Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 6 TAHUN 2023

     
    TENTANG

    PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa untuk lebih mengoptimalkan peran penganggaran dalam mendukung pembangunan nasional, mengakomodasi penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran pada Kementerian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara, dan penerapan sinkronisasi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah maka terhadap mekanisme penyusunan rencana kerja dan anggaran melalui penguatan penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam proses penganggaran perlu dilaksanakan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan;
    b.
    bahwa dalam mekanisme penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan hukum sehingga perlu diganti;
    c.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (6) Undang­-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran;
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2.
    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Rencana Kerja dan Anggaran yang selanjutnya disingkat RKA adalah dokumen rencana keuangan tahunan yang mencakup RKA kementerian/lembaga, RKA Otorita Ibu Kota Nusantara, dan RKA bendahara umum negara.
    2.
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
    3.
    Bagian Anggaran adalah kelompok anggaran negara menurut nomenklatur kementerian/lembaga dan bendahara umum negara dalam menjalankan fungsi belanja pemerintah pusat, transfer ke daerah, dan pembiayaan.
    4.
    Arah Kebijakan adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas pembangunan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang rumusannya mencerminkan bidang urusan tertentu dalam pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga, berisi satu atau beberapa program untuk mencapai sasaran strategis penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur.
    5.
    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disebut RPJM Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun.
    6.
    Rencana Strategis Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Renstra K/L adalah dokumen perencanaan kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima) tahun.
    7.
    Kerangka Anggaran Jangka Menengah yang selanjutnya disingkat KAJM adalah rencana APBN jangka menengah yang memuat kerangka pendapatan, belanja, dan pembiayaan untuk menjaga kesinambungan dan disiplin fiskal pemerintah.
    8.
    Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun yang dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember.
    9.
    Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga atau Rencana Kerja Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Renja K/L adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.
    10.
    Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari masing­-masing Kementerian/Lembaga, yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga.
    11.
    Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA-BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari Bendahara Umum Negara yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang disusun menurut Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
    12.
    Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
    13.
    Belanja Berkualitas adalah belanja yang direncanakan dan dilaksanakan dengan prinsip efisiensi, efektivitas, prioritas, transparansi, dan akuntabilitas.
    14.
    Program RKA-K/L dan RKA-BUN yang selanjutnya disebut Program adalah penjabaran kebijakan beserta rencana penerapannya yang dimiliki Kementerian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara untuk mengatasi suatu masalah strategis dalam mencapai hasil (outcome) tertentu sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan fungsi Bendahara Umum Negara dimaksud serta visi dan misi Presiden.
    15.
    Kegiatan RKA-K/L dan RKA-BUN yang selanjutnya disebut Kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilaksanakan untuk menghasilkan Keluaran (output) dalam mendukung terwujudnya sasaran Program.
    16.
    Keluaran adalah barang atau jasa yang merupakan hasil akhir dari pelaksanaan Kegiatan dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional.
    17.
    Kinerja adalah prestasi kerja berupa Keluaran dari suatu Kegiatan atau hasil dari suatu Program dengan kuantitas dan kualitas terukur.
    18.
    Pagu Indikatif Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Pagu Indikatif K/L adalah indikasi Pagu Anggaran yang akan dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga sebagai pedoman dalam penyusunan Renja-K/L.
    19.
    Pagu Indikatif Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pagu Indikatif BUN adalah indikasi dana yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan Bendahara Umum Negara.
    20.
    Pagu Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Pagu Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L.
    21.
    Pagu Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pagu Anggaran BUN adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada Bendahara Umum Negara sebagai dasar penyusunan RKA-BUN.
    22.
    Alokasi Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Alokasi Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga berdasarkan hasil pembahasan rancangan APBN yang dituangkan dalam hasil kesepakatan pembahasan rancangan APBN antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
    23.
    Alokasi Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Alokasi Anggaran BUN adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara berdasarkan hasil pembahasan rancangan APBN yang dituangkan dalam hasil kesepakatan pembahasan rancangan APBN antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
    24.
    Daftar isian pelaksanaan anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
    25.
    Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
    26.
    Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
    27.
    Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
    28.
    Kementerian Keuangan adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
    29.
    Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Kementerian Perencanaan adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
    30.
    Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
    31.
    Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 2

    (1)
    Peraturan Pemerintah ini digunakan sebagai pedoman bagi Menteri/Pimpinan Lembaga/Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara dalam menyusun RKA sehingga menghasilkan RKA yang berkualitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kaidah penganggaran.
    (2)
    Peraturan Pemerintah ini bertujuan agar:
     
    a.
    anggaran yang disusun sesuai dengan prinsip Belanja Berkualitas;
     
    b.
    kebijakan pemerintah dalam proses penganggaran tepat sasaran;
     
    c.
    belanja pemerintah pusat, transfer ke daerah, dan pembiayaan dapat bersinergi dan tersinkronisasi;
     
    d.
    hasil evaluasi Kinerja anggaran serta hasil pengendalian dan pemantauan, yang menggunakan sistem informasi terintegrasi, menjadi dasar penyusunan RKA; dan
     
    e.
    RKA yang disusun memberikan informasi secara komprehensif.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 3

    Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi:
    a.
    penyusunan APBN;
    b.
    prinsip-prinsip penyusunan RKA;
    c.
    proses penyusunan dan penelaahan RKA-K/L dan RKA-BUN;
    d.
    DIPA dan perubahan anggaran dalam pelaksanaan APBN;
    e.
    pengendalian dan pemantauan serta evaluasi Kinerja anggaran;
    f.
    pengadaan barang/jasa pemerintah; dan
    g.
    RKA Otorita Ibu Kota Nusantara.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    BAB II
    PENYUSUNAN APBN
     

    Pasal 4

    (1)
    Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara.
    (2)
    APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara tertib dan bertanggung jawab berdasarkan asas umum pemerintahan yang baik, dan asas umum dalam pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 5

    (1)
    Menteri Keuangan menyusun rancangan APBN dalam rangka pelaksanaan pengelolaan fiskal.
    (2)
    Rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
     
    a.
    anggaran pendapatan negara;
     
    b.
    anggaran belanja negara; dan
     
    c.
    pembiayaan.
    (3)
    Anggaran pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, disusun berdasarkan rencana pendapatan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (4)
    Anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan memperhatikan kemampuan menghimpun pendapatan negara.
    (5)
    Dalam hal rencana belanja negara melebihi rencana pendapatan negara, Pemerintah menjalankan anggaran defisit yang ditutup dengan pembiayaan.
    (6)
    Anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun dari himpunan RKA.
    (7)
    Menteri Keuangan menetapkan komposisi pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    BAB III
    PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RKA

    Bagian Kesatu
    Pendekatan dan Pedoman Penyusunan RKA
     

    Pasal 6

    (1)
    Penyusunan RKA harus menggunakan pendekatan:
     
    a.
    kerangka pengeluaran jangka menengah;
     
    b.
    penganggaran terpadu; dan
     
    c.
    penganggaran berbasis Kinerja.
    (2)
    RKA disusun secara sistematis dan dirinci menurut klasifikasi anggaran.
    (3)
    Penyusunan RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan instrumen:
     
    a.
    indikator Kinerja;
     
    b.
    standar biaya; dan
     
    c.
    evaluasi Kinerja.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 7

    (1)
    Dalam hal RKA-BUN disusun berdasarkan kebutuhan dan karakteristik Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, penyusunan RKA-BUN dapat menggunakan pendekatan dan instrumen yang dikecualikan dari pendekatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan instrumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
    (2)
    Ketentuan mengenai pendekatan dan instrumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Klasifikasi Anggaran, Indikator Kinerja, Standar Biaya, dan Belanja Berkualitas Dalam Penyusunan RKA
     

