Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
||||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) dan Pasal 23D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tindakan antidumping, tindakan imbalan, dan tindakan pengamanan perdagangan;
|
|||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan;
|
|||
|
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||
|
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN.
|
||||
|
||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||||
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Tindakan Antidumping adalah tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan Bea Masuk Antidumping terhadap Barang Dumping.
|
|||
2.
|
Tindakan Imbalan adalah tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan Bea Masuk Imbalan terhadap barang impor yang mengandung Subsidi.
|
|||
3.
|
Tindakan Pengamanan Perdagangan, yang selanjutnya disebut Tindakan Pengamanan, adalah tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan Kerugian Serius atau mencegah Ancaman Kerugian Serius yang diderita oleh Industri Dalam Negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap Barang Sejenis atau Barang Yang Secara Langsung Bersaing.
|
|||
4.
|
Barang Dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat Harga Ekspor yang lebih rendah dari Nilai Normalnya di negara pengekspor.
|
|||
5.
|
Harga Ekspor adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang diekspor ke Daerah Pabean Indonesia.
|
|||
6.
|
Nilai Normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk Barang Sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi.
|
|||
7.
|
Marjin Dumping adalah selisih antara Nilai Normal dengan Harga Ekspor dari Barang Dumping.
|
|||
8.
|
Subsidi adalah:
|
|||
|
a.
|
setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan pemerintah, baik langsung atau tidak langsung kepada perusahaan, industri, kelompok industri, atau eksportir; dan/atau
|
||
|
b.
|
setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga, yang diberikan secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan ekspor atau menurunkan impor dari atau ke negara yang bersangkutan,
|
||
|
yang dapat memberikan manfaat bagi penerima Subsidi.
|
|||
9.
|
Subsidi Neto adalah selisih antara Subsidi dengan:
|
|||
|
a.
|
biaya permohonan, tanggungan, atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk memperoleh Subsidi; dan/atau
|
||
|
b.
|
pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti Subsidi yang diberikan kepada barang ekspor tersebut.
|
||
10.
|
Barang Sejenis adalah barang produksi dalam negeri yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor atau barang yang memiliki karakteristik menyerupai barang yang diimpor.
|
|||
11.
|
Barang Yang Secara Langsung Bersaing adalah barang produksi dalam negeri yang dalam penggunaannya dapat menggantikan Barang Yang Diselidiki.
|
|||
12.
|
Kuota adalah pembatasan jumlah barang oleh pemerintah yang dapat diimpor.
|
|||
13.
|
Kerugian, dalam hal Tindakan Antidumping, adalah:
|
|||
|
a.
|
kerugian materiel yang telah terjadi terhadap Industri Dalam Negeri;
|
||
|
b.
|
ancaman terjadinya kerugian materiel terhadap Industri Dalam Negeri; atau
|
||
|
c.
|
terhalangnya pengembangan industri Barang Sejenis di dalam negeri.
|
||
14.
|
Kerugian, dalam hal Tindakan Imbalan, adalah:
|
|||
|
a.
|
kerugian materiel yang telah terjadi terhadap Industri Dalam Negeri;
|
||
|
b.
|
pembatalan atau pengurangan dari keuntungan yang secara langsung atau tidak langsung diperoleh dari konsesi tarif yang diperoleh dari negara yang memberikan Subsidi; atau
|
||
|
c.
|
ancaman yang serius terjadinya kerugian materiel terhadap Industri Dalam Negeri.
|
||
15.
|
Kerugian Serius adalah kerugian menyeluruh yang signifikan yang diderita oleh Industri Dalam Negeri.
|
|||
16.
|
Ancaman Kerugian Serius adalah Kerugian Serius yang jelas akan terjadi dalam waktu dekat pada Industri Dalam Negeri yang penetapannya didasarkan atas fakta-fakta, bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan.
|
|||
17.
|
Industri Dalam Negeri, dalam hal Tindakan Antidumping atau Tindakan Imbalan, adalah produsen dalam negeri secara keseluruhan dari Barang Sejenis atau yang secara kumulatif produksinya merupakan proporsi yang besar dari keseluruhan produksi Barang Sejenis, tidak termasuk:
|
|||
|
a.
|
produsen dalam negeri Barang Sejenis yang terafiliasi dengan eksportir, eksportir produsen, atau importir Barang Dumping atau barang yang mengandung Subsidi; dan
|
||
|
b.
|
importir Barang Dumping atau barang yang mengandung Subsidi.
|
||
18.
|
Industri Dalam Negeri, dalam hal Tindakan Pengamanan adalah produsen secara keseluruhan dari Barang Sejenis atau Barang Yang Secara Langsung Bersaing yang beroperasi dalam wilayah Indonesia atau yang secara kumulatif produksinya merupakan proporsi yang besar dari keseluruhan produksi barang dimaksud.
|
|||
19.
|
Tindakan Sementara adalah tindakan yang diambil untuk mencegah berlanjutnya Kerugian dalam masa penyelidikan berupa pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara atau Bea Masuk Imbalan Sementara.
|
|||
20.
|
Bea Masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
|
|||
21.
|
Bea Masuk Antidumping adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian.
|
|||
22.
|
Bea Masuk Antidumping Sementara adalah pungutan negara yang dikenakan pada masa penyelidikan terhadap Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
|
|||
23.
|
Bea Masuk Imbalan adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang impor mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian.
|
|||
24.
|
Bea Masuk Imbalan Sementara adalah pungutan negara yang dikenakan pada masa penyelidikan terhadap barang impor mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
|
|||
25.
|
Bea Masuk Tindakan Pengamanan adalah pungutan negara untuk memulihkan Kerugian Serius atau mencegah Ancaman Kerugian Serius yang diderita oleh Industri Dalam Negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor terhadap Barang Sejenis atau Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan tujuan agar Industri Dalam Negeri yang mengalami Kerugian Serius atau Ancaman Kerugian Serius dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan.
|
|||
26.
|
Barang Yang Diselidiki, dalam hal Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, adalah barang impor yang menjadi obyek penyelidikan antidumping atau barang impor yang diduga mengandung Subsidi yang dinyatakan dengan uraian dan spesifikasi barang serta nomor pos tarif sesuai buku tarif bea masuk Indonesia.
|
|||
27.
|
Barang Yang Diselidiki, dalam hal Tindakan Pengamanan, adalah barang impor yang mengalami lonjakan jumlah, yang menjadi obyek penyelidikan, yang dinyatakan dengan uraian dan spesifikasi barang serta nomor pos tarif sesuai buku tarif bea masuk Indonesia.
|
|||
28.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
|
|||
29.
|
Komite Antidumping Indonesia, yang selanjutnya disingkat KADI, adalah komite yang bertugas untuk melaksanakan penyelidikan dalam rangka Tindakan Antidumping dan Tindakan Imbalan.
|
|||
30.
|
Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia, yang selanjutnya disingkat KPPI, adalah komite yang bertugas untuk melaksanakan penyelidikan dalam rangka Tindakan Pengamanan.
|
|||
|
|
|||
BAB II
TINDAKAN ANTIDUMPING Bagian Kesatu Bea Masuk Antidumping
|
||||
(1)
|
Terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat dikenakan Bea Masuk Antidumping, jika Harga Ekspor dari barang yang diimpor lebih rendah dari Nilai Normalnya dan menyebabkan Kerugian.
|
|||
(2)
|
Besarnya Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sama dengan Marjin Dumping.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Penyelidikan
|
||||
(1)
|
Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenakan setelah dilakukan penyelidikan oleh KADI.
|
|||
(2)
|
Penyelidikan oleh KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan permohonan atau berdasarkan inisiatif KADI.
|
|||
|
|
|||
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Produsen dalam negeri Barang Sejenis dan/atau asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) secara tertulis kepada KADI untuk melakukan penyelidikan dalam rangka pengenaan Tindakan Antidumping atas barang impor yang diduga sebagai Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri Barang Sejenis dan asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis yang mewakili Industri Dalam Negeri.
|
|||
(3)
|
Produsen dalam negeri Barang Sejenis dan asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis dianggap mewakili Industri Dalam Negeri apabila:
|
|||
|
a.
|
produksinya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah produksi pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan produsen dalam negeri Barang Sejenis yang menolak permohonan penyelidikan; atau
|
||
|
b.
|
produksi dari pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan produsen dalam negeri Barang Sejenis yang mendukung permohonan penyelidikan menjadi lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah produksi pemohon, pendukung, dan yang menolak permohonan penyelidikan.
|
||
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat bukti awal dan didukung dengan dokumen lengkap mengenai adanya:
|
|||
|
a.
|
Barang Dumping;
|
||
|
b.
|
Kerugian; dan
|
||
|
c.
|
hubungan sebab akibat antara Barang Dumping dan Kerugian yang dialami oleh pemohon.
|
||
(5)
|
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas data yang bersifat rahasia dan data yang bersifat tidak rahasia.
|
|||
(6)
|
Dalam hal data yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak didukung alasan yang kuat bahwa bersifat rahasia, KADI dapat mengabaikan kerahasiaan data dimaksud.
|
|||
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 5 |
||||
Penyelidikan berdasarkan inisiatif KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dilakukan apabila KADI memiliki bukti awal yang cukup mengenai adanya Barang Dumping, Kerugian Industri Dalam Negeri, dan hubungan sebab akibat antara Barang Dumping dan Kerugian Industri Dalam Negeri.
|
||||
|
||||
Pasal 6 |
||||
(1)
|
Penyelidikan hanya dapat dilakukan apabila:
|
|||
|
a.
|
produksi dari pemohon atau produksi dari pemohon dan yang mendukung permohonan berjumlah 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari total produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan; atau
|
||
|
b.
|
produksi dari Industri Dalam Negeri yang mendukung dilakukannya penyelidikan berjumlah 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari total produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI.
|
||
(2)
|
Penyelidikan tidak dapat dilakukan atau segera harus dihentikan terhadap eksportir, eksportir produsen, atau negara pengekspor tertentu apabila KADI menemukan:
|
|||
|
a.
|
besarnya Marjin Dumping kurang dari 2% (dua persen) dari Harga Ekspor; dan/atau
|
||
|
b.
|
volume impor Barang Dumping dari:
|
||
|
|
1.
|
satu negara kurang dari 3% (tiga persen); dan
|
|
|
|
2.
|
beberapa negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.1 secara kumulatif 7% (tujuh persen) atau kurang,
|
|
|
|
dari total impor Barang Sejenis.
|
||
|
|
|
||
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diterima secara lengkap, KADI memberitahukan mengenai adanya permohonan kepada pemerintah negara pengekspor.
|
|||
(2)
|
Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diterima secara lengkap, KADI:
|
|||
|
a.
|
melakukan kajian atas kecukupan dan ketepatan bukti awal yang disampaikan dalam permohonan; dan
|
||
|
b.
|
memberikan keputusan:
|
||
|
|
1.
|
menolak, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1) huruf a; atau
|
|
|
|
2.
|
menerima dan menetapkan dimulainya penyelidikan, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1) huruf a.
