|||
|
b.
|
dipimpin oleh Ketua Dewan Direktur;
|
|||
|
c.
|
dapat dilakukan secara fisik maupun telekonferensi atau media elektronik lainnya;
|
|||
|
d.
|
dinyatakan sah apabila dihadiri secara fisik maupun telekonferensi atau media elektronik lainnya oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari jumlah anggota Dewan Direktur; dan
|
|||
|
e.
|
dapat diselenggarakan di dalam atau di luar kantor LPI.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Ketua Dewan Direktur berhalangan sehingga tidak dapat memimpin rapat, Ketua Dewan Direktur menunjuk anggota Dewan Direktur lainnya untuk memimpin rapat.
|
||||
(4)
|
Dalam hal Ketua Dewan Direktur berhalangan sehingga tidak dapat memimpin rapat dan tidak menunjuk anggota Dewan Direktur lainnya untuk memimpin rapat, anggota Dewan Direktur yang paling lama dalam jabatannya bertindak sebagai pimpinan rapat.
|
||||
(5)
|
Dalam hal tidak ada 1 (satu) anggota Dewan Direktur yang paling lama dalam jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka pimpinan rapat dipilih secara musyawarah untuk mufakat.
|
||||
(6)
|
Pengambilan keputusan Dewan Direktur dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.
|
||||
(7)
|
Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai, keputusan Dewan Direktur ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
|
||||
(8)
|
Keputusan rapat Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (7) berlaku setelah ditetapkan dalam rapat dan mengikat seluruh anggota Dewan Direktur.
|
||||
(9)
|
Anggota Dewan Direktur yang tidak dapat hadir dalam rapat Dewan Direktur memberikan kuasa secara tertulis kepada anggota Dewan Direktur lainnya yang hadir secara fisik maupun telekonferensi atau media elektronik lainnya untuk hadir dan mengambil keputusan atas nama pemberi kuasa.
|
||||
(10)
|
Keputusan rapat Dewan Direktur ditandatangani oleh seluruh anggota Dewan Direktur dan kuasanya yang hadir secara fisik maupun telekonferensi atau media elektronik lainnya.
|
||||
(11)
|
Anggota Dewan Direktur yang tidak dapat hadir secara fisik maupun telekonferensi atau media elektronik lainnya ikut menandatangani keputusan rapat Dewan Direktur.
|
||||
(12)
|
Musyawarah di dalam Dewan Direktur bersifat rahasia dan dapat diungkapkan hanya atas persetujuan pimpinan rapat sesuai dengan mekanisme dan kebijakan internal yang telah disetujui untuk diadopsi oleh LPI.
|
||||
(13)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan melalui rapat Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Pasal 35 |
|||||
Dalam pengambilan keputusan, anggota Dewan Direktur dilarang mempunyai benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung.
|
|||||
|
|
||||
Bagian Keempat
Dewan Penasihat
Pasal 36 |
|||||
(1)
|
Dalam hal diperlukan, LPI dapat membentuk Dewan Penasihat untuk memberikan saran mengenai investasi kepada Dewan Direktur.
|
||||
(2)
|
Anggota Dewan Penasihat diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengawas.
|
||||
(3)
|
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Penasihat, seseorang harus memenuhi persyaratan:
|
||||
|
a.
|
memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang investasi, ekonomi, keuangan, perbankan, hukum, dan/atau keahlian lain;
|
|||
|
b.
|
memiliki reputasi yang baik dan tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan, termasuk tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan;
|
|||
|
c.
|
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; dan
|
|||
|
d.
|
tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang investasi atau bidang lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.
|
||||
|
|
||||
BAB V
ASET, PINJAMAN, DAN PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Aset
Pasal 37 |
|||||
(1)
|
Aset LPI dapat berasal dari:
|
||||
|
a.
|
modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
|
|||
|
b.
|
hasil pengembangan usaha dan pengembangan aset LPI;
|
|||
|
c.
|
pemindahtanganan aset negara atau aset BUMN;
|
|||
|
d.
|
hibah; dan/atau
|
|||
|
e.
|
sumber lain yang sah.
|
|||
(2)
|
Aset LPI merupakan milik dan tanggung jawab LPI.
|
||||
|
|
||||
Pasal 38 |
|||||
(1)
|
Dalam rangka meningkatkan nilai aset, LPI dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.
|
||||
(2)
|
Dalam melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, LPI mempertimbangkan reputasi baik, kemampuan keuangan dan/atau keahlian pihak ketiga calon mitra kerja sama.
|
||||
(3)
|
Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan:
|
||||
|
a.
|
memberikan atau menerima kuasa kelola;
|
|||
|
b.
|
membentuk perusahaan patungan; atau
|
|||
|
c.
|
bentuk kerja sama lainnya.
|
|||
(4)
|
Kerja sama melalui kuasa kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dengan penyerahan pengelolaan aset yang diperjanjikan kepada pihak ketiga atau menerima pengelolaan aset yang diperjanjikan dari pihak ketiga melalui pemberian kuasa.
|
||||
(5)
|
Dalam kerja sama melalui pembentukan perusahaan patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, LPI harus memiliki porsi kepemilikan mayoritas dan menjadi penentu di dalam pengambilan keputusan apabila perusahaan patungan bergerak di sektor dan jenis usaha:
|
||||
|
a.
|
distribusi air minum satu-satunya di kota atau kabupaten; atau
|
|||
|
b.
|
pertambangan minyak dan gas dalam negeri.
|
|||
(6)
|
Dalam hal kerja sama dilakukan dengan membentuk perusahaan patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, aset LPI dapat dipindahtangankan untuk dijadikan penyertaan modal dalam perusahaan patungan.
