Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 99 TAHUN 2024
TENTANG
PENILAIAN OLEH PENILAI PEMERINTAH DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa ketentuan pelaksanaan penilaian oleh penilai pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.06/2020 tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
|
|||||||
b.
|
bahwa untuk meningkatkan tata kelola dan layanan Penilaian oleh Penilai Pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.06/2020 tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara perlu diganti;
|
|||||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
|
|||||||
3.
|
Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
|
|||||||
4.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
|
|||||||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 132 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 975);
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN OLEH PENILAI PEMERINTAH DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||
1.
|
Penilaian adalah proses kegiatan yang dilakukan seorang penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek Penilaian pada tanggal tertentu.
|
|||||||
2.
|
Penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk melakukan Penilaian serta diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|||||||
3.
|
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
|
|||||||
4.
|
Pejabat Fungsional Penilai adalah PNS yang diangkat dalam jabatan fungsional Penilai dan diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh untuk melaksanakan kegiatan di bidang Penilaian, termasuk atas hasil Penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
5.
|
Pejabat Fungsional Analis Keuangan Negara di Bidang Penilaian adalah PNS yang diangkat dalam jabatan fungsional analisis keuangan negara dan berkedudukan di direktorat yang memiliki tugas dan fungsi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang Penilaian.
|
|||||||
6.
|
Penilai Pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Penilai Pemerintah adalah Pejabat Fungsional Penilai yang berkedudukan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan Pejabat Fungsional Analis Keuangan Negara di Bidang Penilaian.
|
|||||||
7.
|
Pemohon Penilaian yang selanjutnya disebut Pemohon adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan Penilaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
8.
|
Pengelola Sektor adalah menteri/pimpinan lembaga, pemerintah daerah, atau pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kewenangan untuk melakukan pengelolaan kekayaan yang dikuasai negara pada sektor tertentu.
|
|||||||
9.
|
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
|
|||||||
10.
|
Nilai Pasar adalah estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh atau dibayar untuk penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal Penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian, dan tanpa paksaan.
|
|||||||
11.
|
Nilai Likuidasi adalah estimasi sejumlah uang yang akan diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran secara layak.
|
|||||||
12.
|
Nilai Ekonomi adalah estimasi nilai atas pemanfaatan sumber daya alam secara fisik dan/atau sebagai jasa ekosistem, baik langsung maupun tidak langsung dan/atau nilai yang mencerminkan keberlanjutan akan fungsi dan/atau manfaat sumber daya alam.
|
|||||||
13.
|
Nilai Penggantian Wajar adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian nonfisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas properti.
|
|||||||
14.
|
Nilai Investasi adalah nilai dari suatu aset bagi pemilik atau calon pemilik untuk investasi individu atau tujuan operasional.
|
|||||||
15.
|
Properti adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang memiliki konsep kepemilikan, hak dan kepentingan, nilai, serta dapat membentuk kekayaan.
|
|||||||
16.
|
Bisnis adalah kepemilikan dalam perusahaan yang meliputi penyertaan dalam perusahaan, surat berharga, aset keuangan lainnya, dan aset tak berwujud.
|
|||||||
17.
|
Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat SDA adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas SDA hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
|
|||||||
18.
|
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman Lelang.
|
|||||||
19.
|
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
|
|||||||
20.
|
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
|
|||||||
21.
|
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa yang selanjutnya disingkat ABMA/T adalah aset yang dikuasai negara berdasarkan:
|
|||||||
|
a.
|
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
|
||||||
|
b.
|
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;
|
||||||
|
c.
|
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964; dan
|
||||||
|
d.
|
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T0403/G5/5/66.
|
||||||
22.
|
Benda Sitaan adalah semua benda yang disita oleh penyidik, penuntut umum atau pejabat yang berwenang untuk menyita barang guna keperluan barang bukti dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan, atau sebagai jaminan untuk melunasi utang pajak, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
23.
|
Benda Sita Eksekusi adalah barang rampasan negara yang berasal dari hasil penyitaan dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk membayar denda atau uang pengganti dalam perkara pidana.
|
|||||||
24.
|
Barang Jaminan adalah harta kekayaan milik penanggung utang dan/atau penjamin utang yang diserahkan sebagai jaminan penyelesaian utang.
|
|||||||
25.
|
Barang Rampasan Negara adalah BMN yang berasal dari barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau barang yang berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara dan/atau barang hasil sita eksekusi dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan untuk membayar denda atau uang pengganti dalam perkara pidana.
|
|||||||
26.
|
Barang Temuan adalah barang sitaan atau barang yang diduga berasal dari atau terkait tindak pidana, yang tidak diketahui lagi pemiliknya.
|
|||||||
27.
|
Harta Kekayaan Lain adalah harta kekayaan milik penanggung utang atau pihak yang memperoleh hak yang tidak dilakukan pengikatan sebagai jaminan utang namun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi jaminan penyelesaian utang.
|
|||||||
28.
|
Kekayaan Yang Dikuasai Negara adalah kekayaan negara atas bumi, air, udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta kekayaan lainnya dalam wilayah dan yurisdiksi Republik Indonesia yang dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
|
|||||||
29.
|
Jasa Ekosistem atau Jasa Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Jasa Ekosistem adalah kontribusi ekosistem terhadap manfaat yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan manusia lainnya, yang terdiri atas jasa penyediaan (provisioning), jasa pendukung (supporting), jasa pengaturan (regulating), dan jasa budaya (cultural).
|
|||||||
30.
|
Basis Data adalah kumpulan data dan informasi pendukung lainnya yang berkaitan dengan Penilaian yang disimpan dalam media penyimpanan data.
|
|||||||
31.
|
Entitas adalah suatu unit usaha, dengan aktivitas atau berfokus pada kegiatan ekonomi.
|
|||||||
32.
|
Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
|
|||||||
33.
|
Kerugian Ekonomis adalah kerugian yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa tertentu sebagai bagian dari tindakan korporasi atau atas transaksi material.
|
|||||||
34.
|
Instrumen Keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan dan liabilitas keuangan Ekuitas atau instrumen Ekuitas Entitas lain.
|
|||||||
35.
|
Aset Tak Berwujud yang selanjutnya disingkat ATB adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
|
|||||||
36.
|
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
37.
|
Kantor Pusat adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal.
|
|||||||
38.
|
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah pada Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, bimbingan teknis, supervisi, pengendalian, evaluasi dan pelaksanaan tugas di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang.
|
|||||||
39.
|
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang.
|
|||||||
40.
|
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|||||||
41.
|
Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
42.
|
Direktur Penilaian yang selanjutnya disebut Direktur adalah pejabat unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||||||||
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
|
||||||||
a.
|
tata cara Penilaian oleh Penilai Pemerintah;
|
|||||||
b.
|
Penilaian Properti;
|
|||||||
c.
|
Penilaian Bisnis; dan
|
|||||||
d.
|
Penilaian SDA.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||||||
(1)
|
Objek Penilaian Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
tanah dan/atau bangunan; dan
|
||||||
|
b.
|
selain tanah dan bangunan.
|
||||||
(2)
|
Penggolongan objek Penilaian Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
Properti sederhana; dan
|
||||||
|
b.
|
selain Properti sederhana.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||||||
Objek Penilaian Bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:
|
||||||||
a.
|
Entitas;
|
|||||||
b.
|
Ekuitas;
|
|||||||
c.
|
Kerugian Ekonomis yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa terkait Bisnis;
|
|||||||
d.
|
Instrumen Keuangan;
|
|||||||
e.
|
ATB; dan
|
|||||||
f.
|
objek Penilaian Bisnis lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||||||
(1)
|
Objek Penilaian SDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
sumber daya energi dan mineral;
|
||||||
|
b.
|
sumber daya kehutanan;
|
||||||
|
c.
|
sumber daya kelautan dan perikanan;
|
||||||
|
d.
|
sumber daya air; dan
|
||||||
|
e.
|
SDA lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(2)
|
Penggolongan objek Penilaian SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
SDA nonhayati; dan
|
||||||
|
b.
|
SDA hayati.
|
||||||
(3)
|
Objek Penilaian SDA nonhayati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan aset fisik SDA.
|
|||||||
(4)
|
Objek Penilaian SDA hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
aset fisik SDA, yang terdiri dari atas:
|
||||||
|
|
1.
|
individu; dan
|
|||||
|
|
2.
|
ekosistem; dan
|
|||||
|
b.
|
Jasa Ekosistem.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||||||
Klasifikasi objek Penilaian Properti berdasarkan penggolongan objek Penilaian Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan klasifikasi objek Penilaian SDA berdasarkan penggolongan objek Penilaian SDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||||||
Penilaian oleh Penilai Pemerintah dilaksanakan berdasarkan:
|
||||||||
a.
|
permohonan Penilaian oleh Pemohon berdasarkan kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
|
|||||||
b.
|
penugasan Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||||||
(1)
|
Permohonan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a disampaikan secara fisik dan/atau elektronik kepada:
|
|||||||
|
a.
|
Direktur, untuk kewenangan penugasan Penilai Pemerintah oleh Direktur;
|
||||||
|
b.
|
Kepala Kantor Wilayah, untuk kewenangan penugasan Penilai Pemerintah oleh Kepala Kantor Wilayah; atau
|
||||||
|
c.
|
Kepala Kantor Pelayanan, untuk kewenangan penugasan Penilai Pemerintah oleh Kepala Kantor Pelayanan.
|
||||||
(2)
|
Permohonan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
surat permohonan yang minimal memuat:
|
||||||
|
|
1.
|
identitas Pemohon;
|
|||||
|
|
2.
|
latar belakang dan/atau tujuan Penilaian yang dimohonkan; dan
|
|||||
|
|
3.
|
data dan informasi awal objek yang dimohonkan; dan
|
|||||
|
b.
|
dokumen persyaratan sesuai dengan jenis objek Penilaian.
|
||||||
(3)
|
Penyampaian permohonan Penilaian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui sistem informasi Penilaian yang dikelola Direktorat Jenderal.
|
|||||||
(4)
|
Kelengkapan dan kebenaran atas dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemohon.
|
|||||||
(5)
|
Permohonan Penilaian dalam rangka pengelolaan BMN yang kewenangan pengelolaannya berada pada Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan menggunakan permohonan persetujuan pengelolaan BMN sebagai dokumen permohonan Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||||||
Penugasan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dapat berupa:
|
||||||||
a.
|
penugasan Penilaian terjadwal; atau
|
|||||||
b.
|
penugasan Penilaian insidental dari Menteri, Direktur Jenderal, dan/atau Direktur bagi Penilai Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||||||
(1)
|
Penugasan Penilaian terjadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dilaksanakan berdasarkan rencana kerja.
|
|||||||
(2)
|
Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh:
|
|||||||
|
a.
|
Direktur;
|
||||||
|
b.
|
Kepala Kantor Wilayah; atau
|
||||||
|
c.
|
Kepala Kantor Pelayanan, untuk periode 1 (satu) tahun.
|
||||||
(3)
|
Rencana kerja minimal memuat:
|
|||||||
|
a.
|
tujuan Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
lingkup objek Penilaian; dan
|
||||||
|
c.
|
waktu pelaksanaan Penilaian.
|
||||||
(4)
|
Ruang lingkup Penilaian dalam rencana kerja meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
Penilaian SDA;
|
||||||
|
b.
|
Penilaian dalam rangka penentuan tarif pengelolaan BMN; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
Penilaian lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(5)
|
Rencana kerja dilengkapi dengan dokumen, data, dan informasi awal terkait objek Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||||||
Penugasan Penilaian insidental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b merupakan penugasan Penilaian dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan atau pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat yang tidak masuk dalam rencana kerja dan harus segera dilaksanakan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB II
TATA CARA PENILAIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 12 |
||||||||
Tata cara Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a oleh Penilai Pemerintah dilakukan melalui kegiatan:
|
||||||||
a.
|
prapenilaian;
|
|||||||
b.
|
pelaksanaan Penilaian; dan
|
|||||||
c.
|
pascapenilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Prapenilaian
Pasal 13 |
||||||||
(1)
|
Kegiatan prapenilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a dilaksanakan dengan melakukan verifikasi terhadap dokumen permohonan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a.
|
|||||||
(2)
|
Permohonan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diverifikasi oleh Penilai Pemerintah yang ditunjuk oleh Direktur/Kepala Kantor Wilayah/Kepala Kantor Pelayanan sebagai verifikator.
|
|||||||
(3)
|
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
kewenangan Pemohon dalam mengajukan permohonan Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
kewenangan Direktur/Kepala Kantor Wilayah/Kepala Kantor Pelayanan menugaskan Penilai Pemerintah untuk melaksanakan Penilaian;
|
||||||
|
c.
|
kelengkapan dan kelayakan data dan informasi awal objek Penilaian; dan
|
||||||
|
d.
|
kelengkapan dokumen persyaratan permohonan Penilaian.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||||||
(1)
|
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat berupa:
|
|||||||
|
a.
|
dokumen permohonan dapat diterima;
|
||||||
|
b.
|
permohonan yang diajukan di luar kewenangan Pemohon;
|
||||||
|
c.
|
permohonan diajukan di luar lingkup kewenangan Direktorat Jenderal;
|
||||||
|
d.
|
permohonan diajukan di luar kewenangan penugasan Penilai Pemerintah; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
data, informasi, dan/atau dokumen persyaratan permohonan tidak lengkap.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal hasil verifikasi permohonan Penilaian dapat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, permohonan ditindaklanjuti dengan analisis ketersediaan Penilai Pemerintah.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal hasil verifikasi permohonan yang diajukan di luar kewenangan Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau di luar lingkup kewenangan Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, permohonan dikembalikan secara tertulis kepada Pemohon.
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal hasil verifikasi permohonan diajukan di luar kewenangan penugasan Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktur/Kepala Kantor Wilayah/Kepala Kantor Pelayanan yang menerima permohonan meneruskan permohonan Penilaian kepada kantor yang berwenang.
|
|||||||
(5)
|
Dalam hal data, informasi, dan/atau dokumen persyaratan permohonan tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, permohonan Penilaian ditindaklanjuti dengan permintaan kelengkapan data, informasi, dan/atau dokumen persyaratan permohonan kepada Pemohon.
|
|||||||
(6)
|
Pemohon harus menyampaikan kelengkapan data, informasi, dan/atau dokumen persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan data.
|
|||||||
(7)
|
Dalam hal Pemohon tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), berkas dokumen permohonan Penilaian dikembalikan secara tertulis kepada Pemohon.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal berdasarkan hasil analisis ketersediaan Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
|
|||||||
(2)
|
terdapat ketersediaan:
|
|||||||
|
a.
|
tenaga Penilai Pemerintah yang memiliki tugas dan ruang lingkup kegiatan sebagaimana yang dimohonkan; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
tenaga Penilai Pemerintah dengan jumlah yang cukup untuk melaksanakan Penilaian yang dimohonkan,
|
||||||
|
permohonan ditindaklanjuti dengan penugasan Penilai Pemerintah.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan hasil analisis ketersediaan Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dinyatakan:
|
|||||||
|
a.
|
tidak terdapat tenaga Penilai Pemerintah yang memiliki tugas dan ruang lingkup kegiatan sebagaimana yang dimohonkan; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
tidak terdapat tenaga Penilai Pemerintah dengan jumlah yang cukup untuk melaksanakan Penilaian yang dimohonkan,
|
||||||
|
pada kantor yang menerima permohonan, permohonan Penilaian ditindaklanjuti dengan permohonan bantuan tenaga Penilai Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||||||||
(1)
|
Dalam rangka melaksanakan penugasan Penilaian insidental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Direktur Jenderal menugaskan Direktur atau Kepala Kantor Wilayah untuk menjadi koordinator penugasan Penilaian insidental.
|
|||||||
(2)
|
Direktur atau Kepala Kantor Wilayah bertindak selaku koordinator Penilaian insidental berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mempersiapkan data dan informasi awal yang diperlukan dalam pelaksanaan Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||||||
(1)
|
Direktur berwenang menugaskan Penilai Pemerintah yang berkedudukan di:
|
|||||||
|
a.
|
Kantor Pusat untuk melaksanakan Penilaian dengan objek yang berlokasi di seluruh wilayah Indonesia; atau
|
||||||
|
b.
|
Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan untuk melaksanakan Penilaian dengan objek yang berlokasi di wilayah kerjanya, dalam hal berdasarkan analisis pelaksanaan Penilaian lebih efektif dan efisien dilakukan oleh Penilai Pemerintah yang berkedudukan di Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan.
|
||||||
(2)
|
Kepala Kantor Wilayah berwenang menugaskan Penilai Pemerintah yang berkedudukan di:
|
|||||||
|
a.
|
Kantor Wilayah untuk melaksanakan Penilaian dengan objek yang berlokasi di seluruh wilayah kerja Kantor Wilayah; atau
|
||||||
|
b.
|
Kantor Pelayanan untuk melaksanakan Penilaian dengan objek yang berlokasi di wilayah kerjanya, dalam hal berdasarkan analisis pelaksanaan Penilaian lebih efektif dan efisien dilakukan oleh Penilai Pemerintah yang berkedudukan di Kantor Pelayanan.
|
||||||
(3)
|
Kepala Kantor Pelayanan berwenang menugaskan Penilai Pemerintah yang berkedudukan di wilayah kerjanya untuk melaksanakan Penilaian dengan objek yang berlokasi di:
|
|||||||
|
a.
|
wilayah kerjanya; atau
|
||||||
|
b.
|
wilayah kota/kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah kerja Kantor Pelayanan.
|
||||||
(4)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan berwenang menugaskan Penilai Pemerintah yang berkedudukan di wilayah kerjanya untuk melaksanakan Penilaian BMN dengan objek yang berlokasi di luar wilayah kerjanya dalam hal:
|
|||||||
|
a.
|
Penilaian dilaksanakan dengan tujuan penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat atau revaluasi BMN; dan
|
||||||
|
b.
|
objek Penilaian merupakan BMN yang berada pada pengguna barang/kuasa pengguna barang yang berkedudukan di wilayah kerjanya.
|
||||||
(5)
|
Kepala Kantor Pelayanan yang berkedudukan di wilayah Jakarta berwenang menugaskan Penilai Pemerintah yang berkedudukan di wilayah kerjanya untuk melaksanakan Penilaian BMN dengan objek yang berlokasi di wilayah kerja Kantor Pelayanan yang berbatasan langsung dengan wilayah kerjanya.
|
|||||||
(6)
|
Penugasan Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dituangkan dalam suatu surat tugas dan/atau surat keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pelayanan yang memberikan tugas dan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan yang menjadi lokasi objek Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||||||
(1)
|
Objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
BMN pada pengguna barang/kuasa pengguna barang:
|
||||||
|
|
1.
|
yang kewenangan pengelolaannya berada pada Direktur Jenderal; atau
|
|||||
|
|
2.
|
untuk kepentingan Penilaian underlying asset,
|
|||||
|
|
bagi Surat Berharga Syariah Negara;
|
||||||
|
b.
|
barang yang akan menjadi BMN melalui cara tukar menukar yang proses tukar menukarnya menjadi kewenangan Direktur Jenderal;
|
||||||
|
c.
|
kekayaan negara tertentu berupa:
|
||||||
|
|
1.
|
ABMA/T;
|
|||||
|
|
2.
|
aset yang berasal dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, mineral dan batubara, dan panas bumi;
|
|||||
|
|
3.
|
barang tegahan kepabeanan dan cukai;
|
|||||
|
|
4.
|
benda muatan kapal tenggelam;
|
|||||
|
|
5.
|
barang yang diperoleh/dirampas berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
|
|||||
|
|
6.
