Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 2 TAHUN 2023

     
    TENTANG

    PEDOMAN PELAKSANAAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU DENGAN TARIF BEA MASUK MELALUI USER SPECIFIC DUTY FREE SCHEME DALAM RANGKA PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG MENGENAI SUATU KEMITRAAN EKONOMI (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND JAPAN FOR AN ECONOMIC PARTNERSHIP)

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa berdasarkan tinjauan umum yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan Jepang mengenai suatu kemitraan ekonomi perlu mengatur kembali pedoman pelaksanaan pemanfaatan tarif bea masuk melalui User Specific Duty Free Scheme dalam rangka persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership);
    b.
    bahwa Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemanfaatan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemanfaatan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dengan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi pada Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum sehingga perlu diganti;
    c.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pedoman Pelaksanaan Pemanfaatan Bahan Baku dengan Tarif Bea Masuk melalui User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership);
     
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2.
    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    3.
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
    4.
    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492);
    5.
    Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengesahan Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership (Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 74);
    6.
    Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2020 tentang Kementerian Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 254);
    7.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.010/2022 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 351);
    8.
    Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 170);
     
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU DENGAN TARIF BEA MASUK MELALUI USER SPECIFIC DUTY FREE SCHEME DALAM RANGKA PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG MENGENAI SUATU KEMITRAAN EKONOMI (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND JAPAN FOR AN ECONOMIC PARTNERSHIP).
     
     
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    User Specific Duty Free Scheme yang selanjutnya disingkat USDFS adalah penetapan tarif bea masuk yang diberikan khusus kepada industri pengguna dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership).
    2.
    Bea Masuk USDFS adalah tarif bea masuk yang ditetapkan berdasarkan penetapan tarif bea masuk yang diberikan khusus kepada industri pengguna dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership).
    3.
    Bahan Baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
    4.
    Surat Keterangan Asal dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership) yang selanjutnya disebut SKA JIEPA adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Jepang.
    5.
    Industri Pengguna adalah industri yang dapat melakukan importasi Bahan Baku untuk keperluan produksi dengan USDFS dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership).
    6.
    Industri Penunjang adalah industri yang menghasilkan barang atau produk yang merupakan bagian dari produk akhir yang dihasilkan oleh Industri Pengguna.
    7.
    Project Owner adalah pemilik pekerjaan di bidang industri minyak, gas, dan/atau pembangkit listrik.
    8.
    Project Developer adalah perusahaan yang diberikan pekerjaan dan memiliki kontrak kerja sama dengan Project Owner yang dapat berupa pekerjaan engineering, procurement, dan/atau construction.
    9.
    Subkontraktor adalah perusahaan yang memiliki kontrak kerja sama dengan industri penggerak dan/atau Project Developer yang dilibatkan untuk melakukan sebagian kegiatan produksinya.
    10.
    Verifikasi Industri adalah kegiatan pemeriksaan terhadap Industri Pengguna untuk memperoleh kepastian dan/ atau kebenaran atas kesesuaian persyaratan dan analisis manfaat USDFS.
    11.
    Verifikasi Awal adalah kegiatan pemeriksaan awal terhadap Industri Pengguna yang mengajukan permohonan pemanfaatan Bea Masuk USDFS atas aspek legalitas, jumlah, jenis dan spesifikasi Bahan Baku, kapasitas riil produksi, dan kondisi perusahaan.
    12.
    Verifikasi Produksi adalah kegiatan pemeriksaan terhadap Industri Pengguna yang telah melalui proses Verifikasi Awal terhadap realisasi importasi dan realisasi penggunaan Bahan Baku dalam kegiatan produksi yang mendapat Bea Masuk USDFS.
    13.
    Verifikasi Akhir adalah kegiatan pemeriksaan terhadap Industri Pengguna yang telah melalui proses Verifikasi Produksi terhadap realisasi importasi dan realisasi penggunaan Bahan Baku dalam kegiatan produksi yang mendapat Bea Masuk USDFS.
    14.
    Surat Keterangan Verifikasi Industri USDFS yang selanjutnya disingkat SKVI-USDFS adalah surat keterangan hasil Verifikasi Awal terhadap Industri Pengguna yang mengajukan permohonan pemanfaatan USDFS, yang diterbitkan oleh lembaga pelaksana verifikasi dan telah diberikan tanda sah oleh pejabat yang ditunjuk menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
    15.
    Bahan Baku Sisa adalah Bahan Baku yang diimpor oleh Industri Pengguna namun tidak dimanfaatkan oleh industri penggerak.
    16.
    Barang Sisa adalah Bahan Baku yang sudah melalui proses produksi namun tidak diterima oleh industri penggerak dikarenakan tidak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan.
    17.
    Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa adalah kegiatan pemeriksaan terhadap Industri Pengguna atas Bahan Baku Sisa dan Barang Sisa dalam rangka pemanfaatan USDFS.
    18.
    Surat Keterangan Verifikasi Bahan Baku Sisa yang selanjutnya disingkat SKV-BBS adalah surat keterangan hasil verifikasi Bahan Baku Sisa dalam rangka pemanfaatan USDFS.
    19.
    Surat Keterangan Verifikasi Barang Sisa yang selanjutnya disingkat SKV-BS adalah surat keterangan hasil verifikasi Barang Sisa dalam rangka pemanfaatan USDFS.
    20.
    Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri adalah kegiatan pemeriksaan terhadap industri dalam negeri yang menyatakan mampu memproduksi Bahan Baku yang dapat diimpor dengan USDFS.
    21.
    Tanda Sah adalah pembubuhan tanda tangan oleh pejabat yang berwenang, baik secara manual maupun secara elektronik.
    22.
    Periode Importasi adalah rentang waktu selama 12 (dua belas) bulan yang dapat digunakan oleh Industri Pengguna untuk mengimpor Bahan Baku sesuai dengan periode impor yang tertera pada SKVI- USDFS.
    23.
    Lembaga Pelaksana Verifikasi adalah surveyor independen yang memiliki kompetensi dan ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
    24.
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
    25.
    Sekretaris Jenderal adalah sekretaris jenderal Kementerian Perindustrian.
    26.
    Direktur Jenderal adalah direktur jenderal di lingkungan Kementerian Perindustrian yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pembinaan industri sesuai kewenangan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai jenis industri binaan unit organisasi di Kementerian Perindustrian.
    27.
    Direktur adalah direktur di lingkungan Kementerian Perindustrian yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pembinaan industri sesuai kewenangan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai jenis industri binaan unit organisasi di Kernenterian Perindustrian.
     