|
||||
|
|
||||
Bagian Kedua
Pinjaman dan Penjaminan
Pasal 39 |
|||||
(1)
|
LPI dapat memberi atau menerima pinjaman.
|
||||
(2)
|
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa fasilitas kredit, surat utang, atau instrumen pinjaman lainnya.
|
||||
(3)
|
Dalam rangka menerima pinjaman, LPI dapat menjaminkan asetnya.
|
||||
(4)
|
Setiap pemberian atau penerimaan pinjaman, didasarkan pada analisis risiko yang mencakup paling sedikit:
|
||||
|
a.
|
tujuan pemberian atau penerimaan pinjaman;
|
|||
|
b.
|
penilaian atas kelayakan proyek dan/atau investasi; dan
|
|||
|
c.
|
kemampuan pengembalian pinjaman.
|
|||
(5)
|
LPI dapat memberi penjaminan kepada perusahaan patungan LPI untuk menerima pinjaman.
|
||||
(6)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian atau penerimaan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Bagian Ketiga
Prinsip Pengelolaan
Pasal 40 |
|||||
(1)
|
Pengelolaan aset LPI dilaksanakan berdasarkan prinsip tata kelola yang baik, akuntabel, dan transparan.
|
||||
(2)
|
Ketentuan mengenai prinsip tata kelola yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Bagian Keempat
Penunjukan Manajer Investasi
Pasal 41 |
|||||
(1)
|
Dalam melakukan pengelolaan aset, LPI dapat menunjuk Manajer Investasi untuk mengelola investasi sesuai dengan kebijakan investasi LPI dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(2)
|
Ketentuan mengenai penunjukan Manajer Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Bagian Kelima
Pendirian atau Partisipasi dalam Dana Kelolaan Investasi (Fund)
Pasal 42 |
|||||
(1)
|
Dalam melakukan pengelolaan aset, LPI dapat berinvestasi dengan:
|
||||
|
a.
|
mendirikan Dana Kelolaan Investasi (Fund); atau
|
|||
|
b.
|
berpartisipasi dalam Dana Kelolaan Investasi (Fund) yang didirikan oleh pihak ketiga.
|
|||
(2)
|
Dana Kelolaan Investasi (Fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat didirikan secara sendiri oleh LPI atau dengan bekerja sama dengan pihak ketiga, berdasarkan keputusan Dewan Direktur.
|
||||
(3)
|
Keputusan pendirian Dana Kelolaan Investasi (Fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk tetapi tidak terbatas pada:
|
||||
|
a.
|
bentuk dan tujuan pendirian, struktur, kepengurusan, dan kebijakan investasi;
|
|||
|
b.
|
modal dan modal disetor;
|
|||
|
c.
|
jumlah saham atau unit penyertaan yang diterbitkan dan jangka waktu pengembalian investasi;
|
|||
|
d.
|
metode partisipasi dalam Dana Kelolaan Investasi (Fund) baik dalam bentuk tunai maupun non-tunai termasuk penyertaan modal menggunakan aset non-tunai yang akan didahului dengan penilaian pasar wajar atas aset; dan
|
|||
|
e.
|
kepemilikan atas Dana Kelolaan Investasi (Fund).
|
|||
(4)
|
Dana Kelolaan Investasi (Fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
||||
|
a.
|
perusahaan patungan;
|
|||
|
b.
|
reksadana;
|
|||
|
c.
|
kontrak investasi kolektif; atau
|
|||
|
d.
|
bentuk lain.
|
|||
(5)
|
Status hukum Dana Kelolaan Investasi (Fund) berbentuk badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.
|
||||
(6)
|
Setiap Dana Kelolaan Investasi (Fund) dikelola dan memiliki independensi keuangannya masing-masing dan terbagi atas saham atau unit penyertaan, sesuai dengan dokumen pendirian.
|
||||
|
|
||||
Pasal 43 |
|||||
LPI menyimpan dan mengelola rekaman data untuk setiap investasi melalui Dana Kelolaan Investasi (Fund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), termasuk namun tidak terbatas pada:
|
|||||
a.
|
nama;
|
||||
b.
|
bentuk, kedudukan, dan yurisdiksi hukum yang mengaturnya;
|
||||
c.
|
tanggal dan jangka waktu;
|
||||
d.
|
modal;
|
||||
e.
|
pembagian jumlah saham, unit penyertaan atau bentuk partisipasi lainnya;
|
||||
f.
|
nama pihak ketiga mitra kerja sama; dan/atau
|
||||
g.
|
nama pengurus.
|
||||
|
|
||||
Pasal 44 |
|||||
(1)
|
Dalam hal pengelolaan Dana Kelolaan Investasi (Fund) berbentuk perseroan terbatas, perusahaan patungan, atau sejenisnya, LPI dapat menempatkan atau menunjuk perwakilan LPI sebagai pengurus.
|
||||
(2)
|
Penempatan atau penunjukan perwakilan LPI sebagai pengurus dalam Dana Kelolaan Investasi (Fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dewan Direktur sesuai dengan kebijakan investasi LPI dan merujuk kepada dokumen pendirian atau anggaran dasar Dana Kelolaan Investasi (Fund).
|
||||
(3)
|
Anggaran dasar Dana Kelolaan Investasi (Fund) berbentuk perseroan terbatas, perusahaan patungan, atau sejenisnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pengaturan mengenai:
|
||||
|
a.
|
syarat kepesertaan dan pembubaran;
|
|||
|
b.
|
pengangkatan pengurus; dan
|
|||
|
c.
|
fungsi dan kewenangan pengurus dan pembagiannya.