|
barang gratifikasi yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi;
|
|||||
|
|
7.
|
barang eks Bank Dalam Likuidasi, Bank Beku Operasi dan Bank Beku Kegiatan Usaha, dan barang hibah dalam rangka penanggulangan bencana; dan
|
|||||
|
|
8.
|
aset eks Yayasan Kerjasama Untuk Pembangunan Irian Jaya (The Irian Jaya Joint Development Foundation/IJJDF),
|
|||||
|
|
dengan lokasi objek yang tersebar minimal meliputi 4 (empat) wilayah kerja Kantor Wilayah dalam 1 (satu) permohonan Penilaian;
|
||||||
|
d.
|
aset yang berasal dari:
|
||||||
|
|
1.
|
Badan Usaha Milik Negara/Daerah;
|
|||||
|
|
2.
|
badan hukum yang di dalamnya terdapat kepemilikan negara;
|
|||||
|
|
3.
|
lembaga atau badan hukum publik; dan
|
|||||
|
|
4.
|
Perusahaan Perseroan (Persero) di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri Keuangan dan aset perseroan terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan anak perusahaan persero sepanjang disetujui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) anak perusahaan persero,
|
|||||
|
|
dengan lokasi objek yang tersebar minimal meliputi 4 (empat) wilayah kerja Kantor Wilayah dalam 1 (satu) permohonan;
|
||||||
|
e.
|
Entitas, Ekuitas, dan Instrumen Keuangan;
|
||||||
|
f.
|
SDA yang pengelolaannya berada pada kantor pusat Kementerian, Badan Usaha Milik Negara, atau badan hukum lainnya; dan
|
||||||
|
g.
|
objek lainnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara atau pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat berdasarkan penugasan Menteri atau Direktur Jenderal.
|
||||||
(2)
|
Objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
BMN pada pengguna barang/kuasa pengguna barang yang kewenangan pengelolaannya berada pada Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat;
|
||||||
|
b.
|
barang yang akan menjadi BMN melalui cara tukar menukar yang proses tukar menukarnya menjadi kewenangan Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat; dan
|
||||||
|
c.
|
kekayaan negara tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 sampai dengan angka 8, dengan lokasi objek yang tersebar minimal meliputi 2 (dua) wilayah kerja Kantor Pelayanan dalam 1 (satu) permohonan;
|
||||||
|
d.
|
aset yang berasal dari:
|
||||||
|
|
1.
|
Badan Usaha Milik Negara/Daerah;
|
|||||
|
|
2.
|
badan hukum yang di dalamnya terdapat kepemilikan negara;
|
|||||
|
|
3.
|
lembaga atau badan hukum publik; dan
|
|||||
|
|
4.
|
Perusahaan Perseroan (Persero) di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri Keuangan dan aset perseroan terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan anak perusahaan persero sepanjang disetujui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) anak perusahaan persero,
|
|||||
|
|
dengan lokasi objek yang tersebar minimal meliputi 2 (dua) wilayah kerja Kantor Pelayanan dalam 1 (satu) permohonan;
|
||||||
|
e.
|
Kerugian Ekonomis;
|
||||||
|
f.
|
SDA yang pengelolaannya berada pada pemerintah provinsi;
|
||||||
|
g.
|
BMD dan/atau kekayaan daerah pada pemerintah provinsi; dan
|
||||||
|
h.
|
objek lainnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara atau pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat berdasarkan penugasan Menteri atau Direktur Jenderal.
|
||||||
(3)
|
Objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
BMN meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
pada pengguna barang/kuasa pengguna barang yang kewenangan pengelolaannya berada pada Kepala Kantor Pelayanan;
|
|||||
|
|
2.
|
pada pengguna barang/kuasa pengguna barang yang kewenangan pengelolaannya telah dilimpahkan kepada pengguna barang; dan
|
|||||
|
|
3.
|
pada pengelola barang, meliputi BMN yang berasal dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, BMN eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), BMN eks Pertamina, aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan aset eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero);
|
|||||
|
b.
|
barang yang akan menjadi BMN melalui cara:
|
||||||
|
|
1.
|
tukar-menukar yang proses tukar menukarnya menjadi kewenangan Kepala Kantor Pelayanan; atau
|
|||||
|
|
2.
|
pembelian, hibah tanpa perolehan, yang kewenangan pengelolaannya berada pada Kantor Pelayanan;
|
|||||
|
c.
|
barang yang akan ditetapkan statusnya menjadi:
|
||||||
|
|
1.
|
BMN;
|
|||||
|
|
2.
|
barang di bawah pengelolaan instansi pemerintah yang belum tercatat sebagai BMN; atau
|
|||||
|
|
3.
|
koleksi museum;
|
|||||
|
d.
|
kekayaan negara tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 sampai dengan angka 8 dengan lokasi objek yang berada pada wilayah kerja Kantor Pelayanan;
|
||||||
|
e.
|
aset yang berasal dari:
|
||||||
|
|
1.
|
Badan Usaha Milik Negara/Daerah;
|
|||||
|
|
2.
|
badan hukum yang di dalamnya terdapat kepemilikan negara;
|
|||||
|
|
3.
|
lembaga atau badan hukum publik;
|
|||||
|
|
4.
|
Perusahaan Perseroan (Persero) di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri dan aset perseroan terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan anak perusahaan persero sepanjang disetujui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) anak perusahaan persero;
|
|||||
|
|
5.
|
Badan Layanan Umum/Daerah; dan
|
|||||
|
|
6.
|
Badan Usaha Milik Daerah/Desa yang di dalamnya terdapat saham milik Pemerintah Kota/Kabupaten/Desa,
|
|||||
|
|
dengan lokasi objek yang meliputi wilayah kerja Kantor Pelayanan;
|
||||||
|
f.
|
ATB;
|
||||||
|
g.
|
SDA yang pengelolaannya berada pada pemerintah kota/kabupaten;
|
||||||
|
h.
|
BMD dan/atau kekayaan daerah pada pemerintah kota/kabupaten/desa;
|
||||||
|
i.
|
aset Badan Usaha Milik Daerah/Desa yang di dalamnya terdapat saham milik pemerintah kota/kabupaten/desa;
|
||||||
|
j.
|
Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain yang terkait piutang negara atau pembiayaan yang berasal dari instansi pemerintah;
|
||||||
|
k.
|
Benda Sitaan, Benda Sita Eksekusi;
|
||||||
|
l.
|
Benda Temuan dan barang lainnya yang terkait dengan penegakan hukum, yang berasal dari aparat penegak hukum; dan
|
||||||
|
m.
|
objek lainnya dalam rangka penyelenggaraan:
|
||||||
|
|
1.
|
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
|
|||||
|
|
2.
|
pemerintahan atau pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat, berdasarkan penugasan Penilaian; dan
|
|||||
|
|
3.
|
bongkaran yang berasal dari BMN/BMD, aset Badan Usaha Milik Negara/Daerah, aset desa, aset Badan Layanan Umum/Daerah, atau aset badan hukum publik.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah yang mendapatkan penugasan melakukan Penilaian secara:
|
|||||||
|
a.
|
perorangan; atau
|
||||||
|
b.
|
tim Penilai.
|
||||||
(2)
|
Penetapan penugasan Penilai Pemerintah untuk melakukan Penilaian:
|
|||||||
|
a.
|
secara perorangan, dituangkan dalam surat tugas; atau
|
||||||
|
b.
|
secara tim, dituangkan dalam surat keputusan.
|
||||||
(3)
|
Penilaian secara perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk Penilaian Properti dengan objek Properti sederhana.
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal pelaksanaan Penilaian dilakukan oleh tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pembentukan tim Penilai mengikuti ketentuan sebagai berikut:
|
|||||||
|
a.
|
tim Penilai mempunyai anggota dalam jumlah bilangan ganjil;
|
||||||
|
b.
|
tim Penilai beranggotakan paling sedikit 3 (tiga) orang, dengan 1 (satu) orang berkedudukan sebagai ketua merangkap anggota;
|
||||||
|
c.
|
ketua tim Penilai merangkap anggota tim merupakan Penilai Pemerintah; dan
|
||||||
|
d.
|
anggota tim Penilai dapat berasal dari:
|
||||||
|
|
1.
|
Penilai Pemerintah;
|
|||||
|
|
2.
|
Penilai di lingkungan Direktorat Jenderal; dan/atau
|
|||||
|
|
3.
|
pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal yang pernah mengikuti pendidikan formal, diklat, workshop, dan/atau pelatihan yang terdapat materi terkait Penilaian.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Penilaian
Paragraf 1
Umum
Pasal 20 |
||||||||
Pelaksanaan Penilaian meliputi:
|
||||||||
a.
|
penentuan jenis nilai;
|
|||||||
b.
|
pengumpulan data dan informasi;
|
|||||||
c.
|
analisis data dan informasi;
|
|||||||
d.
|
penentuan pendekatan Penilaian;
|
|||||||
e.
|
simpulan nilai; dan
|
|||||||
f.
|
penyusunan laporan Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||||||
Jenis nilai yang dihasilkan dari pelaksanaan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 meliputi:
|
||||||||
a.
|
Nilai Pasar;
|
|||||||
b.
|
Nilai Wajar;
|
|||||||
c.
|
Nilai Likuidasi;
|
|||||||
d.
|
Nilai Ekonomi;
|
|||||||
e.
|
Nilai Penggantian Wajar;
|
|||||||
f.
|
Nilai Investasi; dan/atau
|
|||||||
g.
|
nilai lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Penentuan Jenis Nilai
Pasal 22 |
||||||||
Penilai Pemerintah menentukan jenis nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 berdasarkan:
|
||||||||
a.
|
tujuan Penilaian dalam permohonan atau penugasan Penilaian; dan/atau
|
|||||||
b.
|
ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Pengumpulan Data dan Informasi
Pasal 23 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah mempersiapkan pengumpulan data dan informasi dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengumpulkan data dan informasi awal objek Penilaian dari permohonan atau penugasan Penilaian yang telah diverifikasi;
|
||||||
|
b.
|
mengumpulkan data dan informasi terkait Penilaian dari basis data atau media daring, termasuk data laporan Penilaian sebelumnya atas objek Penilaian; dan
|
||||||
|
c.
|
merencanakan serta menentukan teknik survei lapangan untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Penilaian.
|
||||||
(2)
|
Survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi survei terhadap:
|
|||||||
|
a.
|
objek Penilaian; dan
|
||||||
|
b.
|
hal lain yang berhubungan dengan proses Penilaian.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 24 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah melaksanakan survei lapangan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan teknik:
|
|||||||
|
a.
|
survei langsung; atau
|
||||||
|
b.
|
survei tidak langsung.
|
||||||
(2)
|
Survei langsung dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi secara langsung di lapangan untuk objek Penilaian:
|
|||||||
|
a.
|
Properti;
|
||||||
|
b.
|
Bisnis; dan
|
||||||
|
c.
|
SDA.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal saat pelaksanaan survei langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditemukan kondisi objek Penilaian tidak dapat diakses secara langsung oleh Penilai Pemerintah karena pertimbangan keamanan dan keselamatan Penilai Pemerintah, Penilai Pemerintah dapat menggunakan alat bantu berupa:
|
|||||||
|
a.
|
drone;
|
||||||
|
b.
|
aplikasi pemetaan online;
|
||||||
|
c.
|
alat ukur elektronik;
|
||||||
|
d.
|
alat ukur optik; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
alat lainnya yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi.
|
||||||
(4)
|
Survei tidak langsung dilakukan dengan syarat minimal:
|
|||||||
|
a.
|
objek Penilaian Properti berupa:
|
||||||
|
|
1.
|
sebagian tanah dan/atau bangunan; atau
|
|||||
|
|
2.
|
selain tanah dan bangunan.
|
|||||
|
b.
|
biaya pelaksanaan survei lapangan secara langsung tidak ekonomis dibanding dengan manfaat yang akan didapatkan;
|
||||||
|
c.
|
data dan informasi lain di luar objek Penilaian dimungkinkan diperoleh dari sumber data sekunder; dan
|
||||||
|
d.
|
terdapat kondisi berupa:
|
||||||
|
|
1.
|
bencana atau kondisi kahar (force majeure) yang menghalangi akses menuju lokasi objek Penilaian;
|
|||||
|
|
2.
|
tersedianya jaringan teknologi informasi yang memadai di lokasi objek Penilaian untuk dilakukan panggilan video (video call); dan/atau
|
|||||
|
|
3.
|
penguasa atau pemilik objek Penilaian bersedia memfasilitasi pelaksanaan pengumpulan data dan informasi melalui survei tidak langsung oleh Penilai Pemerintah.
|
|||||
(5)
|
Selain survei lapangan yang dilaksanakan oleh Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penilai Pemerintah dapat meminta pihak lain untuk melaksanakan survei lapangan.
|
|||||||
(6)
|
Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
Pemohon;
|
||||||
|
b.
|
pihak yang menguasai objek Penilaian; atau
|
||||||
|
c.
|
pihak yang memiliki kompetensi dalam melakukan survei terhadap objek Penilaian.
|
||||||
(7)
|
Survei lapangan yang dilaksanakan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan dengan syarat dan kondisi minimal:
|
|||||||
|
a.
|
objek Penilaian berupa:
|
||||||
|
|
1.
|
Properti sederhana selain tanah, sepanjang Penilai Pemerintah yang bersangkutan secara perorangan atau dalam tim pernah melakukan Penilaian objek sejenis melalui survei langsung;
|
|||||
|
|
2.
|
bangunan, atau selain tanah dan bangunan yang pernah dinilai oleh Penilai Pemerintah bersangkutan secara perorangan atau dalam tim dengan pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui survei secara langsung;
|
|||||
|
|
3.
|
Instrumen Keuangan; atau
|
|||||
|
|
4.
|
SDA;
|
|||||
|
b.
|
dapat diperoleh data dan informasi tanpa survei secara langsung terkait:
|
||||||
|
|
1.
|
objek pembanding, dalam hal Penilaian dilakukan dengan menggunakan pendekatan pasar;
|
|||||
|
|
2.
|
analisis pasar; dan/atau
|
|||||
|
|
3.
|
hal lainnya, yang diperlukan dalam Penilaian; dan
|
|||||
|
c.
|
terdapat petunjuk teknis pengumpulan data dan informasi objek Penilaian yang dilakukan oleh pihak lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||||||
(1)
|
Survei lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mencocokkan kebenaran data dan informasi awal dengan kondisi objek Penilaian; dan
|
||||||
|
b.
|
mengumpulkan data dan informasi lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Penilaian.
|
||||||
(2)
|
Hasil survei lapangan dengan teknik survei langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dituangkan dalam Berita Acara Survei Lapangan yang minimal memuat:
|
|||||||
|
a.
|
nomor Berita Acara Survei Lapangan;
|
||||||
|
b.
|
hari dan tanggal pelaksanaan survei lapangan;
|
||||||
|
c.
|
keterangan bahwa survei lapangan dilaksanakan dengan teknik survei langsung;
|
||||||
|
d.
|
deskripsi hasil survei atas objek Penilaian;
|
||||||
|
e.
|
nama dan tanda tangan Penilai Pemerintah yang melaksanakan survei lapangan; dan
|
||||||
|
f.
|
nama dan tanda tangan pihak Pemohon, pendamping, atau saksi pelaksanaan survei lapangan.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal pada pelaksanaan survei langsung terdapat kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), Berita Acara Survei Lapangan juga memuat keterangan terkait kondisi yang dihadapi oleh Penilai Pemerintah dalam melakukan pengumpulan data dan informasi.
|
|||||||
(4)
|
Hasil survei lapangan dengan teknik survei tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b dituangkan dalam Berita Acara Survei Lapangan yang minimal memuat:
|
|||||||
|
a.
|
nomor Berita Acara Survei Lapangan;
|
||||||
|
b.
|
hari dan tanggal pelaksanaan survei lapangan;
|
||||||
|
c.
|
keterangan bahwa survei lapangan dilaksanakan dengan teknik survei tidak langsung;
|
||||||
|
d.
|
deskripsi hasil survei atas objek Penilaian;
|
||||||
|
e.
|
nama dan tanda tangan Penilai Pemerintah yang melaksanakan survei lapangan; dan
|
||||||
|
f.
|
bukti pendukung telah dilaksanakannya survei tidak langsung.
|
||||||
(5)
|
Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f dapat berupa tangkapan layar video call dan/atau dokumentasi rapat.
|
|||||||
(6)
|
Hasil survei lapangan yang dilaksanakan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) dituangkan dalam:
|
|||||||
|
a.
|
formulir pendataan yang disampaikan oleh pengelola barang, pengguna/kuasa pengguna barang, atau Pemohon kepada Penilai Pemerintah yang minimal memuat:
|
||||||
|
|
1.
|
deskripsi objek Penilaian;
|
|||||
|
|
2.
|
tanggal pendataan; dan
|
|||||
|
|
3.
|
nama dan tanda tangan dari pihak yang melakukan pendataan,
|
|||||
|
|
untuk Penilaian Properti atau Penilaian Bisnis; atau
|
||||||
|
b.
|
Berita Acara Pengumpulan Data yang minimal memuat:
|
||||||
|
|
1.
|
deskripsi objek Penilaian;
|
|||||
|
|
2.
|
tanggal Berita Acara Pengumpulan Data;
|
|||||
|
|
3.
|
data yang diperoleh; dan
|
|||||
|
|
4.
|
nama dan tanda tangan dari pihak yang melakukan pendataan,
|
|||||
|
|
untuk Penilaian SDA.
|
||||||
(7)
|
Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dilengkapi dengan surat keterangan dari:
|
|||||||
|
a.
|
pengelola barang;
|
||||||
|
b.
|
pengguna barang;
|
||||||
|
c.
|
kuasa pengguna barang; atau
|
||||||
|
d.
|
Pemohon,
|
||||||
|
yang menyatakan bahwa data dan informasi yang tercantum dalam formulir sesuai dengan kondisi yang ada.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||||||||
(1)
|
Survei lapangan tidak dilaksanakan dalam hal terdapat kondisi yang menyebabkan survei lapangan:
|
|||||||
|
a.
|
tidak dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung; dan
|
||||||
|
b.
|
tidak dapat dilaksanakan oleh pihak lain.
|
||||||
(2)
|
Kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
pihak yang menguasai objek Penilaian tidak kooperatif;
|
||||||
|
b.
|
adanya pihak lain yang melakukan tindakan menghambat;
|
||||||
|
c.
|
tidak terjaminnya keamanan atau keselamatan Penilai Pemerintah;
|
||||||
|
d.
|
terjadi peristiwa yang dikategorikan sebagai keadaan kahar (force majeure); dan/atau
|
||||||
|
e.
|
objek Penilaian tidak dapat diketahui keberadaannya atau tidak dapat ditemukan.
|
||||||
(3)
|
Terhadap tidak dilakukannya survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat Berita Acara Tidak Dapat Melakukan Survei Lapangan yang minimal memuat:
|
|||||||
|
a.
|
nomor Berita Acara Tidak Dapat Melakukan Survei Lapangan;
|
||||||
|
b.
|
hari dan tanggal pembuatan Berita Acara Tidak Dapat Melakukan Survei Lapangan;
|
||||||
|
c.
|
penyebab tidak dapat dilakukannya pengumpulan data dan informasi melalui survei lapangan;
|
||||||
|
d.
|
nama dan tanda tangan Penilai Pemerintah yang membuat Berita Acara Tidak Dapat Melakukan Survei Lapangan; dan
|
||||||
|
e.
|
nama dan tanda tangan pihak yang mengetahui penyebab tidak dapat dilaksanakannya survei lapangan.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah tidak dapat melaksanakan survei lapangan maka:
|
|||||||
|
a.
|
Penilaian tidak dilanjutkan prosesnya; dan
|
||||||
|
b.
|
permohonan Penilaian dikembalikan kepada Pemohon secara tertulis.
|
||||||
(5)
|
Dalam hal permohonan Penilaian terdiri dari beberapa objek yang sebagiannya tidak dapat dilakukan survei lapangan:
|
|||||||
|
a.
|
objek Penilaian yang dapat dilaksanakan survei lapangan tetap dilanjutkan proses Penilaiannya; dan
|
||||||
|
b.
|
objek Penilaian yang tidak dapat dilaksanakan survei lapangan diterbitkan Berita Acara Tidak Dapat Melakukan Survei Lapangan yang disampaikan secara tertulis kepada Pemohon, dan tidak dilanjutkan proses Penilaiannya.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah meminta tambahan data dan informasi Penilaian kepada Pemohon, yang dituangkan dalam Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data dalam hal terdapat:
|
|||||||
|
a.
|
perbedaan data awal dengan kondisi di lapangan yang tidak dapat dikonfirmasi oleh pendamping survei secara langsung pada saat survei; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
data objek Penilaian yang dibutuhkan untuk analisis Penilaian tidak ditemukan.
|
||||||
(2)
|
Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
|
|||||||
|
a.
|
nomor Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data;
|
||||||
|
b.
|
hari dan tanggal pembuatan Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data;
|
||||||
|
c.
|
dokumen atau data dan informasi pendukung yang perlu ditambahkan;
|
||||||
|
d.
|
nama dan tanda tangan Penilai Pemerintah yang membuat Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data; dan
|
||||||
|
e.
|
nama dan tanda tangan pihak pendamping atau saksi pelaksanaan survei lapangan.
|
||||||
(3)
|
Batas waktu penerimaan tambahan data dan informasi pendukung Penilaian paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data ditandatangani.
