Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 8 TAHUN 2023

     
    TENTANG
     
    USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI
     
    MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
    REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     
     
     
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan kemudahan, pelindungan, serta pemberdayaan kepada koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam, perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang mengatur mengenai kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum bagi masyarakat;
    b.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44B Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi;
     
     
     
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2.
    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
    3.
    Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443);
    4.
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
    5.
    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
    6.
    Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845);
    7.
    Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3591);
    8.
    Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
    9.
    Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6619);
    10.
    Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2020 tentang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 214);
    11.
    Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1159);
     
     
     
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM


    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
    2.
    Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disingkat KSP adalah Koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam.
    3.
    Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya disingkat KSPPS adalah Koperasi yang hanya melaksanakan kegiatan usaha simpan, pinjam, dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
    4.
    Unit Simpan Pinjam Koperasi yang selanjutnya disebut USP Koperasi adalah unit Koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.
    5.
    Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi yang selanjutnya disebut USPPS Koperasi adalah unit usaha Koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.
    6.
    KSP/KSPPS Primer adalah KSP/KSPPS yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang.
    7.
    KSP/KSPPS Sekunder adalah KSP/KSPPS yang didirikan oleh dan beranggotakan KSP/KSPPS.
    8.
    Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
    9.
    Pengurus adalah anggota Koperasi yang diangkat dan dipilih dalam rapat anggota untuk mengurus organisasi dan usaha Koperasi.
    10.
    Pengawas adalah anggota Koperasi yang diangkat dan dipilih dalam rapat anggota untuk mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi.
    11.
    Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan KSPPS/USPPS Koperasi agar sesuai dengan Prinsip Syariah, yang dipilih melalui keputusan rapat anggota.
    12.
    Pengelola adalah anggota Koperasi dan/atau pihak ketiga yang diangkat oleh Pengurus dan diberi wewenang untuk mengelola usaha Koperasi.
    13.
    Keluarga Semenda adalah satu pertalian kekeluargaan karena perkawinan dan/atau pertalian darah antara salah seorang dari suami isteri dan keluarga sebagai orang tua, anak, mertua, besan, menantu, suami, isteri, saudara kandung atau ipar.
    14.
    Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota, yang tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
    15.
    Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, yang tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
    16.
    Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota dan koperasi-koperasi lain kepada Koperasi dalam bentuk tabungan dan simpanan Koperasi berjangka.
    17.
    Simpanan Berjangka adalah Simpanan di Koperasi yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan Koperasi yang bersangkutan.
    18.
    Batas Maksimum Pemberian Pinjaman/Pembiayaan yang selanjutnya disebut BMPP adalah persentase maksimum penyaluran pinjaman dan/atau pembiayaan yang diperkenankan terhadap modal sendiri KSP/KSPPS atau modal tetap USP/USPPS Koperasi.
    19.
    Pelanggaran BMPP adalah selisih lebih antara persentase penyediaan dana pada saat direalisasikan terhadap modal sendiri KSP/KSPPS atau modal tetap USP/USPPS Koperasi dengan BMPP yang diperkenankan.
    20.
    Peminjam adalah anggota dan/atau Koperasi lain.
    21.
    Sisa Hasil Usaha yang selanjutnya disingkat SHU adalah pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam 1 (satu) tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
    22.
    Dana Cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan SHU setelah pajak, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan menutup kerugian Koperasi bila diperlukan.
    23.
    Modal Sendiri adalah jumlah Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Dana Cadangan yang disisihkan dari SHU, hibah, dan Simpanan lain yang memiliki karakteristik sama dengan Simpanan Wajib, termasuk modal tetap dari Koperasi induk untuk KSP/KSPPS hasil pemisahan atau restrukturisasi.
    24.
    Modal Tetap adalah modal yang ditempatkan oleh Koperasi pada awal pendirian USP/USPPS Koperasi, dan Modal Tetap tambahan dari Koperasi yang bersangkutan, serta Dana Cadangan yang disisihkan dari sisa hasil usaha USP/USPPS Koperasi.
    25.
    Modal Usaha Awal adalah dana yang harus disediakan oleh Koperasi yang bersifat tetap yang digunakan untuk menanggung risiko kerugian, sehingga harus berasal dari Modal Sendiri atau sumber dana yang memiliki karakteristik sebagai Modal Sendiri.
    26.
    Aset adalah kekayaan yang dimiliki dan dikelola Koperasi untuk menjalankan operasional usaha dalam bentuk harta lancar dan/atau harta tetap.
    27.
    Modal Kerja adalah dana yang harus tersedia untuk kelancaran usaha dan merupakan dana yang ditanamkan dalam Aset lancar.
    28.
    Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal, untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan dalam meningkatkan kegiatan usaha KSP/KSPPS.
    29.
    Pemodal adalah anggota KSP/KSPPS, Koperasi lain, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau badan yang dimiliki oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang menanamkan Modal Penyertaan pada KSP/KSPPS.
    30.
    Rencana Kerja adalah rincian kegiatan yang akan dilaksanakan pada 1 (satu) periode yang telah ditentukan.
    31.
    Izin adalah persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.
    32.
    Nomor Induk Koperasi adalah kombinasi angka unik yang dimiliki Koperasi sebagai identitas Koperasi.
    33.
    Perizinan Berusaha Berbasis Risiko adalah Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha.
    34.
    Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia yang selanjutnya disingkat KBLI adalah kode klasifikasi yang diatur oleh lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik.
    35.
    Izin Usaha Simpan Pinjam adalah legalitas usaha Koperasi yang melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.
    36.
    Jaringan Pelayanan adalah bentuk pelayanan Koperasi melalui pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor kas dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada anggota.
    37.
    Kantor Cabang adalah kantor yang mewakili kantor pusat dalam menjalankan kegiatan usaha menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang memutuskan pemberian pinjaman.
    38.
    Kantor Cabang Pembantu adalah kantor yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang menerima permohonan pinjaman tetapi tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan pemberian pinjaman.
    39.
    Kantor Kas adalah kantor yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana.
    40.
    Standar Operasional Manajemen adalah struktur tugas, prosedur kerja, sistem manajemen, dan standar kerja yang dijadikan panduan bagi Pengawas, Pengurus, dan Pengelola.
    41.
    Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara KSP/KSPPS dan Koperasi lain.
    42.
    Akad adalah kesepakatan tertulis antara KSPPS atau USPPS Koperasi dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.
    43.
    Apex adalah kerja sama jaringan antar KSP/KSPPS dalam rangka memperkuat likuiditas, penyediaan pembiayaan, dukungan teknis, dan monitoring kepada KSP/KSPPS anggota.
    44.
    Risiko adalah potensi terjadinya cedera atau kerugian dari suatu bahaya atau kombinasi kemungkinan dan akibat bahaya.
    45.
    Hibah adalah Akad pemberian dana, barang, dan/atau jasa yang tidak perlu kembali.
    46.
    Ijarah adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu.
    47.
    Ijarah Muntahiya Bittamlik Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
    48.
    Ijarah Maushufah Fi Zimmah adalah Akad sewa-menyewa atas manfaat suatu barang dan/atau jasa yang pada saat Akad hanya disebutkan sifat-sifat dan spesifikasinya.
    49.
    Istishna adalah Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’).
    50.
    Mudharabah adalah Akad atau sistem kerja sama dimana seseorang menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk dikelola dengan ketentuan bahwa keuntungan yang diperoleh (dari hasil pengelolaan tersebut) dibagi antara kedua pihak sesuai dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh shahib al mal sepanjang tidak ada kelalaian dari mudharib.
    51.
    Murabahah adalah Akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
    52.
    Musyarakah adalah Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati atau proporsional, dan Risiko akan ditanggung bersama secara proporsional.
    53.
    Qardh adalah Akad Pinjaman dana kepada anggota Koperasi dengan ketentuan bahwa anggota Koperasi wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
    54.
    Salam adalah Akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati.
    55.
    Wadiah adalah Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
    56.
    Wakalah adalah Akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.
    57.
    Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
    58.
    Kafalah adalah akad jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban atau tanggungan pihak kedua (makfuul ‘anhu, ashil).
    59.
    Hawalah adalah Akad pengalihan utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar)-nya.
    60.
    Rahn adalah Pinjaman dengan memberikan barang yang terjamin dan dikenakan biaya sekedar pengganti pemeliharaan dan perawatan.
    61.
    Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
    62.
    Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar Zakat untuk kemaslahatan umum.
    63.
    Sedekah adalah harta atau non-harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar Zakat untuk kemaslahatan umum.
    64.
    Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
    65.
    Penerima Manfaat (Beneficial Owner) adalah pemilik sebenarnya dari dana yang ditempatkan pada Koperasi yang melakukan kegiatan usaha simpan pinjam, berhak atas dan/atau menerima manfaat tertentu, mengendalikan transaksi keuangan, memberikan kuasa untuk melakukan transaksi dan/atau merupakan pengendali akhir dari transaksi yang dilakukan melalui Koperasi yang melakukan kegiatan usaha simpan pinjam atau berdasarkan suatu perjanjian.
    66.
    Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Layanan Simpan Pinjam selanjutnya disingkat PMPJ adalah prinsip yang diterapkan KSP/KSPPS untuk mengetahui identitas anggota dan Koperasi lain, memantau kegiatan transaksi anggota dan Koperasi lain termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.
    67.
    Laporan Hasil Pemeriksaan Kesehatan Koperasi yang selanjutnya disingkat LHPKK adalah dokumen laporan tertulis berisi hasil pemeriksaan kesehatan Koperasi dan pemberian skor tingkat kesehatan Koperasi.
    68.
    Berita Acara Pemeriksaan Kesehatan Koperasi yang selanjutnya disingkat BAPK adalah dokumen yang berisi catatan temuan yang terjadi selama dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan Koperasi.
    69.
    Restrukturisasi adalah proses mengubah struktur KSP/KSPPS untuk penyehatan usaha, pengembangan, dan/atau efisiensi yang mencakup usaha, kelembagaan, utang, dan modal sesuai dengan kepentingan anggota melalui penggabungan, peleburan, pembagian, pemisahan, penyehatan usaha, dan/atau pengintegrasian.
    70.
    Pemerintah adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi dan usaha kecil dan menengah sesuai dengan pembagian kewenangannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
    71.
    Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Koperasi dan usaha kecil dan menengah.
    72.
    Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Koperasi dan usaha kecil dan menengah.
    73.
    Deputi adalah unit kerja eselon I di Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan kebijakan serta koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang perkoperasian.
    74.
    Dinas adalah dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang Koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB II
    PENDIRIAN

    Bagian Kesatu
    Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi


    Pasal 2

    Usaha simpan pinjam oleh Koperasi dilaksanakan oleh:
    a.
    KSP/KSPPS; dan
    b.
    USP/USPPS Koperasi.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Pembentukan KSP/KSPPS


    Pasal 3

    (1)
    KSP/KSPPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat berbentuk:
     
    a.
    primer; dan
     
    b.
    sekunder.
    (2)
    KSP/KSPPS Primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibentuk paling sedikit oleh 9 (sembilan) orang.
    (3)
    KSP/KSPPS Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibentuk paling sedikit oleh 3 (tiga) KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 4

    (1)
    Pendirian KSP/KSPPS dilaksanakan dengan memperhatikan kelayakan usaha serta manfaat bagi anggotanya.
    (2)
    Pendirian KSP/KSPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui tahapan:
     
    a.
    pengajuan nama Koperasi; dan
     
    b.
    permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi.
    (3)
    Pengajuan nama Koperasi dan permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui sistem administrasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
    (4)
    Koperasi memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkan surat keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia tentang pengesahan badan hukum Koperasi.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Pembentukan USP/USPPS Koperasi