|
|||
(4)
|
LPI secara langsung atau melalui pengurus Dana Kelolaan Investasi (Fund) dapat menunjuk Manajer. Investasi untuk mengelola investasinya sesuai dengan kebijakan investasi Dana Kelolaan Investasi (Fund).
|
||||
|
|
||||
Pasal 45 |
|||||
(1)
|
Dokumen pendirian Dana Kelolaan Investasi (Fund) memuat namun tidak terbatas pada:
|
||||
|
a.
|
wewenang bagi Dana Kelolaan Investasi (Fund) untuk menjalankan aktivitas operasionalnya dengan tetap mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|||
|
b.
|
jangka waktu pendirian;
|
|||
|
c.
|
bentuk dan tujuan pendirian;
|
|||
|
d.
|
kebijakan investasi dan tata cara pengembalian hasil investasi;
|
|||
|
e.
|
ketentuan dan tata cara pemberian dan/atau penerimaan pinjaman dengan mempertimbangkan analisis risiko; dan/atau
|
|||
|
f.
|
pengaturan, prosedur pembubaran, dan likuidasi.
|
|||
(2)
|
Dalam hal investasi Dana Kelolaan Investasi (Fund) dilakukan bersama dengan pihak ketiga, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen pendirian juga memuat ketentuan mengenai komposisi keterwakilan masing-masing pihak dalam kepengurusan Dana Kelolaan Investasi (Fund).
|
||||
|
|
||||
Pasal 46 |
|||||
(1)
|
Aset yang dimiliki oleh Dana Kelolaan Investasi (Fund) dievaluasi secara berkala dengan mempertimbangkan aktivitas pengelolaan aset.
|
||||
(2)
|
Hasil evaluasi aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi internasional.
|
||||
|
|
||||
Pasal 47 |
|||||
(1)
|
Dewan Direktur melakukan pengelolaan risiko dan pengawasan kinerja investasi Dana Kelolaan Investasi (Fund).
|
||||
(2)
|
Ketentuan mengenai pengelolaan risiko dan pengawasan kinerja investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Pasal 48 |
|||||
(1)
|
LPI menerima laporan tahunan dari Dana Kelolaan Investasi (Fund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) dan Pasal 44 ayat (1).
|
||||
(2)
|
Laporan tahunan Dana Kelolaan Investasi (Fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat laporan keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik.
|
||||
|
|
||||
Pasal 49 |
|||||
Laba bersih Dana Kelolaan Investasi (Fund) dapat diinvestasikan kembali untuk peningkatan aset secara jangka panjang.
|
|||||
|
|
||||
Bagian Keenam
Pemanfaatan Laba
Pasal 50 |
|||||
(1)
|
Laba yang diperoleh LPI digunakan untuk:
|
||||
|
a.
|
cadangan wajib;
|
|||
|
b.
|
laba ditahan; dan
|
|||
|
c.
|
pembagian laba untuk pemerintah
|
|||
(2)
|
Bagian laba yang digunakan untuk cadangan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit sebesar 10% (sepuluh persen) dari laba.
|
||||
(3)
|
Pembentukan cadangan wajib dilakukan sampai mencapai 50% (lima puluh persen) dari modal LPI.
|
||||
(4)
|
Bagian laba setelah penyisihan untuk cadangan wajib digunakan untuk laba ditahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
|
||||
(5)
|
Akumulasi laba ditahan diinvestasikan sesuai dengan kebijakan investasi.
|
||||
(6)
|
Dalam hal akumulasi laba ditahan telah melebihi 50% (lima puluh persen) dari modal LPI, sebagian dari laba dapat digunakan sebagai pembagian laba untuk pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
|
||||
(7)
|
Pembagian laba untuk pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari laba.
|
||||
(8)
|
Pembagian laba untuk pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat melebihi 30% (tiga puluh persen) dari laba berdasarkan keputusan Menteri Keuangan.
|
||||
(9)
|
Keputusan mengenai penggunaan laba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Dewan Pengawas berdasarkan usulan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Bagian Ketujuh
Kerugian dan Kecukupan Modal LPI
Pasal 51 |
|||||
(1)
|
Dewan Direktur menetapkan batas toleransi kerugian investasi LPI setelah berkonsultasi dengan Dewan Pengawas.
|
||||
(2)
|
Dalam hal batas toleransi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, Dewan Direktur melaporkan dan membahas langkah yang harus diambil bersama Dewan Pengawas.
|
||||
(3)
|
Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal laporan keuangan.
|
||||
(4)
|
Dewan Direktur dapat memutuskan penggunaan cadangan wajib untuk menutup kerugian.
|
||||
(5)
|
Dalam hal LPI mencatatkan laba, LPI mengembalikan jumlah penggunaan cadangan wajib untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ke rekening cadangan wajib sesuai dengan ketentuan mengenai distribusi laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
|
||||
(6)
|
Dalam hal akumulasi kerugian LPI menyebabkan modal LPI turun sehingga menjadi 50% (lima puluh persen) dari modal awal, Pemerintah dapat menambah modal LPI.
|
||||
|
|
||||
Bagian Kedelapan
Audit dan Pelaporan
Pasal 52 |
|||||
(1)
|
LPI wajib menyusun laporan tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember yang sekaligus menjadi laporan pertanggungjawaban Dewan Direktur.
|
||||
(2)
|
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas laporan kegiatan dan laporan keuangan.
|
||||
(3)
|
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diaudit oleh kantor akuntan publik yang terdaftar pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
|
||||
(4)
|
Kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditunjuk oleh Dewan Direktur berdasarkan persetujuan Dewan Pengawas.
|
||||
(5)
|
Akuntan publik dari kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat ditunjuk paling banyak selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, dan dapat ditunjuk kembali setelah melewati 2 (dua) tahun sejak penunjukan terakhir.