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui dan Pemohon tidak memberikan tambahan data dan informasi sebagaimana yang tertuang dalam Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data maka:
|
|||||||
|
a.
|
proses Penilaian tidak dilanjutkan; dan
|
||||||
|
b.
|
permohonan Penilaian dikembalikan kepada Pemohon.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Analisis Data dan Informasi
Pasal 28 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah melakukan analisis data dan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Sumber data dan informasi dalam melakukan analisis data dan informasi meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
data awal dan dokumen persyaratan;
|
||||||
|
b.
|
basis data;
|
||||||
|
c.
|
media daring; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
hasil survei lapangan, termasuk Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data.
|
||||||
(3)
|
Analisis data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
analisis pasar terkait objek Penilaian; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
analisis penggunaan tertinggi dan terbaik terhadap objek Penilaian berupa tanah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Penentuan Pendekatan Penilaian
Pasal 29 |
||||||||
(1)
|
Berdasarkan analisis data dan informasi, Penilai Pemerintah menentukan pendekatan Penilaian yang akan digunakan dalam melaksanakan Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Pendekatan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
pendekatan pasar, digunakan untuk:
|
||||||
|
|
1.
|
Penilaian Properti; dan
|
|||||
|
|
2.
|
Penilaian Bisnis;
|
|||||
|
b.
|
pendekatan biaya, digunakan untuk:
|
||||||
|
|
1.
|
Penilaian Properti; dan
|
|||||
|
|
2.
|
Penilaian Bisnis;
|
|||||
|
c.
|
pendekatan pendapatan, digunakan untuk:
|
||||||
|
|
1.
|
Penilaian Properti; dan
|
|||||
|
|
2.
|
Penilaian Bisnis;
|
|||||
|
d.
|
pendekatan aset, digunakan untuk Penilaian Bisnis;
|
||||||
|
e.
|
pendekatan berbasis pasar, digunakan untuk Penilaian SDA; dan
|
||||||
|
f.
|
pendekatan berbasis nonpasar, digunakan untuk Penilaian SDA.
|
||||||
(3)
|
Pendekatan pasar merupakan pendekatan Penilaian yang dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian dengan cara mempertimbangkan data penjualan dan/atau data penawaran dari objek pembanding sejenis atau pengganti.
|
|||||||
(4)
|
Pendekatan biaya merupakan pendekatan Penilaian yang dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek Penilaian atau penggantinya pada waktu Penilaian dilakukan kemudian dikurangi dengan penyusutan fisik atau penyusutan teknis, keusangan fungsional, dan/atau keusangan ekonomis.
|
|||||||
(5)
|
Pendekatan pendapatan merupakan pendekatan Penilaian yang dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian dengan cara mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan objek Penilaian melalui proses kapitalisasi langsung atau pendiskontoan.
|
|||||||
(6)
|
Pendekatan aset merupakan pendekatan Penilaian yang dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian berdasarkan laporan keuangan historis objek Penilaian, dengan cara menyesuaikan seluruh aset dan kewajiban.
|
|||||||
(7)
|
Pendekatan berbasis pasar merupakan pendekatan Penilaian yang dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian berupa SDA berdasarkan harga dan volume SDA yang berlaku di pasar.
|
|||||||
(8)
|
Pendekatan berbasis nonpasar merupakan pendekatan Penilaian yang dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian berupa SDA berdasarkan kesediaan membayar, biaya produksi, biaya pencegahan, dan/atau hasil penelitian di tempat lain.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 30 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah dapat menggunakan lebih dari 1 (satu) pendekatan Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal digunakan lebih dari 1 (satu) pendekatan Penilaian, Penilai Pemerintah:
|
|||||||
|
a.
|
melakukan rekonsiliasi berdasarkan bobot atas indikasi nilai dari pendekatan yang digunakan; atau
|
||||||
|
b.
|
memilih pendekatan yang dianggap paling mencerminkan nilai objek Penilaian.
|
||||||
(3)
|
Bobot atas indikasi nilai dari masing-masing pendekatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditentukan berdasarkan pertimbangan profesional Penilai Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Simpulan Nilai
Pasal 31 |
||||||||
(1)
|
Hasil perhitungan nilai dituangkan dalam simpulan nilai.
|
|||||||
(2)
|
Simpulan nilai dicantumkan dalam satuan mata uang Rupiah.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal perhitungan nilai menggunakan mata uang asing, simpulan nilai dicantumkan dengan mengonversikan mata uang asing dengan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal Penilaian.
|
|||||||
(4)
|
Dikecualikan dari ketentuan konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), simpulan nilai dapat dicantumkan dalam satuan mata uang asing sesuai dengan permohonan atau penugasan.
|
|||||||
(5)
|
Simpulan nilai dibulatkan dalam:
|
|||||||
|
a.
|
ribuan terdekat untuk simpulan nilai di atas Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah); atau
|
||||||
|
b.
|
ratusan terdekat untuk simpulan nilai sampai dengan Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).
|
||||||
(6)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), simpulan nilai tidak dibulatkan dalam hal:
|
|||||||
|
a.
|
dicantumkan dalam satuan mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
|
||||||
|
b.
|
merupakan nilai Ekuitas per lembar.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 7
Penyusunan Laporan Penilaian
Pasal 32 |
||||||||
(1)
|
Hasil Penilaian dituangkan dalam laporan Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Laporan Penilaian ditulis dalam bahasa Indonesia.
|
|||||||
(3)
|
Laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
laporan Penilaian berbentuk formulir atau laporan Penilaian ringkas; dan
|
||||||
|
b.
|
laporan Penilaian terperinci.
|
||||||
(4)
|
Laporan Penilaian berbentuk formulir dan laporan Penilaian ringkas merupakan laporan Penilaian untuk kepentingan Pemohon.
|
|||||||
(5)
|
Laporan Penilaian terperinci merupakan laporan Penilaian untuk kepentingan penatausahaan pemberi tugas.
|
|||||||
(6)
|
Laporan Penilaian berbentuk formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a digunakan untuk:
|
|||||||
|
a.
|
objek Penilaian berupa Properti sederhana; atau
|
||||||
|
b.
|
Penilaian dengan tujuan revaluasi BMN.
|
||||||
(7)
|
Laporan Penilaian ringkas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a digunakan untuk objek Penilaian selain Properti sederhana atau Penilaian dengan tujuan revaluasi BMN.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 33 |
||||||||
(1)
|
Laporan Penilaian berbentuk formulir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) huruf a minimal memuat:
|
|||||||
|
a.
|
nomor dan tanggal laporan Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
identitas Pemohon atau pemberi tugas Penilaian;
|
||||||
|
c.
|
nomor dan tanggal surat permohonan atau penugasan;
|
||||||
|
d.
|
nomor dan tanggal surat permohonan pengelolaan BMN dalam hal Penilaian dilakukan tanpa permohonan/penugasan;
|
||||||
|
e.
|
nomor dan tanggal surat tugas;
|
||||||
|
f.
|
uraian objek Penilaian;
|
||||||
|
g.
|
tujuan Penilaian;
|
||||||
|
h.
|
tanggal Penilaian;
|
||||||
|
i.
|
pendekatan Penilaian;
|
||||||
|
j.
|
simpulan nilai; dan
|
||||||
|
k.
|
nama dan tanda tangan Penilai atau tim Penilai.
|
||||||
(2)
|
Laporan Penilaian ringkas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) huruf a minimal memuat:
|
|||||||
|
a.
|
nomor dan tanggal laporan Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
nomor dan tanggal surat permohonan atau penugasan;
|
||||||
|
c.
|
nomor dan tanggal surat permohonan pengelolaan BMN dalam hal Penilaian dilakukan tanpa permohonan/penugasan;
|
||||||
|
d.
|
pernyataan Penilai Pemerintah;
|
||||||
|
e.
|
asumsi dan syarat pembatas;
|
||||||
|
f.
|
uraian objek Penilaian;
|
||||||
|
g.
|
tujuan Penilaian;
|
||||||
|
h.
|
tanggal survei lapangan, tanggal surat keterangan, atau tanggal Berita Acara Pengumpulan Data;
|
||||||
|
i.
|
tanggal Penilaian;
|
||||||
|
j.
|
hasil analisis data dan informasi;
|
||||||
|
k.
|
uraian pendekatan Penilaian;
|
||||||
|
l.
|
simpulan nilai; dan
|
||||||
|
m.
|
nama dan tanda tangan Penilai atau tim Penilai.
|
||||||
(3)
|
Laporan Penilaian terperinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) huruf b memuat:
|
|||||||
|
a.
|
laporan Penilaian berbentuk formulir; atau
|
||||||
|
b.
|
laporan Penilaian ringkas,
|
||||||
|
yang dilengkapi dengan lampiran berupa dokumen pendukung pelaksanaan Penilaian.
|
|||||||
(4)
|
Dokumen pendukung pelaksanaan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
surat permohonan;
|
||||||
|
b.
|
dokumen persyaratan sesuai dengan jenis objek Penilaian;
|
||||||
|
c.
|
surat tugas dan/atau surat keputusan pembentukan tim Penilai;
|
||||||
|
d.
|
Berita Acara Survei Lapangan, formulir pendataan, atau Berita Acara Pengumpulan Data; dan
|
||||||
|
e.
|
kertas kerja analisis perhitungan dan kertas kerja penjelasan dalam hal pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pasar.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 34 |
||||||||
(1)
|
Kendali mutu atas laporan Penilaian dilakukan dengan penelaahan atas konsep laporan Penilaian melalui kegiatan pemaparan.
|
|||||||
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kendali mutu atas laporan Penilaian dalam rangka penyusunan laporan keuangan pemerintah, revaluasi BMN, dan/atau revaluasi BMD dapat dilakukan dengan pengecekan dalam bentuk lembar pemeriksaan (routing slip) atas konsep laporan Penilaian.
|
|||||||
(3)
|
Kendali mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilaksanakan sebelum laporan Penilaian ditandatangani.
|
|||||||
(4)
|
Pelaksanaan kendali mutu atas laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
administrasi laporan Penilaian; dan
|
||||||
|
b.
|
prosedur dan penerapan pendekatan Penilaian.
|
||||||
(5)
|
Kendali mutu atas laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Penilai Pemerintah yang ditetapkan oleh Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan yang menugaskan pelaksanaan Penilaian, dalam surat keputusan.
|
|||||||
(6)
|
Penilai Pemerintah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bukan merupakan Penilai Pemerintah yang ditugaskan dalam pelaksanaan Penilaian sebagaimana tercantum dalam konsep laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pascapenilaian
Paragraf 1
Umum
Pasal 35 |
||||||||
Kegiatan pascapenilaian meliputi:
|
||||||||
a.
|
penyampaian laporan Penilaian;
|
|||||||
b.
|
ekspose laporan Penilaian;
|
|||||||
c.
|
penentuan, perpanjangan, dan pengakhiran masa berlaku laporan Penilaian;
|
|||||||
d.
|
kaji ulang laporan Penilaian; dan
|
|||||||
e.
|
revisi laporan Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Penyampaian Laporan Penilaian
Pasal 36 |
||||||||
(1)
|
Laporan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a disampaikan kepada Pemohon atau pemberi tugas berupa:
|
|||||||
|
a.
|
laporan Penilaian berbentuk formulir atau laporan Penilaian ringkas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) huruf a; atau
|
||||||
|
b.
|
laporan Penilaian terperinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) huruf b.
|
||||||
(2)
|
Penyampaian laporan Penilaian kepada Pemohon atau pemberi tugas dalam bentuk:
|
|||||||
|
a.
|
fisik (hardcopy); dan/atau
|
||||||
|
b.
|
elektronik (softcopy).
|
||||||
(3)
|
Dalam hal Penilaian dilakukan berdasarkan permohonan persetujuan pengelolaan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5), laporan Penilaian berbentuk formulir atau laporan Penilaian ringkas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan yang memiliki kewenangan pengelolaan objek Penilaian.
|
|||||||
(4)
|
Laporan Penilaian terperinci sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan kepada Pemohon berdasarkan permohonan yang diajukan Pemohon secara tertulis kepada Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Ekspose Laporan Penilaian
Pasal 37 |
||||||||
(1)
|
Ekspose laporan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b dapat dilakukan setelah laporan Penilaian disampaikan oleh Penilai Pemerintah kepada Pemohon atau pemberi tugas.
|
|||||||
(2)
|
Ekspose laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh Pemohon atau permintaan dari pemberi tugas.
|
|||||||
(3)
|
Pemohon atau pemberi tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menggandakan, menyebarluaskan dan/atau menggunakan informasi yang disampaikan pada saat ekspose laporan Penilaian kepada pihak lain yang tidak berhak dalam bentuk dan cara apapun.
|
|||||||
(4)
|
Larangan untuk menggandakan, menyebarluaskan dan/atau menggunakan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikecualikan dalam hal ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah mendapatkan persetujuan Direktur.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Penentuan, Perpanjangan, dan Pengakhiran Masa Berlaku Laporan Penilaian
Pasal 38 |
||||||||
(1)
|
Masa berlaku laporan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c ditentukan sebagai berikut:
|
|||||||
|
a.
|
laporan Penilaian Properti berupa tanah dan/atau bangunan berlaku selama 1 (satu) tahun;
|
||||||
|
b.
|
laporan Penilaian Properti berupa selain tanah dan/atau bangunan berlaku selama 6 (enam) bulan;
|
||||||
|
c.
|
laporan Penilaian Bisnis berlaku selama 6 (enam) bulan; dan
|
||||||
|
d.
|
laporan Penilaian SDA berlaku selama 3 (tiga) tahun,
|
||||||
terhitung sejak tanggal Penilaian.
|
||||||||
(2)
|
Tanggal Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
|
|||||||
|
a.
|
tanggal terakhir survei lapangan, dalam hal Penilaian dilakukan dengan survei lapangan;
|
||||||
|
b.
|
tanggal diterbitkannya surat keterangan dari pengelola barang, pengguna/kuasa pengguna barang, atau dari Pemohon, dalam hal survei lapangan dilaksanakan oleh pihak lain untuk Penilaian Properti dan Penilaian Bisnis;
|
||||||
|
c.
|
tanggal terakhir Berita Acara Pengumpulan Data, dalam hal survei lapangan dilaksanakan oleh pihak lain untuk Penilaian SDA; atau
|
||||||
|
d.
|
tanggal yang diasumsikan terjadi transaksi atas objek Penilaian berdasarkan permohonan Pemohon.
|
||||||
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
|||||||
|
a.
|
laporan Penilaian tetap berlaku sampai dengan dicantumkannya nilai pada neraca untuk:
|
||||||
|
|
1.
|
Penilaian dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat; atau
|
|||||
|
|
2.
|
Penilaian SDA dalam rangka penyusunan neraca SDA; atau
|
|||||
|
b.
|
laporan Penilaian dalam rangka pemindahtanganan yang memerlukan persetujuan Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat berlaku sampai dengan surat permohonan persetujuan pemindahtanganan dari Menteri kepada Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat disetujui, sepanjang konsep surat tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal pada masa berlaku laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 39 |
||||||||
(1)
|
Masa berlaku laporan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) hanya dapat diperpanjang berdasarkan permintaan Pemohon atau pemberi tugas dengan 1 (satu) kali masa perpanjangan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak berakhirnya masa berlaku laporan Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Permohonan perpanjangan masa berlaku laporan Penilaian disampaikan:
|
|||||||
|
a.
|
kepada Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan tempat kedudukan Penilai Pemerintah yang mengeluarkan laporan Penilaian; dan
|
||||||
|
b.
|
paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa berlaku laporan Penilaian berakhir.
|
||||||
(3)
|
Atas permohonan perpanjangan masa berlaku laporan Penilaian dilakukan analisis tanpa survei lapangan oleh Penilai Pemerintah yang ditugaskan.
|
|||||||
(4)
|
Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membandingkan asumsi umum dan kondisi pasar antara tanggal Penilaian dan tanggal permohonan perpanjangan disampaikan.
|
|||||||
(5)
|
Dalam hal berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
|
|||||||
|
a.
|
asumsi umum dan kondisi pasar masih sama, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan mengeluarkan surat perpanjangan masa berlaku laporan Penilaian; atau
|
||||||
|
b.
|
asumsi umum dan kondisi pasar berubah, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan surat penolakan perpanjangan masa berlaku laporan Penilaian kepada Pemohon.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 40 |
||||||||
(1)
|
Masa berlaku laporan Penilaian dapat diakhiri sebelum habis masa berlakunya berdasarkan permohonan Pemohon atau permintaan pemberi tugas.
|
|||||||
(2)
|
Permohonan pengakhiran masa berlaku laporan Penilaian disampaikan kepada Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan tempat kedudukan Penilai Pemerintah yang mengeluarkan laporan Penilaian disertai dengan alasan pengakhiran masa berlaku laporan Penilaian.
|
|||||||
(3)
|
Alasan pengakhiran masa berlaku laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
perubahan kondisi pasar ekstrim yang didasarkan pada pernyataan resmi pemerintah terkait perekonomian yang berdampak pada pasar;
|
||||||
|
b.
|
perubahan objek yang diakibatkan kondisi kahar; atau
|
||||||
|
c.
|
hasil Penilaian telah digunakan minimal 2 (dua) kali dalam penawaran objek Penilaian melalui mekanisme Lelang.
|
||||||
(4)
|
Atas permohonan pengakhiran masa berlaku laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan analisis tanpa survei lapangan oleh Penilai Pemerintah yang ditugaskan.
|
|||||||
(5)
|
Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperlukan untuk memastikan terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
|||||||
(6)
|
Dalam hal berdasarkan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (5):
|
|||||||
|
a.