    Pasal 5

    (1)
    USP/USPPS Koperasi dapat dibentuk oleh Koperasi primer dan Koperasi sekunder.
    (2)
    Pembentukan USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan kelayakan usaha serta manfaat bagi anggotanya.
    (3)
    Koperasi yang memiliki USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan permohonan Izin Usaha Simpan Pinjam.
    (4)
    USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikelola secara terpisah dengan unit usaha lainnya.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB III
    IZIN USAHA SIMPAN PINJAM

    Bagian Kesatu
    Umum


    Pasal 6

    (1)
    Menteri menetapkan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi sebagai kegiatan usaha dengan tingkat Risiko tinggi.
    (2)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib memiliki Izin Usaha Simpan Pinjam.
    (3)
    Perizinan berusaha dengan tingkat Risiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
     
    a.
    nomor induk berusaha; dan
     
    b.
    Izin.
    (4)
    Izin Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
     
    a.
    Izin usaha; dan
     
    b.
    Izin Jaringan Pelayanan.
    (5)
    Izin Usaha Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
    (6)
    Pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
    (7)
    Tata cara, jenis, dan persyaratan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Izin Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi

     

    Pasal 7

    (1)
    Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a merupakan Izin Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi yang terdiri atas:
     
    a.
    Izin usaha KSP atau KSPPS; dan
     
    b.
    Izin usaha USP atau USPPS Koperasi.
    (2)
    Dalam hal KSP/KSPPS akan membuka Jaringan Pelayanan wajib memiliki Izin Jaringan Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b.
    (3)
    Jaringan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
     
    a.
    Kantor Cabang;
     
    b.
    Kantor Cabang Pembantu; dan
     
    c.
    Kantor Kas.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Persyaratan Izin Usaha


    Pasal 8

    (1)
    Pengajuan Izin usaha oleh KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi harus melengkapi persyaratan meliputi:
     
    a.
    bukti setoran Modal Usaha Awal pada Koperasi berupa bukti penempatan modal pada rekening tabungan atas nama Koperasi pada bank umum untuk KSP dan bank syariah untuk KSPPS disertai dengan bukti setoran modal masing-masing anggota;
     
    b.
    bukti setoran Modal Tetap USP/USPPS Koperasi berupa penempatan modal pada rekening tabungan pada bank umum untuk Koperasi yang memiliki USP Koperasi dan bank syariah untuk Koperasi yang memiliki USPPS Koperasi;
     
    c.
    memiliki Rencana Kerja selama 3 (tiga) tahun yang menjelaskan mengenai rencana permodalan, rencana kegiatan usaha, serta rencana bidang organisasi dan sumber daya manusia;
     
    d.
    administrasi dan pembukuan pada KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi;
     
    e.
    Pengurus dan Pengawas harus memiliki riwayat hidup dengan melampirkan surat pernyataan bermeterai yang telah ditandatangani yang mencakup:
     
     
    1.
    tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor jasa keuangan;
     
     
    2.
    tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan
     
     
    3.
    tidak pernah dinyatakan pailit atau menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir,
     
    f.
    surat keterangan lulus uji kelayakan dan kepatutan untuk Pengurus dan Pengawas yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya;
     
    g.
    surat pernyataan bermeterai yang ditandatangani oleh Pengurus yang berisi komitmen dalam hal terdapat kelebihan dana maka hanya dapat menempatkannya dalam bentuk:
     
     
    1.
    giro, deposito berjangka, tabungan, sertifikat deposito pada bank;
     
     
    2.
    Simpanan dan Simpanan Berjangka pada KSP/KSPPS dan lembaga keuangan lainnya;
     
     
    3.
    pembelian instrumen saham dan obligasi di pasar modal; dan
     
     
    4.
    pengembangan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya berupa:
     
     
     
    a)
    investasi langsung, dalam bentuk penyertaan modal dan pemberian Pinjaman kepada Koperasi lain melalui kerja sama antar-Koperasi; dan
     
     
     
    b)
    pembiayaan sindikasi untuk suatu proyek jangka pendek dengan Risiko rendah dan memiliki pendapatan yang tinggi atau moderat,
     
    h.
    surat pernyataan mengenai informasi Penerima Manfaat (Beneficial Owner) di Koperasi yang ditandatangani oleh Pengurus;
     
    i.
    mempunyai peraturan tentang prinsip mengenali pengguna jasa;
     
    j.
    sertifikasi kompetensi di bidang keuangan Koperasi bagi Pengelola;
     
    k.
    bukti kepemilikan dan/atau sewa kantor, papan nama Koperasi, dan sarana kerja; dan
     
    l.
    surat bukti konfirmasi dan permohonan registrasi user pelaporan go anti money laundering (goAML) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
    (2)
    Format surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf g, dan huruf h tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (3)
    Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi KSPPS atau USPPS Koperasi harus mempunyai Dewan Pengawas Syariah yang memiliki pengetahuan mengenai Prinsip Syariah dengan ketentuan:
     
    a.
    mendapatkan rekomendasi dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah provinsi/kabupaten/kota setempat; dan/atau
     
    b.
    memiliki sertifikat pendidikan dan pelatihan Dewan Pengawas Syariah dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
    (4)
    Modal Usaha Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk KSP/KSPPS Primer dalam bentuk tabungan dengan rincian:
     
    a.
    paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk wilayah keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota;
     
    b.
    paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk wilayah keanggotaan lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi; dan
     
    c.
    paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk wilayah keanggotaan lintas daerah provinsi.
    (5)
    Modal Usaha Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk KSP/KSPPS Sekunder dalam bentuk tabungan dengan rincian:
     
    a.
    paling sedikit Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) untuk wilayah keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota;
     
    b.
    paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) untuk wilayah keanggotaan lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi; dan
     
    c.
    paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) untuk wilayah keanggotaan lintas daerah provinsi.
    (6)
    Modal Usaha Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dihimpun dari seorang anggota paling banyak 20% (dua puluh persen) dari Modal Usaha Awal.
    (7)
    Modal Usaha Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang dihimpun dari 1 (satu) KSP/KSPPS paling banyak 50% (lima puluh persen) dari Modal Usaha Awal.
    (8)
    Setiap pembentukan USP/USPPS Koperasi harus menyediakan Modal Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang dipisahkan dari Aset Koperasi dalam bentuk tabungan dengan rincian:
     
    a.
    Modal Tetap USP/USPPS Koperasi primer paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan
     
    b.
    Modal Tetap USP/USPPS Koperasi sekunder paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Izin Jaringan Pelayanan

    Paragraf 1
    Jaringan Pelayanan Kantor Cabang

     

    Pasal 9

    Persyaratan Izin Jaringan Pelayanan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a meliputi:
    a.
    Izin usaha dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam paling singkat 2 (dua) tahun;
    b.
    laporan keuangan tahunan Koperasi dalam 2 (dua) tahun terakhir;
    c.
    hasil audit dari akuntan publik dengan opini wajar;
    d.
    hasil tingkat pemeriksaan kesehatan yang dinyatakan sehat pada 1 (satu) tahun terakhir;
    e.
    anggaran dasar Koperasi;
    f.
    riwayat hidup Pengurus dan Pengawas dengan ketentuan:
     
    1.
    tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor jasa keuangan;
     
    2.
    tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
     
    3.
    tidak pernah dinyatakan pailit atau menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir; dan
     
    4.
    melampirkan surat keterangan lulus uji kelayakan dan kepatutan yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya,
    g.
    mempunyai peraturan khusus prinsip mengenali pengguna jasa;
    h.
    bukti penerimaan surat pemberitahuan tahunan pajak dalam 1 (satu) tahun terakhir;
    i.
    anggota paling sedikit 100 (seratus) orang di daerah yang akan dibuka Jaringan Pelayanan Kantor Cabang;
    j.
    Modal Kerja paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);
    k.
    Rencana Kerja Jaringan Pelayanan Kantor Cabang paling singkat 1 (satu) tahun yang dilengkapi dengan dokumen:
     
    1.
    rencana penghimpunan dan penyaluran dana dari dan untuk anggota;
     
    2.
    surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pengurus bahwa:
     
     
    a)
    transaksi simpan pinjam tidak ada penghimpunan dana dari masyarakat untuk kepentingan Koperasi maupun pribadi; dan
     
     
    b)
    tidak mempunyai produk Pinjaman kepada masyarakat, termasuk Pinjaman secara online,
     
    3.
    surat bukti konfirmasi dan permohonan registrasi user pelaporan go anti money laundering (goAML) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
    l.
    bukti kepemilikan dan/atau sewa kantor, papan nama Koperasi, dan sarana kerja;
    m.
    daftar nama dan riwayat hidup calon pimpinan dan daftar nama calon karyawan Jaringan Pelayanan Kantor Cabang KSP/KSPPS; dan
    n.
    sertifikat kompetensi calon kepala Jaringan Pelayanan Kantor Cabang KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 2
    Jaringan Pelayanan Kantor Cabang Pembantu


    Pasal 10

    Persyaratan Izin Jaringan Pelayanan Kantor Cabang Pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b meliputi:
    a.
    Izin usaha dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam paling singkat 2 (dua) tahun;
    b.
    laporan keuangan tahunan Koperasi dalam 2 (dua) tahun terakhir;
    c.
    hasil audit dari akuntan publik dengan opini wajar;
    d.
    hasil tingkat pemeriksaan kesehatan yang dinyatakan sehat pada 1 (satu) tahun terakhir;
    e.
    anggaran dasar Koperasi;
    f.
    riwayat hidup Pengurus dan Pengawas dengan ketentuan:
     
    1.
    tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor jasa keuangan;
     
    2.
    tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
     
    3.
    tidak pernah dinyatakan pailit atau menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir; dan
     
    4.
    melampirkan surat keterangan lulus uji kelayakan dan kepatutan yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya,
    g.
    mempunyai peraturan khusus prinsip mengenali pengguna jasa;
    h.
    bukti penerimaan surat pemberitahuan tahunan pajak dalam 1 (satu) tahun terakhir;
    i.
    anggota paling sedikit 50 (lima puluh) orang di daerah yang akan dibuka Jaringan Pelayanan Kantor Cabang Pembantu;
    j.
    Modal Kerja paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
    k.
    Rencana Kerja Jaringan Pelayanan Kantor Cabang Pembantu paling singkat 1 (satu) tahun yang dilengkapi dengan dokumen:
     
    1.
    rencana penghimpunan dan penyaluran dana dari dan untuk anggota;
     
    2.
    surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pengurus bahwa:
     
     
    a)
    transaksi simpan pinjam tidak ada penghimpunan dana dari masyarakat untuk kepentingan Koperasi maupun pribadi; dan
     
     
    b)
    tidak mempunyai produk Pinjaman kepada masyarakat, termasuk Pinjaman secara online,
     
    3.
    surat bukti konfirmasi dan permohonan registrasi user pelaporan go anti money laundering (goAML) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
    l.
    bukti kepemilikan dan/atau sewa kantor, papan nama Koperasi, dan sarana kerja;
    m.
    daftar nama dan riwayat hidup calon pimpinan dan daftar nama calon karyawan Jaringan Pelayanan Kantor Cabang Pembantu KSP/KSPPS; dan
    n.
    sertifikat kompetensi calon kepala Jaringan Pelayanan Kantor Cabang Pembantu KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 3
    Jaringan Pelayanan Kantor Kas