|
||||
(6)
|
Laporan keuangan yang telah diaudit diumumkan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.
|
||||
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Pasal 53 |
|||||
(1)
|
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Dewan Direktur yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan.
|
||||
(2)
|
Dalam hal terdapat anggota Dewan Direktur yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, yang dilampirkan dalam laporan tahunan.
|
||||
(3)
|
Dalam hal terdapat anggota Dewan Direktur yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi alasan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.
|
||||
(4)
|
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) disampaikan kepada Dewan Pengawas oleh Dewan Direktur untuk mendapat persetujuan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 54 |
|||||
Dewan Pengawas menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Presiden dengan dilampiri laporan tahunan yang telah disetujui oleh Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4) paling lambat tanggal 31 Mei tahun berikutnya.
|
|||||
|
|
||||
BAB VI
PEMINDAHTANGANAN ASET DAN PENYERTAAN MODAL NEGARA
Bagian Kesatu
Pemindahtanganan Aset
Paragraf 1
Umum
Pasal 55 |
|||||
(1)
|
Aset negara dan aset BUMN dapat dipindahtangankan kepada LPL
|
||||
(2)
|
Pemindahtanganan aset negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk aset yang merupakan:
|
||||
|
a.
|
pengelolaan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak; dan/atau
|
|||
|
b.
|
pengelolaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
|
|||
(3)
|
Aset BUMN yang dipindahtangankan kepada LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipindahtangankan kepada perusahaan patungan yang dibentuk oleh LPI.
|
||||
(4)
|
Aset BUMN dapat dipindahtangankan kepada perusahaan patungan yang dibentuk oleh LPI.
|
||||
|
|
||||
Paragraf 2
Pemindahtanganan Aset Negara kepada LPI
Pasal 56 |
|||||
(1)
|
Aset negara dapat dipindahtangankan menjadi aset LPI melalui penyertaan modal negara.
|
||||
(2)
|
Pemindahtanganan aset negara menjadi aset LPI melalui penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagai penyertaan modal negara kepada LPI.
|
||||
(3)
|
Pemindahtanganan aset negara dengan cara penyertaan modal negara yang berasal dari konversi piutang negara, dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagai penyertaan modal negara kepada LPI.
|
||||
(4)
|
Aset negara yang dipindahtangankan menjadi aset LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan aset yang tidak dalam sengketa, dan tidak terdapat kepemilikan atas hak istimewa pihak manapun kecuali disepakati oleh pemilik hak.
|
||||
(5)
|
LPI dapat bekerja sama dengan Pemerintah Pusat untuk optimalisasi aset negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) melalui kuasa kelola dan/atau bentuk kerja sama lainnya tanpa melalui pemindahtanganan aset dengan tetap mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
|
||||
Paragraf 3
Pemindahtanganan Aset BUMN kepada LPI
Pasal 57 |
|||||
(1)
|
Aset BUMN dapat dipindahtangankan menjadi aset LPI dengan cara:
|
||||
|
a.
|
jual beli; atau
|
|||
|
b.
|
cara lain yang sah.
|
|||
(2)
|
Aset BUMN yang dipindahtangankan menjadi aset LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset yang tidak dalam sengketa, tidak sedang dilakukan sita pidana atau perdata, dan tidak terdapat kepemilikan atas hak istimewa pihak manapun kecuali disepakati oleh pemilik hak.
|
||||
|
|
||||
Pasal 58 |
|||||
(1)
|
Pemindahtanganan aset BUMN kepada LPI dengan cara jual beli atau cara lain yang sah dilakukan secara komersial.
|
||||
(2)
|
Dalam pemindahtanganan aset BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPI memperoleh hak preferensi.
|
||||
(3)
|
Pelaksanaan hak preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap mengedepankan prinsip kewajaran melalui penilaian harga wajar atas aset.
|
||||
(4)
|
Hak preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilimpahkan kepada perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) untuk melaksanakan pemindahtanganan aset atas nama LPI, dengan persetujuan LPI.
|
||||
|
|
||||
Paragraf 4
Pemindahtanganan Aset BUMN kepada Perusahaan Patungan yang Dibentuk LPI
Pasal 59 |
|||||
(1)
|
Aset BUMN dapat dipindahtangankan menjadi aset perusahaan patungan yang dibentuk oleh LPI dengan cara:
|
||||
|
a.
|
jual beli; atau
|
|||
|
b.
|
cara lain yang sah
|
|||
(2)
|
Aset BUMN yang dipindahtangankan menjadi aset perusahaan patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset yang tidak dalam sengketa, tidak sedang dilakukan sita pidana atau perdata, dan tidak terdapat kepemilikan atas hak istimewa pihak manapun kecuali disepakati oleh pemilik hak.
|
||||
|
|
||||
Pasal 60 |
|||||
(1)
|
LPI melalui perusahaan patungan yang dibentuk dapat bekerja sama dengan badan usaha swasta.
|
||||
(2)
|
Perusahaan patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerima pemindahtanganan aset dari badan usaha swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(3)
|
Pemindahtanganan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan cara:
|
||||
|
a.
|
jual beli; atau
|
|||
|
b.
|
cara lain yang sah.
|
|||
|
|
|
|||
Paragraf 5
Pencatatan dan Penilaian Aset
Pasal 61 |
|||||
(1)
|
Aset LPI yang berasal dari pemindahtanganan aset negara atau aset BUMN dicatat dalam pembukuan LPI sesuai dengan nilai wajar.
|
||||
(2)
|
Aset perusahaan patungan baik yang berasal dari LPI maupun yang berasal dari pemindahtanganan aset BUMN dicatat dalam pembukuan perusahaan patungan sesuai dengan nilai wajar.