     
     
     
     

    Pasal 2

    (1)
    Industri Pengguna dapat melakukan importasi Bahan Baku dengan memanfaatkan USDFS yang hasil produksinya digunakan oleh industri penggerak.
    (2)
    Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
     
    a.
    belum dapat diproduksi di dalam negeri;
     
    b.
    sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
     
    c.
    sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
    (3)
    Dalam melakukan importasi Bahan Baku, Industri Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan SKA JIEPA.
     
     
     
     
     
    BAB II
    INDUSTRI PENGGUNA USER SPECIFIC DUTY FREE SCHEME
     

    Pasal 3

    Industri Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri atas:
    a.
    industri penggerak;
    b.
    steel service center, dan
    c.
    industri pendukung.
     
     
     
     
     

    Pasal 4

    (1)
    Industri penggerak, steel service center, dan industri pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sesuai dengan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia 5 (lima) digit.
    (2)
    Klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia 5 (lima) digit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     

    Pasal 5

    Industri penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri atas:
    a.
    industri kendaraan bermotor dan komponennya;
    b.
    industri elektrik dan elektronika serta komponennya;
    c.
    industri alat berat dan mesin konstruksi; dan
    d.
    industri peralatan energi.
     
     
     
     
     

    Pasal 6

    (1)
    Steel service center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan usaha jasa yang terkait dengan kegiatan pekerjaan khusus terhadap logam dan barang dari logam serta memiliki kontrak kerja sama dengan industri penggerak.
    (2)
    Steel service center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan usaha jasa yang melakukan kegiatan:
     
    a.
    pemotongan (slitting/shearing); dan/atau
     
    b.
    pembentukan besi dan baja (blanking).
     
     
     
     
     

    Pasal 7

    (1)
    Industri pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan industri yang terkait dengan kegiatan pekerjaan khusus terhadap produk dari logam dan barang dari logam yang menghasilkan barang yang akan digunakan oleh industri penggerak.
    (2)
    Industri pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
     
    a.
    saham mayoritas dimiliki oleh investor Indonesia dan/atau Jepang; dan
     
    b.
    berstatus sebagai mitra utama kepabeanan atau authorized economic operator.
    (3)
    Penggunaan produk dari logam dan barang dari logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melalui pengolahan oleh steel service center dengan ketentuan memiliki kontrak kerja sama dengan industri penggerak.
    (4)
    Dalam hal industri pendukung merupakan industri penggilingan baja, kegiatan pekerjaan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
     
    a.
    pelapisan (galvanizing);
     
    b.
    annealing; dan/atau
     
    c.
    drawing.
     
     
     
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Dalam melakukan kegiatan produksinya, industri penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat melakukan subkontrak atas sebagian kegiatan produksinya kepada pihak lain yang memiliki kontrak kerja sama dengan industri penggerak.
    (2)
    Kegiatan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk kegiatan produksi yang dilakukan oleh steel service center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
     
     
     
     
     
    BAB III
    BAHAN BAKU DALAM USER SPECIFIC DUTY FREE SCHEME
     

    Pasal 9

    Bahan Baku dalam USDFS yang dapat diimpor oleh Industri Pengguna tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penetapan tarif bea masuk melalui USDFS dalam rangka persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership).
     
     
     
     
     

    Pasal 10

    Industri Pengguna harus menggunakan Bahan Baku untuk kegiatan produksi paling lama 6 (enam) bulan setelah Periode Importasi berakhir.
     
     
     
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Industri Pengguna tidak diperkenankan menjual atau memindahtangankan Bahan Baku yang diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
    (2)
    Dalam hal tertentu, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:
     
    a.
    Bahan Baku yang tidak dapat digunakan karena produk akhirnya tidak akan diproduksi kembali (discontinued); dan/atau
     
    b.
    Bahan Baku yang cacat (defect).
    (3)
    Terhadap Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang akan dilakukan penjualan atau pemindahtanganan, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal.
     