    Pasal 8

    (1)
    Klasifikasi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) meliputi:
     
    a.
    klasifikasi organisasi;
     
    b.
    klasifikasi fungsi; dan
     
    c.
    klasifikasi jenis belanja.
    (2)
    Klasifikasi organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pengelompokan alokasi sesuai dengan struktur organisasi Kementerian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara.
    (3)
    Klasifikasi fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pengelompokan alokasi sesuai fungsi pemerintahan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.
    (4)
    Klasifikasi jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c) merupakan pengelompokan belanja negara berdasarkan jenis belanja dan transfer ke daerah.
    (5)
    Selain klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam penyusunan RKA-BUN dapat menggunakan klasifikasi pembiayaan.
    (6)
    Klasifikasi pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), merupakan pengelompokan pengeluaran pembiayaan berdasarkan Jenis pengeluaran pembiayaan.
    (7)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi anggaran diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 9

    (1)
    Indikator Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a merupakan rumusan yang digunakan sebagai alat ukur untuk mengindikasikan keberhasilan pencapaian sasaran Kinerja yang bersifat kuantiatif atau kualitatif.
    (2)
    Indikator Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mengukur Kinerja dan mengevaluasi capaian suatu Program atau Kegiatan.
    (3)
    Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan Indikator Kinerja dan perubahannya pada ayat (2) berdasarkan kesepakatan antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/Lembaga.
    (4)
    Indikator Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit bersifat jelas, dapat diukur secara periodik, dapat dicapai, mempunyai relevansi, dan akurat.
    (5)
    Penyusunan, penetapan, dan perubahan indikator Kinerja dalam penyusunan RKA-K/L dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan.
    (6)
    Penyusunan, penetapan, dan perubahan indikator Kinerja dalam penyusunan RKA-BUN dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 10

    (1)
    Standar biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b terdiri atas:
     
    a.
    standar biaya masukan;
     
    b.
    standar biaya keluaran; dan
     
    c.
    standar struktur biaya.
    (2)
    Standar biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam penyusunan RKA dan/atau pelaksanaan anggaran.
    (3)
    Dalam rangka penyusunan RKA-BUN, standar biaya dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu sesuai dengan karakteristik Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
    (4)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai standar biaya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 11

    (1)
    RKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disusun berdasarkan prinsip Belanja Berkualitas yang meliputi:
     
    a.
    efisiensi;
     
    b.
    efektivitas;
     
    c.
    prioritas;
     
    d.
    transparansi; dan
     
    e.
    akuntabilitas.
    (2)
    Ketentuan mengenai prinsip Belanja Berkualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
    (3)
    Ketentuan mengenai prinsip Belanja Berkualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Menteri Perencanaan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    KAJM
     

    Pasal 12

    (1)
    Menteri Keuangan menyusun KAJM yang memuat kerangka pendapatan, belanja, dan pembiayaan jangka menengah untuk menjaga kesinambungan dan disiplin fiskal pemerintah dalam perspektif jangka menengah.
    (2)
    KAJM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan kerangka fiskal jangka menengah yang meliputi:
     
    a.
    proyeksi/rencana asumsi ekonomi makro untuk jangka menengah; dan
     
    b.
    proyeksi/rencana/target fiskal jangka menengah.
    (3)
    Selain memperhatikan kerangka fiskal jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KAJM disusun dengan memperhatikan:
     
    a.
    RPJM Nasional;
     
    b.
    kerangka pengeluaran jangka menengah;
     
    c.
    evaluasi Kinerja APBN; dan/atau
     
    d.
    realisasi APBN.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 13

    (1)
    KAJM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, disusun pada setiap tahun anggaran dan menjadi bagian dari nota keuangan dan APBN.
    (2)
    Dalam menyusun KAJM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan menentukan pilihan sumber pendanaan.
    (3)
    Penentuan pilihan sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan:
     
    a.
    perkembangan pendapatan;
     
    b.
    komitmen pendanaan belanja jangka menengah Kementerian/Lembaga dan transfer ke daerah; dan
     
    c.
    kapasitas utang pemerintah pusat.
    (4)
    Dalam menentukan pilihan sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan dapat berkoordinasi dengan Menteri Perencanaan dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.
    (5)
    KAJM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
     
    a.
    KAJM yang disusun pertama kali; dan
     
    b.
    KAJM yang digulirkan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 14

    (1)
    KAJM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 digunakan sebagai acuan oleh Kementerian Keuangan dalam penyusunan:
     
    a.
    pagu Kementerian/Lembaga, pagu transfer ke daerah, dan pagu pembiayaan;
     
    b.
    proyeksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan; dan
     
    c.
    kontrak tahun jamak dan komitmen jangka menengah lainnya.
    (2)
    KAJM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 digunakan sebagai acuan oleh Kementerian/Lembaga dalam:
     
    a.
    penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam RKA-K/L; dan
     
    b.
    perencanaan kontrak tahun jamak dan komitmen jangka menengah lainnya.
    (3)
    KAJM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 digunakan sebagai acuan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam:
     
    a.
    penyusunan Rencana Strategis Bendahara Umum Negara;
     
    b.
    penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam RKA-BUN; dan
     
    c.
    komitmen jangka menengah.
    (4)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penggunaan KAJM diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Kompetensi Teknis untuk Penyusunan RKA
     

    Pasal 15

    (1)
    Penyusunan RKA dilaksanakan oleh pejabat dan/atau pegawai yang memenuhi standar kompetensi teknis.
    (2)
    Ketentuan mengenai standar dan tata cara pemenuhan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Sistem Informasi Penyusunan RKA
     

    Pasal 16

    (1)
    Menteri Keuangan mengembangkan dan/atau menyelenggarakan sistem informasi terintegrasi dalam penyusunan RKA.
    (2)
    Sistem informasi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup proses penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, monitoring, dan evaluasi penganggaran termasuk proses pengelolaan aset dan proses sinkronisasi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah.
    (3)
    Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terintegrasi dengan sistem perencanaan, pengadaan, pengendalian pembangunan, serta pelaporan Kinerja instansi.
    (4)
    Kementerian/Lembaga membuka akses data dan sistem informasi untuk kepentingan penyelenggaraan sistem informasi yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
    (5)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai:
     
    a.
    sistem informasi penyusunan RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
     
    b.
    akses data dan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keenam
    Kewajiban Menteri/Pimpinan Lembaga dan Bendahara Umum Negara dalam Penyusunan RKA
     

    Pasal 17

    (1)
    Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran Kementerian/Lembaga wajib menyusun dan bertanggungjawab terhadap RKA-K/L.
    (2)
    Menteri Keuangan selain selaku Pengguna Anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga menyusun RKA-BUN dalam kewenangannya selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketujuh
    Struktur dan Format RKA
     

