Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan atau penyempurnaan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
||||||||
|
|
|||||||
Menimbang |
||||||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;
|
||||||||
Mengingat |
||||||||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164);
|
|||||||
|
||||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 1 |
||||||||
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||
1.
|
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
|
|||||||
2.
|
Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
|
|||||||
3.
|
Pihak Pelapor adalah Setiap Orang yang menurut peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.
|
|||||||
4.
|
Pengguna Jasa adalah pihak yang menggunakan jasa Pihak Pelapor.
|
|||||||
5.
|
Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih.
|
|||||||
6.
|
Transaksi Keuangan adalah Transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.
|
|||||||
7.
|
Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung.
|
|||||||
8.
|
Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:
|
|||||||
|
a.
|
Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
|
||||||
|
b.
|
Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
|
||||||
|
c.
|
Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
|
||||||
|
d.
|
Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
|
||||||
9.
|
Lembaga Pengawas dan Pengatur adalah lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan, pengaturan, dan/atau pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor.
|
|||||||
10.
|
Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
|
|||||||
|
|
|
||||||
Pasal 2 |
||||||||
(1)
|
Pihak Pelapor meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
penyedia jasa keuangan:
|
||||||
|
|
1.
|
bank;
|
|||||
|
|
2.
|
perusahaan pembiayaan;
|
|||||
|
|
3.
|
perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi;
|
|||||
|
|
4.
|
dana pensiun lembaga keuangan;
|
|||||
|
|
5.
|
perusahaan efek;
|
|||||
|
|
6.
|
manajer investasi;
|
|||||
|
|
7.
|
kustodian;
|
|||||
|
|
8.
|
wali amanat;
|
|||||
|
|
9.
|
perposan sebagai penyedia jasa giro;
|
|||||
|
|
10.
|
pedagang valuta asing;
|
|||||
|
|
11.
|
penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu;
|
|||||
|
|
12.
|
penyelenggara e-money dan/atau e-wallet;
|
|||||
|
|
13.
|
koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam;
|
|||||
|
|
14.
|
pegadaian;
|
|||||
|
|
15.
|
perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau
|
|||||
|
|
16.
|
penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
|
|||||
|
b.
|
penyedia barang dan/atau jasa lain:
|
||||||
|
|
1.
|
perusahaan properti/agen properti;
|
|||||
|
|
2.
|
pedagang kendaraan bermotor;
|
|||||
|
|
3.
|
pedagang permata dan perhiasan/logam mulia;
|
|||||
|
|
4.
|
pedagang barang seni dan antik; atau
|
|||||
|
|
5.
|
balai lelang.
|
|||||
(2)
|
Pihak Pelapor penyedia jasa keuangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup juga:
|
|||||||
|
a.
|
perusahaan modal ventura;
|
||||||
|
b.
|
perusahaan pembiayaan infrastruktur;
|
||||||
|
c.
|
lembaga keuangan mikro; dan
|
||||||
|
d.
|
lembaga pembiayaan ekspor.
|
||||||
|
|
|
||||||
Pasal 3 |
||||||||
Pihak Pelapor selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mencakup juga:
|
||||||||
a.
|
advokat;
|
|||||||
b.
|
notaris;
|
|||||||
c.
|
pejabat pembuat akta tanah;
|
|||||||
d.
|
akuntan;
|
|||||||
e.
|
akuntan publik; dan
|
|||||||
f.
|
perencana keuangan.
|
|||||||
|
|
|||||||
Pasal 4 |
||||||||
Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 wajib menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 5 |
||||||||
Ketentuan mengenai penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3
|
||||||||
|
|
|||||||
Pasal 6 |
||||||||
(1)
|
Ketentuan mengenai prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan mengenai prinsip mengenali Pengguna Jasa dan pengawasannya diatur dengan Peraturan Kepala PPATK
|
|||||||
|
|
|||||||
Pasal 7 |
||||||||
(1)
|
Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan ayat (2) wajib menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang.
|
|||||||
(2)
|
Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Undang-Undang.
|
|||||||
|
|
|||||||
Pasal 8 |
||||||||
(1)
|
Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa, mengenai:
|
|||||||
|
a.