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Penyelidikan dalam rangka pengenaan Tindakan Antidumping dimulai pada saat diumumkan kepada publik.
|
|||
(2)
|
Selain diumumkan kepada publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KADI memberitahukan dimulainya penyelidikan kepada:
|
|||
|
a.
|
eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, importir, dan pemohon, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan; atau
|
||
|
b.
|
eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, importir, dan Industri Dalam Negeri, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI.
|
||
(3)
|
Penyelidikan berakhir pada tanggal laporan akhir hasil penyelidikan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penyelidikan dimulai.
|
|||
(2)
|
Dalam keadaan tertentu, jangka waktu penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 18 (delapan belas) bulan.
|
|||
(3)
|
Apabila dalam masa penyelidikan tidak ditemukan adanya bukti Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian, KADI segera menghentikan penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri.
|
|||
(4)
|
Penghentian penyelidikan harus segera diberitahukan kepada eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir, disertai dengan alasan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 10 |
||||
(1)
|
KADI menyampaikan laporan akhir hasil penyelidikan kepada Menteri dan kepada eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penyelidikan berakhir.
|
|||
(2)
|
Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan terbukti adanya Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian, KADI menyampaikan besarnya Marjin Dumping dan merekomendasikan kepada Menteri mengenai pengenaan Bea Masuk Antidumping.
|
|||
(3)
|
Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian, KADI melaporkan kepada Menteri mengenai penghentian penyelidikan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketiga
Bukti dan Informasi
|
||||
(1)
|
Dalam melakukan penyelidikan Barang Dumping, KADI meminta penjelasan yang diperlukan kepada pihak:
|
|||
|
a.
|
eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor;
|
||
|
b.
|
pemohon atau Industri Dalam Negeri; dan
|
||
|
c.
|
importir.
|
||
(2)
|
Permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan permintaan dokumen.
|
|||
(3)
|
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyatakan suatu penjelasan atau dokumen yang diberikan bersifat rahasia dan tidak rahasia.
|
|||
(4)
|
Penjelasan atau dokumen yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus didukung alasan yang kuat mengenai kerahasiaannya.
|
|||
(5)
|
Dalam hal alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diterima, KADI dapat mengabaikan kerahasian suatu penjelasan atau dokumen yang disampaikan.
|
|||
(6)
|
Penjelasan atau dokumen yang dinyatakan bersifat rahasia tidak dapat diberikan kepada pihak lain, kecuali dengan izin khusus dari pemberi penjelasan atau dokumen.
|
|||
(7)
|
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan penjelasan secara tertulis kepada KADI disertai dengan bukti pendukung dalam jangka waktu paling lambat 40 (empat puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal surat permintaan penjelasan.
|
|||
(8)
|
Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menyampaikan penjelasan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pihak dapat meminta tambahan jangka waktu kepada KADI paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.
|
|||
(9)
|
Selain permintaan penjelasan kepada pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KADI memberikan kesempatan kepada industri pengguna Barang Yang Diselidiki dan wakil organisasi konsumen untuk memberikan informasi mengenai Barang Yang Diselidiki.
|
|||
|
|
|||
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Dalam hal jumlah eksportir, eksportir produsen, importir, atau jenis Barang Yang Diselidiki menyangkut jumlah yang besar, KADI dapat membatasi pemeriksaan dalam penyelidikan.
|
|||
(2)
|
Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
|
|||
|
a.
|
memilih secara acak eksportir, eksportir produsen, importir, atau jenis Barang Yang Diselidiki dengan mempergunakan metode statistik berdasarkan informasi yang tersedia; atau
|
||
|
b.
|
menggunakan persentase terbesar dari volume ekspor Barang Yang Diselidiki di negara yang bersangkutan.
|
||
|
|
|
||
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Atas permintaan eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, importir, dan pemerintah negara pengekspor atau inisiatif KADI, KADI menyelenggarakan dengar pendapat dalam rangka memberikan kesempatan kepada eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, importir, dan pemerintah negara pengekspor untuk memberikan bukti dan informasi secara lisan guna pembelaan.
|
|||
(2)
|
Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan:
|
|||
|
a.
|
paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak batas akhir tanggal pengembalian permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (7) dan ayat (8); atau
|
||
|
b.
|
paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal laporan pendahuluan hasil penyelidikan.
|
||
(3)
|
Dalam melakukan pembelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, importir, dan pemerintah negara pengekspor harus menyampaikan bukti tertulis paling lambat 5 (lima) hari kalender terhitung sejak tanggal dengar pendapat diselenggarakan.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai permintaan dan tata cara penyelenggaraan dengar pendapat diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 14 |
||||
KADI dapat memberikan penjelasan yang diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan hasil dengar pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang bersifat tidak rahasia kepada:
|
||||
a.
|
eksportir, eksportir produsen, importir, dan/atau asosiasi yang mayoritas anggotanya meliputi para eksportir, eksportir produsen, atau importir;
|
|||
b.
|
pemerintah negara pengekspor;
|
|||
c.
|
produsen Barang Sejenis di dalam negeri atau asosiasi produsen dalam negeri yang mayoritas anggotanya memproduksi Barang Sejenis; dan
|
|||
d.
|
pihak lain yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki.
|
|||
|
|
|||
Pasal 15 |
||||
Dalam hal eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, atau importir menolak memberikan penjelasan dan/atau dokumen atau menghalangi penyelidikan, KADI melakukan penyelidikan berdasarkan bukti yang dimiliki.
|
||||
|
||||
Pasal 16 |
||||
(1)
|
Untuk kepentingan penelitian kebenaran dan kelengkapan penjelasan dan/atau dokumen, KADI dapat melakukan penyelidikan ke tempat eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, atau importir Barang Yang Diselidiki atas persetujuan eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, atau importir.
|
|||
(2)
|
Dalam hal penyelidikan dilakukan di tempat eksportir dan/atau eksportir produsen, KADI memberitahukan kepada perwakilan negara pengekspor di Indonesia.
|
|||
|
|
|||
Pasal 17 |
||||
Dalam menyelidiki Kerugian, KADI wajib mengevaluasi faktor ekonomi yang terkait dengan kondisi Industri Dalam Negeri dan faktor lain yang relevan.
|
||||
Bagian Keempat
Tindakan Sementara |
||||
|
||||
Bagian Keempat
Tindakan Sementara Pasal 18 |
||||
(1)
|
Apabila dalam masa penyelidikan KADI menemukan bukti permulaan yang cukup mengenai adanya Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian, KADI dapat menyampaikan laporan sementara hasil penyelidikan dan merekomendasikan kepada Menteri untuk mengenakan Tindakan Sementara.
|
|||
(2)
|
Laporan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir.
|
|||
(3)
|
Menteri menyampaikan rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki untuk memperoleh pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional.
|
|||
(4)
|
Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberikan pertimbangan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat Menteri mengenai permintaan pertimbangan.
|
|||
(5)
|
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian tidak menyampaikan pertimbangan, maka menteri dan/atau kepala lembaga pemerintahan non kementerian dianggap menyetujui rekomendasi KADI.
|
|||
(6)
|
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal rekomendasi KADI, Menteri memutuskan untuk menerima atau menolak rekomendasi KADI.
|
|||
(7)
|
Dalam hal Menteri menerima rekomendasi KADI, Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan Surat kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan mengenai keputusan:
|
|||
|
a.
|
besarnya pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara yang jumlahnya paling tinggi sama dengan Marjin Dumping; dan
|
||
|
b.
|
jangka waktu pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara.
|
||
(8)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara sesuai dengan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(9)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan pemungutan Bea Masuk Antidumping Sementara.
|
|||
|
|
|||
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Tindakan Sementara dikenakan paling cepat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal dimulai penyelidikan dan berlaku untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal terdapat permintaan eksportir atau eksportir produsen yang mewakili persentase signifikan dari Barang Yang Diselidiki, pengenaan Tindakan Sementara dapat ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Bea Masuk Antidumping Sementara ditetapkan lebih rendah dari Marjin Dumping, pengenaan Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan atau paling lama 9 (sembilan) bulan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 20 |
||||
(1)
|
Pelunasan pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara dapat dilakukan dengan cara:
|
|||
|
a.
|
pembayaran sebesar Bea Masuk Antidumping Sementara; atau
|
||
|
b.
|
penyerahan jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi, sebesar Bea Masuk Antidumping Sementara.
|
||
(2)
|
Cara pelunasan pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam penetapan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8).
|
|||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelunasan pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 21 |
||||
(1)
|
Menteri memutuskan penghentian Tindakan Sementara apabila laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian.
|
|||
(2)
|
Menteri menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal laporan KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
|
|||
(3)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan pengakhiran Tindakan Sementara sesuai dengan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal ditetapkan pengakhiran Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), importir dapat mengajukan permohonan pengembalian pembayaran atau jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian pembayaran Bea Masuk Antidumping Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kelima
Tindakan Penyesuaian
|
||||
(1)
|
Eksportir dan/atau eksportir produsen atau KADI dapat menyampaikan tawaran untuk melakukan Tindakan Penyesuaian.
|
|||
(2)
|
Tawaran Tindakan Penyesuaian disampaikan oleh eksportir dan/atau eksportir produsen kepada KADI atau KADI kepada eksportir dan/atau eksportir produsen paling lambat 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak tanggal:
|
|||
|
a.
|
pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara; atau
|
||
|
b.
|
laporan pendahuluan hasil penyelidikan, dalam hal tidak ada pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara.
|
||
(3)
|
Tindakan Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penyesuaian Harga Ekspor atau penghentian ekspor Barang Dumping.
|
|||
(4)
|
Tawaran Tindakan Penyesuaian oleh eksportir dan/atau eksportir produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disetujui jika Tindakan Penyesuaian akan menghilangkan dampak Kerugian akibat impor Barang Dumping.
|
|||
|
|
|||
Pasal 23 |
||||
(1)
|
KADI dapat menyetujui atau menolak tawaran Tindakan Penyesuaian yang disampaikan oleh eksportir dan/atau eksportir produsen.
|
|||
(2)
|
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh KADI kepada eksportir dan/atau eksportir produsen.
|
|||
(3)
|
Dalam hal KADI menyetujui tawaran Tindakan Penyesuaian, KADI membuat nota kesepakatan dengan eksportir atau eksportir produsen yang mengajukan tawaran Tindakan Penyesuaian.
|
|||
(4)
|
Persetujuan atau penolakan KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghentikan pelaksanaan penyelidikan.
|
|||
(5)
|
Apabila KADI menyetujui tawaran Tindakan Penyesuaian dan berdasarkan laporan akhir hasil penyelidikan terbukti adanya Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian, Tindakan Penyesuaian dilanjutkan.
|
|||
(6)
|
Apabila KADI menyetujui tawaran Tindakan Penyesuaian dan berdasarkan laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian, Tindakan Penyesuaian diakhiri, kecuali tidak adanya Kerugian akibat Tindakan Penyesuaian yang telah dilakukan.
|
|||
(7)
|
Selama Tindakan Penyesuaian diberlakukan, eksportir dan/atau eksportir produsen:
|
|||
|
a.
|
menyampaikan pelaksanaan Tindakan Penyesuaian kepada KADI secara berkala; dan
|
||
|
b.
|
bersedia untuk diverifikasi.
|
||
(8)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tindakan Penyesuaian diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 24 |
||||
Dalam hal Tindakan Penyesuaian tidak dilaksanakan sesuai dengan nota kesepakatan:
|
||||
a.
|
terhadap importasi Barang Dumping berikutnya dikenakan Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; atau
|
|||
b.
|
KADI melanjutkan proses pengenaan Bea Masuk Antidumping.
|
|||
|
|
|||
Bagian Keenam
Pengenaan Bea Masuk Antidumping
|
||||
(1)
|
Untuk memperoleh pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional, Menteri menyampaikan rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) kepada menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki.
|
|||
(2)
|
Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pertimbangan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat Menteri mengenai permintaan pertimbangan.
|
|||
(3)
|
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki tidak menyampaikan pertimbangan, maka dianggap menyetujui rekomendasi KADI.
