Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
|||
|
|
||
Menimbang |
|||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 135 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Badan Bank Tanah;
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Keda (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN BANK TANAH.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Badan Bank Tanah yang selanjutnya disebut Bank Tanah adalah badan khusus (sui generis) yang merupakan badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh pemerintah pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah.
|
||
2.
|
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
|
||
3.
|
Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan.
|
||
4.
|
Kekayaan Bank Tanah adalah semua kekayaan yang dikuasai Bank Tanah baik berwujud atau tidak berwujud yang bernilai atau berharga akibat kejadian di masa lalu yang memberikan manfaat di masa yang akan datang.
|
||
5.
|
Komite Bank Tanah yang selanjutnya disebut Komite adalah komite yang bertugas untuk menetapkan kebijakan strategis Bank Tanah.
|
||
6.
|
Dewan Pengawas adalah organ Bank Tanah yang memiliki tugas untuk mengawasi seluruh kegiatan Bank Tanah serta menyampaikan rekomendasi atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan Bank Tanah.
|
||
7.
|
Badan Pelaksana adalah organ Bank Tanah yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan Bank Tanah.
|
||
8.
|
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
||
9.
|
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
|
||
10.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
|
||
|
|
||
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Bank Tanah yang merupakan badan hukum Indonesia.
|
||
(2)
|
Bank Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan, untuk:
|
||
|
a.
|
kepentingan umum;
|
|
|
b.
|
kepentingan sosial;
|
|
|
c.
|
kepentingan pembangunan nasional;
|
|
|
d.
|
pemerataan ekonomi;
|
|
|
e.
|
konsolidasi lahan; dan
|
|
|
f.
|
reforma agraria.
|
|
(3)
|
Bank Tanah bertanggung jawab kepada Presiden melalui Komite.
|
||
(4)
|
Kekayaan Bank Tanah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
|
||
(5)
|
Bank Tanah berkedudukan di Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
(6)
|
Bank Tanah dapat mempunyai kantor perwakilan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
|
|
||
BAB II
FUNGSI DAN TUGAS BANK TANAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Bank Tanah mempunyai fungsi:
|
||
|
a.
|
perencanaan;
|
|
|
b.
|
perolehan tanah;
|
|
|
c.
|
pengadaan tanah;
|
|
|
d.
|
pengelolaan tanah;
|
|
|
e.
|
pemanfaatan tanah; dan
|
|
|
f.
|
pendistribusian tanah.
|
|
(2)
|
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank Tanah mempunyai tugas:
|
||
|
a.
|
melakukan perencanaan kegiatan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan;
|
|
|
b.
|
melakukan perolehan tanah yang dapat bersumber dari penetapan pemerintah dan pihak lain;
|
|
|
c.
|
melakukan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah secara langsung;
|
|
|
d.
|
melakukan pengelolaan tanah dari kegiatan pengembangan, pemeliharaan dan pengamanan, dan pengendalian tanah;
|
|
|
e.
|
melakukan pemanfaatan tanah melalui kerja sama pemanfaatan dengan pihak lain; dan
|
|
|
f.
|
melakukan pendistribusian tanah dengan melakukan kegiatan penyediaan dan pembagian tanah.
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
Bank Tanah bersifat transparan, akuntabel, dan nonprofit.
|
|||
|
|||
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
|
||
|
a.
|
rencana jangka panjang;
|
|
|
b.
|
rencana jangka menengah; dan
|
|
|
c.
|
rencana tahunan.
|
|
(2)
|
Rencana jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan perencanaan kegiatan untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
|
||
(3)
|
Rencana jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan perencanaan kegiatan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
|
||
(4)
|
Rencana tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan perencanaan kegiatan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
|
||
(5)
|
Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada rencana pembangunan jangka menengah nasional dan rencana tata ruang.
|
||
(6)
|
Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Badan Pelaksana setelah mendapat persetujuan dari Komite.
|
||
|
|
||
Bagian Ketiga
Perolehan Tanah
Pasal 6 |
|||
Perolehan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b berasal dari:
|
|||
a.
|
tanah hasil penetapan pemerintah; dan/atau
|
||
b.
|
tanah dari pihak lain.
|
||
|
|||
Pasal 7 |
|||
Tanah hasil penetapan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a terdiri atas tanah negara yang berasal dari:
|
|||
a.
|
tanah bekas hak;
|
||
b.
|
kawasan dan tanah telantar;
|
||
c.
|
tanah pelepasan kawasan hutan;
|
||
d.
|
tanah timbul;
|
||
e.
|
tanah hasil reklamasi;
|
||
f.