    Pasal 18

    (1)
    Struktur RKA memuat:
     
    a.
    rincian anggaran; dan
     
    b.
    informasi Kinerja.
    (2)
    Rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, paling sedikit disusun menurut:
     
    a.
    Program;
     
    b.
    Kegiatan;
     
    c.
    Keluaran; dan
     
    d.
    sumber pendanaan.
    (3)
    Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat paling sedikit:
     
    a.
    hasil;
     
    b.
    Keluaran; dan
     
    c.
    indikator Kinerja.
    (4)
    Struktur RKA disusun dengan format yang disediakan oleh sistem informasi penyusunan RKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
    (5)
    Struktur RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus struktur RKA BUN yang disusun disesuaikan dengan karakteristik Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
    (6)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan format RKA diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedelapan
    Sistem Perencanaan dan Penganggaran Dalam Penyusunan RKA-K/L dan RKA-BUN
     

    Pasal 19

    (1)
    Dalam penerapan penganggaran berbasis Kinerja, Menteri/Pimpinan Lembaga memformulasikan Program, Kegiatan, dan Keluaran.
    (2)
    Menteri Keuangan dapat melakukan penajaman Program, Kegiatan, dan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah penyusunan Renja K/L berdasarkan kebutuhan.
    (3)
    Dalam hal penajaman Program, Kegiatan, dan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait prioritas nasional, disepakati dalam pertemuan 3 (tiga) pihak antara Kementerian Perencanaan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian/Lembaga.
    (4)
    Hasil penajaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), digunakan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai acuan dalam penyusunan RKA-K/L.
    (5)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai penajaman Program, Kegiatan, dan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dalam penyusunan RKA-K/L diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 20

    (1)
    Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) terdiri atas:
     
    a.
    Program teknis; dan
     
    b.
    Program dukungan manajemen.
    (2)
    Program teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk mencapai target prioritas pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam RPJM Nasional, RKP, dan sesuai arahan Presiden.
    (3)
    Program teknis untuk pelaksanaan prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat bersifat lintas unit eselon I dalam 1 (satu) Kementerian/Lembaga yang sama atau lintas Kementerian/Lembaga.
    (4)
    Program teknis yang bersifat lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikoordinasikan oleh:
     
    a.
    pejabat unit eselon I Kementerian/Lembaga yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga untuk Program lintas unit eselon I dalam 1 (satu) Kementerian/Lembaga yang sama; dan
     
    b.
    Kementerian/Lembaga yang ditetapkan sebagai koordinator untuk Program lintas Kementerian/Lembaga.
    (5)
    Program dukungan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Program yang berkarakteristik sebagai dukungan pelaksanaan fungsi Kementerian/Lembaga dan administrasi pemerintahan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 21

    (1)
    Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) terdiri atas:
     
    a.
    Kegiatan generik; dan
     
    b.
    Kegiatan teknis.
    (2)
    Kegiatan generik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Kegiatan yang digunakan oleh beberapa unit eselon I atau eselon II yang memiliki karakteristik sejenis sebagai unit pendukung dan memiliki Program dukungan manajemen.
    (3)
    Kegiatan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sebagai bagian dari Program teknis untuk mencapai target prioritas pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam RPJM Nasional dan RKP.
    (4)
    Kegiatan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terdiri atas:
     
    a.
    Kegiatan spesifik yang dilaksanakan oleh 1 (satu) unit kerja tertentu; dan
     
    b.
    Kegiatan lintas yang dilaksanakan oleh beberapa unit kerja tertentu.
    (5)
    Kementerian/Lembaga yang melaksanakan Kegiatan lintas menunjuk koordinator Kegiatan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 22

    Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) mengacu pada rumusan Program dan Kegiatan dalam Renja K/L.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 23

    Ketentuan lebih lanjut mengenai Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Perencanaan sesuai dengan kewenangannya.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 24

    (1)
    Dalam rangka penerapan penganggaran berbasis Kinerja, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyusun dan melakukan penajaman Program, Kegiatan, dan Keluaran.
    (2)
    Ketentuan mengenai penajaman Program, Kegiatan, dan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam penyusunan RKA BUN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kesembilan
    Sinkronisasi Penyusunan RKA
     

    Pasal 25

    (1)
    Dalam penyusunan RKA, Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan sinkronisasi terhadap belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah.
    (2)
    Sinkronisasi terhadap belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan terhadap:
     
    a.
    prioritas pembangunan;
     
    b.
    pembagian urusan; dan
     
    c.
    struktur anggaran.
    (3)
    Sinkronisasi terhadap belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling sedikit dengan transfer ke daerah yang penggunaannya telah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (4)
    Transfer ke daerah yang penggunaannya telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit terhadap dana alokasi khusus.
    (5)
    Sinkronisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan dibahas bersama oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan.
    (6)
    Sinkronisasi menurut pembagian urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan:
     
    a.
    kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan
     
    b.
    kewenangan pemerintah daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat menurut kebijakan atau penugasan.
    (7)
    Ketentuan mengenai mekanisme sinkronisasi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Perencanaan sesuai dengan kewenangannya.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    BAB IV
    PROSES PENYUSUNAN DAN PENELAAHAN RKA-K/L DAN RKA-BUN

    Bagian Kesatu
    Proses Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L

    Paragraf 1
    Prapenyusunan RKA-K/L
     

    Pasal 26

    (1)
    Menteri Perencanaan menyampaikan tema, sasaran, Arab Kebijakan, dan Prioritas Pembangunan Nasional kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan.
    (2)
    Presiden menyetujui tema, sasaran, Arab Kebijakan, dan Prioritas Pembangunan Nasional untuk tahun anggaran direncanakan paling lambat bulan Januari berdasarkan hasil evaluasi Kinerja anggaran dan pembangunan tahun sebelumnya serta kebijakan tahun berjalan.
    (3)
    Menteri Perencanaan menyampaikan tema, sasaran, Arab Kebijakan, dan Prioritas Pembangunan Nasional yang telah disetujui Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada seluruh Kementerian/Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.
    (4)
    Berdasarkan tema, sasaran, Arab Kebijakan, dan Prioritas Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kementerian/Lembaga menyusun usulan:
     
    a.
    Kegiatan dan Keluaran berlanjut; atau
     
    b.
    Keluaran baru.
    (5)
    Menteri Keuangan bersama dengan Menteri Perencanaan melakukan penilaian kelayakan atas usulan Kegiatan dan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
    (6)
    Tata cara pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan penilaian kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi bagian tidak terpisahkan dari penyusunan dan penelaahan Renja K/L dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 27

    (1)
    Untuk melaksanakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan RKA-K/L, Kementerian/Lembaga menyusun angka prakiraan maju 3 (tiga) tahun dalam RKA-K/L yang sudah dimutakhirkan.
    (2)
    Angka prakiraan maju sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan angka dasar Kementerian/Lembaga.
    (3)
    Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan angka dasar yang sudah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan.
    (4)
    Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan bersama­ sama melakukan tinjau ulang terhadap angka dasar yang sudah disusun Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
    (5)
    Dalam melakukan tinjau ulang angka dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Keuangan memperhatikan ketersediaan anggaran sebagai bahan dalam penyusunan Pagu Indikatif K/L.
    (6)
    Penyusunan angka prakiraan maju sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara tinjau ulang angka dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 28