|
alasan pengakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terpenuhi, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan surat persetujuan pengakhiran masa berlaku laporan Penilaian kepada Pemohon atau pemberi tugas; atau
|
||||||
|
b.
|
alasan pengakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak terpenuhi, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan menyampaikan surat penolakan pengakhiran masa berlaku laporan Penilaian kepada Pemohon atau pemberi tugas.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Kaji Ulang
Pasal 41 |
||||||||
(1)
|
Kaji ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan terhadap laporan Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Kaji ulang dilakukan dalam rangka pembinaan Penilai Pemerintah dan peningkatan kualitas laporan Penilaian.
|
|||||||
(3)
|
Kaji ulang laporan Penilaian dilakukan atas:
|
|||||||
|
a.
|
administrasi laporan Penilaian; dan
|
||||||
|
b.
|
prosedur dan penerapan pendekatan Penilaian.
|
||||||
(4)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kaji ulang tidak dilakukan terhadap laporan Penilaian yang disusun dalam rangka:
|
|||||||
|
a.
|
penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat/daerah; atau
|
||||||
|
b.
|
revaluasi BMN/BMD.
|
||||||
(5)
|
Kaji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan pada pemenuhan standar laporan Penilaian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||||||
(6)
|
Kaji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
pemenuhan prosedur Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
ketepatan penggunaan asumsi;
|
||||||
|
c.
|
ketepatan pernyataan;
|
||||||
|
d.
|
penggunaan pendekatan Penilaian;
|
||||||
|
e.
|
konsistensi penerapan metodologi Penilaian;
|
||||||
|
f.
|
kebenaran perhitungan; dan
|
||||||
|
g.
|
konsistensi analisis dan simpulan yang dibuat.
|
||||||
(7)
|
Penilai Pemerintah yang melakukan kaji ulang memberikan pendapat dan/atau rekomendasi atas laporan Penilaian dalam bentuk kertas kerja kaji ulang laporan Penilaian.
|
|||||||
(8)
|
Laporan Penilaian yang dibuat oleh Penilai Pemerintah yang berkedudukan di:
|
|||||||
|
a.
|
Kantor Pelayanan dilakukan kaji ulang oleh Penilai Pemerintah yang berkedudukan di Kantor Wilayah yang ditugaskan oleh Kepala Kantor Wilayah;
|
||||||
|
b.
|
Kantor Wilayah dilakukan kaji ulang oleh Penilai Pemerintah yang berkedudukan di Kantor Pusat yang ditugaskan oleh Direktur; atau
|
||||||
|
c.
|
Kantor Pusat dilakukan kaji ulang oleh Penilai Pemerintah yang berkedudukan di Kantor Pusat yang ditugaskan oleh Direktur.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Revisi Laporan Penilaian
Pasal 42 |
||||||||
(1)
|
Laporan Penilaian dapat dilakukan revisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e selama masa berlaku laporan Penilaian belum berakhir dan belum digunakan sesuai tujuan Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Revisi laporan Penilaian dilakukan berdasarkan pendapat dan/atau rekomendasi dari hasil kaji ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (7).
|
|||||||
(3)
|
Laporan Penilaian dapat dilakukan revisi dalam hal berdasarkan hasil kaji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat:
|
|||||||
|
a.
|
kesalahan yang bersifat administrasi;
|
||||||
|
b.
|
kesalahan penggunaan asumsi terkait data yang bersifat umum;
|
||||||
|
c.
|
ketidakkonsistenan penerapan metodologi Penilaian; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
kesalahan perhitungan berupa kesalahan data ukuran objek Penilaian dan/atau kesalahan komputasi.
|
||||||
(4)
|
Selain hasil kaji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), revisi laporan Penilaian dilakukan dalam hal terdapat rekomendasi:
|
|||||||
|
a.
|
Aparat Pengawasan Internal Pemerintah di lingkungan Kementerian Keuangan; atau
|
||||||
|
b.
|
Badan Pemeriksa Keuangan, dalam program kerja pengawasan.
|
||||||
(5)
|
Dalam melakukan revisi laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penilai Pemerintah:
|
|||||||
|
a.
|
membuat laporan Penilaian revisi yang memuat:
|
||||||
|
|
1.
|
pernyataan bahwa laporan Penilaian merupakan laporan revisi atas laporan Penilaian sebelumnya;
|
|||||
|
|
2.
|
pernyataan pembatalan laporan Penilaian sebelumnya dengan mencantumkan nomor dan tanggal laporan Penilaian yang dibatalkan; dan
|
|||||
|
|
3.
|
alasan dilakukan revisi;
|
|||||
|
b.
|
membuat kertas kerja revisi; dan
|
||||||
|
c.
|
menggunakan nomor dan tanggal laporan Penilaian yang berbeda dengan nomor dan tanggal laporan Penilaian yang direvisi.
|
||||||
(6)
|
Revisi laporan Penilaian tidak mengubah masa berlaku laporan Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB III
PENILAIAN PROPERTI
Bagian Kesatu
Jenis Nilai dan Tujuan Penilaian Properti
Pasal 43 |
||||||||
(1)
|
Penilaian Properti dilaksanakan untuk menghasilkan:
|
|||||||
|
a.
|
Nilai Pasar;
|
||||||
|
b.
|
Nilai Wajar;
|
||||||
|
c.
|
Nilai Likuidasi;
|
||||||
|
d.
|
Nilai Penggantian Wajar; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
nilai lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(2)
|
Nilai Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihasilkan dari Penilaian Properti yang meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
Penilaian Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain dengan tujuan:
|
||||||
|
|
1.
|
penjualan melalui Lelang
|
|||||
|
|
2.
|
penjualan tanpa melalui Lelang;
|
|||||
|
|
3.
|
penebusan dengan nilai permohonan penebusan di bawah nilai pembebanan; atau
|
|||||
|
|
4.
|
keringanan utang;
|
|||||
|
b.
|
Penilaian ABMA/T dengan tujuan:
|
||||||
|
|
1.
|
pelepasan penguasaan kepada pihak ketiga dengan cara pembayaran kompensasi kepada Pemerintah;
|
|||||
|
|
2.
|
pengembalian keringanan kompensasi yang pernah diberikan oleh pemerintah;
|
|||||
|
|
3.
|
pemantapan menjadi BMN/BMD/Barang Milik Desa; atau
|
|||||
|
|
4.
|
penatausahaan dan pemutakhiran data ABMA/T;
|
|||||
|
c.
|
Penilaian:
|
||||||
|
|
1.
|
aset Badan Usaha Milik Negara atau badan hukum yang di dalamnya terdapat kepemilikan negara;
|
|||||
|
|
2.
|
aset Badan Usaha Milik Daerah;
|
|||||
|
|
3.
|
aset pemerintah desa; atau
|
|||||
|
|
4.
|
aset lembaga atau badan hukum lainnya yang dibentuk oleh peraturan perundang-undangan,
|
|||||
|
|
dengan tujuan pengelolaan aset;
|
||||||
|
d.
|
Penilaian atas objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang menggunakan mekanisme jual beli; dan
|
||||||
|
e.
|
Penilaian atas objek selain objek sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d sesuai analisis Penilai Pemerintah, dengan memperhatikan permohonan atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(3)
|
Nilai Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihasilkan dari Penilaian Properti yang meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
Penilaian BMN/BMD dengan tujuan:
|
||||||
|
|
1.
|
pemanfaatan;
|
|||||
|
|
2.
|
pemindahtanganan;
|
|||||
|
|
3.
|
penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat/daerah;
|
|||||
|
|
4.
|
Penilaian kembali; atau
|
|||||
|
|
5.
|
pelaksanaan kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN/BMD;
|
|||||
|
b.
|
Penilaian Benda Sitaan dengan tujuan pengelolaan Benda Sitaan;
|
||||||
|
c.
|
Penilaian Barang Rampasan Negara dan barang gratifikasi dengan tujuan pengelolaan Barang Rampasan Negara dan barang gratifikasi;
|
||||||
|
d.
|
Penilaian barang yang akan ditetapkan status penggunaannya menjadi BMN;
|
||||||
|
e.
|
Penilaian Benda Sita Eksekusi dengan tujuan pengelolaan Benda Sita Eksekusi; atau
|
||||||
|
f.
|
Penilaian aset/barang lainnya sesuai dengan analisis Penilai Pemerintah, dengan memperhatikan permohonan dan ketentuan peraturan perundang- undangan.
|
||||||
(4)
|
Nilai Likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dihasilkan dari Penilaian Properti yang meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
Penilaian Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain dengan tujuan penjualan melalui Lelang;
|
||||||
|
b.
|
Penilaian Benda Sitaan dengan tujuan penjualan melalui Lelang;
|
||||||
|
c.
|
Penilaian Benda Sita Eksekusi dengan tujuan penjualan secara Lelang;
|
||||||
|
d.
|
Penilaian Barang Tegahan Eks Bea Cukai berupa Barang Dikuasai Negara (BDN) dan Barang Tidak Dikuasai (BTD) dengan tujuan penjualan secara Lelang; atau
|
||||||
|
e.
|
Penilaian aset/barang lainnya dengan tujuan penjualan secara Lelang eksekusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(5)
|
Nilai Penggantian Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dihasilkan dari Penilaian Properti dengan tujuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang menggunakan mekanisme penetapan lokasi.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Data dan Informasi Awal dan Dokumen Persyaratan dalam Penilaian Properti
Pasal 44 |
||||||||
(1)
|
Data dan informasi awal objek Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a angka 3 untuk Penilaian Properti minimal memuat:
|
|||||||
|
a.
|
lokasi, alamat objek, jumlah, dan luas bidang tanah untuk objek Penilaian berupa tanah;
|
||||||
|
b.
|
lokasi, alamat objek, jumlah, luas bidang bangunan, jenis tipe bangunan untuk objek Penilaian berupa bangunan; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
lokasi, spesifikasi, dan jumlah untuk objek Penilaian selain tanah dan/atau bangunan, serta ditambahkan:
|
||||||
|
|
1.
|
nama dan jenis barang, untuk objek Penilaian berupa BMN dan aset yang akan menjadi BMN;
|
|||||
|
|
2.
|
keterangan berat, untuk objek Penilaian berupa limbah padat (scrap); atau
|
|||||
|
|
3.
|
keterangan volume, untuk objek Penilaian berupa limbah cair.
|
|||||
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), data dan informasi awal untuk Penilaian dalam rangka pengadaan tanah bagi kepentingan umum mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi kepentingan umum.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 45 |
||||||||
(1)
|
Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b untuk Penilaian Properti meliputi bukti kepemilikan/dokumen legalitas objek Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal objek Penilaian merupakan BMN/BMD atau aset Badan Usaha Milik Negara/Daerah, dokumen persyaratan ditambahkan dokumen penatausahaan barang.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal objek Penilaian merupakan Benda Sitaan/Benda Sita Eksekusi, dokumen persyaratan ditambahkan Berita Acara Penyitaan.
|
|||||||
(4)
|
Bukti kepemilikan/dokumen legalitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
sertipikat, untuk objek Penilaian berupa tanah, atau tanah dan bangunan;
|
||||||
|
b.
|
Izin Mendirikan Bangunan (IMB), untuk objek Penilaian berupa bangunan yang dibangun di atas tanah pihak lain;
|
||||||
|
c.
|
bukti kepemilikan, untuk objek Penilaian selain tanah dan bangunan; dan
|
||||||
|
d.
|
dokumen legalitas, untuk objek Penilaian berupa selain tanah dan bangunan yang tidak didukung dokumen bukti kepemilikan.
|
||||||
(5)
|
Dokumen legalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang penetapan status kepemilikan gratifikasi menjadi milik negara, untuk objek Penilaian BMN berupa selain tanah dan bangunan yang berasal dari barang gratifikasi;
|
||||||
|
b.
|
Berita Acara Serah Terima BMN, untuk objek Penilaian BMN berupa selain tanah dan bangunan yang berasal dari aset lain-lain;
|
||||||
|
c.
|
Berita Acara Hasil Inventarisasi dan/atau pengelompokan benda muatan kapal tenggelam yang dikeluarkan oleh kementerian yang mempunyai tugas pengelolaan benda muatan kapal tenggelam, untuk objek Penilaian berupa benda muatan kapal tenggelam; atau
|
||||||
|
d.
|
surat keputusan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk objek berupa barang eks kepabeanan.
|
||||||
(6)
|
Dalam hal objek Penilaian Properti berupa tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum memiliki bukti kepemilikan/dokumen legalitas, dapat diganti dengan:
|
|||||||
|
a.
|
dokumen kepemilikan/penguasaan, seperti Akta Jual Beli (AJB), Girik, Letter C, Berita Acara Serah Terima terkait perolehan barang, dan ledger jalan;
|
||||||
|
b.
|
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau Berita Acara Penyitaan, untuk objek Penilaian yang berasal dari Barang Rampasan Negara;
|
||||||
|
c.
|
surat perintah sitaan dan/atau berita acara sitaan, untuk objek Penilaian yang berasal dari Benda Sitaan;
|
||||||
|
d.
|
surat perintah sita eksekusi dan/atau berita acara sita eksekusi, untuk objek Penilaian yang berasal dari Benda Sita Eksekusi;
|
||||||
|
e.
|
Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang penetapan status kepemilikan gratifikasi menjadi milik negara, untuk objek Penilaian BMN berupa tanah atau tanah dan bangunan yang berasal dari barang gratifikasi;
|
||||||
|
f.
|
Berita Acara Serah Terima BMN, untuk objek Penilaian BMN berupa tanah atau tanah dan bangunan yang berasal dari aset lain-lain;
|
||||||
|
g.
|
daftar ABMA/T yang dimohonkan Penilaian sesuai yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penyelesaian ABMA/T, untuk objek Penilaian berupa ABMA/T; atau
|
||||||
|
h.
|
surat pernyataan dari Pemohon yang bermeterai cukup yang menyatakan bahwa tanah tersebut dimiliki/dikuasai, untuk objek berupa:
|
||||||
|
|
1.
|
BMN;
|
|||||
|
|
2.
|
barang yang akan ditetapkan statusnya menjadi BMN; atau
|
|||||
|
|
3.
|
objek selain BMN, ABMA/T, Benda Sitaan, Benda Sita Eksekusi, dan Barang Jaminan/Harta Kekayaan Lain.
|
|||||
(7)
|
Dalam hal objek Penilaian Properti berupa bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak memiliki IMB diganti dengan:
|
|||||||
|
a.
|
daftar ABMA/T sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa; atau
|
||||||
|
b.
|
surat keterangan tidak memiliki IMB yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, untuk objek Penilaian selain ABMA/T.
|
||||||
(8)
|
Dalam hal objek Penilaian Properti berupa selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan huruf d belum/tidak memiliki bukti kepemilikan, dapat diganti dengan surat pernyataan bermeterai cukup yang ditandatangani oleh Pemohon.
|
|||||||
(9)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bukti kepemilikan untuk objek Penilaian dapat berupa:
|
|||||||
|
a.
|
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau Berita Acara Penyitaan, untuk objek Penilaian yang berasal dari Barang Rampasan Negara;
|
||||||
|
b.
|
surat perintah sitaan dan/atau berita acara sitaan, untuk objek Penilaian yang berasal dari Benda Sitaan;
|
||||||
|
c.
|
surat perintah sita eksekusi dan/atau berita acara sita eksekusi, untuk objek Penilaian yang berasal dari Benda Sita Eksekusi;
|
||||||
|
d.
|
Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang penetapan status kepemilikan gratifikasi menjadi milik negara, untuk objek Penilaian BMN yang berasal dari barang gratifikasi;
|
||||||
|
e.
|
Berita Acara atau Surat Keputusan Barang Temuan, untuk objek Penilaian berupa barang temuan yang berasal dari aparat penegak hukum;
|
||||||
|
f.
|
Berita Acara Serah Terima BMN, untuk objek Penilaian BMN yang berasal dari aset lain-lain;
|
||||||
|
g.
|
Berita Acara Hasil Inventarisasi dan/atau pengelompokan benda muatan kapal tenggelam yang dikeluarkan oleh kementerian yang mempunyai tugas pengelolaan benda muatan kapal tenggelam, untuk objek Penilaian berupa benda muatan kapal tenggelam; atau
|
||||||
|
h.
|
surat keputusan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk objek berupa barang eks kepabeanan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pengumpulan Data dan Informasi dalam Penilaian Properti
Pasal 46 |
||||||||
(1)
|
Data dan informasi terkait Penilaian dari basis data atau media daring untuk Penilaian Properti meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
data dan informasi harga transaksi Properti atau harga Properti yang menjadi dasar suatu perjanjian;
|
||||||
|
b.
|
data dan informasi harga penawaran Properti;
|
||||||
|
c.
|
data dan informasi harga ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum;
|
||||||
|
d.
|
data harga penjualan secara Lelang; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
data dan informasi lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Penilaian.
|
||||||
(2)
|
Data dan informasi yang dikumpulkan melalui survei lapangan untuk objek Penilaian Properti berupa tanah meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
data dan informasi objek Penilaian, meliputi deskripsi fisik objek Penilaian sesuai kondisi di lapangan;
|
||||||
|
b.
|
data dan informasi objek sejenis yang dapat dijadikan objek pembanding sesuai kondisi di lapangan yang diperoleh dari basis data atau media daring sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
|
||||||
|
c.
|
data dan informasi berupa deskripsi fisik, data transaksi, dan/atau data penawaran objek sejenis yang dapat dijadikan objek pembanding di luar basis data atau media daring yang diperoleh pada saat survei lapangan;
|
||||||
|
d.
|
data dan informasi kondisi lingkungan; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
data dan informasi lain yang diperlukan dalam pelaksanaan Penilaian, meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
rencana tata ruang wilayah;
|
|||||
|
|
2.
|
fasilitas umum;
|
|||||
|
|
3.
|
tingkat diskonto; dan/atau
|
|||||
|
|
4.
|
tingkat inflasi.
|
|||||
(3)
|
Data dan informasi yang dikumpulkan melalui survei lapangan untuk objek Penilaian Properti berupa bangunan meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
data dan informasi objek Penilaian dan objek sejenis yang dapat dijadikan objek pembanding di luar basis data atau media daring yang diperoleh pada saat survei lapangan meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
tahun selesai dibangun;
|
|||||
|
|
2.
|
tahun renovasi/restorasi;
|
|||||
|
|
3.
|
jenis struktur konstruksi;
|
|||||
|
|
4.
|
jenis material penyusun bangunan;
|
|||||
|
|
5.
|
deskripsi fisik bangunan;
|
|||||
|
|
6.
|
kondisi bangunan secara umum;
|
|||||
|
|
7.
|
sarana pelengkap;
|
|||||
|
|
8.
|
kondisi tanah tempat tapak bangunan;
|
|||||
|
|
9.
|
denah konstruksi bangunan (as built drawing); dan/atau
|
|||||
|
|
10.
|
penggunaan bangunan; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
data dan informasi lain yang diperlukan dalam pelaksanaan Penilaian meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
data standar harga satuan bangunan;
|
|||||
|
|
2.
|
data biaya pembangunan baru bangunan sejenis dengan objek Penilaian; dan/atau
|
|||||
|
|
3.
|
rencana tata ruang wilayah.
|
|||||
(4)
|
Data dan informasi yang dikumpulkan melalui survei lapangan untuk objek Penilaian Properti berupa selain tanah dan/atau bangunan, terdiri atas data dan informasi objek Penilaian dan objek sejenis yang dapat dijadikan objek pembanding meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
deskripsi fisik objek sesuai kondisi di lapangan;
|
||||||
|
b.
|
deskripsi hak manfaat ekonomi dan/atau sosial untuk objek tidak berwujud;
|
||||||
|
c.
