Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
||||
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa pengelolaan keuangan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara dapat menimbulkan hak pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, termasuk piutang negara atau piutang daerah yang saat ini diurus oleh panitia urusan piutang negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara;
|
|||
b.
|
bahwa dengan adanya piutang negara yang diurus oleh panitia urusan piutang negara dan belum terselesaikannya kewajiban para penanggung utang atau penjamin utang sebagaimana mestinya maka perlu memperkuat tugas dan fungsi panitia urusan piutang negara sekaligus memperkaya upaya penagihan, dan melakukan tindakan keperdataan serta tindakan layanan publik;
|
|||
c.
|
bahwa untuk memperkuat tugas dan wewenang pengurusan piutang negara oleh panitia urusan piutang negara, perlu mengatur pengurusan piutang negara oleh panitia urusan piutang negara;
|
|||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengurusan Piutang Negara Oleh Panitia Urusan Piutang Negara;
|
|||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
|
|||
2.
|
Panitia Urusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental yang meliputi PUPN pusat dan PUPN cabang.
|
|||
3.
|
Kantor Pelayanan adalah instansi vertikal direktorat jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi Piutang Negara.
|
|||
4.
|
Penanggung Utang adalah badan dan/atau orang yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
|
|||
5.
|
Penjamin Utang adalah badan dan/atau orang yang menjamin penyelesaian sebagian atau seluruh utang Penanggung Utang.
|
|||
6.
|
Pihak yang Memperoleh Hak adalah orang atau badan yang karena adanya perbuatan, hubungan hukum dan/atau peristiwa hukum telah menerima pengalihan atas kepemilikan uang, surat berharga dan/atau barang dari Penanggung Utang/Penjamin Utang.
|
|||
7.
|
Penyerah Piutang adalah instansi yang menyerahkan pengurusan Piutang Negara kepada PUPN.
|
|||
8.
|
Juru Sita adalah pegawai negeri sipil pada direktorat jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi Piutang Negara, yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab kejurusitaan.
|
|||
9.
|
Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat SP3N adalah surat yang diterbitkan oleh PUPN berisi pernyataan menerima penyerahan pengurusan Piutang Negara dari Penyerah Piutang.
|
|||
10.
|
Pernyataan Bersama yang selanjutnya disingkat PB adalah kesepakatan antara PUPN dan Penanggung Utang tentang jumlah utang yang wajib dilunasi, cara penyelesaiannya, dan sanksi.
|
|||
11.
|
Surat Paksa yang selanjutnya disingkat SP adalah surat perintah yang diterbitkan PUPN kepada Penanggung Utang untuk membayar sekaligus seluruh utangnya dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal diberitahukan.
|
|||
12.
|
Surat Perintah Penyitaan yang selanjutnya disingkat SPP adalah surat perintah dari PUPN untuk melakukan penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lain milik Penanggung Utang/Penjamin Utang.
|
|||
13.
|
Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan yang selanjutnya disingkat SPPBS adalah surat perintah dari PUPN untuk menjual barang jaminan/harta kekayaan lain milik Penanggung Utang/Penjamin Utang yang telah dilakukan penyitaan.
|
|||
14.
|
Penetapan Piutang Negara Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih yang selanjutnya disingkat PSBDT adalah pernyataan dari PUPN bahwa Piutang Negara telah diurus optimal dan masih terdapat sisa utang.
|
|||
15.
|
Paksa Badan adalah pengekangan kebebasan untuk sementara waktu terhadap diri pribadi Penanggung Utang/Penjamin Utang atau Pihak yang Memperoleh Hak yang menurut ketentuan peraturan perundang undangan bertanggung jawab secara hukum atas Piutang Negara.
|
|||
16.
|
Barang Jaminan adalah harta kekayaan milik Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang yang diserahkan sebagai jaminan penyelesaian utang.
|
|||
17.
|
Harta Kekayaan Lain adalah harta kekayaan milik Penanggung Utang atau Pihak yang Memperoleh Hak yang tidak dilakukan pengikatan sebagai jaminan utang namun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi jaminan penyelesaian utang.
|
|||
18.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||||
(1)
|
Piutang Negara yang diatur dalam Peraturan Pemerintah m1 meliputi piutang pemerintah pusat/pemerintah daerah.
|
|||
(2)
|
Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk:
|
|||
a. | Piutang Negara yang penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan; dan | |||
b. | Piutang Negara yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN. | |||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
(1)
|
didukung dokumen sumber atau dokumen pendukung yang memadai sehingga dapat dibuktikan subjek hukum yang harus bertanggung jawab terhadap penyelesaiannya; dan
|
|||
(2)
|
Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:
|
|||
|
a.
|
didukung dokumen sumber atau dokumen pendukung yang memadai sehingga dapat dibuktikan subjek hukum yang harus bertanggung jawab terhadap penyelesaiannya; dan
|
||
|
b.
|
didukung dokumen sumber pendukung yang memadai dipastikan jumlah/besarannya.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Penanggung Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
|
|||
|
a.
|
orang perseorangan yang berkedudukan sebagai pihak yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun termasuk obligor;
|
||
|
b.
|
badan hukum perseroan dan badan hukum yayasan/koperasi, dengan pihak yang bertanggung jawab:
|
||
|
|
1.
|
direksi atau pengurus perusahaan atau yayasan atau koperasi;
|
|
|
|
2.
|
anggota dewan komisaris atau dewan pengawas; dan/atau
|
|
|
|
3.
|
pemegang saham, dalam hal:
|
|
|
|
|
a)
|
secara langsung atau tidak langsung memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;
|
|
|
|
b)
|
terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam perseroan; atau
|
|
|
|
c)
|
secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan.
|
|
c.
|
badan usaha berupa firma, commanditer uennootschap, atau persekutuan perdata, termasuk para sekutu dan/atau sekutu pengurus, dan/atau orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan untuk menjalankan kegiatan usaha pada firma, commanditer uennootschap, atau persekutuan perdata;
|
||
|
d.
|
badan usaha berupa kerja sama operasi, termasuk:
|
||
|
|
1.
|
pimpinan atau jabatan yang setingkat, bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas seluruh Piutang Negara dari Penanggung Utang;
|
|
|
|
2.
|
orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan untuk menjalankan kegiatan usaha pada kerja sama operasi, bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas seluruh Piutang Negara dari Penanggung Utang; dan/atau
|
|
|
|
3.
|
pemilik modal bertanggung jawab atas Piutang Negara dari Penanggung Utang secara proporsional berdasarkan porsi kepemilikan modal terhadap Piutang Negara dari Penanggung Utang;
|
|
|
e.
|
badan hukum atau badan usaha lainnya, termasuk:
|
||
|
|
1.
|
pimpinan atau jabatan yang setingkat, bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas seluruh Piutang Negara dari Penanggung Utang;
|
|
|
|
2.
|
orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan untuk menjalankan kegiatan badan, bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas seluruh Piutang Negara dari Penanggung Utang; dan/atau
|
|
|
|
3.