|
pembelian dan penjualan properti;
|
||||||
|
b.
|
pengelolaan terhadap uang, efek, dan/atau produk jasa keuangan lainnya;
|
||||||
|
c.
|
pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/atau rekening efek;
|
||||||
|
d.
|
pengoperasian dan pengelolaan perusahaan; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum.
|
||||||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan bagi advokat yang bertindak untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa, dalam rangka:
|
|||||||
|
a.
|
memastikan posisi hukum Pengguna Jasa; dan
|
||||||
|
b.
|
penanganan suatu perkara, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa.
|
||||||
|
|
|
||||||
Pasal 9 |
||||||||
Ketentuan mengenai kewajiban menyampaikan laporan dan pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang berlaku secara mutatis mutandis terhadap kewajiban menyampaikan laporan dan pelaksanaan kewajiban pelaporan bagi Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 10 |
||||||||
Ketentuan mengenai pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan kewajiban pelaporan bagi Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
||||||||
|
|
|
||||||
Pasal 11 |
||||||||
(1)
|
Pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan bagi Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 dilakukan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur dan/atau PPATK.
|
|||||||
(2)
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|||||||
Pasal 12 |
||||||||
Ketentuan mengenai bentuk, jenis, dan tata cara penyampaian laporan bagi Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 13 |
||||||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||||
|
||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
|
|
|||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juni 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juni 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
|
||||||||
|
||||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 148
|
||||||||
|
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2015
TENTANG
PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
|
||
|
|
|
I.
|
UMUM
|
|
|
Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku dengan berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil tindak pidananya sulit untuk ditelusuri oleh penegak hukum. Oleh karena itu, tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem keuangan serta sistem perekonomian, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam mendukung pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah membentuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Adapun substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini yakni:
|
|
|
1.
|
menambah jenis penyedia jasa keuangan yang terdiri atas perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor; dan
|
|
2.
|
menyatakan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan sebagai Pihak Pelapor.
|
|
|
|
|
Penambahan jenis penyedia jasa keuangan yang terdiri atas perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor dilatarbelakangi oleh aktivitas bisnis atau usaha yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga tersebut rentan untuk dijadikan sarana dan sasaran tindak pidana pencucian uang.
Bagi advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan, berdasarkan hasil riset PPATK rentan dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan cara berlindung dibalik ketentuan kerahasiaan hubungan profesi dengan Pengguna Jasa yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal ini sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF) yang menyatakan bahwa terhadap profesi tertentu yang melakukan Transaksi Keuangan Mencurigakan untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa wajib melaporkan Transaksi tersebut kepada Financial Intelligence Unit (dalam hal ini adalah PPATK). Kewajiban pelaporan oleh profesi tersebut telah diterapkan di banyak negara dan memiliki dampak positif terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Selain itu, pengaturan Pihak Pelapor dan pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro, lembaga pembiayaan ekspor, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan dimaksudkan untuk melindungi Pihak Pelapor tersebut dari tuntutan hukum, baik secara perdata maupun pidana.
|
|
|
|
|
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
|
|
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan “advokat” adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-Undang mengenai advokat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “notaris” adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai jabatan notaris atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pejabat pembuat akta tanah” adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “akuntan” adalah akuntan beregister negara yang memberikan jasa kepada klien melalui kantor jasa akuntansi.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “akuntan publik” adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai akuntan publik.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “perencana keuangan” adalah setiap orang yang berprofesi memberikan jasa perencanaan keuangan untuk mencapai tujuan keuangan pribadi seseorang melalui manajemen keuangan secara terintegrasi dan terencana.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “properti” antara lain tanah, bangunan, sarana dan/atau prasarana yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari tanah dan/atau bangunan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “memastikan posisi hukum Pengguna Jasa” antara lain melakukan pemeriksaan secara seksama dari segi hukum (legal due diligence/legal audit) terhadap suatu perusahaan atau objek transaksi sesuai dengan tujuan transaksi, untuk memperoleh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau objek transaksi.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
|
|
|
|
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5709
|