Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sebagian sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 96 TAHUN 2023
TENTANG
KETENTUAN KEPABEANAN, CUKAI, DAN PAJAK ATAS IMPOR DAN EKSPOR BARANG KIRIMAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor barang kiriman telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman;
|
|||
b.
|
bahwa untuk memberikan kepastian hukum, menciptakan keadilan dan kepastian dalam berusaha, meningkatkan kecepatan pelayanan, efektivitas pengawasan, optimalisasi penerimaan, serta akurasi data atas impor dan ekspor barang kiriman, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman perlu diganti;
|
|||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10B ayat (5), Pasal 11A ayat (7), Pasal 13 ayat (2), Pasal 25 ayat (3), Pasal 28, dan Pasal 92A ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, serta ketentuan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman;
|
|||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
|||
4.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||
5.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736)
|
|||
6.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||
7.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||
8.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN, CUKAI, DAN PAJAK ATAS IMPOR DAN EKSPOR BARANG KIRIMAN.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||
2.
|
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
3.
|
Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|||
4.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean.
|
|||
5.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
6.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|||
7.
|
Orang adalah orang perseorangan, lembaga, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum.
|
|||
8.
|
Eksportir adalah Orang yang melakukan ekspor.
|
|||
9.
|
Importir adalah Orang yang melakukan impor.
|
|||
10.
|
Penyelenggara Pos adalah badan usaha yang menyelenggarakan pos.
|
|||
11.
|
Penyelenggara Pos Yang Ditunjuk yang selanjutnya disingkat PPYD adalah Penyelenggara Pos yang ditugaskan oleh pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Perhimpunan Pos Dunia (Universal Postal Union).
|
|||
12.
|
Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah Penyelenggara Pos yang memperoleh izin usaha dari instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
|
|||
13.
|
Pengangkut adalah Orang atau kuasanya yang:
|
|||
|
a.
|
bertanggung jawab atas pengoperasian Sarana Pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang; dan/atau
|
||
|
b.
|
berwenang melaksanakan kontrak pengangkutan dan menerbitkan dokumen pengangkutan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan.
|
||
14.
|
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean untuk dan atas kuasa Importir atau Eksportir.
|
|||
15.
|
Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
|
|||
16.
|
Barang Kiriman adalah barang yang dikirim melalui Penyelenggara Pos sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
|
|||
17.
|
Penerima Barang adalah Orang yang menerima Barang Kiriman melalui Penyelenggara Pos.
|
|||
18.
|
Pengirim Barang adalah Orang yang mengirim Barang Kiriman melalui Penyelenggara Pos.
|
|||
19.
|
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk perdagangan.
|
|||
20.
|
Kartu Pos adalah Barang Kiriman yang berbentuk komunikasi tertulis di atas kartu bergambar dan/atau tidak bergambar.
|
|||
21.
|
Surat adalah Barang Kiriman yang menjadi bagian dari komunikasi tertulis dengan atau tanpa sampul yang ditujukan kepada individu atau badan dengan alamat tertentu, yang dalam proses penyampaiannya dilakukan seluruhnya secara fisik.
|
|||
22.
|
Dokumen adalah Barang Kiriman yang berbentuk data, catatan, dan/atau keterangan tertulis di atas kertas yang dapat dilihat dan dibaca.
|
|||
23.
|
Barang Kiriman Tertentu adalah Barang Kiriman selain Kartu Pos, Surat, dan Dokumen, yang pengirimannya dilakukan melalui PPYD yang tidak disertai dengan Consignment Note.
|
|||
24.
|
Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada Pengguna Jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
|
|||
25.
|
Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat PIB adalah pernyataan yang dibuat Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean Impor.
|
|||
26.
|
Pemberitahuan Impor Barang Khusus yang selanjutnya disingkat PIBK adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang impor tertentu.
|
|||
27.
|
Dokumen Pengiriman Barang (Consignment Note) yang selanjutnya disebut CN adalah dokumen dengan kode CN-22/CN-23 atau dokumen sejenis yang merupakan dokumen perjanjian pengiriman barang antara pengirim barang dan Penyelenggara Pos untuk mengirimkan Barang Kiriman kepada penerima barang.
|
|||
28.
|
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, dokumen identifikasi barang, dokumen pemenuhan persyaratan impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
|
|||
29.
|
Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak yang selanjutnya disingkat SPPBMCP adalah penetapan terkait tarif dan/atau nilai pabean atas barang impor serta pungutan bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi.
|
|||
30.
|
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB II
PENYELENGGARAAN IMPOR DAN EKSPOR BARANG KIRIMAN Bagian Kesatu Ruang Lingkup dan Tanggung Jawab Pasal 2 |
||||
(1)
|
Penyelenggara Pos melakukan pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean atas impor dan ekspor Barang Kiriman.
|
|||
(2)
|
Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
|||
|
a.
|
PPYD; dan
|
||
|
b.
|
PJT.
|
||
(3)
|
Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
|
|||
|
a.
|
barang hasil perdagangan; dan
|
||
|
b.
|
barang selain hasil perdagangan.
|
||
(4)
|
Barang hasil perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a memiliki kriteria meliputi namun tidak terbatas pada:
|
|||
|
a.
|
Barang Kiriman merupakan hasil transaksi perdagangan melalui PPMSE;
|
||
|
b.
|
Penerima Barang dan/atau Pengirim Barang merupakan badan usaha; dan/atau
|
||
|
c.
|
Terdapat bukti transaksi berupa invoice atau dokumen sejenis lainnya.
|
||
(5)
|
PPMSE yang dimaksud dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
|
|||
|
a.
|
retail online, yakni pedagang (merchant) yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik dengan sarana berupa situs web atau aplikasi secara komersial yang dibuat, dikelola, dan/atau dimiliki sendiri; dan
|
||
|
b.
|
lokapasar (marketplace), yakni penyedia sarana yang sebagian atau keseluruhan proses transaksi berada. di dalam sistem elektronik berupa situs web atau aplikasi secara komersial sebagai wadah bagi pedagang untuk dapat memasang penawaran barang dan/atau jasa.
|
||
(6)
|
PPMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat merupakan PPMSE yang berkedudukan:
|
|||
|
a.
|
di dalam Daerah Pabean; atau
|
||
|
b.
|
di luar Daerah Pabean.
|
||
(7)
|
PPMSE yang berkedudukan di luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b yang telah memenuhi kriteria tertentu harus menunjuk perwakilan yang berkedudukan di dalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perdagangan melalui sistem elektronik.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Penerima Barang merupakan Orang yang bertindak sebagai Importir Barang Kiriman.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Barang Kiriman merupakan barang hasil perdagangan melalui PPMSE, Orang yang diperlakukan sebagai Importir Barang Kiriman yaitu:
|
|||
|
a.
|
PPMSE yang berkedudukan di dalam Daerah Pabean; atau
|
||
|
b.
|
badan usaha yang berkedudukan di dalam Daerah Pabean yang telah ditunjuk sebagai perwakilan PPMSE yang berkedudukan di luar Daerah Pabean.
|
||
(3)
|
Orang yang bertindak atau yang diperlakukan sebagai Importir Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban membayar bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor.
|
|||
(4)
|
Pengirim Barang merupakan Orang yang bertindak sebagai Eksportir Barang Kiriman.
|
|||
(5)
|
Orang yang bertindak sebagai Eksportir Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban membayar bea keluar dan/atau sanksi administrasi berupa denda.
|
|||
(6)
|
Penyelenggara Pos bertindak sebagai PPJK dalam pengurusan impor dan/atau ekspor Barang Kiriman.
|
|||
(7)
|
Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab terhadap:
|
|||
|
a.
|
pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal Importir tidak ditemukan; dan/atau
|
||
|
b.
|
pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam hal Eksportir tidak ditemukan.
|
||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
PPYD Pasal 4 |
||||
(1)
|
PPYD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dapat melakukan kegiatan kepabeanan setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal.
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPYD mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
bukti penugasan dari pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Perhimpunan Pos Dunia (Universal Postal Union);
|
||
|
b.
|
bukti persetujuan untuk dapat melakukan Akses Kepabeanan sebagai PPJK; dan
|
||
|
c.
|
bukti penetapan TPS atas nama PPYD atau bukti kerja sama dengan pengusaha TPS dalam hal PPYD menggunakan TPS yang diusahakan untuk umum.
|
||
(3)
|
TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus memiliki tata letak dan batas yang jelas untuk melakukan kegiatan pembongkaran, penimbunan, dan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
(4)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal melakukan:
|
|||
|
a.
|
konfirmasi bukti penugasan dari pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada instansi terkait;
|
||
|
b.
|
penelitian atas bukti persetujuan untuk dapat melakukan Akses Kepabeanan sebagai PPJK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b pada data internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
|
||
|
c.
|
penelitian atas bukti penetapan TPS atau konfirmasi bukti kerja sama kepada pengusaha TPS yang diusahakan untuk umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
|
||
(5)
|
Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja, terhitung sejak hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diterima.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pemberian persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan.
|
|||
(7)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktur Jenderal menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan disertai alasan penolakan.
|
|||
(8)
|
PPYD yang telah mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus menyampaikan informasi mengenai nama dan identitas PPMSE kepada Kepala Kantor Pabean, dalam hal PPYD:
|
|||
|
a.
|
memiliki kontrak kerja sama dengan PPMSE; dan/atau
|
||
|
b.
|
melakukan pengurusan pemberitahuan pabean impor Barang Kiriman PPMSE tersebut secara konsisten.
|
||
(9)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(10)
|
Keputusan Direktur Jenderal mengenai pemberian persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(11)
|
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
(1)
|
PPYD yang telah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6), harus menyerahkan jaminan perusahaan (corporate guarantee) secara terpusat kepada Direktur Jenderal setelah mendapatkan izin penggunaan Jaminan perusahaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) dicabut, PPYD dapat mengajukan permohonan pengembalian jaminan.
|
|||
(3)
|
Tata cara penyerahan jaminan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
PJT Pasal 6 |
||||
(1)
|
PJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, dapat melakukan kegiatan kepabeanan setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean tempat pemenuhan Kewajiban Pabean.