|
tanah bekas tambang;
|
||
g.
|
tanah pulau-pulau kecil;
|
||
h.
|
tanah yang terkena kebijakan perubahan tata ruang; dan
|
||
i.
|
tanah yang tidak ada penguasaan di atasnya.
|
||
|
|
||
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Tanah dari pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b berasal dari:
|
||
|
a.
|
Pemerintah Pusat;
|
|
|
b.
|
Pemerintah Daerah;
|
|
|
c.
|
badan usaha milik negara;
|
|
|
d.
|
badan usaha milik daerah;
|
|
|
e.
|
badan usaha;
|
|
|
f.
|
badan hukum; dan
|
|
|
g.
|
masyarakat.
|
|
(2)
|
Perolehan tanah dari pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses:
|
||
|
a.
|
pembelian;
|
|
|
b.
|
penerimaan hibah/sumbangan atau yang sejenis;
|
|
|
c.
|
tukar menukar;
|
|
|
d.
|
pelepasan hak; dan
|
|
|
e.
|
perolehan bentuk lainnya yang sah.
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pengadaan Tanah
Pasal 9 |
|||
Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui mekanisme tahapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah secara langsung.
|
|||
|
|||
Bagian Kelima
Pengelolaan Tanah
Pasal 10 |
|||
Pengelolaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d terdiri atas kegiatan:
|
|||
a.
|
pengembangan tanah;
|
||
b.
|
pemeliharaan dan pengamanan tanah; dan
|
||
c.
|
pengendalian tanah.
|
||
|
|
||
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Pengembangan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal L0 huruf a meliputi penyiapan tanah untuk kegiatan:
|
||
|
a.
|
perumahan dan kawasan permukiman;
|
|
|
b.
|
peremajaan kota;
|
|
|
c.
|
pengembangan kawasan terpadu;
|
|
|
d.
|
konsolidasi lahan;
|
|
|
e.
|
pembangunan infrastruktur;
|
|
|
f.
|
pembangunan sarana dan prasarana lain;
|
|
|
g.
|
pematangan tanah untuk mempersiapkan tanah bagi tata kelola usaha Bank Tanah; dan
|
|
|
h.
|
proyek strategis nasional.
|
|
(2)
|
Pengembangan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur kawasan industri, kawasan pariwisata, pertanian, perkebunan, kawasan ekonomi khusus, kawasan ekonomi lainnya, dan bentuk pembangunan lainnya yang mendukung kegiatan Bank Tanah.
|
||
(3)
|
Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh Bank Tanah dan/atau kerja sama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau pihak lain.
|
||
(4)
|
Kegiatan pengembangan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kesesuaian rencana tata ruang.
|
||
(5)
|
Dalam hal penyusunan rencana kegiatan pengembangan tanah yang bersifat strategis dan belum termuat dalam rencana tata ruang, kegiatan pengembangan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
|
||
(6)
|
Rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikeluarkan oleh Menteri dan menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang.
|
||
|
|
||
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Pemeliharaan dan pengamanan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b terdiri atas:
|
||
|
a.
|
aspek hukum; dan
|
|
|
b.
|
aspek fisik.
|
|
(2)
|
Aspek hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
|
||
|
a.
|
kepastian hukum hak atas tanah; dan
|
|
|
b.
|
aktif dalam upaya hukum mempertahankan kepastian hukum hak atas tanah baik di luar maupun di dalam pengadilan.
|
|
(3)
|
Aspek fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan pemeliharaan dan pengamanan fisik tanah.
|
||
|
|
||
Pasal 13 |
|||
Pengendalian tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c terdiri atas kegiatan:
|
|||
a.
|
pengendalian penguasaan tanah;
|
||
b.
|
pengendalian pemanfaatan tanah; dan
|
||
c.
|
pengendalian nilai tanah.
|
||
|
|
||
Bagian Keenam
Pemanfaatan Tanah
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e dilakukan melalui kerja sama pemanfaatan dengan pihak lain.
|
||
(2)
|
Kerja sama pemanfaatan dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk:
|
||
|
a.
|
jual beli;
|
|
|
b.
|
sewa;
|
|
|
c.
|
kerja sama usaha;
|
|
|
d.
|
hibah;
|
|
|
e.
|
tukar menukar; dan
|
|
|
f.
|
bentuk lain yang disepakati dengan pihak lain.
|
|
(3)
|
Dalam melaksanakan pemanfaatan tanah, Bank Tanah tetap memperhatikan asas kemanfaatan dan asas prioritas.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pendistribusian Tanah
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Pendistribusian tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f berupa kegiatan penyediaan dan pembagian tanah.