|
pemilik modal bertanggung jawab atas Piutang Negara dari Penanggung Utang secara proporsional berdasarkan porsi kepemilikan saham atau modal terhadap Piutang Negara dari Penanggung Utang;
|
|
|
f.
|
ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan, yang bertanggung jawab atas Piutang Negara paling banyak sejumlah harta warisan yang belum terbagi, dalam hal Penanggung Utang telah meninggal dunia dan harta warisan belum terbagi;
|
||
|
g.
|
ahli waris yang bertanggung jawab atas Piutang Negara paling banyak sebesar porsi harta warisan yang diterima oleh masing-masing ahli waris, dalam hal Penanggung Utang telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi; dan/atau
|
||
|
h.
|
pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan yang bertanggung jawab atas Piutang Negara sebesar:
|
||
|
|
1.
|
jumlah harta orang yang berada dalam pengampuannya; atau
|
|
|
|
2.
|
seluruh utang dari Penanggung Utang, dalam hal pejabat dapat membuktikan bahwa pengampu yang bersangkutan mendapat manfaat dari pelaksanaan kepengurusan harta tersebut.
|
|
(2)
|
Penjamin Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
Penjamin Utang pribadi;
|
||
|
b.
|
penjamin atas pembayaran wesel; atau
|
||
|
c.
|
pengurus badan usaha atau badan hukum yang mengikat diri sebagai penjamin.
|
||
(3)
|
Dalam hal Penanggung Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Penjamin Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi kewajiban atau tidak diketahui lagi keberadaannya, utang dapat ditagihkan kepada Pihak yang Memperoleh Hak, termasuk kepada:
|
|||
|
a.
|
keluarga dalam hubungan darah ke atas, ke bawah, atau ke samping sampai derajat kedua; dan/atau
|
||
|
b.
|
suami/istri.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mempunyai hak mendahului terkait pembayaran untuk tagihan meliputi:
|
||||
a.
|
pokok utang;
|
|||
b.
|
bunga;
|
|||
c.
|
denda;
|
|||
d.
|
ongkos/biaya lain; dan
|
|||
e.
|
biaya administrasi pengurusan Piutang Negara.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG PUPN Pasal 6 |
||||
(1)
|
PUPN mempunyai tugas:
|
|||
|
a.
|
mengurus Piutang Negara yang berasal dari Penyerah Piutang berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun;
|
||
|
b.
|
mengurus Piutang Negara tanpa menunggu penyerahan dari Penyerah Piutang dalam hal berdasarkan pertimbangan PUPN, Piutang Negara tersebut harus segera diurus; dan
|
||
|
c.
|
melakukan pengawasan terhadap penyaluran kredit, pembiayaan, dan/atau dana talangan yang telah dikeluarkan pemerintah pusat/pemerintah daerah yang berpotensi menimbulkan Piutang Negara macet, termasuk yang disalurkan melalui mekanisme penerusan pinjaman (channeling) atau pembagian risiko (risk sharing).
|
||
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
|||
|
a.
|
pengurusan Piutang Negara tanpa menunggu penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan
|
||
|
b.
|
pengawasan terhadap penyaluran kredit, pembiayaan, dan/atau dana talangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
|
||
|
diatur dalam Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Dalam melaksanakan tugas pengurusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, PUPN berwenang menerbitkan:
|
|||
|
a.
|
SP3N;
|
||
|
b.
|
surat penolakan pengurusan Piutang Negara;
|
||
|
c.
|
surat pengembalian pengurusan Piutang Negara;
|
||
|
d.
|
PB;
|
||
|
e.
|
surat koreksi atau perubahan besaran Piutang Negara;
|
||
|
f.
|
SP;
|
||
|
g.
|
SPP;
|
||
|
h.
|
surat permintaan sita persamaan;
|
||
|
i.
|
surat perintah pengangkatan sita;
|
||
|
J.
|
SPPBS;
|
||
|
k.
|
surat persetujuan atau penolakan penjualan tanpa melalui lelang;
|
||
|
l.
|
penetapan nilai limit lelang, nilai persetujuan penjualan tanpa melalui lelang atau nilai penebusan di bawah nilai pengikatan;
|
||
|
m.
|
surat pernyataan pengurusan Piutang Negara lunas;
|
||
|
n.
|
surat pernyataan pengurusan Piutang Negara selesai;
|
||
|
o.
|
PSBDT;
|
||
|
p.
|
surat pernyataan pencabutan PSBDT;
|
||
|
q.
|
surat persetujuan atau penolakan penarikan Piutang Negara;
|
||
|
r.
|
surat pengajuan usul pelaksanaan pencegahan ke luar wilayah Indonesia;
|
||
|
s.
|
surat persetujuan atau penolakan rencana Paksa Badan;
|
||
|
t.
|
surat permintaan izin Paksa Badan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi;
|
||
|
u.
|
surat perintah Paksa Badan/perintah perpanjangan Paksa Badan/perintah pembebasan Paksa Badan;
|
||
|
v.
|
surat pemberitahuan Piutang Negara telah dihapuskan secara mutlak;
|
||
|
w.
|
surat permintaan kepada kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah/instansi yang berwenang untuk menjelaskan penyaluran kredit/pembiayaan/dana talangan yang telah dikeluarkan;
|
||
|
x.
|
surat penyampaian daftar Penanggung Utang/Penjamin Utang kepada kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah/badan lain yang berwenang untuk dilakukan tindakan keperdataan dan/atau tindakan layanan publik;
|
||
|
y.
|
surat permintaan bantuan kepada jaksa dalam hal terbukti ada penyalahgunaan pemakaian kredit, pembiayaan, dan/atau dana talangan oleh pihak penanggung utang;
|
||
|
z.
|
surat permintaan pengosongan Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain yang terjual lelang;
|
||
|
aa.
|
surat permintaan informasi data keuangan dapat berupa rekening tabungan, deposito, giro, rekening efek, data transaksi dan surat berharga milik Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang atau Pihak yang Memperoleh Hak kepada kementerian/lembaga/badan-badan yang berwenang;
|
||
|
bb.
|
surat permintaan pemblokiran Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain, termasuk pemblokiran surat berharga yang ditransaksikan di bursa dan harta kekayaan yang tersimpan di lembaga jasa keuangan; dan
|
||
|
cc.
|
surat permintaan pembatalan peralihan dan/atau pendaftaran hak, dalam hal Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain dilakukan peralihan dan/atau pendaftaran hak oleh pihak lain tidak sesuai ketentuan.
|
||
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja dan hubungan PUPN pusat dan PUPN cabang diatur dalam Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB III
PENYERAHAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA
|
||||
(1)
|
PUPN menerima pengurusan Piutang Negara yang diserahkan Penyerah Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
|
|||
(2)
|
Penyerahan Piutang Negara kepada PUPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan kewajiban bagi Penyerah Piutang jika telah memenuhi kriteria:
|
|||
|
a.
|
dilakukan proses penyelesaian terlebih dahulu di tingkat Penyerah Piutang; dan
|
||
|
b.