|
|||
(4)
|
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal rekomendasi KADI, Menteri memutuskan untuk menerima atau menolak rekomendasi KADI.
|
|||
(5)
|
Dalam hal Menteri menerima rekomendasi KADI, Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan surat kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan mengenai keputusan:
|
|||
|
a.
|
besarnya pengenaan Bea Masuk Antidumping; dan
|
||
|
b.
|
jangka waktu pengenaan Bea Masuk Antidumping.
|
||
|
|
|
||
Pasal 26 |
||||
(1)
|
Besarnya pengenaan Bea Masuk Antidumping untuk barang yang diekspor oleh eksportir atau eksportir produsen yang tidak diperiksa dalam penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), ditetapkan paling banyak sama dengan:
|
|||
|
a.
|
rata-rata tertimbang Marjin Dumping yang ditetapkan berdasarkan bukti dan informasi dari eksportir atau eksportir produsen yang terpilih untuk diperiksa; atau
|
||
|
b.
|
selisih antara rata-rata tertimbang Nilai Normal dari eksportir atau eksportir produsen yang diperiksa dengan Harga Ekspor dari eksportir atau produsen yang tidak diperiksa.
|
||
(2)
|
Dalam menentukan besarnya pengenaan Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Marjin Dumping yang nilainya nol atau kurang dari 2% (dua persen) tidak diperhitungkan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 27 |
||||
(1)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Antidumping sesuai dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5) oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan pemungutan Bea Masuk Antidumping.
|
|||
|
|
|||
Pasal 28 |
||||
(1)
|
Besarnya Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ditetapkan untuk importasi Barang Dumping dari:
|
|||
|
a.
|
eksportir atau eksportir produsen atau masing-masing eksportir atau eksportir produsen dalam satu negara pengekspor; atau
|
||
|
b.
|
eksportir atau eksportir produsen dari beberapa negara pengekspor.
|
||
(2)
|
Dalam hal masing-masing eksportir atau eksportir produsen dalam satu negara pengekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dapat disebutkan satu per satu, pengenaan Bea Masuk Antidumping dapat ditetapkan untuk satu negara pengekspor.
|
|||
(3)
|
Dalam hal eksportir atau eksportir produsen dari beberapa negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengenaan Bea Masuk Antidumping dapat ditetapkan untuk:
|
|||
|
a.
|
setiap eksportir atau eksportir produsen dari masing-masing negara pengeskpor; atau
|
||
|
b.
|
satu negara pengekspor yang berlaku untuk seluruh eksportir atau eksportir produsen di negara tersebut.
|
||
|
|
|
||
Pasal 29 |
||||
(1)
|
Dalam hal terdapat perbedaan penetapan besaran tarif Bea Masuk Antidumping Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8) dengan besaran tarif Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, maka:
|
|||
|
a.
|
selisih lebih pembayaran Bea Masuk Antidumping Sementara dapat dimintakan permohonan pengembaliannya oleh importir; atau
|
||
|
b.
|
selisih kurang pembayaran Bea Masuk Antidumping Sementara tidak ditagihkan kepada importir.
|
||
(2)
|
Permohonan pengembalian selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(3)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan memberikan keputusan terhadap permohonan pengembalian selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembalian selisih pembayaran Bea Masuk Antidumping Sementara diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 30 |
||||
(1)
|
Pengenaan Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berlaku paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pengenaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Tindakan Sementara sudah diberlakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan surut terhitung sejak tanggal pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara.
|
|||
(3)
|
Pemberlakuan surut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat diberlakukan terhadap pengenaan Bea Masuk Antidumping yang pengenaannya didasarkan pada:
|
|||
|
a.
|
adanya Kerugian terhadap Industri Dalam Negeri; atau
|
||
|
b.
|
adanya ancaman kerugian yang akan menjadi Kerugian Industri Dalam Negeri sebagai akibat impor Barang Dumping jika Tindakan Sementara tidak diberlakukan.
|
||
(4)
|
Pemberlakuan surut pengenaan Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberlakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sebelum tanggal pengenaan Tindakan Sementara.
|
|||
(5)
|
Pemberlakuan surut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan, jika KADI mengetahui bahwa:
|
|||
|
a.
|
Barang Yang Diselidiki pernah diimpor sebagai Barang Dumping dalam jangka waktu singkat dengan jumlah yang sangat besar yang mempengaruhi efektifitas pengenaan Bea Masuk Antidumping untuk menghilangkan Kerugian; atau
|
||
|
b.
|
importir selama ini telah mengimpor Barang Dumping yang dapat menyebabkan Kerugian.
|
||
(6)
|
Pemberlakuan surut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diberlakukan terhadap pengenaan Bea Masuk Antidumping yang pengenaannya didasarkan:
|
|||
|
a.
|
adanya ancaman kerugian terhadap Industri Dalam Negeri; atau
|
||
|
b.
|
terhalangnya pengembangan industri Barang Sejenis di dalam negeri.
|
||
(7)
|
Pemberlakuan surut pengenaan Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diberlakukan sebelum tanggal dimulainya penyelidikan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketujuh
Peninjauan Kembali Paragraf 1 Umum
|
||||
(1)
|
Pengenaan Bea Masuk Antidumping dapat ditinjau kembali berdasarkan:
|
|||
|
a.
|
permohonan dari eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan/atau importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang kooperatif dalam proses penyelidikan;
|
||
|
b.
|
permohonan dari eksportir dan/atau eksportir produsen yang tidak melakukan ekspor Barang Dumping sebelum pengenaan Bea Masuk Antidumping dan tidak berafiliasi dengan eksportir dan/atau eksportir produsen yang dikenakan Bea Masuk Antidumping; dan/atau
|
||
|
c.
|
inisiatif KADI.
|
||
(2)
|
Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
interim review, dalam hal perlu dikaji mengenai kemungkinan Kerugian masih tetap berlanjut dan/atau Kerugian akan berulang kembali jika pengenaan Bea Masuk dihentikan;
|
||
|
b.
|
sunset review, dalam hal pengenaan Bea Masuk Antidumping akan berakhir.
|
||
|
|
|
||
Paragraf 2
Interim Review
|
||||
(1)
|
Permohonan untuk interim review dapat diajukan oleh:
|
|||
|
a.
|
eksportir, eksportir produsen, dan/atau importir untuk melakukan penghentian pengenaan Bea Masuk Antidumping;
|
||
|
b.
|
eksportir dan/atau eksportir produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b untuk tidak clikenakan Bea Masuk Antidumping; atau
|
||
|
c.
|
eksportir, eksportir produsen, importir, pemohon atau Industri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a untuk melakukan perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Antidumping.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan inisiatif KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c hanya dapat diajukan paling cepat 12 (dua belas) bulan setelah berlakunya penetapan Bea Masuk Antidumping oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(3)
|
Ketentuan mengenai permohonan dan penyelidikan interim review secara mutatis mutandis berlaku ketentuan Bagian Kedua Penyelidikan dan Bagian Ketiga Bukti dan Informasi.
|
|||
|
|
|||
Pasal 33 |
||||
(1)
|
Dalam hal KADI menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), KADI melakukan penyelidikan interim review mengenai kemungkinan:
|
|||
|
a.
|
dumping dan Kerugian masih tetap berlanjut; dan/atau
|
||
|
b.
|
dumping dan Kerugian akan berulang kembali,
|
||
|
jika pengenaan Bea Masuk Antidumping dihentikan.
|
|||
(2)
|
Penyelidikan interim review sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal dimulainya penyelidikan interim review.
|
|||
(3)
|
Pelaksanaan penyelidikan interim review tidak menghentikan pengenaan Bea Masuk Antidumping yang telah ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1).
|
|||
(4)
|
Apabila hasil penyelidikan interim review membuktikan bahwa Kerugian masih tetap berlanjut atau Kerugian berulang kembali, KADI merekomendasikan kepada Menteri untuk:
|
|||
|
a.
|
menolak permohonan penghentian pengenaan Bea Masuk Antidumping kepada eksportir, eksportir produsen, dan/atau importir;
|
||
|
b.
|
menolak permohonan untuk tidak mengenakan Bea Masuk Antidumping kepada eksportir dan/atau eksportir produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b; dan/atau
|
||
|
c.
|
menerima permohonan perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Antidumping dan besaran Bea Masuk Antidumping yang dikenakan, dalam hal interim review diajukan oleh pemohon dan Industri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a.
|
||
(5)
|
Apabila hasil penyelidikan interim review membuktikan bahwa Kerugian tidak berlanjut dan/atau Kerugian tidak berulang kembali, KADI merekomendasikan kepada Menteri untuk menghentikan pengenaan Bea Masuk Antidumping.
|
|||
(6)
|
Atas rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan ayat (5), secara mutatis mutandis berlaku ketentuan pengenaan Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasa1 27.
|
|||
|
|
|||
Paragraf 3
Sunset Review
|
||||
(1)
|
Permohonan untuk sunset review dapat diajukan oleh pemohon atau Industri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a untuk meminta perpanjangan pengenaan Bea Masuk Antidumping dengan:
|
|||
|
a.
|
disertai perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Antidumping; atau
|
||
|
b.
|
tidak disertai perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Antidumping.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan inisiatif KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c hanya dapat diajukan paling lambat 15 (lima belas) bulan sebelum berakhirnya pengenaan Bea Masuk Antidumping.
|
|||
(3)
|
Ketentuan mengenai permohonan dan penyelidikan sunset review secara mutatis mutandis berlaku ketentuan Bagian Kedua Penyelidikan dan Bagian Ketiga Bukti dan Informasi.
|
|||
|
|
|||
Pasal 35 |
||||
(1)
|
Dalam hal KADI menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), KADI melakukan penyelidikan sunset review mengenai kemungkinan:
|
|||
|
a.
|
dumping dan Kerugian masih tetap berlanjut; dan/atau
|
||
|
b.
|
dumping dan Kerugian akan berulang kembali,
|
||
|
jika pengenaan Bea Masuk Antidumping dihentikan.
|
|||
(2)
|
Penyelidikan sunset review sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal dimulainya penyelidikan sunset review.
|
|||
(3)
|
Pelaksanaan penyelidikan sunset review tidak menghentikan pengenaan Bea Masuk Antidumping yang telah ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1).
|
|||
(4)
|
Apabila hasil penyelidikan membuktikan bahwa Kerugian masih tetap berlanjut dan/atau Kerugian berulang kembali, KADI merekomendasikan kepada Menteri untuk memperpanjang pengenaan Bea Masuk Antidumping dengan:
|
|||
|
a.
|
disertai perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Antidumping; atau
|
||
|
b.
|
tidak disertai perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Antidumping.
|
||
(5)
|
Atas rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), secara mutatis mutandis berlaku ketentuan pengenaan Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 27.
|
|||
|
|
|||
Pasal 36 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai peninjauan kembali Tindakan Antidumping diatur dengan Peraturan Menteri.
|
||||
|
||||
BAB III
TINDAKAN IMBALAN Bagian Kesatu Bea Masuk Imbalan
|
||||
(1)
|
Terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat dikenakan Bea Masuk Imbalan, jika:
|
|||
|
a.
|
barang yang diimpor mengandung Subsidi di negara pengekspor; dan
|
||
|
b.
|
impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf a menyebabkan Kerugian.
|
||
(2)
|
Besarnya Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sama dengan Subsidi Neto.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Penyelidikan
|
||||
(1)
|
Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dikenakan setelah dilakukan penyelidikan oleh KADI.
|
|||
(2)
|
Penyelidikan oleh KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan permohonan atau berdasarkan inisiatif KADI.