|
||
(2)
|
Pendistribusian tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan paling sedikit untuk:
|
||
|
a.
|
kementerian/lembaga;
|
|
|
b.
|
Pemerintah Daerah;
|
|
|
c.
|
organisasi sosial dan keagamaan; dan/atau
|
|
|
d.
|
masyarakat yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Jaminan Ketersediaan Tanah
Pasal 16 |
|||
Dalam melaksanakan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bank Tanah menjamin ketersediaan tanah untuk:
|
|||
a.
|
kepentingan umum;
|
||
b.
|
kepentingan sosial;
|
||
c.
|
kepentingan pembangunan nasional;
|
||
d.
|
pemerataan ekonomi;
|
||
e.
|
konsolidasi lahan; dan
|
||
f.
|
reforma agraria.
|
||
|
|||
Pasal 17 |
|||
Dukungan untuk jaminan ketersediaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dapat terdiri atas:
|
|||
a.
|
pertahanan dan keamanan nasional;
|
||
b.
|
jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;
|
||
c.
|
waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
|
||
d.
|
pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
|
||
e.
|
infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
|
||
f.
|
pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan/atau distribusi tenaga listrik;
|
||
g.
|
jaringan telekomunikasi dan informatika;
|
||
h.
|
tempat pembuangan dan pengolahan sampah serta pengelolaan limbah;
|
||
i.
|
pembangunan produksi dan jaringan air bersih;
|
||
j.
|
rumah sakit;
|
||
k.
|
fasilitas keselamatan umum;
|
||
l.
|
pemakaman umum;
|
||
m.
|
fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
|
||
n.
|
cagar alam dan cagar budaya;
|
||
o.
|
kantor Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atar Desa;
|
||
p.
|
penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah;
|
||
q.
|
prasarana pendidikan atau sekolah;
|
||
r.
|
prasarana olahraga;
|
||
s.
|
pasar umum dan lapangan parkir umum;
|
||
t.
|
kawasan industri hulu dan hilir minyak dan gas;
|
||
u.
|
kawasan ekonomi khusus;
|
||
v.
|
kawasan industri;
|
||
w.
|
kawasan pariwisata;
|
||
x.
|
kawasan ketahanan pangan; dan
|
||
y.
|
kawasan pengembangan teknologi.
|
||
|
|
||
Pasal 18 |
|||
Dukungan dalam jaminan ketersediaan tanah untuk kepentingan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b terdiri atas jaminan penyediaan tanah untuk kepentingan pendidikan, peribadatan, olahraga, budaya, penghijauan, konservasi, dan kepentingan sosial masyarakat lainnya.
|
|||
|
|||
Pasal 19 |
|||
Dukungan dalam jaminan ketersediaan tanah untuk kepentingan pembangunan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c merupakan jaminan penyediaan tanah untuk pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka mendukung peningkatan ekonomi dan investasi.
|
|||
|
|||
Pasal 20 |
|||
Dukungan dalam jaminan ketersediaan tanah untuk pemerataan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d merupakan jaminan penyediaan tanah untuk program pionir, pembukaan isolasi wilayah, pembangunan pasar rakyat, pengembangan rumah masyarakat berpenghasilan rendah, dan program pemerataan ekonomi lainnya.
|
|||
|
|||
Pasal 21 |
|||
Dukungan dalam jaminan ketersediaan tanah untuk konsolidasi lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e merupakan jaminan penyediaan tanah dalam rangka penataan kawasan untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta untuk efisiensi dan optimalisasi pembangunan.
|
|||
|
|||
Pasal 22 |
|||
(1)
|
Dukungan dalam jaminan ketersediaan tanah untuk reforma agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf f merupakan jaminan penyediaan tanah dalam rangka redistribusi tanah.
|
||
(2)
|
Ketersediaan tanah untuk reforma agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari tanah negara yang diperuntukkan Bank Tanah.
|
||
(3)
|
Menteri menetapkan ketersediaan tanah untuk reforma agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||
|
|
||
BAB III
KEWENANGAN BANK TANAH
Pasal 23 |
|||
Bank Tanah mempunyai kewenangan:
|
|||
a.
|
melakukan penyusunan rencana induk;
|
||
b.
|
membantu memberikan kemudahan berusaha/persetujuan;
|
||
c.
|
melakukan pengadaan tanah; dan
|
||
d.
|
menentukan tarif pelayanan.
|
||
|
|||
Pasal 24 |
|||
(1)
|
Penyusunan rencana induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a merupakan perencanaan kawasan Bank Tanah.
