Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
|||
|
|
|
|
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa pajak barang dan jasa tertentu atas tenaga listrik merupakan salah satu pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah;
|
||
b.
|
bahwa sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 80/PUU-XV/2017 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, perlu mengatur ketentuan mengenai pengenaan pajak barang dan jasa tertentu atas tenaga listrik baik yang dihasilkan sendiri maupun dihasilkan dari sumber lain;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
|
||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK BARANG DAN JASA TERTENTU ATAS TENAGA LISTRIK.
|
|||
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
||
2.
|
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
|
||
3.
|
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
4.
|
Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.
|
||
5.
|
Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
|
||
6.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
7.
|
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
|
||
8.
|
Tenaga Listrik adalah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu pembangkit Tenaga Listrik yang didistribusikan untuk bermacam peralatan listrik.
|
||
9.
|
Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut PBJT atas Tenaga Listrik adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi Tenaga Listrik.
|
||
10.
|
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu.
|
||
11.
|
Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
|
||
|
|
|
|
BAB II
PENGATURAN PAJAK BARANG DAN JASA TERTENTU ATAS TENAGA LISTRIK Bagian Kesatu
Materi Pengaturan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik
Pasal 2 |
|||
(1)
|
PBJT atas Tenaga Listrik ditetapkan dalam Perda.
|
||
(2)
|
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengatur ketentuan mengenai:
|
||
|
a.
|
jenis, objek, subjek, dan Wajib Pajak;
|
|
|
b.
|
dasar pengenaan Pajak;
|
|
|
c.
|
tarif Pajak;
|
|
|
d.
|
saat terutang Pajak; dan
|
|
|
e.
|
wilayah pemungutan Pajak.
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Objek, Subjek, dan Wajib Pajak Pasal 3 |
|||
(1)
|
Objek PBJT atas Tenaga Listrik merupakan konsumsi Tenaga Listrik.
|
||
(2)
|
Konsumsi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penggunaan Tenaga Listrik oleh pengguna akhir.
|
||
(3)
|
Dikecualikan dari konsumsi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:
|
||
|
a.
|
konsumsi Tenaga Listrik oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan penyelenggara negara lainnya;
|
|
|
b.
|
konsumsi Tenaga Listrik pada tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas timbal balik;
|
|
|
c.
|
konsumsi Tenaga Listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis;
|
|
|
d.
|
konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan
|
|
|
e.
|
konsumsi Tenaga Listrik lainnya yang diatur dengan Perda.
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Subjek PBJT atas Tenaga Listrik merupakan konsumen Tenaga Listrik.
|
||
(2)
|
Wajib PBJT atas Tenaga Listrik merupakan orang pribadi atau Badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi Tenaga Listrik.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Dasar Pengenaan Pasal 5 |
|||
(1)
|
Dasar pengenaan PBJT atas Tenaga Listrik merupakan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen atas nilai jual Tenaga Listrik.
|
||
(2)
|
Dalam hal tidak terdapat pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dasar pengenaan PBJT atas Tenaga Listrik dihitung berdasarkan nilai jual Tenaga Listrik yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Nilai jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) ditetapkan untuk:
|
||
|
a.
|
Tenaga Listrik yang berasal dari sumber lain dengan pembayaran; dan
|
|
|
b.
|
Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri.
|
|
(2)
|
Nilai jual Tenaga Listrik yang ditetapkan untuk Tenaga Listrik yang berasal dari sumber lain dengan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dihitung berdasarkan:
|
||
|
a.
|
jumlah tagihan biaya/beban tetap ditambah dengan biaya pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik, untuk pascabayar; dan
|
|
|
b.
|
jumlah pembelian Tenaga Listrik untuk prabayar.
|
|
(3)
|
Nilai jual Tenaga Listrik yang ditetapkan untuk Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.
|
||
(4)
|
Berdasarkan nilai jual Tenaga Listrik yang ditetapkan untuk Tenaga Listrik yang berasal dari sumber lain dengan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan nilai jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), penyedia Tenaga Listrik sebagai Wajib Pajak melakukan penghitungan dan pemungutan PBJT atas Tenaga Listrik untuk penggunaan Tenaga Listrik yang dijual atau diserahkan.
|
||
|
|
|
|
Bagian
Keempat Tarif Pasal 7 |
|||
(1)
|
Tarif PBJT atas Tenaga Listrik ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
|
||
(2)
|
Khusus tarif PBJT atas Tenaga Listrik untuk:
|
||
|
a.
|
konsumsi Tenaga Listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen); dan
|
|
|
b.
|
konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima persen).