|
|||
|
|
|||
Pasal 39 |
||||
(1)
|
Produsen dalam negeri Barang Sejenis dan/atau asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) secara tertulis kepada KADI untuk melakukan penyelidikan dalam rangka pengenaan Tindakan Imbalan atas barang impor yang diduga mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri Barang Sejenis dan asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis yang mewakili Industri Dalam Negeri.
|
|||
(3)
|
Produsen dalam negeri Barang Sejenis dan asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis dianggap mewakili Industri Dalam Negeri apabila:
|
|||
|
a.
|
produksinya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah produksi pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan produsen dalam negeri Barang Sejenis yang menolak permohonan penyelidikan; atau
|
||
|
b.
|
produksi dari pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan produsen dalam negeri Barang Sejenis yang mendukung permohonan penyelidikan menjadi lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah produksi pemohon, pendukung, dan yang menolak permohonan penyelidikan.
|
||
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat bukti awal dan didukung dengan dokumen lengkap mengenai adanya:
|
|||
|
a.
|
Subsidi;
|
||
|
b.
|
Kerugian; dan
|
||
|
c.
|
hubungan sebab akibat antara barang impor yang mengandung Subsidi dan Kerugian yang dialami oleh pemohon.
|
||
(5)
|
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas data yang bersifat rahasia dan data yang bersifat tidak rahasia.
|
|||
(6)
|
Dalam hal data yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak didukung alasan yang kuat bahwa bersifat rahasia, KADI dapat mengabaikan kerahasiaan data dimaksud.
|
|||
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 40 |
||||
Penyelidikan berdasarkan inisiatif KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) dapat dilakukan apabila KADI memiliki bukti awal yang cukup mengenai adanya Subsidi Neto, Kerugian Industri Dalam Negeri, dan hubungan sebab akibat antara Subsidi Neto dan Kerugian Industri Dalam Negeri.
|
||||
|
||||
Pasal 41 |
||||
(1)
|
Penyelidikan hanya dapat dilakukan apabila:
|
|||
|
a.
|
produksi dari pemohon atau produksi dari pemohon dan yang mendukung permohonan berjumlah 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari total produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan; atau
|
||
|
b.
|
produksi dari Industri Dalam Negeri yang mendukung dilakukannya penyelidikan berjumlah 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari total produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI.
|
||
(2)
|
Penyelidikan tidak dapat dilakukan atau segera harus dihentikan terhadap eksportir, eksportir produsen, atau negara pengekspor tertentu apabila KADI menemukan:
|
|||
|
a.
|
jumlah Subsidi kurang dari 1% ad valorem; atau
|
||
|
b.
|
volume impor barang yang mengandung Subsidi yang secara nyata ataupun potensial sedemikian kecil sehingga dapat diabaikan.
|
||
|
|
|
||
Pasal 42 |
||||
(1)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) diterima secara lengkap, KADI memberitahukan mengenai adanya permohonan kepada pemerintah negara pengekspor.
|
|||
(2)
|
Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) diterima secara lengkap, KADI:
|
|||
|
a.
|
melakukan kajian atas kecukupan dan ketepatan bukti awal yang disampaikan dalam permohonan; dan
|
||
|
b.
|
memberikan keputusan:
|
||
|
|
1.
|
menolak, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan Pasal 39 dan Pasal 41 ayat (1) huruf a; atau
|
|
|
|
2.
|
menerima dan menetapkan dimulainya penyelidikan, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan Pasal 39 dan Pasal 41 ayat (1) huruf a.
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43 |
||||
(1)
|
Penyelidikan dalam rangka pengenaan Tindakan Imbalan dimulai pada saat diumumkan kepada publik.
|
|||
(2)
|
Selain diumumkan kepada publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KADI memberitahukan dimulainya penyelidikan kepada:
|
|||
|
a.
|
eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, importir, dan pemohon, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan; atau
|
||
|
b.
|
eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, importir, dan Industri Dalam Negeri, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI.
|
||
(3)
|
Penyelidikan berakhir pada tanggal laporan akhir hasil penyelidikan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 44 |
||||
(1)
|
Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penyelidikan dimulai.
|
|||
(2)
|
Dalam keadaan tertentu, jangka waktu penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 18 (delapan belas) bulan.
|
|||
(3)
|
Apabila dalam masa penyelidikan tidak ditemukan adanya bukti Barang Subsidi yang menyebabkan Kerugian, KADI segera menghentikan penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri.
|
|||
(4)
|
Penghentian penyelidikan harus segera diberitahukan kepada eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir disertai dengan alasan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 45 |
||||
(1)
|
KADI menyampaikan laporan akhir hasil penyelidikan kepada Menteri dan kepada eksportir dan/atau produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penyelidikan berakhir.
|
|||
(2)
|
Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan terbukti adanya barang mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, KADI menyampaikan besarnya Subsidi Neto dan merekomendasikan kepada Menteri mengenai pengenaan Bea Masuk Imbalan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, KADI melaporkan kepada Menteri mengenai penghentian penyelidikan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketiga
Bukti dan Informasi
|
||||
(1)
|
Dalam melakukan penyelidikan barang mengandung Subsidi, KADI meminta penjelasan yang diperlukan kepada pihak:
|
|||
|
a.
|
eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor;
|
||
|
b.
|
pemohon atau Industri Dalam Negeri; dan
|
||
|
c.
|
importir.
|
||
(2)
|
Permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan permintaan dokumen.
|
|||
(3)
|
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyatakan suatu penjelasan atau dokumen yang diberikan bersifat rahasia dan tidak rahasia.
|
|||
(4)
|
Penjelasan atau dokumen yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus didukung alasan yang kuat mengenai kerahasiaannya.
|
|||
(5)
|
Dalam hal alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diterima, KADI dapat mengabaikan kerahasiaan suatu penjelasan atau dokumen yang disampaikan.
|
|||
(6)
|
Penjelasan atau dokumen yang dinyatakan bersifat rahasia tidak dapat diberikan kepada pihak lain, kecuali dengan izin khusus dari pemberi penjelasan atau dokumen.
|
|||
(7)
|
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan penjelasan secara tertulis kepada KADI disertai dengan bukti pendukung dalam jangka waktu paling lambat 40 (empat puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal surat permintaan penjelasan.
|
|||
(8)
|
Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menyampaikan penjelasan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pihak dapat meminta tambahan jangka waktu kepada KADI paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.
|
|||
(9)
|
Selain permintaan penjelasan kepada pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KADI memberikan kesempatan kepada industri pengguna Barang Yang Diselidiki dan wakil organisasi konsumen untuk memberikan informasi mengenai Barang Yang Diselidiki.
|
|||
|
|
|||
Pasal 47 |
||||
(1)
|
Atas permintaan eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, importir, dan pemerintah negara pengekspor atau inisiatif KADI, KADI menyelenggarakan, dengar pendapat untuk memberikan kesempatan kepada eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, importir, dan pemerintah negara pengekspor untuk memberikan bukti dan informasi secara lisan guna pembelaan.
|
|||
(2)
|
Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan:
|
|||
|
a.
|
paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak batas akhir tanggal pengembalian permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (7) dan ayat (8); atau
|
||
|
b.
|
paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal laporan pendahuluan hasil penyelidikan.
|
||
(3)
|
Dalam melakukan pembelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, importir, dan pemerintah negara pengekspor harus menyampaikan bukti tertulis paling lambat 5 (lima) hari kalender terhitung sejak tanggal dengar pendapat diselenggarakan.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai permintaan dan tata cara penyelenggaraan dengar pendapat diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 48 |
||||
KADI dapat memberikan penjelasan yang diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan hasil dengar pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 yang bersifat tidak rahasia kepada:
|
||||
a.
|
eksportir, eksportir produsen, importir, dan/atau asosiasi yang mayoritas anggotanya meliputi para eksportir, produsen, atau importir;
|
|||
b.
|
pemerintah negara pengekspor;
|
|||
c.
|
produsen Barang Sejenis di dalam negeri atau asosiasi produsen dalam negeri, yang mayoritas anggotanya memproduksi Barang Sejenis; dan
|
|||
d.
|
pihak lain yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki.
|
|||
|
|
|||
Pasal 49 |
||||
Dalam hal eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir menolak memberikan penjelasan dan/atau dokumen atau menghalangi penyelidikan, KADI menyusun hasil penyelidikan berdasarkan bukti yang dimiliki.
|
||||
|
||||
Pasal 50 |
||||
(1)
|
Untuk kepentingan penelitian kebenaran dan kelengkapan penjelasan dan/atau dokumen, KADI dapat melakukan penyelidikan ke tempat eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, atau importir Barang Yang Diselidiki atas persetujuan, eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, atau importir.
|
|||
(2)
|
Dalam hal penyelidikan dilakukan di tempat eksportir dan/atau eksportir produsen, KADI memberitahukan kepada perwakilan negara pengekspor di Indonesia.
|
|||
|
|
|||
Pasal 51 |
||||
Dalam menyelidiki Kerugian, KADI wajib mengevaluasi faktor ekonomi yang terkait dengan kondisi Industri Dalam Negeri dan faktor lain yang relevan.
|
||||
|
||||
Bagian Keempat
Tindakan Sementara
|
||||
(1)
|
Apabila dalam masa penyelidikan, KADI menemukan bukti permulaan yang cukup mengenai adanya barang mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, KADI dapat menyampaikan laporan sementara hasil penyelidikan dan merekomendasikan kepada Menteri untuk mengenakan Tindakan Sementara.
|
|||
(2)
|
Laporan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir.
|
|||
(3)
|
Menteri menyampaikan rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki untuk memperoleh pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional.
|
|||
(4)
|
Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberikan pertimbangan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat Menteri mengenai permintaan pertimbangan.
|
|||
(5)
|
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki tidak menyampaikan pertimbangan, maka menteri dan/atau kepala lembaga pemerintahan non kementerian dianggap menyetujui rekomendasi KADI.
|
|||
(6)
|
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal rekomendasi KADI, Menteri memutuskan untuk menerima atau menolak rekomendasi KADI.
|
|||
(7)
|
Dalam hal Menteri menerima rekomendasi KADI, Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan, urusan pemerintahan di bidang keuangan mengenai keputusan:
|
|||
|
a.
|
besarnya pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara yang jumlahnya paling tinggi sama dengan Subsidi Neto; dan
|
||
|
b.
|
jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara.
|
||
(8)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara sesuai dengan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(9)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus dengan mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan pemungutan Bea Masuk Imbalan Sementara.
|
|||
|
|
|||
Pasal 53 |
||||
(1)
|
Tindakan Sementara dikenakan paling cepat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal dimulainya penyelidikan dan berlaku untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.
|
|||
(2)
|
Pelunasan pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara dapat dilakukan dengan cara:
|
|||
|
a.
|
pembayaran sebesar Bea Masuk Imbalan Sementara; atau
|
||
|
b.
|
penyerahan jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi, sebesar Bea Masuk Imbalan Sementara.
|
||
(3)
|
Cara pelunasan pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam penetapan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (8).