    (1)
    Menteri Keuangan bersama-sama Menteri Perencanaan mengalokasikan ketersediaan anggaran ke dalam Program dalam rangka penyusunan rancangan Pagu Indikatif K/L.
    (2)
    Pagu Indikatif K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kementerian/Lembaga melalui surat bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan tentang Pagu Indikatif K/L.
    (3)
    Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun rancangan Renja K/L mengacu pada Renstra K/L, rancangan awal RKP, dan Pagu Indikatif K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (4)
    Dalam hal terdapat Program lintas Kementerian/Lembaga, penyusunan rancangan Renja K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh seluruh Kementerian/Lembaga yang terlibat pada Program dimaksud.
    (5)
    Menteri Perencanaan, Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan pertemuan 3 (tiga) pihak dalam rangka penelaahan rancangan Renja K/L.
    (6)
    Rancangan Renja K/L hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai bahan penyempurnaan rancangan awal RKP dan bahan pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 2
    Proses Penyusunan RKA-K/L
     

    Pasal 29

    (1)
    Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan memutakhirkan ketersediaan anggaran berdasarkan hasil pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
    (2)
    Berdasarkan hasil pemutakhiran ketersediaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan arahan Presiden, Menteri Keuangan bersama-sama Menteri Perencanaan mengalokasikan anggaran menurut Program dalam rangka penyusunan rancangan Pagu Anggaran K/L dengan mempertimbangkan:
     
    a.
    hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan rancangan APBN; dan
     
    b.
    Kegiatan dan Keluaran baru.
    (3)
    Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kementerian/Lembaga melalui surat bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan setelah disetujui Presiden paling lambat pada akhir bulan Juni.
    (4)
    Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan pemutakhiran rancangan Renja K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) menjadi Renja K/L berdasarkan Pagu Anggaran K/L dan RKP.
    (5)
    Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan:
     
    a.
    RKP;
     
    b.
    Renja K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
     
    c.
    Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
     
    d.
    standar biaya.
    (6)
    Dalam menyusun RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri/Pimpinan Lembaga memperhatikan:
     
    a.
    RPJM Nasional;
     
    b.
    KAJM;
     
    c.
    Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal; dan
     
    d.
    Renstra K/L.
    (7)
    Untuk meningkatkan kualitas RKA-K/L, Menteri/Pimpinan Lembaga menugaskan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan reviu RKA-K/L.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 3
    Penelaahan RKA-K/L Berdasarkan Pagu Anggaran K/L
     

    Pasal 30

    (1)
    Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan RKA-K/L yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5) dan ayat (6) dengan memperhatikan sinkronisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 kepada Menteri Keuangan untuk dilakukan penelaahan.
    (2)
    Penelaahan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terintegrasi yang dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan.
    (3)
    Penelaahan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memperhatikan sinkronisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan dilaksanakan oleh:
     
    a.
    Menteri Perencanaan terhadap kesesuaian pencapaian sasaran RKA-K/L dengan Renja-K/L dan RKP; dan
     
    b.
    Menteri Keuangan terhadap kesesuaian RKA-K/L dengan efisiensi dan efektivitas belanja Kementerian/Lembaga.
    (4)
    Hasil penelaahan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi himpunan RKA-K/L.
    (5)
    Berdasarkan hasil penelaahan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Keuangan dapat melakukan penyesuaian terhadap Pagu Anggaran K/L.
    (6)
    Penelaahan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselesaikan paling lambat pada bulan Juli.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 4
    Penggunaan Hasil Penelaahan RKA-K/L dalam Penyusunan Rancangan APBN
     

    Pasal 31

    (1)
    Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) untuk digunakan sebagai bahan penyusunan:
     
    a.
    Rancangan Undang-Undang tentang APBN beserta Nota Keuangan; dan
     
    b.
    dokumen pendukungnya.
    (2)
    Himpunan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN beserta Nota Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, dan program.
    (3)
    Rancangan Undang-Undang tentang APBN beserta Nota Keuangan dibahas dalam sidang kabinet.
    (4)
    Rancangan Undang-Undang tentang APBN beserta Nota Keuangan hasil sidang kabinet sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 5
    Alokasi Anggaran K/L
     

    Pasal 32

    (1)
    Berdasarkan hasil kesepakatan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN beserta Nota Keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Keuangan menyampaikan Alokasi Anggaran K/L hasil kesepakatan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
    (2)
    Alokasi Anggaran K/L hasil kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal tertentu termasuk penyesuaian Pagu Anggaran K/L.
    (3)
    Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan penyesuaian RKA-K/L dengan Alokasi Anggaran K/L hasil kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 6
    Penelaahan RKA-K/L Berdasarkan Alokasi Anggaran K/L
     

    Pasal 33

    (1)
    Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan melakukan Penelaahan RKA-K/L berdasarkan Alokasi Anggaran K/L dengan Menteri/Pimpinan Lembaga.
    (2)
    Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
     
    a.
    Menteri Perencanaan terhadap ketepatan sasaran RKA-K/L hasil pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat dengan sasaran RKP; dan
     
    b.
    Menteri Keuangan terhadap kesesuaian RKA-K/L hasil pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat dengan kebijakan efisiensi dan efektivitas belanja negara.
    (3)
    RKA-K/L hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penyusunan DIPA.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 7
    Pendelegasian
     

    Pasal 34

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penelaahan RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 33 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Proses Penyusunan dan Penelaahan RKA-BUN

    Paragraf 1
    Proses Penyusunan RKA-BUN
     

    Pasal 35

    (1)
    Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara menetapkan unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai PPA BUN.
    (2)
    Pada awal tahun anggaran, PPA BUN melakukan:
     
    a.
    evaluasi Kinerja Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;
     
    b.
    penyusunan indikator Kinerja dalam penganggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara; dan
     
    c.
    penyusunan indikasi kebutuhan dana Bendahara Umum Negara.
    (3)
    Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara dapat berkoordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga atau pihak lain terkait untuk menyusun indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara untuk tahun anggaran yang direncanakan dengan berpedoman pada:
     
    a.
    prakiraan maju;
     
    b.
    evaluasi Kinerja Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;
     
    c.
    indikator Kinerja; dan
     
    d.
    rencana strategis yang telah disusun.
    (4)
    Indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan indikasi dana untuk memenuhi program pemerintah yang dianggarkan pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
    (5)
    Menteri Keuangan menetapkan Pagu Indikatif BUN berdasarkan:
     
    a.
    arahan Presiden;
     
    b.
    hasil tinjau ulang angka dasar;
     
    c.
    indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara yang sudah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan/atau
     
    d.
    kapasitas fiskal, dengan memperhatikan rancangan awal RKP.
    (6)
    Berdasarkan Pagu Indikatif BUN yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PPA BUN melakukan penyesuaian indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 36