    Pasal 11

    Persyaratan Izin Jaringan Pelayanan Kantor Kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c meliputi:
    a.
    Izin usaha dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam paling singkat 2 (dua) tahun;
    b.
    laporan keuangan tahunan Koperasi dalam 2 (dua) tahun terakhir;
    c.
    hasil audit dari akuntan publik dengan opini wajar;
    d.
    hasil tingkat pemeriksaan kesehatan yang dinyatakan sehat pada 1 (satu) tahun terakhir;
    e.
    anggaran dasar Koperasi;
    f.
    riwayat hidup Pengurus dan Pengawas dengan ketentuan:
     
    1.
    tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor jasa keuangan;
     
    2.
    tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
     
    3.
    tidak pernah dinyatakan pailit atau menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir; dan
     
    4.
    melampirkan surat keterangan lulus uji kelayakan dan kepatutan yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya,
    g.
    peraturan khusus prinsip mengenali pengguna jasa;
    h.
    bukti penerimaan surat pemberitahuan tahunan pajak dalam 1 (satu) tahun terakhir;
    i.
    anggota paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang di daerah yang akan dibuka Jaringan Pelayanan Kantor Kas;
    j.
    Modal Kerja minimal sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah);
    k.
    Rencana Kerja Jaringan Pelayanan Kantor Kas paling singkat 1 (satu) tahun yang dilengkapi dengan dokumen:
     
    1.
    rencana penghimpunan dana dari anggota;
     
    2.
    surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pengurus bahwa:
     
     
    a)
    transaksi simpan pinjam tidak ada penghimpunan dana dari masyarakat untuk kepentingan Koperasi maupun pribadi; dan
     
     
    b)
    tidak mempunyai produk Pinjaman kepada masyarakat, termasuk Pinjaman secara online,
     
    3.
    surat bukti konfirmasi dan permohonan registrasi user pelaporan go anti money laundering (goAML) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
    l.
    bukti kepemilikan dan/atau sewa kantor, papan nama Koperasi, dan sarana kerja;
    m.
    daftar nama dan riwayat hidup calon pimpinan dan daftar nama calon karyawan Jaringan Pelayanan Kantor Kas KSP/KSPPS; dan
    n.
    sertifikat kompetensi calon kepala Jaringan Pelayanan Kantor Kas KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 4
    Integritas Calon Kepala Jaringan Pelayanan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas KSP/KSPPS


    Pasal 12

    (1)
    Calon Kepala Jaringan Pelayanan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas harus memiliki integritas yang dibuktikan dengan surat pernyataan bermeterai yang mencakup paling sedikit:
     
    a.
    tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor jasa keuangan;
     
    b.
    tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan
     
    c.
    tidak pernah dinyatakan pailit atau menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir.
    (2)
    Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui oleh Pengurus.
    (3)
    Format Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 13

    Menteri melalui Deputi menetapkan tata cara pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Tata Cara Penerbitan Izin Usaha Simpan Pinjam


    Pasal 14

    (1)
    Pengajuan permohonan Izin Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) melalui sistem perizinan pada lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
    (2)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan mengunggah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 12.
    (3)
    Menteri/gubernur/bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan verifikasi dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 3 (tiga) hari kerja.
    (4)
    Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
     
    a.
    persetujuan permohonan;
     
    b.
    perbaikan persyaratan; atau
     
    c.
    penolakan.
    (5)
    Persetujuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diberikan terhadap dokumen persyaratan yang lengkap dan benar sesuai dengan ketentuan.
    (6)
    Perbaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diberikan terhadap dokumen persyaratan yang belum lengkap dan benar sesuai dengan ketentuan.
    (7)
    Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c diberikan terhadap dokumen persyaratan yang tidak sesuai dengan persyaratan.
    (8)
    Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diajukan permohonan ulang.
    (9)
    Izin Usaha Simpan Pinjam diterbitkan oleh lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal setelah hasil verifikasi pemenuhan persyaratan dan persetujuan permohonan disetujui oleh Menteri/gubernur/bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
    (10)
    Proses pengajuan Izin Usaha Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 15

    (1)
    Dalam hal Koperasi melakukan perubahan nama dan alamat kantor, Izin usaha dan/atau Izin Jaringan Pelayanan harus diubah melalui sistem perizinan pada lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
    (2)
    Perubahan Izin usaha dan/atau Izin Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 16

    Segala bentuk pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sektor usaha simpan pinjam oleh Koperasi tidak dikenakan biaya.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keenam
    Perbaikan, Pembatalan, atau Pencabutan Izin Usaha


    Pasal 17

    (1)
    Dalam hal terdapat kekeliruan atau perubahan data, perizinan berusaha yang telah diterbitkan dapat dilakukan perbaikan.
    (2)
    Dalam hal terdapat cacat hukum, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan pemalsuan data, dokumen, dan informasi yang dilakukan dengan sengaja oleh Koperasi, perizinan berusaha yang telah diterbitkan dapat dilakukan pencabutan.
    (3)
    Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal berdasarkan usulan Menteri/gubernur/bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 18

    Izin Usaha Simpan Pinjam berlaku selama badan hukum Koperasi berdiri dan menjalankan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedelapan
    Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
     

    Pasal 19

    KBLI yang dapat digunakan untuk kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi terdiri atas:
    a.
    KBLI 64141;
    b.
    KBLI 64142;
    c.
    KBLI 64143;
    d.
    KBLI 64144;
    e.
    KBLI 64145;
    f.
    KBLI 64146;
    g.
    KBLI 64147; dan
    h.
    KBLI 64148.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 20

    (1)
    KBLI 64141 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a mencakup Koperasi primer yang hanya melaksanakan usaha simpan pinjam.
    (2)
    KBLI 64142 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b mencakup unit usaha Koperasi primer yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam.
    (3)
    KBLI 64143 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c mencakup Koperasi sekunder yang hanya melaksanakan usaha simpan pinjam.
    (4)
    KBLI 64144 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d mencakup unit usaha Koperasi sekunder yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam.
    (5)
    KBLI 64145 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e mencakup Koperasi primer yang melaksanakan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah, termasuk mengelola Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (maal).
    (6)
    KBLI 64146 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f mencakup unit usaha Koperasi primer yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah, termasuk mengelola Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (maal).
    (7)
    KBLI 64147 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf g mencakup Koperasi sekunder yang melaksanakan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah, termasuk mengelola Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (maal).
    (8)
    KBLI 64148 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf h mencakup unit usaha Koperasi sekunder yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah, termasuk mengelola Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (maal).
     
     
     
     
     
     
     
    BAB IV
    STANDAR OPERASIONAL MANAJEMEN
     

    Pasal 21

    Standar Operasional Manajemen merupakan panduan bagi Pengawas, Pengurus, dan Pengelola KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dalam memberikan pelayanan prima bagi anggota dan/atau Koperasi lain.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 22

    (1)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib menyusun dan menerapkan Standar Operasional Manajemen.
    (2)
    Standar Operasional Manajemen wajib diterapkan dalam pengelolaan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
    (3)
    Ruang lingkup Standar Operasional Manajemen KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi meliputi 4 (empat) bagian yang terdiri atas:
     
    a.
    Standar Operasional Manajemen kelembagaan;
     
    b.
    Standar Operasional Manajemen usaha;
     
    c.
    Standar Operasional Manajemen keuangan; dan
     
    d.
    Standar Operasional Manajemen pengelolaan Aset, utang, dan modal.
    (4)
    Standar Operasional Manajemen kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
     
    a.
    organisasi dan manajemen KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi;
     
    b.
    pengelolaan Aset KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi;
     
    c.
    pembagian dan penggunaan SHU KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi;
     
    d.
    penggabungan, peleburan, pembagian, pemisahan, penyehatan usaha, atau pengintegrasian kepada KSP/KSPPS;
     
    e.
    prosedur penutupan USP/USPPS Koperasi; dan
     
    f.
    prosedur pembubaran KSP/KSPPS.
    (5)
    Standar Operasional Manajemen usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
     
    a.
    penghimpunan dan penyaluran dana;
     
    b.
    produk Pinjaman dan pembiayaan;
     
    c.
    persyaratan calon penerima Pinjaman dan pembiayaan;
     
    d.
    pelayanan Pinjaman dan pembiayaan kepada unit lain;
     
    e.
    batasan maksimum Pinjaman dan pembiayaan;
     
    f.
    biaya administrasi Pinjaman dan pembiayaan;
     
    g.
    agunan;
     
    h.
    pengembalian dan jangka waktu Pinjaman dan pembiayaan;
     
    i.
    analisis Pinjaman dan pembiayaan;
     
    j.
    pembinaan anggota; dan
     
    k.
    penanganan Pinjaman dan pembiayaan bermasalah.
    (6)
    Standar Operasional Manajemen keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c terdiri atas:
     
    a.
    keseimbangan arus dana;
     
    b.
    penggunaan kelebihan dana;
     
    c.
    penghimpunan dana dari luar;
     
    d.
    Pembagian SHU;
     
    e.
    pelaporan keuangan; dan
     
    f.
    pengukuran kinerja.
    (7)
    Standar Operasional Manajemen pengelolaan Aset, utang, dan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d terdiri atas:
     
    a.
    Aset Koperasi wajib atas nama badan hukum Koperasi yang bersangkutan;
     
    b.
    catatan kepemilikan Aset Koperasi paling sedikit menjelaskan status kepemilikan, sumber, harga, tanggal perolehan, dan spesifikasi harta yang dimiliki beserta kondisi fisiknya;
     
    c.
    jika diperlukan Aset tetap KSP/KSPPS dapat dijadikan jaminan utang dengan persetujuan rapat anggota;
     
    d.
    utang KSP/KSPPS wajib dicatat atas sumber, jumlah, dan tanggal perolehannya;
     
    e.
    utang KSP/KSPPS wajib mendapat persetujuan rapat anggota;
     
    f.
    utang KSP/KSPPS dalam jumlah tertentu dapat didelegasikan kepada Pengurus dengan persetujuan rapat anggota; dan
     
    g.
    modal KSP/KSPPS dihimpun dari kontribusi anggota dalam bentuk Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib, Dana Cadangan, SHU yang belum dibagi, dan Hibah.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB V
    KEGIATAN USAHA
     
    Bagian Kesatu
    KSP dan USP Koperasi
     
    Paragraf 1
    Penghimpunan dan Penyaluran Dana
     

    Pasal 23

    (1)
    KSP dan USP Koperasi melakukan kegiatan:
     
    a.
    penghimpunan dana; dan
     
    b.
    penyaluran dana.
    (2)
    Penghimpunan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
     
    a.
    tabungan Koperasi dari anggota dan/atau Koperasi lain dengan jangka waktu periode penarikan dana tidak terikat dan dapat diambil sewaktu-waktu; dan/atau
     
    b.
    Simpanan Berjangka Koperasi dari anggota dan/atau Koperasi lain dengan jangka waktu tertentu.
    (3)
    Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Pinjaman kepada anggota dan/atau Koperasi lain.
    (4)
    Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi:
     
    a.
    prinsip pemberian Pinjaman yang sehat dengan mempertimbangkan kebutuhan anggota, penilaian kelayakan, tingkat Risiko, dan kemampuan pemohon Pinjaman;
     
    b.
    ketersediaan dana; dan
     
    c.
    dukungan agunan yang memadai.
    (5)
    Dalam kegiatan usaha simpan pinjam wajib mengelola keseimbangan sumber dana dan penyaluran Pinjaman.
    (6)
    Penghimpunan dana dari Koperasi lain dan penyaluran dana kepada Koperasi lain dilakukan melalui perjanjian kerja sama.
    (7)
    KSP dan USP Koperasi dilarang melakukan kegiatan usaha selain yang diatur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6).
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 24