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJT mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean dengan melampirkan dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
izin penyelenggaraan pos;
|
||
|
b.
|
bukti persetujuan untuk dapat melakukan Akses Kepabeanan sebagai PPJK;
|
||
|
c.
|
bukti penetapan TPS atas nama PJT atau bukti kerja sama dengan pengusaha TPS dalam hal PJT menggunakan TPS yang diusahakan untuk umum;
|
||
|
d.
|
daftar sarana dan prasarana di TPS yang paling sedikit terdiri dari alat pemindai, alat ukur panjang, alat ukur berat, kamera Closed Circuit Television (CCTV), dan ruang tempat pemeriksaan pabean;
|
||
|
e.
|
diagram alir yang memuat rencana sistem pergerakan barang di dalam TPS; dan
|
||
|
f.
|
denah (layout) TPS termasuk detail pembagian ruangan di dalam TPS.
|
||
(3)
|
TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus memiliki tata letak dan batas yang jelas untuk melakukan kegiatan pembongkaran, penimbunan, dan pemeriksaan fisik.
|
|||
(4)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap:
|
|||
|
a.
|
dokumen izin penyelenggaraan pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dengan melakukan konfirmasi kepada instansi terkait;
|
||
|
b.
|
bukti persetujuan untuk dapat melakukan Akses Kepabeanan sebagai PPJK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b pada data internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
||
|
c.
|
bukti penetapan TPS atau bukti kerja sama kepada pengusaha TPS yang diusahakan untuk umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
|
||
|
d.
|
ketersediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d; dan
|
||
|
e.
|
aspek pengawasan kepabeanan, mengenai:
|
||
|
|
1.
|
kemudahan pelaksanaan pengawasan terhadap pergerakan barang; dan
|
|
|
|
2.
|
adanya pembagian ruangan di dalam TPS.
|
|
(5)
|
Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja, terhitung sejak hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diterima.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan Keputusan Kepala Kantor Pabean mengenai pemberian persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan.
|
|||
(7)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan disertai alasan penolakan.
|
|||
(8)
|
PJT yang telah mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus menyampaikan informasi mengenai nama dan identitas PPMSE kepada Kepala Kantor Pabean, dalam hal PJT:
|
|||
|
a.
|
memiliki kontrak kerja sama dengan PPMSE; dan/atau
|
||
|
b.
|
melakukan pengurusan pemberitahuan pabean impor Barang Kiriman PPMSE tersebut secara konsisten.
|
||
(9)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(10)
|
Keputusan Kepala Kantor Pabean mengenai pemberian persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(11)
|
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||
(1)
|
PJT yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) harus menyerahkan jaminan kepada Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk:
|
|||
|
a.
|
tunai;
|
||
|
b.
|
jaminan bank;
|
||
|
c.
|
jaminan dari perusahaan asuransi; atau
|
||
|
d.
|
jaminan dari lembaga penjamin.
|
||
(3)
|
Jumlah jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean berdasarkan pertimbangan perkiraan jumlah pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor dalam jangka waktu 3 (tiga) hari.
|
|||
(4)
|
PJT menyerahkan jaminan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal penetapan jaminan oleh Kepala Kantor.
|
|||
(5)
|
Dalam hal persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dicabut, PJT dapat mengajukan permohonan pengembalian jaminan.
|
|||
(6)
|
Pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan memperhitungkan jumlah bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang.
|
|||
(7)
|
Penyerahan jaminan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Evaluasi Persetujuan untuk Melakukan Kegiatan Kepabeanan bagi Penyelenggara Pos Pasal 8 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean melakukan evaluasi atas pemberian persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan bagi Penyelenggara Pos paling sedikit 1 (satu) kali dalam jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
|
|||
(2)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c, untuk PPYD;
|
||
|
b.
|
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), untuk PJT; dan/atau
|
||
|
c.
|
jumlah jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), untuk PJT.
|
||
(3)
|
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat setiap tanggal 15 (lima belas) bulan Januari.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean berwenang menetapkan kembali jumlah jaminan baru terhadap PJT, dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menunjukkan terdapat kekurangan jumlah jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penetapan kembali jumlah jaminan baru kepada PJT dalam hal jumlah jaminan ditetapkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(3)
|
PJT wajib menyerahkan jaminan sesuai dengan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan mengenai penetapan kembali jumlah jaminan baru.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Peringatan, Pembekuan, dan Pencabutan atas Persetujuan untuk Melakukan Kegiatan Kepabeanan Pasal 10 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean berwenang memberikan peringatan dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, PJT:
|
|||
|
a.
|
tidak memenuhi persyaratan penyediaan sarana dan prasarana di TPS; dan/atau
|
||
|
b.
|
alur pergerakan barang dan/atau pembagian ruangan dalam TPS tidak memenuhi aspek pengawasan.
|
||
(2)
|
PJT wajib menindaklanjuti peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat peringatan.
|
|||
(3)
|
Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat peringatan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean berwenang melakukan pembekuan persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) atau Pasal 6 ayat (6), dalam hal:
|
|||
|
a.
|
jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) tidak dapat diklaim atau jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) tidak dapat dicairkan atau diklaim, dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan di bidang kepabeanan;
|
||
|
b.
|
berdasarkan rekomendasi unit pengawasan untuk dilakukan pembekuan;
|
||
|
c.
|
PJT tidak menindaklanjuti peringatan yang disampaikan melalui surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
|
||
|
d.
|
PJT tidak menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
|
||
|
e.
|
Penyelenggara Pos sedang dalam proses penyidikan atas pelanggaran di bidang kepabeanan dan/atau cukai; dan/atau
|
||
|
f.
|
Penyelenggara Pos tidak melakukan kegiatan kepabeanan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut.
|
||
(2)
|
PPYD yang dibekukan persetujuannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diberikan pelayanan kepabeanan di seluruh Kantor Pabean tempat kegiatan kepabeanan berupa pengeluaran barang untuk:
|
|||
|
a.
|
diekspor;
|
||
|
b.
|
diimpor untuk dipakai;
|
||
|
c.
|
diimpor sementara;
|
||
|
d.
|
ditimbun di tempat penimbunan berikat;
|
||
|
e.
|
dimasukkan ke kawasan ekonomi khusus; dan
|
||
|
f.
|
dimasukkan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
|
||
(3)
|
PJT yang dibekukan persetujuannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diberikan pelayanan kepabeanan di Kantor Pabean yang bersangkutan berupa pengeluaran barang untuk:
|
|||
|
a.
|
diekspor;
|
||
|
b.
|
diimpor untuk dipakai;
|
||
|
c.
|
diimpor sementara;
|
||
|
d.
|
diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya;
|
||
|
e.
|
ditimbun di tempat penimbunan berikat;
|
||
|
f.
|
dimasukkan ke kawasan ekonomi khusus; dan
|
||
|
g.
|
dimasukkan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
|
||
(4)
|
Persetujuan yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal:
|
|||
|
a.
|
jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) telah dapat diklaim atau jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) telah dapat dicairkan atau diklaim dan Penyelenggara Pos telah menyesuaikan kembali jaminan sehingga memenuhi jumlah jaminan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3);
|
||
|
b.
|
berdasarkan rekomendasi unit pengawasan untuk diberlakukan kembali persetujuan yang dibekukan;
|
||
|
c.
|
PJT telah menindaklanjuti peringatan yang disampaikan melalui surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
|
||
|
d.
|
PJT telah menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
|
||
|
e.
|
proses penyidikan telah dihentikan atau telah mendapatkan putusan pengadilan yang menyatakan tidak bersalah dan berkekuatan hukum tetap; dan/atau
|
||
|
f.
|
Kepala Kantor Pabean telah menyetujui permohonan yang disampaikan oleh Penyelenggara Pos untuk memberlakukan kembali atas persetujuan yang dibekukan, dalam hal Penyelenggara Pos akan melakukan kegiatan kepabeanan kembali.
|
||
(5)
|
Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat pembekuan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(6)
|
Pemberlakuan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan dengan menerbitkan surat pemberlakuan kembali dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) atau Pasal 6 ayat (6) dilakukan pencabutan, dalam hal:
|
|||
|
a.
|
bukti penugasan dari pemerintah bagi PPYD atau izin penyelenggaraan pos bagi PJT dicabut atau dinyatakan tidak berlaku;
|
||
|
b.
|
persetujuan untuk dapat melakukan Akses Kepabeanan sebagai PPJK dicabut atau dinyatakan tidak berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai registrasi kepabeanan;
|
||
|
c.
|
penetapan sebagai TPS dicabut atau tidak lagi memiliki kerja sama dengan pengusaha TPS bagi Penyelenggara Pos yang menggunakan TPS yang diusahakan untuk umum;
|
||
|
d.
|
Penyelenggara Pos tidak melakukan kegiatan kepabeanan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut;
|
||
|
e.
|
Penyelenggara Pos mengajukan permohonan pencabutan;
|
||
|
f.
|
Penyelenggara Pos dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; atau
|
||
|
g.
|
PJT dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga;
|
||
(2)
|
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
|||
|
a.
|
Direktur Jenderal, dalam hal pencabutan atas persetujuan melakukan kegiatan bagi PPYD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6); atau
|
||
|
b.
|
Kepala Kantor Pabean, dalam hal pencabutan atas persetujuan melakukan kegiatan bagi PJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
|
||
(3)
|
Pencabutan persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menerbitkan surat pencabutan persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Kemitraan Dengan PPMSE Pasal 13 |
||||
(1)
|
PPMSE wajib melakukan kemitraan dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(2)
|
Dikecualikan dari kewajiban kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap PPMSE yang melakukan transaksi impor Barang Kiriman dengan jumlah tidak melebihi 1.000 (seribu) kiriman dalam periode 1 (satu) tahun kalender.
|
|||
(3)
|
Penelitian terhadap jumlah transaksi PPMSE yang belum melakukan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
|
|||
|
a.
|
SKP; dan/atau
|
||
|
b.
|
Pejabat Bea dan Cukai secara periodik.
|
||
(4)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh informasi jumlah kiriman PPMSE telah melebihi 1.000 (seribu) dalam periode 1 (satu) tahun kalender, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan kepada PPMSE untuk melakukan kemitraan dengan tembusan disampaikan kepada Penyelenggara Pos yang melakukan pengurusan impor Barang Kiriman PPMSE yang bersangkutan.
|
|||
(5)
|
PPMSE wajib melakukan kemitraan paling lama 10 (sepuluh) hari sejak surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan.
|
|||
(6)
|
Dalam hal ketentuan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) tidak dipenuhi, Impor Barang Kiriman yang transaksinya melalui PPMSE tersebut tidak dilayani.
|
|||
(7)
|
Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 berupa:
|
|||
|
a.
|
pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas Barang Kiriman yang transaksinya melalui PPMSE; dan
|
||
|
b.
|
bentuk kemitraan lainnya yang dapat meningkatkan pelayanan dan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
(2)
|
Pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui SKP.
|
|||
(3)
|
Katalog elektronik (e-catalog) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
nama PPMSE;
|
||
|
b.
|
identitas penjual;
|
||
|
c.
|
uraian barang;
|
||
|
d.
|
kode barang;
|
||
|
e.
|
kategori barang;
|
||
|
f.
|
spesifikasi barang;
|
||
|
g.
|
negara asal;
|
||
|
h.
|
satuan barang;
|
||
|
i.
|
harga barang dalam cara penyerahan (incoterm) Delivery Duty Paid (DDP);
|
||
|
j.
|
tanggal pemberlakuan harga;
|
||
|
k.
|
jenis mata uang; dan
|
||
|
l.
|
tautan Uniform Resource Locators (URL) barang.
|
||
(4)
|
Invoice elektronik (e-invoice) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
nama PPMSE;
|
||
|
b.
|
nama Penerima Barang;
|
||
|
c.
|
nomor e-invoice;
|
||
|
d.
|
tanggal e-invoice;
|
||
|
e.