     
     
     
     
    BAB IV
    PEMANFAATAN USER SPECIFIC DUTY FREE SCHEME

    Bagian Kesatu
    Verifikasi Industri
     

    Pasal 12

    (1)
    Untuk dapat memanfaatkan USDFS, Industri Pengguna mengajukan permohonan Verifikasi Industri kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi.
    (2)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan dokumen berupa:
     
    a.
    fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahan terakhir atau yang telah berupa berita acara negara;
     
    b.
    fotokopi perizinan berusaha;
     
    c.
    rencana impor barang, yang memuat:
     
     
    1.
    daftar kebutuhan Bahan Baku yang mencakup nama, harga, jenis dan spesifikasi teknis, nomor pos tariff harmonized system code, persedian dan rencana jumlah importasi Bahan Baku selama 1 (satu) tahun; dan
     
     
    2.
    rencana produksi yang meliputi nama struktur produk, rencana jumlah produksi, dan perhitungan sendiri mengenai konversi pemakaian Bahan Baku menjadi hasil produksi;
     
    d.
    data kapasitas produksi terpasang sesuai dengan perizinan berusaha yang dimiliki;
     
    e.
    profil perusahaan selama 12 (dua belas) bulan yang ditandatangani oleh direktur perusahaan dan memuat data:
     
     
    1.
    produksi;
     
     
    2.
    penjualan;
     
     
    3.
    tenaga kerja; dan
     
     
    4.
    pembayaran pajak,
     
     
    dalam 1 (satu) tahun terakhir;
     
    f.
    gambar alur proses produksi serta daftar dan layout mesin produksi; dan
     
    g.
    dokumen spesifikasi teknis atas Bahan Baku yang akan diimpor.
    (3)
    Dalam hal permohonan Verifikasi Industri dilakukan oleh steel service center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan dokumen berupa:
     
    a.
    rencana produksi dan konversi penggunaan Bahan Baku serta data kapasitas produksi terpasang dari industri penggerak sebagai dasar perhitungan rencana produksi dan konversi penggunaan Bahan Baku;
     
    b.
    kontrak kerja sama steel service center dengan industri penggerak; dan
     
    c.
    perizinan berusaha dari industri penggerak sebagaimana dimaksud pada huruf b.
    (4)
    Dalam hal permohonan Verifikasi Industri dilakukan oleh industri pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan dokumen berupa:
     
    a.
    rencana produksi, konversi penggunaan Bahan Baku, dan data kapasitas produksi terpasang dari industri penggerak dan/atau steel service center sebagai dasar perhitungan rencana produksi dan konversi penggunaan Bahan Baku
     
    b.
    kontrak kerja sama dengan industri penggerak dan/atau steel service center, dan
     
    c.
    perizinan berusaha dari industri penggerak dan/atau steel service center sebagaimana dimaksud pada huruf b.
    (5)
    Dalam hal permohonan Verifikasi Industri dilakukan oleh industri penggerak di bidang industri peralatan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d, selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan dokumen berupa:
     
    a.
    data informasi proyek;
     
    b.
    surat pernyataan kesediaan Industri Pengguna, Project Developer, Subkontraktor, dan pihak lain yang terkait dengan pemanfaatan Bea Masuk USDFS untuk diverifikasi dengan melampirkan fotokopi kontrak kerja sama dengan pemberi kerja; dan
     
    c.
    kontrak kerja sama Industri Pengguna yang meru pakan Subkontraktor dan/atau Project Developer dengan Project Owner yang saham terbesarnya dimiliki oleh investor Republik Indonesia dan/atau Jepang pada saat permohonan Verifikasi Industri.
     
     
     
     
     

    Pasal 13

    (1)
    Verifikasi Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terdiri atas:
     
    a.
    Verifikasi Awal;
     
    b.
    Verifikasi Produksi; dan
     
    c.
    Verifikasi Akhir.
    (2)
    Verifikasi Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Industri Pengguna yang mengajukan permohonan pemanfaatan USDFS.
    (3)
    Dalam hal pengajuan Verifikasi Industri dilakukan oleh steel service center dan industri pendukung, Verifikasi Industri dapat dilakukan terhadap industri penggerak yang ditentukan berdasarkan manajemen risiko.
     
     
     
     
     

    Pasal 14

    Dalam pelaksanaan Verifikasi Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Industri Pengguna wajib:
    a.
    memberikan seluruh data dan dokumen terkait kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi, paling sedikit berupa:
     
    1.
    rencana, realisasi, dan pemanfaatan Bahan Baku yang dibutuhkan; dan
     
    2.
    data mengenai Industri Penunjang;
    b.
    mencatat setiap realisasi importasi Bahan Baku yang menggunakan Bea Masuk USDFS dan melaporkan kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi paling lama 1 (satu) bulan setelah terbit pemberitahuan pabean impor yang dilengkapi dengan invoice, packing list, bill of lading, mill certificate atau sejenisnya, fotokopi SKA JIEPA, dan dokumen pendukung lainnya;
    c.
    menyerahkan contoh Bahan Baku kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi, apabila diperlukan untuk dilakukan pengujian spesifikasi Bahan Baku;
    d.
    melaporkan Bahan Baku Sisa dan Barang Sisa kepada Direktur Jenderal yang menjadi salah satu dasar perhitungan pemberian USDFS untuk periode berikutnya;
    e.
    melakukan pencatatan dan pemisahan terhadap persediaan Bahan Baku yang diimpor dengan USDFS sesuai dengan dokumen pemberitahuan pabean impor;
    f.
    melakukan pencatatan terhadap Bahan Baku yang diimpor dengan USDFS yang digunakan untuk kegiatan produksi sesuai dengan dokumen pemberitahuan pabean impor; dan
    g.
    menaati ketentuan tata niaga impor dan ketentuan teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     