|
data tingkat dan kondisi pasar; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
data harga perolehan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 47 |
||||||||
(1)
|
Data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 bersumber dari:
|
|||||||
|
a.
|
Pemohon;
|
||||||
|
b.
|
Kementerian/Lembaga;
|
||||||
|
c.
|
pemerintah daerah setempat;
|
||||||
|
d.
|
Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah, Kepala Desa/Lurah, agen Properti, dan/atau pengembang Properti;
|
||||||
|
e.
|
pihak yang berwenang dan/atau masyarakat yang menerima ganti rugi;
|
||||||
|
f.
|
media cetak, media elektronik, media komunikasi, masyarakat sekitar, dan/atau media lainnya; dan/atau
|
||||||
|
g.
|
sumber lainnya yang relevan.
|
||||||
(2)
|
Penilai Pemerintah dapat melakukan verifikasi atas data dan informasi yang diperoleh berdasarkan sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Analisis Data dan Informasi dalam Penilaian Properti
Pasal 48 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah melakukan analisis terhadap data dan informasi yang diperoleh dari permohonan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan pengumpulan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.
|
|||||||
(2)
|
Data dan informasi yang digunakan dalam analisis data dan informasi objek Penilaian berupa tanah meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
letak/lokasi;
|
||||||
|
b.
|
jenis;
|
||||||
|
c.
|
luas;
|
||||||
|
d.
|
bentuk;
|
||||||
|
e.
|
ukuran;
|
||||||
|
f.
|
kontur;
|
||||||
|
g.
|
elevasi;
|
||||||
|
h.
|
fasilitas umum;
|
||||||
|
i.
|
peruntukan area (zoning);
|
||||||
|
j.
|
perizinan; dan/atau
|
||||||
|
k.
|
dokumen kepemilikan.
|
||||||
(3)
|
Data dan informasi yang digunakan dalam analisis data dan informasi objek Penilaian berupa bangunan meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
tahun selesai dibangun;
|
||||||
|
b.
|
tahun renovasi/restorasi;
|
||||||
|
c.
|
konstruksi dan material;
|
||||||
|
d.
|
luas;
|
||||||
|
e.
|
bentuk;
|
||||||
|
f.
|
tinggi;
|
||||||
|
g.
|
jumlah lantai;
|
||||||
|
h.
|
kondisi bangunan secara umum;
|
||||||
|
i.
|
sarana pelengkap; dan/atau
|
||||||
|
j.
|
penggunaan bangunan.
|
||||||
(4)
|
Data dan informasi yang digunakan dalam analisis data dan informasi objek Penilaian selain tanah dan/atau bangunan meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
jenis;
|
||||||
|
b.
|
merek;
|
||||||
|
c.
|
kapasitas;
|
||||||
|
d.
|
tahun pembuatan;
|
||||||
|
e.
|
harga perolehan; dan/atau
|
||||||
|
f.
|
kondisi objek Penilaian secara umum.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 49 |
||||||||
Analisis pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a untuk Penilaian Properti dilakukan berdasarkan:
|
||||||||
a.
|
aspek penawaran;
|
|||||||
b.
|
aspek permintaan; dan
|
|||||||
c.
|
aspek interaksi antara penawaran dan permintaan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 50 |
||||||||
(1)
|
Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b untuk Penilaian Properti dengan objek berupa tanah dilakukan berdasarkan:
|
|||||||
|
a.
|
aspek legalitas;
|
||||||
|
b.
|
aspek fisik;
|
||||||
|
c.
|
aspek keuangan; dan
|
||||||
|
d.
|
aspek produktivitas maksimal.
|
||||||
(2)
|
Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik dilakukan secara sederhana.
|
|||||||
(3)
|
Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik secara sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal dilaksanakan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengidentifikasi alternatif terbaik dan tertinggi atas objek Penilaian dengan cara:
|
||||||
|
|
1.
|
dalam hal objek Penilaian berupa tanah kosong, identifikasi alternatif penggunaan terbaik dan tertinggi atas objek Penilaian berdasarkan:
|
|||||
|
|
|
a)
|
pengamatan penggunaan tanah di sekitar objek; dan/atau
|
||||
|
|
|
b)
|
keterangan dari Pemohon terkait rencana pengembangan atas tanah; atau
|
||||
|
|
2.
|
dalam hal objek berupa tanah yang sudah dikembangkan, identifikasi alternatif penggunaan terbaik dan tertinggi atas objek Penilaian berdasarkan:
|
|||||
|
|
|
a)
|
penggunaan tanah pada saat dilakukan Penilaian;
|
||||
|
|
|
b)
|
pengamatan penggunaan tanah di sekitar objek; dan/atau
|
||||
|
|
|
c)
|
keterangan dari Pemohon terkait rencana pengembangan atas tanah; dan
|
||||
|
b.
|
menentukan penggunaan tertinggi dan terbaik atas objek Penilaian dengan cara memilih alternatif penggunaan yang diperkirakan memberikan nilai tertinggi.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pendekatan Penilaian dalam Penilaian Properti
Pasal 51 |
||||||||
(1)
|
Penilaian Properti menggunakan pendekatan pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a angka 1 dilakukan dengan:
|
|||||||
|
a.
|
metode perbandingan data pasar; atau
|
||||||
|
b.
|
metode pemodelan matematika atau statistik.
|
||||||
(2)
|
Metode perbandingan data pasar dilakukan dengan mengestimasi nilai objek Penilaian berdasarkan pada perbandingan data penjualan dan/atau penawaran.
|
|||||||
(3)
|
Metode pemodelan matematika atau statistik dilakukan dengan mengestimasi nilai objek Penilaian dengan cara menggunakan pemodelan matematika atau statistik.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 52 |
||||||||
(1)
|
Penilaian Properti menggunakan metode perbandingan data pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan terkait objek Penilaian dan objek pembanding;
|
||||||
|
b.
|
melakukan proses perbandingan objek Penilaian dengan objek pembanding dengan menggunakan faktor pembanding yang sesuai;
|
||||||
|
c.
|
melakukan penyesuaian terhadap data objek pembanding agar setara dengan data objek Penilaian berdasarkan proses perbandingan sebagaimana dimaksud pada huruf b;
|
||||||
|
d.
|
menentukan indikasi nilai berdasarkan hasil penyesuaian;
|
||||||
|
e.
|
melakukan pembobotan terhadap indikasi nilai; dan
|
||||||
|
f.
|
menyimpulkan nilai dari hasil pembobotan.
|
||||||
(2)
|
Objek pembanding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Properti yang sejenis dengan objek Penilaian.
|
|||||||
(3)
|
Dalam melakukan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Penilai Pemerintah berpedoman pada petunjuk teknis Penilaian Properti yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 53 |
||||||||
(1)
|
Faktor pembanding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
faktor pembanding transaksional, meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
jenis dokumen, yaitu faktor terkait jenis hak kepemilikan seperti sertifikat tanah, bukti kepemilikan kendaraan bermotor, dan dokumen kepemilikan lainnya;
|
|||||
|
|
2.
|
pembiayaan, yaitu faktor terkait kemudahan pembiayaan yang meliputi syarat dan jangka waktu pembiayaan, seperti adanya subsidi atau bantuan pemerintah untuk pembelian Properti tertentu;
|
|||||
|
|
3.
|
kondisi penjualan, yaitu faktor terkait jenis data transaksi atau penawaran, perbedaan kondisi pelaksanaan penjualan seperti penjualan yang dilakukan secara cepat, jual beli antara pihak yang mempunyai hubungan tertentu, atau jual beli khusus seperti Lelang;
|
|||||
|
|
4.
|
biaya yang harus dikeluarkan setelah pembelian, yaitu faktor terkait biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh pembeli untuk menjadikan objek Penilaian menjadi sesuai dengan standar yang diinginkan pasar; dan/atau
|
|||||
|
|
5.
|
kondisi pasar, yaitu faktor terkait data historis transaksi, seperti perbedaan waktu transaksi objek pembanding dengan tanggal Penilaian dan tren pasar; dan
|
|||||
|
b.
|
faktor pembanding nontransaksional untuk:
|
||||||
|
|
1.
|
objek berupa tanah dan/atau bangunan, meliputi:
|
|||||
|
|
|
a)
|
lokasi dan lingkungan, yaitu faktor terkait letak, kondisi masyarakat sekitar, dan/atau jarak ke pusat Bisnis/Central Business District (CBD);
|
||||
|
|
|
b)
|
karakteristik fisik, yaitu faktor terkait bentuk, dimensi, elevasi, luas, kondisi, umur, desain, dan/atau spesifikasi;
|
||||
|
|
|
c)
|
peruntukan, yaitu faktor terkait tata ruang dan/atau peruntukan area (zoning);
|
||||
|
|
|
d)
|
aksesibilitas, yaitu faktor terkait kemudahan untuk mencapai lokasi objek; dan/atau
|
||||
|
|
|
e)
|
fasilitas, yaitu faktor terkait ketersediaan jaringan listrik, jaringan air, jaringan telepon, dan fasilitas sosial; dan
|
||||
|
|
2.
|
objek berupa selain tanah dan/atau bangunan, meliputi:
|
|||||
|
|
|
a)
|
merek;
|
||||
|
|
|
b)
|
tipe; dan/atau
|
||||
|
|
|
c)
|
karakteristik fisik, yaitu faktor terkait bentuk, dimensi, kondisi, umur, desain, dan/atau spesifikasi.
|
||||
(2)
|
Penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf c dilakukan dengan proses penyesuaian secara 2 (dua) tahap, yaitu:
|
|||||||
|
a.
|
penyesuaian atas perbedaan transaksional; dan
|
||||||
|
b.
|
penyesuaian atas perbedaan nontransaksional.
|
||||||
(3)
|
Selain proses penyesuaian secara 2 (dua) tahap sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk objek Penilaian berupa benda seni, benda muatan kapal tenggelam, atau barang koleksi, Penilai Pemerintah dapat menambahkan proses penyesuaian berdasarkan pendapat ahli.
|
|||||||
(4)
|
Proses penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara menambahkan atau mengurangkan dalam persentase atau jumlah dalam satuan mata uang.
|
|||||||
(5)
|
Besarnya persentase atau jumlah dalam satuan mata uang dari proses penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijumlahkan untuk memperoleh jumlah penyesuaian.
|
|||||||
(6)
|
Jumlah penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan untuk menentukan besarnya indikasi nilai objek Penilaian.
|
|||||||
(7)
|
Indikasi nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) digunakan untuk mendapatkan nilai dengan cara pembobotan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 54 |
||||||||
(1)
|
Penilaian Properti menggunakan metode pemodelan matematika atau statistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengumpulkan data transaksi atau penawaran atas objek yang sejenis dengan objek Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
menentukan faktor yang menjadi variabel bebas yang mempengaruhi pembentukan nilai;
|
||||||
|
c.
|
melakukan analisis ekonometrika dalam pembuatan model; dan
|
||||||
|
d.
|
menentukan indikasi nilai berdasarkan hasil analisis ekonometrika;
|
||||||
(2)
|
Analisis ekonometrika dalam pembuatan model sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c menggunakan teknik Penilaian otomatis yang berbasis perangkat lunak.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 55 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Penilaian dilakukan dalam rangka penjualan secara Lelang non eksekusi, maka untuk mendapatkan nilai, indikasi nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (6) dilakukan pembobotan dan dikurangkan faktor pengurang berupa bea Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
(2)
|
Selain faktor pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk mendapatkan nilai, Penilai Pemerintah memperhitungkan faktor pengurang tambahan dalam hal terdapat ketentuan pengurangan nilai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan instansi Pemohon.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56 |
||||||||
(1)
|
Penilaian dengan menggunakan pendekatan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b angka 1 dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
menghitung biaya pembuatan baru atau biaya penggantian baru objek Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
menghitung besarnya penyusutan dan/atau keusangan objek Penilaian; dan
|
||||||
|
c.
|
mengurangkan biaya pembuatan baru atau penggantian baru dengan penyusutan dan/atau keusangan objek Penilaian untuk menghasilkan nilai.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Penilaian dilakukan dalam rangka penjualan secara Lelang non eksekusi, nilai diperoleh dengan cara:
|
|||||||
|
a.
|
mengurangkan biaya pembuatan baru atau penggantian baru dengan penyusutan dan/atau keusangan objek Penilaian; dan
|
||||||
|
b.
|
hasilnya dikurangkan dengan faktor pengurang berupa bea Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(3)
|
Selain faktor pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk mendapatkan nilai, Penilai Pemerintah memperhitungkan faktor pengurang tambahan dalam hal terdapat ketentuan pengurangan nilai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan instansi Pemohon.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 57 |
||||||||
(1)
|
Perhitungan biaya pembuatan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf a dilakukan dalam hal jenis material, cara pembuatan, dan teknologi yang digunakan pada objek Penilaian masih relevan dengan kondisi saat Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Perhitungan biaya penggantian baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf a dilakukan dalam hal jenis material, cara pembuatan, dan teknologi yang digunakan pada objek Penilaian tidak relevan dengan kondisi saat Penilaian.
|
|||||||
(3)
|
Dalam melakukan perhitungan biaya pembuatan baru atau biaya penggantian baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Penilai Pemerintah memperhitungkan:
|
|||||||
|
a.
|
biaya langsung; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
biaya tidak langsung.
|
||||||
(4)
|
Biaya langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi biaya material, biaya upah, dan/atau biaya peralatan.
|
|||||||
(5)
|
Biaya tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi biaya jasa tenaga ahli, pajak, asuransi, dan/atau overhead cost.
|
|||||||
(6)
|
Besaran biaya langsung dan biaya tidak langsung menggunakan Petunjuk Teknis Penilaian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 58 |
||||||||
Penyusutan dan/atau keusangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf b meliputi:
|
||||||||
a.
|
penyusutan fisik;
|
|||||||
b.
|
keusangan fungsional; dan
|
|||||||
c.
|
keusangan ekonomis.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 59 |
||||||||
(1)
|
Besaran penyusutan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf a diperoleh dari hasil perkalian antara persentase penyusutan fisik dengan biaya pembuatan/penggantian baru objek Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Dalam menentukan besaran persentase penyusutan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penilai Pemerintah mengacu pada:
|
|||||||
|
a.
|
tabel penyusutan fisik dan/atau formula perhitungan penyusutan fisik yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; atau
|
||||||
|
b.
|
perhitungan penyusutan fisik sesuai kondisi objek Penilaian di lapangan, dalam hal kondisi objek Penilaian mengalami penyusutan fisik yang tidak sesuai dengan tabel penyusutan fisik.
|
||||||
(3)
|
Dalam melakukan perhitungan penyusutan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Penilai Pemerintah berpedoman pada Petunjuk Teknis Penilaian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||||||
(4)
|
Keusangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf b diperhitungkan dalam hal terdapat:
|
|||||||
|
a.
|
ketidaksesuaian ukuran objek Penilaian dengan ukuran standar yang berlaku saat Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
ketidaksesuaian bentuk atau model objek Penilaian dengan bentuk atau model standar yang berlaku saat Penilaian; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
ketidaksesuaian spesifikasi dan/atau teknologi objek Penilaian dengan spesifikasi dan/atau teknologi yang umum digunakan pada saat Penilaian.
|
||||||
(5)
|
Keusangan ekonomis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c diperhitungkan dalam hal terdapat kondisi eksternal yang membatasi penggunaan objek Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 60 |
||||||||
(1)
|
Keusangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf b dan/atau keusangan ekonomis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c diperhitungkan setelah nilai pembuatan baru atau penggantian baru dikurangi dengan penyusutan fisik.
|
|||||||
(2)
|
Besarnya keusangan fungsional dan/atau keusangan ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada petunjuk teknis Penilaian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 61 |
||||||||
(1)
|
Penilaian dengan menggunakan pendekatan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengestimasi pendapatan kotor efektif per tahun yang dihasilkan oleh objek Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
mengestimasi pendapatan bersih per tahun yang dihasilkan oleh objek Penilaian;
|
||||||
|
c.
|
menentukan tingkat kapitalisasi dan/atau tingkat diskonto; dan
|
||||||
|
d.
|
menghitung nilai kini dari pendapatan bersih dengan tingkat kapitalisasi dan/atau tingkat diskonto untuk menghasilkan nilai objek Penilaian.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Penilaian dilakukan dalam rangka penjualan secara Lelang non eksekusi, nilai diperoleh dengan cara mengurangkan hasil perhitungan dengan faktor pengurang berupa bea Lelang.
|
|||||||
(3)
|
Selain faktor pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk mendapatkan nilai, Penilai Pemerintah memperhitungkan faktor pengurang tambahan dalam hal terdapat ketentuan pengurangan nilai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan instansi Pemohon.
|
|||||||
(4)
|
Pendapatan kotor efektif per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengurangkan pendapatan kotor potensial dengan kerugian pendapatan tak tertagih dan kerugian karena kekosongan; dan
|
||||||
|
b.
|
menambahkan hasil pengurangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan pendapatan lain-lain.
|
||||||
(5)
|
Pendapatan bersih objek Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperoleh dengan cara mengurangkan pendapatan kotor efektif per tahun dengan biaya operasional.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62 |
||||||||
(1)
|
Berdasarkan tahapan Penilaian dengan menggunakan pendekatan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, nilai objek Penilaian diperoleh dengan:
|
|||||||
|
a.
|
metode kapitalisasi langsung; atau
|
||||||
|
b.
|
metode arus kas yang didiskontokan.
|
||||||
(2)
|
Metode kapitalisasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara mengkapitalisasi langsung pendapatan bersih objek Penilaian dengan tingkat kapitalisasi tertentu.
|
|||||||
(3)
|
Metode arus kas yang didiskontokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara mengalikan proyeksi pendapatan bersih objek Penilaian dengan tingkat diskonto tertentu.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
PENILAIAN BISNIS
Bagian Kesatu
Jenis Nilai dan Tujuan Penilaian Bisnis
Pasal 63 |
||||||||
(1)
|
Penilaian Bisnis dilaksanakan untuk menghasilkan:
|
|||||||
|
a.
|
Nilai Wajar;
|
||||||
|
b.
|
Nilai Pasar;
|
||||||
|
c.
|
Nilai Likuidasi;
|
||||||
|
d.
|
Nilai Investasi; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
nilai lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(2)
|
Nilai Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihasilkan dari Penilaian Bisnis untuk objek berupa BMN/BMD dan kekayaan negara/daerah.
|
|||||||
(3)
|
Nilai Pasar, Nilai Likuidasi, dan Nilai Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihasilkan dari Penilaian Bisnis untuk objek selain BMN/BMD dan kekayaan negara/daerah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 64 |
||||||||
Tujuan Penilaian Bisnis untuk mendapatkan nilai sesuai permohonan atas:
|
||||||||
a.
|
Penilaian Entitas dan Ekuitas, dilakukan dalam rangka:
|
|||||||
|
1.
|
penggabungan/merger;
|
||||||
|
2.
|
peleburan/konsolidasi;
|
||||||
|
3.
|
pengambilalihan/akuisisi;
|
||||||
|
4.
|
pemisahan (spin-off);
|
||||||
|
5.
|
pembubaran;
|
||||||
|
6.
|
pelaporan keuangan;
|
||||||
|
7.
|
pemindahtanganan; atau
|
||||||
|
8.
|
pelaksanaan kegiatan lain yang berkaitan dengan penegakan hukum dan pengelolaan keuangan negara;
|
||||||
b.
|
Penilaian Kerugian Ekonomis yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa Bisnis, dilakukan dalam rangka pelaporan keuangan dan pelaksanaan kegiatan lain yang berkaitan dengan penegakan hukum dan pengelolaan keuangan negara;
|
|||||||
c.
|
Penilaian Instrumen Keuangan, dilakukan dalam rangka:
|
|||||||
|
1.
|
penggabungan/merger;
|
||||||
|
2.
|
pengambilalihan/akuisisi;
|
||||||
|
3.
|
penyajian laporan keuangan;
|
||||||
|
4.
|
pemindahtanganan; atau
|
||||||
|
5.
|
pelaksanaan kegiatan lain yang berkaitan dengan penegakan hukum dan pengelolaan keuangan negara;
|
||||||
d.
|
Penilaian ATB, dilakukan dalam rangka:
|
|||||||
|
1.
|
penyajian laporan keuangan;
|
||||||
|
2.
|
pemanfaatan;
|
||||||
|
3.
|
pemindahtanganan; atau
|
||||||
|
4.
|
pelaksanaan kegiatan lain yang berkaitan dengan penegakan hukum dan pengelolaan keuangan negara; atau
|
||||||
e.
|
Penilaian objek selain dari objek sebagaimana dimaksud huruf a sampai dengan huruf d yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan Pemerintah Pusat.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Data dan Informasi Awal dan Dokumen Persyaratan dalam Penilaian Bisnis
Pasal 65 |
||||||||
(1)
|
Data dan informasi awal objek Penilaian untuk Penilaian Bisnis minimal meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
latar belakang permohonan Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
tujuan Penilaian; dan
|
||||||
|
c.
|
deskripsi objek Penilaian.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Penilaian dilakukan terhadap objek Penilaian berupa Entitas dan/atau Ekuitas yang masih beroperasi, diperlukan data dan informasi sebagai berikut:
|
|||||||
|
a.
|
laporan keuangan tahunan yang telah diaudit:
|
||||||
|
|
1.
|
paling sedikit 3 (tiga) tahun terakhir; atau
|
|||||
|
|
2.
|
sejak berdirinya objek Penilaian, dalam hal perusahaan beroperasi kurang dari 3 (tiga) tahun;
|
|||||
|
b.
|
laporan keuangan interim/in house dan/atau surat keterangan dari manajemen;
|
||||||
|
c.
|
rencana Bisnis dan proyeksi keuangan perusahaan dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun ke depan, atau disesuaikan dengan sisa umur dari fasilitas produksi utama objek Penilaian; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
dalam hal laporan keuangan audited sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak tersedia, maka dapat disampaikan laporan keuangan yang belum diaudit (unaudited) yang dibuat dan disahkan oleh manajemen.
|
||||||
(3)
|
Perusahaan bertanggung jawab atas kebenaran data dan informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan yang belum diaudit (unaudited) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d.