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelunasan pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 54 |
||||
(1)
|
Menteri memutuskan penghentian Tindakan Sementara apabila laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian.
|
|||
(2)
|
Menteri menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal laporan KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
|
|||
(3)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan pengakhiran Tindakan Sementara sesuai dengan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal ditetapkan pengakhiran Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), importir dapat mengajukan permohonan pengembalian pembayaran atau jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian pembayaran Bea Masuk Imbalan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kelima
Tindakan Penyesuaian
|
||||
(1)
|
Eksportir dan/atau eksportir produsen atau KADI dapat menyampaikan tawaran untuk melakukan Tindakan Penyesuaian.
|
|||
(2)
|
Tawaran Tindakan Penyesuaian disampaikan oleh eksportir dan/atau eksportir produsen kepada KADI atau KADI kepada eksportir dan/atau eksportir produsen paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal:
|
|||
|
a.
|
pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara; atau
|
||
|
b.
|
laporan pendahuluan hasil penyelidikan, dalam hal tidak ada pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara.
|
||
(3)
|
Tindakan Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
|||
|
a.
|
penyesuaian Harga Ekspor barang mengandung Subsidi; atau
|
||
|
b.
|
penghapusan atau pembatasan Subsidi atau tindakan lain yang dapat menghilangkan Kerugian akibat pemberian Subsidi.
|
||
(4)
|
Tawaran Tindakan Penyesuaian oleh eksportir dan/atau eksportir produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disetujui jika Tindakan Penyesuaian akan dapat menghilangkan dampak Kerugian akibat impor barang mengandung Subsidi.
|
|||
|
|
|||
Pasal 56 |
||||
(1)
|
KADI dapat menyetujui atau menolak tawaran Tindakan Penyesuaian yang disampaikan oleh eksportir dan/atau eksportir produsen.
|
|||
(2)
|
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh KADI kepada eksportir dan/atau eksportir produsen.
|
|||
(3)
|
Dalam hal KADI menyetujui tawaran Tindakan Penyesuaian, KADI membuat nota kesepakatan dengan eksportir atau eksportir produsen yang mengajukan tawaran Tindakan Penyesuaian.
|
|||
(4)
|
Persetujuan atau penolakan KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghentikan pelaksanaan penyelidikan.
|
|||
(5)
|
Apabila KADI menyetujui tawaran Tindakan Penyesuaian dan berdasarkan laporan akhir hasil penyelidikan terbukti adanya barang mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, Tindakan Penyesuaian dilanjutkan.
|
|||
(6)
|
Apabila KADI menyetujui tawaran Tindakan Penyesuaian dan berdasarkan laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, Tindakan Penyesuaian diakhiri, kecuali tidak adanya Kerugian akibat Tindakan Penyesuaian yang telah dilakukan.
|
|||
(7)
|
Selama Tindakan Penyesuaian diberlakukan, eksportir dan/atau eksportir produsen:
|
|||
|
a.
|
menyampaikan pelaksanaan Tindakan Penyesuaian kepada KADI secara berkala; dan
|
||
|
b.
|
bersedia untuk diverifikasi.
|
||
(8)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tindakan Penyesuaian diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 57 |
||||
Dalam hal Tindakan Penyesuaian tidak dilaksanakan sesuai dengan nota kesepakatan:
|
||||
a.
|
terhadap importasi barang mengandung Subsidi berikutnya dikenakan Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52; atau
|
|||
b.
|
KADI melanjutkan proses pengenaan Bea Masuk Imbalan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Keenam
Pengenaan Bea Masuk Imbalan
|
||||
(1)
|
Untuk memperoleh pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional, Menteri menyampaikan rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) kepada menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki.
|
|||
(2)
|
Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pertimbangan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat Menteri mengenai permintaan pertimbangan.
|
|||
(3)
|
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki tidak menyampaikan pertimbangan, maka dianggap menyetujui rekomendasi KADI.
|
|||
(4)
|
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal rekomendasi KADI, Menteri memutuskan untuk menerima atau menolak rekomendasi KADI.
|
|||
(5)
|
Dalam hal Menteri menerima rekomendasi KADI, Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan surat kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan mengenai keputusan:
|
|||
|
a.
|
besarnya pengenaan Bea Masuk Imbalan; dan
|
||
|
b.
|
jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan.
|
||
|
|
|
||
Pasal 59 |
||||
Eksportir dan/atau eksportir produsen yang tidak diperiksa dengan alasan selain karena menolak memberikan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 akan direview secepatnya agar dapat ditentukan Bea Masuk Imbalan masing-masing eksportir dan/atau eksportir produsen.
|
||||
|
||||
Pasal 60 |
||||
(1)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan sesuai dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (5) oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan pemungutan Bea Masuk Imbalan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 61 |
||||
(1)
|
Besarnya Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ditetapkan untuk importasi barang mengandung Subsidi dari:
|
|||
|
a.
|
eksportir atau eksportir produsen atau masing-masing eksportir atau eksportir produsen dalam satu negara pengekspor; atau
|
||
|
b.
|
eksportir atau eksportir produsen dari beberapa negara pengekspor.
|
||
(2)
|
Dalam hal masing-masing eksportir atau eksportir produsen dalam satu negara pengekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dapat disebutkan satu persatu, pengenaan Bea Masuk Imbalan dapat ditetapkan untuk satu negara pengekspor.
|
|||
(3)
|
Dalam hal eksportir atau eksportir produsen dari beberapa negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengenaan Bea Masuk Imbalan dapat ditetapkan untuk:
|
|||
|
a.
|
setiap eksportir atau eksportir produsen dari masing-masing negara pengeskpor; atau
|
||
|
b.
|
satu negara pengekspor yang berlaku untuk seluruh eksportir atau eksportir produsen di negara tersebut.
|
||
|
|
|
||
Pasal 62 |
||||
(1)
|
Dalam hal terdapat perbedaan penetapan besaran tarif Bea Masuk Imbalan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (8) dengan besaran tarif Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, maka:
|
|||
|
a.
|
selisih lebih pembayaran Bea Masuk Imbalan sementara dapat dimintakan permohonan pengembaliannya oleh importir; atau
|
||
|
b.
|
selisih kurang pembayaran Bea Masuk Imbalan sementara tidak ditagihkan kepada importir.
|
||
(2)
|
Permohonan pengembalian selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(3)
|
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan memberikan keputusan terhadap permohonan pengembalian selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembalian selisih pembayaran Bea Masuk Imbalan Sementara diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 63 |
||||
(1)
|
Pengenaan Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 berlaku paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pengenaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Tindakan Sementara sudah diberlakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan surut terhitung sejak tanggal pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara.
|
|||
(3)
|
Pemberlakuan surut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat diberlakukan terhadap pengenaan Bea Masuk Imbalan yang pengenaannya didasarkan pada:
|
|||
|
a.
|
adanya Kerugian terhadap Industri Dalam Negeri; atau
|
||
|
b.
|
adanya ancaman kerugian yang akan menjadi Kerugian Industri Dalam Negeri sebagai akibat impor Barang Mengandung Subsidi dalam hal tidak ada Tindakan Sementara.
|
||
(4)
|
Pemberlakuan surut pengenaan Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberlakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sebelum tanggal pengenaan Tindakan Sementara.
|
|||
(5)
|
Pemberlakuan surut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan jika KADI mengetahui bahwa:
|
|||
|
a.
|
Barang Yang Diselidiki pernah diimpor sebagai barang mengandung Subsidi dalam jangka waktu singkat dengan jumlah yang sangat besar yang mempengaruhi efektifitas pengenaan Bea Masuk Imbalan untuk menghilangkan Kerugian; atau
|
||
|
b.
|
importir selama ini telah mengimpor barang mengandung Subsidi yang dapat menyebabkan Kerugian.
|
||
(6)
|
Pemberlakuan surut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diberlakukan terhadap pengenaan Bea Masuk Imbalan yang pengenaannya didasarkan:
|
|||
|
a.
|
adanya ancaman Kerugian terhadap Industri Dalam Negeri; atau
|
||
|
b.
|
terhalangnya pengembangan industri Barang Sejenis di dalam negeri.
|
||
(7)
|
Pemberlakuan surut pengenaan Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diberlakukan sebelum tanggal dimulainya penyelidikan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketujuh
Peninjauan Kembali Paragraf 1 Umum
|
||||
(1)
|
Pengenaan Bea Masuk Imbalan dapat ditinjau kembali berdasarkan:
|
|||
|
a.
|
permohonan dari eksportir, eksportir produsen, importir, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan/atau importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) yang kooperatif dalam proses penyelidikan;
|
||
|
b.
|
permohonan dari eksportir dan/atau eksportir produsen yang tidak melakukan ekspor barang mengandung Subsidi sebelum pengenaan Bea Masuk Imbalan dan tidak berafiliasi dengan eksportir dan/atau eksportir produsen yang dikenakan Bea Masuk Imbalan; dan/atau
|
||
|
c.
|
inisiatif KADI.
|
||
(2)
|
Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
interim review, dalam hal perlu dikaji mengenai kemungkinan Kerugian masih tetap berlanjut dan/atau Kerugian akan berulang kembali jika pengenaan Bea Masuk Imbalan dihentikan;
|
||
|
b.
|
sunset review, dalam hal pengenaan Bea Masuk Imbalan akan berakhir.
|
||
|
|
|
||
Paragraf 2
Interim Review
|
||||
(1)
|
Permohonan untuk interim review dapat diajukan oleh:
|
|||
|
a.
|
eksportir, eksportir produsen, dan/atau importir untuk melakukan penghentian pengenaan Bea Masuk Imbalan;
|
||
|
b.
|
eksportir dan/atau eksportir produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b untuk tidak dikenakan Bea Masuk Imbalan; atau
|
||
|
c.
|
eksportir, eksportir produsen, importir, pemohon atau Industri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf a untuk melakukan perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Imbalan.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan inisiatif KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf c hanya dapat diajukan paling cepat 12 (dua belas) bulan setelah berlakunya penetapan Bea Masuk Imbalan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(3)
|
Ketentuan mengenai permohonan dan penyelidikan interim review secara mutatis mutandis berlaku ketentuan Bagian Kedua Penyelidikan dan Bagian Ketiga Bukti dan Informasi.
|
|||
|
|
|||
Pasal 66 |
||||
(1)
|
Dalam hal KADI menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1), KADI melakukan penyelidikan interim review mengenai kemungkinan:
|
|||
|
a.
|
Kerugian masih tetap berlanjut; dan/atau
|
||
|
b.
|
Kerugian akan berulang kembali,
|
||
|
jika pengenaan Bea Masuk Imbalan dihentikan.
|
|||
(2)
|
Penyelidikan interim review sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal dimulainya penyelidikan interim review.
|
|||
(3)
|
Pelaksanaan penyelidikan interim review tidak menghentikan pengenaan Bea Masuk Imbalan yang telah ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1).
|
|||
(4)
|
Apabila hasil penyelidikan interim review membuktikan bahwa Kerugian masih tetap berlanjut dan/atau Kerugian berulang kembali, KADI merekomendasikan kepada Menteri untuk:
|
|||
|
a.
|
menolak permohonan penghentian pengenaan Bea Masuk Imbalan kepada eksportir, eksportir produsen, dan/atau importir;
|
||
|
b.
|
menolak permohonan untuk tidak mengenakan Bea Masuk Imbalan kepada eksportir dan/atau eksportir produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b; dan/atau
|
||
|
c.
|
menerima permohonan perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Imbalan dan besaran Bea Masuk Imbalan yang dikenakan, dalam hal interim review diajukan oleh pemohon dan Industri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf a.
|
||
(5)
|
Apabila hasil penyelidikan interim review membuktikan bahwa Kerugian tidak berlanjut dan/atau Kerugian tidak berulang kembali, KADI merekomendasikan kepada Menteri untuk menghentikan pengenaan Bea Masuk Imbalan.
|
|||
(6)
|
Atas rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan ayat (5), secara mutatis mutandis berlaku ketentuan pengenaan Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Pasal 60.
|
|||
|
|
|||
Paragraf 3
Sunset Review
|
||||
(1)
|
Permohonan untuk sunset review dapat diajukan oleh pemohon atau Industri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf a untuk meminta perpanjangan pengenaan Bea Masuk Imbalan dengan:
|
|||
|
a.