|
||||
(3)
|
Aset badan usaha swasta yang dipindahtangankan kepada perusahaan patungan yang dibentuk oleh LPI dicatat dalam pembukuan perusahaan patungan sesuai dengan nilai wajar.
|
||||
|
|
||||
Paragraf 6
Konversi dan Pemindahtanganan Aset LPI
Pasal 62 |
|||||
(1)
|
LPI dapat melakukan konversi aset LPI ke dalam bentuk lain.
|
||||
(2)
|
Konversi aset LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan nilai wajar.
|
||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai konversi aset LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Pasal 63 |
|||||
(1)
|
LPI dapat memindahtangankan aset LPI kepada pihak lain.
|
||||
(2)
|
Rencana pemindahtanganan aset LPI kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam rencana kerja dan anggaran tahunan LPI.
|
||||
(3)
|
Pemindahtanganan aset LPI kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan nilai wajar.
|
||||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahtanganan aset LPI kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Bagian Kedua
Penyertaan Modal Negara
Pasal 64 |
|||||
Ketentuan mengenai penyertaan modal negara kepada BUMN berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyertaan modal negara kepada LPI.
|
|||||
|
|
||||
BAB VII
TATA KELOLA DAN KEBIJAKAN
Bagian Kesatu
Kebijakan Dasar Pengelolaan Lembaga
Pasal 65 |
|||||
(1)
|
Dalam pengelolaan LPI, Dewan Direktur harus memastikan pelaksanaan penerapan tata kelola yang baik di lingkungan LPI.
|
||||
(2)
|
Pelaksanaan penerapan tata kelola yang baik pada LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
(3)
|
Peraturan Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas peraturan yang mengatur mengenai:
|
||||
|
a.
|
pengelolaan aset;
|
|||
|
b.
|
penerapan manajemen risiko;
|
|||
|
c.
|
kepatuhan;
|
|||
|
d.
|
sumber daya manusia;
|
|||
|
e.
|
keuangan;
|
|||
|
f.
|
hukum;
|
|||
|
g.
|
sistem informasi;
|
|||
|
h.
|
audit;
|
|||
|
i.
|
pengadaan barang dan jasa;
|
|||
|
j.
|
rencana kerja; dan
|
|||
|
k.
|
remunerasi untuk Dewan Pengawas dan Dewan Direktur.
|
|||
(4)
|
Peraturan Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah dikonsultasikan kepada Dewan Pengawas.
|
||||
|
|
||||
Pasal 66 |
|||||
(1)
|
Dewan Pengawas dan Dewan Direktur berhak atas remunerasi sesuai dengan tugas, wewenang, dan/atau tanggung jawabnya.
|
||||
(2)
|
Dewan Penasihat, anggota sekretariat dan komite yang dibentuk Dewan Pengawas dan Dewan Direktur, pegawai LPI, dan unsur lain dalam LPI berhak atas remunerasi yang ditetapkan oleh Dewan Direktur.
|
||||
(3)
|
Ketentuan mengenai remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur setelah dikonsultasikan kepada Dewan Pengawas.
|
||||
|
|
||||
Pasal 67 |
|||||
LPI memastikan kebijakan investasi dilaksanakan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
|
|||||
|
|
||||
Bagian Kedua
Keterbukaan Informasi
Pasal 68 |
|||||
(1)
|
LPI mengungkapkan keterbukaan data dan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memperhatikan praktik internasional.
|
||||
(2)
|
Ketentuan mengenai kebijakan pengungkapan data dan informasi LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
Bagian Ketiga
Kerahasiaan
Pasal 69 |
|||||
(1)
|
Dewan Pengawas, Dewan Direktur, pegawai LPI, atau setiap pihak yang bertindak untuk dan atas nama LPI wajib merahasiakan dokumen, data, dan informasi yang diperoleh atau dihasilkan dalam pelaksanaan tugasnya yang harus dirahasiakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila Dewan Pengawas, Dewan Direktur, pegawai LPI, atau pihak yang bertindak untuk dan atas nama LPI diwajibkan mengungkapkan informasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk mengungkapkan informasi tersebut.
|
||||
|
|
||||
Bagian Keempat
Benturan Kepentingan
Pasal 70 |
|||||
(1)
|
Dalam hal anggota Dewan Pengawas, Dewan Direktur, dan Dewan Penasihat mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dengan objek yang akan diputuskan, yang bersangkutan harus mengungkapkan benturan kepentingan tersebut.
|
||||
(2)
|
Anggota Dewan Pengawas dan Dewan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memberikan suara dalam pengambilan keputusan.
|
||||
|
|
||||
Bagian Kelima
Bantuan Hukum
Pasal 71 |
|||||
(1)
|
LPI memberikan bantuan hukum kepada anggota Dewan Pengawas, anggota Dewan Direktur, pegawai, mantan anggota Dewan Pengawas, mantan anggota Dewan Direktur, dan mantan pegawai LPI atas tuntutan pidana dan/atau gugatan perdata yang dapat menimbulkan kewajiban dan/atau akibat hukum sepanjang keputusan dan/atau kebijakan yang diambil dilakukan dengan iktikad baik, dan sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
|
||||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap anggota Dewan Pengawas, anggota Dewan Direktur, pegawai, mantan anggota Dewan Pengawas, mantan anggota Dewan Direktur, dan mantan pegawai LPI diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pihak lain sehubungan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya di LPI, LPI membayar ganti rugi dimaksud sepanjang:
|
||||
|
a.
|
kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
|
|||
|
b.