    Pasal 15

    (1)
    Lembaga Pelaksana Verifikasi melaksanakan Verifikasi Awal berdasarkan permohonan Verifikasi Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
    (2)
    Verifikasi Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
     
    a.
    pemeriksaan kelengkapan dokumen yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan kontrak kerja sama antara Industri Pengguna dan Lembaga Pelaksana Verifikasi setelah dokumen dinyatakan lengkap;
     
    b.
    pemeriksaan lapangan terhadap jumlah, jenis, dan spesifikasi Bahan Baku, serta kapasitas riil produksi; dan
     
    c.
    pemeriksaan kondisi perusahaan sebelum memanfaatkan USDFS, yang memuat profil data produksi, penjualan, tenaga kerja, dan pembayaran pajak tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    (3)
    Berdasarkan hasil Verifikasi Awai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Lembaga Pelaksana Verifikasi menerbitkan SKVI-USDFS paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah penandatanganan kontrak kerja sama dan dokumen dinyatakan lengkap dan benar.
    (4)
    SKVI-USDFS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan laporan hasil Verifikasi Awal yang paling sedikit memuat:
     
    a.
    identitas perusahaan, termasuk jenis/kategori Industri Pengguna;
     
    b.
    rekomendasi mengenai Bahan Baku yang terdiri atas nama, jenis dan spesifikasi teknis, nomor pos tarif/harmonized system code, dan jumlah rencana impor barang;
     
    c.
    konversi penggunaan Bahan Baku;
     
    d.
    kapasitas produksi terpasang; dan
     
    e.
    kontrak kerja sama dengan Industri Pengguna lainnya, apabila ada.
     
     
     
     
     

    Pasal 16

    SKVI-USDFS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) digunakan sebagai persyaratan untuk pengajuan permohonan penetapan Bea Masuk USDFS kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
     
     
     
     
     

    Pasal 17

    (1)
    Dalam Periode Importasi, Lembaga Pelaksana Verifikasi melaksanakan Verifikasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b.
    (2)
    Verifikasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    (3)
    Verifikasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
     
    a.
    pemeriksaan kelengkapan dokumen realisasi importasi dan realisasi produksi; dan
     
    b.
    pemeriksaan lapangan terhadap realisasi produksi dan jumlah persediaan Bahan Baku.
    (4)
    Berdasarkan hasil Verifikasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lembaga Pelaksana Verifikasi menerbitkan laporan hasil verifikasi tahap produksi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap dan benar.
    (5)
    Laporan hasil verifikasi tahap produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
     
    a.
    realisasi jumlah Bahan Baku yang diimpor dan digunakan;
     
    b.
    realisasi jumlah barang yang dihasilkan, termasuk barang jadi, barang yang masih dalam proses produksi (work in process), dan scrap; dan
     
    c.
    persediaan Bahan Baku pada saat Verifikasi Produksi.
    (6)
    Realisasi jumlah barang yang dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, khusus untuk steel service center dan industri pendukung dilengkapi dengan barang yang sudah terjual ke industri penggerak.
     
     
     
     
     

    Pasal 18

    (1)
    Pada akhir Periode Importasi, Lembaga Pelaksana Verifikasi melaksanakan Verifikasi Akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c.
    (2)
    Verifikasi Akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat:
     
    a.
    realisasi importasi Bahan Baku telah mencapai paling sedikit 95% (sembilan puluh lima persen); atau
     
    b.
    berakhirnya Periode Importasi.
    (3)
    Verifikasi Akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
     
    a.
    pemeriksaan kelengkapan dokumen realisasi importasi dan realisasi produksi; dan
     
    b.
    pemeriksaan lapangan terhadap realisasi produksi dan jumlah persediaan Bahan Baku.
    (4)
    Berdasarkan hasil Verifikasi Akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lembaga Pelaksana Verifikasi menerbitkan laporan hasil verifikasi tahap akhir paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap dan benar.
    (5)
    Laporan hasil verifikasi tahap akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
     
    a.
    realisasi jumlah Bahan Baku yang diimpor;
     
    b.
    realisasi jumlah barang yang dihasilkan, termasuk barang jadi, barang yang masih dalam proses produksi (work in process), dan scrap, khusus untuk steel service center dan industri pendukung dilengkapi dengan barang yang sudah terjual ke industri penggerak; dan
     
    c.
    kondisi perusahaan sesudah memanfaatkan USDFS yang memuat profil data produksi, penjualan, tenaga kerja, dan pembayaran pajak tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Tanda Sah Surat Keterangan Verifikasi Industri User Specific Duty Free Scheme
     

    Pasal 19

    (1)
    Lembaga Pelaksana Verifikasi menyampaikan permohonan Tanda Sah SKVI-USDFS yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) kepada Direktur Jenderal.
    (2)
    Penyampaian SKVI-USDFS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan laporan hasil Verifikasi Awal.
     