    (1)
    Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dengan:
     
    a.
    memperhatikan tingkat kesehatan; dan
     
    b.
    menerapkan prinsip kehati-hatian.
    (2)
    KSP dan USP Koperasi dilarang melakukan kegiatan usaha pada sektor riil.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 25

    (1)
    KSP dan USP Koperasi harus memiliki sistem informasi pelayanan anggota.
    (2)
    Sistem informasi pelayanan anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai alat pengendalian dan pengambilan keputusan.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 2
    Simpanan
     

    Pasal 26

    (1)
    KSP dan USP Koperasi dapat memiliki keragaman produk Simpanan.
    (2)
    Penerbitan dan Pemberian nama produk Simpanan KSP dan USP Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan dalam rapat Pengurus.
    (3)
    Simpanan diberikan imbalan berupa bunga atau dalam bentuk lainnya yang besarnya ditetapkan oleh rapat Pengurus, dalam rentang suku bunga yang disetujui oleh Rapat Anggota.
    (4)
    Imbalan berupa bunga atau dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling tinggi 9% (sembilan persen) per tahun.
    (5)
    Perubahan penetapan bunga Simpanan maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi pasar keuangan dan usaha simpan pinjam Koperasi yang ditetapkan oleh Menteri.
    (6)
    KSP dan USP Koperasi wajib menjamin keamanan Simpanan anggota dan Koperasi lain.
    (7)
    KSP dan USP Koperasi dapat mengasuransikan Simpanan anggota dan Koperasi lain kepada perusahaan asuransi.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 3
    Pinjaman
     

    Pasal 27

    (1)
    Pelaksanaan pemberian Pinjaman oleh KSP dan USP Koperasi wajib memperhatikan kemampuan likuiditas dan tingkat kualitas Aset yang sehat.
    (2)
    Dalam menyalurkan Pinjaman, KSP dan USP Koperasi menetapkan suku bunga Pinjaman yang besarnya ditetapkan oleh rapat Pengurus, dalam rentang suku bunga yang disetujui oleh Rapat Anggota.
    (3)
    Suku bunga Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling tinggi 24% (dua puluh empat persen) per tahun.
    (4)
    Perubahan penetapan bunga Pinjaman maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi pasar keuangan dan usaha simpan pinjam Koperasi yang ditetapkan oleh Menteri.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 28

    (1)
    Dalam hal Koperasi telah menyalurkan pinjaman kepada anggota dan Koperasi lain melampaui 90% (sembilan puluh persen) dana yang dihimpun dari anggota dan/atau Koperasi lain, KSP dan USP Koperasi dapat menempatkan kelebihan dana tersebut dalam bentuk:
     
    a.
    giro, tabungan, dan deposito pada bank;
     
    b.
    Simpanan pada KSP, USP Koperasi lain, dan/atau Koperasi sekundernya;
     
    c.
    investasi pada instrumen pasar modal meliputi pembelian saham, obligasi, reksadana, dan/atau Surat Perbendaharaan Negara; dan
     
    d.
    investasi pada instrumen lainnya dengan Risiko rendah.
    (2)
    Penempatan kelebihan dana dalam bentuk Simpanan pada KSP, USP Koperasi lain, dan/atau Koperasi sekundernya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling tinggi 10% (sepuluh persen) per Koperasi.
    (3)
    Penempatan kelebihan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d wajib dilaksanakan melalui ketetapan rapat anggota.
    (4)
    Penempatan kelebihan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d paling tinggi 5% (lima persen) dari keseluruhan dana KSP dan USP Koperasi.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 4
    Jaminan
     
    Pasal 29
    (1)
    Untuk mengurangi Risiko pemberian Pinjaman, KSP dan USP Koperasi harus:
     
    a.
    menerapkan Simpanan Wajib Pinjaman yang disisihkan dari nilai Pinjaman anggota;
     
    b.
    menerapkan sistem tanggung renteng diantara anggota;
     
    c.
    menetapkan jaminan atas Pinjaman yang dapat berupa barang, hak tagih, dan/atau fidusia; dan/atau
     
    d.
    mengalihkan penjaminan Pinjaman kepada perusahaan penjaminan dan perusahaan asuransi.
    (2)
    KSP Sekunder harus mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi Pinjaman anggota dalam rangka mengetahui transparansi calon Peminjam.
    (3)
    Kerja sama KSP dan Koperasi yang memiliki USP Koperasi bersama KSP dan Koperasi yang memiliki USP Koperasi lainnya harus mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi Pinjaman anggota dalam rangka mengetahui transparansi calon Peminjam.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    KSPPS dan USPPS Koperasi
     
    Paragraf 1
    Penghimpunan dan Penyaluran Dana
     

    Pasal 30

    (1)
    KSPPS dan USPPS Koperasi melakukan kegiatan:
     
    a.
    penghimpunan dana; dan
     
    b.
    penyaluran dana.
    (2)
    Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berdasarkan Prinsip Syariah.
    (3)
    Akad transaksi kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah wajib disusun berdasarkan fatwa lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
    (4)
    KSPPS dan USPPS Koperasi wajib mengutamakan penggunaan fasilitas transaksi keuangan pada lembaga keuangan syariah.
    (5)
    Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dapat memiliki unit kegiatan sosial maal dan unit kegiatan usaha bisnis tamwil.
    (6)
    Penghimpunan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
     
    a.
    tabungan Koperasi dari anggota dan/atau Koperasi lain dengan jangka waktu periode penarikan dana tidak terikat dan dapat diambil sewaktu-waktu, berdasarkan Akad Wadiah atau Mudharabah; dan/atau
     
    b.
    Simpanan Berjangka Koperasi dari anggota dan/atau Koperasi lain dengan jangka waktu tertentu, berdasarkan Akad Wadiah atau Mudharabah;
    (7)
    Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Pinjaman dan pembiayaan kepada anggota dan/atau Koperasi lain.
    (8)
    Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memenuhi:
     
    a.
    prinsip pemberian Pinjaman dan pembiayaan yang sehat dengan mempertimbangkan kebutuhan anggota, penilaian kelayakan, tingkat Risiko, dan kemampuan pemohon Pinjaman dan Pembiayaan;
     
    b.
    ketersediaan dana;
     
    c.
    dukungan agunan yang memadai bagi pembiayaan;
     
    d.
    prinsip pemberian Pinjaman berdasarkan Akad Qardh; dan/atau
     
    e.
    prinsip pemberian pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah, Salam, Istishna, Musyarakah, Mudharabah, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik, Ijarah Maushufah Fi Zimmah, Musyarokah Mutanaqishoh, Ju’alah, Wakalah, Kafalah, Hawalah dan Rahn, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan syariah.
    (9)
    Dalam kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah wajib mengelola keseimbangan sumber dana dan penyaluran dana.
    (10)
    Penghimpunan dana dari Koperasi lain dan penyaluran dana kepada Koperasi lain dilakukan melalui perjanjian kerja sama dengan Akad sesuai Prinsip Syariah.
    (11)
    KSPPS dan USPPS Koperasi dilarang melakukan kegiatan usaha selain yang diatur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10).
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 31

    (1)
    Kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dilaksanakan dengan:
     
    a.
    memperhatikan tingkat kesehatan; dan
     
    b.
    menerapkan prinsip kehati-hatian.
    (2)
    KSPPS dan USPPS Koperasi dilarang melakukan kegiatan usaha pada sektor riil.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 32

    (1)
    KSPPS dan USPPS Koperasi harus memiliki sistem informasi pelayanan anggota.
    (2)
    Sistem informasi pelayanan anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai alat pengendalian dan pengambilan keputusan.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 2
    Kegiatan Sosial Maal
     

    Pasal 33

    (1)
    KSPPS atau USPPS Koperasi melaksanakan kegiatan sosial maal untuk pemberdayaan anggota dan masyarakat di bidang sosial dan ekonomi.
    (2)
    Kegiatan sosial maal dilakukan melalui penghimpunan, pengelolaan dan penyaluran dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf serta dana kebajikan dan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Prinsip Syariah.
    (3)
    Kegiatan sosial maal wajib dilaporkan dalam laporan sumber dan penggunaan dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf serta dana kebajikan dan sosial lainnya, terpisah dari laporan keuangan kegiatan usaha Koperasi.
    (4)
    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada Menteri/gubernur/bupati/wali kota sesuai dengan wilayah keanggotaan melalui laporan tahunan.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 3
    Simpanan
     

    Pasal 34

    (1)
    KSPPS dan USPPS Koperasi dapat memiliki keragaman produk Simpanan.
    (2)
    Penerbitan dan pemberian nama produk Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan pada rapat Pengurus setelah mendapat pertimbangan Dewan Pengawas Syariah.
    (3)
    Simpanan diberikan imbalan berupa bagi hasil, imbal jasa, bonus, atau dalam bentuk lainnya yang besarnya ditetapkan oleh Pengurus dalam rapat anggota.
    (4)
    Imbalan berupa bagi hasil atau dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memperhatikan Akad, kelaziman, dan kepatutan.
    (5)
    Nilai imbalan bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebanding dengan hasil paling tinggi 9% (sembilan persen) per tahun dari nilai Simpanan.
    (6)
    Perubahan penetapan imbalan bagi hasil maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Menteri.
    (7)
    Perhitungan bagi hasil untuk Simpanan yang menggunakan Akad Mudharabah berasal dari pendapatan operasional utama KSPPS atau USPPS Koperasi.
    (8)
    Perhitungan imbal jasa atau bonus yang bersifat sukarela untuk Simpanan yang menggunakan Akad Wadiah didasarkan kepada kebijakan operasional KSPPS atau USPPS Koperasi.
    (9)
    KSPPS dan USPPS Koperasi wajib menjamin keamanan Simpanan anggota dan Koperasi lain.
    (10)
    KSPPS dan USPPS Koperasi dapat mengasuransikan Simpanan anggota dan Koperasi lain kepada perusahaan asuransi syariah.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 4
    Pinjaman dan Pembiayaan
     

    Pasal 35

    (1)
    Pelaksanaan pemberian Pinjaman dan pembiayaan oleh KSPPS dan USPPS Koperasi wajib memperhatikan kemampuan likuiditas dan tingkat kualitas Aset yang sehat.
    (2)
    Dalam menyalurkan Pinjaman dan pembiayaan, KSPPS dan USPPS Koperasi menetapkan marjin, nisbah bagi hasil, imbal jasa, dan bonus atau bentuk lainnya yang besarnya wajib ditetapkan oleh Pengurus dalam rapat anggota.
    (3)
    Pada transaksi Akad Musyarakah, KSPPS atau USPPS Koperasi wajib melakukan pembinaan kepada anggota untuk memisahkan antara harta pribadi dengan harta yang digunakan untuk usaha.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 36

    (1)
    Dalam hal koperasi telah menyalurkan Pinjaman dan pembiayaan kepada anggota dan Koperasi lain melampaui 90% (sembilan puluh persen) dana yang dihimpun dari anggota dan/atau Koperasi lain, KSPPS dan USPPS Koperasi dapat menempatkan kelebihan dana tersebut dalam bentuk:
     
    a.
    giro, tabungan, dan deposito pada bank syariah;
     
    b.
    Simpanan pada KSPPS, USPPS Koperasi lain, dan/atau Koperasi sekundernya;
     
    c.
    investasi pada instrumen pasar modal meliputi pembelian saham atau reksadana berdasarkan Prinsip Syariah, dan/atau sukuk negara; dan/atau
     
    d.
    investasi pada instrumen lainnya dengan Risiko rendah berdasarkan Prinsip Syariah.
    (2)
    Penempatan kelebihan dana dalam bentuk Simpanan pada KSPPS, USPPS Koperasi lain, dan/atau Koperasi sekundernya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling tinggi 10% (sepuluh persen) per Koperasi.
    (3)
    Penempatan kelebihan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d wajib dilaksanakan melalui ketetapan rapat anggota.
    (4)
    Penempatan kelebihan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi 5% (lima persen) dari keseluruhan dana KSPPS dan USPPS Koperasi.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 5
    Jaminan
     