|
ditetapkan adanya dan besarnya Piutang Negara telah pasti menurut hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
Penyerah Piutang menghentikan pembebanan bunga, denda, ongkos/biaya lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat pengurusan Piutang Negara diserahkan kepada PUPN.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penyerahan pengurusan Piutang Negara kepada PUPN diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB IV
PENERIMAAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA DAN PEMANGGILAN
|
||||
PUPN menindaklanjuti penyerahan pengurusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dengan cara:
|
||||
a.
|
melaksanakan penelitian terhadap berkas penyerahan Piutang Negara untuk membuktikan Penyerah Piutang telah memastikan adanya dan besarnya Piutang Negara yang pasti menurut hukum; dan
|
|||
b.
|
menerima penyerahan pengurusan Piutang Negara dengan menerbitkan SP3N, jika memenuhi persyaratan dan sesuai hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||
SP3N memuat paling sedikit: | ||||
a.
|
nomor dan tanggal surat penyerahan pengurusan Piutang Negara;
|
|||
b.
|
identitas Penyerah Piutang dan Penanggung Utang;
|
|||
c.
|
pernyataan menerima pengurusan Piutang Negara;
|
|||
d.
|
rincian dan jumlah Piutang Negara yang telah ditetapkan adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum oleh Penyerah Piutang;
|
|||
e.
|
uraian barang jaminan, jika ada; dan
|
|||
f.
|
klausula bahwa piutang dimaksud tetap dalam neraca Penyerah Piutang.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Sejak SP3N diterbitkan, pengurusan Piutang Negara beralih kepada PUPN.
|
|||
(2)
|
Dalam hal piutang didukung dengan Barang Jaminan, Penyerah Piutang harus menyerahkan semua dokumen terkait Barang Jaminan.
|
|||
(3)
|
Jika Penyerah Piutang tidak menyerahkan semua dokumen Barang Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PUPN mengembalikan penyerahan pengurusan Piutang Negara kepada Penyerah Piutang.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||
Berdasarkan SP3N, dilakukan pemanggilan kepada Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan pengurusan Piutang Negara dan pemanggilan diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB V
PERNYATAAN BERSAMA
|
||||
(1)
|
Setelah diterbitkan SP3N dan jika Penanggung Utang memenuhi panggilan, PUPN menyampaikan jumlah Piutang Negara yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum untuk dituangkan dalam PB.
|
|||
(2)
|
PB berirah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" mempunyai kekuatan eksekutorial dan kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan dalam perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara.
|
|||
(3)
|
PB memuat paling sedikit:
|
|||
|
a.
|
irah-irah;
|
||
|
b.
|
identitas Penanggung Utang;
|
||
|
c.
|
identitas Penyerah Piutang;
|
||
|
d.
|
besarnya Piutang Negara dengan rincian terdiri atas utang pokok, bunga, denda dan/atau ongkos/beban lain;
|
||
|
e.
|
besarnya biaya administrasi pengurusan Piutang Negara;
|
||
|
f.
|
pengakuan utang oleh Penanggung Utang;
|
||
|
g.
|
kesanggupan Penanggung Utang untuk menyelesaikan utang dan cara penyelesaiannya;
|
||
|
h.
|
sanksi jika tidak memenuhi cara penyelesaiannya;
|
||
|
i.
|
janji mengosongkan Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain yang terjual lelang;
|
||
|
J.
|
tanggal penandatanganan;
|
||
|
k.
|
tanda tangan PUPN Cabang;
|
||
|
l.
|
tanda tangan Penanggung Utang atau kuasanya di atas meterai cukup; dan
|
||
|
m.
|
tanda tangan para saksi.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||
Dalam hal Penanggung Utang mengakui utang namun tidak sanggup memenuhi cara penyelesaian, PB tetap dibuat.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||
(1)
|
PUPN memberikan surat peringatan kepada Penanggung Utang yang tidak melaksanakan PB.
|
|||
(2)
|
Ketentuan mengenai tata cara surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VI
SURAT PAKSA
|
||||
Dalam hal:
|
||||
a.
|
Penanggung Utang tidak memenuhi pemanggilan;
|
|||
b.
|
Penanggung Utang tidak mematuhi kewajiban yang ditetapkan dalam PB, setelah terlebih dahulu diberi peringatan tertulis;
|
|||
c.
|
PB tidak dapat dibuat karena Penanggung Utang tidak mengakui jumlah utang baik sebagian atau seluruhnya;
|
|||
d.
|
PB tidak dapat dibuat karena Penanggung Utang mengakui jumlah utang, tetapi menolak menandatangani PB; atau
|
|||
e.
|
Penanggung Utang mengakui jumlah utang dan menandatangani PB namun tidak sanggup memenuhi cara penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
|
|||
PUPN melakukan penagihan Piutang Negara sekaligus dengan SP.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||
(1)
|
PUPN menetapkan SP.
|
|||
(2)
|
SP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti putusan pengadilan dalam perkara perdata yang berkekuatan hukum tetap yang memiliki irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
|
|||
(3)
|
SP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling sedikit:
|
|||
|
a.
|
irah-irah;
|
||
|
b.
|
identitas Penyerah Piutang serta nomor dan tanggal surat penyerahan pengurusan Piutang Negara;
|
||
|
c.
|
identitas Penanggung Utang;
|
||
|
d.
|
penetapan jumlah Piutang Negara yang harus diselesaikan berikut biaya administrasi pengurusan Piutang Negara;
|
||
|
e.
|
alasan yang menjadi dasar penagihan;
|
||
|
f.
|
dasar hukum penerbitan SP; dan
|
||
|
g.
|
perintah kepada Penanggung Utang untuk melunasi seluruh utangnya dalam jangka waktu 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal pemberitahuan SP.
|
||
(4)
|
Jika Penanggung Utang tidak mempunyai tempat tinggal/kediaman yang dikenal di wilayah hukum Indonesia atau menghilang, SP diberitahukan dengan:
|
|||
|
a.
|
menempelkan salinan SP di papan pengumuman kantor PUPN/Kantor Pelayanan yang menerbitkan SP;
|
||
|
b.
|
dimuat dalam surat kabar harian atau situs web direktorat jenderal yang membidangi Piutang Negara; dan/atau
|
||
|
c.
|
dimuat dalam berita negara.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||
SP diberitahukan kepada Penanggung Utang oleh Juru Sita disaksikan 2 (dua) orang saksi dengan membacakan dan menyerahkan salinan SP serta dituangkan dalam berita acara pemberitahuan SP.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||||
Pemberitahuan SP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik secara daring.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai SP dan pemberitahuan SP diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB VII
PEMBLOKIRAN DAN PENYITAAN Bagian Kesatu Pemblokiran
|
||||
(1)
|
Pemblokiran Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain dilakukan terhadap barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak milik Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang, yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau tempat lain, termasuk:
|
|||
|
a.
|
barang dalam penguasaan pihak lain;
|
||
|
b.
|
barang dibebani dengan hak tanggungan/hipotik/fidusia;
|
||
|
c.
|
uang dan/atau harta kekayaan yang tersimpan di lembaga jasa keuangan;
|
||
|
d.
|
obligasi, saham, dan surat berharga lainnya;
|
||
|
e.