     
     
     
     

    Pasal 20

    (1)
    Direktur Jenderal menugaskan Direktur untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian laporan hasil Verifikasi Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dengan SKVI-USDFS paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan Tanda Sah diterima secara lengkap.
    (2)
    Dalam hal pemeriksaan kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SKVI-USDFS telah sesuai dengan laporan hasil Verifikasi Awal, Direktur Jenderal memberikan Tanda Sah pada SKVI-USDFS.
    (3)
    Dalam hal pemeriksaan kesesuaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SKVI-USDFS tidak sesuai dengan laporan hasil Verifikasi Awal, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan terhadap permohonan Tanda Sah SKVI-USDFS.
    (4)
    Direktur Jenderal dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Tanda Sah SKVI-USDFS kepada Direktur.
    (5)
    SKVI-USDFS yang telah diberikan Tanda Sah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau surat penolakan terhadap permohonan Tanda Sah SKVI­ USDFS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi.
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Perubahan dan Penambahan Rencana Impor Bahan Baku
     

    Pasal 21

    (1)
    Industri Pengguna dapat mengajukan permohonan perubahan rencana impor Bahan Baku.
    (2)
    Perubahan rencana impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara keseluruhan dapat dilakukan selama belum diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan mengenai penggunaan tarif Bea Masuk USDFS.
    (3)
    Dalam hal telah diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penggunaan tarif Bea Masuk USDFS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Industri Pengguna hanya dapat melakukan perubahan nama Bahan Baku, jenis, pos tarif/harmonized system code, dan spesifikasi Bahan Baku.
    (4)
    Perubahan nama Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan sepanjang jenis, pos tarif/harmonized system code, dan spesifikasi lainnya sama dengan nama Bahan Baku sebelumnya.
     
     
     
     
     

    Pasal 22

    (1)
    Industri Pengguna mengajukan permohonan perubahan rencana impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi.
    (2)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan:
     
    a.
    rencana impor Bahan Baku perubahan, yang memuat nama Bahan Baku, jenis, pos tarif/harmonized system code, dan spesifikasi Bahan Baku; dan
     
    b.
    alasan teknis perubahan rencana impor Bahan Baku.
    (3)
    Lembaga Pelaksana Verifikasi melakukan verifikasi terhadap permohonan perubahan rencana impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (4)
    Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lembaga Pelaksana Verifikasi menerbitkan SKVI-USDFS perubahan.
     
     
     
     
     

    Pasal 23

    (1)
    Selain mengajukan permohonan perubahan rencana impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Industri Pengguna dapat mengajukan penambahan rencana impor Bahan Baku.
    (2)
    Penambahan rencana impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila terjadi peningkatan kapasitas produksi berdasarkan perizinan berusaha setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan mengenai penggunaan tarif Bea Masuk USDFS.
     
     
     
     
     

    Pasal 24

    (1)
    Industri Pengguna mengajukan permohonan penambahan rencana impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi.
    (2)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan:
     
    a.
    rencana impor Bahan Baku penambahan, yang paling sedikit memuat nama Bahan Baku, spesifikasi, nomor pos tarif/ harmonized system code, dan rencana kebutuhan Bahan Baku;
     
    b.
    kapasitas produksi; dan
     
    c.
    alasan teknis penambahan rencana impor Bahan Baku.
    (3)
    Lembaga Pelaksana Verifikasi melakukan verifikasi terhadap permohonan penambahan rencana impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (4)
    Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Lembaga Pelaksana Verifikasi menerbitkan SKVI-USDFS penambahan.
     
     
     
     
     

    Pasal 25

    SKVI-USDFS perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan SKVI-USDFS penambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) berlaku sampai dengan berakhirnya SKVI-USDFS.
     
     
     
     
     

    Pasal 26

    (1)
    SKVI-USDFS perubahan dan SKVI-USDFS penambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 yang telah diterbitkan oleh Lembaga Pelaksana Verifikasi diberikan Tanda Sah.
    (2)
    Ketentuan mengenai tata cara pemberian Tanda Sah SKVI-USDFS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemberian Tanda Sah SKVI-USDFS perubahan dan SKVI-USDFS penambahan.
     
     
     
     
     
    BAB V
    BAHAN BAKU SISA DAN BARANG SISA DALAM KEGIATAN PRODUKSI
     

    Pasal 27

    (1)
    Industri Pengguna wajib mengajukan permohonan Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa terhadap Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa.
    (2)
    Bahan Baku Sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria:
     
    a.
    Bahan Baku dalam bentuk gulungan, lembaran, atau bentuk lainnya sesuai dengan kondisi pada saat importasi yang belum mengalami proses lebih lanjut;
     
    b.
    Bahan Baku yang telah dilakukan kegiatan produksi namun belum dijual atau dipindahtangankan kepada industri penggerak; dan/atau
     
    c.
    Bahan Baku yang cacat (defect).
     
     
     
     
     

    Pasal 28

    (1)
    Industri Pengguna mengajukan permohonan Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi.
    (2)
    Permohonan Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
     
    a.
    pada saat Periode Importasi berlangsung, apabila telah teridentifikasi terdapat Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa; dan/ atau
     
    b.
    setelah dilakukannya Verifikasi Akhir, apabila pengguna Bahan Baku Industri Pengguna telah diberikan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, namun masih terdapat Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa.
    (3)
    Permohonan Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/ atau Barang Sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi data:
     
    a.
    nama Bahan Baku berikut jenis dan spesifikasi, nomor pos tarif/harmonized system code, nomor dan tanggal pemberitahuan pabean impor, jumlah Bahan Baku, harga atau nilai impor, dan tarif bea masuk yang berlaku umum (most favoured nation);
     
    b.
    realisasi jumlah Bahan Baku yang diimpor dan digunakan untuk kegiatan produksi; dan
     
    c.
    jumlah Bahan Baku Sisa dan/ atau Barang Sisa.
    (4)
    Selain mengisi data sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa disertai dengan dokumen pemberitahuan pabean impor.
     