|
disertai perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Imbalan; atau
|
||
|
b.
|
tidak disertai perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Imbalan.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan inisiatif KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf c hanya dapat diajukan paling lambat 15 (lima belas) bulan sebelum berakhirnya pengenaan Bea Masuk Antidumping.
|
|||
(3)
|
Ketentuan mengenai permohonan dan penyelidikan sunset review secara mutatis mutandis berlaku ketentuan Bagian Kedua Penyelidikan dan Bagian Ketiga Bukti dan Informasi.
|
|||
|
|
|||
Pasal 68 |
||||
(1)
|
Dalam hal KADI menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1), KADI melakukan penyelidikan sunset review mengenai kemungkinan:
|
|||
|
a.
|
Kerugian masih tetap berlanjut; dan/atau
|
||
|
b.
|
Kerugian akan berulang kembali,
|
||
|
jika pengenaan Bea Masuk Imbalan dihentikan.
|
|||
(2)
|
Penyelidikan sunset review sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal dimulainya penyelidikan sunset review.
|
|||
(3)
|
Pelaksanaan penyelidikan sunset review tidak menghentikan pengenaan Bea Masuk Imbalan yang telah ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1).
|
|||
(4)
|
Apabila hasil penyelidikan membuktikan bahwa Kerugian masih tetap berlanjut dan/atau Kerugian berulang kembali, KADI merekomendasikan kepada Menteri untuk memperpanjang pengenaan Bea Masuk Imbalan dengan:
|
|||
|
a.
|
disertai perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Imbalan; atau
|
||
|
b.
|
tidak disertai perubahan besaran pengenaan Bea Masuk Imbalan.
|
||
(5)
|
Atas rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), secara mutatis mutandis berlaku ketentuan pengenaan Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Pasal 60.
|
|||
|
|
|||
Pasal 69 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai peninjauan kembali Tindakan Imbalan diatur dengan Peraturan Menteri.
|
||||
|
||||
BAB IV
TINDAKAN PENGAMANAN Bagian Kesatu Bentuk Tindakan Pengamanan
|
||||
(1)
|
Terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat dikenakan Tindakan Pengamanan jika:
|
|||
|
a.
|
terjadi lonjakan jumlah impor secara absolut atau relatif atas barang yang sama dengan Barang Sejenis atau Barang Yang Secara Langsung Bersaing; dan
|
||
|
b.
|
lonjakan jumlah impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf a menyebabkan terjadinya Kerugian Serius atau Ancaman Kerugian Serius terhadap Industri Dalam Negeri.
|
||
(2)
|
Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan/atau Kuota.
|
|||
(3)
|
Besarnya Bea Masuk Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling tinggi sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk memulihkan Kerugian Serius atau mencegah Ancaman Kerugian Serius terhadap Industri Dalam Negeri.
|
|||
(4)
|
Jumlah Kuota yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh kurang dari jumlah impor rata-rata paling sedikit dalam 3 (tiga) tahun terakhir, kecuali terdapat alasan yang jelas bahwa Kuota yang lebih rendah diperlukan untuk memulihkan Kerugian Serius atau mencegah Ancaman Kerugian Serius terhadap Industri Dalam Negeri.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Kuota ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Penyelidikan
|
||||
(1)
|
Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dikenakan setelah dilakukan penyelidikan oleh KPPI.
|
|||
(2)
|
Penyelidikan oleh KPPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Barang Yang Diselidiki dapat dilakukan berdasarkan permohonan atau berdasarkan inisiatif KPPI.
|
|||
|
|
|||
Pasal 72 |
||||
(1)
|
Industri Dalam Negeri dan/atau pihak-pihak lain di dalam negeri dapat mengajukan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) kepada KPPI untuk melakukan penyelidikan dalam rangka pengenaan Tindakan Pengamanan.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan bukti awal dan didukung dengan dokumen mengenai adanya:
|
|||
|
a.
|
lonjakan atas jumlah barang impor yang sama dengan Barang Sejenis atau Barang Yang Secara Langsung Bersaing; dan
|
||
|
b.
|
Kerugian Serius atau Ancaman Kerugian Serius.
|
||
(3)
|
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang bersifat rahasia dan data yang bersifat tidak rahasia.
|
|||
(4)
|
Dokumen yang dinyatakan bersifat rahasia tidak dapat diberikan kepada pihak lain, kecuali dengan izin khusus dari pemberi dokumen.
|
|||
(5)
|
Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara lengkap oleh KPPI dan berdasarkan hasil penelitian, KPPI memberikan keputusan:
|
|||
|
a.
|
menolak permohonan, dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
|
||
|
b.
|
menerima permohonan dan menetapkan dimulainya penyelidikan, dalam hal permohonan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||
(6)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 73 |
||||
Penyelidikan berdasarkan inisiatif KPPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dapat dilakukan apabila KPPI memiliki bukti awal yang cukup mengenai adanya Kerugian Serius atau Ancaman Kerugian Serius yang dialami oleh Industri Dalam Negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor.
|
||||
|
||||
Pasal 74 |
||||
(1)
|
Penyelidikan dalam rangka pengenaan Tindakan Pengamanan dimulai pada saat diumumkan kepada publik.
|
|||
(2)
|
Selain diumumkan kepada publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPPI memberitahukan dimulainya penyelidikan kepada:
|
|||
|
a.
|
pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) dan asosiasi importir, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan; atau
|
||
|
b.
|
Industri Dalam Negeri dan asosiasi importir, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KPPI.
|
||
(3)
|
Penyelidikan berakhir pada tanggal laporan akhir hasil penyelidikan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 75 |
||||
Dalam rangka penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, KPPI melakukan evaluasi terhadap faktor yang bersifat obyektif dan terukur yang terkait dengan kondisi Industri Dalam Negeri.
|
||||
|
||||
Pasal 76 |
||||
(1)
|
Dalam hal KPPI tidak menemukan adanya bukti lonjakan jumlah barang impor yang menyebabkan Kerugian Serius atau Ancaman Kerugian Serius, KPPI segera menghentikan penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri.
|
|||
(2)
|
Penghentian penyelidikan harus segera diumumkan kepada publik.
|
|||
(3)
|
Selain diumumkan kepada publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPPI memberitahukan penghentian penyelidikan kepada:
|
|||
|
a.
|
pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) dan asosiasi importir, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan; atau
|
||
|
b.
|
Industri Dalam Negeri dan asosiasi importir, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KPPI,
|
||
|
disertai dengan alasan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 77 |
||||
Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan terbukti adanya lonjakan jumlah barang impor yang menyebabkan Kerugian Serius atau Ancaman Kerugian Serius, KPPI merekomendasikan kepada Menteri mengenai pengenaan Tindakan Pengamanan.
|
||||
|
||||
Bagian Ketiga
Bukti dan Informasi
|
||||
(1)
|
Dalam melakukan penyelidikan, KPPI dapat meminta penjelasan yang diperlukan kepada pihak:
|
|||
|
a.
|
pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) atau Industri Dalam Negeri;
|
||
|
b.
|
importir; dan
|
||
|
c.
|
pihak-pihak lain yang terkait.
|
||
(2)
|
Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang bersifat rahasia dan tidak rahasia.
|
|||
(3)
|
Penjelasan atau dokumen yang dinyatakan bersifat rahasia tidak dapat diberikan kepada pihak lain, kecuali dengan izin khusus dari pemberi penjelasan atau dokumen.
|
|||
(4)
|
Pemohon atau Industri Dalam Negeri, importir dan pihak-pihak lain yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan penjelasan secara tertulis kepada KPPI disertai dengan bukti pendukung dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat permintaan penjelasan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 79 |
||||
(1)
|
Selama masa penyelidikan, KPPI harus menyelenggarakan dengar pendapat untuk memberikan kesempatan kepada eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, importir, pemerintah negara pengekspor tertentu, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, untuk menyampaikan bukti, pandangan, dan tanggapan.
|
|||
(2)
|
Bukti, pandangan, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, importir, pemerintah negara pengekspor tertentu, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan paling lambat 5 (lima) hari kalender terhitung sejak tanggal dengar pendapat diselenggarakan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Keempat
Tindakan Pengamanan Sementara
|
||||
(1)
|
Dalam hal pemulihan Kerugian Industri Dalam Negeri sulit dilakukan akibat keterlambatan pengenaan Tindakan Pengamanan, maka selama masa penyelidikan KPPI dapat merekomendasikan kepada Menteri untuk mengenakan Tindakan Pengamanan sementara.
|
|||
(2)
|
Tindakan Pengamanan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara.
|
|||
(3)
|
Pelunasan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara dilakukan dengan cara pembayaran tunai sebesar Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara.
|
|||
|
|
|||
Pasal 81 |
||||
(1)
|
Untuk memperoleh pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional, Menteri menyampaikan rekomendasi KPPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 kepada menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki.
|
|||
(2)
|
Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pertimbangan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Menteri mengenai permintaan pertimbangan.
|
|||
(3)
|
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian tidak menyampaikan pertimbangan, maka menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian dianggap menyetujui rekomendasi KPPI.
|
|||
(4)
|
Atas dasar rekomendasi KPPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3), Menteri memutuskan:
|
|||
|
a.
|
besaran pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara; dan
|
||
|
b.
|
jangka waktu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara.
|
||
(5)
|
Jangka waktu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b paling lama 200 (dua ratus) hari terhitung sejak diberlakukan.
|
|||
(6)
|
Menteri menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal rekomendasi dari KPPI.
|
|||
(7)
|
Berdasarkan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(8)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan pemungutan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara.
|
|||
(9)
|
Jangka waktu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan bagian dari keseluruhan jangka waktu Tindakan Pengamanan termasuk perpanjangannya.
|
|||
|
|
|||
Pasal 82 |
||||
(1)
|
KPPI harus memberitahukan Tindakan Pengamanan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) kepada pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan asosiasi importir.
|
|||
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 83 |
||||
(1)
|
Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan tidak ditemukan lonjakan jumlah barang impor yang mengakibatkan Kerugian Serius atau Ancaman Kerugian Serius terhadap Industri Dalam Negeri, pihak importir yang telah melakukan pelunasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara.
|
|||
(2)
|
Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diputuskan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembalian pembayaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara, diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kelima
Pengenaan Tindakan Pengamanan
|
||||
(1)
|
Untuk memperoleh pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional, Menteri menyampaikan rekomendasi KPPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 kepada menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki.
|
|||
(2)
|
Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pertimbangan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat Menteri mengenai permintaan pertimbangan.
|
|||
(3)
|
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki tidak menyampaikan pertimbangan, maka dianggap menyetujui rekomendasi KPPI.
|
|||
(4)
|
Atas dasar rekomendasi KPPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3), Menteri memutuskan:
|
|||
|
a.
|
besarnya pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan/atau jumlah Kuota; dan
|
||
|
b.
|
jangka waktu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan/atau Kuota.
|
||
(5)
|
Menteri menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal rekomendasi dari KPPI.
|
|||
(6)
|
Dalam hal Tindakan Pengamanan berupa pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sesuai dengan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
|||
(7)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan pemungutan Bea Masuk Tindakan Pengamanan.
|
|||
(8)
|
KPPI memberitahukan Tindakan Pengamanan kepada pemohon atau Industri Dalam Negeri dan asosiasi importir.
|
|||
(9)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 85 |
||||
Dalam hal terdapat perbedaan penetapan besaran tarif Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dengan besaran tarif Bea Masuk Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (6), maka:
|
||||
a.