|
uraian barang;
|
||
|
f.
|
kode barang;
|
||
|
g.
|
jumlah barang;
|
||
|
h.
|
satuan barang;
|
||
|
i.
|
harga barang dalam cara penyerahan (incoterm) Delivery Duty Paid (DDP);
|
||
|
j.
|
jenis mata uang;
|
||
|
k.
|
nilai tukar;
|
||
|
l.
|
nilai, jenis, dan pihak yang memberikan promosi, dalam hal terdapat promosi;
|
||
|
m.
|
tautan Uniform Resource Locators (URL) barang; dan
|
||
|
n.
|
nomor telepon Penerima Barang.
|
||
(5)
|
Elemen data harga barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf i dan ayat (4) huruf i meliputi:
|
|||
|
a.
|
harga barang dalam cara penyerahan (incoterm) Free on Board (FOB);
|
||
|
b.
|
asuransi;
|
||
|
c.
|
biaya pengangkutan/pengiriman dari tempat asal sampai dengan tempat pemasukan;
|
||
|
d.
|
bea masuk dan pajak dalam rangka impor; dan
|
||
|
e.
|
biaya lainnya.
|
||
(6)
|
Perlakuan atas skema promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf l dalam penelitian dan penetapan nilai pabean dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(7)
|
Pelayanan terhadap penyelesaian kewajiban pabean atas Barang Kiriman hanya dapat dilayani setelah PPMSE menyampaikan katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||
(1)
|
PPMSE mengajukan permohonan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan Barang Kiriman.
|
|||
(2)
|
Dalam hal PPMSE berkedudukan di luar Daerah Pabean, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh badan usaha yang berkedudukan di dalam Daerah Pabean yang ditunjuk sebagai perwakilan PPMSE dimaksud.
|
|||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir dengan memuat data yang berisi informasi paling sedikit mengenai:
|
|||
|
a.
|
nama PPMSE;
|
||
|
b.
|
nama perwakilan PPMSE, dalam hal PPMSE berkedudukan di luar Daerah Pabean;
|
||
|
c.
|
alamat website dan/atau nama aplikasi;
|
||
|
d.
|
nama penanggung jawab PPMSE atau perwakilan PPMSE;
|
||
|
e.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) PPMSE atau perwakilan PPMSE;
|
||
|
f.
|
nomor keputusan mengenai pengukuhan pengusaha kena pajak;
|
||
|
g.
|
daftar nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Penyelenggara Pos yang menjadi mitra PPMSE; dan
|
||
|
h.
|
Kantor Pabean tempat pemasukan Barang Kiriman.
|
||
(4)
|
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(5)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
|
|||
|
a.
|
keberadaan platform PPMSE;
|
||
|
b.
|
kesesuaian informasi dalam permohonan dengan database mengenai perpajakan atau data lainnya; dan
|
||
|
c.
|
kesesuaian klasifikasi lapangan usaha dalam bidang usaha sebagai penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik.
|
||
(6)
|
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Pabean menerbitkan:
|
|||
|
a.
|
surat persetujuan kemitraan, dalam hal penelitian menunjukkan kesesuaian; atau
|
||
|
b.
|
surat penolakan disertai dengan alasan penolakan, dalam hal penelitian menunjukkan ketidaksesuaian.
|
||
(7)
|
Penerbitan surat persetujuan atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
|||
(8)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a berlaku pada Kantor Pabean tempat pemasukan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h.
|
|||
(9)
|
Dalam hal terdapat perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PPMSE harus menyampaikan informasi perubahan data dimaksud kepada Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(10)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(11)
|
Surat persetujuan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(12)
|
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean melakukan evaluasi terhadap persetujuan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6) huruf a yang meliputi:
|
|||
|
a.
|
keberlangsungan kegiatan kepabeanan;
|
||
|
b.
|
adanya pelanggaran di bidang kepabeanan dan/atau cukai; dan
|
||
|
c.
|
kepailitan PPMSE.
|
||
(2)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
|
|||
(3)
|
Kepala Kantor Pabean dapat mencabut persetujuan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6) huruf a dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan:
|
|||
|
a.
|
PPMSE tidak melakukan kegiatan kepabeanan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut;
|
||
|
b.
|
PPMSE dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan/atau
|
||
|
c.
|
PPMSE dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.
|
||
(4)
|
Dalam hal persetujuan kemitraan dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6) huruf a dicabut, impor Barang Kiriman yang transaksinya melalui PPMSE yang bersangkutan tidak dilayani.
|
|||
(5)
|
Pencabutan persetujuan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB III
IMPOR BARANG KIRIMAN Bagian Kesatu Pengangkutan, Pembongkaran, dan Penimbunan Pasal 17 |
||||
(1)
|
Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar Daerah Pabean wajib menyerahkan pemberitahuan berupa manifes yang merupakan daftar muatan barang yang diangkut termasuk muatan berupa Barang Kiriman kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Manifes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diterima dan mendapat nomor pendaftaran dari Kantor Pabean merupakan pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) dan berlaku sebagai persetujuan pembongkaran barang.
|
|||
(3)
|
Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diberikan persetujuan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat ditimbun di TPS.
|
|||
(4)
|
Tata cara penyerahan pemberitahuan berupa manifes dan ketentuan sanksi atas tidak dipenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai manifes.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||
(1)
|
Penyelenggara Pos melakukan perincian lebih lanjut atas pos pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) Barang Kiriman, dalam hal pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) belum memuat rincian Barang Kiriman untuk setiap CN atau setiap item Barang Kiriman.
|
|||
(2)
|
Perincian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) untuk setiap CN atau setiap item Barang Kiriman.
|
|||
(3)
|
Pengajuan perincian terhadap pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh Penyelenggara Pos tanpa persetujuan Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(4)
|
Dalam hal perincian atas pos pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh PJT, perincian dilakukan dengan menyerahkan data sub pos pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) dengan elemen data sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai manifes.
|
|||
(5)
|
Dalam hal perincian atas pos pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh PPYD, perincian terhadap pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) dilakukan dengan menyerahkan manifes pos yang harus memuat elemen data:
|
|||
|
a.
|
nomor pelayaran/penerbangan;
|
||
|
b.
|
pelabuhan tujuan/bongkar;
|
||
|
c.
|
jumlah bill of lading/airway bill, atau diisi dengan jumlah shipment (Barang Kiriman), jika tidak ada diisi jumlah bill of lading/airway bill;
|
||
|
d.
|
nomor sub pos, diisi nomor urut;
|
||
|
e.
|
nomor dan tanggal bill of lading/airway bill, atau diisi dengan nomor identitas Barang Kiriman, jika tidak ada diisi nomor dan tanggal bill of lading/airway bill;
|
||
|
f.
|
nomor dan merek kemasan/peti kemas atau diisi dengan nomor dan merek kantong, jika ada;
|
||
|
g.
|
nomor segel kemasan/peti kemas atau diisi dengan nomor segel kantong, jika ada;
|
||
|
h.
|
jumlah dan jenis kemasan/peti kemas, atau diisi dengan jumlah dan jenis kantong jika tidak ada jumlah dan jenis kemasan/peti kemas;
|
||
|
i.
|
berat kotor (brutto), yang diisi dengan berat kotor (brutto) untuk setiap Barang Kiriman; dan
|
||
|
j.
|
tanda tangan dan nama jelas Pengangkut, atau diisi dengan tanda tangan dan nama jelas PPYD, jika tidak ada diisi tanda tangan dan nama jelas Pengangkut.
|
||
(6)
|
Penyerahan kelengkapan elemen data pada perincian pos untuk PPYD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan pelaksanaan pertukaran data antar PPYD secara internasional.
|
|||
(7)
|
Ketentuan mengenai perincian atas pos pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) oleh PPYD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku untuk Barang Kiriman berupa Kartu Pos, Surat, Dokumen, dan Barang Kiriman Tertentu.
|
|||
(8)
|
Barang Kiriman berupa Kartu Pos, Surat, Dokumen, dan Barang Kiriman Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dimasukkan dalam sub pos tersendiri untuk setiap pos pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest).
|
|||
(9)
|
Atas pengajuan perincian pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKP atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifes melakukan perubahan pos pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest).
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tujuan Pengeluaran Barang Kiriman dari Kawasan Pabean Pasal 19 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman impor dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS setelah dipenuhi Kewajiban Pabean untuk:
|
|||
|
a.
|
diimpor untuk dipakai;
|
||
|
b.
|
diimpor sementara;
|
||
|
c.
|
diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya;
|
||
|
d.
|
ditimbun di tempat penimbunan berikat;
|
||
|
e.
|
diekspor kembali;
|
||
|
f.
|
dimasukkan ke kawasan ekonomi khusus; atau
|
||
|
g.
|
dimasukkan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
|
||
(2)
|
Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pemberitahuan Barang Kiriman Yang Diimpor untuk Dipakai Pasal 20 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman berupa Kartu Pos, Surat, Dokumen, dan Barang Kiriman Tertentu, dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagai barang yang diimpor untuk dipakai setelah PPYD menyampaikan daftar Barang Kiriman beserta Barang Kiriman kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman.
|
|||
(2)
|
Daftar Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat elemen data untuk setiap jenis Kartu Pos, Surat, Dokumen, dan Barang Kiriman Tertentu berupa:
|
|||
|
a.
|
jumlah satuan;
|
||
|
b.
|
total berat kotor; dan
|
||
|
c.
|
nilai pabean, dalam hal Barang Kiriman Tertentu.
|
||
(3)
|
Jika dalam daftar Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat:
|
|||
|
a.
|
barang larangan atau pembatasan; dan/atau
|
||
|
b.
|
barang wajib membayar bea masuk,
|
||
|
PPYD harus mengajukan CN atas Barang Kiriman yang bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Barang Kiriman berupa Surat dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagai barang yang diimpor untuk dipakai setelah PJT menyampaikan CN beserta Barang Kiriman kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman.
|
|||
(5)
|
CN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditambahkan elemen data rincian Surat yang paling sedikit memuat:
|
|||
|
a.
|
jumlah Surat;
|
||
|
b.
|
daftar nomor identitas Barang Kiriman;
|
||
|
c.
|
daftar negara asal;
|
||
|
d.
|
daftar berat kotor;
|
||
|
e.
|
daftar nama dan alamat pengirim; dan
|
||
|
f.
|
daftar nama dan alamat penerima.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang berdasarkan CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 memiliki nilai pabean tidak melebihi FOB USD1,500.00 (seribu lima ratus United States Dollar), dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk diimpor untuk dipakai setelah Penyelenggara Pos menyampaikan CN kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman.
|
|||
(2)
|
CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yang disampaikan kepada Pejabat Bea dan Cukai, merupakan pemberitahuan pabean impor dan diberikan tanggal pendaftaran.
|
|||
(3)
|
Penyampaian CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
|
|||
|
a.
|
menghitung sendiri. bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang (self assessment), dalam hal Barang Kiriman merupakan hasil perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a; atau
|
||
|
b.