|
||
(2)
|
Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar pemanfaatan kawasan Bank Tanah.
|
||
(3)
|
Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Badan Pelaksana.
|
||
|
|
||
Pasal 25 |
|||
Dalam membantu memberikan kemudahan perizinan berusaha/persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, Bank Tanah memberikan bantuan di bidang pertanahan dan tata ruang.
|
|||
|
|||
Pasal 26 |
|||
(1)
|
Tarif pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d merupakan tarif pemanfaatan tanah dalam bentuk sewa, sewa beli, jual beli, dan bentuk lainnya.
|
||
(2)
|
Formulasi tarif pemanfaatan tanah ditetapkan oleh Komite berdasarkan usulan kepala Badan Pelaksana.
|
||
(3)
|
Besaran tarif dalam pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Badan Pelaksana.
|
||
(4)
|
Kepala Badan Pelaksana dapat memberikan besaran tarif, jangka waktu, dan tata cara pembayaran yang kompetitif.
|
||
(5)
|
Bank Tanah dapat menerima pembayaran dalam bentuk penyertaan modal sementara pada pihak lain yang melakukan kerja sama pemanfaatan tanah.
|
||
(6)
|
Dalam hal kepentingan tertentu, besaran pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud ayat (3) ditetapkan:
|
||
|
a.
|
untuk kepentingan sosial dan reforma agraria ditetapkan Rp0,00 (nol rupiah); dan
|
|
|
b.
|
untuk kepentingan lainnya dapat ditetapkan sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) sesuai dengan kebijakan Komite.
|
|
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyertaan modal sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden.
|
||
|
|
||
BAB IV
ASET BANK TANAH
Pasal 27 |
|||
Sumber Kekayaan Bank Tanah dapat berasal dari:
|
|||
a.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
|
||
b.
|
pendapatan sendiri;
|
||
c.
|
penyertaan modal negara; dan/atau
|
||
d.
|
sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
||
Pasal 28 |
|||
Bank Tanah mengelola aset tanah yang berasal dari perolehan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 9.
|
|||
|
|||
Pasal 29 |
|||
(1)
|
Bank Tanah dapat diberikan fasilitas perpajakan daerah dalam melaksanakan perolehan, pengadaan, kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas tanah sebagaimana diberikan kepada lembaga pemerintah.
|
||
(2)
|
Perolehan, pengadaan, kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas tanah oleh Bank Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sepanjang tidak dilakukan dalam rangka mendapatkan keuntungan.
|
||
(3)
|
Dalam hal Bank Tanah mendistribusikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak lain, perolehan, pengadaan, kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan tanah oleh pihak lain tersebut, dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(4)
|
Dalam hal pendistribusian tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan/atau untuk fasilitas sosial/umum berlaku ketentuan:
|
||
|
a.
|
atas pengalihan hak atas tanah tersebut dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
|
|
|
b.
|
atas perolehan hak atas tanah oleh masyarakat berpenghasilan rendah tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
|
|
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
||
|
|
||
Pasal 30 |
|||
(1)
|
Pendapatan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b merupakan pendapatan yang diperoleh dari kerja sama usaha, kerja sama pemanfaatan tanah, dan pendapatan lainnya yang sah.
|
||
(2)
|
Pendapatan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||
|
a.
|
hasil pemanfaatan aset;
|
|
|
b.
|
hasil sewa, sewa beli dan jasa lainnya;
|
|
|
c.
|
hasil dari penjualan aset;
|
|
|
d.
|
hasil kerja sama pengembangan usaha dengan pihak lain;
|
|
|
e.
|
hasil dari perolehan hibah dan tukar menukar;
|
|
|
f.
|
hasil dari pengelolaan;
|
|
|
g.
|
hasil pelepasan aset;
|
|
|
h.
|
hasil dari imbal hasil surat berharga yang diterbitkan Negara Republik Indonesia;
|
|
|
i.
|
hasil bunga dan/atau imbalan bank;
|
|
|
j.
|
hasil usaha; dan/atau
|
|
|
k.
|
hasil lainnya yang sah yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pelaksana.
|
|
(3)
|
Pendapatan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan langsung untuk keberlangsungan operasionalisasi dan pengembangan Bank Tanah.
|
||
|
|
||
BAB V
STRUKTUR BANK TANAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31 |
|||
(1)
|
Struktur Bank Tanah terdiri dari:
|
||
|
a.
|
Komite;
|
|
|
b.
|
Dewan Pengawas; dan
|
|
|
c.
|
Badan Pelaksana.
|
|
(2)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menetapkan kebijakan strategis Bank Tanah.