|
telah melakukan pengelolaan dan pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan tujuan Investasi;
|
|||
|
c.
|
tidak memiliki benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan LPI;
|
|||
|
d.
|
tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah; dan
|
|||
|
e.
|
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya penurunan nilai Investasi tersebut sesuai praktik bisnis yang sehat
|
|||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Dewan Direktur.
|
||||
|
|
||||
BAB VIII
KEPAILITAN
Pasal 72 |
|||||
(1)
|
LPI tidak dapat dipailitkan, kecuali dapat dibuktikan LPI dalam kondisi insolven.
|
||||
(2)
|
Pembuktian kondisi insolven sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan insolvency test oleh lembaga independen yang ditunjuk Menteri Keuangan.
|
||||
(3)
|
Beban biaya yang timbul sebagai akibat dari penunjukan lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung oleh pemohon pailit.
|
||||
|
|
||||
BAB IX
PEMBINAAN
Pasal 73 |
|||||
(1)
|
Pembinaan terhadap LPI dilakukan oleh Menteri Keuangan.
|
||||
(2)
|
Ketentuan mengenai pembinaan LPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
|
||||
|
|
||||
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 74 |
|||||
LPI dapat menggunakan nama "Indonesia Investment Authority" yang disingkat INA.
|
|||||
|
|||||
Pasal 75 |
|||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||||
|
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2020
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2020
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 286
|
|||||
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 74 TAHUN 2020
TENTANG
LEMBAGA PENGELOLA INVESTASI
|
||
I.
|
UMUM
|
|
|
Untuk mewujudkan pokok pikiran keadilan sosial dan salah satu tujuan nasional "memajukan kesejahteraan umum" sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka hal terpenting yang perlu dilakukan adalah meletakkan pondasi ekonomi nasional yang kuat, khususnya dalam menghadapi situasi perekonomian dunia dengan dinamika dan volatilitas yang tinggi.
Pondasi ekonomi nasional yang kuat tersebut merupakan titik tolak bagi terwujudnya Visi Indonesia 2045, yaitu negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan menjadi salah satu kekuatan besar ekonomi dunia. Visi ini akan dicapai dengan dukungan 4 (empat) pilar, yaitu pembangunan sumber daya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan.
Pilar utama pembangunan ekonomi berkelanjutan mensyaratkan adanya target pertumbuhan ekonomi dalam setiap tahunnya. Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi tersebut, dibutuhkan pembiayaan yang tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh Pemerintah. Oleh karena itu, dibutuhkan investasi dari masyarakat dan swasta guna menutup kesenjangan (gap) antara kebutuhan pembangunan dengan kapasitas fiskal Pemerintah.
Pemerintah telah menginisiasi skema alternatif guna mendorong peran serta investasi masyarakat dan badan usaha, antara lain melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan skema pembiayaan kreatif lainnya. Namun dalam praktiknya, skema tersebut masih banyak menghadapi hambatan dan tantangan yang menyebabkan skema alternatif tersebut tidak terealisasi sesuai rencana.
BUMN yang selama ini menjadi salah satu tulang punggung utama pembiayaan pembangunan di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga semakin terbatas kapasitas pendanaannya. Di sisi lain, sumber pendanaan dari lembaga sektor keuangan (kredit perbankan, pasar modal, dan institusi keuangan non-bank) juga tidak mencukupi. Terbatasnya kapasitas fiskal Pemerintah dan terbatasnya pendanaan BUMN dan lembaga sektor keuangan tersebut mengindikasikan kapasitas domestik tidak memadai untuk memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan pembangunan guna menunjang pertumbuhan ekonomi.
Berkenaan dengan permasalahan tersebut di atas, diperlukan pemenuhan pembiayaan pembangunan nasional yang melibatkan investor dari luar negeri, khususnya melalui penanaman modal asing (foreign direct investment/FDl). Berdasarkan data Bank Dunia, FDI Indonesia bersifat fluktuatif untuk setiap tahunnya, dan jumlah FDI Indonesia dalam 5 (lima) tahun terakhir cenderung stagnan. Selain itu, prosentase FDI Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto juga masih berada jauh di bawah negara-negara ASEAN lainnya.
Pemerintah telah berupaya melakukan perbaikan iklim investasi dan kemudahan berusaha untuk meningkatkan FDI yang masuk ke Indonesia. Selain itu, upaya peningkatan FDI ke Indonesia juga perlu memperhatikan perspektif dan appetite investor luar negeri. Dengan demikian, saat ini diperlukan adanya suatu lembaga yang mampu menjadi mitra strategis bagi investor dimaksud, yang memiliki landasan yang kuat secara hukum dan kelembagaan, serta menerapkan praktik dan standar internasional, yang dapat menjadi perantara bagi para investor dalam menempatkan investasi atau FDI di Indonesia.
Sejalan dengan kondisi dan tantangan di atas, serta untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya, Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati untuk membentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ketentuan Pasal 171 ayat (3) Undang-Undang tersebut mendelegasikan pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini diatur sebagai lembaga sui generis pengelola investasi pemerintah.
Pembentukan LPI dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan. Untuk merealisasikan fungsi dan tujuan tersebut, LPI memiliki karakteristik khusus yang dapat menjadikan lembaga ini memiliki fleksibilitas dan profesionalitas dalam peningkatan nilai investasi, serta sebagai mitra strategis bagi investor asing.