|
memberitahukan tarif dan nilai pabean sebagai dasar penghitungan bea masuk oleh Pejabat Bea Cukai yang menangani Barang Kiriman dan/atau SKP, dalam hal Barang Kiriman merupakan barang selain hasil perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b.
|
||
(4)
|
CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data:
|
|||
|
a.
|
nomor identitas Barang Kiriman;
|
||
|
b.
|
nomor dan tanggal pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest);
|
||
|
c.
|
negara asal;
|
||
|
d.
|
berat kotor (brutto);
|
||
|
e.
|
biaya pengangkutan;
|
||
|
f.
|
asuransi, jika ada;
|
||
|
g.
|
harga barang dalam cara penyerahan (incoterm) Free on Board (FOB);
|
||
|
h.
|
mata uang;
|
||
|
i.
|
Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM);
|
||
|
j.
|
uraian jumlah dan jenis barang;
|
||
|
k.
|
International Mobile Equipment Identity (IMEI), apabila Barang Kiriman merupakan handphone, komputer genggam, dan/atau tablet;
|
||
|
l.
|
pos tarif/HS code;
|
||
|
m.
|
nomor dan tanggal invoice, jika Barang Kiriman merupakan hasil transaksi perdagangan;
|
||
|
n.
|
nama dan alamat pengirim/penjual;
|
||
|
o.
|
nomor identitas pengirim/penjual, jika ada;
|
||
|
p.
|
nama dan alamat Penerima Barang;
|
||
|
q.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Penerima Barang, jika tidak ada dapat menggunakan nomor identitas lain berupa nomor induk kependudukan untuk warga negara Indonesia, nomor paspor untuk warga negara asing, atau nomor identitas lainnya untuk selain warga negara Indonesia dan warga negara asing;
|
||
|
r.
|
nomor telepon Penerima Barang, jika ada;
|
||
|
s.
|
nama dan nomor identitas PPMSE, jika Barang Kiriman transaksinya melalui PPMSE; dan
|
||
|
t.
|
kantor penyerahan Barang Kiriman, jika ada.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang:
|
|||
|
a.
|
berdasarkan CN memiliki nilai pabean melebihi FOB USD1,500.00 (seribu lima ratus United States Dollar) dan Penerima Barang bukan merupakan badan usaha; dan/atau
|
||
|
b.
|
diimpor oleh Penerima Barang yang bukan merupakan badan usaha dan mendapatkan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan bea masuk,
|
||
dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagai barang yang diimpor untuk dipakai setelah Importir menyampaikan PIBK ke Kantor Pabean tempat pemenuhan Kewajiban Pabean.
|
||||
(2)
|
PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Importir berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean, dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang seharusnya dibayar.
|
|||
(3)
|
Importir menyampaikan PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan Dokumen Pelengkap Pabean, termasuk dokumen pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan dalam hal Barang Kiriman wajib memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan.
|
|||
(4)
|
Importir dapat menyelesaikan Kewajiban Pabean dengan menyampaikan PIBK atas Barang Kiriman yang berdasarkan CN memiliki nilai pabean tidak melebihi FOB USD1,500.00 (seribu lima ratus United States Dollar) dan Penerima Barang bukan merupakan badan usaha.
|
|||
(5)
|
Importir menguasakan pengurusan PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) kepada Penyelenggara Pos yang bersangkutan.
|
|||
(6)
|
Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4).
|
|||
(7)
|
Dalam hal atas Barang Kiriman telah disampaikan PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penyelenggara Pos tidak harus menyampaikan CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang:
|
|||
|
a.
|
berdasarkan CN memiliki nilai pabean melebihi FOB USD1,500.00 (seribu lima ratus United States Dollar) dan Penerima Barang merupakan badan usaha; dan/atau
|
||
|
b.
|
diimpor oleh Penerima Barang yang merupakan badan usaha dan mendapatkan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan bea masuk, keringanan bea masuk, penundaan bea masuk, dan/atau menggunakan tarif preferensi,
|
||
|
dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagai barang yang diimpor untuk dipakai setelah Importir atau kuasanya menyampaikan PIB ke Kantor Pabean tempat pemenuhan Kewajiban Pabean.
|
|||
(2)
|
Importir atau kuasanya dapat menyelesaikan Kewajiban Pabean dengan menyampaikan PIB atas Barang Kiriman yang berdasarkan CN memiliki nilai pabean tidak melebihi FOB USD1,500.00 (seribu lima ratus United States Dollar) dan Penerima Barang merupakan badan usaha.
|
|||
(3)
|
Dalam hal atas Barang Kiriman telah disampaikan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara Pos tidak harus menyampaikan CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
|
|||
(4)
|
Tata cara pengeluaran Barang Kiriman yang ditetapkan untuk diberitahukan dengan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor untuk dipakai.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pemeriksaan Pabean Pasal 24 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), Pasal 20 ayat (4), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (4) dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
|
|||
(2)
|
Dalam rangka penerapan manajemen risiko, terhadap Barang Kiriman dilakukan pemindaian dengan menggunakan alat pemindai elektronik.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan fisik barang dan penelitian dokumen.
|
|||
(4)
|
Pemeriksaan pabean terhadap Barang Kiriman yang diimpor oleh Importir yang mendapat pengakuan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator) dan/atau Importir yang ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan dilakukan dengan relatif sedikit.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
berdasarkan hasil pemindaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) atau informasi lainnya terdapat kecurigaan bahwa jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai dengan uraian yang tercantum dalam dokumen CN dan/atau tidak memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan;
|
||
|
b.
|
uraian jumlah barang, jenis barang, dan/atau nilai pabean yang tercantum dalam dokumen CN tidak jelas atau tidak tercantum dalam Dokumen Pelengkap Pabean lainnya yang menyertai Barang Kiriman; dan/atau
|
||
|
c.
|
berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean atau direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mempunyai tugas untuk melakukan evaluasi dan pelaksanaan di bidang penindakan dan penyidikan kepabeanan dan cukai harus dilakukan pemeriksaan fisik.
|
||
(3)
|
Pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disaksikan oleh petugas Penyelenggara Pos yang bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Surat atau Dokumen yang dicurigai berisi barang impor disaksikan oleh Importir.
|
|||
(5)
|
Dalam hal Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak hadir atau telah dikuasakan kepada Penyelenggara Pos, pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disaksikan oleh petugas Penyelenggara Pos.
|
|||
(6)
|
Pejabat Bea dan Cukai memberikan tanda khusus pada kemasan Barang Kiriman yang telah dilakukan pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(7)
|
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman dapat meminta untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam rangka penelitian dokumen.
|
|||
(8)
|
Pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan pada:
|
|||
|
a.
|
laboratorium milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
|
||
|
b.
|
laboratorium lainnya, dalam hal pemeriksaan tidak dapat dilakukan pada laboratorium milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
(9)
|
Barang Kiriman dapat dilakukan pemeriksaan fisik ulang berdasarkan permintaan Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||||
(1)
|
Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman dan/atau SKP.
|
|||
(2)
|
Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan meneliti kesesuaian data yang tercantum dalam CN dengan data yang tercantum dalam katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) yang disampaikan oleh PPMSE yang melakukan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
|
|||
(3)
|
Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi tambahan kepada Importir melalui Penyelenggara Pos dalam rangka penelitian dokumen.
|
|||
(4)
|
Penyelenggara Pos harus memberikan informasi yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama:
|
|||
|
a.
|
7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal permintaan informasi, dalam hal informasi disampaikan oleh PPYD; atau
|
||
|
b.
|
5 (lima) hari kerja setelah tanggal permintaan informasi, dalam hal informasi disampaikan oleh PJT.
|
||
(5)
|
Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP menetapkan tarif dan nilai pabean berdasarkan informasi yang tersedia, dalam hal permintaan informasi tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
||||
(1)
|
Berdasarkan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman dan/atau SKP:
|
|||
|
a.
|
memberitahukan kepada Importir melalui Penyelenggara Pos untuk menyampaikan dokumen pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan, dalam hal Barang Kiriman terkena ketentuan larangan atau pembatasan dan belum dipenuhi;
|
||
|
b.
|
memberikan persetujuan pengeluaran barang, dalam hal Barang Kiriman mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor; atau
|
||
|
c.
|
melakukan penetapan tarif dan nilai pabean, dalam hal Barang Kiriman dipungut bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
|
||
(2)
|
Penelitian atas pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:
|
|||
|
a.
|
Pejabat Bea dan Cukai;
|
||
|
b.
|
SKP; dan/atau
|
||
|
c.
|
Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
|
||
(3)
|
Importir wajib memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebelum diberikan persetujuan pengeluaran barang.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Penetapan Tarif dan Nilai Pabean Pasal 28 |
||||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP menetapkan tarif dan nilai pabean berdasarkan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).
|
|||
(2)
|
Dalam hal penetapan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, Importir wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal penetapan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk yang disebabkan karena kesalahan pemberitahuan nilai pabean dan Barang Kiriman merupakan hasil transaksi perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, selain wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk, Importir dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara penghitungan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Perlakuan Bea Masuk, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor Pasal 29 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang diimpor untuk dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (4) berupa Surat, Kartu Pos, dan Dokumen:
|
|||
|
a.
|
dibebaskan dari pengenaan bea masuk; dan
|
||
|
b.
|
tidak dipungut pajak dalam rangka impor.
|
||
(2)
|
Barang Kiriman yang diimpor untuk dipakai yang diberitahukan dengan CN dengan nilai pabean ditetapkan tidak melebihi FOB USD3.00 (tiga United States Dollar) per Penerima Barang per kiriman berlaku ketentuan:
|
|||
|
a.
|
diberikan pembebasan bea masuk;
|
||
|
b.
|
dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan tarif sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
|
||
|
c.
|
dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan.
|
||
(3)
|
Barang Kiriman yang diimpor untuk dipakai yang diberitahukan dengan CN dengan nilai pabean ditetapkan melebihi FOB USD3.00 (tiga United States Dollar) sampai dengan FOB USD1,500.00 (seribu lima ratus United States Dollar) per Penerima Barang per kiriman berlaku ketentuan:
|
|||
|
a.
|
klasifikasi barang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penetapan sistem klasifikasi barang;
|
||
|
b.
|
dipungut bea masuk dengan tarif pembebanan ditetapkan sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen);
|
||
|
c.
|
nilai pabean ditetapkan berdasarkan keseluruhan nilai pabean Barang Kiriman dengan metode nilai pabean sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk;
|
||
|
d.
|
dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan tarif sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah; dan
|
||
|
e.
|
dikecualikan dari pemungutan pajak penghasilan.
|
||
(4)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf e tidak berlaku untuk Barang Kiriman berupa:
|
|||
|
a.
|
kosmetik atau preparat kecantikan, yang diklasifikasikan dalam pos 33.03, pos 33.04, pos 33.05, pos 33.06, dan pos 33.07;
|
||
|
b.
|
tas, koper dan sejenisnya, yang diklasifikasikan dalam pos 42.02;
|
||
|
c.
|
buku dan barang lainnya, yang diklasifikasikan dalam pos 49.01, pos 49.02, pos 49.03, dan pos 49.04;
|
||
|
d.