|
||
(3)
|
Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c merupakan organ Bank Tanah.
|
||
(4)
|
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Badan Pelaksana dalam menjalankan kegiatan penyelenggaraan Bank Tanah.
|
||
(5)
|
Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bertanggungjawab atas penyelenggaraan Bank Tanah untuk kepentingan dan tujuan Bank Tanah, serta mewakili Bank Tanah baik di dalam maupun di luar pengadilan.
|
||
|
|
||
Bagian Kedua
Komite
Pasal 32 |
|||
(1)
|
Komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a terdiri atas:
|
||
|
a.
|
Menteri sebagai ketua merangkap anggota;
|
|
|
b.
|
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagai anggota;
|
|
|
c.
|
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat sebagai anggota; dan/atau
|
|
|
d.
|
menteri/kepala lembaga lainnya yang ditunjuk oleh Presiden sebagai anggota.
|
|
(2)
|
Ketua dan anggota Komite ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usulan Menteri.
|
||
(3)
|
Ketentuan mengenai tugas dan tata cara penetapan Komite diatur dalam Peraturan Presiden.
|
||
|
|
||
Bagian Ketiga
Dewan Pengawas
Pasal 33 |
|||
(1)
|
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 1 ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
|
||
(2)
|
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah paling banyak 7 (tujuh) orang, dengan 1 (satu) orang sebagai ketua merangkap anggota.
|
||
(3)
|
Dalam hal Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 7 (tujuh) orang, komposisinya terdiri dari 4 (empat) orang yang berasal dari unsur profesional dan 3 (tiga) orang yang dipilih oleh Pemerintah Pusat.
|
||
(4)
|
Ketentuan mengenai pemilihan, penetapan, pengangkatan dan pemberhentian, tugas, wewenang, kewajiban, masa tugas, dan tata cara pengambilan keputusan Dewan Pengawas diatur dalam Peraturan Presiden.
|
||
|
|
||
Bagian Keempat
Badan Pelaksana
Pasal 34 |
|||
(1)
|
Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c terdiri atas kepala dan deputi.
|
||
(2)
|
Jumlah deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh ketua Komite.
|
||
(3)
|
Kepala dan deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh ketua Komite.
|
||
(4)
|
Pengangkatan dan pemberhentian kepala dan deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Dewan Pengawas.
|
||
(5)
|
Ketentuan mengenai penetapan, pengangkatan dan pemberhentian, masa tugas, struktur organisasi, tugas, wewenang, dan kewajiban Badan Pelaksana diatur dalam Peraturan Presiden.
|
||
|
|
||
Pasal 35 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan besaran hak keuangan dan fasilitas untuk Komite, Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana pada Bank Tanah diatur dengan Peraturan Presiden.
|
|||
|
|||
BAB VI
PENYELENGGARAAN BANK TANAH
Pasal 36 |
|||
(1)
|
Bank Tanah dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam menyelenggarakan kegiatan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
|
||
(2)
|
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lembaga negara, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha, badan hukum milik negara, badan hukum swasta, masyarakat, koperasi, dan/atau pihak lain yang sah.
|
||
(3)
|
Dalam melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bank Tanah dapat menerima tanah titipan dan mengelola dalam bentuk kerja sama usaha.
|
||
|
|
||
Pasal 37 |
|||
(1)
|
Bank Tanah dapat membentuk badan usaha atau badan hukum dalam mendukung penyelenggaraan Bank Tanah.
|
||
(2)
|
Pembentukan badan usaha atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kepala Badan Pelaksana setelah mendapatkan persetujuan Komite.
|
||
|
|
||
Pasal 38 |
|||
(1)
|
Kepala Badan Pelaksana dapat menghentikan atau membatalkan kerja sama secara sepihak apabila tanah dialihkan, mengalami kerusakan, ditelantarkan, dan/atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan kesepakatan kerja sama.
|
||
(2)
|
Penghentian atau pembatalan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didahului dengan pemberian teguran tertulis dari kepala Badan Pelaksana, paling banyak 2 (dua) kali.
|
||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penghentian dan pembatalan kerja sama diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pelaksana.
|
||
|
|
||
Pasal 39 |
|||
Dalam hal terjadi perubahan rencana pemanfaatan tanah oleh Bank Tanah, kepala Badan Pelaksana memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak yang memanfaatkan tanah.
|
|||
|
|||
BAB VII
HAK ATAS TANAH BANK TANAH
Pasal 40 |
|||
(1)
|
Tanah yang dikelola Bank Tanah diberikan Hak Pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberi:
|
||
|
a.