    Pasal 37

    (1)
    Untuk mengurangi Risiko pemberian Pinjaman dan pembiayaan, KSPPS dan USPPS Koperasi harus:
     
    a.
    menerapkan Simpanan Wajib pembiayaan yang disisihkan dari nilai pembiayaan anggota;
     
    b.
    menerapkan sistem tanggung renteng diantara anggota;
     
    c.
    menetapkan jaminan atas pembiayaan yang dapat berupa barang, hak tagih, dan/atau fidusia; dan/atau
     
    d.
    mengalihkan penjaminan Pinjaman dan pembiayaan kepada perusahaan penjaminan syariah dan perusahaan asuransi syariah.
    (2)
    KSPPS Sekunder harus mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi Pinjaman dan pembiayaan anggota dalam rangka mengetahui transparansi calon Peminjam atau calon yang dibiayai.
    (3)
    Kerja sama KSPPS dan Koperasi yang memiliki USPPS Koperasi bersama KSPPS dan Koperasi yang memiliki USPPS Koperasi lainnya, harus mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi Pinjaman dan pembiayaan anggota dalam rangka mengetahui transparansi calon Peminjam atau calon yang dibiayai.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Usaha Koperasi Sekunder
     
    Paragraf 1
    KSP Sekunder dan USP Koperasi Sekunder
     

    Pasal 38

    KSP Sekunder atau USP Koperasi Sekunder menyelenggarakan kegiatan meliputi:
    a.
    usaha simpan pinjam antar-Koperasi;
    b.
    mengelola manajemen Risiko;
    c.
    Apex;
    d.
    pendidikan dan pelatihan;
    e.
    bimbingan dan konsultasi manajemen usaha simpan pinjam;
    f.
    standardisasi manajemen dan sumber daya manusia;
    g.
    standardisasi sistem akuntansi dan pemeriksaan untuk anggotanya;
    h.
    pemantauan dan evaluasi, supervisi, dan bantuan teknis; dan
    i.
    pengadaan sarana usaha anggotanya.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 39

    (1)
    Dalam hal terdapat kelebihan dana, KSP Sekunder atau USP Koperasi sekunder dapat menempatkan kelebihan dana tersebut dalam bentuk:
     
    a.
    giro, tabungan, dan deposito pada bank;
     
    b.
    Simpanan pada Koperasi sekunder;
     
    c.
    investasi pada instrumen pasar modal meliputi pembelian saham, obligasi, reksadana, dan/atau Surat Perbendaharaan Negara; dan
     
    d.
    investasi pada instrumen lainnya.
    (2)
    Penempatan kelebihan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d wajib dilaksanakan melalui ketetapan rapat anggota.
    (3)
    Penempatan kelebihan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi 5% (lima persen) dari keseluruhan dana KSP sekunder dan USP Koperasi sekunder.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 2
    KSPPS Sekunder dan USPPS Koperasi Sekunder
     

    Pasal 40

    KSPPS Sekunder atau USPPS Koperasi sekunder menyelenggarakan kegiatan meliputi:
    a.
    usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah antar-Koperasi;
    b.
    kegiatan sosial (maal);
    c.
    mengelola manajemen Risiko;
    d.
    Apex;
    e.
    pendidikan dan pelatihan;
    f.
    bimbingan dan konsultasi manajemen usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah;
    g.
    standardisasi manajemen dan sumber daya manusia;
    h.
    standardisasi sistem akuntansi dan pemeriksaan untuk anggotanya;
    i.
    pemantauan dan evaluasi, supervisi, dan bantuan teknis; dan
    j.
    pengadaan sarana usaha anggotanya.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 41

    (1)
    Dalam hal terdapat kelebihan dana, KSPPS Sekunder dan USPPS Koperasi sekunder dapat menempatkan kelebihan dana tersebut dalam bentuk:
     
    a.
    giro, tabungan, dan deposito pada bank syariah;
     
    b.
    Simpanan pada Koperasi sekunder syariah;
     
    c.
    investasi pada instrumen pasar modal meliputi pembelian saham, sukuk, reksadana, dan/atau Surat Perbendaharaan Negara berdasarkan Prinsip Syariah; dan
     
    d.
    investasi pada instrumen lainnya berdasarkan Prinsip Syariah.
    (2)
    Penempatan kelebihan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d wajib dilaksanakan melalui ketetapan rapat anggota.
    (3)
    Penempatan kelebihan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi 5% (lima persen) dari keseluruhan dana KSPPS Sekunder dan USPPS Koperasi sekunder.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    BMPP
     
    Paragraf 1
    Dasar Perhitungan BMPP
     

    Pasal 42

    (1)
    Dasar Perhitungan BMPP untuk KSP/KSPPS berdasarkan saldo Pinjaman.
    (2)
    Saldo Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan saldo pokok dari plafon Pinjaman yang sudah disepakati bersama dalam sebuah perjanjian Pinjaman di KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 43

    (1)
    KSP/KSPPS memberikan Pinjaman, pembiayaan, dan/atau dalam bentuk lainnya berdasarkan prinsip kehati-hatian dan BMPP.
    (2)
    KSP/KSPPS memberikan Pinjaman, pembiayaan, dan/atau dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
     
    a.
    pihak terkait; dan
     
    b.
    pihak tidak terkait.
    (3)
    Pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
     
    a.
    Pengurus;
     
    b.
    Pengawas; dan
     
    c.
    Koperasi lain yang memiliki hubungan kepemilikan, dan/atau hubungan kepengurusan dengan KSP/KSPPS.
    (4)
    Pihak tidak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
     
    a.
    anggota KSP/KSPPS; dan
     
    b.
    Koperasi lain yang tidak memiliki hubungan kepemilikan dan/atau kepengurusan dengan KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 2
    BMPP kepada Pihak Terkait
     

    Pasal 44

    (1)
    Pemberian Pinjaman kepada pihak terkait ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari Modal Sendiri KSP/KSPPS.
    (2)
    Pemberian Pinjaman kepada pihak terkait wajib memperoleh persetujuan dari Pengurus dan Pengawas KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 3
    BMPP kepada Pihak Tidak Terkait
     

    Pasal 45

    Pemberian Pinjaman kepada pihak tidak terkait ditetapkan paling tinggi 15% (lima belas persen) dari Modal Sendiri KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 4
    Digital Financial Service
     
    Pasal 46
    KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam secara digital financial service.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 5
    Larangan
     

    Pasal 47

    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dilarang:
    a.
    membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan KSP/KSPPS untuk memberikan penyediaan dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPP; dan/atau
    b.
    memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPP.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Restrukturisasi Usaha
     

    Pasal 48

    (1)
    Restrukturisasi usaha untuk KSP/KSPPS dilakukan melalui:
     
    a.
    penggabungan;
     
    b.
    peleburan;
     
    c.
    pembagian;
     
    d.
    pemisahan;
     
    e.
    penyehatan usaha; dan/atau
     
    f.
    pengintegrasian.
    (2)
    Dalam hal Restrukturisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya memberikan kemudahan:
     
    a.
    Izin Usaha Simpan Pinjam Koperasi dan Izin Jaringan Pelayanan dari KSP/KSPPS hasil Restrukturisasi tetap diakui sampai dengan terbitnya Izin oleh sistem perizinan pada lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal; dan
     
    b.
    tata cara pengurusan Izin Jaringan Pelayanan untuk Koperasi hasil Restrukturisasi, dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, Pasal 9 huruf b, Pasal 9 huruf c, Pasal 9 huruf d, Pasal 9 huruf h, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, Pasal 10 huruf c, Pasal 10 huruf d, Pasal 10 huruf h, Pasal 11 huruf a, Pasal 11 huruf b, Pasal 11 huruf c, Pasal 11 huruf d, dan Pasal 11 huruf h.
    (3)
    Kemudahan pengurusan Izin Jaringan Pelayanan untuk Koperasi hasil Restrukturisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b diberikan berdasarkan penilaian:
     
    a.
    kelayakan usaha hasil Restrukturisasi; dan/atau
     
    b.
    jangkauan layanan kepada anggota KSP/KSPPS hasil Restrukturisasi.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB VI
    SKALA USAHA
     

    Pasal 49

    Dalam rangka menetapkan kebijakan pengembangan, pelindungan, dan kemudahan berusaha bagi KSP/KSPPS, dibagi dalam 4 (empat) tingkat klasifikasi usaha Koperasi sebagai berikut:
    a.
    klasifikasi usaha KSP/KSPPS I memiliki jumlah anggota paling banyak 5.000 (lima ribu) orang, jumlah Modal Sendiri paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), dan/atau jumlah Aset paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
    b.
    klasifikasi usaha KSP/KSPPS II memiliki jumlah anggota lebih dari 5.000 (lima ribu) orang sampai dengan paling banyak 10.000 (sepuluh ribu) orang, jumlah Modal Sendiri lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), dan/atau jumlah Aset lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
    c.
    klasifikasi usaha KSP/KSPPS III memiliki jumlah anggota lebih dari 10.000 (sepuluh ribu) orang sampai dengan paling banyak 30.000 (tiga puluh ribu) orang, jumlah Modal Sendiri lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), dan/atau jumlah Aset lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); dan
    d.
    klasifikasi usaha KSP/KSPPS IV memiliki jumlah anggota lebih dari 30.000 (tiga puluh ribu) orang, jumlah Modal Sendiri lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), dan/atau jumlah Aset lebih dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
     
     
     
     
     
     
     
    BAB VII
    PENGURUS, PENGELOLA, PENGAWAS, DAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH
     
    Bagian Kesatu
    Pengurus dan Pengelola
     

    Pasal 50

    (1)
    Pengurus KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP/USPPS dipilih dari dan oleh anggota Koperasi serta diangkat dalam rapat anggota.
    (2)
    Pengurus KSP/KSPPS Sekunder atau Koperasi sekunder yang melaksanakan usaha simpan pinjam atau usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah berasal dari perwakilan yang diusulkan Koperasi anggotanya.
    (3)
    Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
     
    a.
    telah menjadi anggota Koperasi paling singkat 2 (dua) tahun dan aktif sebagai anggota;
     
    b.
    memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman tentang pengelolaan organisasi dan usaha;
     
    c.
    memiliki surat keterangan lulus uji kelayakan dan kepatutan yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya;
     
    d.
    memiliki sertifikat atau surat keterangan telah mengikuti pendidikan dan pelatihan perkoperasian;
     
    e.
    tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan Koperasi, korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan;
     
    f.
    tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan hubungan Keluarga Semenda sampai derajat kesatu dengan Pengurus lain, Pengawas, dan Pengelola;
     
    g.
    tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor jasa keuangan; dan
     
    h.
    tidak pernah dinyatakan pailit atau menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
    (4)
    Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP/USPPS dapat menetapkan persyaratan lain yang diatur dalam anggaran dasar.
    (5)
    Persyaratan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dikecualikan untuk pembentukan Koperasi baru.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 51

    (1)
    Pengurus KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP/USPPS bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya kepada rapat anggota.
    (2)
    Pengurus KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP/USPPS diberhentikan oleh anggota dalam rapat anggota.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 52