|
produk tekstil, garmen dan sejenisnya, yang diklasifikasikan dalam bab 61, bab 62, dan bab 63;
|
||
|
e.
|
alas kaki, sepatu dan sejenisnya, yang diklasifikasikan dalam bab 64;
|
||
|
f.
|
barang dari besi atau baja, yang diklasifikasikan dalam bab 73;
|
||
|
g.
|
sepeda, skuter dan sejenisnya dengan penggerak motor listrik selain kondisi completely knocked down, yang diklasifikasikan dalam pos tarif/HS code 8711.60.92, pos tarif/HS code 8711.60.93, pos tarif/HS code 8711.60.94, pos tarif/HS code 8711.60.95, dan pos tarif/HS code 8711.60.99;
|
||
|
h.
|
sepeda tidak bermotor, yang diklasifikasikan dalam pos 87.12; dan
|
||
|
i.
|
jam tangan, yang diklasifikasikan dalam pos 91.01 dan pos 91.02.
|
||
(5)
|
Barang Kiriman dengan jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberlakukan ketentuan dan tarif pembebanan umum (most favoured nation) untuk bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 30 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman berupa barang kena cukai yang diselesaikan dengan CN atau PIBK, dapat diberikan pembebasan cukai untuk setiap Penerima Barang per kiriman dengan jumlah paling banyak:
|
|||
|
a.
|
sejumlah 40 (empat puluh) batang sigaret, 5 (lima) batang cerutu, 40 (empat puluh) gram tembakau iris, atau hasil tembakau lainnya berupa:
|
||
|
|
1.
|
20 (dua puluh) batang, apabila dalam bentuk batang;
|
|
|
|
2.
|
5 (lima) kapsul, apabila dalam bentuk kapsul;
|
|
|
|
3.
|
30 (tiga puluh) milliliter, apabila dalam bentuk cair;
|
|
|
|
4.
|
4 (empat) cartridge, apabila dalam bentuk cartridge; atau
|
|
|
|
5.
|
50 (lima puluh) gram atau 50 (lima puluh) milliliter, apabila dalam bentuk lainnya; dan/atau
|
|
|
b.
|
350 (tiga ratus lima puluh) milliliter minuman yang mengandung etil alkohol.
|
||
(2)
|
dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a lebih dari 1 (satu) jenis, pembebasan cukai diberikan setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau.
|
|||
(3)
|
dalam hal Barang Kiriman melebihi jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas kelebihan barang kena cukai dimusnahkan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan disaksikan oleh Penyelenggara Pos.
|
|||
(4)
|
Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan impor Barang Kiriman berupa barang kena cukai yang mendapatkan pembebasan cukai dalam hal terdapat perubahan jenis dan/atau jumlah barang kena cukai yang mendapat pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 31 |
||||
(1)
|
Penetapan tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) terhadap Barang Kiriman yang diberitahukan dengan CN dilakukan dengan menerbitkan SPPBMCP.
|
|||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Pasal 20 ayat (4), atau Pasal 21.
|
|||
(3)
|
SPPBMCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dokumen dasar pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor dan disampaikan kepada Importir melalui Penyelenggara Pos.
|
|||
(4)
|
Untuk kepentingan kemudahan pembayaran, dokumen dasar pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat merupakan gabungan atas beberapa SPPBMCP.
|
|||
(5)
|
SPPBMCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berfungsi sebagai persetujuan pengeluaran barang.
|
|||
(6)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian untuk penetapan nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), nilai Barang Kiriman menjadi melebihi FOB USD1,500.00 (seribu lima ratus United States Dollar), Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman dan/atau SKP memberitahukan kepada Importir melalui Penyelenggara Pos untuk menyampaikan:
|
|||
|
a.
|
PIB, dalam hal Penerima Barang merupakan badan usaha; atau
|
||
|
b.
|
PIBK, dalam hal Penerima Barang bukan merupakan badan usaha.
|
||
(7)
|
SPPBMCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 32 |
||||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean atas Barang Kiriman yang diberitahukan dengan menggunakan PIBK.
|
|||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal PIBK dengan menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP).
|
|||
(3)
|
Barang Kiriman dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk diimpor untuk dipakai setelah mendapat persetujuan pengeluaran barang dari Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||
(4)
|
Dalam hal terhadap impor Barang Kiriman diterbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor, persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan setelah Importir melunasi kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 33 |
||||
(1)
|
Penyelenggara Pos dapat menyampaikan:
|
|||
|
a.
|
daftar Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1);
|
||
|
b.
|
CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 ayat (1); dan
|
||
|
c.
|
PIBK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (4),
|
||
|
sebelum Barang Kiriman dibongkar di Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS.
|
|||
(2)
|
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman dapat melakukan penelitian tarif dan nilai pabean setelah Penyelenggara Pos menyampaikan daftar Barang Kiriman, CN, dan PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(3)
|
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman melakukan penetapan tarif dan nilai pabean terhadap daftar Barang Kiriman, CN, dan PIBK yang disampaikan sebelum pembongkaran Barang Kiriman di Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah Penyelenggara Pos melakukan perincian lebih lanjut atas pos pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan menyampaikan nomor sub Pos pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest).
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor Pasal 34 |
||||
(1)
|
Pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 31 ayat (3), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor.
|
|||
(2)
|
Penghitungan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibulatkan dalam ribuan Rupiah penuh ke atas sehingga bagian dari ribuan menjadi ribuan untuk setiap penetapan.
|
|||
(3)
|
Penghitungan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 35 |
||||
(1)
|
PPYD atas nama Importir melakukan pelunasan bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal SPPBMCP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1).
|
|||
(2)
|
PJT atas nama Importir melakukan pelunasan bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal SPPBMCP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1).
|
|||
(3)
|
Dalam hal Kantor Pabean belum terhubung dengan sistem pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor secara elektronik, Penyelenggara Pos menyampaikan bukti pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor ke Kantor Pabean penerbit SPPBMCP.
|
|||
(4)
|
Apabila pelunasan bea masuk melebihi jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Penyelenggara Pos dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari bea masuk yang wajib dilunasi.
|
|||
(5)
|
Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan klaim, dalam hal bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(6)
|
Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dicairkan atau dilakukan klaim, dalam hal bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
(7)
|
Dalam hal jaminan telah dicairkan atau dilakukan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (6), PJT harus menyesuaikan kembali jaminan sehingga memenuhi jumlah jaminan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).
|
|||
(8)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku dalam hal PPYD dapat mengembalikan Barang Kiriman dalam keadaan baik kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman di Kantor Pabean tempat penyelesaian Kewajiban Pabean sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
|
|||
(9)
|
Barang Kiriman dalam keadaan baik sebagaimana dimaksud pada ayat (8) jika:
|
|||
|
a.
|
Barang Kiriman, kemasan, dan tanda khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) dalam keadaan utuh, untuk Barang Kiriman yang dilakukan pemeriksaan fisik; atau
|
||
|
b.
|
Barang Kiriman dan kemasan dalam keadaan utuh dan tidak rusak, untuk Barang Kiriman yang tidak dilakukan pemeriksaan fisik.
|
||
(10)
|
Atas pengembalian barang sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman memberikan tanda terima dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(11)
|
Tata cara pencairan dan klaim jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Pengeluaran Sebagian Pasal 36 |
||||
(1)
|
Dalam hal terdapat sebagian Barang Kiriman yang diberitahukan dalam CN atau PIBK yang:
|
|||
|
a.
|
belum memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan; dan/atau
|
||
|
b.
|
terkena ketentuan hak atas kekayaan intelektual dan diperintahkan oleh pengadilan niaga untuk ditangguhkan pengeluarannya,
|
||
|
terhadap Barang Kiriman selain huruf a dan huruf b dapat diberikan persetujuan pengeluaran sebagian barang.
|
|||
(2)
|
Tata cara pengeluaran sebagian Barang Kiriman yang diberitahukan dengan menggunakan PIB dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor untuk dipakai.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Pengeluaran Barang Kiriman untuk Diimpor Sementara Pasal 37 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk diimpor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b.
|
|||
(2)
|
Tata cara pengeluaran Barang Kiriman untuk diimpor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor sementara.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesepuluh
Pengeluaran Barang Kiriman untuk Diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean Lainnya Pasal 38 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang dikirim melalui PPYD dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS, untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c.
|
|||
(2)
|
PPYD menyampaikan pemberitahuan pemindahan penimbunan Barang Kiriman kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifes di Kantor Pabean yang mengawasi TPS asal, dengan elemen data:
|
|||
|
a.
|
TPS asal;
|
||
|
b.
|
TPS tujuan;
|
||
|
c.
|
nomor pelayaran (voyage number)/nomor penerbangan (flight number)/nomor kendaraan pengangkut darat;
|
||
|
d.
|
tanggal keberangkatan/kedatangan;
|
||
|
e.
|
jam keberangkatan/kedatangan, jika ada;
|
||
|
f.
|
jumlah dan jenis kemasan;
|
||
|
g.
|
nomor identitas kemasan, jika ada;
|
||
|
h.
|
berat kotor (brutto) isi kemasan;
|
||
|
i.
|
nomor segel kemasan, jika ada;
|
||
|
j.
|
jumlah kemasan;
|
||
|
k.
|
nomor identitas Barang Kiriman;
|
||
|
I.
|
nama Penerima Barang;
|
||
|
m.
|
alamat Penerima Barang;
|
||
|
n.
|
uraian Barang Kiriman;
|
||
|
o.
|
jumlah Barang Kiriman;
|
||
|
p.
|
harga Barang Kiriman;
|
||
|
q.
|
berat kotor (brutto) Barang Kiriman;
|
||
|
r.
|
nama jelas pengelola TPS asal;
|
||
|
s.
|
nama jelas Pengangkut; dan
|
||
|
t.
|
nama jelas pengelola TPS tujuan.
|
||
(3)
|
Kelengkapan elemen data pada pemberitahuan pemindahan penimbunan Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan pelaksanaan pertukaran data antar PPYD secara internasional.
|
|||
(4)
|
Pemberitahuan pemindahan penimbunan Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diterima dan mendapat nomor dan tanggal pendaftaran merupakan dokumen pemberitahuan pabean.
|
|||
(5)
|
Pengeluaran Barang Kiriman dari TPS asal untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya dapat dilakukan setelah:
|
|||
|
a.
|
mendapatkan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai atau SKP; dan
|
||
|
b.
|
PPYD memasang tanda pengaman pada setiap kemasan, kantong, peti kemas, dan/atau sarana pengangkut yang mengangkut Barang Kiriman.
|
||
(6)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a merupakan dokumen pelindung pengangkutan Barang Kiriman dari TPS asal ke TPS tujuan.
|
|||
(7)
|
Tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dapat diterima sebagai segel Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(8)
|
Tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus aman dan dapat memberikan tanda dalam hal tanda pengaman dirusak.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesebelas
Pengeluaran Barang Kiriman untuk Ditimbun atau Dimasukkan ke Kawasan Berfasilitas Pasal 39 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk:
|
|||
|
a.