|
barang tidak berwujud termasuk hak kekayaan intelektual;
|
||
|
f.
|
piutang/tagihan;
|
||
|
g.
|
penyertaan modal pada perusahaan lain;
|
||
|
h.
|
harta milik Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang yang telah diwariskan kepada ahli waris; dan/atau
|
||
|
i.
|
barang milik Pihak yang Memperoleh Hak.
|
||
(2)
|
Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah diterbitkan SP3N.
|
|||
(3)
|
Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1} dilakukan oleh PUPN dengan menerbitkan surat permintaan pemblokiran kepada instansi/pejabat yang mempunyai kewenangan dalam pendaftaran/pencatatan hak.
|
|||
(4)
|
Instansi/pejabat yang mempunyai kewenangan dalam pendaftaran/pencatatan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus melakukan pemblokiran sesuai surat permintaan PUPN.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||
(1)
|
Pemblokiran terhadap Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Utang, dapat dilakukan tanpa menunggu Barang Jaminan habis terjual lelang/dicairkan.
|
|||
(2)
|
Pemblokiran terhadap harta kekayaan milik Penjamin Utang yang bersifat jaminan pribadi (personal guarantee) dapat dilakukan tanpa menunggu kekayaan Penanggung Utang habis.
|
|||
(3)
|
Pemblokiran dapat dilakukan terhadap harta kekayaan penjamin di luar yang dijaminkan dalam hal harta yang dijaminkan diperkirakan nilainya lebih rendah dari nilai jaminan awal.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penyitaan
|
||||
(1)
|
Penyitaan Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain dilakukan terhadap barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak milik Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang, yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau tempat lain, termasuk:
|
|||
|
a.
|
barang dalam penguasaan pihak lain;
|
||
|
b.
|
barang dibebani dengan hak tanggungan/hipotik/fidusia;
|
||
|
c.
|
uang dan/atau harta kekayaan yang tersimpan di lembaga jasa keuangan;
|
||
|
d.
|
obligasi, saham, dan surat berharga lainnya;
|
||
|
e.
|
barang tidak berwujud termasuk hak kekayaan intelektual;
|
||
|
f.
|
piutang/tagihan;
|
||
|
g.
|
penyertaan modal pada perusahaan lain;
|
||
|
h.
|
harta milik Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang yang telah diwariskan kepada ahli waris; dan/atau
|
||
|
i.
|
barang milik Pihak yang Memperoleh Hak.
|
||
(2)
|
Penyitaan Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak SP diberitahukan Penanggung Utang tidak melakukan pelunasan.
|
|||
(3)
|
PUPN menerbitkan SPP untuk melakukan penyitaan.
|
|||
(4)
|
SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:
|
|||
|
a.
|
pertimbangan diterbitkannya SPP;
|
||
|
b.
|
dasar hukum diterbitkannya SPP;
|
||
|
c.
|
perintah kepada kepala Kantor Pelayanan untuk menugaskan Juru Sita melakukan penyitaan; dan
|
||
|
d.
|
uraian barang yang disita.
|
||
(5)
|
Berdasarkan SPP Juru Sita melakukan penyitaan dengan dibantu 2 (dua) orang saksi.
|
|||
(6)
|
Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain yang telah dilakukan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan pendayagunaan oleh PUPN dan hasilnya digunakan untuk mengurangi utang Penanggung Utang.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
||||
(1)
|
Penyitaan terhadap Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Utang, dapat dilakukan tanpa menunggu Barang Jaminan habis terjual lelang/dicairkan.
|
|||
(2)
|
Penyitaan terhadap harta kekayaan milik Penjamin Utang dapat dilakukan terlebih dahulu tanpa menunggu harta kekayaan Penanggung Utang habis, dalam hal Penjamin Utang melepaskan hak istimewanya.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Ketentuan Setelah Pemblokiran dan Penyitaan Pasal 28 |
||||
(1)
|
Pihak manapun dilarang melakukan peralihan dan/atau pendaftaran hak terhadap:
|
|||
|
a.
|
Barang Jaminan; dan/atau
|
||
|
b.
|
Harta Kekayaan Lain yang dilakukan pemblokiran atau penyitaan.
|
||
(2)
|
Dalam hal Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan peralihan dan/atau pendaftaran hak, PUPN berwenang mengajukan pembatalan peralihan dan/atau pendaftaran hak.
|
|||
(3)
|
Instansi/pejabat yang melakukan peralihan dan/atau pendaftaran hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pembatalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 29 |
||||
Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain yang telah dilakukan penyitaan oleh PUPN, tidak dapat dilakukan penyitaan oleh pihak lain kecuali dengan meminta sita persamaan.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 30 |
||||
Pemblokiran dan/atau pencatatan/pendaftaran penyitaan yang dilakukan PUPN berlaku sampai dengan Piutang Negara lunas/selesai atau tidak lagi diurus oleh PUPN.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 31 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemblokiran, pencabutan pemblokiran, penyitaan, pencatatan/pendaftaran penyitaan, dan pengangkatan penyitaan diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB VIII
LELANG DAN PENGALIHAN HAK SECARA PAKSA Bagian Kesatu Lelang Pasal 32 |
||||
(1)
|
Lelang dilaksanakan terhadap Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain yang telah dilakukan penyitaan terhadap Penanggung Utang yang tidak menyelesaikan utangnya.
|
|||
(2)
|
Dalam hal lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terjual, pada lelang berikutnya Penyerah Piutang yang menyerahkan pengurusan piutangnya kepada PUPN dapat menjadi pembeli dalam pelaksanaan lelang tersebut dan hasilnya diperhitungkan sebagai pengurang utang Penanggung Utang.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 33 |
||||
(1)
|
PUPN menerbitkan SPPBS untuk melaksanakan lelang.
|
|||
(2)
|
SPPBS memuat paling sedikit:
|
|||
|
a.
|
pertimbangan hukum diterbitkannya SPPBS;
|
||
|
b.
|
dasar hukum penerbitan SPPBS;
|
||
|
c.
|
perintah kepada kepala Kantor Pelayanan untuk melaksanakan lelang; dan
|
||
|
d.
|
uraian barang sitaan yang akan dilelang.
|
||
(3)
|
SPPBS diberitahukan secara tertulis kepada:
|
|||
|
a.
|
Penanggung Utang;
|
||
|
b.
|
Penjamin Utang; dan/atau
|
||
|
c.
|
Pihak yang Memperoleh Hak.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 34 |
||||
(1)
|
Lelang Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Utang, dapat dilakukan tanpa menunggu Barang Jaminan habis terjual lelang/dicairkan/dialihkan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Penjamin Utang melepaskan hak istimewanya, lelang harta kekayaan milik Penjamin Utang dapat dilakukan terlebih dahulu tanpa menunggu harta kekayaan Penanggung Utang habis.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 35 |
||||
Nilai limit barang yang akan dilelang ditetapkan oleh PUPN berdasarkan laporan penilaian yang masih berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 36 |
||||
(1)
|
Penanggung Utang/Penjamin Utang/penghuni/Pihak yang Memperoleh Hak wajib mengosongkan Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain setelah terjual lelang.