|
Hak Guna Usaha;
|
|
|
b.
|
Hak Guna Bangunan; dan
|
|
|
c.
|
Hak Pakai.
|
|
(3)
|
Bank Tanah dapat melakukan penyerahan dan/atau penggunaan atas bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak lain dengan perjanjian.
|
||
(4)
|
Jangka waktu Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diberikan perpanjangan jangka waktu hak dan pembaruan hak apabila sudah digunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
|
||
(5)
|
Bank Tanah memberikan jaminan perpanjangan dan pembaruan hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan sesuai dengan persyaratan yang termuat dalam perjanjian.
|
||
(6)
|
Perpanjangan dan pembaruan hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan dapat diberikan sekaligus setelah dimanfaatkan dan diperjanjikan.
|
||
(7)
|
Dalam hal tertentu, Bank Tanah dapat mengikat perjanjian perdata untuk jangka waktu yang lebih kompetitif.
|
||
(8)
|
Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibebani hak tanggungan.
|
||
(9)
|
Untuk mendukung kegiatan operasional, Bank Tanah dapat diberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(10)
|
Menteri melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan dan/atau pemanfaatan tanah di atas Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
||
Pasal 41 |
|||
Dalam hal di atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) telah dimanfaatkan dengan baik untuk perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pertanian dan/atau perkebunan, paling singkat 10 (sepuluh) tahun, dapat dilepaskan kepada masyarakat untuk diberikan hak milik.
|
|||
BAB VIII
PENGELOLAAN KEUANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 42 |
|||
(1)
|
Bank Tanah menyelenggarakan kegiatan pengelolaan keuangan yang didasarkan pada tata kelola yang baik.
|
||
(2)
|
Pengelolaan keuangan oleh Bank Tanah dilaksanakan berdasarkan prinsip kemandirian dan keberlanjutan.
|
||
(3)
|
Pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi penyusunan rencana kerja dan anggaran, pengelolaan kas, pengelolaan aset, pengelolaan surat-surat berharga, dan kesesuaian terhadap rencana usaha.
|
||
(4)
|
Pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menerapkan manajemen risiko dan sistem pengendalian intern.
|
||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Komite.
|
||
|
|
||
Bagian Kedua
Modal Bank Tanah
Pasal 43 |
|||
(1)
|
Untuk melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya, Bank Tanah diberikan modal sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah).
|
||
(2)
|
Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk:
|
||
|
a.
|
kas;
|
|
|
b.
|
tanah;
|
|
|
c.
|
gedung dan bangunan;
|
|
|
d.
|
peralatan dan mesin; dan/atau
|
|
|
e.
|
aset tetap lainnya.
|
|
(3)
|
Modal Bank Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan tambahan yang berasal dari:
|
||
|
a.
|
kapitalisasi dari akumulasi hasil usaha Bank Tanah; dan/atau
|
|
|
b.
|
penyertaan modal negara.
|
|
(4)
|
Dalam hal diperlukan penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Komite mengusulkan penambahan penyertaan modal negara kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
||
(5)
|
Pelaksanaan pemberian modal dan tambahan penyertaan modal negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
||
Bagian Ketiga
Pinjaman
Pasal 44 |
|||
(1)
|
Bank Tanah dapat melakukan pinjaman dalam rangka pembiayaan peningkatan kapasitas pengelolaan aset yang dicantumkan dalam rencana kerja dan anggaran Bank Tanah.
|
||
(2)
|
Pelaksanaan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari Komite dan/atau Dewan Pengawas yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
|
||
|
|
||
Bagian Keempat
Penghapusan Aset Tetap Non Tanah
Pasal 45 |
|||
(1)
|
Bank Tanah dapat melakukan penghapusan aset tetap non tanah dari pembukuan atau neraca Bank Tanah.
|
||
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghapusan aset tetap non tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Komite.
|
||
|
|||
BAB IX
AKUNTANSI, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN
Pasal 46 |
|||
(1)
|
Penyusunan laporan keuangan Bank Tanah berpedoman pada standar akuntansi keuangan.
|
||
(2)
|
Penyelenggaraan akuntansi Bank Tanah dilaksanakan menggunakan kebijakan yang ditetapkan oleh kepala Badan Pelaksana.
|
||
|
|
||
Pasal 47 |
|||
(1)
|
Audit terhadap pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan penyelenggaraan Bank Tanah dilaksanakan oleh akuntan publik yang terdaftar di Badan Pemeriksa Keuangan.
|
||
(2)
|
Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh Dewan Pengawas atas usulan kepala Badan Pelaksana.