|
ditimbun di tempat penimbunan berikat;
|
||
|
b.
|
dimasukkan ke kawasan ekonomi khusus; dan
|
||
|
c.
|
dimasukkan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
|
||
(2)
|
Tata cara pengeluaran Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keduabelas
Pengeluaran Barang Kiriman untuk Diekspor Kembali Pasal 40 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman melalui PPYD dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf e, dalam hal:
|
|||
|
a.
|
Barang Kiriman ditolak oleh Penerima Barang;
|
||
|
b.
|
Penerima Barang tidak ditemukan;
|
||
|
c.
|
Barang Kiriman salah kirim;
|
||
|
d.
|
Barang Kiriman rusak; dan/atau
|
||
|
e.
|
Barang Kiriman tidak dapat diimpor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Barang Kiriman melalui PJT dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) h uruf e, dalam hal:
|
|||
|
a.
|
Barang Kiriman rusak;
|
||
|
b.
|
Barang Kiriman salah kirim; dan/atau
|
||
|
c.
|
Barang Kiriman tidak dapat diimpor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman.
|
|||
(4)
|
Barang Kiriman yang telah diajukan PIB atau PIBK, dapat diekspor kembali sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur ekspor kembali barang impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 41 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan persetujuan ekspor kembali Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), Importir atau Penyelenggara Pos mengajukan permohonan ekspor kembali kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman dengan menyebutkan alasan dan disertai dengan dokumen dan/atau bukti pendukung.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman melakukan penelitian atas permohonan ekspor kembali Barang Kiriman terkait pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) atau ayat (2).
|
|||
(3)
|
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman menerbitkan:
|
|||
|
a.
|
surat persetujuan ekspor kembali, apabila permohonan ekspor kembali yang diajukan memenuhi kriteria ekspor kembali Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) atau ayat (2); atau
|
||
|
b.
|
surat penolakan ekspor kembali, apabila permohonan ekspor kembali yang diajukan tidak memenuhi kriteria ekspor kembali Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) atau ayat (2).
|
||
(4)
|
Penerbitan surat persetujuan atau penolakan ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
|||
(5)
|
Pelaksanaan ekspor kembali atas Barang Kiriman yang telah mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dengan menggunakan CN.
|
|||
(6)
|
Permohonan ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(7)
|
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(8)
|
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf U yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 42 |
||||
(1)
|
Importir atau Penyelenggara Pos wajib menyampaikan bukti realisasi ekspor Barang Kiriman yang telah diberikan persetujuan ekspor kembali kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah dilakukan realisasi ekspor.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Importir atau Penyelenggara Pos tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengajuan permohonan ekspor kembali Barang Kiriman selanjutnya tidak dilayani sampai dengan Importir atau Penyelenggara Pos menyampaikan bukti realisasi ekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB IV
EKSPOR BARANG KIRIMAN Bagian Kesatu Penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor Pasal 43 |
||||
(1)
|
Penyelenggara Pos menyampaikan CN atas ekspor Barang Kiriman kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pemuatan ekspor dalam hal Barang Kiriman:
|
|||
|
a.
|
memiliki berat kotor tidak melebihi 30 (tiga puluh) kilogram;
|
||
|
b.
|
diekspor oleh Eksportir yang bukan merupakan badan usaha; dan/atau
|
||
|
c.
|
merupakan barang Impor yang diberitahukan dengan CN yang akan diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (5).
|
||
(2)
|
CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat elemen data:
|
|||
|
a.
|
nomor dan tanggal identitas Barang Kiriman;
|
||
|
b.
|
nama sarana pengangkut;
|
||
|
c.
|
nomor voyage/flight;
|
||
|
d.
|
negara tujuan;
|
||
|
e.
|
daerah asal barang kiriman;
|
||
|
f.
|
berat kotor;
|
||
|
g.
|
biaya pengangkutan;
|
||
|
h.
|
asuransi, jika ada;
|
||
|
i.
|
harga barang dalam cara penyerahan (incoterm) Free on Board (FOB);
|
||
|
j.
|
cara penyerahan barang (incoterm);
|
||
|
k.
|
mata uang;
|
||
|
l.
|
bea keluar yang harus dibayarkan, jika ada;
|
||
|
m.
|
uraian jumlah dan jenis barang;
|
||
|
n.
|
pos tarif/HS code;
|
||
|
o.
|
nomor dan tanggal invoice, jika Barang Kiriman merupakan hasil transaksi perdagangan;
|
||
|
p.
|
jenis, nomor, dan tanggal dokumen perizinan, jika ada;
|
||
|
q.
|
nama dan alamat Pengirim Barang;
|
||
|
r.
|
nomor telepon Pengirim Barang, jika ada;
|
||
|
s.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pengirim Barang, jika tidak ada menggunakan nomor identitas lain berupa nomor induk kependudukan untuk warga negara Indonesia, nomor paspor untuk warga negara asing, atau nomor identitas lainnya untuk selain warga negara Indonesia dan warga negara asing;
|
||
|
t.
|
nama dan alamat penerima/pembeli;
|
||
|
u.
|
nama dan nomor identitas PPMSE, apabila Barang Kiriman transaksinya melalui PPMSE; dan
|
||
|
v.
|
Kantor Pabean pemuatan ekspor Barang Kiriman.
|
||
(3)
|
PPYD dapat melakukan ekspor Barang Kiriman berupa Kartu Pos, Surat, Dokumen dan/atau Barang Kiriman Tertentu dengan menyampaikan daftar Barang Kiriman, yang paling sedikit memuat data untuk setiap jenis Kartu Pos, Surat, Dokumen, dan Barang Kiriman Tertentu berupa:
|
|||
|
a.
|
jumlah satuan; dan
|
||
|
b.
|
total berat kotor.
|
||
(4)
|
Jika dalam daftar Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat:
|
|||
|
a.
|
barang larangan atau pembatasan; dan/atau
|
||
|
b.
|
barang yang dikenakan bea keluar,
|
||
|
PPYD harus mengajukan CN atas Barang Kiriman yang bersangkutan.
|
|||
(5)
|
PJT dapat melakukan ekspor Barang Kiriman berupa Surat, setelah menyampaikan CN dengan menambahkan elemen data rincian Surat yang paling sedikit memuat:
|
|||
|
a.
|
jumlah Surat;
|
||
|
b.
|
daftar nomor identitas Barang Kiriman;
|
||
|
c.
|
daftar negara tujuan;
|
||
|
d.
|
daftar berat kotor;
|
||
|
e.
|
daftar nama dan alamat Pengirim Barang; dan
|
||
|
f.
|
daftar nama dan alamat penerima.
|
||
(6)
|
CN yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) merupakan pemberitahuan pabean ekspor dan diberikan nomor dan tanggal pendaftaran.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 44 |
||||
(1)
|
Eksportir atau Penyelenggara Pos menyampaikan pemberitahuan ekspor barang atas ekspor Barang Kiriman kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pemuatan ekspor dalam hal Barang Kiriman:
|
|||
|
a.
|
memiliki berat kotor melebihi 30 (tiga puluh) kilogram;
|
||
|
b.
|
diekspor oleh Eksportir yang merupakan perusahaan penerima fasilitas tempat penimbunan berikat;
|
||
|
c.
|
diekspor oleh Eksportir yang merupakan perusahaan penerima fasilitas pembebasan dan/atau pengembalian; dan/atau
|
||
|
d.
|
merupakan barang impor yang diberitahukan dengan PIB/PIBK yang akan diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4).
|
||
(2)
|
Dalam hal tertentu, Eksportir atau Penyelenggara Pos dapat menyampaikan pemberitahuan ekspor barang kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pemuatan ekspor atas barang kiriman yang memiliki berat kotor tidak melebihi 30 (tiga puluh) kilogram.
|
|||
(3)
|
Ketentuan ekspor Barang Kiriman yang diberitahukan dengan pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pemungutan Bea Keluar Pasal 45 |
||||
(1)
|
Ekspor Barang Kiriman dapat dipungut bea keluar.
|
|||
(2)
|
Ketentuan mengenai pemungutan bea keluar atas ekspor Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemungutan bea keluar.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Pabean Pasal 46 |
||||
(1)
|
Ekspor Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dan Pasal 44 dilakukan pemeriksaan pabean.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen.
|
|||
(3)
|
Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
|
|||
(4)
|
Pemeriksaan fisik atas Barang Kiriman oleh Pejabat Bea dan Cukai dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
|
|||
(5)
|
Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP memberitahukan kepada Eksportir atau Penyelenggara Pos, dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik atas Barang Kiriman.
|
|||
(6)
|
Eksportir atau PPJK yang dikuasakannya:
|
|||
|
a.
|
menyiapkan dan menyerahkan Barang Kiriman untuk diperiksa;
|
||
|
b.
|
membuka setiap bungkusan, kemasan, atau peti kemas yang akan diperiksa; dan
|
||
|
c.
|
menyaksikan pemeriksaan.
|
||
(7)
|
Ketentuan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 47 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang dilarang atau dibatasi hanya dapat diekspor setelah Eksportir memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan yang diatur oleh instansi terkait.
|
|||
(2)
|
Eksportir bertanggung jawab atas pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan ekspor.
|
|||
(3)
|
Penelitian atas pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
|
|||
|
a.
|
Pejabat Bea dan Cukai;
|
||
|
b.
|
SKP; dan/atau
|
||
|
c.
|
Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
|
||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Konsolidasi Barang Kiriman Pasal 48 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang diajukan pemberitahuan pabean ekspor dapat dilakukan konsolidasi.
|
|||
(2)
|
Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan pengumpulan Barang Kiriman yang diberitahukan dengan 2 (dua) atau lebih pemberitahuan pabean ekspor sebelum Barang Kiriman tersebut dimasukkan ke Kawasan Pabean untuk dimuat ke sarana pengangkut.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 49 |
||||
(1)
|
Konsolidasi Barang Kiriman atas beberapa CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), disampaikan oleh Penyelenggara Pos dengan Pemberitahuan Konsolidasi Barang Kiriman (PKBK) kepada Pejabat Bea dan Cukai melalui SKP di Kantor Pabean pemuatan ekspor.
|
|||
(2)
|
Konsolidasi Barang Kiriman atas beberapa pemberitahuan ekspor barang dan/atau CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) yang menggunakan peti kemas disampaikan oleh konsolidator dengan pemberitahuan konsolidasi barang ekspor kepada Pejabat Bea dan Cukai melalui SKP di Kantor Pabean pemuatan ekspor.
|
|||
(3)
|
Ketentuan konsolidasi Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
(4)
|
Pemberitahuan Konsolidasi Barang Kiriman (PKBK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pemasukan Barang Kiriman ke Kawasan Pabean Pasal 50 |
||||
(1)
|
Pemasukan Barang Kiriman ke Kawasan Pabean atau TPS dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
|
|||
(2)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan setelah dilakukan penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik barang.