|
|||
(2)
|
PUPN menerbitkan surat permintaan pengosongan Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain kepada Penanggung Utang/Penjamin Utang/Pihak yang Memperoleh Hak.
|
|||
(3)
|
Apabila dalam waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak surat permintaan pengosongan disampaikan oleh Juru Sita, Penanggung Utang/Penjamin Utang/Pihak yang Memperoleh Hak tidak mengosongkan objek yang telah terjual lelang, PUPN melakukan upaya pengosongan secara persuasif dengan didampingi aparat kepolisian setempat.
|
|||
(4)
|
Jika upaya pengosongan secara persuasif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencapai kesepakatan, pembeli lelang dapat mengajukan permohonan penetapan pengosongan ke pengadilan negeri di wilayah hukumnya untuk melakukan pengosongan secara paksa demi hukum.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 37 |
||||
(1)
|
Dalam hal hak atas tanah dan/atau bangunan yang merupakan objek lelang telah habis masa berlakunya, lelang atas permintaan PUPN tetap dapat dilaksanakan tanpa terlebih dahulu dilakukan perpanjangan haknya.
|
|||
(2)
|
Dalam hal hak atas tanah dan/atau bangunan yang akan dilelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hak sekunder yang berdiri di atas hak pengelolaan atau hak milik, terlebih dahulu meminta persetujuan pemegang hak pengelolaan atau hak milik.
|
|||
(3)
|
Pembeli yang ditetapkan sebagai pemenang dalam suatu lelang atas tanah dan/atau bangunan yang telah habis masa berlakunya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak untuk memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan berdasarkan risalah lelang.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pengalihan Hak Secara Paksa Pasal 38 |
||||
(1)
|
Selain lelang, PUPN berwenang melakukan pengalihan hak secara paksa terhadap Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain dengan kriteria khusus yang telah dilakukan penyitaan.
|
|||
(2)
|
Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain dengan kriteria khusus yang dapat dilakukan pengalihan hak secara paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
|||
|
a.
|
uang tunai;
|
||
|
b.
|
aset digital/kripto;
|
||
|
c.
|
kekayaan yang tersimpan pada lembaga jasa keuangan seperti deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
|
||
|
d.
|
obligasi, saham atau surat berharga lainnya;
|
||
|
e.
|
piutang/tagihan; dan/atau
|
||
|
f.
|
penyertaan modal pada perusahaan lainnya.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 39 |
||||
(1)
|
Pengalihan hak secara paksa Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Utang, dapat dilakukan tanpa menunggu barang jaminan habis terjual lelang/dicairkan/dialihkan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Penjamin Utang melepaskan hak istimewanya, pengalihan hak secara paksa harta kekayaan milik Penjamin Utang, dapat dilakukan terlebih dahulu tanpa menunggu harta kekayaan Penanggung Utang habis.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 40 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
||||
a.
|
permohonan lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32;
|
|||
b.
|
nilai limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;
|
|||
c.
|
pengosongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36; dan
|
|||
d.
|
pengalihan hak secara paksa selain melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,
|
|||
diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 41 |
||||
(1)
|
Hasil penagihan Piutang Negara disetorkan ke kas negara/daerah atau Penyerah Piutang.
|
|||
(2)
|
Ketentuan mengenai penyetoran ke kas negara/daerah atau Penyerah Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB IX
PENJUALAN TANPA MELALUI LELANG DAN PENEBUSAN Pasal 42 |
||||
Penanggung Utang/Penjamin Utang/Pihak yang Memperoleh Hak atau ahli warisnya selaku pemilik Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain dapat mengajukan penjualan kepada pihak ketiga tanpa melalui lelang untuk penyelesaian utang, dengan persetujuan PUPN.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 43 |
||||
(1)
|
Penjamin Utang atau ahli warisnya dapat mengajukan permohonan untuk menebus barang jaminan miliknya sebesar nilai pembebanan hak tanggungan/fidusia/hipotik dengan persetujuan PUPN untuk penyelesaian utang.
|
|||
(2)
|
Penebusan sebesar nilai pembebanan hak tanggungan/fidusia/hipotik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh diajukan oleh Penanggung Utang atau Penjamin Utang yang menjamin seluruh utang Penanggung Utang.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 44 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
||||
a.
|
penjualan tanpa melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42; dan
|
|||
b.
|
penebusan sebesar atau di bawah nilai pembebanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43,
|
|||
diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB X
PENCEGAHAN KE LUAR WILAYAH INDONESIA Pasal 45 |
||||
(1)
|
Objek pencegahan ke luar wilayah Indonesia merupakan:
|
|||
|
a.
|
Penanggung Utang;
|
||
|
b.
|
Penjamin Utang; dan/atau
|
||
|
c.
|
Pihak yang Memperoleh Hak,
|
||
|
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
|
|||
(2)
|
Jika memenuhi kriteria:
|
|||
|
a.
|
sudah diterbitkan SP3N;
|
||
|
b.
|
jumlah sisa kewajiban lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), atau kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tetapi sering bepergian keluar wilayah Indonesia; dan
|
||
|
c.
|
tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan utang,
|
||
|
objek pencegahan ke luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pencegahan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 46 |
||||
(1)
|
PUPN berwenang mengajukan usul pencegahan ke luar wilayah Indonesia terhadap objek pencegahan kepada Menteri.
|
|||
(2)
|
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan surat keputusan pencegahan ke luar wilayah Indonesia terhadap objek pencegahan.
|
|||
(3)
|
Menteri dapat memberikan mandat kepada direktur jenderal yang membidangi Piutang Negara untuk menerbitkan keputusan pencegahan ke luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
(4)
|
Jangka waktu pencegahan ke luar wilayah Indonesia sesuai surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 47 |
||||
Pencegahan ke luar wilayah Indonesia dapat dilakukan dengan penerbitan keputusan baru setelah berakhirnya perpanjangan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4).
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 48 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencegahan ke luar wilayah Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB XI
TINDAKAN KEPERDATAAN DAN/ATAU TINDAKAN LAYANAN PUBLIK Pasal 49 |
||||
(1)
|
Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang atau Pihak yang Memperoleh Hak dapat dikenakan tindakan:
|
|||
|
a.
|
keperdataan; dan/atau
|
||
|
b.
|
layanan publik.
|
||
(2)
|
Jika memenuhi kriteria:
|
|||
|
a.
|
jumlah sisa kewajiban paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
|
||
|
b.
|
tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan utang; dan
|
||
|
c.
|
sudah diberitahukan SP,
|
||
|
dilakukan tindakan keperdataan dan/atau tindakan layanan publik terhadap Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang atau Pihak yang Memperoleh Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(3)
|
Dalam hal terdapat perubahan jumlah sisa kewajiban yang melebihi Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 50 |
||||
(1)
|
Setelah SP diberitahukan kepada Penanggung Utang, PUPN mengajukan permohonan tindakan keperdataan dan/atau tindakan layanan publik kepada kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah/badan lainnya yang memiliki kewenangan.
|
|||
(2)
|
PUPN menyusun daftar Penanggung Utang/Penjamin Utang dan/atau Pihak yang Memperoleh Hak yang dikenakan tindakan keperdataan dan/atau tindakan layanan publik.