|
selisih lebih pembayaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara tidak dapat dimintakan pengembalian; atau
|
|||
b.
|
selisih kurang pembayaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara tidak ditagihkan kepada importir.
|
|||
|
|
|||
Pasal 86 |
||||
(1)
|
Tindakan Pengamanan hanya dikenakan selama dianggap perlu untuk memulihkan Kerugian Serius atau mencegah Ancaman Kerugian Serius dan untuk memberikan jangka waktu penyesuaian yang diperlukan bagi Industri Dalam Negeri yang mengalami Kerugian Serius atau Ancaman Kerugian Serius.
|
|||
(2)
|
Jangka waktu pengenaan Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.
|
|||
(3)
|
Jangka waktu pengenaan Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang sampai paling lama 4 (empat) tahun.
|
|||
(4)
|
Jangka waktu pengenaan Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang kembali paling lama 2 (dua) tahun.
|
|||
|
|
|||
Pasal 87 |
||||
(1)
|
Apabila jangka waktu pengenaan Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (6) lebih dari 3 (tiga) tahun, KPPI melakukan peninjauan kembali atas Tindakan Pengamanan paling lambat pada pertengahan jangka waktu pengenaan.
|
|||
(2)
|
Berdasarkan hasil peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPPI dapat merekomendasikan kepada Menteri untuk:
|
|||
|
a.
|
menghentikan pengenaan Tindakan Pengamanan; atau
|
||
|
b.
|
menurunkan besaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan/atau meningkatkan jumlah Kuota.
|
||
(3)
|
Untuk memperoleh pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional, Menteri menyampaikan rekomendasi KPPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki.
|
|||
(4)
|
Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberikan pertimbangan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima rekomendasi KPPI dari Menteri.
|
|||
(5)
|
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki tidak menyampaikan pertimbangan, maka dianggap menyetujui rekomendasi KPPI.
|
|||
(6)
|
Atas dasar rekomendasi KPPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (4) dan ayat (5), Menteri memutuskan:
|
|||
|
a.
|
penghentian pengenaan Tindakan Pengamanan; atau
|
||
|
b.
|
penurunan besaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan/atau peningkatan jumlah kuota.
|
||
(7)
|
Menteri menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal rekomendasi dari KPPI.
|
|||
(8)
|
Berdasarkan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan:
|
|||
|
a.
|
penghentian pengenaan Tindakan Pengamanan; atau
|
||
|
b.
|
besaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan.
|
||
(9)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan pemungutan Bea Masuk Tindakan Pengamanan.
|
|||
(10)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peninjauan kembali atas Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 88 |
||||
(1)
|
Dalam hal pemohon mengajukan perpanjangan Tindakan Pengamanan, permohonan harus disampaikan dalam jangka waktu yang cukup sebelum berakhirnya Tindakan Pengamanan tersebut kepada KPPI.
|
|||
(2)
|
Dalam hal pemohon mengajukan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPPI melakukan penyelidikan untuk membuktikan bahwa perpanjangan Tindakan Pengamanan dimaksud masih diperlukan.
|
|||
(3)
|
KPPI merekomendasikan perpanjangan Tindakan Pengamanan kepada Menteri, apabila perpanjangan Tindakan Pengamanan tersebut penting dilakukan untuk mencegah atau memulihkan Kerugian Serius yang dialami oleh Industri Dalam Negeri, yang masih melakukan upaya penyesuaian.
|
|||
(4)
|
Atas rekomendasi KPPI sebagaimana dimaksud pada ayat (3), secara mutatis mutandis berlaku ketentuan Pasal 84.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai perpanjangan Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 89 |
||||
(1)
|
Tindakan Pengamanan dapat diberlakukan kembali terhadap barang impor yang sama setelah lewat 2 (dua) tahun terhitung sejak pengenaan Tindakan Pengamanan sebelumnya berakhir.
|
|||
(2)
|
Tindakan Pengamanan yang jangka waktu pengenaannya paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari, dapat diberlakukan kembali pengenaan Tindakan Pengamanan tanpa harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(3)
|
Pemberlakuan kembali pengenaan Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah 1 (satu) tahun sejak pengenaan Tindakan Pengamanan sebelumnya berakhir, dan tidak diberlakukan terhadap barang impor yang sama lebih dari 2 (dua) kali dalam masa 5 (lima) tahun sejak pengenaan Tindakan Pengamanan diberlakukan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal pemberlakukan kembali Tindakan Pengamanan, secara mutatis mutandis berlaku ketentuan mengenai permohonan, penyelidikan, bukti dan informasi, pengenaan tindakan sementara, pengenaan Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua, Bagian Ketiga, Bagian Keempat, dan Bagian Kelima.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tindakan Pengamanan yang dapat diberlakukan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Bagian Keenam
Impor dari Negara Berkembang
|
||||
Tindakan Pengamanan tidak diberlakukan terhadap barang yang berasal dari negara berkembang yang pangsa impornya tidak melebihi 3% (tiga persen) atau secara kumulatif tidak melebihi 9% (sembilan persen) dari total impor sepanjang masing-masing negara berkembang pangsa impornya kurang dari 3% (tiga persen).
|
||||
|
||||
BAB V
NOTIFIKASI
|
||||
Menteri melakukan notifikasi ke Committee on Anti-dumping Practices dan Committee on Subsidies and Counterveiling Measures pada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization):
|
||||
a.
|
secara berkala setiap 6 (enam) bulan mengenai ada atau tidak adanya Tindakan Antidumping sementara, Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan sementara, dan Tindakan Imbalan; dan/atau
|
|||
b.
|
setiap ditetapkannya pengenaan Tindakan Antidumping sementara, Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan sementara, dan Tindakan Imbalan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 92 |
||||
(1)
|
Menteri melakukan notifikasi ke Committee on Safeguards pada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) mengenai:
|
|||
|
a.
|
dimulainya penyelidikan dalam rangka pengenaan Tindakan Pengamanan;
|
||
|
b.
|
pengenaan Tindakan Pengamanan sementara; dan
|
||
|
c.
|
pengenaan Tindakan Pengamanan.
|
||
(2)
|
Notifikasi mengenai pengenaan Tindakan Pengamanan sementara dilakukan sebelum ditetapkannya Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara.
|
|||
|
|
|||
Pasal 93 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai notifikasi ke Committee on Anti-dumping Practices, Committee on Subsidies and Counterveiling Measures, dan Committee on Safeguards pada Organisasi Perdagangan Dunia diatur dengan Peraturan Menteri.
|
||||
|
||||
BAB VI
OTORITAS PENYELIDIKAN
|
||||
(1)
|
Dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk KADI yang bertugas untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan importasi Barang Dumping dan barang mengandung Subsidi.
|
|||
(2)
|
KADI bertanggung jawab kepada Menteri.
|
|||
(3)
|
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KADI melaksanakan fungsi:
|
|||
|
a.
|
melakukan penyelidikan terhadap kebenaran tuduhan dumping atau Subsidi, adanya Kerugian yang dialami oleh pemohon dan hubungan sebab akibat antara dumping atau Subsidi dan Kerugian yang dialami oleh pemohon;
|
||
|
b.
|
mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi terkait dengan penyelidikan;
|
||
|
c.
|
membuat laporan hasil penyelidikan;
|
||
|
d.
|
merekomendasikan pengenaan Bea Masuk Antidumping dan/atau Bea Masuk Imbalan kepada Menteri; dan
|
||
|
e.
|
melaksanakan tugas lain terkait yang diberikan oleh Menteri.
|
||
|
|
|
||
Pasal 95 |
||||
(1)
|
Dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk KPPI untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan upaya memulihkan Kerugian Serius atau mencegah Ancaman Kerugian Serius yang diderita oleh Industri Dalam Negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor.
|
|||
(2)
|
KPPI bertanggung jawab kepada Menteri.
|
|||
(3)
|
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPPI melaksanakan fungsi:
|
|||
|
a.
|
melakukan penyelidikan terhadap Kerugian Serius atau Ancaman Kerugian Serius yang dialami oleh Industri Dalam Negeri Barang Sejenis atau Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan Barang Yang Diselidiki sebagai akibat lonjakan jumlah impor;
|
||
|
b.
|
mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi terkait dengan penyelidikan;
|
||
|
c.
|
membuat laporan hasil penyelidikan;
|
||
|
d.
|
merekomendasikan pengenaan Tindakan Pengamanan kepada Menteri; dan
|
||
|
e.
|
melaksanakan tugas lain terkait yang diberikan oleh Menteri.
|
||
|
|
|
||
Pasal 96 |
||||
(1)
|
KADI dan KPPI masing-masing terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua.
|
|||
(2)
|
Ketua dan Wakil Ketua KADI dan KPPI diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
|
|||
(3)
|
Organisasi dan tata kerja KADI dan KPPI diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 97 |
||||
KADI dan KPPI dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dan Pasal 95 bersifat independen.
|
||||
|
||||
Pasal 98 |
||||
Segala biaya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas KADI dan KPPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dan Pasal 95 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
|
||||
|
||||
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
|
||||
(1)
|
Keberatan terhadap penetapan pengenaan Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan, hanya dapat diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) pada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization).
|
|||
(2)
|
Keberatan atas pelaksanaan pengenaan Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan pada saat importasi diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|||
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
|
||||
Penyelidikan yang dilakukan berkaitan dengan pengenaan Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan atau Bea Masuk Tindakan Pengamanan tidak menghambat penyelesaian kewajiban kepabeanan atas impor barang yang bersangkutan.
|
||||
|
||||
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
|
||||
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
|
||||
1.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3639); dan
|
|||
2.
|
Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri dari Akibat Lonjakan Impor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 133)
|
|||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
||||
Pasal 102 |
||||
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
|
||||
1.
|
KADI yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dan KPPI yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri dari Akibat Lonjakan Impor dinyatakan tetap berlaku dan melanjutkan tugasnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini;
|
|||
2.
|
segala keputusan dan kegiatan yang dilaksanakan oleh KADI berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dan KPPI berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri dari Akibat Lonjakan Impor dinyatakan sah; dan
|
|||
3.
|
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dan Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri dari Akibat Lonjakan Impor dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
|
|||
|
|
|||
Pasal 103 |
||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
PATRIALIS AKBAR |
||||
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2011 2010
TENTANG
TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.
|
UMUM
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sebagai salah satu negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang telah meratifikasi Agreement Establishing World Trade Organization sebagaimana diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia berkewajiban untuk berperan aktif dalam mewujudkan tatanan perdagangan dunia yang adil dan saling menguntungkan.
Salah satu upaya mewujudkan tatanan perdagangan dunia dimaksud dilakukan dengan mengatur persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan serta penanganannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dan Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri dari Akibat Lonjakan Impor sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Pengaturan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan ditujukan agar proses penyelidikan dan implementasi dari kasus-kasus Dumping, Subsidi dan Tindakan Pengamanan dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan Internasional yang berlaku dan sekaligus melindungi Industri Dalam Negeri dari setiap praktik Dumping dan Subsidi, serta terjadinya lonjakan jumlah barang impor dari negara lain.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan untuk menjamin kualitas proses penyelidikan dan implementasi dari penanganan kasus-kasus Antidumping, Subsidi, dan lonjakan barang impor diperlukan penyempurnaan pengaturan mengenai ketentuan penyelidikan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai penyelidikan Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, tata cara pengenaan Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan, serta tugas dan fungsi Komite Antidumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Dukungan Industri Dalam Negeri terhadap permohonan dinyatakan dalam bentuk tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “alasan yang kuat” adalah alasan yang berkaitan dengan privasi perusahaan dan termasuk alasan tidak membuat ringkasan informasi yang bersifat tidak rahasia.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Dukungan Industri Dalam Negeri dinyatakan dalam bentuk tertulis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud “diumumkan kepada publik” yaitu dilakukan melalui media massa nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tanggal penyelidikan dimulai” adalah tanggal pengumuman KADI dan pemberitahuan mengenai dimulainya penyelidikan.