    (1)
    Menteri Keuangan menetapkan Pagu Anggaran BUN dengan berpedoman pada:
     
    a.
    arahan Presiden;
     
    b.
    hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan rancangan APBN; dan
     
    c.
    RKP.
    (2)
    Berdasarkan Pagu Anggaran BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPA BUN menyusun RKA­-BUN.
    (3)
    Penyusunan RKA-BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga atau pihak lain yang terkait.
    (4)
    Koordinasi yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa melaksanakan sinkronisasi antara RKA-K/L dan RKA-BUN agar tidak terdapat duplikasi anggaran.
    (5)
    Untuk meningkatkan kualitas RKA-BUN, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menugaskan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dari Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan selaku kuasa pengguna anggaran Bendahara Umum Negara untuk melakukan reviu RKA satuan kerja Bendahara Umum Negara.
    (6)
    PPA BUN menyampaikan RKA-BUN yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk dilakukan penelaahan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 2
    Alokasi Anggaran BUN
     

    Pasal 37

    (1)
    Berdasarkan hasil kesepakatan pembahasan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN beserta Nota Keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Keuangan menetapkan Alokasi Anggaran BUN yang disampaikan kepada PPA BUN.
    (2)
    PPA BUN melakukan penyesuaian RKA-BUN dengan Alokasi Anggaran hasil kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (3)
    PPA BUN menyampaikan RKA-BUN yang telah disesuaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk dilakukan penelaahan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 3
    Pendelegasian
     

    Pasal 38

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan, penelaahan, dan penetapan RKA-BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Rincian APBN
     

    Pasal 39

    (1)
    Presiden menetapkan rincian APBN termasuk di dalamnya rincian alokasi Kementerian/Lembaga dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
    (2)
    Rincian alokasi Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut klasifikasi anggaran.
    (3)
    Rincian alokasi Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut:
     
    a.
    belanja pemerintah pusat;
     
    b.
    transfer ke daerah; dan
     
    c.
    pembiayaan.
    (4)
    Rincian APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lambat tanggal 30 November.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    BAB V
    DIPA DAN PERUBAHAN ANGGARAN DALAM PELAKSANAAN APBN

    Bagian Kesatu
    Penyusunan dan Pengesahan DIPA
     

    Pasal 40

    (1)
    Penyusunan DIPA dilaksanakan dengan berpedoman pada rincian APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4), yang dilakukan oleh:
     
    a.
    Menteri/Pimpinan Lembaga untuk DIPA Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga; dan
     
    b.
    PPA BUN untuk DIPA Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
    (2)
    DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan hasil penelaahan:
     
    a.
    RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33; dan
     
    b.
    RKA-BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.
    (3)
    Menteri Keuangan mengesahkan DIPA Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat tanggal 31 Desember.
    (4)
    DIPA Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang belum disahkan sampai dengan tanggal 31 Desember sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan pada tahun anggaran berjalan.
    (5)
    Usulan DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4), perlu mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan sebelum proses pengesahan.
    (6)
    Ketentuan mengenai tata cara pengesahan DIPA Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Perubahan Anggaran Dalam Pelaksanaan APBN
     

    Pasal 41

    (1)
    Perubahan RKA, dapat sebagai akibat dari:
     
    a.
    penyesuaian APBN pada tahun berjalan;
     
    b.
    perubahan kebijakan dalam rangka penyesuaian kebutuhan pelaksanaan; dan/atau
     
    c.
    hasil pengendalian dan pemantauan.
    (2)
    Penyesuaian APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan Pemerintah, jika terjadi:
     
    a.
    perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
     
    b.
    perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
     
    c.
    keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi dan/atau antar program; dan/atau
     
    d.
    keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan.
    (3)
    Perubahan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
     
    a.
    perubahan kebijakan pemerintah pusat; dan
     
    b.
    perubahan kebijakan internal Kementerian/Lembaga.
    (4)
    Perubahan RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat terdiri atas:
     
    a.
    tambahan atau pengurangan alokasi anggaran sebagai akibat Perubahan APBN, pergeseran anggaran antar-Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga, dan/atau pergeseran anggaran dari Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga ke Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara atau sebaliknya;
     
    b.
    realokasi anggaran belanja dari yang telah ditetapkan dalam DIPA; dan/atau
     
    c.
    revisi administrasi.
    (5)
    Dalam hal mengusulkan penambahan anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan reviu terhadap pencapaian Keluaran sebelum pengajuan usulan perubahan RKA-K/L.
    (6)
    Perubahan RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
     
    a.
    Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran untuk perubahan RKA yang tidak menyebabkan perubahan DIPA; dan/atau
     
    b.
    Menteri Keuangan untuk perubahan RKA yang menyebabkan perubahan DIPA.
    (7)
    Penetapan perubahan RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b menjadi dasar pengesahan DIPA.
    (8)
    Dalam mengusulkan/mengajukan perubahan RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Menteri/Pimpinan Lembaga/PPA BUN menugaskan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/Lembaga atau Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (9)
    Ketentuan mengenai tata cara perubahan RKA diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 42

    (1)
    Dalam keadaan darurat, Menteri/Pimpinan Lembaga/PPA BUN dapat melakukan perubahan RKA.
    (2)
    Ketentuan mengenai perubahan RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    BAB VI
    PENGENDALIAN DAN PEMANTAUAN, SERTA EVALUASI KINERJA ANGGARAN

    Bagian Kesatu
    Pengendalian dan Pemantauan Pelaksanaan Belanja Kementerian/Lembaga
     

    Pasal 43

    (1)
    Menteri Koordinator sesuai dengan bidangnya, bersama-sama dengan Menteri Perencanaan, Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga serta instansi terkait melakukan koordinasi pengendalian dan pemantauan pelaksanaan Program dan Kegiatan.
    (2)
    Menteri Keuangan dalam melakukan pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memfokuskan pada aspek Kinerja anggaran.
    (3)
    Pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Koordinator sesuai dengan bidangnya, Menteri Perencanaan, dan Menteri/Pimpinan Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (4)
    Hasil pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan:
     
    a.
    untuk memastikan pelaksanaan Program dan Kegiatan sesuai dengan yang direncanakan; dan
     
    b.
    sebagai bahan pertimbangan untuk penyesuaian kebijakan tahun berjalan.
    (5)
    Berdasarkan hasil pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Keuangan dapat melakukan penyesuaian belanja Kementerian/Lembaga melalui mekanisme perubahan RKA-K/L.
    (6)
    Ketentuan mengenai pengendalian dan pemantauan belanja Kementerian/Lembaga serta penyesuaian belanja Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Pengendalian dan Pemantauan Pelaksanaan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara
     

    Pasal 44

    (1)
    Menteri Keuangan melakukan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
    (2)
    Ketentuan mengenai pengendalian dan pemantauan pelaksanaan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 45

    (1)
    Dalam rangka pelaksanaan pengendalian dan pemantauan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Menteri Keuangan menugaskan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Keuangan untuk melakukan pengawasan.
    (2)
    Ketentuan mengenai pelaksanaan pengawasan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Pengendalian dan Pemantauan Terhadap Sinkronisasi Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah
     

    Pasal 46

    (1)
    Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan, dan Menteri/Pimpinan Lembaga teknis sesuai dengan kewenangannya, bersama-sama melakukan pengendalian dan pemantauan atas pelaksanaan sinkronisasi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
    (2)
    Pengendalian dan pemantauan terhadap sinkronisasi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit terhadap dana alokasi khusus.
    (3)
    Pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Evaluasi Kinerja Anggaran
     