|
||
|
|
||
Pasal 48 |
|||
(1)
|
Badan Pelaksana wajib menyusun laporan tahunan Bank Tanah dan disampaikan kepada Presiden melalui Komite.
|
||
(2)
|
Ketentuan mengenai tata cara penyusunan laporan tahunan Bank Tanah, pertanggungjawaban Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas, serta pengesahan laporan tahunan Bank Tanah diatur dalam Peraturan Presiden.
|
||
|
|
||
Pasal 49 |
|||
Pengelolaan informasi dan pelaporan Bank Tanah dilaksanakan sesuai dengan asas dan tujuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai keterbukaan informasi publik.
|
|||
|
|||
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 50 |
|||
Dalam hal Peraturan Pemerintah ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Bank Tanah.
|
|||
|
|||
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51 |
|||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam lembaran Negara Republik Indonesia
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 April 2021
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 April 2021
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA AD INTERIM,
ttd.
MOHAMMAD MAHFUD MD
|
|||
|
|||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 109
|
|||
|
|
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 64 TAHUN 2021
TENTANG
BADAN BANK TANAH
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||
I.
|
UMUM
|
||||||||||||||||||||||||
|
Konstitusi telah memberikan pengaturan yang jelas mengenai pertanahan di Indonesia. Ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa kekuasaan yang diberikan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ada pada negara, dan untuk itu negara wajib mengatur kepemilikan dan memimpin penggunaannya. Tujuannya adalah agar semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa Indonesia dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tanah memiliki fungsi yang sangat strategis, baik sebagai sumber daya alam maupun sebagai ruang untuk pembangunan. Namun, di negara Indonesia yang begitu luas ini, masih terdapat banyak sekali tanah telantar yang tidak jelas pemanfaatannya. Tanah-tanah telantar tersebut cenderung dimanfaatkan hanya sebagai objek spekulasi.
Oleh karena itu, Pemerintah Pusat harus segera melakukan pembenahan di sektor agraria, terutama terkait dengan pengelolaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi tanah, dan reforma agraria. Pemerintah memberikan respon dengan cepat dan tepat dalam mereformulasi kebijakan untuk memperbaiki permasalahan tata kelola pertanahan. Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diharapkan mampu menghadapi tantangan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah permasalahan serta melaksanakan amanah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan memberikan landasan hukum bagi kelembagaan Bank Tanah di Indonesia sebagai salah satu upaya reforma agraria dan peningkatan tata kelola pertanahan di Indonesia serta usaha penciptaan lapangan kerja.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "reforma agraria" adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Reforma agraria yang dilakukan oleh Bank Tanah dilaksanakan di luar kawasan hutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "pendistribusian tanah" adalah pelaksanaan tugas Bank Tanah dalam rangka pemenuhan ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi tanah dan reforma agraria.
Pendistribusian tanah yang dilakukan oleh Bank Tanah berbeda dengan redistribusi tanah yang merupakan pembagian tanah secara langsung kepada orang atau entitas oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan "transparan" adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai Bank Tanah secara akurat dan tepat waktu.
Yang dimaksud dengan "akuntabel" adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Komite, organ Bank Tanah maupun pegawai sehingga pengelolaan Bank Tanah dapat dilaksanakan secara efektif.
Yang dimaksud dengan "nonprofit" adalah pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan Bank Tanah digunakan untuk pengembangan organisasi dan tidak membagikan keuntungan kepada organ Bank Tanah.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Dalam menetapkan perencanaan kepala Badan Pelaksana memperhatikan masukan dari Dewan Pengawas.