     
     
     
     

    Pasal 29

    (1)
    Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Lembaga Pelaksana Verifikasi melakukan Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa.
    (2)
    Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
     
    a.
    identitas perusahaan;
     
    b.
    nomor dan tanggal pemberitahuan pabean impor, nama Bahan Baku, jumlah, harga atau nilai impor, dan nomor pos tariff harmonized system code;
     
    c.
    nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai penggunaan tarif Bea Masuk USDFS yang terkait;
     
    d.
    bentuk dan/atau ukuran awal Bahan Baku;
     
    e.
    bentuk dan/atau ukuran Bahan Baku pada saat dilakukan Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa;
     
    f.
    pemenuhan kriteria Bahan Baku Sisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
    (3)
    Berdasarkan hasil Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Lembaga Pelaksana Verifikasi menerbitkan SKV-BBS dan/atau SKV-BS dalam jangka waktu:
     
    a.
    paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap dan benar, untuk permohonan yang diajukan pada saat Periode Importasi berlangsung; atau
     
    b.
    paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah berakhirnya masa penggunaan Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
     
     
     
     
     

    Pasal 30

    (1)
    Lembaga Pelaksana Verifikasi menyampaikan permohonan Tanda Sah SKV-BBS dan/atau SKV-BS kepada Direktur Jenderal.
    (2)
    Ketentuan mengenai tata cara pemberian Tanda Sah SKVI-USDFS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemberian Tanda Sah SKV-BBS dan/atau SKV-BS .
     
     
     
     
     

    Pasal 31

    Direktur Jenderal menyampaikan SKV-BBS dan/atau SKV­ BS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 yang telah diberikan Tanda Sah kepada Industri Pengguna melalui Lembaga Pelaksana Verifikasi.
     
     
     
     
     

    Pasal 32

    (1)
    Terhadap Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
    (2)
    Tata cara pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     

    Pasal 33

    Bukti pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) menjadi persyaratan pengajuan permohonan pemanfaatan SKVI-USDFS periode berikutnya.
     
     
     
     
     

    Pasal 34

    (1)
    Industri Pengguna dapat melakukan penjualan atau pemindahtanganan Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa.
    (2)
    Bahan Baku Sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
     
     
     
     
     

    Pasal 35

    (1)
    Terhadap Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa yang akan dijual atau dipindahtangankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 wajib mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal.
    (2)
    Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Industri Pengguna menyampaikan permohonan persetujuan penjualan atau pemindahtanganan Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa kepada Direktur Jenderal.
    (3)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan melampirkan:
     
    a.
    SKV-BBS dan/atau SKV-B S yang telah diberikan Tanda Sah; dan
     
    b.
    bukti pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
    (4)
    Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal melakukan validasi.
    (5)
    Berdasarkan hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal menerbitkan surat persetujuan atau penolakan permohonan penjualan atau pemindahtanganan Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja.
    (6)
    Direktur Jenderal dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan surat persetujuan atau penolakan permohonan penjualan atau pemindahtanganan Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Direktur.
     
     
     
     
     
    BAB VI
    KEMAMPUAN PRODUSEN DALAM NEGERI
     

    Pasal 36

    Perusahaan industri dalam negeri yang menyatakan mampu memproduksi Bahan Baku sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penetapan tarif bea masuk dengan User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership), dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal untuk dilakukan Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri oleh Lembaga Pelaksana Verifikasi atas kebenaran pernyataannya.
     
     
     
     
     

    Pasal 37

    (1)
    Permohonan Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dilakukan dengan melampirkan dokumen:
     
    a.
    fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahan terakhir;
     
    b.
    fotokopi dokumen perizinan berusaha;
     
    c.
    nama Bahan Baku berikut jenis dan spesifikasi, nomor pos tarif/harmonized system code, dan kapasitas yang mampu diproduksi dalam 1 (satu) tahun;
     
    d.
    fotokopi sertifikat uji kelulusan kualitas produksi dari laboratorium uji independen yang terakreditasi;
     
    e.
    alur proses dan daftar alat produksi/mesin untuk tiap tahapan proses;
     
    f.
    data produksi;
     
    g.
    data penjualan bagi industri dalam negeri yang telah melakukan penjualan atas produksinya; dan
     
    h.
    surat pernyataan kesediaan industri dalam negeri untuk diverifikasi kemampuan produksi yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan.
    (2)
    Berdasarkan permohonan Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), industri dalam negeri:
     
    a.
    memberikan seluruh data dan dokumen terkait paling sedikit berupa:
     
     
    1.
    data dan dokumen mengenai kemampuan produksi;
     
     
    2.
    deskripsi produk;
     
     
    3.
    bahan baku;
     
     
    4.
    perencanaan mutu produk;
     
     
    5.
    realisasi produksi, kemampuan pengiriman;
     
     
    6.
    peralatan inspeksi dan pengujian;
     
     
    7.
    realisasi penjualan; dan
     
     
    8.
    rekapitulasi desain dan pengujian produk, kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi; dan
     
    b.
    menyerahkan contoh produk yang akan diverifikasi kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi untuk kebutuhan pengujian produk.
     