    Pasal 47

    (1)
    Menteri Keuangan melakukan evaluasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c terhadap:
     
    a.
    Kinerja anggaran Kementerian/Lembaga; dan
     
    b.
    Kinerja anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
    (2)
    Hasil evaluasi Kinerja anggaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai salah satu dasar untuk:
     
    a.
    penyusunan tema, sasaran, Arah Kebijakan, dan prioritas pembangunan tahunan yang direncanakan;
     
    b.
    penyusunan dan/atau tinjau ulang angka dasar;
     
    c.
    penyusunan alokasi tahun yang direncanakan dan/atau penyesuaian anggaran tahun berjalan; dan/atau
     
    d.
    pemberian penghargaan dan/atau pengenaan sanksi.
    (3)
    Dalam melaksanakan evaluasi Kinerja anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat melibatkan:
     
    a.
    Kementerian/Lembaga; dan/atau
     
    b.
    pihak lainnya.
    (4)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi Kinerja anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan evaluasi Kinerja anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 48

    Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi bersama-sama menyinergikan:
    a.
    evaluasi Kinerja anggaran;
    b.
    evaluasi Kinerja pembangunan; dan
    c.
    evaluasi akuntabilitas Kinerja instansi pemerintah, sesuai dengan kewenangannya.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    BAB VII
    PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
     

    Pasal 49

    (1)
    Menteri/Pimpinan Lembaga dapat menyusun rencana pengadaan barang/jasa pemerintah pada saat proses penyusunan RKA-K/L.
    (2)
    Berdasarkan Alokasi Anggaran K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat memulai persiapan dan pengumuman pengadaan barang/jasa pemerintah untuk tahun anggaran yang direncanakan.
    (3)
    Perencanaan, persiapan dan pengumuman pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    BAB VIII
    RKA OTORITA IBU KOTA NUSANTARA
     

    Pasal 50

    (1)
    Ketentuan mengenai penyusunan RKA-K/L dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan RKA Otorita Ibu Kota Nusantara.
    (2)
    Kekhususan RKA Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
     
    a.
    penyusunan RKA yang terdiri atas rencana pendapatan dan belanja;
     
    b.
    penyusunan RKA Otorita Ibu Kota Nusantara yang memperhatikan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara;
     
    c.
    pengelolaan rencana belanja yang berdasarkan indikator kinerja utama dan fluktuasi pendapatan; dan
     
    d.
    mekanisme perubahan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara yang diakibatkan perubahan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, penggunaan selisih lebih penerimaan negara bukan pajak, dan fluktuasi pendapatan.
    (3)
    Ketentuan lebih lanjut mengenai kekhususan RKA Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    BAB IX
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 51

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178), dinyatakan masih berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 52

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 53

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 16 Februari 2023
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    JOKO WIDODO

    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 16 Februari 2023
    MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    PRATIKNO

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 25
     

    PENJELASAN

    ATAS
     
    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 6 TAHUN 2023
     
    TENTANG
     
    PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
     
     
     
     
     
    I.
    UMUM
     
    Dinamika yang terus berkembang dalam proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap mekanisme dan landasan hukum penyusunan RKA-K/L dan RKA­-BUN yang dalam Peraturan Pemerintah ini nomenklaturnya keduanya disebut sebagai RKA. Penyempurnaan tersebut diperlukan untuk lebih mengoptimalkan peran penganggaran dalam mendukung pembangunan nasional, selain melalui penguatan penerapan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam proses penganggaran, kebutuhan untuk melakukan redesign sistem perencanaan dan penganggaran yang akan diterapkan pada rumusan Program mulai dari penyusunan Renja K/L, penyusunan RKA dan penelaahan RKA sampai dengan pengesahan DIPA K/L dan DIPA BUN juga perlu dilakukan.
     
    Untuk menampung dinamika guna menghasilkan RKA yang berkualitas, perlu perbaikan regulasi terutama di level Peraturan Pemerintah yang akan menjadi landasan hukum bagi pemerintah. Adapun latar belakang dari perlunya perubahan regulasi di level Peraturan Pemerintah, antara lain:
     
    1.
    Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga memerlukan penyesuaian dan penyempurnaan untuk menampung dinamika proses perencanaan dan penganggaran yang semakin berkembang.
     
    2.
    Pergeseran paradigma dalam proses penganggaran.
     
     
    Pergeseran paradigma tersebut ditunjukkan dari proses penganggaran, yang sebelumnya hanya menekankan proses perencanaan dan penganggaran untuk satu tahun anggaran, menjadi proses perencanaan dan penganggaran yang berkesinambungan/berkelanjutan sebagai bentuk disiplin fiskal. Proses pergeseran paradigma tersebut, antara lain ditunjukkan dengan:
     
     
    a.
    Penguatan proses reviu angka dasar, mulai dari pengguliran angka prakiraan maju sampai dengan pihak-pihak yang terlibat serta perangkat yang diperlukan dalam melakukan reviu;
     
     
    b.
    Sinergi dokumen jangka menengah yang dituangkan dalam KAJM untuk menjaga kesinambungan fiskal sebagai indikasi pendanaan dengan pendekatan tematik;
     
     
    c.
    Sinkronisasi belanja pemerintah pusat dengan transfer ke daerah yang merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diperlukan sebagai perangkat norma yang memberikan landasan hukum bagi Kementerian/Lembaga untuk menyinkronkan atau mengharmoniskan penganggarannya dengan transfer ke daerah guna menghindari adanya duplikasi anggaran untuk program yang sama; dan
     
     
    d.
    Pengaturan redesign Sistem Perencanaan dan Penganggaran, mencakup restrukturisasi Program, refocusing Program, dan simplifikasi struktur informasi Kinerja anggaran.
     
    3.
    Mewadahi praktik yang sudah ada. Namun, belum dituangkan dalam tingkatan ketentuan peraturan perundang-undangan yang sesuai.
     
     
    Praktik tersebut telah diatur dalam peraturan-peraturan teknis baik dalam Peraturan Menteri Keuangan maupun dalam Peraturan Direktur Jenderal. Namun demikian, dalam peraturan yang lebih umum dan tingkatannya lebih tinggi belum dituangkan atau pengaturan yang ada sudah tidak relevan. Praktik dalam proses perencanaan dan penganggaran yang perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah Penyusunan RKA, antara lain:
     
     
    a.
    Pengaturan mengenai standar kompetensi bagi perencana penganggaran termasuk pengaturan mengenai pengembangan dan pembinaan kompetensinya.
     
     
    b.
    Pengaturan mengenai sistem informasi, konsep pengaturan sistem informasi diperlukan dengan mempertimbangkan kebutuhan untuk menunjang penyelenggaraan sistem informasi penganggaran. Selain itu, untuk mempermudah penyelenggaraan akses data informasi dari K/L apabila diperlukan untuk kebutuhan tertentu di bidang penganggaran.
     
     
    c.
    Pengaturan mengenai hasil dari reformasi/redesign sistem perencanaan dan penganggaran yang sebelumnya telah diatur dalam peraturan teknis. Pengaturan tersebut meliputi penguatan instrumen, redefinisi Program/Kegiatan/Keluaran, restrukturisasi Program/Kegiatan, dan perbaikan proses bisnis penyusunan RKA.
     