|
|||
(3)
|
Berdasarkan permohonan dan daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah/badan lainnya yang memiliki kewenangan dalam memberikan layanan keperdataan/layanan publik harus melakukan tindakan keperdataan/tindakan layanan publik kepada Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang atau Pihak yang Memperoleh Hak.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 51 |
||||
(1)
|
Tindakan keperdataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a meliputi tidak memperoleh:
|
|||
|
a.
|
hak; atau
|
||
|
b.
|
pelayanan,
|
||
|
dari lembaga jasa keuangan.
|
|||
(2)
|
Tidak memperoleh hak atau pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
|||
|
a.
|
dalam memperoleh kredit dan pembiayaan;
|
||
|
b.
|
dalam membuka rekening tabungan, deposito dan giro;
|
||
|
c.
|
mendirikan atau mendaftarkan perusahaan yang bergerak di sektor lembaga jasa keuangan;
|
||
|
d.
|
menjadi pengurus, pengawas, direksi, komisaris, pemegang saham pengendali, dewan pengawas, dan pejabat eksekutif pada lembaga jasa keuangan;dan/atau
|
||
|
e.
|
melakukan transaksi efek.
|
||
(3)
|
Tindakan layanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b, dapat berupa:
|
|||
|
a.
|
penghentian layanan publik dalam bidang perizinan dapat berupa:
|
||
|
|
1.
|
perizinan di bidang perdagangan, perkebunan, kehutanan, kelautan, pertambangan minyak bumi, gas, batu hara, mineral dan tambang lainnya;
|
|
|
|
2.
|
izin mendirikan bangunan;
|
|
|
|
3.
|
pemberian status badan hukum atau badan usaha; dan/atau
|
|
|
|
4.
|
surat izin mengemudi.
|
|
|
b.
|
penghentian layanan publik dalam bidang keimigrasian dapat berupa:
|
||
|
|
1.
|
penerbitan, perpanjangan dan perubahan data paspor; dan/atau
|
|
|
|
2.
|
penerbitan kartu perjalanan bisnis berikut perpanjangannya.
|
|
|
c.
|
penghentian layanan publik dalam bidang kependudukan dan layanan masyarakat dapat berupa:
|
||
|
|
1.
|
penerbitan surat keterangan domisili/domisili perusahaan; dan/atau
|
|
|
|
2.
|
penerbitan surat keterangan berkelakuan baik atau surat keterangan catatan kepolisian.
|
|
|
d.
|
penghentian layanan publik dalam bidang perpajakan, kekayaan negara dan barang milik negara, penerimaan negara bukan pajak, kepabeanan, dan cukai, meliputi:
|
||
|
|
1.
|
layanan perpajakan dapat berupa:
|
|
|
|
|
a)
|
surat keterangan fiskal;
|
|
|
|
b)
|
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; dan/atau
|
|
|
|
c)
|
tax holiday atau tax allowance.
|
|
|
2.
|
keikutsertaan dalam pemanfaatan kekayaan negara dan barang milik negara;
|
|
|
|
3.
|
keikutsertaan dalam lelang yang diselenggarakan oleh kementerian keuangan dan balai lelang;
|
|
|
|
4.
|
keikutsertaan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penonaktifan akun dalam sistem pengadaan secara elektronik;
|
|
|
|
5.
|
layanan penerimaan negara bukan pajak pada kementerian/lembaga; dan/atau
|
|
|
|
6.
|
layanan kepabeanan dan cukai.
|
|
|
e.
|
penghentian layanan publik dalam bidang keagrariaan dan tata ruang dapat berupa:
|
||
|
|
1.
|
pendaftaran/peralihan/perpanjangan/peningkatan hak atas tanah dan/atau tanah dan bangunan;
|
|
|
|
2.
|
pendaftaran/peralihan hak tanggungan; dan/atau
|
|
|
|
3.
|
Pemblokiran hak atas tanah dan/atau tanah dan bangunan.
|
|
(4)
|
Tindakan keperdataan dan/atau tindakan layanan publik dilakukan sampai dengan Piutang Negara:
|
|||
|
a.
|
lunas;
|
||
|
b.
|
selesai; atau
|
||
|
c.
|
tidak lagi diurus oleh PUPN.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 52 |
||||
(1)
|
PUPN menyampaikan daftar Penanggung Utang/Penjamin Utang atau Pihak yang Memperoleh Hak yang dikenakan tindakan keperdataan kepada kementerian /lembaga/pemerintah daerah/badan lainnya yang berhubungan dengan pengangkatan jabatan pada badan publik baik pada lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara baik tingkat pusat maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(2)
|
Kementerian/lembaga/pemerintah daerah/badan lainnya harus mempertimbangkan daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam setiap seleksi dan pengangkatan jabatan dimaksud.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 53 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan keperdataan dan tindakan layanan publik diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB XII
PAKSA SADAN
|
||||
Objek Paksa Badan merupakan Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang atau Pihak yang Memperoleh Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 55 |
||||
(1)
|
PUPN menetapkan surat perintah Paksa Badan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal:
|
|||
|
a.
|
Penanggung Utang tidak mematuhi SP;
|
||
|
b.
|
Sisa utang Penanggung Utang paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
|
||
|
c.
|
Penanggung Utang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang, tetapi tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikannya; dan
|
||
|
d.
|
Objek Paksa Badan belum berumur 80 (delapan puluh) tahun,
|
||
|
dapat diterbitkan surat perintah Paksa Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 56 |
||||
Surat perintah Paksa Badan dapat diterbitkan terhadap objek Paksa Badan yang telah:
|
||||
a.
|
dilakukan pencegahan ke luar wilayah Indonesia atau pembatasan hak keperdataan dan/atau penghentian layanan publik; dan/atau
|
|||
b.
|
dipaksa badan untuk utang yang lain.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 57 |
||||
(1)
|
PUPN menetapkan rencana Paksa Badan.
|
|||
(2)
|
Surat perintah Paksa Badan terhadap objek Paksa Badan ditetapkan berdasarkan:
|
|||
|
a.
|
rencana Paksa Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
|
||
|
b.
|
setelah memperoleh izin dari Kepala Kejaksaan Tinggi setempat.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 58 |
||||
(1)
|
Jangka waktu Paksa Badan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak objek Paksa Badan ditempatkan dalam tempat Paksa Badan.
|
|||
(2)
|
Jangka waktu Paksa Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh PUPN sebanyak 1 (satu) kali paling lama 6 (enam) bulan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 59 |
||||
Paksa Badan dilaksanakan oleh Juru Sita dibantu 2 (dua) orang saksi berdasarkan surat perintah Paksa Badan yang ditetapkan oleh PUPN.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 60 |
||||
(1)
|
Paksa Badan dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara yang ditetapkan oleh PUPN.
|
|||
(2)
|
Dalam hal pelaksanaan Paksa Badan di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, Paksa Badan dilaksanakan di rumah/tempat Paksa Badan yang diadakan oleh Menteri.