Pasal 6
Huruf a
Penetapan pemerintah dilakukan oleh Menteri dan dapat berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga teknis terkait dan/atau gubernur/bupati/wali kota.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "tanah hasil reklamasi" adalah tanah hasil reklamasi yang tidak diajukan haknya oleh pelaksana reklamasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "tanah bekas tambang" adalah lahan pasca tambang yang tidak diperpanjang haknya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "tanah yang terkena kebijakan perubahan tata ruang" adalah tanah yang berasal dari pengalokasian perubahan peruntukan kawasan.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "tanah yang berasal dari Pemerintah Pusat" adalah tanah yang dikuasai atau digunakan untuk kepentingan Pemerintah Pusat baik yang sudah atau belum tercatat sebagai barang milik negara.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tanah yang berasal dari Pemerintah Daerah" adalah tanah yang dikuasai atau digunakan untuk kepentingan Pemerintah Daerah baik yang sudah atau belum tercatat sebagai barang milik daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pengembangan tanah" adalah kegiatan peningkatan kemanfaatan dan penggunaan tanah hasil perolehan Bank Tanah untuk kepentingan kegiatan fungsional yang dapat memenuhi kebutuhan kehidupan dan kegiatan usaha secara optimal dari segi ekonomi, sosial, dan fisik.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "pengembangan kawasan terpadu" adalah pembangunan kawasan berbasis berbagai macam fungsi yang terintegrasi dalam satu kawasan yang terdiri atas:
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "sarana dan prasarana infrastruktur" adalah infrastruktur dasar antara lain pematangan tanah, pembuatan saluran air, listrik, dan jalan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "bersifat strategis" adalah kegiatan yang memiliki pengaruh sangat penting terhadap pertahanan, keamanan, pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan sosial budaya secara nasional.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pengendalian penguasaan tanah" adalah pengendalian terhadap penguasaan tanah sehingga penguasaan tanah tidak terpusat pada kelompok masyarakat tertentu.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pengendalian pemanfaatan tanah" adalah pengendalian terhadap kegiatan pemanfaatan tanah sehingga sesuai dengan rencana tata ruang dan program prioritas yang ditetapkan oleh Bank Tanah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "pengendalian nilai tanah" adalah pengendalian terhadap harga dan nilai tanah yang ditetapkan dan dikendalikan sehingga harga menjadi wajar dan pencegahan terhadap spekulan tanah.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "jual beli" adalah hasil dari kerja sama pemanfaatan tanah kepada pihak lain yang diberikan hak atas tanah dan hak turunannya tanpa melepas atau mengurangi Hak Pengelolaan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah hasil dari kerja sama pemanfaatan tanah tanpa memperoleh penggantian kepada pihak lain yang diberikan hak atas tanah dan hak turunannya tanpa melepas atau mengurangi Hak Pengelolaan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "asas kemanfaatan" adalah hasil penyelenggaraan Bank Tanah yang memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Yang dimaksud dengan "asas prioritas" adalah pemanfaatan tanah dalam penyelenggaraan Bank Tanah yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasai 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "penyediaan tanah" adalah penyediaan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pemerataan ekonomi, kepentingan pembangunan, kepentingan konsolidasi lahan, dan reforma agraria.
Yang dimaksud dengan "pembagian tanah" adalah dalam rangka redistribusi tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Yang dimaksud dengan "program pionir" adalah pembangunan perintis yang dilakukan pada wilayah program terdepan, terpencil dan tertinggal.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "menentukan tarif pelayanan" adalah tarif kegiatan pemanfaatan tanah yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pelaksana.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "besaran tarif yang kompetitif" adalah besaran tarif yang ditetapkan oleh Bank Tanah dapat terjangkau.
Yang dimaksud dengan "jangka waktu yang kompetitif' adalah jangka waktu pembayaran besaran tarif dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Yang dimaksud dengan "tata cara pembayaran yang kompetitif" adalah tata cara pembayaran besaran tarif sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kepentingan lainnya" adalah kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 selain kepentingan sosial dan reforma agraria. yaitu:
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud bunga bank antara lain berasal dari giro dan deposito.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah peraturan perundangan-undangan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
Ayat (2)
Pemberian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria I pertanahan dan tata ruang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Yang dimaksud dengan mendukung kegiatan operasional antara lain untuk Kantor Bank Tanah, rumah dinas instansi lain, dan sarana pendukung lainnya.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 41
Yang dimaksud dengan "pertanian dan/atau perkebunan" adalah tanah pertanian dan/atau perkebunan yang diberikan kepada-subjek dan luasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai redistribusi tanah.
Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tata kelola yang baik" adalah pengelolaan anggaran dengan prinsip kehati-hatian serta menerapkan tata kelola yang transparan, akuntabel, efisien, dan efektif.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "prinsip kemandirian" adalah pola keuangan yang memberikan fleksibilitas kepada Bank Tanah untuk memajukan kesejahteraan umum, menciptakan lapangan kerja, pelayanan kepada masyarakat, dan pembangunan nasional.
Yang dimaksud dengan "prinsip keberlanjutan" adalah dapat memperoleh surplus yang dikembalikan untuk pengembangan Bank Tanah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pinjaman dalam rangka pembiayaan peningkatan kapasitas pengelolaan aset" antara lain:
Pelaksanaan pinjaman dalam rangka pembiayaan peningkatan kapasitas pengelolaan aset dilakukan sesuai dengan tata kelola yang baik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penghapusan aset tetap non tanah" adalah penghapusan aset yang digunakan dalam kegiatan pendukung penyelenggaraan Bank Tanah, antara lain:
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6682
|