     
    d.
    Pengaturan mengenai proses penelaahan RKA yang dalam pelaksanaannya proses penelaahan RKA tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk teknis penyusunan RKA-K/L maupun Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan Bagian Anggaran dan Bendahara Umum Negara, namun pengaturan penelaahan RKA-K/L dan RKA-BUN dalam Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-K/L memerlukan penyesuaian dan perbaikan, yang mencakup beberapa pengaturan antara lain proses penelaahan RKA-K/L dan RKA-BUN berdasarkan pagu Anggaran dan alokasi.
     
     
    e.
    Pengaturan mengenai pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang mencakup proses penyusunan dan pelaksanaan RKA-K/L dan RKA-BUN dalam tahapan reviu, pengendalian dan pemantauan, pengawasan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, evaluasi Kinerja anggaran.
     
     
    f.
    Perlunya pengaturan evaluasi Kinerja anggaran secara menyeluruh karena diperlukan penguatan fungsi evaluasi sebagai instrumen untuk memberi feedback dalam proses perencanaan penganggaran.
     
     
    g.
    Pengaturan mengenai pengadaan barang atau jasa Pemerintah, diperlukan untuk menyelaraskan proses dengan pengaturan mengenai rencana dan persiapan pengadaan barang atau jasa dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
     
    4.
    Kekhususan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara, diperlukan pengaturan yang mengkhususkan pengaturan mengenai penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara dari pengaturan umum yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah ini.
     
    5.
    Pencabutan beberapa pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-K/L oleh Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran.
       
     
    Redesign sistem penganggaran sebagai bentuk kebutuhan atas evaluasi pelaksanaan dan penerapan penyusunan RKA-K/L dan RKA-BUN selama ini. Bahwa untuk mendapatkan efektifitas dan efisiensi belanja dan pencapaian sasaran, kesesuaian dengan peraturan yang ada, serta kejelasan dalam aspek umum operasionalitasnya mulai dari penyesuaian sistem informasi dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai dengan revisi anggaran, maka diperlukan redesign sistem penganggaran tersebut. Selain itu, dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, diperlukan penyesuaian dan sinkronisasi atas proses perencanaan dan penganggaran khususnya menyesuaikan proses penganggaran dalam penyusunan RKA-K/L dan RKA-BUN.
     
    Dengan penyusunan Peraturan Pemerintah ini diharapkan akan memberikan landasan hukum dalam konsep penganggaran yang komprehensif dalam hal:
     
    a.
    Kepastian hukum terhadap perumusan dokumen penganggaran serta sinkronisasi atas proses perencanaan penganggaran tersebut sebagai wujud dalam dinamisasi penganggaran melalui redesign sistem penganggaran.
     
    b.
    Menyeragamkan pemahaman atas proses, perspektif, dan pola kerja antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/Lembaga, sehingga akan menghasilkan dokumen penganggaran yang memberikan jaminan efektif dan efisien, sesuai dengan koridor dan standar yang ditetapkan.
     
    c.
    Memberikan jaminan kesatuan pelaksanaan operasional mulai dari perencanaan, penganggaran, revisi, sampai dengan evaluasi dan pelaporan atau penilaian Kinerja.
     
    d.
    Penguatan implementasi konsep asas nilai manfaat uang (value for money).
       
     
    Sebagai landasan hukum dalam proses penyusunan RKA, Peraturan Pemerintah ini mengatur beberapa hal terkait dengan proses atau mekanisme yang diperlukan atau berpengaruh dalam proses penyusunan RKA pada lingkup yang lebih luas, dalam hal ini APBN. Kebutuhan untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga sangat diperlukan. Peraturan pemerintah ini ditetapkan untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta dasar hukum bagi penyusunan RKA-K/L dan RKA-BUN.
     
     
     
     
     
    II.
    PASAL DEMI PASAL
     
    Pasal 1
    Cukup jelas.
    Pasal 2
    Cukup jelas.
    Pasal 3
    Cukup jelas.
    Pasal 4
    Cukup jelas.
    Pasal 5
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan "pendapatan negara" adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan "belanja negara" adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan "pembiayaan" adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran pembiayaan yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara mencakup kebutuhan operasional dan kebutuhan pendanaan pembangunan.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Himpunan RKA termasuk di dalamnya RKA-BUN yang terencana.
    Ayat (7)
    Yang dimaksud dengan "komposisi pembiayaan" adalah pemenuhan sumber pembiayaan yang terdiri atas bauran pembiayaan utang dan pembiayaan non utang.
    Pembiayaan utang berdasarkan bauran surat berharga negara dan pinjaman.
    Pasal 6
    Ayat (1)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan "kerangka pengeluaran jangka menengah" adalah pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dalam rangka kesinambungan fiskal.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan "penganggaran terpadu" adalah penganggaran yang dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran untuk menghasilkan dokumen RKA dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja (ekonomi). Integrasi atau keterpaduan proses perencanaan dan penganggaran dimaksudkan agar tidak terdapat duplikasi dalam penyediaan dana.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan "penganggaran berbasis Kinerja" adalah penganggaran yang merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan Kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian Kinerja tersebut.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 7
    Cukup jelas.
    Pasal 8
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Pengeluaran pembiayaan antara lain investasi pemerintah, dana bergulir, kewajiban penjaminan, pemberian pinjaman, dam pembayaran cicilan pokok utang.
    Ayat (7)
    Cukup jelas.
    Pasal 9
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Yang dimaksud dengan "mengukur Kinerja" adalah Indikator Kinerja sebagai alat ukur untuk menilai capaian suatu Kinerja Program atau Kegiatan.
    Yang dimaksud dengan "mengevaluasi capaian suatu Program atau Kegiatan" adalah mengukur keterkaitan antara capaian hasil (outcome) Program dengan Keluaran (output) Kegiatan.
    Ayat (3)
    Indikator Kinerja yang ditetapkan dan perubahannya merupakan indikator Kinerja yang digunakan dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Pasal 10
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Standar biaya yang digunakan dalam penyusunan RKA dan/atau pelaksanaan anggaran disusun dengan memperhatikan kebutuhan tertentu.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 11
    Ayat (1)
    Penerapan prinsip Belanja Berkualitas merupakan pelaksanaan dari asas nilai manfaat uang.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 12
    Ayat (1)
    KAJM merupakan dokumen yang menyinergikan dokumen jangka menengah lainnya dalam proses perencanaan dan penganggaran.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan "proyeksi/rencana/target fiskal jangka menengah" antara lain rasio pajak, defisit, dan rasio utang pemerintah.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 13
    Ayat (1)
    KAJM memiliki periode atau jangka waktu 4 (empat) tahun dan pada awal pemerintahan KAJM memiliki periode 5 (lima) tahun menyelaraskan dengan RPJM Nasional.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Huruf a
    Yang dimaksud dengan "KAJM yang disusun pertama kali" adalah KAJM pertama yang disusun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan "KAJM yang digulirkan" adalah KAJM yang digulirkan dan dimutakhirkan dari KAJM tahun sebelumnya.
    Pasal 14
    Ayat (1)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Yang dimaksud dengan "komitmen jangka menengah lainnya" antara lain pinjaman dan hibah, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang, dan kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Yang dimaksud dengan "komitmen jangka menengah lainnya" antara lain pinjaman dan hibah serta kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 15
    Ayat (1)
    Pemenuhan standar kompetensi teknis dilakukan melalui pembekalan dan sertifikasi kompetensi teknis bagi pejabat/pegawai.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 16
    Cukup jelas.
    Pasal 17
    Ayat (1)
    Dalam menyusun RKA-K/L, Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan koordinasi internal yang terintegrasi, melalui unit perencanaan keuangan di masing-masing Kementerian/Lembaga yang memiliki tugas dan fungsi dalam menyusun perencanaan dan mengelola keuangan di masing-masing Kementerian/Lembaga.
     