|
|||
(3)
|
Instansi yang mengelola lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara melaksanakan permintaan Paksa Badan yang ditetapkan oleh PUPN.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 61 |
||||
Pelaksanaan Paksa Badan tidak mengurangi kewajiban pembayaran utang.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 62 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Paksa Badan diatur dengan Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB XIII
DATA DAN INFORMASI PIUTANG NEGARA Pasal 63 |
||||
(1)
|
Untuk kepentingan penyusunan kebijakan pengurusan Piutang Negara, PUPN mengelola data dan informasi Piutang Negara paling sedikit memuat:
|
|||
|
a.
|
identitas Penanggung Utang/Penjamin Utang;
|
||
|
b.
|
Penyerah Piutang;
|
||
|
c.
|
jumlah utang;
|
||
|
d.
|
angsuran; dan
|
||
|
e.
|
Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain.
|
||
(2)
|
Data dan informasi Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik.
|
|||
(3)
|
Data dan informasi Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri untuk menjadi bagian dari data pengelolaan keuangan negara.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan data dan informasi Piutang Negara diatur dalam Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 64 |
||||
PUPN melaksanakan pengelolaan data dan informasi Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 untuk mendukung:
|
||||
a.
|
pelaksanaan tindakan keperdataan dan/atau tindakan layanan publik; dan/atau
|
|||
b.
|
pengurusan Piutang Negara.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 65 |
||||
Kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah/badan lainnya harus memberikan data dan informasi pendukung pengurusan Piutang Negara yang diminta oleh PUPN untuk:
|
||||
a.
|
penyusunan kebijakan di bidang pengurusan Piutang Negara;
|
|||
b.
|
mendukung pelaksanaan tindakan keperdataan dan/atau tindakan layanan publik; dan/atau
|
|||
c.
|
mendukung pengurusan Piutang Negara.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB XIV
PEMBAYARAN DAN KERINGANAN UTANG Pasal 66 |
||||
Pembayaran utang oleh Penanggung Utang/Penjamin Utang dapat dilakukan dengan:
|
||||
a.
|
setoran tunai; dan/atau
|
|||
b.
|
penyerahan aset.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 67 |
||||
(1)
|
Penanggung Utang dapat mengajukan permohonan keringanan utang pokok, bunga, denda dan ongkos/biaya lain, serta keringanan jangka waktu penyelesaian kepada PUPN.
|
|||
(2)
|
PUPN menyampaikan permohonan Penanggung Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri.
|
|||
(3)
|
Menteri dapat memberikan:
|
|||
|
a.
|
persetujuan keringanan; atau
|
||
|
b.
|
penolakan keringanan.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 68 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran dan keringanan utang diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB XV
PIUTANG NEGARA SEMENTARA BELUM DAPAT DITAGIH Pasal 69 |
||||
Jika masih terdapat sisa Piutang Negara, namun:
|
||||
a.
|
Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utangnya atau tidak diketahui tempat tinggalnya; dan
|
|||
b.
|
Barang Jaminan tidak ada, telah terjual, ditebus, tidak lagi mempunyai nilai ekonomis, atau bermasalah yang sulit diselesaikan,
|
|||
Piutang Negara ditetapkan sebagai PSBDT oleh PUPN.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 70 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai PSBDT diatur dengan Peraturan Menteri.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB XVI
PELUNASAN DAN PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA Pasal 71 |
||||
Dalam hal Penanggung Utang telah melunasi kewajibannya, PUPN menerbitkan surat pernyataan Piutang Negara lunas.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 72 |
||||
(1)
|
Penyerah Piutang dapat mengajukan usulan penarikan pengurusan Piutang Negara kepada PUPN untuk keperluan restrukturisasi utang.
|
|||
(2)
|
Dalam hal:
|
|||
|
a.
|
restrukturisasi disetujui, PUPN menerbitkan surat persetujuan penarikan Piutang Negara; atau
|
||
|
b.
|
restrukturisasi tidak disetujui, PUPN menerbitkan surat penolakan penarikan Piutang Negara.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 73 |
||||
Setelah usul penarikan disetujui dan Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara atas penarikan pengurusan Piutang Negara telah diselesaikan, PUPN menerbitkan surat pernyataan pengurusan Piutang Negara selesai.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB XVII
PENGURUSAN PIUTANG BADAN/LEMBAGA KHUSUS/BADAN HOKUM PUBLIK Pasal 74 |
||||
(1)
|
Selain tugas dan kewenangan mengurus Piutang Negara yang berasal dari instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, PUPN dapat mengurus piutang macet pada badan/lembaga khusus/badan hukum publik yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan sebagian tugas dan kewenangan Pemerintah.
|
|||
(2)
|
Kewenangan PUPN dalam mengurus Piutang Negara berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengurusan piutang macet pada badan/lembaga khusus/badan hukum publik yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan sebagian tugas dan kewenangan pemerintah.
|
|||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurusan piutang macet pada badan/lembaga/badan hukum publik oleh PUPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB XVIII
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 75 |
||||
(1)
|
Setiap orang dilarang dengan sengaja untuk tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalangi atau menggagalkan tindakan pengurusan Piutang Negara yang dilakukan oleh PUPN.
|
|||
(2)
|
Setiap orang yang sengaja melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 76 |
||||
(1)
|
PUPN dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab terbatas pada pengurusan Piutang Negara yang dilaksanakannya.
|
|||
(2)
|
PUPN tidak bertanggung jawab terhadap permasalahan hukum dan administrasi yang terjadi saat Piutang Negara dalam pengelolaan Penyerah Piutang.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 77 |
||||
Upaya hukum oleh Penanggung Utang, Penjamin Utang, Pihak yang Memperoleh Hak atau pihak ketiga lainnya tidak dapat diajukan terhadap sahnya atau kebenaran Piutang Negara, baik di pengadilan maupun di luar pengadilan.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 78 |
||||
(1)
|
Dalam pengurusan Piutang Negara, pelaksanaan tugas dan wewenang PUPN diselenggarakan oleh unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang menangani bidang Piutang Negara.
|
|||
(2)
|
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PUPN dapat melakukan koordinasi dan/atau kerja sama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP Pasal 79 |
||||
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 80 |
||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2022 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Agustus 2022 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 171 |
||||
|
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2022
TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.
|
UMUM
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pengelolaan keuangan negara dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara, dapat menimbulkan hak pemerintah pusat/pemerintah daerah, yang di dalamnya termasuk Piutang Negara/Daerah yang saat ini diurus oleh PUPN berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. Piutang tersebut perlu dikelola dengan baik dengan melaksanakan kaidah administrasi keuangan negara, termasuk dengan memperkuat upaya penagihan, mengingat masih banyaknya piutang macet yang belum dapat ditagih, termasuk Piutang Negara yang muncul karena krisis ekonomi dan moneter.