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal Penilaian dilakukan terhadap objek Penilaian berupa Instrumen Keuangan, diperlukan data dan informasi tambahan meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
bukti kepemilikan; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
dokumen kontrak/perjanjian.
|
||||||
(5)
|
Dalam hal Penilaian dilakukan terhadap objek Penilaian berupa Kerugian Ekonomis atau objek Bisnis lainnya, diperlukan data dan informasi tambahan meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
bukti kepemilikan;
|
||||||
|
b.
|
dokumen kontrak/perjanjian; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
dokumen yang membuktikan terjadinya Kerugian Ekonomis.
|
||||||
(6)
|
Dalam hal Penilaian dilakukan terhadap objek Penilaian berupa ATB, diperlukan data dan informasi tambahan meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
bukti kepemilikan;
|
||||||
|
b.
|
dokumen kontrak/perjanjian; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
dokumen penatausahaan barang, untuk BMN/BMD atau aset Badan Usaha Milik Negara/Daerah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 66 |
||||||||
Deskripsi objek Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c untuk:
|
||||||||
a.
|
Penilaian Entitas dan Ekuitas, paling sedikit memuat:
|
|||||||
|
1.
|
status Entitas;
|
||||||
|
2.
|
kedudukan Entitas;
|
||||||
|
3.
|
sektor usaha;
|
||||||
|
4.
|
jumlah saham;
|
||||||
|
5.
|
jenis saham; dan
|
||||||
|
6.
|
nilai buku;
|
||||||
b.
|
Penilaian Kerugian Ekonomis, paling sedikit memuat:
|
|||||||
|
1.
|
penjelasan kegiatan atau peristiwa tertentu yang mengakibatkan Kerugian Ekonomis; dan
|
||||||
|
2.
|
data dan informasi yang berkaitan dengan objek Penilaian Kerugian Ekonomis;
|
||||||
c.
|
Penilaian Instrumen Keuangan, paling sedikit memuat:
|
|||||||
|
1.
|
jenis Instrumen Keuangan;
|
||||||
|
2.
|
penerbit Instrumen Keuangan atau pihak yang berkontrak;
|
||||||
|
3.
|
jumlah Instrumen Keuangan; dan
|
||||||
|
4.
|
nilai buku;
|
||||||
d.
|
Penilaian ATB, paling sedikit memuat:
|
|||||||
|
1.
|
jenis ATB;
|
||||||
|
2.
|
masa manfaat ATB;
|
||||||
|
3.
|
tahun perolehan, tahun pembuatan, nilai perolehan untuk objek Penilaian berupa BMN/BMD atau aset Badan Usaha Milik Negara/Daerah; dan/atau
|
||||||
|
4.
|
kondisi ATB secara umum.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pengumpulan Data dan Informasi dalam Penilaian Bisnis
Pasal 67 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan Penilaian Bisnis, meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
data dan informasi yang berkaitan dengan objek Penilaian; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
data dan informasi yang berkaitan dengan objek pembanding.
|
||||||
(2)
|
Untuk Penilaian Entitas dan/atau Ekuitas, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
data dan informasi objek Penilaian, meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
profil perusahaan (company profile);
|
|||||
|
|
2.
|
transaksi wajar saham perusahaan, apabila pernah terjadi transaksi;
|
|||||
|
|
3.
|
laporan manajemen (management report) yang membahas mengenai kinerja penjualan, operasi, sumber daya manusia, dan keuangan sekurang-kurangnya 3 (tiga) periode terakhir, dalam hal Entitas memiliki laporan tersebut; dan/atau
|
|||||
|
|
4.
|
identifikasi aset produksi dan penunjang produksi, baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
|
|||||
|
b.
|
data dan informasi yang berkaitan dengan objek pembanding, minimal meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
harga transaksi wajar objek pembanding; dan/atau
|
|||||
|
|
2.
|
laporan keuangan audited objek pembanding.
|
|||||
|
c.
|
data makroekonomi; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
data industri sesuai dengan jenis industri objek Penilaian.
|
||||||
(3)
|
Untuk Penilaian Kerugian Ekonomis, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
data dan informasi objek Penilaian, meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
profil perusahaan (company profile);
|
|||||
|
|
2.
|
dokumen yang membuktikan terjadinya Kerugian Ekonomis; dan/atau
|
|||||
|
|
3.
|
waktu terjadinya Kerugian Ekonomis; dan
|
|||||
|
b.
|
data dan informasi yang berkaitan dengan objek pembanding, meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
data pembanding pada Entitas yang sama, apabila pernah terjadi; dan/atau
|
|||||
|
|
2.
|
data pembanding pada Entitas yang sejenis untuk peristiwa yang sama, apabila informasi tersebut dapat diakses.
|
|||||
(4)
|
Terhadap Penilaian Instrumen Keuangan, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
data dan informasi objek Penilaian, meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
profil instrumen ekonomi, meliputi perjanjian atau kontrak dan tingkat pengembalian atau bunga; dan
|
|||||
|
|
2.
|
kinerja Instrumen Keuangan; dan
|
|||||
|
b.
|
data dan informasi yang berkaitan dengan objek pembanding, meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
Instrumen Keuangan lain yang diterbitkan oleh Entitas yang sama, apabila diterbitkan; dan
|
|||||
|
|
2.
|
Instrumen Keuangan sejenis; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
data makro ekonomi.
|
||||||
(5)
|
Untuk Penilaian ATB, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
data dan informasi objek Penilaian meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
bukti kepemilikan;
|
|||||
|
|
2.
|
dokumen kontrak/perjanjian;
|
|||||
|
|
3.
|
kapasitas ATB;
|
|||||
|
|
4.
|
informasi keuangan; dan/atau
|
|||||
|
|
5.
|
karakteristik ATB; dan
|
|||||
|
b.
|
data dan informasi yang berkaitan dengan objek pembanding meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
harga pasar objek pembanding;
|
|||||
|
|
2.
|
informasi keuangan objek pembanding; dan/atau
|
|||||
|
|
3.
|
periode sisa manfaat ATB objek pembanding.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 68 |
||||||||
Data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) bersumber dari:
|
||||||||
a.
|
Pemohon;
|
|||||||
b.
|
kementerian/lembaga;
|
|||||||
c.
|
bursa efek;
|
|||||||
d.
|
asosiasi atau lembaga independen;
|
|||||||
e.
|
hasil Penilaian sebelumnya;
|
|||||||
f.
|
hasil penelitian;
|
|||||||
g.
|
pemerintah daerah setempat;
|
|||||||
h.
|
media cetak, media elektronik, media komunikasi, media keterbukaan informasi yang dipersyaratkan pada bursa saham atau bursa komoditas; dan/atau
|
|||||||
i.
|
Entitas Bisnis dari objek Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Analisis Data dan Informasi dalam Penilaian Bisnis
Pasal 69 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah melakukan analisis terhadap data dan informasi yang diperoleh dari permohonan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan pengumpulan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.
|
|||||||
(2)
|
Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk objek Penilaian berupa Entitas dan/atau Ekuitas, analisis yang dilaksanakan dapat menggunakan data dan informasi tambahan berupa:
|
|||||||
|
a.
|
pangsa pasar (market share);
|
||||||
|
b.
|
profitabilitas;
|
||||||
|
c.
|
prospek usaha;
|
||||||
|
d.
|
aset Perusahaan;
|
||||||
|
e.
|
merek; dan/atau
|
||||||
|
f.
|
goodwill.
|
||||||
(3)
|
Untuk objek Penilaian berupa Kerugian Ekonomis, dapat digunakan data dan informasi berupa:
|
|||||||
|
a.
|
waktu terjadinya Kerugian Ekonomis;
|
||||||
|
b.
|
potensi pendapatan yang hilang karena suatu peristiwa; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
potensi biaya yang timbul dari suatu peristiwa.
|
||||||
(4)
|
Untuk objek Penilaian berupa Instrumen Keuangan, dapat digunakan data dan informasi berupa:
|
|||||||
|
a.
|
perjanjian atau kontrak;
|
||||||
|
b.
|
tingkat pengembalian atau bunga;
|
||||||
|
c.
|
jangka waktu atau periode; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
kinerja Instrumen Keuangan.
|
||||||
(5)
|
Untuk objek Penilaian berupa ATB, dapat digunakan data dan informasi berupa:
|
|||||||
|
a.
|
sifat dan sejarah ATB;
|
||||||
|
b.
|
gambaran ekonomi yang dapat mempengaruhi ATB; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
kondisi dan gambaran masa depan dari industri spesifik yang dapat mempengaruhi ATB.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 70 |
||||||||
Penilai Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap akun dalam laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) huruf a untuk menghasilkan indikasi nilai.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 71 |
||||||||
Pelaksanaan proses analisis data dan informasi objek Penilaian berupa Entitas dan/atau Ekuitas didukung dengan:
|
||||||||
a.
|
tinjauan kekuatan dan kelemahan antara perusahaan yang menjadi objek Penilaian dengan perusahaan pembanding;
|
|||||||
b.
|
tinjauan faktor industri yang merupakan faktor kunci kesuksesan dalam industri perusahaan yang menjadi objek Penilaian dan membandingkannya terhadap keberadaan faktor industri dalam perusahaan yang menjadi objek Penilaian;
|
|||||||
c.
|
tinjauan terhadap perkiraan makroekonomi di masa mendatang; dan
|
|||||||
d.
|
tinjauan industri dengan menggunakan teknik yang berlaku di sektor keuangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pendekatan Penilaian dalam Penilaian Bisnis
Pasal 72 |
||||||||
Penilaian Bisnis yang menggunakan pendekatan pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a angka 2 dilakukan dengan tahapan:
|
||||||||
a.
|
mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan terkait objek Penilaian dan objek pembanding;
|
|||||||
b.
|
melakukan proses perbandingan antara objek Penilaian dengan objek pembanding menggunakan faktor pembanding yang sesuai;
|
|||||||
c.
|
melakukan penyesuaian terhadap data objek pembanding agar setara dengan data objek Penilaian berdasarkan proses perbandingan sebagaimana dimaksud pada huruf b;
|
|||||||
d.
|
menentukan indikasi nilai berdasarkan hasil penyesuaian;
|
|||||||
e.
|
melakukan pembobotan terhadap indikasi nilai; dan
|
|||||||
f.
|
menyimpulkan nilai dari hasil pembobotan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 73 |
||||||||
(1)
|
Berdasarkan tahapan Penilaian dengan menggunakan pendekatan pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, nilai objek Penilaian diperoleh dengan:
|
|||||||
|
a.
|
metode pembanding perusahaan tercatat di bursa efek (guideline publicly traded company method);
|
||||||
|
b.
|
metode pembanding perusahaan tertutup (guideline transaction method atau direct market data method);
|
||||||
|
c.
|
metode pembanding perusahaan merger dan akuisisi (guideline merged and acquired company method);
|
||||||
|
d.
|
metode transaksi sebelumnya (prior transactions method);
|
||||||
|
e.
|
metode perbandingan data pasar (market comparation method); atau
|
||||||
|
f.
|
metode pemodelan matematika atau statistik.
|
||||||
(2)
|
Metode pembanding perusahaan tercatat di bursa efek (guideline publicly traded company method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan metode Penilaian yang digunakan untuk menentukan estimasi nilai minoritas dalam suatu perusahaan melalui suatu angka pengali (multiple) yang diperoleh dari harga pasar saham perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama atau sejenis, dan aktif diperdagangkan di pasar.
|
|||||||
(3)
|
Metode pembanding perusahaan tertutup (guideline transaction method atau direct market data method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan metode Penilaian yang digunakan untuk menentukan estimasi nilai dalam suatu perusahaan melalui suatu angka pengali (multiple) yang diperoleh dari transaksi yang relevan, bersifat wajar (arms-length) dan bukan transaksi antara pihak yang terafiliasi (non-related parties transaction) atau dalam satu pengendalian (under common control transaction).
|
|||||||
(4)
|
Metode pembanding perusahaan merger dan akuisisi (guideline merged and acquired company method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan metode Penilaian yang digunakan untuk menentukan estimasi nilai mayoritas dalam suatu perusahaan melalui suatu angka pengali (multiple) yang diperoleh dari transaksi merger atau akuisisi dari perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama atau sejenis.
|
|||||||
(5)
|
Metode transaksi sebelumnya (prior transactions method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan metode Penilaian yang digunakan untuk menentukan estimasi nilai berdasarkan harga transaksi sebelumnya atas objek Penilaian.
|
|||||||
(6)
|
Metode perbandingan data pasar (market comparation method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan dengan mengestimasi nilai objek Penilaian berdasarkan pada perbandingan data penjualan dan/atau penawaran.
|
|||||||
(7)
|
Metode pemodelan matematika atau statistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan metode Penilaian yang dilakukan dengan mengestimasi nilai objek Penilaian dengan cara menggunakan pemodelan matematika atau statistik.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 74 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah menggunakan metode pembanding perusahaan tercatat di bursa efek (guideline publicly traded company method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a, perusahaan pembanding merupakan perusahaan yang telah memiliki harga pasar yang terjadi dalam jangka waktu tidak lebih dari 6 (enam) bulan sebelum tanggal Penilaian.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah menggunakan metode pembanding perusahaan tertutup (guideline transaction method atau direct market data method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf b, perusahaan pembanding merupakan perusahaan yang telah memiliki harga transaksi yang relevan, bersifat wajar (arms-length) dan bukan transaksi antara pihak yang terafiliasi (non-related parties transaction) atau dalam satu pengendalian (under common control transaction).
|
|||||||
(3)
|
Perusahaan pembanding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memiliki kriteria:
|
|||||||
|
a.
|
industri, kegiatan usaha, produk, dan risiko usaha yang sejenis;
|
||||||
|
b.
|
karakteristik pertumbuhan penjualan dan pendapatan (growth in sales and earnings) serta struktur permodalan (capital structure) yang sebanding;
|
||||||
|
c.
|
kinerja keuangan historis selama 5 (lima) tahun terakhir yang sebanding;
|
||||||
|
d.
|
ukuran perusahaan (total asets) yang sebanding; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
pangsa pasar (market share) yang sebanding.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah menggunakan metode pembanding perusahaan merger dan akuisisi (guideline merged and acquired company method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf c, perusahaan pembanding memiliki kriteria:
|
|||||||
|
a.
|
perusahaan pernah melakukan transaksi merger atau akusisi yang bersifat wajar (arms-length) dan bukan transaksi antara pihak yang terafiliasi (non-related parties transaction) atau dalam satu pengendalian (under common control transaction); dan
|
||||||
|
b.
|
memiliki bidang usaha yang sama.
|
||||||
(5)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah menggunakan metode transaksi sebelumnya (prior transactions method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf d, maka persyaratan yang perlu dipenuhi meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
metode sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tidak dapat digunakan karena keterbatasan data; dan
|
||||||
|
b.
|
harga transaksi sebelumnya bersifat wajar (arms-length).
|
||||||
(6)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah menggunakan metode perbandingan data pasar (market comparation method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf e, data pembanding mengacu kepada aktivitas pasar, yang meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
transaksi; atau
|
||||||
|
b.
|
penawaran yang sejenis
|
||||||
(7)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah menggunakan metode pemodelan matematika atau statistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf f, tahapan yang dilakukan meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
mengumpulkan data transaksi atau penawaran atas objek yang sejenis dengan objek Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
menentukan faktor yang menjadi variabel bebas yang mempengaruhi pembentukan nilai;
|
||||||
|
c.
|
melakukan analisis ekonometrika dalam pembuatan model; dan
|
||||||
|
d.
|
menentukan indikasi nilai berdasarkan hasil analisis ekonometrika.
|
||||||
(8)
|
Analisis matematika atau statistik dalam pembuatan model sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c dapat menggunakan teknik Penilaian otomatis yang berbasis perangkat lunak.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 75 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah melakukan Penilaian dengan pendekatan pasar menggunakan metode sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, Penilai Pemerintah dapat menggunakan rasio Penilaian (valuation multiple).
|
|||||||
(2)
|
Rasio Penilaian (valuation multiple) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan faktor dengan nilai atau harga sebagai pembilang dan data keuangan, operasional, atau data fisik sebagai penyebut.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah menggunakan rasio Penilaian berupa angka pengali (valuation multiple) dalam melakukan pembandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf b, untuk mengonversikan variabel keuangan yang relevan dari objek Penilaian, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||||||
|
a.
|
rasio Penilaian (valuation multiple) yang digunakan diterapkan pada objek Penilaian secara konsisten terhadap variabel yang sebanding atau relevan dari objek Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
alasan pemilihan dan cara penerapan rasio Penilaian (valuation multiple) yang digunakan dijelaskan dalam laporan Penilaian Bisnis;
|
||||||
|
c.
|
dalam hal Penilaian Bisnis menggunakan rasio Nilai Pasar terhadap modal yang diinvestasikan (market value of invested capital), maka untuk memperoleh indikasi nilai Ekuitas dari objek Penilaian, Nilai Pasar dari modal yang diinvestasikan dikurangi terlebih dahulu dengan modal lain yang lebih utama atau senior;
|
||||||
|
d.
|
periode pembanding dari rasio Penilaian (valuation multiple) dalam laporan keuangan objek Penilaian dan perusahaan pembanding harus sama;
|
||||||
|
e.
|
laporan keuangan perusahaan pembanding merupakan laporan keuangan yang diaudit; dan
|
||||||
|
f.
|
rasio Penilaian (valuation multiple) didukung dengan data yang akurat serta dihitung berdasarkan analisis atas perbandingan fundamental variabel keuangan perusahaan yang menjadi objek Penilaian dengan perusahaan pembanding.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 76 |
||||||||
(1)
|
Penilaian Bisnis dengan menggunakan pendekatan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b angka 2 dilakukan untuk Penilaian Bisnis berupa:
|
|||||||
|
a.
|
Instrumen Keuangan; dan
|
||||||
|
b.
|
Penilaian ATB.
|
||||||
(2)
|
Penilaian dengan menggunakan pendekatan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b angka 2 dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
menghitung biaya pembuatan baru atau biaya penggantian baru objek Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
menghitung besarnya penyusutan dan/atau keusangan objek Penilaian; dan
|
||||||
|
c.
|
mengurangkan biaya pembuatan baru atau penggantian baru dengan penyusutan dan/atau keusangan objek Penilaian untuk menghasilkan nilai.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 77 |
||||||||
Penilaian Bisnis dengan menggunakan pendekatan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c angka 2 dilakukan dengan:
|
||||||||
a.
|
metode kapitalisasi pendapatan (capitalized income method);
|
|||||||
b.
|
metode diskonto arus kas (discounted cash flow method);
|
|||||||
c.
|
metode penghematan royalty (relief-from-royalty method/royalty savings method);
|
|||||||
d.
|
metode laba premi (premium profits method/incremental income method); atau
|
|||||||
e.
|
metode pendapatan berlebih (excess earnings method).