    RKA-K/L mencakup rencana kerja anggaran seluruh satuan kerja termasuk didalamnya satuan kerja badan layanan umum berdasarkan rincian bisnis dan anggaran dan ikhtisar yang disusun.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 18
    Ayat (1)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Informasi Kinerja dalam RKA disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
    a.
    informatif;
    b.
    menyeluruh; dan/atau
    c.
    mendalam.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Dalam rangka penyusunan referensi standar, Keluaran dapat diklasifikasikan dan/atau dirinci sesuai dengan kebutuhan.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Huruf a
    Hasil (result/outcome) merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Keluaran dalam satu Program.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Pasal 19
    Cukup jelas.
    Pasal 20
    Cukup jelas.
    Pasal 21
    Cukup jelas.
    Pasal 22
    Program dan Kegiatan disusun dengan memperhatikan kesetaraan bagi seluruh kelompok masyarakat.
     
    Program dan Kegiatan disusun dengan memperhatikan program dan kegiatan yang inklusif antara lain pencapaian target sustainable development goals.
    Pasal 23
    Cukup jelas.
    Pasal 24
    Cukup jelas.
    Pasal 25
    Cukup jelas.
    Pasal 26
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Persetujuan tema, sasaran, Arah Kebijakan, dan Prioritas Pembangunan Nasional dalam bentuk dokumen resmi antara lain penetapan dalam sidang kabinet/rapat terbatas/rapat internal berbentuk risalah rapat, berita acara, dan notulensi rapat.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Huruf a
    Usulan Kegiatan dan Keluaran berlanjut merupakan Kegiatan dan Keluaran yang sudah tertuang dalam KAJM.
    Huruf b
    Usulan Keluaran baru berasal dari arahan atau direktif Presiden sesuai dengan tema, sasaran, Arah Kebijakan, dan Prioritas Pembangunan.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Pasal 27
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Yang dimaksud dengan "angka dasar" adalah indikasi pagu prakiraan maju dari Kegiatan yang berulang setiap tahun atau dalam periode tertentu dan/atau kegiatan tahun jamak berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan pada tahun anggaran yang direncanakan.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Pasal 28
    Cukup jelas.
    Pasal 29
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Usulan Kegiatan dan Keluaran baru berasal dari arahan Presiden sesuai dengan tema, sasaran, Arah Kebijakan, dan Prioritas Pembangunan.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Dalam menyusun RKA-K/L, Menteri/Pimpinan Lembaga memperhatikan hubungan antara belanja dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Ayat (7)
    Dalam melakukan reviu atas RKA-K/L, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menggunakan pendekatan/prinsip risiko sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Pasal 30
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Yang dimaksud dengan "penyesuaian" antara lain penambahan, pengurangan, dan/atau pergeseran Pagu Anggaran K/L.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Pasal 31
    Cukup jelas.
    Pasal 32
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Dalam hal tertentu antara lain menampung Kegiatan dan Keluaran baru.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Pasal 33
    Cukup jelas.
    Pasal 34
    Cukup jelas.
    Pasal 35
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Prakiraan maju, evaluasi Kinerja Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, indikator Kinerja, dan rencana strategis yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara antara lain pada program yang dapat direncanakan.
     
    Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara dan Menteri Perencanaan bersama-sama menyusun rencana pemanfaatan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara untuk subsidi pupuk, dana alokasi khusus, dan dana desa yang diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Huruf a
    Cukup jelas.
    Huruf b
    Hasil tinjau ulang angka dasar digunakan untuk Kegiatan yang berulang.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Pasal 36
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Dalam melakukan reviu atas RKA-BUN, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah K/L menggunakan pendekatan/prinsip risiko sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Ayat (6)
    Cukup jelas.
    Pasal 37
    Cukup jelas.
    Pasal 38
    Cukup jelas.
    Pasal 39
    Cukup jelas.
    Pasal 40
    Cukup jelas.
    Pasal 41
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Cukup jelas.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Ayat (5)
    Cukup jelas.
    Ayat (6)
    Huruf a
    Pengguna anggaran mencakup Menteri Keuangan selaku pengguna anggaran Bendahara Umum Negara.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Ayat (7)
    Dengan adanya perubahan RKA dan pengesahan DIPA, Kementerian/Lembaga melakukan penyesuaian Renja K/L.
    Ayat (8)
    Cukup jelas.
    Ayat (9)
    Ruang lingkup perubahan RKA, mulai dari proses pengusulan, penetapan sampai dengan pengesahan perubahan RKA.
    Pasal 42
    Ayat (1)
    Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" antara lain:
    a.
    proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya secara signifikan;
    b.
    proyeksi penurunan pendapatan negara dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan;
    c.
    kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil surat berharga negara secara signifikan; dan/atau
    d.
    pandemi yang berdampak pada menurunnya kesehatan masyarakat dan mengancam perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 43
    Cukup jelas.
    Pasal 44
    Cukup jelas.
    Pasal 45
    Ayat (1)
    Pengawasan yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Keuangan, tidak mengurangi kewenangan pengawasan oleh aparat pengawasan intern pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Ayat (2)
    Cukup jelas.
    Pasal 46
    Cukup jelas.
    Pasal 47
    Ayat (1)
    Cukup jelas.
    Ayat (2)
    Huruf a
    Hasil evaluasi Kinerja anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara meliputi subsidi pupuk, dana alokasi khusus, dan dana desa.
    Huruf b
    Cukup jelas.
    Huruf c
    Cukup jelas.
    Huruf d
    Cukup jelas.
    Ayat (3)
    Huruf a
    Kementerian/Lembaga meliputi:
    a.
    Kementerian/Lembaga yang melaksanakan evaluasi Kinerja anggaran di Bagian Anggaran masing-masing; dan
    b.
    Kementerian/Lembaga yang melaksanakan evaluasi Kinerja pembangunan dan evaluasi Kinerja instansi.
    Huruf b
    Pihak lainnya antara lain akademisi, pakar, praktisi, dan/atau lembaga internasional.
    Ayat (4)
    Cukup jelas.
    Pasal 48
    Sinergitas dalam pelaksanaan evaluasi Kinerja antara lain dengan cara berbagi pakai data.
    Pasal 49
    Cukup jelas.
    Pasal 50
    Cukup jelas.
    Pasal 51
    Cukup jelas.
    Pasal 52
    Cukup jelas.
    Pasal 53
    Cukup jelas.
     
     
     
     
     
    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6850

    Peraturan Pemerintah 6 TAHUN 2023 - Perpajakan DDTC