Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 1994
TENTANG
PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
Menimbang |
||
a.
|
bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan merupakan Objek Pajak Penghasilan;
|
|
b.
|
bahwa orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan wajib melunasi Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut;
|
|
c.
|
bahwa untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut dan sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dipandang perlu mengatur pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan Peraturan Pemerintah;
|
|
Mengingat |
||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
|
|
3.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
|
|
4.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
|
|
5.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
|
|
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171);
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.
|
||
|
||
Pasal 1 |
||
1.
|
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan.
|
|
2.
|
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
|
|
|
a.
|
penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah;
|
|
b.
|
Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
|
|
c.
|
Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
|
|
|
|
Pasal 2 |
||
(1)
|
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.
|
|
(2)
|
Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan menunjukkan
aslinya. |
|
(3)
|
Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
|
(4)
|
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||
(1)
|
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf b dipungut Pajak Penghasilan oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar.
|
|
(2)
|
Bendaharawan atau pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungut ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar dilaksanakan.
|
|
(3)
|
Penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar.
|
|
(4)
|
Bendaharawan atau pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||
(1)
|
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
|
|
(2)
|
Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, kecuali:
|
|
|
a.
|
dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
|
|
b.
|
dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Stb. 1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya), adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.
|
(3)
|
Nilai Jual Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan, atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya.
|
|
(4)
|
Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Obyek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah:
|
||
a.
|
Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a dan huruf b yang jumlah brutonya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
|
|
b.
|
Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c;
|
|
c.
|
Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
|
|
d.
|
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan;
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||
Ketentuan tentang pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak badan sehubungan dengan usaha pokoknya di bidang penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
|
||
|
||
Pasal 7 |
||
Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (3), kecuali permohonan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
|
||
|
||
Pasal 8 |
||
Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), bagi orang pribadi bersifat final dan bagi Wajib Pajak badan merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
|
||
|
||
Pasal 9 |
||
Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) atau ayat (3), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
||
|
||
Pasal 10 |
||
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, baik bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Kehakiman dan/atau Menteri Dalam Negeri.
|
||
|
||
Pasal 11 |
||
Atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terjadi sebelum tanggal 1 Januari 1995 yang belum dibuatkan aktanya oleh pejabat yang berwenang diatur sebagai berikut:
|
||
a.
|
Apabila penghasilan atas pengalihan hak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang bersangkutan dan Pajak Penghasilannya telah dilunasi, maka pelunasan Pajak Penghasilan tersebut menggantikan kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
|
|
b.
|
Apabila atas penghasilan dari pengalihan hak tersebut Pajak Penghasilannya telah dilunasi sampai dengan tanggal 31 Desember 1994 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah atau Tanah dan Bangunan, maka pelunasan Pajak Penghasilan tersebut menggantikan kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
|
|
||
Pasal 12 |
||
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak atas Tanah atau Tanah dan Bangunan dinyatakan tidak berlaku lagi.
|
||
|
||
Pasal 13 |
||
Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995.
|
||
|
||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||
|
||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Desember 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
SOEHARTO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994 NOMOR 77
|
||
|
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 1994 TENTANG
PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
|
|||||||||||||||
|
|
||||||||||||||
I.
|
UMUM
|
||||||||||||||
|
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta merupakan Objek Pajak Penghasilan. Apabila orang pribadi atau badan menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, maka penghasilan tersebut termasuk dalam pengertian penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang tersebut.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan orang pribadi atau badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dan sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, maka dengan Peraturan Pemerintah perlu diatur cara yang lebih berdaya guna yaitu dengan mengaitkan pemenuhan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dimaksud dengan penandatanganan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang, atau mengaitkannya dengan pembayaran yang dilakukan oleh bendaharawan atau pejabat negara.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku hanya boleh menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang setelah kepadanya dibuktikan bahwa Pajak Penghasilan yang terutang telah dibayar. Dalam hal orang pribadi atau badan menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, termasuk ganti rugi karena pelepasan hak atau penyerahan hak atau cara lain kepada pemerintah, maka pemenuhan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan melalui pemungutan oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran tersebut. |
||||||||||||||
|
|
||||||||||||||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
||||||||||||||
|
Pasal 1
Ayat 1
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, baik dalam kegiatan usahanya maupun diluar usahanya, wajib dibayar atau dipungut Pajak Penghasilannya pada saat terjadinya transaksi tersebut.