Mengingat piutang yang diurus PUPN merupakan piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum dan para Penanggung Utang/Penjamin Utang tidak beritikad baik maka dipandang perlu untuk memperkuat tugas dan fungsi PUPN sekaligus memperkaya upaya penagihan, tidak hanya dengan melakukan pemblokiran, penyitaan, pelelangan, Paksa Badan/penyanderaan, pencegahan ke luar wilayah Indonesia, tetapi juga melakukan pembatasan keperdataan dan penghentian layanan publik. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi hak negara mengingat para Penanggung Utang/Penjamin Utang telah nyata melalaikan kewajibannya walaupun waktu sudah cukup lama. Satu hal yang krusial dan perlu dilakukan penguatan dalam pengurusan Piutang Negara oleh PUPN adalah pelaksanaan eksekusi, terutama eksekusi Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain yang memiliki jangka waktu berlakunya sertifikat/bukti kepemilikan/penguasaannya. Oleh karena itu perlu diberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan eksekusinya, sehingga hak atas tanah yang sertifikat/bukti kepemilikan telah habis masa berlakunya namun belum dicabut haknya dengan suatu keputusan pejabat yang berwenang, tetap dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan untuk mendapatkan pelunasan utang, serta pembeli diberi kepastian hukum untuk mendapatkan haknya berdasarkan risalah lelang. Di samping itu perlu pengaturan terkait kewajiban bagi Penanggung Utang/Penjamin Utang/penghuni untuk segera mengosongkan objek yang telah terjual lelang, sekaligus risiko yang harus diterimanya saat pengosongan tersebut tidak secara sukarela dilakukan, termasuk pengosongan menggunakan bantuan aparat kepolisian atau pengosongan demi hukum dengan bantuan pengadilan. Untuk memperkuat upaya penagihan dalam Peraturan Pemerintah ini juga diatur perluasan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap penyelesaian utang, tidak hanya Penanggung Utang/Penjamin Utang, tetapi juga Pihak yang Memperoleh Hak dari mereka. Hal ini penting mengingat banyak terjadi pengalihan aset dari Penanggung Hutang/Penjamin Utang kepada pihak-pihak lain untuk tujuan menyembunyikan kekayaannya atau menghindari tanggung jawab penyelesaian utang. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "piutang pemerintah pusat/pemerintah daerah" adalah piutang pada kementerian negara/lembaga, Bendahara Umum Negara/Daerah serta instansi daerah yang terkonsolidasi/tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya piutang pada Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah, serta piutang Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang disalurkan melalui Badan Usaha Milik Negara/Daerah melalui pola channeling dan risk sharing.
Selain itu piutang pemerintah pusat/pemerintah daerah juga meliputi piutang pada lembaga/komisi negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar atau undang-undang yang mendapatkan anggaran rutin dari Pemerintah dan/atau piutangnya terkonsolidasi/tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, antara lain:
Ayat (2)
Huruf a
Contoh Piutang Negara yang penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan antara lain:
Huruf b
Contoh Piutang Negara yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN berdasarkan peraturan perundang-undangan antara lain:
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Piutang Negara dimaksud termasuk:
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "obligor" adalah pemegang saham pengendali dari suatu perseroan terbatas yang berutang menurut peraturan, perjanjian, atau sebab apapun kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Perluasan Penanggung Utang/Penjamin Utang mencakup Pihak yang Memperoleh Hak sangat diperlukan untuk menutup kemungkinan pengalihan harta yang merugikan pemulihan hak negara.
Pasal 5
Penanggung Utang kepada negara/daerah yang piutangnya telah diurus PUPN mempunyai kewajiban pinjaman/utang kepada pihak lain, prioritas pengembalian adalah pengembalian kepada negara/daerah. Hak mendapatkan prioritas pembayaran ini bertujuan untuk mendudukkan negara/daerah sebagai kreditur preferen atau kreditur utama atas hasil penjualan lelang barang-barang milik Penanggung Utang/Penjamin Utang di atas kreditur lainnya.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "proses penyelesaian di tingkat Penyerah Piutang" adalah penyelesaian yang dilakukan sebelum Penyerah Piutang menyerahkan pengurusannya kepada PUPN, seperti upaya penagihan tertulis maupun upaya optimalisasi berdasarkan peraturan perundang undangan di bidang pengelolaan Piutang Negara/Daerah.
Huruf b
Pada prinsipnya Penyerah Piutang selaku pemilik piutang harus bisa membuktikan adanya dan besarnya Piutang
Negara berdasarkan dokumen sumber dan dokumen pendukung yang cukup.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Pemberitahuan SP dengan menggunakan bantuan sarana elektronik melalui media daring misalnya dengan menggunakan fasilitas video conference sehingga dapat dipastikan adanya interaksi yang cukup antara para pihak.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Pada prinsipnya semua Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain dapat dilakukan pemblokiran kecuali yang secara tegas dilarang berdasarkan undang-undang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Pada prinsipnya semua Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain dapat dilakukan penyitaan kecuali yang secara tegas dilarang oleh undang-undang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Dalam hukum perdata dikenal suatu asas bahwa terhadap satu objek penyitaan tidak dapat dilakukan sita untuk kedua kali.
Oleh karena itu Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Utang/Penjamin Utang telah disita oleh PUPN, instansi lain tidak diperbolehkan lagi meletakkan sita, kecuali meminta sita persamaan yang ditujukan kepada PUPN yang menerbitkan SPP tersebut dengan memperhatikan ketentuan hak mendahulu yang dimiliki Piutang Negara.
Piutang Negara yang terkait perkara pidana, PUPN mengembalikan pengurusannya kepada Penyerah Piutang, untuk selanjutnya diproses sesuai ketentuan pidana.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ketentuan ini tidak menghapus hak Penanggung Utang untuk menentukan urutan barang yang akan lebih dahulu dijual lelang.
Dengan demikian, jika Penanggung Utang secara resmi mengajukan urutan barang yang dijual sebelum pelaksanaan lelang maka kantor lelang negara harus memenuhinya. Namun jika Penanggung Utang tidak mengajukan, kantor lelang negara menentukan sendiri urutan barang yang dijual dengan ketentuan lelang harus dihentikan manakala hasil penjualan lelang sudah mencukupi jumlah seluruh kewajiban utang.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa perpanjangan hak terhadap hak atas tanah dan/atau bangunan yang berdiri di atas tanah negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "aset digital" adalah aset yang dapat dijaminkan termasuk aset kripto, non-fungible token yang merupakan komoditas tidak berwujud.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan utang antara lain:
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penetapan perubahan untuk mengantisipasi fluktuasi nilai uang baik berupa rupiah maupun valuta asing.
Pasal 50
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan badan lainnya adalah badan pemerintah maupun swasta, termasuk lembaga kliring dan penjaminan efek, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, bursa efek, bursa berjangka komoditi, dan Lembaga Jasa Keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Kemampuan untuk menyelesaikan utang antara lain:
Tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan utang antara lain:
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud "dengan penyerahan aset untuk pembayaran utang'' yang biasa disebut debt to asset swap adalah pembayaran utang dengan harta kekayaan yang tidak dijaminkan yang disertai dengan peralihan hak kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Contoh piutang badan/lembaga khusus/badan hukum publik yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan sebagian kewenangan Pemerintah antara lain piutang dari:
Piutang Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN selama piutang tersebut belum dipindahtangankan kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6814 |