|
|||
(3)
|
Dalam hal ekspor Barang Kiriman diberitahukan dengan pemberitahuan ekspor barang, ketentuan pemasukan Barang Kiriman ke Kawasan Pabean dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pemuatan, Penimbunan, dan Pengeluaran Barang Kiriman Pasal 51 |
||||
(1)
|
Pemuatan Barang Kiriman ke sarana pengangkut dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
|
|||
(2)
|
Barang Kiriman yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di TPS atau Tempat Penimbunan Lainnya dengan izin Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(3)
|
Ketentuan pemuatan dan penimbunan atas ekspor Barang Kiriman, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 52 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang telah dimasukkan ke Kawasan Pabean tempat pemuatan dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean dalam hal:
|
|||
|
a.
|
terjadi kerusakan pada seluruh peti kemas atau kemasan barang sehingga perlu dilakukan penggantian atas seluruh peti kemas atau kemasan barang;
|
||
|
b.
|
terjadi kerusakan pada sebagian peti kemas atau kemasan barang sehingga perlu dilakukan penggantian pada peti kemas atau kemasan barang;
|
||
|
c.
|
dimasukkan ke TPS lainnya karena terdapat pemindahan lokasi pemuatan Barang Kiriman;
|
||
|
d.
|
dikeluarkan sementara dari TPS untuk perlakuan tertentu atas pertimbangan dan keputusan Kepala Kantor Pabean; atau
|
||
|
e.
|
tidak terangkut (short shipment); atau
|
||
|
f.
|
dibatalkan ekspornya.
|
||
(2)
|
Ketentuan pengeluaran Barang Kiriman dari Kawasan Pabean, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Ekspor Barang Kiriman Untuk Diimpor Kembali Pasal 53 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang telah diekspor, dapat dilakukan impor kembali.
|
|||
(2)
|
Barang Kiriman yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang yang sebelumnya diekspor:
|
|||
|
a.
|
dalam kualitas yang sama dengan pada saat impor kembali;
|
||
|
b.
|
untuk keperluan perbaikan;
|
||
|
c.
|
untuk keperluan pengerjaan; atau
|
||
|
d.
|
untuk keperluan pengujian.
|
||
(3)
|
Ekspor Barang Kiriman yang dimaksudkan untuk dilakukan impor kembali dalam jangka waktu tertentu, harus diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan ekspor barang.
|
|||
(4)
|
Ketentuan impor kembali Barang Kiriman yang telah diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor kembali barang yang telah diekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Rekonsiliasi Ekspor Barang Kiriman Pasal 54 |
||||
(1)
|
Pemberitahuan ekspor barang dan CN dilakukan rekonsiliasi dengan pemberitahuan pabean keberangkatan sarana pengangkut (outward manifest).
|
|||
(2)
|
Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan:
|
|||
|
a.
|
mencocokkan beberapa elemen data dalam dokumen pemberitahuan ekspor barang dengan pemberitahuan pabean keberangkatan sarana pengangkut (outward manifest); atau
|
||
|
b.
|
mencocokkan beberapa elemen data dalam dokumen CN dengan pemberitahuan pabean keberangkatan sarana pengangkut (outward manifest).
|
||
(3)
|
Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh SKP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keberangkatan sarana pengangkut yang tercantum dalam pemberitahuan pabean keberangkatan sarana pengangkut (outward manifest) yang akan menuju ke luar Daerah Pabean.
|
|||
(4)
|
SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan notifikasi status rekonsiliasi kepada:
|
|||
|
a.
|
Penyelenggara Pos atau Eksportir; dan/atau
|
||
|
b.
|
pengangkut yang bersangkutan.
|
||
(5)
|
Dalam hal tidak dapat dilakukan oleh SKP, rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||
(6)
|
Ketentuan rekonsiliasi atas pemberitahuan ekspor barang dan pemberitahuan konsolidasi barang ekspor dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN Bagian Kesatu Penyampaian Daftar Barang Kiriman, CN, PIBK, dan Pemberitahuan Pemindahan Penimbunan Barang Kiriman Pasal 55 |
||||
(1)
|
Penyelenggara Pos menyampaikan:
|
|||
|
a.
|
perincian pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
|
||
|
b.
|
daftar Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (3);
|
||
|
c.
|
CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Pasal 20 ayat (4), Pasal 21 ayat (1), Pasal 43 ayat (1) Pasal 43 ayat (4) dan Pasal 43 ayat (5).
|
||
|
d.
|
PIBK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (4);
|
||
|
e.
|
Pemberitahuan pemindahan penimbunan Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2); dan
|
||
|
f.
|
Pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1),
|
||
|
ke Kantor Pabean melalui sistem pertukaran data elektronik.
|
|||
(2)
|
Penyampaian oleh Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan tulisan di atas formulir dalam hal:
|
|||
|
a.
|
sistem pertukaran data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia atau mengalami gangguan; dan/atau
|
||
|
b.
|
SKP tidak dapat beroperasi dalam jangka waktu paling singkat 1 (satu) jam.
|
||
(3)
|
Penyampaian CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dalam jangka waktu:
|
|||
|
a.
|
paling lama 1 (satu) hari kerja sejak kedatangan Barang Kiriman impor; atau
|
||
|
b.
|
paling lambat sebelum Barang Kiriman ekspor dimasukkan ke Kawasan Pabean di tempat pemuatan.
|
||
(4)
|
Dalam hal terdapat invoice, packing list, dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean lainnya, Penyelenggara Pos harus menyertakannya pada saat penyampaian CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c atau PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
|
|||
(5)
|
Penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui sistem pertukaran data elektronik atau tulisan di atas formulir.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Perubahan atas Kesalahan Data Pasal 56 |
||||
(1)
|
Importir atau Penyelenggara Pos dapat mengajukan permohonan perubahan atas kesalahan data CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 atau PIBK yang telah disampaikan sepanjang kesalahan terjadi karena kekhilafan yang nyata.
|
|||
(2)
|
Kekhilafan yang nyata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu pemberitahuan pabean dalam bentuk kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kesalahan penerapan peraturan yang seharusnya tidak perlu terjadi, dan tidak mengandung persengketaan antara Pejabat Bea dan Cukai dengan Importir dan/atau Penyelenggara Pos, meliputi namun tidak terbatas pada:
|
|||
|
a.
|
kesalahan penulisan data Importir;
|
||
|
b.
|
kesalahan perhitungan bea masuk dan pajak; dan/atau
|
||
|
c.
|
kesalahan penerapan aturan berupa ketidaktahuan adanya perubahan peraturan.
|
||
(3)
|
Perubahan atas kesalahan data PIB dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perubahan atas kesalahan data pemberitahuan pabean impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 57 |
||||
(1)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) diajukan kepada Kepala Kantor Pabean dengan menyebutkan alasan perubahan data dengan dilampiri:
|
|||
|
a.
|
hasil cetak CN atau PIBK beserta dokumen pelengkap pabean;
|
||
|
b.
|
bukti yang mendukung alasan perubahan data; dan
|
||
|
c.
|
surat kuasa, apabila permohonan dibuat oleh Penyelenggara Pos berdasarkan kuasa dari Importir.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak dalam hal:
|
|||
|
a.
|
Barang Kiriman telah dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara;
|
||
|
b.
|
kesalahan data tersebut merupakan temuan Pejabat Bea dan Cukai; atau
|
||
|
c.
|
CN atau PIBK telah mendapatkan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
|
||
(3)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan penetapan yang berhubungan dengan kesalahan data yang dimohonkan perubahan sehingga kesalahan data yang tidak berhubungan dengan penetapan tersebut masih dapat diajukan untuk dilakukan perubahan.
|
|||
(4)
|
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memutuskan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja, terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
|||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan perubahan atas kesalahan data CN atau PIBK.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penolakan perubahan atas kesalahan data CN atau PIBK dengan disertai alasan penolakan.
|
|||
(7)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf W yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(8)
|
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(9)
|
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf Y yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 58 |
||||
(1)
|
Penyelenggara Pos dapat mengajukan permohonan perubahan atas kesalahan data CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dan/atau pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) ke Kantor Pabean pemuatan ekspor melalui SKP.
|
|||
(2)
|
Permohonan perubahan atas kesalahan data CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilayani dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak CN mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran.
|
|||
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terhadap permohonan perubahan atas kesalahan data CN terkait elemen data:
|
|||
|
a.
|
jumlah dan/atau jenis barang, hanya dapat dilayani sebelum barang dimasukkan ke Kawasan Pabean;
|
||
|
b.
|
nama sarana pengangkut dan/atau nomor voyage/flight, hanya dapat dilayani dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal keberangkatan sarana pengangkut semula.
|
||
(4)
|
Perubahan atas kesalahan data pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilayani sebelum barang kiriman dimasukkan ke Kawasan Pabean.
|
|||
(5)
|
Persetujuan perubahan atas kesalahan data CN dan/atau pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan oleh:
|
|||
|
a.
|
SKP; dan/atau
|
||
|
b.
|
Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
|
||
(6)
|
Ketentuan pembetulan terhadap pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud Pasal 44 dan pemberitahuan konsolidasi barang ekspor sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
(7)
|
Permohonan perubahan atas kesalahan data CN disampaikan dengan pemberitahuan pembetulan CN (PP CN) dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf Z yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(8)
|
Permohonan perubahan atas kesalahan data pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK) disampaikan dengan pemberitahuan pembetulan pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PP-PKBK) dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf AA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 59 |
||||
(1)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) telah terlewati, Penyelenggara Pos berdasarkan surat kuasa dari Eksportir dapat mengajukan permohonan perubahan atas kesalahan data CN dan/atau pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK) kepada Kepala Kantor Pabean pemuatan ekspor melalui SKP.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan memberikan keputusan berupa persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pembatalan atas Pemberitahuan Pabean dan Pemberitahuan Konsolidasi Ekspor Pasal 60 |
||||
(1)
|
CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 atau PIBK yang telah diajukan oleh Penyelenggara Pos dan telah mendapatkan nomor dan/atau tanggal pendaftaran dapat dibatalkan, dalam hal:
|
|||
|
a.
|
terjadi kesalahan pengiriman CN atau PIBK ke Kantor Pabean lain yang bukan merupakan Kantor Pabean tempat pengeluaran barang;
|
||
|
b.
|
penyampaian CN atau PIBK atas impor Barang Kiriman yang sama dilakukan lebih dari 1 (satu) kali;
|
||
|
c.
|
pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut (inward manifest) atas Barang Kiriman yang diberitahukan dalam CN atau PIBK dibatalkan;
|
||
|
d.
|
Barang Kiriman tidak jadi dibongkar di Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS;
|
||
|
e.
|
Barang Kiriman harus diselesaikan dengan pemberitahuan pabean impor selain pemberitahuan pabean impor yang diajukan pembatalan; dan/atau
|
||
|
f.
|
Barang Kiriman telah musnah karena force majeure.
|
||
(2)
|
Permohonan atas pembatalan CN atau PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Importir atau Penyelenggara Pos kepada Kepala Kantor Pabean dengan menyebutkan alasan pembatalan dengan dilampiri:
|
|||
|
a.
|
hasil cetak CN atau PIBK beserta dokumen pelengkap pabean;
|
||
|
b.