Ayat 2
Pengalihan hak dalam ayat ini adalah semua pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dapat dilakukan dengan cara:
Pasal 2
Ayat (1)
Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan kepada pihak lain selain pemerintah, wajib dilakukan sendiri oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan dalam hal penjualan lelang Pajak Penghasilan yang terutang disetorkan oleh Pejabat Lelang atas nama orang pribadi atau badan yang hartanya dilelang.
Ayat (2)
Untuk meningkatkan kepatuhan orang pribadi atau badan dalam memenuhi kewajiban pajaknya, maka pejabat yang berwenang hanya diperbolehkan untuk menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut apabila kepadanya dibuktikan bahwa orang pribadi atau badan yang bersangkutan telah membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang.
Pembuktian dilakukan oleh orang pribadi atau badan tersebut dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak serta dengan menunjukkan asli Surat Setoran Pajak dimaksud. Ketentuan mengenai pembuktian tersebut tidak berlaku atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, dilakukan melalui pemungutan Pajak Penghasilan oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau yang menyetujui tukar-menukar. Pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan tersebut dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Ayat (2) dan (3)
Pemungutan Pajak Penghasilan tersebut bukan merupakan pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994. Penyetoran Pajak Penghasilan yang telah dipungut dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar, dan bukan atas nama bendaharawan atau pejabat pemungut.
Penyetoran Pajak Penghasilan melalui bank persepsi maupun Kantor Pos dan Giro dilakukan sebelum pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dilaksanakan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan dan Pajak Penghasilan yang wajib dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang berwenang sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut.
Ayat (2)
Besarnya nilai pengalihan sebagai dasar perhitungan besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan, atau dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang berwenang, adalah nilai yang tertinggi antara nilai menurut akta dengan nilai menurut Nilai Jual Objek Pajak untuk penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan dalam tahun pajak terjadinya pengalihan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai yang paling mendekati nilai yang sebenarnya.
Dalam hal pengalihan kepada pemerintah, maka besarnya nilai pengalihan adalah berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam hal pengalihan hak berdasarkan lelang, maka besarnya pengalihan adalah berdasarkan nilai menurut risalah lelang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar, maka untuk memperoleh besarnya Nilai Jual Objek Pajak, orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan wajib meminta surat keterangan mengenai besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas tanah dan/atau bangunan untuk tahun pajak yang bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah dan/atau bangunan tersebut.
Pasal 5
Pada dasarnya semua pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), namun untuk keadilan diberikan pengecualian dari pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan.
huruf a
Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dari pengalihan kepada pihak lain atau kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus, sepanjang jumlah pembayaran brutonya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
Lokasi pembangunan sarana kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus dapat dibangun di banyak tempat, misalnya untuk pembangunan sekolah, rumah sakit atau kantor pemerintah;
huruf b
Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah dengan pembayaran ganti rugi yang akan digunakan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, yaitu jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara dan fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya, serta fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Lokasi pembangunan sarana kepentingan umum tersebut memerlukan persyaratan khusus misalnya untuk pelabuhan laut diperlukan tanah tertentu untuk memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan seperti kedalaman laut, arus laut, pendangkalan dan lain sebagainya;
huruf c
Apabila orang pribadi atau badan melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan laba yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau organisasi sejenis lainnya, atau pengusaha kecil termasuk koperasi, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, maka keuntungan karena pengalihan tersebut bukan merupakan Objek Pajak dan tidak terutang Pajak Penghasilan. Termasuk dalam pengertian hibah adalah wakaf;
huruf d
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, bukan merupakan Objek Pajak;
Pasal 6
Bagi Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilannya adalah sebagai berikut:
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Bagi orang pribadi, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final, dan tidak digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Bagi Wajib Pajak badan, penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan digabungkan dengan penghasilan lainnya dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) atau Pasal 6 diperlakukan sebagai pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan terjadi sebelum tanggal 1 Januari 1995, namun akta penjualan atau pengalihannya baru dibuat oleh pejabat yang berwenang pada atau setelah 1 Januari 1995, maka atas transaksi demikian diatur sebagai berikut:
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
|
||||||||||||||
|
|
||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3580
|