Di samping mendelegasikan pembentukan LPI, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga mendelegasikan beberapa ketentuan yang mengatur mengenai tata kelola dan operasionalisasi LPI, yaitu:
|
|
|
a.
|
pemindahtanganan aset negara kepada Lembaga atau kepada perusahaan patungan yang dibentuk oleh Lembaga (Pasal 157 ayat (8));
|
|
b.
|
pencadangan untuk menutup/menanggung risiko kerugian dalam berinvestasi dan/atau melakukan akumulasi modal (Pasal 158 ayat (70));
|
|
c.
|
tata cara pengelolaan aset Lembaga (Pasal 159 ayat (6));
|
|
d.
|
tata kelola Lembaga (Pasal 164 ayat (1)); dan
|
|
e.
|
seleksi anggota Dewan Pengawas dari unsur profesional (Pasal 166 ayat (10)).
|
|
|
|
|
Berdasarkan hal pokok di atas, materi muatan yang menjadi ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain:
|
|
|
a.
|
status LPI sebagai Badan Hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden. LPI memiliki kewenangan khusus (sui generis) dalam rangka pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat.
|
|
b.
|
LPI memiliki struktur two-tier yang terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan Direktur. Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan LPI oleh Dewan Direktur. Salah satu kewenangan utama Dewan Pengawas adalah mengangkat dan memberhentikan Dewan Direktur.
|
|
c.
|
modal LPI ditetapkan sebesar Rp75.000.000.000.000,00 (tujuh puluh lima triliun rupiah) dengan setoran modal awal sebesar Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah). Pemenuhan modal LPI dilakukan secara bertahap hingga tahun 2021 dari penyertaan modal negara dan/atau sumber lainnya.
|
|
d.
|
alokasi laba LPI diprioritaskan untuk Cadangan Wajib dan Laba Ditahan yang dapat diinvestasikan kembali. Apabila akumulasi Laba Ditahan telah terakumulasi melebihi 50% (lima puluh persen) modal LPI, laba LPI dapat didistribusikan menjadi Bagian Laba Pemerintah.
|
|
e.
|
aset negara dan aset BUMN dapat dipindahtangankan kepada LPI. Aset BUMN yang dipindahtangankan kepada LPI dapat dipindahtangankan kepada perusahaan patungan yang dibentuk LPI. Aset BUMN juga dapat dipindahtangankan langsung kepada perusahaan patungan yang dibentuk LPI. Dalam pemindahtanganan aset BUMN ke LPI, LPI memperoleh hak preferensi yang dapat dilimpahkan kepada perusahaan patungan LPI untuk melaksanakan pemindahtanganan aset atas nama LPI.
|
|
f.
|
LPI tidak dapat dipailitkan kecuali dapat dibuktikan LPI dalam kondisi insolven melalui insolvency test oleh lembaga independen yang ditunjuk Menteri Keuangan.
|
|
e.
|
merujuk kepada penjelasan Pasal 165 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, LPI dapat disebut dengan nama lain seperti Indonesian Sovereign Wealth Fund atau Indonesia Investment Authority. Dalam PP ini, LPI menggunakan nama Indonesia Investment Authority yang disingkat INA.
|
|
|
|
|
Pengaturan LPI dalam Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang memadai bagi LPI agar dapat melaksanakan fungsinya selaku pelaksana investasi Pemerintah Pusat secara efektif sehingga dapat meningkatkan nilai investasi dan menarik investasi langsung dari luar negeri ke Indonesia maupun dari investor domestik secara signifikan.
|
|
|
|
|
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
|
|
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sumber lainnya" antara lain kapitalisasi cadangan, akumulasi laba ditahan, keuntungan revaluasi aset.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kegiatan pengelolaan aset" antara lain kegiatan akuisisi, pengelolaan, restrukturisasi perusahaan (saham) maupun aset tetap, divestasi, yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung baik dilakukan sendiri atau melalui kerja sama dengan pihak ketiga atau melalui pembentukan entitas khusus baik berbentuk badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing.
Huruf c
Dalam melakukan kerja sama dengan entitas dana perwalian (trust fund), penyedia dana (settlor) harus memberikan kuasa kepada entitas dana perwalian (trust fund) dalam rangka melakukan pengelolaan investasi dengan LPI.
Huruf d
Penentuan calon mitra investasi dilakukan dengan penunjukan mitra investasi secara langsung dengan mempertimbangkan antara lain praktik bisnis yang berlaku secara internasional, dengan tetap menjaga tata kelola yang baik.
Kriteria bagi calon mitra investasi yang dapat ditunjuk langsung antara lain memiliki reputasi baik, memiliki kemampuan keuangan untuk dapat menunjang komitmen investasinya, dan latau memiliki keahlian di bidang investasi yang akan dikerjasamakan.
Huruf e
LPI dapat menerima pinjaman antara lain dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas antara lain mengenai peserta rapat, pemberitahuan rapat, teknis penyelenggaraan rapat, dan materi rapat.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kontrak manajemen" adalah kontrak yang dilakukan antara Dewan Direktur dengan Dewan Pengawas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pemberhentian sementara dilakukan antara lain karena anggota Dewan Direktur sedang dalam pemeriksaan oleh komite etik LPI.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang mewakili LPI di dalam dan di luar pengadilan adalah Ketua Dewan Direktur dan/atau 2 (dua) orang Anggota Dewan Direktur.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Materi pokok yang ditetapkan dengan keputusan Dewan Direktur antara lain mengenai wewenang dan kebijakan kerja komite.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengenai pihak yang dapat ikut serta, pemberitahuan, teknis penyelenggaraan, mekanisme pengambilan keputusan dan materi rapat.
Pasal 35
Yang dimaksud dengan "benturan kepentingan" adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis LPI dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota Dewan Direktur yang dapat merugikan LPI dan/atau menguntungkan anggota Dewan Direktur.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "sumber lain yang sah" antara lain aset yang diperoleh dari utang, pinjaman, obligasi, dan fasilitas kredit lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
LPI menjadi penentu utama di dalam pengambilan keputusan apabila memiliki partisipasi mayoritas atau berdasarkan shareholder agreement.