    (1)
    Pengurus KSP/KSPPS dilarang:
     
    a.
    merangkap jabatan sebagai Pengawas atau Dewan Pengawas Syariah pada Koperasi yang sama; dan/atau
     
    b.
    merangkap jabatan sebagai Pengurus atau Pengawas pada KSP/KSPPS lainnya.
    (2)
    Untuk KSP/KSPPS lain hasil Restrukturisasi dan/atau Koperasi sekunder, Pengurus dapat merangkap jabatan sebagai Pengurus atau Pengawas pada KSP/KSPPS lainnya untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) periode kepengurusan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 53

    (1)
    Pengurus Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam dapat mengangkat Pengelola KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi dengan mengajukan rencana pengangkatan pada rapat anggota.
    (2)
    Pengelola KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan wewenang dan kuasa pengelolaan usaha simpan pinjam oleh Pengurus Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam.
    (3)
    Pengelola KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi bertanggung jawab kepada Pengurus.
    (4)
    Pengelolaan usaha simpan pinjam oleh Pengelola KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi tidak mengurangi tanggung jawab Pengurus.
    (5)
    Pengelola KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi wajib memiliki sertifikat standar kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah memperoleh lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (6)
    Hubungan kerja antara Pengelola KSP/KSPPS atau USP/USPPS Koperasi dengan Pengurus Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan yang memuat paling sedikit:
     
    a.
    jangka waktu perjanjian kerja;
     
    b.
    wewenang, tanggung jawab, hak dan kewajiban masing-masing pihak; dan
     
    c.
    penyelesaian perselisihan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 54

    (1)
    Pengurus dan Pengelola wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Simpanan Anggota.
    (2)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal untuk kepentingan:
     
    a.
    proses pengawasan;
     
    b.
    peradilan;
     
    c.
    perpajakan; dan/atau
     
    d.
    ahli waris yang sah dari penyimpan yang meninggal.
    (3)
    Pengurus dan Pengelola wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan kepada pejabat yang berwenang untuk kepentingan proses pengawasan, peradilan, perpajakan, dan/atau ahli waris.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Pengawas
     

    Pasal 55

    (1)
    Pengawas KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP/USPPS dipilih dari dan oleh anggota serta diangkat pada rapat anggota.
    (2)
    Pengawas KSP/KSPPS Sekunder atau Koperasi sekunder yang melaksanakan usaha simpan pinjam atau usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah berasal dari perwakilan yang diusulkan KSP/KSPPS anggotanya.
    (3)
    Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
     
    a.
    telah menjadi anggota Koperasi paling sedikit 2 (dua) tahun dan aktif sebagai anggota;
     
    b.
    memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman tentang pengawasan;
     
    c.
    tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan;
     
    d.
    tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan hubungan Keluarga Semenda sampai derajat kesatu dengan Pengawas lain, Pengurus, dan Pengelola;
     
    e.
    memiliki surat keterangan lulus uji kelayakan dan kepatutan yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya;
     
    f.
    tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor jasa keuangan; dan
     
    g.
    tidak pernah dinyatakan pailit atau menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
    (4)
    Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP/USPPS dapat menetapkan persyaratan lain yang diatur dalam anggaran dasar.
    (5)
    Persyaratan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dikecualikan untuk pembentukan Koperasi baru.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 56

    (1)
    Pengawas KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP/USPPS bertanggung jawab pada rapat anggota.
    (2)
    Pengawas KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP/USPPS diberhentikan oleh anggota dalam rapat anggota.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 57

    (1)
    Pengawas KSP/KSPPS dilarang:
     
    a.
    merangkap jabatan sebagai Pengurus atau Dewan Pengawas Syariah pada Koperasi yang sama; dan
     
    b.
    merangkap jabatan sebagai Pengurus atau Pengawas pada KSP/KSPPS lainnya.
    (2)
    Untuk KSP/KSPPS lain hasil Restrukturisasi dan/atau Koperasi sekunder, Pengawas dapat merangkap jabatan sebagai Pengurus atau Pengawas pada KSP/KSPPS lainnya untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) periode kepengurusan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 58

    Apabila ditemukan permasalahan keuangan yang berpotensi menjadi kasus hukum, Pengawas KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP/USPPS dapat meminta bantuan akuntan publik untuk melakukan audit khusus.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Dewan Pengawas Syariah
     

    Pasal 59

    (1)
    KSPPS/USPPS Koperasi wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang mendapatkan rekomendasi dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
    (2)
    Dewan Pengawas Syariah KSPPS/USPPS Koperasi dapat dipilih dari anggota dan non-anggota.
    (3)
    Dewan Pengawas Syariah diangkat, ditetapkan, dan diberhentikan dalam rapat anggota.
    (4)
    Dewan Pengawas Syariah terdiri atas paling sedikit 2 (dua) orang dan paling sedikit 1 (satu) orang wajib memiliki sertifikat pendidikan dan pelatihan Dewan Pengawas Syariah dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah dan/atau sertifikat standar kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah memperoleh lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang– undangan.
    (5)
    Dewan Pengawas Syariah KSPPS Sekunder dapat berasal dari KSPPS atau dari luar KSPPS anggotanya.
    (6)
    Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Dewan Pengawas Syariah meliputi:
     
    a.
    tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan; dan
     
    b.
    tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan hubungan Keluarga Semenda sampai derajat kesatu dengan Pengurus atau Pengawas KSPPS dan Koperasi yang memiliki USPPS.
    (7)
    Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), KSPPS dan Koperasi yang memiliki USPPS dapat menetapkan persyaratan lain yang diatur dalam anggaran dasar.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 60

    (1)
    Dewan Pengawas Syariah yang diangkat dari luar anggota KSPPS ditetapkan untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan rapat anggota.
    (2)
    Dewan Pengawas Syariah bertanggung jawab kepada rapat anggota.
    (3)
    Dewan Pengawas Syariah diberhentikan dalam rapat anggota.
    (4)
    Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan sebagai Pengurus dan Pengawas pada KSPPS/USPPS Koperasi yang sama.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 61

    (1)
    Dewan Pengawas Syariah memiliki tugas sebagai berikut:
     
    a.
    memberikan nasihat dan saran kepada Pengurus dan Pengawas serta mengawasi kegiatan Koperasi agar sesuai dengan Prinsip Syariah;
     
    b.
    menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan oleh Koperasi;
     
    c.
    mengawasi pengembangan produk baru;
     
    d.
    meminta fatwa dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah untuk produk baru yang belum ada fatwanya; dan
     
    e.
    melakukan evaluasi secara berkala terhadap produk Simpanan dan pembiayaan syariah.
    (2)
    Dewan Pengawas Syariah melaporkan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf e kepada lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 62

    KSPPS dalam satu wilayah kabupaten/kota dapat membentuk Dewan Pengawas Syariah bersama dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama antar Koperasi, standardisasi operasional, dan efisiensi.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB VIII
    PERMODALAN

    Bagian Kesatu
    Umum

    Pasal 63
    (1)
    KSP/KSPPS wajib menyediakan Modal Sendiri dan dapat ditambah dengan Modal Pinjaman dan/atau Modal Penyertaan.
    (2)
    Koperasi yang memiliki USP/USPPS Koperasi wajib menyediakan sebagian modal dari Koperasi untuk Modal Tetap kegiatan simpan pinjam.
    (3)
    Modal USP/USPPS Koperasi berupa Modal Tetap dan modal tidak tetap.
    (4)
    Modal USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikelola secara terpisah dari unit lainnya dalam Koperasi yang bersangkutan.
    (5)
    Jumlah Modal Sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Modal Tetap USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh berkurang jumlahnya dari jumlah yang semula.
    (6)
    Jumlah Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Simpanan lain yang memiliki karakteristik sama dengan Simpanan Wajib, dan/atau Modal Penyertaan untuk setiap anggota pada KSP/KSPPS Primer paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal Sendiri.
    (7)
    Jumlah Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, dan Simpanan lain yang memiliki karakteristik sama dengan Simpanan Wajib, serta Modal Penyertaan dari 1 (satu) KSP/KSPPS Primer pada KSP/KSPPS Sekunder paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari Modal Sendiri.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Modal Usaha Awal


    Pasal 64

    (1)
    Modal Usaha Awal terdiri atas Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, dan Hibah, untuk Izin usaha KSP/KSPPS Primer atau Sekunder.
    (2)
    Modal Usaha Awal untuk Izin usaha USP/USPPS Koperasi berupa Modal Tetap yang ditempatkan oleh Koperasi primer atau Koperasi sekunder.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Modal Pinjaman


    Pasal 65

    (1)
    Modal Pinjaman KSP/KSPPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) terdiri atas:
     
    a.
    Pinjaman KSP/KSPPS dari bank dan/atau lembaga keuangan;
     
    b.
    obligasi; dan/atau
     
    c.
    surat utang lain yang diterbitkan oleh KSP/KSPPS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (2)
    Modal Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari jumlah Aset KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Modal Penyertaan


    Pasal 66

    Modal Penyertaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat (1) mempunyai karakteristik:
    a.
    diterbitkan oleh KSP/KSPPS atas dasar kelayakan usaha dan disetujui rapat anggota;
    b.
    mendapat pembagian keuntungan usaha;
    c.
    menanggung Risiko kerugian usaha; dan
    d.
    memiliki perjanjian antara KSP/KSPPS dengan Pemodal yang melakukan Modal Penyertaan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 67

    Perjanjian antara KSP/KSPPS dengan Pemodal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf d dibuat secara tertulis dan paling sedikit memuat:
    a.
    nama Koperasi dan Pemodal;
    b.
    besarnya Modal Penyertaan;
    c.
    jangka waktu perjanjian;
    d.
    usaha simpan pinjam yang dibiayai Modal Penyertaan;
    e.
    pengelolaan dan pengawasan;
    f.
    hak dan kewajiban Pemodal dan Koperasi;
    g.
    pembagian keuntungan;
    h.
    tata cara pengalihan Modal Penyertaan yang dimiliki Pemodal dalam Koperasi; dan
    i.
    penyelesaian perselisihan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 68

    Modal Penyertaan yang dihimpun dari Pemodal paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) dari Aset KSP/KSPPS.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Apex


    Pasal 69

    (1)
    KSP/KSPPS dalam upaya memperkuat likuiditas keuangan, modal, dukungan teknis, pemantauan, dan supervisi harus membentuk Apex atau bergabung kepada Apex yang telah terbentuk.
    (2)
    Apex sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
     
    a.
    KSP/KSPPS yang ditunjuk oleh anggota untuk menjalankan fungsi koordinator Apex; dan/atau
     
    b.
    KSP/KSPPS Sekunder.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 70

    Apex sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 melaksanakan fungsi:
    a.
    pengumpulan dana bersama;
    b.
    penyediaan dukungan finansial;
    c.
    penyediaan dukungan teknis; dan
    d.
    pemantauan dan supervisi.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 71

    Pembentukan Apex KSP/KSPPS bertujuan untuk:
    a.
    melindungi anggota KSP/KSPPS;
    b.
    meningkatkan kapasitas KSP/KSPPS dalam pengelolaan penerapan prinsip tata kelola yang memadai dan efisien;
    c.
    meningkatkan pengawasan terhadap KSP/KSPPS dalam bentuk:
     
    1.
    pengembangan sistem pelaporan yang baik;
     
    2.
    penilaian tingkat kesehatan KSP/KSPPS; dan
     
    3.
    pemeringkatan.
    d.
    memperkuat KSP/KSPPS sebagai salah satu bentuk dari lembaga penyedia layanan keuangan simpan pinjam dalam rangka menghadapi persaingan global, serta untuk mendukung terciptanya keuangan inklusif.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB IX
    PERAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH

    Bagian Kesatu
    Bimbingan dan Pelindungan

     