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 78 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Penilaian menggunakan metode diskonto arus kas (discounted cash flow method), Penilai Pemerintah menentukan indikasi nilai objek Penilaian dari nilai kini suatu seri arus kas bersih yang akan diterima di masa yang akan datang atas objek Penilaian yang akan diterima, dengan suatu tingkat diskonto.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal Penilaian menggunakan metode kapitalisasi pendapatan (capitalized income method), Penilai Pemerintah menentukan indikasi nilai objek Penilaian dengan menghitung nilai kini dari suatu arus kas bersih dengan suatu tingkat kapitalisasi.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal Penilaian menggunakan metode penghematan royalti (relief-from royalty method/royalty savings method), Penilai Pemerintah menentukan indikasi nilai ATB dengan mengkapitalisasi penghematan nilai yang diperoleh dari pembayaran royalti hipotesis dengan cara memiliki atau menyewa.
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal Penilaian menggunakan metode laba premi (premium profits method/incremental income method), Penilai Pemerintah menentukan indikasi nilai ATB dengan mengkapitalisasi aliran pendapatan atau arus kas inkremental yang dihasilkan dari perbandingan usaha yang menggunakan ATB dengan usaha yang tidak menggunakan ATB dengan menggunakan tingkat diskonto atau tingkat kapitalisasi tertentu.
|
|||||||
(5)
|
Dalam hal Penilaian menggunakan metode pendapatan berlebih (excess earnings method), Penilai Pemerintah menentukan indikasi nilai ATB dengan menentukan nilai kini dari arus kas yang akan diterima di masa yang akan datang yang terkait dengan ATB dengan menggunakan tingkat diskonto atau tingkat kapitalisasi sesuai risiko ATB.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 79 |
||||||||
(1)
|
Metode Penilaian yang menggunakan pendekatan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, terhadap objek Penilaian berupa Entitas dan Ekuitas dapat menggunakan:
|
|||||||
|
a.
|
model Ekuitas; dan
|
||||||
|
b.
|
model kapital yang diinvestasikan (invested capital model).
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Penilaian menggunakan model Ekuitas:
|
|||||||
|
a.
|
arus kas bersih yang digunakan merupakan arus kas bersih untuk Ekuitas (free cash flow to equity); dan
|
||||||
|
b.
|
indikasi nilai Ekuitas diperoleh dengan mendiskontokan semua arus kas bersih untuk Ekuitas.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal Penilaian menggunakan model kapital yang diinvestasikan:
|
|||||||
|
a.
|
arus kas bersih yang digunakan merupakan arus kas bersih untuk perusahaan (free cash flow to the firm); dan
|
||||||
|
b.
|
indikasi nilai perusahaan diperoleh dengan mendiskontokan semua arus kas bersih untuk perusahaan.
|
||||||
(4)
|
Indikasi nilai Ekuitas ditentukan dengan mengurangi nilai perusahaan atau nilai kapital yang diinvestasikan dengan Nilai Pasar dari saham preferen dan/atau utang jangka panjang berbunga.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 80 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Penilaian menggunakan metode kapitalisasi pendapatan (capitalized income method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a, Penilai Pemerintah menggunakan arus kas bersih sebagai dasar perhitungan.
|
|||||||
(2)
|
Arus kas bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan proyeksi pendapatan ekonomis untuk periode masa 1 (satu) tahun.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 81 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal metode Penilaian yang digunakan merupakan metode diskonto arus kas (discounted cash flow method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b, Penilai Pemerintah menyusun proyeksi arus kas bersih untuk beberapa periode.
|
|||||||
(2)
|
Proyeksi arus kas bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditetapkan dalam 2 (dua) periode proyeksi, yaitu:
|
|||||||
|
a.
|
periode waktu tetap atau khusus (fixed or specific time period); dan
|
||||||
|
b.
|
periode waktu kekal (perpetuity period).
|
||||||
(3)
|
Dalam menentukan lama periode waktu tetap atau khusus (fixed or specific time period) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Penilai Pemerintah perlu memperhatikan:
|
|||||||
|
a.
|
umur teknis faktor produksi utama;
|
||||||
|
b.
|
masa berlaku izin atau konsesi; atau
|
||||||
|
c.
|
periode waktu perencanaan usaha yang belum stabil.
|
||||||
(4)
|
Periode waktu kekal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, ditentukan mulai dari 1 (satu) tahun setelah periode waktu tetap sampai dengan seterusnya.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 82 |
||||||||
(1)
|
Penentuan tingkat diskonto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b menggunakan:
|
|||||||
|
a.
|
biaya Ekuitas, untuk model Ekuitas; atau
|
||||||
|
b.
|
biaya kapital, untuk model kapital.
|
||||||
(2)
|
Biaya Ekuitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung melalui capital asset pricing model (CAPM).
|
|||||||
(3)
|
Biaya kapital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung melalui weighted average cost of capital (WACC).
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 83 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah melakukan Penilaian dengan pendekatan pendapatan untuk objek berupa Entitas dan Ekuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Penilai Pemerintah melakukan Penilaian secara terpisah terhadap aset non operasional.
|
|||||||
(2)
|
Hasil Penilaian aset non operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penambah nilai objek Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 84 |
||||||||
Penilaian Bisnis dengan menggunakan pendekatan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf d dilakukan dengan:
|
||||||||
a.
|
metode penyesuaian aset bersih (adjusted net aset method); atau
|
|||||||
b.
|
metode kapitalisasi kelebihan pendapatan (excess earning method).
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 85 |
||||||||
(1)
|
Penilaian Bisnis dengan menggunakan metode penyesuaian aset bersih (adjusted net aset method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf a, dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
menyiapkan laporan keuangan perusahaan yang akan dinilai;
|
||||||
|
b.
|
menentukan aset dan utang yang akan dinilai ulang;
|
||||||
|
c.
|
mengidentifikasi aset di luar neraca (off-balance sheet asets);
|
||||||
|
d.
|
mengidentifikasi kewajiban di luar neraca atau kewajiban kontijensi (off-balance sheet liabilities atau contingent liabilities);
|
||||||
|
e.
|
menilai ulang aset perusahaan berupa:
|
||||||
|
|
1.
|
aset lancar;
|
|||||
|
|
2.
|
aset tetap; dan
|
|||||
|
|
3.
|
ATB, jika ada;
|
|||||
|
f.
|
menyusun laporan posisi keuangan yang berbasis Nilai Wajar; dan
|
||||||
|
g.
|
menghitung nilai Ekuitas dari selisih total aset dan total kewajiban.
|
||||||
(2)
|
Aset di luar neraca (off-balance sheet asets) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan aset yang dimiliki oleh perusahaan yang tidak tercatat dalam neraca.
|
|||||||
(3)
|
Kewajiban di luar neraca atau kewajiban kontijensi (off-balance sheet liabilities atau contingent liabilities) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan utang yang tidak tercatat dalam neraca tetapi dapat terjadi di kemudian hari.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86 |
||||||||
(1)
|
Penilaian Bisnis dengan metode kapitalisasi kelebihan pendapatan (excess earning method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf b dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengestimasi nilai aset berwujud bersih;
|
||||||
|
b.
|
mengestimasi laba ekonomis normal;
|
||||||
|
c.
|
mengestimasi kelebihan pendapatan yang merupakan selisih laba bersih objek Penilaian dengan laba ekonomis normal;
|
||||||
|
d.
|
mengestimasi tingkat kapitalisasi yang sesuai;
|
||||||
|
e.
|
mengestimasi nilai dengan cara kapitalisasi kelebihan pendapatan; dan
|
||||||
|
f.
|
menjumlahkan nilai aset berwujud bersih dengan nilai ATB, untuk menghasilkan nilai Ekuitas.
|
||||||
(2)
|
Dalam melakukan estimasi laba ekonomis normal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara:
|
|||||||
|
a.
|
menentukan tingkat pengembalian yang wajar atas aset berwujud; dan
|
||||||
|
b.
|
mengalikan tingkat pengembalian sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan nilai aset berwujud bersih.
|
||||||
(3)
|
Tingkat pengembalian yang wajar atas aset berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditentukan dengan memperhitungkan:
|
|||||||
|
a.
|
biaya Ekuitas;
|
||||||
|
b.
|
biaya utang; dan
|
||||||
|
c.
|
struktur modal atas aset berwujud berdasarkan kapasitas pinjaman (borrowing capacity).
|
||||||
(4)
|
Dalam melakukan estimasi nilai ATB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, Penilai Pemerintah dapat melakukan perhitungan secara kolektif atas beberapa ATB dengan metode kapitalisasi kelebihan pendapatan (excess earning method).
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 87 |
||||||||
(1)
|
Terhadap hasil Penilaian Ekuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dapat diperhitungkan premi dan/atau diskon untuk mendapatkan nilai objek Penilaian tersebut.
|
|||||||
(2)
|
Premi dan/atau diskon yang dapat diterapkan dalam Penilaian Bisnis meliputi:
|
|||||||
a.
|
premi pengendalian (control premium) atau diskon pengendalian (discount for lack of control), yaitu suatu jumlah atau persentase tertentu yang merupakan penambah/pengurang dari nilai sebagai cerminan dari tingkat pengendalian atas objek Penilaian; dan/atau
|
|||||||
b.
|
diskon marketabilitas (discount for lack of marketability), yaitu suatu jumlah atau persentase tertentu yang merupakan pengurang dari nilai sebagai cerminan dari kurangnya likuiditas objek Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB V
PENILAIAN SDA
Bagian Kesatu
Jenis Nilai dan Tujuan Penilaian SDA
Pasal 88 |
||||||||
(1)
|
Penilaian SDA dilaksanakan untuk menghasilkan:
|
|||||||
|
a.
|
Nilai Pasar;
|
||||||
|
b.
|
Nilai Wajar;
|
||||||
|
c.
|
Nilai Ekonomi;
|
||||||
|
d.
|
Nilai Likuidasi; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
nilai lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(2)
|
Nilai Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihasilkan dari Penilaian SDA untuk tujuan:
|
|||||||
|
a.
|
pengusahaan;
|
||||||
|
b.
|
penatausahaan penyusunan neraca SDA;
|
||||||
|
c.
|
pemanfaatan dalam bentuk sewa atau kerja sama pemanfaatan; atau
|
||||||
|
d.
|
pelaksanaan kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(3)
|
Nilai Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihasilkan dari Penilaian SDA untuk tujuan:
|
|||||||
|
a.
|
pencatatan SDA sebagai aset keuangan; atau
|
||||||
|
b.
|
pelaksanaan kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(4)
|
Nilai Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dihasilkan dari Penilaian SDA dengan objek berupa ekosistem dan/atau jasa ekosistem SDA untuk tujuan:
|
|||||||
|
a.
|
menentukan potensi ekonomi SDA berdasarkan manfaat setiap jasa ekosistem yang dihasilkan;
|
||||||
|
b.
|
ganti rugi kerusakan SDA; atau
|
||||||
|
c.
|
pelaksanaan kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(5)
|
Nilai Likuidasi digunakan dalam Penilaian SDA hayati dengan tujuan penjualan secara Lelang eksekusi terhadap aset individu.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Data dan Informasi Awal dan Dokumen Persyaratan dalam Penilaian SDA
Pasal 89 |
||||||||
Data dan informasi awal objek Penilaian SDA untuk:
|
||||||||
a.
|
Penilaian SDA nonhayati, paling sedikit meliputi:
|
|||||||
|
1.
|
deskripsi objek Penilaian; dan
|
||||||
|
2.
|
informasi terkait kontrak/perjanjian atau legalitas; dan
|
||||||
b.
|
Penilaian SDA hayati, paling sedikit meliputi:
|
|||||||
|
1.
|
deskripsi objek Penilaian yang meliputi gambaran objek Penilaian dan luas area;
|
||||||
|
2.
|
informasi terkait kontrak/perjanjian atau legalitas pengelolaan; dan
|
||||||
|
3.
|
informasi terkait jenis Jasa Ekosistem yang dihasilkan objek Penilaian.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 90 |
||||||||
(1)
|
Dokumen persyaratan untuk Penilaian SDA meliputi surat keterangan dari Pemohon yang memuat data dan informasi terkait:
|
|||||||
|
a.
|
Kontrak Kerja Sama, untuk objek Penilaian SDA berupa minyak bumi dan/atau gas bumi;
|
||||||
|
b.
|
Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, dokumen/perjanjian Kerjasama Operasi Bersama, Kontrak Karya, Kuasa Pertambangan, dan/atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan batu bara, untuk objek Penilaian SDA berupa mineral, batu bara, energi baru, atau energi terbarukan;
|
||||||
|
c.
|
Izin Usaha Pemanfaatan, Izin Usaha Penggunaan, Izin Pemungutan Hasil, dan/atau Keputusan penunjukan atau penetapan kawasan hutan, untuk objek Penilaian SDA berupa hutan;
|
||||||
|
d.
|
Izin Usaha Pemanfaatan, Izin Usaha Pengusahaan, dan/atau Keputusan penunjukan kawasan pemanfaatan, untuk objek Penilaian SDA berupa kelautan dan perikanan;
|
||||||
|
e.
|
Izin Pengusahaan sumber daya air, dan/atau keputusan penunjukan kawasan, untuk objek Penilaian SDA berupa sumber daya air; atau
|
||||||
|
f.
|
Izin Pengusahaan/Pemanfaatan, untuk objek Penilaian berupa SDA lainnya dari instansi selaku pengelola sektor.
|
||||||
(2)
|
Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
tanggal dan nomor dokumen kontrak atau surat izin;
|
||||||
|
b.
|
nama pemegang kontrak atau izin;
|
||||||
|
c.
|
ruang lingkup kontrak atau izin; dan
|
||||||
|
d.
|
masa berlaku kontrak atau izin.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal objek Penilaian SDA belum diusahakan atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti dengan keterangan bahwa objek Penilaian SDA belum diusahakan atau dikerjasamakan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pengumpulan Data dan Informasi dalam Penilaian SDA
Pasal 91 |
||||||||
(1)
|
Data dan informasi untuk Penilaian SDA bersumber dari:
|
|||||||
|
a.
|
Pemohon;
|
||||||
|
b.
|
Pengelola Sektor di bidang SDA;
|
||||||
|
c.
|
kementerian/lembaga selain Pengelola Sektor;
|
||||||
|
d.
|
pemerintah daerah setempat;
|
||||||
|
e.
|
asosiasi atau lembaga mandiri di bidang SDA;
|
||||||
|
f.
|
hasil penelitian sebelumnya;
|
||||||
|
g.
|
media cetak, media elektronik, media komunikasi, media keterbukaan informasi yang dipersyaratkan pada bursa saham atau bursa komoditas dan/atau media lainnya;
|
||||||
|
h.
|
masyarakat sekitar;
|
||||||
|
i.
|
pemegang izin usaha; dan/atau
|
||||||
|
j.
|
sumber lainnya yang relevan.
|
||||||
(2)
|
Data dan informasi terkait Penilaian dari basis data atau media daring atau jurnal ilmiah untuk Penilaian SDA meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
data dan tren harga komoditas;
|
||||||
|
b.
|
data nilai ekosistem objek sejenis di tempat lain;
|
||||||
|
c.
|
informasi keuangan pada industri sejenis;
|
||||||
|
d.
|
data kenaikan biaya produksi dan konsumsi; dan
|
||||||
|
e.
|
peraturan perundang-undangan terkait.
|
||||||
(3)
|
Data dan informasi yang dikumpulkan melalui survei lapangan terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
data dan informasi objek Penilaian SDA berupa SDA nonhayati yang meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
deskripsi objek Penilaian, lokasi, jenis, sistem penambangan, kuantitas, kualitas atau kadar, tahapan eksplorasi/eksploitasi, dan luas wilayah usaha atau kerja;
|
|||||
|
|
2.
|
aspek teknis;
|
|||||
|
|
3.
|
biaya dan investasi yang telah dikeluarkan;
|
|||||
|
|
4.
|
rencana produksi;
|
|||||
|
|
5.
|
umur cadangan;
|
|||||
|
|
6.
|
masa berlaku perizinan; dan/atau
|
|||||
|
|
7.
|
data dan informasi transaksi objek sejenis dengan objek Penilaian;
|
|||||
|
b.
|
data dan informasi objek Penilaian SDA berupa SDA hayati yang meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
deskripsi objek Penilaian, letak, luas, status kawasan, potensi dan pemanfaatan saat ini, dan fungsi;
|
|||||
|
|
2.
|
rencana teknik jangka pendek dan jangka panjang;
|
|||||
|
|
3.
|
rencana dan/atau realisasi anggaran pengusahaan;
|
|||||
|
|
4.
|
hasil evaluasi potensi;
|
|||||
|
|
5.
|
harga jual komoditas; dan/atau
|
|||||
|
|
6.
|
izin usaha yang dimiliki; dan
|
|||||
|
c.
|
data dan informasi lainnya yang diperlukan dalam proses Penilaian.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Analisis Data dan Informasi dalam Penilaian SDA
Pasal 92 |
||||||||
(1)
|
Analisis data dan informasi dalam Penilaian SDA meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
analisis pasar komoditas; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
analisis aspek lingkungan hidup.
|
||||||
(2)
|
Analisis pasar komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan atas faktor:
|
|||||||
|
a.
|
tingkat harga komoditas;
|
||||||
|
b.
|
tingkat produksi komoditas di dalam pasar; dan
|
||||||
|
c.
|
tingkat konsumsi komoditas di dalam pasar.
|
||||||
(3)
|
Analisis aspek lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam hal terdapat hasil program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh kementerian atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pendekatan Penilaian dalam Penilaian SDA
Pasal 93 |
||||||||
(1)
|
Penilaian SDA dengan menggunakan pendekatan berbasis pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf e dilakukan dengan:
|
|||||||
|
a.