     
     
     
     

    Pasal 38

    (1)
    Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 meliputi:
     
    a.
    pemeriksaan kelengkapan dokumen;
     
    b.
    pemeriksaan kemampuan produksi;
     
    c.
    pemeriksaan atas spesifikasi dan kualitas produk;
     
    d.
    pemeriksaan desain dan pengujian produk akhir; dan
     
    e.
    survei kepuasan pelanggan terhadap 3 (tiga) pelanggan terbesar.
    (2)
    Pemeriksaan atas spesifikasi dan kualitas produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan di laboratorium uji yang terakreditasi.
    (3)
    Hasil Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan verifikasi yang diterbitkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap dan benar.
    (4)
    Laporan hasil Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit berupa:
     
    a.
    identitas perusahaan;
     
    b.
    nama, jenis dan spesifikasi produk, dan nomor pos tarif/harmonized system code;
     
    c.
    kemampuan produksi, meliputi mesin, tenaga kerja, Bahan Baku, organisasi dan manajemen; dan
     
    d.
    hasil uji spesifikasi dan kualitas produk.
    (5)
    Berdasarkan laporan hasil Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri menyampaikan usulan perubahan cakupan Bahan Baku yang telah mampu diproduksi industri dalam negeri kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan.
     
     
     
     
     
    BAB VII
    LEMBAGA PELAKSANA VERIFIKASI
     

    Pasal 39

    (1)
    Menteri menetapkan Lembaga Pelaksana Verifikasi berdasarkan hasil sayembara dengan Keputusan Menteri.
    (2)
    Dalam melakukan sayembara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri membentuk dan menetapkan tim penilai Lembaga Pelaksana Verifikasi.
    (3)
    a.
    menyusun kriteria dan panduan penilaian terhadap calon Lembaga Pelaksana Verifikasi;
     
    b.
    menilai calon Lembaga Pelaksana Verifikasi;
     
    c.
    membuat berita acara hasil penilaian calon Lembaga Pelaksana Verifikasi; dan
     
    d.
    mengusulkan calon Lembaga Pelaksana Verifikasi berdasarkan hasil penilaian tertinggi kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal.
     
     
     
     
     

    Pasal 40

    Lembaga Pelaksana Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 mempunyai tugas melakukan:
    a.
    Verifikasi Industri;
    b.
    Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa; dan
    c.
    Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri.
     
     
     
     
     

    Pasal 41

    Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Lembaga Pelaksana Verifikasi membuat sistem informasi terintegrasi yang memuat data dan informasi hasil Verifikasi Industri, Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa, dan Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri.
     
     
     
     
     

    Pasal 42

    (1)
    Dalam melakukan Verifikasi Industri, Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa, dan Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri, Lembaga Pelaksana Verifikasi dapat menerbitkan formulir untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
    (2)
    Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal.
     
     
     
     
     

    Pasal 43

    (1)
    Lembaga Pelaksana Verifikasi wajib menyampaikan laporan tertulis hasil Verifikasi Industri kepada Direktur Jenderal, yang terdiri atas:
     
    a.
    pelaksanaan Verifikasi Industri setiap 4 (empat) bulan yang paling sedikit memuat:
     
     
    1.
    data perusahaan yang telah diverifikasi;
     
     
    2.
    rencana importasi Bahan Baku dan hasil produksi; dan
     
     
    3.
    realisasi importasi Bahan Baku;
     
    b.
    analisis biaya dan manfaat dari penetapan USDFS terhadap perkembangan masing-masing kelompok Industri Pengguna termasuk Industri Penunjang setiap akhir tahun anggaran;
     
    c.
    analisis perkembangan Industri Pengguna paling sedikit berupa tumbuhnya Industri Penunjang, investasi baru, kemampuan produksi Industri Pengguna, peningkatan ekspor, penguasaan pasar dalam negeri, dan penyerapan tenaga kerja setiap akhir tahun anggaran; dan
     
    d.
    analisis dampak pemanfaatan USDFS bagi perkembangan industri nasional.
    (2)
    Analisis biaya dan manfaat dari penetapan USDFS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, analisis perkembangan Industri Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dan analis dampak pemanfaatan USDFS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disampaikan secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan disampaikan pada triwulan I tahun berikutnya.
    (3)
    Lembaga Pelaksana Verifikasi wajib menyampaikan laporan tertulis hasil Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa kepada Direktur Jenderal secara berkala 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan yang paling sedikit memuat:
     
    a.
    data perusahaan yang telah diverifikasi; dan
     
    b.
    jumlah Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa.
    (4)
    Lembaga Pelaksana Verifikasi tidak diperkenankan memberikan data, informasi, atau keterangan kepada pihak manapun tanpa persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal.
     
     
     
     
     
    BAB VIII
    PEMANTAUAN DAN EVALUASI
     

    Pasal 44

    (1)
    Direktur Jenderal melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan USDFS berdasarkan laporan hasil Verifikasi Akhir dan Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa yang diperoleh dari Lembaga Pelaksana Verifikasi.
    (2)
    Dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal berkoordinasi dengan direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang ketahanan, perwilayahan, dan akses industri internasional.
    (3)
    Dalam hal diperlukan, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan unit kerja atau instansi teknis terkait.
    (4)
    Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk pemeriksaan lapangan dan/atau tindakan pengawasan lain yang diperlukan.
     
     
     
     
     

    Pasal 45

    (1)
    Menteri melakukan evaluasi terhadap kinerja Lembaga Pelaksana Verifikasi.
    (2)
    Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Lembaga Pelaksana Verifikasi ditetapkan oleh Menteri.
    (3)
    Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri membentuk tim evaluasi kinerja Lembaga Pelaksana Verifikasi.
    (4)
    Tim evaluasi kinerja Lembaga Pelaksana Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempunyai tugas:
     
    a.
    menyusun pedoman evaluasi kinerja Lembaga Pelaksana Verifikasi;
     
    b.
    melakukan evaluasi terhadap kinerja Lembaga Pelaksana Verifikasi; dan
     
    c.
    melakukan penilaian terhadap kinerja Lembaga Pelaksana Verifikasi.
     