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Saat Terutang Pasal 8 |
|||
Saat terutang PBJT atas Tenaga Listrik ditetapkan pada saat konsumsi/pembayaran atas Tenaga Listrik.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Saat terutang PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ditetapkan pada saat orang pribadi atau Badan telah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif PBJT atas Tenaga Listrik dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur Pajak dan retribusi daerah.
|
||
(2)
|
Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan PBJT atas Tenaga Listrik yang terutang.
|
||
(3)
|
Masa Pajak dan Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keenam
Wilayah Pemungutan Pasal 10 |
|||
PBJT atas Tenaga Listrik yang terutang dipungut di wilayah tempat konsumsi Tenaga Listrik.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Penggunaan Hasil Penerimaan untuk Kegiatan yang Telah Ditentukan Pasal 11 |
|||
(1)
|
Hasil penerimaan PBJT atas Tenaga Listrik paling sedikit sebesar 10% (sepuluh persen) wajib dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan umum.
|
||
(2)
|
Kegiatan penyediaan penerangan jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur penerangan jalan umum serta pembayaran biaya atas konsumsi Tenaga Listrik untuk penerangan jalan umum.
|
||
(3)
|
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||
Dalam rangka penyelarasan kebijakan fiskal dan pemantauan atas pemenuhan pengalokasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pemerintah menyusun bagan akun standar dan/atau melakukan penandaan atas belanja yang didanai dari hasil penerimaan PBJT atas Tenaga Listrik.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Ketentuan Pemungutan Pajak Pasal 13 |
|||
(1)
|
PBJT atas Tenaga Listrik dipungut berdasarkan perhitungan sendiri oleh Wajib Pajak.
|
||
(2)
|
Ketentuan mengenai tata cara pemungutan PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan pemungutan Pajak dalam peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan umum dan tata cara pemungutan Pajak.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Tata Cara Pembayaran Pajak Barang Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik yang Dibayarkan oleh Pemerintah Pasal 14 |
|||
(1)
|
Pemerintah melakukan pembayaran PBJT atas Tenaga Listrik untuk Tenaga Listrik yang dikonsumsi oleh Wajib Pajak tertentu.
|
||
(2)
|
Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak yang telah menandatangani perjanjian dengan Pemerintah di bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi atau di bidang kegiatan usaha lain, yang Pajak terutangnya dibebaskan dan ditanggung oleh Pemerintah.
|
||
(3)
|
Pembayaran PBJT atas Tenaga Listrik oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari jumlah tertentu yang merupakan bagian penerimaan negara atas setiap kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
|
||
(4)
|
Pembayaran PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
|
|
|
|
BAB III
KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 |
|||
Pemerintah Daerah melakukan penyesuaian Perda mengenai pemungutan pajak penerangan jalan sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini melalui penyusunan Perda mengenai Pajak dan retribusi daerah paling lambat tanggal 5 Januari 2024.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peratu ran Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Januari 2023 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 17 |
|||
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2023 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK BARANG DAN JASA TERTENTU ATAS TENAGA LISTRIK |
||
|
|
|
I.
|
UMUM
|
|
|
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah telah melakukan redesain kebijakan Pajak dan retribusi daerah. Redesain kebijakan tersebut antara lain dilakukan dengan restrukturisasi jenis Pajak melalui reklasifikasi 5 (lima) jenis Pajak berbasis konsumsi menjadi 1 (satu) jenis Pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu.
Salah satu objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu adalah konsumsi atas Tenaga Listrik yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan nomenklatur Pajak Penerangan Jalan. Perubahan nomenklatur tersebut selain untuk reklasifikasi jenis Pajak, juga bertujuan untuk melaksanakan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 80/PUU-XV/2017 dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 80/PUU-XV/2017 yang dibacakan pada tanggal 13 Desember 2018 menetapkan bahwa pasal-pasal pengaturan Pajak Penerangan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 28, Pasal 52 ayat (1), Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian, dinyatakan pula bahwa pasal-pasal dimaksud masih berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tersebut dibacakan, dan kepada pembentuk Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diperintahkan untuk melakukan perubahan atas undang-undang tersebut khususnya terkait pengaturan mengenai Pajak Penerangan Jalan. Lebih lanjut dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menyatakan bahwa atas penggunaan Tenaga Listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun dihasilkan oleh sumber lain, tetap dapat dikenai Pajak, namun dengan pengaturan nomenklatur yang lebih tepat agar tidak menimbulkan kerancuan bagi subjek Pajak dan Wajib Pajak. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang diundangkan pada tanggal 5 Januari 2022, pada Pasal 187 huruf b mengatur ketentuan peralihan bahwa Perda mengenai Pajak dan retribusi daerah yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam rangka memberikan kepastian hukum pemungutan Pajak atas konsumsi Tenaga Listrik tersebut, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah ini sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah menyesuaikan Perda mengenai pemungutan pajak penerangan jalan. Dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur ketentuan mengenai muatan minimal pengaturan PBJT atas Tenaga Listrik yang harus diatur dalam Perda mengenai Pajak dan retribusi daerah, yaitu ketentuan mengenai jenis, objek, subjek, Wajib Pajak, dasar pengenaan Pajak, tarif Pajak, saat terutang Pajak, dan wilayah pemungutan Pajak. |
|
|
|
|
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
|
|
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "syarat subjektif' adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek Pajak dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Yang dimaksud dengan "syarat objektif' adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai objek Pajak dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur penerangan jalan umum termasuk pembayaran ketersediaan layanan atas penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur penerangan jalan umum yang disediakan melalui skema pembiayaan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan pemungutan Pajak antara lain meliputi tata cara pembayaran, pelaporan, ketetapan, penagihan, penghapusan piutang, keberatan, banding, pembukuan, dan pemeriksaan Pajak yang dibayar sendiri berdasarkan perhitungan oleh Wajib Pajak.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
|
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6848 |