    Pasal 72

    (1)
    Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota memberikan fasilitasi bimbingan dan pelindungan kepada usaha simpan pinjam Koperasi.
    (2)
    Fasilitasi bimbingan dan pelindungan kepada usaha simpan pinjam Koperasi diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi primer atau Koperasi sekunder dengan wilayah keanggotaan dalam daerah kabupaten atau kota dilakukan oleh bupati atau wali kota;
     
    b.
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi primer atau Koperasi sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah provinsi dilakukan oleh gubernur; dan
     
    c.
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi primer atau Koperasi sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas daerah provinsi dilakukan oleh Menteri.
    (3)
    Gubernur/bupati/wali kota mendelegasikan pelaksanaan fasilitasi bimbingan dan pelindungan usaha simpan pinjam Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b kepada Dinas provinsi atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
    (4)
    Menteri melalui Deputi melaksanakan fasilitasi bimbingan dan pelindungan usaha simpan pinjam Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
    (5)
    Bupati/wali kota melakukan fasilitasi bimbingan dan pelindungan usaha simpan pinjam Koperasi pada Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang berkedudukan di wilayahnya.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 73

    Bimbingan pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) meliputi:
    a.
    mendorong, mengembangkan, dan membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian usaha simpan pinjam oleh Koperasi;
    b.
    memberikan kemudahan untuk memperkuat permodalan usaha simpan pinjam oleh Koperasi;
    c.
    membantu pengembangan jaringan usaha dan kerja sama yang saling menguntungkan antar usaha simpan pinjam oleh Koperasi melalui Apex;
    d.
    memfasilitasi pelaksanaan Prinsip Syariah bagi usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh Koperasi;
    e.
    mendorong penerapan prinsip kehati-hatian usaha simpan pinjam oleh Koperasi;
    f.
    memfasilitasi pemanfaatan teknologi dan informasi komunikasi;
    g.
    mendorong penerapan pemeriksaan kesehatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi secara mandiri;
    h.
    memfasilitasi pengembangan berbagai skema pembiayaan;
    i.
    mendorong penerbitan Modal Penyertaan, obligasi, dan surat utang lainnya; dan
    j.
    memberikan bantuan konsultasi guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh usaha simpan pinjam oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan anggaran dasar dan prinsip Koperasi.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 74

    (1)
    Pelindungan terhadap usaha simpan pinjam oleh Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1), Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota dapat melakukan penyehatan, pengembangan, dan efisiensi usaha simpan pinjam oleh Koperasi melalui:
     
    a.
    penyertaan modal;
     
    b.
    bantuan modal; dan/atau
     
    c.
    bantuan lain.
    (2)
    Selain penyehatan, pengembangan, dan efisiensi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota dapat menetapkan usaha simpan pinjam Koperasi yang telah berhasil di suatu daerah/wilayah dengan anggota lebih besar dari 25% (dua puluh lima persen) dari penduduk, tidak boleh diusahakan oleh lembaga jasa keuangan lainnya tanpa bekerjasama dengan Koperasi.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Iklim Usaha


    Pasal 75

    (1)
    Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota menciptakan iklim usaha kondusif untuk mengembangkan usaha simpan pinjam oleh Koperasi.
    (2)
    Pengembangan iklim usaha kondusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
     
    a.
    menerbitkan Izin Usaha Simpan Pinjam;
     
    b.
    menyusun pedoman pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam;
     
    c.
    menyusun pedoman penguatan kapasitas kelembagaan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi;
     
    d.
    menyusun pedoman literasi dan sosialisasi;
     
    e.
    menyusun pedoman penumbuhan usaha simpan pinjam oleh Koperasi;
     
    f.
    menyusun pedoman pengawasan;
     
    g.
    menyusun pedoman penetapan standar kelayakan dan kepatutan Pengurus, standar kompetensi Pengelola; dan
     
    h.
    menyusun pedoman pelaksanaan tugas Pengawas.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB X
    PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA LAYANAN SIMPAN PINJAM

    Bagian Kesatu
    Penerapan Prinsip


    Pasal 76

    (1)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib menerapkan PMPJ.
    (2)
    Dalam menerapkan PMPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib:
     
    a.
    menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi anggota dan Koperasi lain;
     
    b.
    menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi anggota dan Koperasi lain; dan
     
    c.
    menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen Risiko yang berkaitan dengan penerapan PMPJ.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 77

    (1)
    Pengurus KSP/KSPPS dan Pengurus Koperasi yang memiliki USP/USPPS wajib bertanggung jawab atas penerapan dan pengawasan pelaksanaan PMPJ.
    (2)
    Pengurus KSP/KSPPS dan Pengurus Koperasi yang memiliki USP/USPPS bertanggung jawab atas pemberian pengetahuan dan/atau pelatihan bagi Pengelola mengenai penerapan PMPJ.
    (3)
    Pengurus KSP/KSPPS dan Pengurus Koperasi yang memiliki USP/USPPS bertanggung jawab untuk menangani anggota dan Koperasi lain yang diestimasikan mempunyai Risiko tinggi dan/atau transaksi yang dapat dikategorikan sebagai transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transactions).
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Pembentukan Tim Satuan Tugas Pengawasan dan Pelaporan Transaksi Mencurigakan


    Pasal 78

    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib membentuk unit satuan tugas pengawasan dan pelaporan transaksi mencurigakan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 79

    (1)
    Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat membentuk satuan tugas pengawasan dan pelaporan transaksi mencurigakan untuk meningkatkan efektivitas sistem pengawasan usaha simpan pinjam oleh Koperasi.
    (2)
    Susunan personil, tugas, fungsi, dan kewenangan satuan tugas pengawasan dan pelaporan transaksi mencurigakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Identifikasi Anggota


    Pasal 80

    (1)
    Sebelum KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi melakukan transaksi dengan anggota dan Koperasi lain, KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib meminta data dan informasi mengenai:
     
    a.
    identitas anggota dan Koperasi lain; dan
     
    b.
    profil anggota dan Koperasi lain.
    (2)
    Identitas anggota dan Koperasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dibuktikan dengan dokumen pendukung.
    (3)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib meneliti kebenaran dokumen pendukung identitas anggota dan Koperasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (4)
    Bagi KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang telah menggunakan media elektronik dalam pelayanan jasa KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib melakukan pertemuan dengan anggota dan Koperasi lain sekurang-kurangnya pada saat pembukaan rekening Simpanan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 81

    Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) bagi:
    a.
    anggota paling sedikit terdiri atas:
     
    1.
    identitas yang memuat:
     
     
    a)
    nama;
     
     
    b)
    tempat dan tanggal lahir;
     
     
    c)
    alamat tinggal tetap; dan
     
     
    d)
    kewarganegaraan,
     
    2.
    keterangan mengenai pekerjaan;
     
    3.
    spesimen tanda tangan; dan
     
    4.
    keterangan mengenai sumber dana dan tujuan penggunaan dana,
     
    dan
    b.
    Koperasi lain paling sedikit terdiri atas:
     
    1.
    akta pendirian dan/atau akta perubahan anggaran dasar;
     
    2.
    Nomor Induk Koperasi dan/atau nomor induk berusaha;
     
    3.
    nama, spesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Koperasi lain;
     
    4.
    keterangan sumber dana dan tujuan penggunaan dana;
     
    5.
    nomor pokok wajib pajak; dan
     
    6.
    dokumen identitas Pengurus yang berwenang mewakili Koperasi lain.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Pemantauan Rekening dan Transaksi

     

    Pasal 82

    (1)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib melakukan pemantauan rekening dan transaksi dengan anggota dan Koperasi lain.
    (2)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dilarang melakukan transaksi dengan anggota dan Koperasi lain yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan Pasal 81.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Pembaruan dan Pencatatan Data


    Pasal 83

    (1)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib melakukan pembaruan data dalam hal terdapat perubahan terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81.
    (2)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib mencatat dan menyimpan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak anggota dan Koperasi lain menutup rekening Simpanan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 84

    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi harus memiliki sistem pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh anggota dan Koperasi lain.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 85

    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib mengelola profil anggota dan Koperasi lain paling sedikit meliputi informasi mengenai:
    a.
    pekerjaan atau bidang usaha;
    b.
    jumlah penghasilan;
    c.
    rekening lain yang dimiliki;
    d.
    aktivitas transaksi normal; dan
    e.
    tujuan pembukaan rekening Simpanan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 86

    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib menyampaikan salinan kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) kepada Menteri.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 87

    (1)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada lembaga yang mempunyai fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah diketahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan.
    (2)
    Penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keenam
    Pelaporan PMPJ


    Pasal 88

    (1)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan tunai yang melebihi Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada lembaga yang mempunyai fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
    (2)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada lembaga yang mempunyai fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB XI
    PENGAWASAN DAN PELAPORAN

    Bagian Kesatu
    Pengawasan

    Paragraf 1
    Umum


    Pasal 89

    (1)
    Pengawasan terhadap KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dilakukan oleh:
     
    a.
    Menteri bagi KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas provinsi;
     
    b.
    gubernur bagi KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) wilayah provinsi; dan
     
    c.
    bupati/wali kota bagi KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
    (2)
    Pengawasan terhadap KSP/KSPPS meliputi aspek:
     
    a.
    Izin usaha dan/atau Izin Jaringan Pelayanan;
     
    b.
    tata kelola;
     
    c.
    profil Risiko;
     
    d.
    kinerja keuangan; dan
     
    e.
    permodalan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 90

    (1)
    Izin usaha dan/atau Izin Jaringan Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) huruf a paling sedikit meliputi perizinan usaha simpan pinjam berbasis Risiko, dan Jaringan Pelayanan Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu/Kantor Kas.
    (2)
    Tata kelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) huruf b paling sedikit meliputi prinsip Koperasi, kelembagaan, dan manajemen termasuk uji kelayakan untuk Pengurus dan Pengawas.
    (3)
    Profil Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) huruf c paling sedikit meliputi penilaian Risiko inheren dan penerapan manajemen Risiko.
    (4)
    Kinerja keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) huruf d paling sedikit meliputi evaluasi kinerja keuangan, manajemen keuangan, dan kesinambungan keuangan.
    (5)
    Permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) huruf e paling sedikit meliputi kecukupan modal dan kepatutan pengelolaan permodalan.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 2
    Kewenangan dan Tugas Pengawasan

     

    Pasal 91

    (1)
    Bupati/wali kota melaksanakan pengawasan Jaringan Pelayanan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas yang berkedudukan di wilayahnya untuk melindungi anggota KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi.
    (2)
    Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada:
     
    a.
    Menteri untuk KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas daerah provinsi; dan
     
    b.
    gubernur untuk KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 92

    (1)
    Pelaksanaan Pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) dapat dilakukan oleh tim Pengawas KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi.
    (2)
    Tim pengawas KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Jabatan Fungsional Pengawas Koperasi dan pejabat struktural yang membidangi Koperasi.
    (3)
    Susunan tim Pengawas KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi paling sedikit terdiri atas ketua dan anggota.
    (4)
    Tim Pengawas KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi ditetapkan oleh Deputi/Kepala Dinas provinsi/kabupaten/kota.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 93

    Tugas pelaksanaan Pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi meliputi:
    a.
    pengawasan terhadap seluruh fasilitas sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan usaha KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi;
    b.
    pemeriksaan, verifikasi, dan klarifikasi setiap dokumen yang berkaitan dengan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi;
    c.
    permintaan keterangan dari anggota, Pengawas, Pengurus, Dewan Pengawas Syariah, Pengelola/manajemen, karyawan, kreditor, investor, dan mitra kerja KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi;
    d.
    penyusunan BAPK dan LHPKK;
    e.
    pelaporan hasil pemeriksaan kepada pimpinan pemberi tugas; dan
    f.
    pemantauan penerapan sanksi administratif terhadap KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan tingkat kesehatan dalam pengawasan atau dalam pengawasan khusus.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 94