     
     
     
     

    Pasal 46

    (1)
    Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) Lembaga Pelaksana Verifikasi telah melaksanakan tugasnya dengan baik, Lembaga Pelaksana Verifikasi dapat ditetapkan kembali.
    (2)
    Penetapan kembali Lembaga Pelaksana Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
    (3)
    Menteri dapat mendelegasikan kewenangan penandatanganan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Sekretaris Jenderal.
     
     
     
     
     

    Pasal 47

    (1)
    Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) Lembaga Pelaksana Verifikasi tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, Menteri melakukan sayembara ulang.
    (2)
    Lembaga Pelaksana Verifikasi yang mendapatkan hasil evaluasi kinerja tidak baik, tidak diperkenankan mengikuti sayembara ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
     
     
     
     
     
    BAB IX
    BIAYA JASA VERIFIKASI
     

    Pasal 48

    Biaya jasa verifikasi dibebankan kepada Industri Pengguna dengan ketentuan:
    a.
    biaya Verifikasi Industri paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari realisasi nilai impor;
    b.
    biaya Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa berdasarkan kesepakatan Industri Pengguna dengan Lembaga Pelaksana Verifikasi; dan
    c.
    biaya Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri berdasarkan kesepakatan perusahaan pemohon dengan Lembaga Pelaksana Verifikasi.
     
     
     
     
     
    BAB X
    SANKSI ADMINISTRATIF
     

    Pasal 49

    Industri Pengguna yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan di bidang perindustrian.
     
     
     
     
     

    Pasal 50

    (1)
    Industri Pengguna yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dikenai sanksi administratif berupa:
     
    a.
    peringatan tertulis; dan/atau
     
    b.
    tidak dapat mengajukan permohonan pemanfaatan Bahan Baku dengan Bea Masuk USDFS.
    (2)
    Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan paling banyak 1 (satu) kali dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
    (3)
    Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal.
     
     
     
     
     

    Pasal 51

    (1)
    Industri Pengguna yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan tidak melakukan perbaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa tidak dapat mengajukan permohonan pemanfaatan Bahan Baku dengan Bea Masuk USDFS.
    (2)
    Sanksi administratif berupa tidak dapat mengajukan permohonan pemanfaatan Bahan Baku dengan Bea Masuk USDFS diberikan selama 1 (satu) tahun berikutnya.
     
     
     
     
     

    Pasal 52

    (1)
    Industri Pengguna yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dikenai sanksi administratif berupa:
     
    a.
    peringatan tertulis;
     
    b.
    tidak dapat mengajukan permohonan pemanfaatan Bahan Baku dengan Bea Masuk USDFS; dan/atau
     
    c.
    rekomendasi pemblokiran akses kepabeanan.
    (2)
    Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan paling banyak 1 (satu) kali dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
    (3)
    Sanksi administratif berupa tidak dapat mengajukan permohonan pemanfaatan Bahan Baku dengan Bea Masuk USDFS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan selama 1 (satu) tahun berikutnya.
    (4)
    Sanksi administratif berupa rekomendasi pemblokiran akses kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
    (5)
    Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal.
     
     
     
     
     

    Pasal 53

    Industri Pengguna yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa tidak dapat mengajukan permohonan pemanfaatan Bahan Baku dengan Bea Masuk USDFS selama 1 (satu) tahun berikutnya.
     
     
     
     
     

    Pasal 54

    Lembaga Pelaksana Verifikasi yang tidak menyampaikan laporan tertulis hasil Verifikasi Industri dan laporan tertulis hasil Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dan/atau melakukan Verifikasi Industri, Verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa, dan/atau Verifikasi Kemampuan Produsen Dalam Negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan penetapan sebagai Lembaga Pelaksana Verifikasi.
     
     
     
     
     
    BAB XI
    KETENTUAN LAIN-LAIN
     

    Pasal 55

    (1)
    Pengajuan permohonan pemanfaatan Bahan Baku dengan Bea Masuk USDFS dilakukan melalui Sistem Informasi Industri Nasional dan sistem Lembaga Nasional Single Window secara terintegrasi.
    (2)
    Dalam hal pengajuan permohonan pemanfaatan Bahan Baku dengan Bea Masuk USDFS dilakukan melalui sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan, pengajuan permohonan pemanfaatan Bahan Baku dengan Bea Masuk USDFS dilakukan secara manual.
     
     
     
     
     
    BAB XII
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 56

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Lembaga Pelaksana Verifikasi yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 1940 Tahun 2022 tentang Penunjukkan Lembaga Pelaksana Verifikasi dalam rangka Pelaksanaan Pemanfaatan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi Tahun 2022-2024 tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan masa berlakunya berakhir.
     
     
     
     
     

    Pasal 57

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, SKVI­ USDFS, SKVI-USDFS perubahan, dan SKVI-USDFS penambahan yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemanfaatan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 160) dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir.
     
     
     
     
     

    Pasal 58

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
    a.
    Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemanfaatan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 160); dan
    b.
    Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemanfaatan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dengan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi pada Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1020),
    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     
     
     

    Pasal 59

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
     
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 2 Januari 2023
    MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    AGUS GUMIWANG KARTASASMITA

    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 3 Januari 2023
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    YASONNA H. LAOLY

    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 8

    Peraturan Menteri Perindustrian 2 TAHUN 2023 - Perpajakan DDTC