|
bukti yang mendukung alasan pembatalan; dan
|
||
|
c.
|
surat kuasa, apabila permohonan dibuat oleh Penyelenggara Pos berdasarkan kuasa dari Importir.
|
||
(3)
|
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memutuskan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
|||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan pembatalan CN atau PIBK.
|
|||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penolakan pembatalan CN atau PIBK dengan disertai alasan penolakan.
|
|||
(6)
|
Pembatalan atas PIB dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor untuk dipakai.
|
|||
(7)
|
Permohonan pembatalan CN atau PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf AB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(8)
|
Surat persetujuan pembatalan CN atau PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf AC yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(9)
|
Surat penolakan pembatalan CN atau PIBK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf AD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 61 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman yang telah diberitahukan untuk diekspor dan telah mendapatkan persetujuan ekspor dapat dibatalkan ekspornya, kecuali Barang Kiriman ekspor ditegah oleh unit pengawasan.
|
|||
(2)
|
CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dan/atau pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) dapat dibatalkan berdasarkan permohonan yang disampaikan oleh Penyelenggara Pos atas kuasa dari Eksportir kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pemuatan ekspor dan/atau melalui SKP.
|
|||
(3)
|
Permohonan pembatalan CN disampaikan dalam jangka waktu paling lama:
|
|||
|
a.
|
5 (lima) hari kerja sejak tanggal pendaftaran CN dalam hal sarana pengangkut tujuan luar Daerah Pabean batal berangkat dan belum diterbitkan outward manifest; atau
|
||
|
b.
|
3 (tiga) hari kerja sejak:
|
||
|
|
1.
|
tanggal keberangkatan sarana pengangkut tujuan luar Daerah Pabean, yang dibuktikan dengan outward manifest atas nama sarana pengangkut yang tercantum dalam CN; atau
|
|
|
|
2.
|
tanggal pembatalan outward manifest, dalam hal sarana pengangkut tujuan luar Daerah Pabean batal berangkat dan telah diterbitkan outward manifest.
|
|
(4)
|
Permohonan pembatalan pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK) dapat disampaikan paling lama sebelum Barang Kiriman dimasukkan ke Kawasan Pabean.
|
|||
(5)
|
Barang Kiriman yang dibatalkan ekspornya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan pemeriksaan fisik.
|
|||
(6)
|
Tata cara mengenai:
|
|||
|
a.
|
pemeriksaan fisik atas ekspor Barang Kiriman yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5); dan
|
||
|
b.
|
pembatalan Barang Kiriman yang diberitahukan menggunakan pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan pemberitahuan konsolidasi barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2),
|
||
|
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
(7)
|
Pembatalan CN disampaikan dengan pemberitahuan pembatalan CN dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf AE yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(8)
|
Pembatalan pemberitahuan konsolidasi barang kiriman (PKBK) disampaikan dengan pemberitahuan pembatalan Pemberitahuan Konsolidasi Barang Kiriman (PKBK) dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf AF yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Keberatan Pasal 62 |
||||
(1)
|
Importir dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), dan penetapan Pejabat Bea dan Cukai lainnya dengan dilampiri data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan.
|
|||
(2)
|
Tata cara pengajuan keberatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai Pasal 63 |
||||
(1)
|
Barang Kiriman dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai, dalam hal:
|
|||
|
a.
|
Barang Kiriman ditimbun di TPS melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari;
|
||
|
b.
|
Barang Kiriman yang dikirim melalui PPYD ditolak oleh Orang yang tertera dalam alamat tujuan atau Orang yang dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean; atau
|
||
|
c.
|
Barang Kiriman yang dikirim melalui PPYD dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat disampaikan kepada Orang yang tertera dalam alamat yang dituju dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya pemberitahuan dari PPYD.
|
||
(2)
|
Barang Kiriman yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Barang Kiriman yang:
|
|||
|
a.
|
ditolak oleh Penerima Barang; atau
|
||
|
b.
|
tidak terkirim kepada Penerima Barang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (5).
|
||
(3)
|
Tata cara penyelesaian atas barang yang dinyatakan tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Sistem Pertukaran Data Elektronik Antara Kantor Pabean dengan Penyelenggara Pos Pasal 64 |
||||
Penyelenggara Pos yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) Kepabeanan harus memiliki media komunikasi data elektronik yang terhubung dengan SKP Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang digunakan dalam rangka:
|
||||
a.
|
pengelolaan Barang Kiriman seperti penimbunan dan pengeluaran Barang Kiriman ke dan dari TPS atau tempat yang lain yang diperlakukan sama dengan TPS;
|
|||
b.
|
pemantauan pemindahan penimbunan Barang Kiriman oleh PPYD dari Kawasan Pabean atau tempat lain untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38;
|
|||
c.
|
monitoring pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor yang ditetapkan dalam SPPBMCP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31; dan
|
|||
d.
|
memberikan informasi kepada Penerima Barang, Pengirim Barang, Importir, dan/atau Eksportir mengenai status Barang Kiriman, seperti persyaratan pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan, atau jumlah pungutan negara yang terutang atas Barang Kiriman.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pembetulan SPPBMCP Pasal 65 |
||||
(1)
|
Importir atau PPYD berdasarkan kuasa dari Importir dapat mengajukan permohonan pembetulan SPPBMCP atas CN yang disampaikan oleh PPYD kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean dengan dilampiri:
|
|||
|
a.
|
bukti dan/atau data pendukung; dan
|
||
|
b.
|
surat kuasa, apabila permohonan diajukan oleh PPYD.
|
||
(2)
|
Pembetulan SPPBMCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menambah, mengurangi, atau menghapus tagihan dalam SPPBMCP yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan yang tidak menimbulkan perbedaan pendapat (dispute) antara Pejabat Bea dan Cukai dan Importir.
|
|||
(3)
|
Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan atas SPPBMCP yang belum dilakukan pelunasan bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor.
|
|||
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diterima secara lengkap oleh Kantor Pabean dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak tanggal SPPBMCP.
|
|||
(5)
|
Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf AG yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 66 |
||||
(1)
|
Kesalahan tulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) meliputi namun tidak terbatas pada kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, nomor pokok wajib pajak (NPWP), nomor SPPBMCP, tanggal SPPBMCP, dan/atau tanggal jatuh tempo.
|
|||
(2)
|
Kesalahan hitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) meliputi namun tidak terbatas pada kesalahan yang berasal dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan.
|
|||
(3)
|
Kekeliruan dalam penerapan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) meliputi namun tidak terbatas pada kekeliruan dalam penerapan pembebanan dalam penetapan tarif.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 67 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean atas nama Direktur Jenderal memutuskan permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal tanda terima permohonan pembetulan.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean mengajukan konfirmasi kepada Direktur yang mempunyai tugas evaluasi dan pelaksanaan di bidang teknologi informasi dalam rangka penelitian permohonan pembetulan atas:
|
|||
|
a.
|
kesalahan tulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1); dan/atau
|
||
|
b.
|
kesalahan hitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), dalam hal penerbitan SPPBMCP merupakan hasil pengajuan CN dalam bentuk data elektronik.
|
||
(3)
|
Keputusan atas permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa persetujuan atau penolakan yang dituangkan dalam bentuk:
|
|||
|
a.
|
surat persetujuan dengan menggunakan contoh format tercantum dalam Lampiran Huruf AH yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dalam hal disetujui; atau
|
||
|
b.
|
surat penolakan dengan menggunakan contoh format tercantum dalam Lampiran Huruf AI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dalam hal ditolak.
|
||
(4)
|
Dalam hal surat persetujuan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a menambah atau mengurangi sebagian tagihan, Pejabat Bea dan Cukai membatalkan SPPBMCP dan menerbitkan SPPBMCP baru sesuai dengan surat persetujuan.
|
|||
(5)
|
Dalam hal surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a menghapus seluruh tagihan:
|
|||
|
a.
|
Pejabat Bea dan Cukai membatalkan SPPBMCP; dan
|
||
|
b.
|
surat persetujuan pembetulan dimaksud dinyatakan sebagai persetujuan pengeluaran Barang Kiriman setelah dibatalkannya SPPBMCP.
|
||
(6)
|
Dalam hal permohonan pembetulan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, PPYD wajib melakukan pelunasan sesuai dengan jangka waktu pelunasan SPPBMCP semula.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Penetapan Kembali Tarif dan Nilai Pabean Pasal 68 |
||||
(1)
|
Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan penetapan kembali tarif dan nilai pabean atas:
|
|||
|
a.
|
CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Pasal 20 ayat (4), dan/atau Pasal 21 ayat (1);
|
||
|
b.
|
PIBK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan/atau ayat (4); dan/atau
|
||
|
c.
|
PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2).
|
||
(2)
|
Penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai:
|
|||
|
a.
|
penelitian ulang; dan/atau
|
||
|
b.
|
audit kepabeanan.
|
||
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Pasal 69 |
||||
Ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau kawasan ekonomi khusus ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui Barang Kiriman dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kesepuluh
SKP dan Media Korespondensi Pasal 70 |
||||
(1)
|
Dalam pelayanan dan pengawasan Barang Kiriman, SKP dilengkapi dengan sistem aplikasi yang dimodifikasi berdasarkan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
|
|||
(2)
|
Keputusan SKP dalam penetapan tarif dan nilai pabean, persetujuan pengeluaran barang, dan penetapan lainnya diperlakukan sebagai penetapan Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 71 |
||||
Kegiatan korespondensi antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Penyelenggara Pos atau PPMSE, dapat dilakukan melalui SKP dan/atau media elektronik lainnya.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kesebelas
Petunjuk Pelaksanaan Pasal 72 |
||||
Direktur Jenderal dapat menetapkan petunjuk pelaksanaan dalam pemberian pelayanan kepabeanan atas impor dan ekspor Barang Kiriman.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 73 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
||||
a.
|
persetujuan kegiatan kepabeanan kepada Penyelenggara Pos yang diberikan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap berlaku berdasarkan Peraturan Menteri ini;
|
|||
b.
|
permohonan untuk melakukan kegiatan kepabeanan yang diajukan oleh PJT sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan masih dalam tahap pemrosesan, diselesaikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
|
|||
c.
|
persetujuan kemitraan antara PPMSE dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang diberikan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap berlaku berdasarkan Peraturan Menteri ini;
|
|||
d.
|
PPMSE yang telah melakukan transaksi impor Barang Kiriman dengan jumlah melebihi dari 1.000 (seribu) kiriman dalam periode 1 (satu) tahun kalender sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib melakukan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku;
|
|||
e.
|
CN yang telah diajukan dan belum diberikan tanggal pendaftaran, diselesaikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
|
|||
f.
|
CN yang telah diajukan dan telah diberikan tanggal pendaftaran sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1709); dan
|
|||
g.
|
ketentuan mengenai CN atas ekspor Barang Kiriman, dalam hal SKP belum tersedia, diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana di bidang ekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 74 |
||||
Ketentuan Ekspor Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Bab IV diberlakukan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 75 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1709), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 76 |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
||||
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 September 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 September 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 740 |