Pemberian batas jangka waktu penyelidikan selama 12 (dua belas) bulan dimaksudkan untuk memberikan cukup waktu kepada KADI dan kepastian bagi pihak yang berkepentingan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah:
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”meminta penjelasan” adalah meminta keterangan atau informasi mengenai adanya dugaan Barang Dumping yang dapat dilakukan dalam bentuk kuesioner.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “alasan yang kuat” adalah alasan yang berkaitan dengan privasi perusahaan dan termasuk alasan tidak membuat ringkasan informasi yang bersifat tidak rahasia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Pemberian kesempatan kepada wakil organisasi konsumen untuk memberikan informasi diperlukan jika Barang Yang Diselidiki diperdagangkan secara eceran.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Laporan pendahuluan dibuat sebelum laporan akhir hasil penyelidikan dan memuat data-data utama hasil penyelidikan yang akan digunakan sebagai dasar untuk penyusunan laporan akhir hasil penyelidikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Yang dimaksud dengan ”menghalangi penyelidikan” misalnya dalam hal KADI perlu melakukan klarifikasi terhadap penjelasan dan/atau dokumen yang diterima, eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, atau importir tidak memberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Yang dimaksud dengan “faktor ekonomi yang terkait” dapat berupa: potensi penurunan penjualan, keuntungan, produksi, pangsa pasar, produktifitas, pengembalian investasi, utilisasi kapasitas, faktor-faktor yang mempengaruhi harga domestik, besaran Marjin Dumping, pengaruh negatif yang nyata dan potensial dari arus kas, persediaan, tenaga kerja, gaji, pertumbuhan, kemampuan meningkatkan modal atau investasi.
Yang dimaksud dengan “faktor lain yang relevan” dapat berupa: volume dan harga impor yang tidak dijual dengan harga dumping, kontraksi dalam permintaan atau perubahan dalam pola konsumsi, perkembangan teknologi, kinerja ekspor.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional” adalah pertimbangan seluruh kepentingan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan Tindakan Antidumping, diantaranya:
Proses mempertimbangkan kepentingan nasional dilakukan oleh Menteri setelah menerima rekomendasi pengenaan Tindakan Antidumping dari KADI. Menteri membahas rekomendasi tersebut dalam suatu pembahasan yang melibatkan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan kebijakan Tindakan Antidumping.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Pertimbangan kemudahan pelaksanaan pemungutan dalam ayat ini tidak mengurangi kewajiban menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Laporan pendahuluan dibuat sebelum laporan akhir hasil penyelidikan dan memuat data-data utama hasil penyelidikan yang akan digunakan sebagai dasar untuk penyusunan laporan akhir hasil penyelidikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Apabila Tindakan Penyesuaian disetujui maka Tindakan Sementara tidak akan dikenakan.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Huruf a
Penentuan saat importasi barang dihitung sejak tanggal pemberitahuan pabean untuk impor barang yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional” adalah pertimbangan seluruh kepentingan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan Tindakan Antidumping, diantaranya:
Proses mempertimbangkan kepentingan nasional dilakukan oleh Menteri setelah menerima rekomendasi pengenaan Tindakan Antidumping dari KADI. Menteri membahas rekomendasi tersebut dalam suatu pembahasan yang melibatkan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan kebijakan Tindakan Antidumping.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pertimbangan kemudahan pelaksanaan pemungutan dalam ayat ini tidak mengurangi kewajiban menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Antidumping dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dukungan Industri Dalam Negeri terhadap permohonan dinyatakan dalam bentuk tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “alasan yang kuat” adalah alasan yang berkaitan dengan privasi perusahaan dan termasuk alasan tidak membuat ringkasan informasi yang bersifat tidak rahasia.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Dukungan Industri Dalam Negeri dinyatakan dalam bentuk tertulis
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “diumumkan kepada publik” yaitu dilakukan melalui media massa nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tanggal penyelidikan dimulai” adalah tanggal pengumuman KADI dan pemberitahuan mengenai dimulainya penyelidikan.
Pemberian batas jangka waktu penyelidikan selama 12 (dua belas) bulan dimaksudkan untuk memberikan cukup waktu kepada KADI dan kepastian bagi pihak yang berkepentingan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah:
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”meminta penjelasan” adalah meminta keterangan atau informasi mengenai adanya dugaan barang mengandung Subsidi yang dapat dilakukan dalam bentuk kuesioner.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “alasan yang kuat” adalah alasan yang berkaitan dengan privasi perusahaan dan termasuk alasan tidak membuat ringkasan informasi yang bersifat tidak rahasia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Pemberian kesempatan kepada wakil organisasi konsumen untuk memberikan informasi diperlukan jika Barang Yang Diselidiki diperdagangkan secara eceran.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Laporan pendahuluan dibuat sebelum laporan akhir hasil penyelidikan dan memuat data-data utama hasil penyelidikan yang akan digunakan sebagai dasar untuk penyusunan laporan akhir hasil penyelidikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Yang dimaksud dengan “menghalangi penyelidikan” misalnya dalam hal KADI perlu melakukan klarifikasi terhadap penjelasan dan/atau dokumen yang diterima, eksportir, eksportir produsen, pemohon atau Industri Dalam Negeri, atau importir tidak memberikan kesempatan melakukan klarifikasi.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Yang dimaksud dengan “faktor ekonomi yang terkait” dapat berupa: potensi penurunan penjualan, keuntungan, produksi, pangsa pasar, produktifitas, pengembalian investasi, utilisasi kapasitas, faktor-faktor yang mempengaruhi harga domestik, besaran Subsidi Neto, pengaruh negatif yang nyata dan potensial dari arus kas, persediaan, tenaga kerja, gaji, pertumbuhan, kemampuan meningkatkan modal atau investasi.
Yang dimaksud dengan “faktor lain yang relevan” dapat berupa: volume dan harga impor yang tidak dijual dengan harga bersubsidi, kontraksi dalam permintaan atau perubahan dalam pola konsumsi, perkembangan teknologi, kinerja ekspor.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional” adalah pertimbangan seluruh kepentingan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan Tindakan Imbalan, diantaranya:
Proses mempertimbangkan kepentingan nasional dilakukan oleh Menteri setelah menerima rekomendasi pengenaan Tindakan Imbalan dari KADI. Menteri membahas rekomendasi tersebut dalam suatu pembahasan yang melibatkan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan kebijakan Tindakan Imbalan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Pertimbangan kemudahan pelaksanaan pemungutan dalam ayat ini tidak mengurangi kewajiban menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Laporan pendahuluan dibuat sebelum laporan akhir hasil penyelidikan dan memuat data-data utama hasil penyelidikan yang akan digunakan sebagai dasar untuk penyusunan laporan akhir hasil penyelidikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Apabila Tindakan Penyesuaian diterima maka Tindakan Sementara tidak akan dikenakan.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Huruf a
Penentuan saat importasi barang dihitung sejak tanggal pemberitahuan pabean untuk impor barang yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional” adalah mempertimbangkan seluruh kepentingan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan Tindakan Imbalan diantaranya:
Proses mempertimbangkan kepentingan nasional dilakukan oleh Menteri setelah menerima rekomendasi pengenaan Tindakan Imbalan dari KADI. Menteri membahas rekomendasi tersebut dalam suatu pembahasan yang melibatkan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan kebijakan Tindakan Imbalan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pertimbangan kemudahan pelaksanaan pemungutan dalam ayat ini tidak mengurangi kewajiban menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Barang Yang Diselidiki meliputi barang hasil industri, pertanian, kelautan, perikanan, kehutanan, dan pertambangan.
Pasal 72
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pihak-pihak lain di dalam negeri” yaitu instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah terkait dengan Barang Yang Diselidiki, Barang Sejenis, atau Barang Yang Secara Langsung Bersaing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Pengumuman kepada publik mengenai dimulainya penyelidikan dapat dilakukan melalui siaran pers resmi maupun pemuatan dalam surat kabar nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 75
Yang dimaksud dengan “faktor yang bersifat objektif dan terukur yang terkait dengan kondisi Industri Dalam Negeri” dapat berupa: lonjakan jumlah barang impor, pangsa pasar dalam negeri yang diambil oleh lonjakan jumlah barang impor, perubahan tingkat penjualan, produksi, produktivitas, kapasitas terpakai, laba dan rugi, dan tenaga kerja.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”meminta penjelasan” adalah meminta keterangan, informasi, bukti, atau hal-hal lain terkait dengan penyelidikan.
Yang dimaksud dengan “pihak-pihak lain yang terkait” yaitu pihak-pihak baik di dalam maupun luar negeri yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki, Barang Sejenis, atau Barang Yang Secara Langsung Bersaing.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 79
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pihak-pihak lain yang berkepentingan”, adalah pihak-pihak selain eksportir, eksportir produsen, pemohon, importir, dan pemerintah negara pengekspor tertentu, yang berdasarkan pertimbangan KPPI, diperlukan dalam suatu penyelidikan tergantung pada masing-masing kasus yang sedang diselidiki.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional” adalah pertimbangan seluruh kepentingan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan Tindakan Pengamanan diantaranya:
Proses mempertimbangkan kepentingan nasional dilakukan oleh Menteri setelah menerima rekomendasi pengenaan Tindakan Pengamanan dari KPPI. Menteri membahas rekomendasi tersebut dalam suatu pembahasan yang melibatkan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan kebijakan Tindakan Pengamanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Pertimbangan kemudahan pelaksanaan pemungutan dalam ayat ini tidak mengurangi kewajiban menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional” adalah pertimbangan seluruh kepentingan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan Tindakan Pengamanan, diantaranya:
Proses mempertimbangkan kepentingan nasional dilakukan oleh Menteri setelah menerima rekomendasi pengenaan Tindakan Pengamanan dari KPPI. Menteri membahas rekomendasi tersebut dalam suatu pembahasan yang melibatkan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan kebijakan Tindakan Pengamanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pertimbangan kemudahan pelaksanaan pemungutan dalam ayat ini tidak mengurangi kewajiban menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pertimbangan dalam rangka kepentingan nasional” adalah pertimbangan seluruh kepentingan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan Tindakan Pengamanan, diantaranya:
Proses mempertimbangkan kepentingan nasional dilakukan oleh Menteri setelah menerima rekomendasi pengenaan Tindakan Pengamanan dari KPPI. Menteri membahas rekomendasi tersebut dalam suatu pembahasan yang melibatkan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan kebijakan Tindakan Pengamanan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Pertimbangan kemudahan pelaksanaan pemungutan dalam ayat ini tidak mengurangi kewajiban menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 88
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dalam jangka waktu yang cukup” adalah permohonan diajukan 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya Tindakan Pengamanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Yang dimaksud dengan “Committee on Anti-dumping Practices” adalah badan pada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang memonitor implementasi WTO Agreement on Anti-dumping.
Yang dimaksud dengan “Committee on Subsidies and Counterveiling Measures” adalah badan pada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang memonitor implementasi WTO Agreement on Subsidies and Counterveiling Measures.
Pasal 92
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Committee on Safeguards” adalah badan pada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang memonitor implementasi WTO Agreement on Safeguards.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Independen dalam ketentuan ini adalah dalam pelaksanaan fungsi penyelidikan
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5225
|