Ayat (6)
Pemindahtanganan aset LPI untuk dijadikan penyertaan modal dilakukan dengan memperhatikan tujuan pemindahtanganan, penilaian atas aset, praktik bisnis yang berlaku secara internasional, dan prinsip usaha yang sehat.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengenai prosedur pemrosesan dan limit persetujuan internal LPI.
Setiap permohonan persetujuan untuk pinjaman akan didasarkan pada rekomendasi dari organ LPI yang membidangi proses pemberian atau penerimaan pinjaman dengan menyediakan informasi dan analisa yang diperlukan.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan prinsip "tata kelola yang baik, akuntabel, dan transparan" bahwa pengelolaan aset oleh LPI dilaksanakan pula dengan prinsip kemandirian, kewajaran, dan pertanggungjawaban.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Keputusan Dewan Direktur mengenai pendirian Dana Kelolaan Investasi (Fund) berdasarkan analisis dan rekomendasi komite Investasi sesuai dengan kebijakan investasi LPI.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pertimbangan terhadap kepemilikan atas Dana Kelolaan Investasi (Fund) LPI atau partisipasi LPI mencakup bentuk kepemilikan (tunggal atau bersama dengan pihak ketiga), tata cara dan pengaturan kontribusi finansial pihak ketiga ke dalam Dana Kelolaan Investasi (Fund).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 43
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dana Kelolaan Investasi (Fund) dapat berbadan hukum Indonesia maupun berbadan hukum asing. Untuk Dana Kelolaan Investasi (Fund) berbadan hukum asing, pengaturannya mengikuti ketentuan yurisdiksi hukum di mana fund tersebut didirikan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "sejenisnya" dapat berbentuk perseroan terbatas berbadan hukum asing, misalnya limited liability company, public limited company.
Yang dimaksud dengan "pengurus" adalah komisaris, direktur dan sejenisnya sesuai dengan yurisdiksi hukum pendirian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dewan Direktur menyampaikan rencana aksi (action plan) kepada Dewan Pengawas, mengenai penjelasan lengkap terkait prosedur yang diusulkan untuk diterapkan, jangka waktu yang diharapkan dan dampak keuangan dari pelaksanaannya termasuk rencana keuangan, operasional, investasi serta proyeksi arus kas yang dihasilkan dari penerapan rencana tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Laporan keuangan mencakup antara lain laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan modal, dan penjelasan atas laporan keuangan termasuk nilai aset bersih.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "kuasa kelola" antara lain alih kelola kontrak kerja sama kepada LPI, kerja sama pemanfaatan Barang Milik Negara.
Pasal 57
Ayat (1)
Huruf a
Pemindahtanganan aset BUMN ditetapkan dalam RUPS untuk Perusahaan Perseroan (Persero) atau ditetapkan oleh Menteri BUMN untuk Perusahaan Umum (Perum) atau dilakukan sesuai dengan ketentuan di dalam anggaran dasar perusahaan perseroan dan perusahaan umum.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "hak preferensi" adalah LPI mendapatkan prioritas dari BUMN dalam hal pemindahtanganan aset BUMN.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "konversi" antara lain dari bentuk saham menjadi dana tunai, dari bentuk dana tunai menjadi surat utang, maupun bentuk lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai area, syarat dan ketentuan dalam melakukan investasi terhadap aset LPI, penilaian aset yang diinvestasikan, konversi dan/atau pelepasan aset dalam rangka investasi, proses penilaian terhadap instrumen sekuritas dan keuangan, aset tunai, kontrak sekuritas, saham yang dimiliki oleh anak perusahaan dan fund, dana investasi, perjanjian konsesi dan aset LPI lainnya.
Huruf b
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai identifikasi jenis, pemantauan, pelaporan dan mitigasi risiko.
Huruf c
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai tata kelola pengambilan keputusan Dewan Direktur, standar prosedur operasi, wishtle blowing system, kode etik Dewan Direktur dan pegawai.
Huruf d
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai hak dan kewajiban pegawai, struktur organisasi, dan peningkatan kompetensi pegawai.
Huruf e
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai pencatatan dan penatausahaan aset, dan kewajiban LPI.
Huruf f
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai pelayanan hukum, penyusunan peraturan, penetapan kebijakan, pembuatan perjanjian, pelaksanaan review hukum atas keputusan Dewan Direktur, dan litigasi.
Huruf g
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai infrastruktur informasi teknologi, pengamanan data dan informasi serta business continuity plan.
Huruf h
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai pedoman dan pelaksanaan audit.
Huruf i
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai vendor management, alur proses pengadaan barang dan jasa serta pejabat pemutus.
Huruf j
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai tata cara penyusunan, persetujuan, dan perubahan rencana kerja.
Huruf k
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Dewan Direktur antara lain mengatur mengenai jenis, mekanisme perhitungan, komposisi besaran, dan sistem pembayaran remunerasi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah Undang-Undang atau setingkat dengan Undang-Undang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Ayat (1)
Ayat ini mengandung pengertian bahwa dalam hal terdapat pihak yang akan mengajukan permohonan pailit terhadap LPI, pemohon harus terlebih dahulu dapat membuktikan bahwa LPI dalam kondisi insolven.
Pembuktian insolvensi antara lain mencakup pembuktian dimana terdapat kondisi jumlah seluruh aset LPI tidak dapat melunasi semua utangnya.
Ayat (2)
Menteri Keuangan dalam hal ini bertindak selaku Bendahara Umum Negara.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
|
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6595 |