    Tim Pengawas KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi bertanggung jawab kepada:
    a.
    Menteri melalui Deputi untuk pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang menjadi kewenangan Kementerian;
    b.
    Kepala Dinas provinsi untuk pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi; dan
    c.
    Kepala Dinas kabupaten/kota untuk pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 3
    Jenis Pelaksanaan Pengawasan


    Pasal 95

    (1)
    Jenis pelaksanaan pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi meliputi:
     
    a.
    pengawasan rutin; dan
     
    b.
    pengawasan sewaktu-waktu.
    (2)
    Jenis pelaksanaan pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan media teknologi informasi.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 96

    (1)
    Pengawasan rutin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf a dapat dilakukan:
     
    a.
    secara langsung (on-site); atau
     
    b.
    secara tidak langsung (off-site),
     
    kepada KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi.
    (2)
    Pengawasan secara langsung (on-site) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, mengolah, dan mengevaluasi data dan/atau keterangan mengenai KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang dilakukan di kantor Koperasi dan di tempat lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi.
    (3)
    Pengawasan secara tidak langsung (off-site) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan menganalisa dan memeriksa dokumen dan laporan tertulis yang wajib disampaikan secara berkala oleh KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi kepada Deputi atau Kepala Dinas sesuai dengan wilayah keanggotaan.
    (4)
    Dokumen dan laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit meliputi:
     
    a.
    perubahan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, Pengurus/Pengawas, dan alamat Koperasi;
     
    b.
    laporan pertanggungjawaban tahunan Pengurus dan Pengawas, berita acara, dan pernyataan keputusan rapat anggota ditandatangani oleh pimpinan, sekretaris rapat, dan salah satu wakil anggota; dan
     
    c.
    Rencana Kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi.
    (5)
    Selain Dokumen dan laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dapat memberikan laporan keuangan yang telah dilakukan audit oleh akuntan publik.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 97

    Pengawasan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan:
    a.
    perintah dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    b.
    laporan dari masyarakat yang disampaikan secara resmi dan dapat dipertanggungjawabkan; dan/atau
    c.
    permasalahan Koperasi yang memerlukan penanganan khusus dan dapat melibatkan instansi terkait.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 4
    Hasil Pengawasan


    Pasal 98

    Hasil pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi berupa LHPKK.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 99

    (1)
    LHPKK berisi dokumen laporan tertulis hasil pemeriksaan kesehatan Koperasi dan pemberian skor tingkat kesehatan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi.
    (2)
    Tingkat kesehatan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
     
    a.
    sehat;
     
    b.
    cukup sehat;
     
    c.
    dalam pengawasan; atau
     
    d.
    dalam pengawasan khusus.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 100

    (1)
    Terhadap KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan tingkat kesehatan sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf a atau cukup sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf b diberikan sertifikat kesehatan.
    (2)
    Terhadap KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan tingkat kesehatan dalam pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf c atau dalam pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf d ditindaklanjuti dengan sanksi administratif.
    (3)
    Sertifikat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Deputi atau Kepala Dinas provinsi, kabupaten, atau kota berdasarkan LHPKK.
    (4)
    Deputi dapat mempublikasikan tingkat kesehatan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi melalui media elektronik.
    (5)
    Kepala Dinas provinsi atau kabupaten/kota dapat mempublikasikan tingkat kesehatan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi melalui media elektronik.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 5
    Kerja Sama Pengawasan


    Pasal 101

    Dalam rangka sinergitas dan koordinasi, pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dapat dilakukan melalui kerja sama dengan instansi terkait.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 102

    Dalam hal diperlukan, Deputi atau Kepala Dinas dapat menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit dengan biaya dibebankan kepada KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang bersangkutan.
     
     
     
     
     
     
     
    Paragraf 6
    Tahapan Pengawasan


    Pasal 103

    Tahapan pengawasan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi terdiri atas:
    a.
    persiapan pemeriksaan secara langsung;
    b.
    pelaksanaan pemeriksaan;
    c.
    pelaporan hasil pemeriksaan; dan/atau
    d.
    penerapan sanksi administratif.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 104

    (1)
    Pengawasan terhadap KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan anggota dan para pihak terhadap Koperasi yang bersangkutan.
    (2)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang mempunyai modal paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun buku wajib diaudit oleh akuntan publik dari kantor akuntan publik yang terdaftar dan tidak dalam masa sanksi/pembekuan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3)
    Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan pada rapat anggota.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Pelaporan


    Pasal 105

    (1)
    KSP/KSPPS yang termasuk dalam klasifikasi usaha KSP/KSPPS I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a dan KSP/KSPPS yang termasuk dalam klasifikasi usaha KSP/KSPPS II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b wajib menyampaikan laporan keuangan setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota.
    (2)
    KSP/KSPPS yang termasuk dalam klasifikasi usaha KSP/KSPPS III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf c dan KSP/KSPPS yang termasuk dalam klasifikasi usaha KSP/KSPPS IV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf d wajib menyampaikan laporan keuangan setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota.
    (3)
    Laporan keuangan tahunan KSP/KSPPS yang termasuk dalam klasifikasi usaha KSP/KSPPS III dan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dipublikasikan melalui media elektronik atau non-elektronik.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB XII
    KETENTUAN LAIN-LAIN


    Pasal 106

    (1)
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib melaporkan kegiatan usahanya secara elektronik kepada Menteri berkaitan dengan pelayanan penghimpunan dana, penyaluran dana, dan sumber Pinjaman/pembiayaan berdasarkan Peraturan Menteri ini, paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
    (2)
    Dalam hal media pelaporan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia atau mengalami kendala teknis, KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi wajib menyampaikan laporan kegiatan usaha secara manual kepada Menteri dengan ditembuskan kepada gubernur atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
    (3)
    Menteri melakukan verifikasi terhadap pelaporan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
    (4)
    Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar penilaian:
     
    a.
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi; atau
     
    b.
    Koperasi yang melaksanakan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 107

    (1)
    Menteri melakukan penilaian terhadap laporan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106.
    (2)
    Menteri dalam melakukan penilaian terhadap laporan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh:
     
    a.
    Kepala Dinas kabupaten/kota untuk KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam daerah kabupaten atau kota; atau
     
    b.
    Kepala Dinas provinsi untuk KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah provinsi.
    (3)
    Kriteria penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
     
    a.
    menghimpun dana dari anggota Koperasi yang bersangkutan dan/atau Koperasi lain;
     
    b.
    menyalurkan Pinjaman anggota Koperasi yang bersangkutan dan/atau Koperasi lain;
     
    c.
    sumber Pinjaman/pembiayaan dari bank dan/atau lembaga keuangan bagi KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi paling banyak 40% (empat puluh persen) dari Aset; dan
     
    d.
    tidak melakukan layanan jasa keuangan seperti usaha perbankan, usaha asuransi, usaha dana pensiun, pasar modal, usaha lembaga pembiayaan, usaha modal ventura dan kegiatan usaha lain yang ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai sektor jasa keuangan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 108

    (1)
    Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 dilakukan untuk menetapkan status Koperasi ke dalam kategori:
     
    a.
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi; atau
     
    b.
    Koperasi yang melaksanakan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
    (2)
    Penetapan status sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
    (3)
    Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat:
     
    a.
    melakukan penyesuaian menjadi KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi selama masa penilaian;
     
    b.
    memproses perizinan usaha sebagai Koperasi yang melaksanakan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
     
    c.
    melakukan penggabungan, peleburan, pembagian, pemisahan, atau penyehatan usaha kepada KSP/KSPPS; dan/atau
     
    d.
    melakukan pengintegrasian kerja sama dengan KSP/KSPPS yang telah memiliki Izin usaha.
    (4)
    Koperasi yang melakukan pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
    (5)
    Koperasi yang tidak melaksanakan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib membubarkan diri bagi KSP/KSPPS atau menutup usaha bagi USP/USPPS Koperasi.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB XIII
    SANKSI ADMINISTRATIF


    Pasal 109

    (1)
    KSP/KSPPS dan/atau USP/USPPS yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), Pasal 5 ayat (4), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 22 ayat (7) huruf a, Pasal 22 ayat (7) huruf d, Pasal 22 ayat (7) huruf e, Pasal 23 ayat (7), Pasal 24 ayat (2), Pasal 26 ayat (2), Pasal 26 ayat (4), Pasal 26 ayat (6), Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 28 ayat (3), Pasal 28 ayat (4), Pasal 30 ayat (11), Pasal 31 ayat (2), Pasal 33 ayat (3), Pasal 33 ayat (4), Pasal 34 ayat (2), Pasal 34 ayat (4), Pasal 34 ayat (5), Pasal 34 ayat (9), Pasal 35, Pasal 36 ayat (2), Pasal 36 ayat (3), Pasal 36 ayat (4), Pasal 39 ayat (2), Pasal 39 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 41 ayat (3), Pasal 44, Pasal 47, Pasal 52 ayat (1), Pasal 53 ayat (5), Pasal 54 ayat (1), Pasal 54 ayat (3), Pasal 57 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), Pasal 59 ayat (4), Pasal 60 ayat (4), Pasal 63 ayat (1), Pasal 63 ayat (2), Pasal 63 ayat (6), Pasal 63 ayat (7), Pasal 65 ayat (2), Pasal 68, Pasal 76, Pasal 77 ayat (1), Pasal 78, Pasal 80 ayat (1), Pasal 80 ayat (3), Pasal 80 ayat (4), Pasal 82, Pasal 83, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87 ayat (1), Pasal 88, Pasal 96 ayat (3), Pasal 104 ayat (2), Pasal 105, Pasal 106 ayat (1), Pasal 106 ayat (2), dan Pasal 108 ayat (5) dikenai sanksi administrasi.
    (2)
    Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
     
    a.
    teguran tertulis pertama dan kedua;
     
    b.
    penurunan penilaian kesehatan;
     
    c.
    usulan pemberhentian sementara terhadap Pengurus dan/atau Pengelola;
     
    d.
    pembekuan sementara Izin Usaha Simpan Pinjam pencabutan Izin Usaha Simpan Pinjam; dan/atau
     
    e.
    penutupan USP/USPPS Koperasi atau pembubaran KSP/KSPPS.
    (3)
    Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB XIV
    KETENTUAN PERALIHAN


    Pasal 110

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
    a.
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang telah memiliki Izin Usaha Simpan Pinjam tetap dapat melaksanakan usahanya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini;
    b.
    KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi yang pada saat pengesahan badan hukum belum memiliki Izin Usaha Simpan Pinjam, wajib mengurus Izin usaha paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku; dan
    c.
    Koperasi yang memiliki USP/USPPS Koperasi dengan Aset diatas 50% (lima puluh persen) dari Aset Koperasi, dan/atau Aset unit simpan pinjamnya diatas Rp15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah) wajib beralih menjadi KSP/KSPPS dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB XV
    KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 111

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
    a.
    Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1494);
    b.
    Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 257);
    c.
    Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 86);
    d.
    Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1070);
    e.
    Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 827); dan
    f.
    Ketentuan Pasal 1 angka 35, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 101 ayat (1), dan Pasal 104 ayat (2) Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 09 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Perkoperasian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 833),
    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 112

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
     
     
     
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
     
     
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 16 Juni 2023
    MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
    REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    TETEN MASDUKI

    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 20 Juni 2023
    DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
    REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    ASEP N. MULYANA

    Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 8 TAHUN 2023 - Perpajakan DDTC