|
metode pengamatan nilai secara langsung (directly observed value method);
|
||||||
|
b.
|
metode harga dari pasar sejenis (prices from similar market method);
|
||||||
|
c.
|
metode nilai bersih saat ini (net present value method);
|
||||||
|
d.
|
metode resource rent (resource rent method);
|
||||||
|
e.
|
metode nilai sisa (residual value method);
|
||||||
|
f.
|
metode nilai biaya (cost value method);
|
||||||
|
g.
|
metode taksiran nilai pendapatan (expected income value method);
|
||||||
|
h.
|
metode pendekatan produktivitas (effect on production method); dan/atau
|
||||||
|
i.
|
metode penetapan harga hedonic (hedonic price method).
|
||||||
(2)
|
Pendekatan berbasis nonpasar sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2) huruf f dapat dilakukan dengan:
|
|||||||
|
a.
|
metode perilaku pencegahan (averting behaviour method);
|
||||||
|
b.
|
metode biaya perjalanan (travel cost method);
|
||||||
|
c.
|
metode biaya penggantian (replacement cost method);
|
||||||
|
d.
|
metode biaya kerusakan (avoided damage cost method);
|
||||||
|
e.
|
metode transfer manfaat (benefit transfer method);
|
||||||
|
f.
|
metode harga pengganti (surrogate price method);
|
||||||
|
g.
|
metode Penilaian kontingensi (contingent valuation method); dan/atau
|
||||||
|
h.
|
metode perlindungan aset.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 94 |
||||||||
(1)
|
Metode pengamatan nilai secara langsung (directly observed value method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf a dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
melakukan pendataan jenis dan volume komoditas atau jasa ekosistem pada objek penilaian SDA;
|
||||||
|
b.
|
mengidentifikasi harga pasar berdasarkan jenis komoditas atau jasa ekosistem pada objek penilaian SDA; dan
|
||||||
|
c.
|
menghitung total nilai SDA dengan mengalikan volume dan harga setiap jenis komoditas atau jasa ekosistem pada objek penilaian SDA.
|
||||||
(2)
|
Metode harga dari pasar sejenis (prices from similar market method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf b dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
melakukan pendataan jenis dan volume komoditas atau jasa ekosistem pada objek Penilaian SDA;
|
||||||
|
b.
|
mengidentifikasi perkiraan harga pasar komoditas atau jasa ekosistem pada objek yang sejenis dengan objek penilaian SDA;
|
||||||
|
c.
|
melakukan penyesuaian harga dalam hal terdapat perbedaan biaya produksi; dan
|
||||||
|
d.
|
menghitung total nilai objek Penilaian SDA dengan mengalikan volume dan harga yang diperoleh setelah penyesuaian.
|
||||||
(3)
|
Metode nilai bersih saat ini (net present value method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf c dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengestimasi resource rent dengan mengurangkan pendapatan kotor dengan biaya ekstraksi setelah memperhitungkan subsidi dan pajak;
|
||||||
|
b.
|
mengestimasi stok fisik dan umur proyeksi aset;
|
||||||
|
c.
|
mengestimasi arus kas tahunan berdasarkan resource rent, stok fisik, dan umur proyeksi;
|
||||||
|
d.
|
mengestimasi arus kas tahunan selama umur; dan
|
||||||
|
e.
|
mendiskonto arus kas tahunan dan menjumlahkan arus kas yang terdiskonto selama umur proyeksi, untuk menghasilkan nilai.
|
||||||
(4)
|
Metode resource rent (resource rent method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf d dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
menentukan surplus usaha bruto dengan menghitung output dikurangi dengan biaya operasional dan subsidi khusus terkait ekstraksi serta ditambah dengan pajak khusus terkait ekstraksi; dan
|
||||||
|
b.
|
mengurangi surplus usaha bruto dengan biaya penggunaan aset yang diproduksi, untuk menghasilkan nilai.
|
||||||
(5)
|
Metode nilai sisa (residual value method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf e dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
menghitung nilai bruto dari komoditas atau jasa ekosistem yang dihasilkan pada objek penilaian SDA;
|
||||||
|
b.
|
menghitung biaya yang dikeluarkan meliputi biaya tenaga kerja, biaya aset yang diproduksi, dan input antara; dan
|
||||||
|
c.
|
mengurangi nilai bruto dengan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan nilai sisa.
|
||||||
(6)
|
Metode nilai biaya (cost value method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf f dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
melakukan pendataan jenis dan volume komoditas atau jasa ekosistem pada objek penilaian SDA;
|
||||||
|
b.
|
melakukan analisis biaya pembangunan/pengembangan objek penilaian SDA;
|
||||||
|
c.
|
menyusun arus kas biaya pembangunan/pengembangan objek penilaian SDA; dan
|
||||||
|
d.
|
menentukan nilai kini dari arus kas untuk mendapatkan nilai objek penilaian SDA.
|
||||||
(7)
|
Metode taksiran nilai pendapatan (expected income value method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf g dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
melakukan pendataan jenis dan volume komoditas atau jasa ekosistem pada objek penilaian SDA;
|
||||||
|
b.
|
menyusun arus kas biaya dan arus kas pendapatan pengelolaan objek penilaian SDA;
|
||||||
|
c.
|
menghitung terminal value perusahaan; dan
|
||||||
|
d.
|
menghitung total nilai saat ini (present value).
|
||||||
(8)
|
Metode pendekatan produktivitas (effect on production) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf h dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengidentifikasi jasa penyediaan yang dihasilkan objek Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
mengidentifikasi pemanfaat sumber daya dan menentukan responden;
|
||||||
|
c.
|
menganalisis surplus konsumen; dan
|
||||||
|
d.
|
mengalikan surplus konsumen dengan jumlah pemanfaat, untuk menghasilkan nilai.
|
||||||
(9)
|
Metode harga hedonic (hedonic price method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf i dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengolah data dari informasi terkait rata-rata kesediaan membayar (mean willingness to pay) responden sebagai kesatuan atas pengaruh harga komoditas dan kualitas lingkungan; dan
|
||||||
|
b.
|
menyusun fungsi regresi dengan menggunakan variabel bebas berupa faktor-faktor yang berpengaruh pada objek Penilaian, untuk menghasilkan nilai.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 95 |
||||||||
(1)
|
Metode perilaku pencegahan (averting behaviour method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf a dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengidentifikasi objek Penilaian dan menyusun kuesioner untuk melakukan survei;
|
||||||
|
b.
|
mengumpulkan data dan informasi terkait biaya yang dikeluarkan masyarakat sebagai upaya untuk mencegah atau mengurangi efek negatif dan kerusakan yang disebabkan oleh dampak lingkungan yang merugikan; dan
|
||||||
|
c.
|
menghitung nilai Jasa Ekosistem berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk mencegah atau mengurangi dampak kerusakan tersebut.
|
||||||
(2)
|
Metode biaya perjalanan (travel cost method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengidentifikasi objek Penilaian dan menyusun kuesioner untuk survei;
|
||||||
|
b.
|
mengumpulkan data dan informasi terkait pengelolaan objek Penilaian, berupa luas objek, kepemilikan objek, pengelolaan objek, jumlah kunjungan wisatawan beberapa tahun terakhir, dan informasi umum lainnya;
|
||||||
|
c.
|
melakukan survei dengan mengumpulkan data dan informasi terkait biaya perjalanan dan berbagai karakteristik sosial ekonomi responden melalui pengisian kuesioner;
|
||||||
|
d.
|
mengolah data hasil survei dengan menyusun persamaaan biaya perjalanan menggunakan data yang telah dikumpulkan;
|
||||||
|
e.
|
menganalisis surplus konsumen; dan
|
||||||
|
f.
|
menentukan estimasi nilai manfaat objek Penilaian dengan mengekstrapolasi surplus konsumen tersebut dalam lingkup populasi.
|
||||||
(3)
|
Metode biaya penggantian (replacement cost method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengidentifikasi kerusakan atau pengurangan yang terjadi pada objek Penilaian SDA, seperti kerusakan lingkungan akibat pencemaran, pengurangan habitat alami, atau kerugian ekosistem lainnya; dan
|
||||||
|
b.
|
menentukan biaya yang diperlukan untuk menggantikan atau mengembalikan SDA ke kondisi semula, seperti biaya restorasi lingkungan, biaya konservasi, atau biaya lain yang berkaitan dengan upaya pemulihan ekosistem.
|
||||||
(4)
|
Metode biaya kerusakan (avoided damage cost method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf d dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengidentifikasi kerusakan atau pengurangan yang berpotensi terjadi pada objek Penilaian SDA, seperti kerusakan lingkungan akibat pencemaran, pengurangan habitat alami, atau kerugian ekosistem lainnya; dan
|
||||||
|
b.
|
mengestimasi biaya yang mungkin diperlukan untuk menggantikan atau mengembalikan SDA ke kondisi semula jika potensi kerusakan terjadi, seperti biaya restorasi lingkungan, biaya konservasi, atau biaya lain yang berkaitan dengan upaya pemulihan ekosistem.
|
||||||
(5)
|
Metode transfer manfaat (benefit transfer method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf e dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
menentukan lokasi, ekosistem, dan/atau jenis SDA yang akan dinilai;
|
||||||
|
b.
|
mengidentifikasi kajian-kajian sejenis yang telah dilakukan terhadap tipe SDA sejenis;
|
||||||
|
c.
|
mengidentifikasi perbedaan situasi SDA pada study site dengan assessment site;
|
||||||
|
d.
|
menentukan teknik transfer manfaat yang akan digunakan;
|
||||||
|
e.
|
melakukan penyesuaian yang diperlukan; dan
|
||||||
|
f.
|
melakukan proses transfer.
|
||||||
(6)
|
Metode harga pengganti (surrogate price method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf f dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
menentukan variabel yang dapat digunakan sebagai pengganti untuk menilai suatu komoditas atau jasa ekosistem SDA yang diketahui;
|
||||||
|
b.
|
mengumpulkan data yang berkaitan dengan variabel pengganti seperti data harga, data produksi, atau data lain untuk memperkirakan nilai SDA;
|
||||||
|
c.
|
menentukan hubungan ekonometrika antara variabel pengganti dan objek Penilaian dengan melakukan analisis statistik; dan
|
||||||
|
d.
|
menghitung nilai biaya pengganti berdasarkan analisis ekonometrika untuk mendapatkan nilai objek Penilaian.
|
||||||
(7)
|
Metode Penilaian kontingensi (contingent valuation method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf g dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengidentifikasi objek Penilaian dan menyusun kuesioner untuk survei;
|
||||||
|
b.
|
menyusun kuesioner dengan menyertakan penawaran (bidding) terkait objek Penilaian;
|
||||||
|
c.
|
melakukan survei dengan mengumpulkan informasi terkait kesediaan membayar (mean willingness to pay);
|
||||||
|
d.
|
mengolah data hasil survei dengan mengestimasi rata-rata kesediaan membayar (mean willingness to pay) atas objek Penilaian; dan
|
||||||
|
e.
|
menentukan estimasi nilai manfaat objek Penilaian dengan mengalikan rata-rata kesediaan membayar (mean willingness to pay) yang diperoleh dengan jumlah populasi.
|
||||||
(8)
|
Metode perlindungan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf h dilakukan dengan tahapan:
|
|||||||
|
a.
|
mengidentifikasi jasa yang dihasilkan objek Penilaian; dan
|
||||||
|
b.
|
menentukan salah satu teknik penghitungan nilai, yang meliputi teknik biaya penggantian atau teknik biaya rehabilitasi.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 96 |
||||||||
Simpulan total nilai ekonomi SDA diperoleh dari penjumlahan seluruh komoditas dan Jasa Ekosistem SDA yang dihasilkan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 97 |
||||||||
(1)
|
Proses penentuan pendekatan dan indikasi nilai untuk Penilaian dengan lebih dari 1 (satu) pendekatan dilakukan dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 30.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah menggunakan pendekatan yang berbeda untuk setiap jenis komoditas dan/atau Jasa Ekosistem SDA yang terdapat dalam suatu objek Penilaian SDA, nilai objek Penilaian merupakan penjumlahan dari nilai yang dihasilkan dari setiap jenis komoditas dan/atau Jasa Ekosistem.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VI
KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB PENILAI PEMERINTAH
Pasal 98 |
||||||||
(1)
|
Penilai Pemerintah memiliki wewenang untuk melakukan Penilaian di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan kompetensi, tugas dan ruang lingkup jabatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
(2)
|
Penilai Pemerintah bertanggung jawab atas simpulan nilai yang tercantum pada laporan Penilaian yang dihasilkannya.
|
|||||||
(3)
|
Penilai Pemerintah dapat memberikan keterangan dan/atau penjelasan sebatas kewenangan dan kompetensi yang dimiliki kepada aparat penegak hukum, setelah mendapatkan izin dari Direktur.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VII
BANTUAN PENILAIAN
Pasal 99 |
||||||||
(1)
|
Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan dapat meminta bantuan Penilaian berupa:
|
|||||||
|
a.
|
bantuan tenaga Penilai Pemerintah;
|
||||||
|
b.
|
bantuan teknis Penilaian; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
pendampingan tenaga ahli.
|
||||||
(2)
|
Bantuan tenaga Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam hal:
|
|||||||
|
a.
|
terdapat kekurangan Penilai Pemerintah pada Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan; atau
|
||||||
|
b.
|
tidak tersedianya Penilai Pemerintah yang memiliki bidang tugas dan ruang lingkup untuk melakukan Penilaian atas suatu objek tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang jabatan fungsional pada Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan yang bersangkutan.
|
||||||
(3)
|
Bantuan teknis Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal Penilai Pemerintah mengalami kesulitan teknis dalam pelaksanaan Penilaian yang meliputi adanya atribut yang tidak standar pada objek Penilaian yang mengakibatkan Penilai Pemerintah tidak dapat menerapkan pendekatan dan/atau metodologi Penilaian secara normal.
|
|||||||
(4)
|
Pendampingan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dalam hal:
|
|||||||
|
a.
|
terdapat permintaan pendampingan tenaga ahli dalam surat permohonan oleh Pemohon; atau
|
||||||
|
b.
|
berdasarkan analisis Penilai Pemerintah diperlukan pendampingan tenaga ahli dalam Penilaian.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 100 |
||||||||
(1)
|
Kepala Kantor Pelayanan dapat meminta bantuan tenaga Penilai Pemerintah kepada Kepala Kantor Wilayah.
|
|||||||
(2)
|
Kepala Kantor Wilayah dapat:
|
|||||||
|
a.
|
meminta bantuan tenaga Penilai Pemerintah kepada Kepala Kantor Pelayanan di wilayah kerjanya;
|
||||||
|
b.
|
meminta bantuan tenaga Penilai Pemerintah kepada Kepala Kantor Wilayah yang wilayah kerjanya berbatasan;
|
||||||
|
c.
|
meminta bantuan tenaga Penilai Pemerintah kepada Direktur; atau
|
||||||
|
d.
|
meneruskan permintaan bantuan tenaga Penilai Pemerintah dari Kepala Kantor Pelayanan kepada:
|
||||||
|
|
1.
|
Kepala Kantor Pelayanan lainnya yang berada dalam wilayah kerjanya; dan/atau
|
|||||
|
|
2.
|
Direktur.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal terjadi kekurangan Penilai Pemerintah pada Kantor Pusat, Direktur dapat:
|
|||||||
|
a.
|
meminta bantuan tenaga Penilai Pemerintah kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan yang memiliki:
|
||||||
|
|
1.
|
wilayah kerja meliputi lokasi objek Penilaian berada; dan/atau
|
|||||
|
|
2.
|
tenaga Penilai Pemerintah dengan kompetensi, bidang tugas dan ruang lingkup yang diperlukan; dan
|
|||||
|
b.
|
mengoordinasikan permohonan bantuan tenaga Penilai Pemerintah yang diajukan oleh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan kepada Kepala Kantor Wilayah lainnya.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 101 |
||||||||
(1)
|
Pemberian bantuan tenaga Penilai Pemerintah oleh Kepala Kantor Pelayanan, Kepala Kantor Wilayah, dan/atau Direktur dapat berupa perorangan atau tim Penilai Pemerintah.
|
|||||||
(2)
|
Penetapan Penilai Pemerintah atau tim Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
|
|||||||
|
a.
|
Direktur;
|
||||||
|
b.
|
Kepala Kantor Wilayah; atau
|
||||||
|
c.
|
Kepala Kantor Pelayanan,
|
||||||
|
yang meminta bantuan tenaga Penilai Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 102 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah pada Kantor Pelayanan mengalami kesulitan teknis, Kepala Kantor Pelayanan dapat:
|
|||||||
|
a.
|
meminta bantuan teknis Penilaian kepada Kepala Kantor Wilayah; atau
|
||||||
|
b.
|
melakukan asistensi teknis dengan tenaga ahli di bidangnya.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah pada Kantor Wilayah mengalami kesulitan teknis, Kepala Kantor Wilayah dapat:
|
|||||||
|
a.
|
meminta bantuan teknis kepada Direktur;
|
||||||
|
b.
|
melakukan asistensi teknis dengan tenaga ahli di bidangnya; atau
|
||||||
|
c.
|
meneruskan permintaan bantuan teknis dari Kepala Kantor Pelayanan kepada Direktur.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal Penilai Pemerintah pada Kantor Pusat mengalami kesulitan teknis, Direktur dapat:
|
|||||||
|
a.
|
menugaskan Penilai Pemerintah yang memiliki kompetensi di bidangnya untuk melakukan bantuan teknis; atau
|
||||||
|
b.
|
melakukan asistensi teknis dengan tenaga ahli di bidangnya.
|
||||||
(4)
|
Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bertanggung jawab secara profesional atas asistensi pelaksanaan Penilaian yang dilakukan dan/atau informasi teknis, saran atau pendapat yang disampaikan atas objek Penilaian.
|
|||||||
(5)
|
Penilai Pemerintah yang memberi bantuan teknis Penilaian tidak ikut menandatangani laporan Penilaian.
|
|||||||
(6)
|
Pemberian bantuan teknis dengan meminta asistensi tenaga ahli diungkapkan dalam laporan Penilaian.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VIII
BASIS DATA PENILAIAN
Pasal 103 |
||||||||
(1)
|
Direktur membentuk Basis Data Penilaian secara terpusat berdasarkan data yang diperoleh dari:
|
|||||||
|
a.
|
pelaksanaan Penilaian oleh Penilai Pemerintah yang berkedudukan di Kantor Pusat, Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
sumber lain yang berkaitan dengan data yang diperlukan dalam proses Penilaian.
|
||||||
(2)
|
Basis Data Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
|||||||
|
a.
|
data harga transaksi dan/atau harga penawaran atas objek berupa:
|
||||||
|
|
1.
|
tanah dan/atau bangunan; dan/atau
|
|||||
|
|
2.
|
selain tanah dan/atau bangunan; dan
|
|||||
|
b.
|
nilai yang dihasilkan dari pelaksanaan Penilaian.
|
||||||
(3)
|
Data harga transaksi dan/atau penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
data pembanding yang diperoleh dari proses Penilaian;
|
||||||
|
b.
|
database transaksi yang berasal dari Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Pemerintah Daerah;
|
||||||
|
c.
|
data harga terbentuk pada pelaksanaan Lelang pada Direktorat Jenderal; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
data hasil survei yang dilaksanakan oleh Penilai Direktorat Jenderal.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 104 |
||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.06/2020 tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah dan/atau diganti dengan ketentuan baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 105 |
||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.06/2020 tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1265), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 106 |
||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Desember 2024
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DHAHANA PUTRA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 959
|